PERANAN KONSELING PRA TUBEKTOMI POMEROY
TERHADAP FUNGSI SEKSUAL PASIEN PASCA
TUBEKTOMI POMEROY DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN
RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
T E S I S
OLEH :
ALIM SAHID
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H.ADAM MALIK / RS. PIRNGADI
MEDAN
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini disetujui oleh tim 5
Pembimbing
:
Dr.Ichwanul Adenin, SpOG (K)
………..
Pembimbing I
Tanggal
Dr. Mohd Rhiza Z. Tala, SpOG(K)
………..
Pembimbing II
Tanggal
PENYANGGAH :
Dr. Herbert Sihite, SpOG
………
Divisi Feto Maternal
Tanggal
Dr. Aswar Aboet, SpOG
………...
Divisi Fertilitas, Endokrinologi
Tanggal
Reproduksi
Dr. Deri Edianto, SpOG(K)
……….
Divisi Onkologi Ginekologi
Tanggal
PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING
: Dr. Ichwanul Adenin, SpOG(K)
Dr. Mohd. Rhiza Z Tala, SpOG(K)
PENYANGGAH
: Dr.Herbert Sihite, SpOG
Dr. Aswar Aboet, SpOG
Dr. Deri Edianto, SpOG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian
dalam bidang Obstetri dan Ginekologi
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha
Kuasa, berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat
memperoleh keahlian dalam bidang Obsteri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya
kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan
khususnya tentang:
PERANAN KONSELING PRA TUBEKTOMI POMEROY TERHADAP FUNGSI
SEKSUAL PASIEN PASCA TUBEKTOMI POMEROY DI RSUP. H. ADAM MALIK
DAN RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankan saya menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Prof. Dr. Delfi Lutan, SpOG(K), Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU; Dr.
Muhammad Rusda, SpOG, Sekretaris Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan;
Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Deri Edianto, SpOG(K), Sekretaris Program Studi
SpOG(K), Dr. Erjan Albar,SpOG(K) ( Alm) ; Prof. Dr. Herbert Hutabarat, SpOG(K);
Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak, SpOG(K) (Alm); Prof. Dr. Djaffar Siddik, SpOG(K);
Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung,
SpOG(K); Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K); Prof. Dr. T.M. Hanafiah,
SpOG(K); Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG(K); Prof. Dr. Budi Hadibroto, SpOG(K);
yang secara bersama-sama telah menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di
bagian Obstetri dan Ginekologi.
3. Dr. Ichwanul Adenin, SpOG(K) yang telah memberikan ide dan arahan kepada saya
untuk melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama bersama dengan Dr.
Mohd Rhiza Z. Tala, SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga
untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Dr.
Herbert Sihite, SpOG, Dr. Aswar Aboet, SpOG dan Dr. Deri Edianto, SpOG(K) selaku
tim penyanggah dan narasumber dalam penulisan tesis ini, yang telah memberikan
bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K) selaku bapak angkat saya selama menjalani
masa pendidikan, yang telah memberikan bimbingan, nasehat-nasehat yang bermanfaat
kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit dalam pendidikan.
5. Dr.A.Jalil Amri Arma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya
dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan, yang
secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir
pendidikan. Semoga Yang Maha pengasih membalas budi baik guru – guru saya.
7. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI dan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas izin yang diberikan kepada saya untuk
8. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana
untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
9. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan sarana
bekerja selama mengikuti pendidikan.
10. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan Dr.
Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan
selama saya bertugas di bagian tersebut.
11.Direktur RSUD Penyabungan beserta Staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril
selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.
12.Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan beserta Staf, atas kesempatan dan
bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen tersebut.
13.Kepada senior-senior saya, Dr. Harry Simanjuntak, SpOG, Dr. Riza Rivani, SpOG, Dr.
Cut Adeya Adella, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin P. Barus, SpOG, Dr.
M. Oky Prabudi, SpOG, Dr. Dudy Aldiansyah, SpOG, Dr. Hayu Lestari Haryono, SpOG,
Dr. A. Hadi, SpOG, Dr. Juni Hardi Tarigan, SpOG, terima kasih atas segala bimbingan,
bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.
14.Kepada Sejawat terutama Dr. Dwi Faradina, SpOG, Dr. Sim Romi, SpOG, Dr. Dessy S.
Hasibuan, SpOG, Dr. Ferry Simatupang, SpOG, Dr. Rony P. Bangun, Dr. Yusmardi, Dr.
Nur Aflah, Dr. Silvia, Dr. David L. Lubis, Dr. Gorga Udjung, Dr. M. Ikhwan, Dr.
Edward, Dr. Yasnil, Dr. Jefri, Dr. Made, Dr. Elvira, Dr. Haika, Dr. Pantas, Dr. Liza, Dr.
Ferdyansyah, Dr. Yuda, Dr. Hendry. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama
ini serta kebersamaan kita selama menjalani program pendidikan spesialis di bagian
15.Kepada adik-adikku, Dr. Aidil Akbar, Dr. T. Johan Avisena, Dr. Meity Elvina, saya
sampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta
kebersamaan kita selama pendidikan dan kenangan indah selama kita jaga bersama.
16.Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih
atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.
17.Dokter muda, bidan dan paramedis yang telah ikut membantu dan bekerja sama dalam
menjalani pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di FK USU / RSUP H.
Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat
Sembah sujud dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada Almarhum Abah,
H. Moch Abubakar dan Ibunda Hj. Masrukhah yang telah membesarkan, mendidik, dan
membimbing saya dengan penuh cinta dan kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini.
Yang terhormat, Almarhum Abak Mertua, H. Basril Jama’an dan Ibu Mertua Hj. Jusmiati
yang telah banyak membantu, memberikan dorongan, nasehat dan perhatian kepada saya
selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Tiada kata yang dapat kuucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT untuk
mengungkapkan rasa cinta, kekaguman dan terima kasih kepada isteriku tercinta Dr. Devi
Julianti dan anak-anakku tersayang Aisha Aulia, Muhammad Fathan Arsyah dan
Muhammad Hafizan Ar Rahman atas pengertian, kesabaran, dorongan semangat,
pengorbanan dan do’a yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan.
Kepada seluruh keluarga dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan
doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.
Amin Ya Rabbal’Alamin.
