• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Marker Aflp untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Marker Aflp untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1;- ~

::

~-

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

tL

')

.-: ';

I' "~

" :j;

,

,i

,

Pemetaan

Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

,

j, ...:;,:;

i

'I

Mapping of ALP Marker to Construct a Genetic Map Sugar Beet

,'"

'I ;

i

,

l' #

I'

; Asep Setiawan!)

!

i'

1 ~

i!

r ABSTRACT

j!

,J One hundred eighty two AFLP marker using primer combination of EcoR//MseI and PstI/MseI were used in this

,

i

study to create a DNA marker genetic map of Sugar beet. In average each primer combination yielded 15.5

1:

polymorphic

band.

AFLP marker using

primer combination

of EcoR//MseI

signifcantly

yielded more

polymorphic

band

! than PstI/MseI. From this study a high density DNA marker map coverage all nine chromosomes of sugar beet with

I

totally length of 744 cM Haldane

was established.

,

.! i

Ii Key words: AFLP, Genetic map, Restriction enzyme, Polymorphic ,;;il

~ ci

,l ';!

: PENDAHULUAN Botstein, 1989, Yano et al., 1997, Setiawan et al., ;"

,

I

: 2000).

; Peta genetik terbukti bennanfaat sebagai alat untuk Peta keterpautan dengan jarak antar marker lebih ,; studi genetik. Pembuatan peta genetik pada dasanya daTi 5 cM dikategorikan sebagai peta yang berdensitas (jo i

berprinsip pada fenomena keterpautan antara antara dua rendah atau moderat (Tanksley, et al., 1992). :::1

1

gen yang telah lama dikenal oleh Punett daD Bateson DNA marker berbasis PCR Amplified Fragment ;~

': (Suzuki et al., 1986). Length Polymorphism (AFLP) yan menjanjikan hasil -oil

Dua gen dikatakan terpaut apabila allel-allel dari bebas dari artefak daD dapat diandalkan telah ~,

; kedua gen yang berasal dari tetua yang sarna sering atau diperkenalkan oleh Vos et al. (1995). Keunggulan :'

1 :. senantiasa dijumpai pada individu yang sarna. Jarak AFLP selain untuk tanaman telah pula ditunjukkan oleh

antara dua gen yang terpaut dinyatakan dalam cM. Satu Majer et al. (1996) untuk studi biologi molekular daD

~-I

cM didefinisikan sebagai peluang, bahwa 1% rekom- keragaman genetik pada cendawan. ~

,

binan akan dijumpai dari suatu persilangan. Gen dengan Teknik AFLP berbasiskan amplifikasi selektif dari i

l jarak I cM akan lebih sulit terpisah dibanding gen fragmen-fragmen DNA hasil restriksi dari total genomic

dengan jarak 2 cM. Dengan berkembangnya marka DNA dengan ensim restriksi endonuklease (V os et al.,

molekular, keterpautan genetik kini menjadi semakin 1995). Teknik ini melibatkan tiga tahapan utama yaitu:

penting untuk dikaji daD penggunaannya semakin Restriksi DNA daD ligasi adapter-adapter, amplifikasi

! meluas tidak hanya oleh ahli genetik tapi juga oleh para selektif dari fragment-fragmen restriksi (restriction

pemulia dan ahli biologi molekular. fragments), daD analisis gel dari produk amplifikasi.

Peta keterpautan berdensitas tinggi untuk beberapa

I: tanaman seperti padi dengan 1300 marker (Kurata et al

, 1994), tomat dengan 1030 marker (Tanksley, et al., Tujuan

1992), daD Kedelai dengan 840 marker (Keirn et al.,

ij ] 997). Peta keterpautan dengan densitas tinggi dapat Studi ini bertujuan untuk menilai efisiensi AFLP

berfungsi untuk berbagai keperluan seperti untuk marker dalam menghasilkan marker polimorf,

mem-kromosom walking (Wickman dan Williamson, 1991), bandingkan dua ensim pemotong jarang yaitu Eco RI .