Medan, Juli 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR DIAGRAM ...x
DAFTAR SINGKATAN ...xi
ABSTRAK...xii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 LATAR BELAKANG ... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 KONSELING ... 5
2.2 TUBEKTOMI ... 9
2.3 FUNGSI SEKSUAL ... 14
2.4 KERANGKA TEORI ...16
2.5 UJI KUESIONER SEBAGAI ALAT UKUR ... 17
2.6 INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA ... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21
3.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 21
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 21
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ... 22
3.3.1 POPULASI PENELITIAN ... 22
3.3.2 SAMPEL PENELITIAN ... 22
3.4 KRITERIA PENELITIAN ... 23
3.4.1 KRITERIA INKLUSI ... 23
3.4.2 KRITERIA EKSLUSI ... 23
3.5 KERANGKA KONSEP PENELITIAN ... 24
3.6 BATASAN OPERASIONAL ... 25
3.7 CARA PENELITIAN ... 26
3.7.1 PENGUMPULAN DATA ... 26
3.7.2 PENGOLAHAN DATA ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 28
4.1.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN UMUR...28
4.1.2 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PARITAS...28
4.1.3 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN...29
4.3. HASIL DARI KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI
DAN INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA ...32
4.4. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI DAN INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA BERDASARKAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN...32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
5.1 KESIMPULAN ... 36
5.2 SARAN ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
TABEL 1. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PARITAS ... 28
TABEL 2. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT
NDIDIKAN ... 29
TABEL 3. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI ... 30
TABEL 4. HASIL KONSELING PRA TUBEKTOMI DAN INDEKS FUNGSI
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PARITAS ... 25
Diagram 2. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT
PENDIDIKAN ...30
Diagram 3. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI ...31
Diagram 4. RESPONDEN YANG TIDAK MENDAPAT KONSELING PRA
TUBEKTOMI DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI
SEKSUAL...33
Diagram 5. RESPONDEN YANG KURANG MENDAPAT KONSELING PRA
TUBEKTOMI DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI
SEKSUAL...34
Diagram 6. RESPONDEN YANG MENDAPAT KONSELING PRA TUBEKTOMI
BAIK DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI
DAFTAR SINGKATAN
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KB : Keluarga Berencana
WHO : World Health Organization
HIV : Human Immunodeficency Virus
AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrome
ACTH : Adenocorticotropic hormone
CRH : Corticotropine Realising Hormone
FSH : Folicle Stimulating Hormone
LH : Lutein Hormon
FSFI : Female Sexual Function Index (Indeks Fungsi Seksual Wanita)
L-MMPI : Lie Scale - Minnesota Multiphasic Personality Inventory
ABSTRAK
Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi
terhadap fungsi seksual pasca tubektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr.
Pirngadi Medan selama 5 tahun.
Rancangan Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini diambil dari data – data pasien untuk kasus tubektomi pomeroy yang
dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Januari 2004 s/d
Desember 2008. Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan instrumen penyaring
Skala-L MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel 43 orang, dan dilanjutkan dengan pengisian
kuesioner tentang konseling dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya.
Hasil Penelitian : Populasi pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang telah dilakukan
tubektomi pomeroy baik secara laparatomi maupun mini laparatomi di RSUP H. Adam
Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan sejak Januari 2004 s/d Desember 2008.
Dengan jumlah sampel 43 orang, diperoleh dari rumus besar sampel Simple Random
Sampling. Dari karakteristik umur responden penelitian, didapati seluruh responden berusia
> 26 tahun sebanyak 43 orang (100 %), dari karakteristik paritas responden didapati paritas
yang paling tinggi adalah 3-4 sebanyak 31 responden (72,09%), dari karakteristik tingkat
pendidikan responden didapati responden dengan tingkat pendidikan SMA adalah yang
paling banyak yaitu 21 orang (48%). Dari seluruh responden, didapatkan responden yang
31 orang (72,09%), responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik
memiliki indeks fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang
(67,74 %), responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki
indeks fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%), responden yang tidak
mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi seksual kategori sedang yang
paling banyak yaitu 6 orang (54,55%).
Kesimpulan : Responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik sebanyak 31
orang (72,09%), responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik memiliki
indeks fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang (67,74 %),
responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki indeks
fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%), responden yang tidak mendapat
konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi seksual kategori sedang yang paling banyak
yaitu 6 orang (54,55%).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Konseling yang dilakukan kepada pasangan pra tubektomi memegang peranan penting
karena dapat membantu suatu pasangan mempertimbangkan bahwa tubektomi merupakan
suatu metode kontrasepsi yang permanen. Konseling yang cermat akan mengurangi
penyesalan pasca operasi dan kedukaan karena kehilangan kesuburan yang dialami
beberapa wanita.1
Selama konseling dengan suatu pasangan, harus membahas apa yang mereka rasakan bila
terjadi sesuatu pada anak mereka, apa yang akan mereka rasakan bila terjadi sesuatu dengan
pasangan mereka saat ini, apakah mereka menginginkan anak dengan pasangan yang baru,
apakah mereka berdua yakin tidak ingin punya anak lagi. Tidak ada jawaban yang dapat
diprediksi untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Tetapi hal ini perlu dipertimbangkan dengan
baik.1
Penting untuk tidak memberikan pandangan yang menimbulkan bias saat membahas
tubektomi. Konselor harus dapat menyimpan pandangan pribadinya mengenai metode ini,
dan sebaiknya hal ini tidak mempengaruhi pasangan tersebut dalam mengambil keputusan.
Konseling lebih bermanfaat jika dilakukan kepada pasangan secara bersamaan, daripada
hanya kepada wanita sendiri, karena keputusan tubektomi mempengaruhi kedua belah
pihak. Selain itu, perlu dijelaskan saat konseling tentang efektifitas dan efek samping dari
peningkatan risiko kehamilan ektopik. Dan pengembalian prosedur ini sangat sulit sehingga
pasangan sepenuhnya memahami keputusan yang mereka ambil.1
Keadaan pasca tubektomi pada wanita juga harus dijelaskan saat konseling, karena dapat
menimbulkan rasa penyesalan terhadap keputusan mereka, namun ada kalanya beberapa
wanita yang dilakukan tubektomi, dapat merasa dibebaskan dari rasa cemas akan kehamilan.
Seringkali ketakutan akan kehamilan memicu permintaan untuk dilakukan tubektomi.
Kebebasan dari rasa cemas tersebut memungkinkan mereka menikmati hubungan seksual
mereka dengan cara yang sebelumnya tidak dapat mereka lakukan.1
Beberapa wanita yang telah dilakukan tubektomi dapat mengalami gangguan cemas, depresi
ataupun gejala neurotik sindrom lainnya. Dimana, cemas maupun depresi merupakan gejala
psikologis yang dapat menjadi salah satu penyebab perubahan fungsi seksual. Fungsi
seksual tersebut meliputi hasrat, rangsangan, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri.2
Kehilangan fungsi seksual (loss of sexual function) adalah gejala umum pada depresi.
Seseorang dengan depresi umumnya tidak mempunyai keinginan untuk melakukan
hubungan seksual atau menderita gangguan rangsangan seksual.3
Tubektomi wanita adalah satu-satunya metode kontrasepsi wanita yang permanen. Metode
ini pertama kali dilontarkan oleh Hipokrates, tetapi metode ini tidak digambarkan dengan
sempurna sampai pada tahun 1834 oleh Von Blundell. Tahun 1896 pertama dilaporkan
tubektomi tuba pada waktu itu dilaksanakan bersamaan dengan Seksio Sesaria oleh Samuel
Smith di Lungren Toledo,Ohio. Pada pertemuan ke 21 American Gynecologi Society setelah
melalui proses perdebatan dimana wanita mempuyai hak untuk dilakukan atau tidak
jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu atau penyakit
keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak.4
Di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP. H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan, tindakan tubektomi yang lazim
dilakukan adalah tubektomi Pomeroy.
Tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan semakin populer untuk
mengontrol kelahiran sejak 40 tahun belakangan. Namun, beberapa wanita yang memilih
tubektomi kadang menderita Neurotik sindrom, dimana manifestasinya dapat berupa depresi
dan penurunan hasrat seksual yang berpengaruh pada fungsi seksual seorang wanita.3
Seksualitas merupakan bagian penting dalam kehidupan setiap wanita. Beberapa literatur
psikologi menyebutkan bahwa normalnya fungsi seksual seseorang dapat menambah
kualitas hidupnya (quality of life). Keingintahuan dan kekhawatiran tentang seksualitas
dialami sepanjang umur seorang wanita, mulai dari pertanyaan tentang pubertas hingga
kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual.5
Banyak wanita yang kehilangan ingatan, gelisah, letargi dan kehilangan hasrat setelah
dilakukan tubektomi, hal ini seakan mengindikasikan menopause spontan yang iatrogenik.
Para dokter sering menghubungkan gejala-gejala ini sebagai masalah psikologis, sehingga
tubektomi tidak hanya terbatas pada profesi medis saja, namun harus serius memberikan
informasi tentang tubektomi dengan lengkap kepada para wanita maupun pasangan yang
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi terhadap fungsi seksual pasca
tubektomi?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
- Untuk mengetahui peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi terhadap fungsi
seksual pasca tubektomi?
Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui apakah pasien yang mendapat konseling dengan baik pra
tubektomi mempunyai fungsi seksual yang baik pasca tubektomi ?
- Untuk mengetahui apakah pasien yang kurang mendapat konseling pra tubektomi
mempunyai fungsi seksual yang kurang baik pasca tubektomi ?
- Untuk mengetahui apakah pasien yang tidak mendapat konseling pra tubektomi
mempunyai fungsi seksual yang buruk pasca tubektomi ?
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Konseling pra tubektomi diharapkan dapat mempersiapkan psikologis pasien
terhadap fungsi seksual pasca tubektomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. KONSELING
Menurut Burks dan Stefflre, Konseling merupakan suatu hubungan professional antara
konselor terlatih dengan seorang pasien. Hubungan dirancang untuk membantu klien
memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang
ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah
emosional antar pribadi. 7 Konseling pra tubektomi berarti penjelasan yang diberikan oleh
dokter atau paramedis kepada pasien sebelum dilakukan tindakan tubektomi.
Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), yang
termasuk komponen dalam pelayanan keluarga berencana (KB) di Indonesia.7 Bila
seseorang telah termotivasi melalui KIE, ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot
konseling yang diberikan tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Konseling
dibutuhkan agar seseorang yang menghadapi suatu masalah dapat menemukan cara
penyelesaiannya. Tujuan Konseling adalah :7
1. Memahami diri secara lebih baik
2. Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan potensinya
3. Lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapi, sehingga :
o Mampu memecahkan masalah secara kreatif dan produktif
o Memiliki taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimiliki
o Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian diri
o Terhindar dari rasa penyesalan akan keputusan yang diambil
o Memperoleh dan merasakan kebahagiaan
Dalam Konseling diadakan percakapan dua arah untuk :
1. Membahas berbagai pilihan kontrasepsi
2. Memberikan informasi selengkapnya mengenai konsekuensi pilihannya, baik
ditinjau dari segi medis, teknis, maupun non-medis agar tidak menyesal di kemudian
hari
3. Membantu memutuskan pilihan kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan
khusus pribadi dan keluarganya
4. Membantu dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi barunya, terutama bila ia
mengalami permasalahan.
Informasi yang diberikan dalam konseling untuk pemilihan kontrasepsi mantap wanita
meliputi :7
1. Arti keluarga berencana (KB)
2. keluarga berencana
3. Cara ber-KB atau metode kontrasepsi, dalam hal ini metode tubektomi
4. Keuntungan dan kerugian serta efek dari kontrasepsi metode tubektomi
5. Pola perencanaan keluarga yang rasional
6. Rujukan pelayanan kontrasepsi, dalam hal ini persiapan tubektomi
Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya konseling berhasil dengan baik adalah bahwa
konseling merupakan suatu kegiatan dalam hubungan antar-manusia, di mana kita
melakukan serangkaian tindakan yang akhirnya akan membantu pasien dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya, antara lain masalah pemilihan penggunaan kontrasepsi
sebelum memutuskan pilihan kontrasepsinya melalui proses konseling yang baik, maka
tidak akan timbul rasa penyesalan di kemudian hari.
Menurut WHO Family Planning Cornerstones (Johns Hopkins Bloomberg School of Public
Health) 2009, Dalam melakukan konseling pra tubektomi harus dijelaskan bahwa
tubektomi.23
Merupakan tindakan pembedahan
Rahim tidak diangkat sehingga masih mendapat menstruasi
Bersifat permanen.
Sangat efektif
Sangat aman
Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
Tidak dapat melindungi dari penyakit kelamin dan HIV/AIDS
Waktu untuk melaksanakan Tubektomi :
Tubektomi hampir dapat dilakukan kapan saja.
Tapi harus ditunda pada keadaan tertentu seperti :
Baru melahirkan antara 1 sampai 6 minggu
Hamil
Infeksi organ genital
Sebelum dilakukan tubektomi, perlu dilakukan diskusi tentang :
Masih ada metode kontrasepsi lain
Tubektomi merupakan tindakan pembedahan
Ada kelebihan dan kekurangannya
Mencegah mempunyai anak lagi
Bersifat permanen-keputusan harus mantap
Pasien dapat membatalkan keputusan kapan saja sebelum dilakukan pembedahan
Dalam konseling sebelum tubektomi, harus dijelaskan mengenai prosedur pembedahan,
seperti :
1. Pasien akan dibius, namun masih tetap sadar
2. Akan dibuat sayatan kecil, namun tidak terasa sakit oleh karena pembiusan
3. Saluran indung telur kiri dan kanan digunting dan diikat
4. Kemudian luka dijahit
5. Istirahat selama beberapa jam di tempat pelayanan kesehatan/rumah sakit
Selanjutnya :
Pasien harus istirahat selama 2 – 3 hari.