i

marker-based

selection untuk memepercepat

program

dan Pstl dalam menghasilkan

marker polimorf dan

I

1

pemuliaan

(Tanksley

et al., 1989; Paterson

et al., 1988)

membuat

peta keterpautan

marker pada tanaman

bit

~

l dan untuk mendeteksi dan karakterisasi lokus yang gula yang akan digunakan pada tahap selanjutnya yaitu

mengendalikan sifat kuantitatif atau untuk memfasilitasi sebagai basis pemetaan QTL bagi sifat resistensi

diseksi sifat kuantitatif kedalam faktor-faktor genetik terhadap penyakit bercak daun Cercospora.

yang diskret (Paterson, et al., 1988; Lander daD

-"

c ;;;j

I) StafPengajar Jurusan Budidaya Pertanian IPB, Bogor ~

j ..

40

.

(2)

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

BAHAN DAN METODE Skoring data dilakukan secara manual dengan cara

memberi skor A/C atau BID untuk satu AFLP marker. A

Ekstraksi DNA = tidak acta pita, C = acta pita yang diperoleh dari tetua I.

. . . . B = tidak acta pita, D = acta pita yang diperoleh dari

Metode yang dlgunakan pacta pnnslspnya sepertl t tu 2 ~ yang telah diuraikan oleh Saghai-Maroof et al. (1984). ea.

Untuk ekstraksi DNA sebanyak 5 gram daun segar P t t'

k

d. b'l d " F D d. b.

t

enyusunan pe a gene I

lam I arl setlap tanaman 2. aun yang lam I

.

diusahakan yang belum terlalu tua dan tidak kotor. Untuk menyusun peta genetik dari populasi F2

Selanjutnya daun di masukkan dalam kantong plastik basil silangan dua tetua yaitu no 93 164P dan no. 95098P

dan dikeringkan dengan pengering vakum (vacuum- digunakan program Mapmaker/EXP 3.0 (Lander et al.,

dryer) selama 3 hari. Daun yang telah kering 1987; Lincoln et al., 1993). Marker-marker dalam

selanjutnya disimpan pacta suhu 20 ° C menunggu saat kromosom dikatakan terpaut apabila mereka tidak

ekstraksi tiba. bersegregasi secara bebas. Perintah group dengan LaD

Tepung daun yang acta didalam tabung 50 ml skore = 4 dan jarak 25 cM Haldane ditetapkan sebagai

selanjutnya dicampur dengan buffer untuk ekstraksi kriteria untuk menetapkan keterpautan antar marker.

DNA dan diinkubasi pacta suhu 65° C selama 30 - 60 Prosedur detail penggunaan Mapmaker dapat dilihat

menit. Selanjutnya campuran kloroform-isoamil pacta manual Mapmaker/exp 3.0.

alkohol (24: I) dengan volume sebanding dengan buffer untuk ekstraksi DNA ditambahkan dalam setiap tabung.

Pemisahan DNA dengan komponen set lain dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan sentrifugasi (20 °C 7500 RPM, 20 menit,

senti fugal tipe J2-HC Beckmann). Larutan jernih yang, Dalam penelitian ini 189 DNA total dari tanaman

mengandung DNA selanjutnya dipindahkan ke tabung F2 dan tetuanya dianalisa menggunakan teknik AFLP.

50 ml lain yang baru. Isopropanol ditambahkan lalu Delapan primer kombinasi Eco RI/Msel (ElM) dan

tabung ditaruh dalam es selama 30 menit. Setelah DNA enam primer kombinasi PstI/Msel (PIM) digunakan

terpresipitasi, selanjutnya DNA dipindahkan kedalam dalam penelitian ini. Ke 15 primer kombinasi ini

t

tabung reaksi 2ml. Pelarutan DNA selanjutnya diperoleh d'iifi basil screening primer yang dilakukan

; dilakukan dengan menggunakan I - 2 ml O. I x TE. terhadap 7 tanaman F2. Ke 8 ElM primer kombinasi