Hindari mengangkat beban berat selam 1 minggu
Tidak boleh behubungan seks selama 1 minggu
Kunjugan kembali ke rumah sakit setelah dilakukan tubektomi, apabila :
Dalam minggu pertama:
Demam tinggi
Ada perdarahan atau nanah pada luka bekas operasi
Nyeri yang menetap atau makin hebat, kram atau tegang pada perut
Pingsan atau pusing yang berat
Kapan saja:
Anda merasa hamil
Nyeri perut atau pingsan
2.2. TUBEKTOMI
DEFINISI
Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba fallopi dengan maksud
tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup.
Kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti semula.8
CARA UNTUK MELAKUKAN TUBEKTOMI 8,9,10,11
A. Laparotomi
Tindakan ini paling banyak dilakukan pada tubektomi di Indonesia sebelum tahun 70-an.
Tubektomi dengan tindakan laparotomi biasa dilakukan terutama pasca persalinan. Selain
itu, dapat dilakukan bersamaan dengan seksio sesaria.
B. Laparotomi Mini
Tindakan ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca persalinan. Saat itu, uterus masih besar,
tuba fallopi masih panjang dan dinding perut masih longgar sehingga mudah dalam
C. Kolpotomi
Adalah suatu cara operasi mencapai tuba melalui insisi pada forniks posterior atau pungsi
pada Cul de Sac dengan visualisasi alat kuldoskop. Bila dibandingkan dengan laparoskop,
kuldoskop lebih sederhana. Tidak memerlukan insuflasi gas untuk pneumoperitoneum
namun dapat memvisualisasi saluran telur dan uterus. Cahaya optik dimasukkan melalui
kawat yang lemas kebagian ujung dari kuldoskop yang berasal dari sumber cahaya luar.
Biasanya akseptor dalam posisi genupektoral.
D. Laparoskopi
Laparoskopi adalah cara visualisasi rongga perut dan panggul melalui insisi kecil pada
dinding perut setelah pneumoperitoneum, dan memasukkan teropong dan alat-alat lain yang
digunakan lewat dinding abdomen .
CARA PENUTUPAN TUBA DIANTARANYA8,9,10,11,12
A.Pomeroy
Cara yang favorit dilakukan dokter di Indonesia adalah dengan tehnik Pomeroy yang
pertama kali dikembangkan oleh dr.Ralph Pomeroy. Tindakan seterilisasi ini dapat
dilakukan saat tindakan Sectio Caesarea pada ibu yang ingin langsung ditubektomi.
Sedangkan jika persalinan berlangsung normal maka tindakan dapat dilakukan 1 atau 2 hari
setelah melahirkan. Karena pada saat tersebut rahim masih besar sehingga tidak sulit untuk
mencari saluran tuba. Konsep dasar tehnik tubektomi Pomeroy membuat ikatan pada tuba
yang tidak terdapat pembuluh darah, meminimalisasi rusaknya jaringan, memotong sebagian
B. Kroener
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan
sehelai benang sutera, atau dengan cat gut yang tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal
dari jepitan dipotong (fimbriektomi).
C. Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan
catgut kromik no. 0. Ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam miometrium dinding
depan uterus Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.
D. Pemasangan cincin fallopi/klip
Dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin/klip dipasang pada bagian tuba
tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat
suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik.
E. Prosedur Uchida
Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang 4-5 cm, tuba dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung
tuba proksimal akan tertanam di bawah serosa, ujung distal dibiarkan berada di luar serosa.
F. Prosedur Medlener
Dinding tuba dirusak dengan klem dan diikat dengan jahitan yang tidak bisa diserap tetapi
G. Prosedur Aldridge
Buat insisi kecil pada peritoneum ligamentum latum, buka sedikit dengan klem, fimbriae
ditangkap lalu ditanam kedalam atau bawah ligamentum. Luka kemudian dijahit.
H. Elektro-koagulasi atau pemutusan tuba
Cara ini dipakai pada tubektomi laparoskopik dengan memasukkan Gasping Forceps yang
digunakan untuk kauterisasi tuba, 2 cm dari kornu.
I. Prosedur Parkland
Dirancang untuk menghindari pendekatan ujun-ujung tuba falllopi yang sering terjadi pada
prosedur Pomeroy
Indikasi Tubektomi: 12
• Usia > 26 tahun.
• Paritas > 2
• Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendak
• Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius
• Pasca persalinan
• Pasca keguguran
• Paham dan secara sukareka setuju dengan prosedur ini
Kontraindikasi tubektomi 12
• Hamil
• Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya
• Tidak boleh menjalani proses pembedahan
• Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
• Belum memberikan persetujuan tertulis
Waktu untuk melakukan tubektomi 12
• Setiap waktu selama siklus mens apabila diyakini secara rasional pasien tersebut tidak
hamil
• Hari ke 6 – 13 siklus menstruasi ( fase proliferasi )
• Pasca persalinan
• Minilap : didalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
• Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan
• Pasca keguguran: minilap/laparoskopi
Komplikasi 8,12,13
• Komplikasi estetika
• Koagulasi tanpa dikehendaki pada struktur yang penting
• Emboli pulmoner yang kadang – kadang dijumpai
• Kegagalan untuk menghasilkan kemandulan tanpa disadari mengakibatkan kehamilan
ektopik yang ditangani secara keliru
2.3. FUNGSI SEKSUAL
Fungsi seksual berhubungan dengan fase tertentu dari siklus respon seksual. Fase seksual
meliputi fase inisiasi, arousal, orgasme dan resolusi. Fungsi seksual adalah berupa gejala
biologis (biogenik) atau gejala yang bermanifestasi dari konflik intrapsikis/intrapersonal
(psikogenik) atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Fungsi seksual dapat terganggu oleh
stres dalam tiap bentuknya, gangguan emosional dan ketidaktahuan akan fungsi dan fisiologi
seksual.3
Setelah tubektomi sebagian wanita merasa kehilangan citra dirinya sebagai seorang wanita
yang sempurna. Berkembangnya informasi yang salah mengenai tubektomi, mereka
beranggapan bahwa operasi tubektomi sama dengan pengebirian atau memandulkan.14
Hal ini terjadi oleh karena wanita tersebut merasa kehilangan fungsi salah satu organ genital
sehingga menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan pada akhirnya menyebabkan
timbulnya konflik intrapsikis/intrapersonal (psikogenik) salah satunya adalah depresi yang
dapat mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita.3
Penelitian dari Purba J, 1993 didapatkan bahwa pasca kontap laparoskopi dengan
menggunakan cincin fallope, dijumpai sekitar 60% akseptor mengalami perbaikan
kehidupan seksual ke arah yang lebih baik dan usia tidak mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kehidupan seksual (p > 0,05).15
Beberapa literatur menerangkan bahwa kortisol dan glukokortikoid disekresi atas respon
dari stimulator tunggal yaitu ACTH dari hipofisis anterior. ACTH (Adrenocorticotropic
hormone) sendiri disekresikan dibawah kontrol CRH (Corticotropin-releasing hormone) dari
merupakan contoh keterlibatan yang erat antara kegelisahan dengan sistem endokrin.