Konsentrasi DNA selanjutnya diturunkan hingga 10 - menghasilkan 151 pita polimorf atau rata-rata 18.8 pita

12 ngiuL. polimorf per primer kombinasi. Kombinasi PIM primer

Untuk menguji mutu DNA dilakukan uji restriksi. menghasilkan 66 pita polimorf dengan rata-rata 11 pita

i Secara acak 20 sample DNA diambil untuk direstriksi polimorf per primer kombinasi. Secara-rata-rata jumlah

r dengan EcoRI. 100 ng DNA di cerna (digesting) dengan

-

pita polimorf yang dihasilkan oleh kombinasi primer

I menggunak~ 5 unit ~nsim Eco RI. Hasil analisa de~gan ElM nyata lebih tinggi dari pacta yang dihasilkan oleh

I

elektroforesls menunJukkan seluruh sample DNA tldak PIM. (TabeI1.).

mengalami partial digestion. Pacta studi ini 217 lokus AFLP marker telah

dianalisa. Contoh pola pita AFLP dapat dilihat pacta

f AnalisisAFLP gambar 1. Secara keseluruhan 14 primer kombinasi

i yang digunakan menghasilkan secara rata-rata 15.5 pita

, AFLP dilaksanakan sesuai uraian Vos et al. I' rf

(1?95). Pre.amplifikasi dil~ukan dengan dua primer po Im~e~nggulan AFLP telah dilaporkan oleh banyak

ollgonukleotld Eco RI-A (pnmer y~g homolog dengan penulis setelah teknologi AFLP diintroduksikan oleh

adapter Eco RI dan Msel~C (pr~mer yang. ~o~olog Vos et al. (1995). Banyak peta marker telah disusun

dengan adapter Msel), setlap prImer memlllkl satu dengan menggunakan AFLP marker. Pacta bit gula

.

n~kleotida selektif. Preamplifikasi ~an amplifikasi misalnya oleh Schondelmaier et al. (1996) dan Barnes

dllakukan d~ngan .menggunakan PerkIn Elmer 9~00. et al. (1996). Penyusunan peta marker berdensitas tinggi

- Pelabelan prImer dlla~uk~ dengan cara melabel prImer pada kentang juga telah dilakukan oleh Qi dan Lindhout

!

r Eco ~ +3.de.n~an radloaktlfgamma P33~ATP. P~oduk (1997) serta van Eck et al. (1995). Keunggulan AFLP f ampllfikasl dlpls~kan pada polyacryl~lde gel 6 Yo, 60 salah satunya adalah karena marker ini efisien dalam

. " w.att . selama leblh. k~rang 1?0 memt. Setelah gel menghasilkan polimorfisme dibanding marker lainnya

i dlkenngkan d~teksl smyal dll~uan dengan meng- (Schondelmaier, et al., 1996). Studi ini juga

gunakan film smar X (Kodak Blomax MR-I, Eastman menunjukan hal serupa AFLP dinilai efisien

Kodak) selama 2 - 3 hari dalam kaset film sinar X. menghasilkan pita polimorf:

, I

:

I

I Asep Setiawan 41

r~

.

(3)

"

j-

---;

!;

Bul. Agron. (29) (2) 40 - 49 (2001)

j

,.

[image:3.611.60.538.128.270.2]

Cc

Table 1. Pita polimorf

AFLP pada 189 tanaman

F2. Menggunakan

kombinasi

primer E/M = EcoRI/MseI

clan P/M =

PstI/MseI).

Primer kombinasi E/M Jumlah pita polimorf Primer kombinasi P/M Jumlah pita polimorf

E35/M62 12 P34/M50 9

.

E35/M51 14 P31/M50 10

E35/M47 17 P32/M47 10

E35/M50 19 P33/M59 10 ~

E34/M59 21 P31/M59 11

~~~~~~ ~~ P33~47 1_6 1.!11

E31/M62 28

-

-Total 151 Total 66

i

Mean .t std') 18.9.t 5.0 Mean.tstd 11.0 + 2.53

-

'

') Std

= standar

deviasi; Berdasar t-student

test (a = 0.01), jumlah rata-rata

pita polimorftk yang dihasilkan

oleh

kombinasi primer E/M nyata lebih tinggi dari pada P/M (thinmg = 3.864 > t.abel = 2.90).

Dalam percobaan dengan tanaman sugar bit, dari 5 harus dilakukan. DNA yang tidak mumi, biasanya

gram daun segar rata-rata dapat diperoleh sebanyak 200 akibat adanya kontaminasi fenol atau bahan penyusun

ug DNA.. Digunakannya 5 gram daun mengingat selain sellain. Hal ini seringkali menjadi penyebab terjadinya

AFLP analisa RFLP juga akan dilakukan pada populasi partial digestion.

ini. Sebelum PCR, jumlah clan kualitas dari DNA Langkah pertama dalam AFLP adalah restriksi

hendaknya diperiksa. Hanya diperlukan nanogram DNA ganda dari DNA menggunakan dua ensim berbeda yaitu

untuk pelaksanaan AFLP. Akan tetapi DNA hendaknya ensim pemotong jarang clan pemotong sering yang

diupayakan memiliki kualitas yang memadai untuk diikuti dengan pemasangan adapter yang akan mengapit

menghindari adanya artefak. Kontaminasi dengan DNA fragmen DNA. Ensim pemotong jarang yang digunakan

asing harus dihindari selama penanganan DNA, adaliih ensim yang mengenal 6 basa pada situs

kontaminasi DNA sedikit saja dapat berakibat pemotongan dalam hal ini Eco RI clan ensim pemotong

timbulnya artefak karena sistem marker ini berbasis sering yang di pakai adalah MseI yang mengenal 4

. PCR. Satu fragmen DNA asing saja berpotensi untuk sekuen basa pada situs pemotongan.

r diamplifikasi. Pemotong sering Mse 1 menghasilkan frgamen

': Fase kritis dalam AFLP adalah saat pemotongan DNA berukuran kecil dalam jumlah banyak. Kombinasi

i dengan ensim restriksi. Digesti parsial harus dihindari ensim pemotong jarang clan pemotong sering

sebab hal ini dapat berakibat timbulnya artefak (V os et diharapkan dapat menghasilkan jumlah optimum

al., 1995). Untuk menghindari hal ini maka uji restriksi fragmen DNA yang,dihasilkan sehingga pola pita AFLP

!

perlu dilakukan sebelum

tahapan

pemotongan

ganda

nantinya dapat dlskor dengan baik. Eco RI banyak

dengan menggunakan dua jenis ensim dilakukan. DNA digunakan sebab ensim ini dinilai relatif murah clan

yang terpotong

sempuma

akan terlihat sebagai

smear

masalah

restriksi

partial relatifsedikit (Vos

et al., 1995).

pada elektroforesis. Apabila ada indikasi DNA tidak

Penggunaan

PstI

yang juga hexameric

dimaksudkan

terpotong dengan sempuma maka pemumian DNA untuk mendapatkan penyebaran.

~~I'~!~~

.";,f,,M;;! ,!;.2i.i, 'i?\"¥ T,;i'

42 Pemetaan Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

c~ ~ "'" '

.

(4)
(5)

y- ,

-.~"'r~ i

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001) I

I , f

llic .I

~.

I

II

III

'

If !~

I

; ~:~

~~547130

+

'1c .

0.0

E335910c

~~:~

~~55019c

1~:~

~~~

'*"

!.