Testosteron yang tinggi akan menempati reseptor estradiol, FSH dan LH di folikel ovarium
sehingga folikel tersebut mengalami atresia. Temuan kadar estradiol yang lebih rendah pada
penderita depresi mempunyai implikasi terhadap pemahaman kita tentang gangguan mood
pada wanita.10,11,12
2.4. KERANGKA TEORI
Tubektomi
Tidak atau kurang Mendapat konseling
mendapat konseling dengan baik
Pasca tubektomi Pasca tubektomi
pada wanita dapat timbul pada wanita dapat terbebas dari
rasa penyesalan terhadap rasa cemas akan kehamilan
keputusan mereka
Timbul gangguan cemas, depresi Memungkinkan mereka menikmati
atau gejala neurotik sindrom hubungan seksual lebih baik dari
sebelumnya
Fungsi Seksual
(Diukur dengan Indeks Fungsi Seksual Wanita)
Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.
Untuk itu suatu kuesioner harus dilakukan uji coba (trial) di lapangan. Syarat mutlak agar
diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, jumlah responden yang diuji
coba paling sedikit 20 orang.22
Validitas adalah menunjukkan bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang
diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa
yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item
(pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Apabila semua pertanyaan itu mempunyai
korelasi yang bermakna (construct validity). diharapkan nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan
itu significant dan sesuai dengan tabel nilai product moment pada statistik. Sehingga semua
item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang akan kita ukur
(valid).
Reliabilitas adalah sejauh mana suatu alat pengukur itu dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten
bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
mempergunakan alat ukur yang sama. Untuk itu sebelum digunakan untuk penelitian harus
dites (diuji coba). Uji coba tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus korelasi
product moment. Rumus Korelasi ProductMoment :
R = N (∑ X Y) – (∑X . ∑Y)
√(N∑X2 – (∑X)2) (N∑Y2 – (∑Y)2)
Dimana nilai korelasi ini significant untuk tiap-tiap pertanyaan apabila sesuai dengan nilai
tabel product moment statistik.
(Yang dimodifikasi)
Indeks Fungsi Seksual Wanita adalah suatu instrumen multidimensi berupa kuesioner yang
bersifat self-report yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya untuk mengukur fungsi
seksual wanita. Kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita telah digunakan sejak tahun 1982
di berbagai institusi pendidikan dan kesehatan khususnya bidang psikiatri secara
internasional. Berdasarkan interpretasi klinik dari Female Sexual Function Index (FSFI ),
Index fungsi seksual wanita terdiri dari 6 (enam) struktur yang dapat diukur : 16
1. Hasrat
Hasrat atau nafsu merupakan cerminan dasar psikologis tentang motivasi dan dorongan
yang ditandai oleh khayalan seksual dan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual.3
2. Rangsangan
Perangsangan adalah suatu keadaan yang merupakan hasil respon sensoris terhadap
stimulasi seksual dimana selanjutnya menjadi prominen timbulnya kesiapan organ-organ
seksual melakukan hubungan seksual.17,18
3. Lubrikasi
Dalam hal ini lubrikasi yang terjadi adalah lubrikasi pada vagina, dimana lubrikasi ini
merupakan proses sekresi mukus pada vagina yang dihasilkan oleh beberapa kelenjar
vestibular diantaranya Kelenjar Bartholin yang terdapat diantara hymen dan labia minora.
Lubrikasi terjadi saat wanita terstimulasi seksual baik stimulasi yang dilakukan secara fisik
maupun stimulasi psikis. 2
Lubrikasi vagina dipengaruhi oleh :
-Penggunaan obat-obatan atau larutan pencuci vagina
-Dehidrasi
-Menyusui
-Menopause
4. Orgasme
Orgasme adalah puncak kenikmatan seksual ditandai dengan pelepasan ketegangan seksual
dan kontraksi ritmik pada otot-otot perineal dan organ reproduktif pelvis. Pada wanita,
orgasme ditandai oleh 3 sampai 15 kali kontraksi involunter pada sepertiga bagian bawah
dan oleh kontraksi uterus yang kuat dan lama, berjalan dari fundus turun ke serviks. Baik
wanita dan laki-laki mengalami kontraksi involunter pada sfingter internal dan eksternal.
Kontraksi tersebut selama orgasme terjadi dengan interval 0,8 detik. Manifestasi lain adalah
gerakan volunter dan involunter pada kelompok otot-otot besar, termasuk otot wajah.3
5. Kepuasan Seksual
Kepuasan seksual dideskripsikan sebagai kemampuan mencapai orgasme setiap kali
melakukan hubungan seksual. Hal ini tercapai saat keadaan perangsangan maksimal (a state
of maximal arousal). Kepuasan seksual dapat mengurangi stress dan dapat meningkatkan
kedekatan hubungan emosional dengan pasangan.18
6. Nyeri saat berhubungan seksual
Nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia) adalah nyeri saat melakukan hubungan
seksual, baik disebabkan kelainan fisik maupun psikologis. Dyspareunia dapat digolongkan
menjadi 2 tipe nyeri : 1. Superficial Dyspareunia adalah nyeri yang berasal dari bagian luar
adalah nyeri yang berasal saat penetrasi dari penis dan tempatnya spesifik. Nyeri ini dapat
dihindarkan dengan perubahan posisi, sering disebabkan oleh penyakit-penyakit organik
(Infeksi, Tumor, endometriosis)19
2.7. INSTRUMEN PENYARING
Minnesota Multiphasic Personality Inventory - Lie Scale (SKALA L-MMPI) 6
Skala L-MMPI adalah bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality
Inventory). Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen - instrumen
pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat “ self rating” sehingga
validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam mengisi
instrumen-instrumen pemeriksaan yang diberikan.
Skala L-MMPI ini sudah dipergunakan sejak tahun 1949 dibidang pendidikan dan kesehatan
khususnya psikiatri secara internasional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik berupa faktor risiko maupun
efek atau hasil. Data hasil penelitian disajikan apa adanya, peneliti tidak
menganalisis mengapa fenomena itu dapat terjadi, karena itu pada penelitian
deskriptif tidak diperlukan hipotesis.20
Populasi dalam penelitian ini diambil dari data – data pasien untuk kasus tubektomi
pomeroy yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan instrumen penyaring Skala-L
MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel 43 orang, dan dilanjutkan dengan pengisian
kuesioner tentang konseling dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya.
3.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam
Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Mei 2009 sampai tercapainya besar
3.3. Populasi & Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah pasien – pasien yang telah dilakukan tubektomi
pomeroy baik secara laparatomi maupun mini laparatomi yang dilakukan di RSUP
H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.