20.9

M2

25.7

M28

I~

21.5

P335905C

25.7

P315005C

'

23.9

E355010D

28.3

E335917C

i~

24.7

M 1

28.8

E335918c

29.6

E316210D

24.7

E345919C

30.2

M27

29.6

E316204D

25.2

E3162110

41.4

E345906C

40.4

M40

25.7

E3459030

42.8

E335903D

48.0

E335909D

25.7

E384707C

43.1

E3359040

48.4

E335911C

27.2

E384709D

43.2

E316206C

48.7

E355105C

34.7

P334713D

43.4

E345907D

49.2

-

E384713d

36.5

E356207c

43.4

E3162140

50.6

E316213C

38.9

P334704c

43.7

E355110D

51.0

E356204c

40.9

P334705d

45.9

P324710C

53.1

E345901C

43.0

P315907d

46.4

E384705C

56.6

M41

46.4

E384704d

61.7

P334703D

54.8

E384701C

69.4

E335919d

'

596

M26

81.7

M42

,:' -

I

90.4

c

E345908d

!,

-92.5

P315011C

97.9

E335920c

97.9

M43

100.2

E316225d

104.0

P315903d

105.3

E345905c

105.3

P315911c

111

.5

M44

118.0

E354707C

Gambar 2. Peta keterpautan genetik dati populasi F2 population yang terdiri atas 226 lokus tersebar pada 9 linkage

I groups. Kode lokus marker terletak disebelah kanan dan jarak antar marker dalam cM Haldane terletak

I

disebelah

kin. M are RFLP marker, E or P are AFLP marker dengan

primer kombinasi

EcoRI/MseI

or

".

PstI/M.'ieI. Penomoran kromosom mengikuti Schondelmaier dan lung (1977) ! "

!

~

l

44 Pemetaan Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

.

[image:5.611.62.606.70.581.2]
(6)

It hili, ~j if!, :,; ,to: ,

Bul. Agron. (29) (2) 40 - 49 (2001) -"

0.0

P315003C

IV

V

1.3 M25

..

2.6

E355013D

0.0

E316230C

2.7

E355014C

6.3

M19

8.7

P334715c

.~

11.7

P315904C

00

E316229D

15.4

E356212C

17.7

E345904d.

20.5

M24

18.0

P334702d

26.0

E345914C

20.0

P315905C

15.8

P315001D

34.8

E384702C

25.0

P345001

D

19.2

M5 35.8 M23

27.2

P324702D

20.6

M6

41.7

P324711C

28.6

E384708D

31.5

E355012D

42.4

E335916C

29.2

E384715C

45.4

E384712D

47.4

E345911d

31.5

P334717C

53.4

E316202d

47.4

E345912c

31.9

E355101C

55.5

E316207D

54.5

E316205d

31.9

M18

55.5

E316209D

56.7

M22

32.4

E335905d

58.7

E345918d

59.1

E345920D

34.1

E316203d

58.7

M7

61.1

E354703d

38.5

E356202D

60.5

E354710D

61.6

E316201c

l

47.7

P345007d

62.5

E355015d

62.0

E355008c

I.

51.4

P315008c

62.5

P334718D

62.4

E335907D

~

53.5

P315908D

69.3

E316212c!

62.4

~

E335908c

!

57.5

M17

70.7

E356201c'

62.4

E355001C

65.0

M16

74.8

E384706D

62.9

E384716c

65.7

E345910c

77.6

E384703d

63.8

P315906c

77.7

M15

78.2

P335902C

63.8

E345915d

78.5

P335901d

69.4

E355006c

l 78.5 E316208D 71.1 E355009c

t 80.4 P324704d 71.6 E335914C

82.0

P324706c

72.1

M21

87.0

E335922C'

75.0

M20

92.7

E356209c

75.6

P315909c

94.5

E355107D

78.9

P315901c

98.5

M8

86.9

E316226d

108.1

E316220D

!

I.

Gambar 2. Lanjutan

"

.

,

~:'~

'

3i~{1; :;c"',.,; c;':;'[ ,"c:rc;~'l

.

t

!

45 Asep Setiawan

.

[image:6.611.79.550.49.821.2]
(7)

~

.

~

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

1

!

~ .,

;'" i!\ ~

0.0

E316223d

6.8

E316221

c

6.8

E3562060

+

8.9

E356210c

i

14.9

P3359060

VII

VIII

15.7 IX

M35

00

M34

15.7

E3550050

. 15.8 E3459090

8.0 M33 0.0 P324708C 158 E345913C

14.1

P334706c

4.9

P315010C

16'8

E354716

14.5

E355004C

5.5

P334707C

16'8

E335915c

14.5

E355011c

6.3

M14

17'6

E354717~

15.9

E354708c

7.3

P3150090

19'1

E384710

16.3

E3547140

19.6

M13

19'1

~ E355113~

16.3

P315910d

20.7

E345902c

19:1

E335906d

16.3

M32

22.6

E355018d

22.3

M36

16.6

E354702d

24.9

P324701d

22.3

E355106c

."

21,.5

E316231d

33.4

M12:

22.7

E335921c

II ' 21.5 E356205C 49.6 P324703c 23 1 E335902C

~~! 22.1 E316218c 51.5 M11 .

P3

I

!;:

32.9

P3347120

61.5

E355016c

29,.1

15902c

!

36.1

P335908C

63.2

M10

30;7

E355003d

ii,

63 2

.

E335901

31.1

M37

c

31' 1

E355002c

64.3

E3847170

.

~

59.8

M31

65.2

E38471-80

32.6

E355111

C

66.5

E356211C

42.1

E345917d

68.3

E3562030

44.8

P335909c

,ft

72.6

E316224c

69.1

E316222C

46.8

E3547040

71.2

E355115C

4,6.8

E384719C

1

73.0

E354709d

~~:~

~~15OO60

I:

73.9

E354705d

55.9

E355109c

~

78.5

E355108d

59.1

E356208C

85.4

E355114c

672

M39

85.4

M9

.

I

86.0

P334711c

88.3

P3347090

92.7

P334710c

Gambar 2. Lanjutan

r

Klustering marker secara umum terjadi pada baik. Menumt Barnes et. al. (1996) AFLP menggunakan ...

bagian tengah peta. Kromosom VII, VIII dan IX EcoRI menghasilkan marker yang relatif kurnng

cenderung memiliki klustering mengarah kepinggir. menyebar dibanding AFLP menggunakan PstI. ;

~lustering pada bagian tengah kro~osom mem~g EnsimPst~ yang. ~ikenal sebag.ai sen~itive me~lasi ;;~

dlharapkan pada kromosom yang bersifat metasentrik, (methylation sensItive enzyme) diketahUl menghasilkan 't,

dimana sentromernya berada di tengah kromosom. fragmen lebih sedikit dibanding ensim non sensitif ~

Sangat beralasan bahwa didaerah marker yang lebih metilasi EcoRI. lung (1992) melaporkan bahwa

"

~

,j

I

;

46 Pemetaan Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula ~

.:: . '1

zc -~:~

[image:7.611.55.542.88.641.2]
(8)

,

.c~~=-Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

genome

bit gula sangat

kaya

dengan

sekuen

berulang

al., 1997)

peta keterpautan

berdasarkan

populasi

aktual

clan metilasi paling banyak terjadi pada daerah ini. yang ada setiap waktu harus dibuat lagi karena populasi

Kidwell (1998) dalam studi diversitas melaporkan aktual tersebut mungkin mengekspresikan suatu sifat

bahwa kombinasi Pst II Msel menghasilkan tingkat tertentu yang diinginkan. Dalam studi ini sifat

... diversitas yang lebih rendah dibanding menggunakan ketahanan terhadap Cercospora menjadi target. Jadi

kombinasi EcoR11 Msel. Tingkat diversitas rendah ini penyusunan peta marker ini sebenarnya merupakan

kemungkinan berkaitan dengan lebih sedikitnya bagian awal daTi usaha pemetaan sifat kuantitatif untuk

~ polimorf yang dihasilakan oleh AFLP berbasis Pstl ketahanan terhadap penyakit bercak daun (Cercospora

dibanding AFLP berbasis Eco RI. beticola Sacc.) pada bit gula.