3.3.2. Sampel Penelitian
Untuk Simple Random Sampling,Sampel penelitian memakai rumus :21,22
n = Z 2 p(1-p)
d2
dimana :
n = Besar sampel
d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan 15%
Z = standar deviasi normal pada 1,96 sesuai dengan tingkat kepercayaan 95%
p = Proporsi keadaan yang dicari, bila proporsi sebelumnya tidak diketahui, maka
pada subyek yang dipilih secara simple random sampling dipergunakan
p = 0,50
q = 1,0 – p
n = (1,96)2 x 0,5 (1-0,5)
(0,15)2
Jumlah sampel 43 orang, harus merupakan responden yang sudah melewati
instrumen penyaring Skala-L MMPI dengan “Raw Score” < 5, yang kemudian
dilanjutkan mengisi kuesioner tentang konseling dan kuesioner indeks fungsi seksual
wanita.
3.4.Kriteria Penelitian
3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Wanita yang telah dilakukan tubektomi pomeroy.
b. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi kuesioner secara lengkap
c. Melewati instrumen penyaring Skala L-MMPI dengan Raw Score < 5
d. Belum menopause
e. Tidak pernah operasi ginekologi
f. Tidak sedang menggunakan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama
f. Berdomisili di kota Medan
3.4.2. Kriteria Eksklusi
a. Tidak memiliki pasangan seksual pada saat ini
3.5. Kerangka Konsep Penelitian
TUBEKTOMI POMEROY
INSTRUMEN PENYARING SKALA –L MMPI
KUESIONER TENTANG KONSELING
KUESIONER
INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA
- Hasrat seksual - Rangsangan seksual
3.6 Batasan Operasional
1. Konseling Pra Tubektomi
Konseling adalah suatu hubungan professional antara konselor terlatih dengan
seorang pasien. Konseling pra tubektomi berarti penjelasan yang diberikan oleh
dokter atau paramedis kepada pasien sebelum dilakukan tindakan tubektomi.
Konseling pra tubektomi pada penelitian ini dinilai dengan kuesioner.
Sistem skoring kuesioner konseling pra tubektomi dibagi ke dalam tiga
kategori:
- Kategori “Tidak mendapat konseling pra tubektomi” : bila respoden
menjawab “Tidak” pada soal nomor 1.
- Kategori “ Kurang mendapat konseling pra tubektomi” : bila skor 1 s/d <
Nilai rata-rata ( Nilai rata-rata = 7 skor 1 s/d < 7 )
- Kategori “Baik mendapatkan konseling pra tubektomi” : Bila skor 7-10.
2. Tubektomi
Tubektomi adalah tindakan medis berupa penutupan tuba fallopi dengan
maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang
sampai seumur hidup. Tubektomi Pomeroy adalah menjepit tuba pada
pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan
sehelai catgut. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan cat gut tadi.
3. Minnesota Multiphasic Personality Inventory - Lie Scale (SKALA L-MMPI)
Skala L- MMPI adalah bagian dari skala validitas Minnesota Multiphasic
Personality Inventory. Skala ini terdiri dari 15 butir pertanyaan yang harus
yang maksimal adalah 5 dari 15 pertanyaan. Bila ”Raw Score” lebih dari 5
berarti responden tersebut cenderung tidak jujur dalam menjawab pertanyaan
instrumen yang diberikan. Sehingga jawaban dari responden tersebut tidak dapat
dipercaya dan tidak dapat dipakai dalam penelitian.
4. Indeks Fungsi Seksual Wanita (Female Sexual Function Index) yang
dimodifikasi
Suatu instrumen multidimensi yang bersifat self-report berupa kuesioner yang
telah diuji validitasnya untuk mengukur index fungsi seksual wanita, terdiri dari
6 domain struktur yang mengidentifikasi : hasrat (desire), rangsangan (arousal),
lubrikasi (lubrication), orgasme (orgasm), kepuasan (satisfaction) dan nyeri
berhubungan seksual. Indeks Fungsi Seksual Wanita dinyatakan baik bila nilai
skor > 30, sedang dengan nilai skor 23-29 dan buruk bila nilai skor < 23. 24
3.7. Cara Penelitian
3.7.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data-data pasien yang telah
dilakukan tubektomi pomeroy di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.
Pirngadi Medan . Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan informed
consent. Kemudian diwajibkan mengisi kuesioner instrumen penyaring skala
L MMPI, yang selanjutnya mengisi kuesioner tentang konseling tubektomi
dan kuesioner Indeks fungsi seksual wanita.
Populasi diambil dari pasien yang sudah dilakukan tubektomi di RSHAM
dan RSPM yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dilakukan pengisian
instrumen penyaring skala-L MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel sebesar
43 orang. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner tentang konseling dan
kusioner indeks fungsi seksual wanita. Data yang telah diperoleh dilakukan
pengolahan secara manual, dengan sistem skoring masing-masing kuesioner
yang sudah ditentukan yaitu kuesioner Skala-L MMPI dan kuesioner Indeks
Fungsi Seksual Wanita. Sedangkan untuk kuesioner tentang konseling bila
responden menjawab “Tidak” pada soal nomor 1, responden dinyatakan tidak
mendapat konseling pra tubektomi. Data-data yang telah diolah secara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari pasien yang telah dilakukan
tubektomi di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.Pirngadi Medan yang memenuhi kriteria
inklusi kemudian dilakukan pengisian kuesioner instrumen penyaring skala L MMPI,
sampai terpenuhi jumlah sampel sebesar 43 orang yang selanjutnya mengisi kuesioner
tentang konseling tubektomi dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita.
4.1. Karakteristik responden
4.1.1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Pada penelitian ini ditemukan karakteristik berdasarkan umur > 26 tahun sebanyak 43 orang
(100%), tidak ditemukan pasien yang dilakukan tubektomi pada umur ≤ 26 tahun
[image:44.595.94.439.294.392.2]4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan paritas
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan paritas
Jumlah Karakteristik
Paritas N %
1 – 2 1 2,33 %
3 – 4 31 72,09 %
Dari karakteristik paritas responden penelitian, didapati paritas yang paling tinggi adalah
3-4 sebanyak 31 responden (72,09%), diikuti dengan paritas > 5 sebanyak 11 responden
(25,58%), dan yang terakhir paritas 1-2 sebanyak 1 orang (2,33%). Menurut literatur,
indikasi tubektomi dianjurkan untuk paritas lebih dari 2.12
[image:45.595.116.443.92.225.2]4.1.3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah Karakteristik
Pendidikan N %
SD 3 6,97 %
SMP 5 11,63 %
SMA 21 48,84 %
Dari karakteristik tingkat pendidikan responden, didapati responden dengan tingkat
pendidikan SMA adalah yang paling banyak yaitu 21 orang (48%), responden dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 14 orang (32,56%), responden dengan tingkat
pendidikan SMP sebanyak 5 orang (11,63%) dan responden dengan tingkat pendidikan SD
sebanyak 3 orang (6,97%).
[image:46.595.80.537.404.647.2]4.2. Penyajian data hasil kuesioner konseling pra tubektomi
Tabel 3. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi
Skor
Kategori
Tidak mendapat konseling pra
tubektomi Nilai 0
Kurang mendapatkan konseling pra
tubektomi Nilai 1 s/d < 7
Baik mendapatkan konseling pra
tubektomi Nilai 7 s/d 10
N 11 1 31
Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi, didapati bahwa responden yang mendapat
konseling dengan baik yaitu dengan nilai skor 7-10 menempati urutan pertama yaitu
sebanyak 31 orang (72,09%). Urutan kedua adalah responden yang tidak mendapat
konseling pra tubektomi dengan nilai skor = 0 sebanyak 11 orang (25,58%). Dan terakhir,
responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi dengan nilai skor 1 s/d < 7
4.3. Hasil dari kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita
Tabel 4. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita
Skor Tidak mendapat konseling
pra tubektomi
Nilai 0
Kurang mendapatkan konseling pra tubektomi
Nilai 1 s/d < 7
Baik mendapatkan konseling pra tubektomi
Nilai 7 s/d 10
FSFI skoring FSFI skoring FSFI skoring Buruk Sedang Baik
< 23 23 -29 > 30
1 6 4
Buruk Sedang Baik < 23 23 -29 > 30
1 0 0
Buruk Sedang Baik < 23 23 -29 > 30
0 21 10
9,09% 54,55 % 36,36% 100% 0 % 0 % 0 % 67,74% 32,26 %
4.4. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita
berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden.
Responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang dimana yang kurang mendapat
konseling 2 orang dan 1 orang tidak mendapatkan konseling , dengan indeks fungsi seksual
wanita kategori sedang sebanyak 2 orang dan kategori buruk 1 orang. Responden dengan
tingkat pendidikan SMP sebanyak 5 orang dimana yang mendapatkan konseling dengan
baik sebanyak 3 orang dan yang tidak mendapatkan konseling 2 orang, dengan indeks
fungsi seksual wanita seluruhnya adalah kategori sedang. Responden dengan tingkat
pendidikan SMA sebanyak 21 orang dimana yang mendapat konseling sebanyak 15 orang,
dan yang tidak mendapatkan konseling sebanyak 6 orang, dengan indeks fungsi seksual
wanita kategori sedang 17 orang dan kategori baik sebanyak 4 orang. Responden dengan
tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 14 orang, dimana yang mendapatkan
konseling dengan baik sebanyak 12 orang dan yang tidak mendapatkan konseling sebanyak
baik sebanyak 3 orang dan kategori buruk sebanyak 1 orang. Hubungan tingkat pendidikan
responden dengan konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita pada
penelitian ini tidak dilakukan uji korelasi.
Responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi dengan kategori Indeks Fungsi Seksual Wanita
D
ari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita, didapati
bahwa responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi
seksual wanita kategori sedang yang menempati urutan pertama sebanyak 6 orang (54,55%),
urutan kedua memiliki indeks fungsi seksual kategori baik sebanyak 4 orang (36,36%) dan
yang memiliki indeks fungsi seksual kategori buruk hanya 1 orang (9,09%)
Responden yang kurang mendapatkan konseling pra tubektomi dengan kategori Indeks Fungsi Seksual Wanita
Indeks Fungsi Seksual Wanita
Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita, didapati
bahwa responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki
Responden yang mendapatkan konseling pra tubektomi dengan baik
Dengan kategori Indeks Fungsi Seksual Wanita
Indeks Fungsi Seksual Wanita
- Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita,
didapati bahwa responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik
memiliki indeks fungsi seksual wanita kategori sedang menempati urutan pertama
sebanyak 21 orang (67,74 %), urutan kedua memiliki indeks fungsi seksual kategori
baik sebanyak 10 orang (32,26 %) dan yang memiliki indeks fungsi seksual kategori
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.KESIMPULAN
1. Tubektomi yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan dalam kurun waktu 5 tahun, sejak Januari 2004 s/d Desember 2008, didapati karakteristik umur responden penelitian paling banyak berusia > 26 tahun sebanyak 43 orang (100 %). Dari karakteristik paritas responden penelitian, didapati paritas yang paling tinggi adalah 3-4 sebanyak 31 orang (72,09%). Dari karakteristik tingkat pendidikan responden, didapati responden dengan tingkat pendidikan SMA adalah yang paling banyak yaitu 21 orang (48%).
2. Dari seluruh responden, didapati responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik menempati urutan terbanyak yaitu sebanyak 31 orang (72,09%),
3. Responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik memiliki indeks fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang (67,74 %).
4. Responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki indeks fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%).
5. Responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi seksual kategori sedang yang paling banyak yaitu 6 orang (54,55%).
5.2. SARAN
1. Peran konseling pra tubektomi perlu dilakukan oleh konselor terlatih sehingga dapat
mempersiapkan psikologis pasien terhadap fungsi seksual pasca tubektomi. Dimana
dalam melakukan konseling pra tubektomi harus dijelaskan berdasarkan standar
WHO Family Planning Cornerstones.
2. Perlu disiapkan tenaga konselor terlatih melalui pelatihan khusus tentang konseling
DAFTAR PUSTAKA
1. . Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Perkembangan Pencapaian
Peserta KB baru Menurut Alat kontasepsi. Disitasi dari :
http://www.bkkbn.go.ig/ditfor/download/Data-DESEMBER.2007/.
2. http://www.womentowomen.com-causes and natural lifeh.html
3. Kaplan, Saddock, Sinopsis Psikiatri, jilid 2, 2000, hal 129-130
4. Andrew M. Kaunitz, MD, Chair, Obstetric sterilization following vaginal or cesarean
delivery: A technical update, OBG management April 2008,
www.obgmanagement.com.
5. http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys.endocrine/adrenal/gluco.html
6. Graham et all, Instrument of Psychiatric Assesment, McGraw Hill,1987
7. Hartanto H, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Harapan, Edisi
5,Jakarta, 2004.
8. .Sarwono. Ilmu Kebidanan.2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, 2006.hal 91-933.
9. .Prawirohardjo, S. Ilmu Bedah Kebidanan.1989. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, ed
1. 2007.239-60.
10.Mochtar, R, Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial. Ed. II, EGC.
Jakarta. 1995. Hal 346-373.
11.Wiknyosastro, H, Ilmu Kandungan, Ed 2, 2007, Kontrasepsi mantap, hal. 79-87,
12.Minilaparotomy for Female Sterilization: An Illustrated Guide for Service Providers,
2003 EngenderHealth
13.http://www.archgenpsychiatry.com. Original Article, Published on September 16, 2008.
14.Wastariyani, Ika. Citra diri pada wanita yang menjalani tubektomi. Skripsi
FPSI.2006. www.lib.gunadharma.ac.id
15.Purba, J, Gambaran Pola Haid dan Perilaku Seks Pasca Kontrasepsi Mantap
Laparoskopik Dengan Cincin Fallope, FK USU, Medan, 1993, hal.72-73
16.For the complete FSFI questionnaire, instructions and scoring algori thm,
www.FSFIquestionnaire.com, or contact Raymond Rosen Ph.D., (Department of
Psychiatry: UMDNJRobert Wood Johnson Medical School, 675 Hoes Lane,
Piscataway, NJ 08854)
17.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1998
18. http://www.wikipedia-free encyclopedia.html
19.http://www.drmirkin.com/women/7670.html. Title : Dyspareunia (Painful Intercourse)
20.Sastroasmoro S, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi III, Penerbit
Sagung Seto, Jakarta, 2008
21.Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Penerbit PT. Rineke
Cipta, Jakarta, 2002
22.Arlinda S, Statistika Kedokteran dengan disertai Aplikasi dengan SPSS, Edisi I,
23.World Health Organization’s Family Planning Cornerstones, Implementation Guide
in Contraception, 2009.
24.Zucchi, Alessandro, Costantini. Female sexual dysfunction in urogenital prolapse
surgery : Colposacropexy vs hysterocolposacropexy. The journal of sexual medicine,
volume 5 , number 1, January 2008, pp 139-145.
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Saya yang namanya tersebut dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Bila ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saya akan bisa mendapatkannya dari dokter peneliti.
Medan, / / 20 Peserta Penelitian
Dokter Peneliti _____________________
Dr. Alim Sahid
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN
Ibu-ibu Yth,
Nama saya dr. Alim Sahid, saat ini saya sedang menjalani program pendidikan spesialis kebidanan dan kandungan (OBGIN) FK-USU.
Saya sedang meniliti tentang peranan penyuluhan sebelum kontrasepsi mantap terhadap fungsi seksual sesudah kontrasepsi mantap. Data menunjukkan terjadinya peningkatan pemakaian kontrasepsi mantap di kalangan wanita usia reproduksi, sehingga penting untuk tidak memberikan pandangan yang bisa menimbulkan bias saat membahas kontrasepsi mantap.
Adapun tujuan penelitian ini, untuk mengetahui peranan konseling terhadap pasien sebelum kontrasepsi mantap, terhadap fungsi seksual wanita pasca kontrasepsi mantap.
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dengan adanya penyuluhan sebelum kontrasepsi mantap dapat memberikan gambaran yang benar tentang apa yang dilakukan terhadap peserta kontrasepsi mantap (yang diikat dan dipotong adalah saluran indung telur saja) dan pada akhirnya pasien akan mempersiapkan diri sebelum menjalani kontrasepsi mantap dan pasien akan mempersiapkan psikologisnya terhadap fungsi seksual sesudah dilakukan kontrasepsi mantap, sehingga tidak akan terjadi penyesalan yang ditimbulkan setelah pasien menjalani kontrasepsi mantap.
memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan kuesioner konseling Tubektomi dan dilanjutkan mengisi kuesioner FSFI ( Female Sexual Function Index), yang berisi beberapa pertanyaan dimana ibu-ibu hanya memberikan informasi mengenai kontrasepsi mantap dan fungsi seksual ibu-ibu. Kerahasiaan pribadi ibu ibu tetap saya pelihara.
Penelitian ini tidak berbahaya, dan biaya penelitian ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada ibu-ibu. Partisipasi pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan, maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu-ibu menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu-ibu yang terpilih sebagai sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.
Terimakasih saya ucapkan kepada ibu-ibu yang telah berpartisipasi di dalam penelitian ini. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu-ibu dapat menghubungi dr. Alim Sahid, Departemen Obgin FK-USU telp : 061-77932820 atau telepon genggam 0811643012. Terima kasih.
Medan, Mei 2009
Hormat saya
Dr. Alim Sahid
NO. NAMA UMU R
PARIT AS
TAHUN OPERASI TUBEKTO
MI
TEMPAT OPERASI TUBEKTO
MI
PENDIDIK AN
1. Misriani 31 4 2003 RSPM SD
2. Sri Gianti 41 5 2006 RSPM SMP
3. Samian 46 4 2004 RSHAM SMA
4. Diana M. 46 4 2004 RSHAM SMA
5. Juliana Tarigan 43 3 2004 RSHAM PT
6. Sry Liswati 41 5 2007 RSHAM PT
7. Melpinna Felly 39 3 2005 RSHAM PT 8. Ansiyam Damanik 46 3 2004 RSHAM PT
9. Idawaty 37 3 2006 RSHAM SMA
10. Netty Wani Sarabili 39 4 2007 RSPM SMA
11. Sonti P. 43 4 2004 RSHAM PT
12. Murniati 36 3 2005 RSHAM SMA
13. Indrawati 42 3 2004 RSPM SD
14. Asih Trivena 36 3 2007 RSHAM PT
15. Kenden Sembiring 38 3 2004 RSHAM SMA
16. Intan Yulia 33 4 2005 RSPM PT
17. Yahmilawati 39 3 2004 RSHAM SMA
18. Ratna 36 3 2004 RSPM SMP
19. Intan J. Siahaan 43 2 2004 RSHAM SMA 20. Elcelitaria B. 41 3 2006 RSHAM PT
21. Ernawati 40 4 2000 RSHAM SMA
22. Susi Artina 38 4 2007 RSHAM SMA
23. Susi Sandra 39 5 2006 RSHAM SMA
24. Rosida 42 3 2004 RSHAM PT
25. Mariati 31 3 2008 RSPM PT
26. Fitria dewi 38 4 2007 RSPM SMA
27. Madurani 42 6 2007 RSPM SMP
28. Herlina 38 6 2005 RSPM SMA
29. Martina Y P Hardjo 37 4 2008 RSPM PT
30. Maslina 43 5 2004 RSPM SMA
31. Enna 38 4 2006 RSPM PT
32. Zubaidah br Sembiring 38 3 2007 RSHAM SMA 33. Nurhasiah br Sitepu 44 6 2004 RSPM SMA
34. Jermina 43 5 2005 RSPM SMP
35. Roslina Nainggolan 43 4 2004 RSPM PT 36. Rosdiana Marpaung 38 4 2007 RSPM SMA
37. Tan Hua Li 45 3 2005 RSPM SMP
38. Kamilah 41 6 2006 RSPM PT
39. Elnora Yani Panjaitan 36 5 2006 RSPM SMA
40. Eva Juliani 38 5 2006 RSPM SMA
41. Marlina Simanjuntak 35 4 2006 RSPM SMA
42. Asri Dewita 38 4 2005 RSPM SD