Kesalahan dalam scoring data merupakan hal Dari studi ini berhasil dibuat peta sepanjang 744

yang kritis dalam studi yang melibatkan banyak cM Haldane yang meliputi seluruh seluruh kromosom

individu clan marker. Untuk mengurangi kesalahan haploid bit gula yang berjumlah sembi Ian kromosm (n =

maka penelitian harus dipersiapkan dengan perencanaan 9). Peta molekuler bit gula lain yang telah ada saat ini

yang baik. Kemungkinan tertukarnya contoh DNA antara lain memiliki panjang 1057 cM Haldane (Pillen

individu tanaman clan kontaminasi DNA harus dicegah. et al., 1993),688 Haldane cM (Schumacher, 1997) clan

i Kesalahan dalam skaTing masih dapat dikoreksi akan 557 cM Haldane (Schondelmaier et al., 1996). Hal ini

i

tetapi kesalahan

akibat tertukarnya

DNA contoh tidak

mengindikasikan

bahwa panjang peta daTi studi ini

lagi mungkin diperbaiki. Karena ini robotisasi menjadi secara umum sebanding dengan peta yang telah ada.

trend dalam teknologi marker yang bekerja dengan Tidak ada informasi berapa panjang sebenarnya peta

populasi dalam jumlah besar. sugar beet dapat dianggap lengkap. Oleh karena itu

AFLP termasuk kodominan marker (V os, et al., adalah lebih baik berfikir konservatif. Bila asumsi 1057

1995) akan tetapi dalam studi ini 80 % AFLP marker cM adalah peta lengkap maka studi ini telah berhasil

diskor sebagai dominan marker. Hal ini dilakukan ; mengcover 70% genom bit gula.

karena seringkali ada keraguan dalam menetapkan Dari 261 polimorfik marker yang digunakan dalam

intensitas sinyal suatu lokus marker sebagai hoterosigot studi ini, sebanyak 226 marker berhasil dikelompokkan

atau homosigot. Dengan diskor sebagai dominan marker kedalam sembilan kelompok (Gambar 2). Pada Gambar

maka lokus heterosigot tidak dapat dibedakan dengan 2 selain 182 AFLP marker terdapat juga 44 RFLP

lokus homosigot dominan. McKill et al. (1996) juga marker. Dalam tulisan ini marker RFLP tidak dibahas

melakukan skor dominan terhadap AFLP marker pada lebih lanjut, hal ini semata-mata dilakukan agar tulisan

tanaman padi akibat sulitnya menskor data AFLP dapat terfokus hanya pada AFLP marker. Seperti terlihat

sebagai marker kodominan, demikian juga Kiem et al., pada Tabel 4. Terdapat dua kromosom yang memiliki

(1997) yang bekerja dengan kedelai. Kesalahan skoring panjang lebih dari 100 cM, clan satu kromosom dengan

juga mempengaruhi presisi peta genetik (Sael dan panjang kurang daTi 50 cM. Kromosom I adalah yang

Nilsson, 1996) oleh karena itu apabila ada keraguan terpanjang (118.2 cM dan Kromosom II adalah yang

maka lebih baik menskor AFLP sebagai dominan terpendek yaitu 43.2 cM (Tabel 2). Meskipun dalam

marker dari pada sebagai kodominan marker. peta marker seperti tersaji pada gambar 2 terdapat tiga

DNA dari populasi F2 basil silangan 93164P dan jarak antar marker yang lebih dari 20 cM, jarak rata-rata

95098P digunakan menyusun peta genetik. Walaupun antara marker pada peta tersebut yang adalah 3.1 cM.

peta genetic bit gula telah banyak dibuat (Barzen, et al., Dengan demikian peta ini dapat dikategorikan dalam

1992; Hallden et al., 1996; Barnes et al., 1996; Pillen et peta dengan densitas tinggi. al., 1993; Schondelmaier et al., 1996; Schumacher et

'1£ r . !;I"~c'~::l""!

~

i,:t;;'~""'!'

:.",:'" ;:" ~:';.- ,c-

:i:~,.~'"c;:'"~~

,~~

,~; ",-i.,.. .~ ";,'%li"'~ !~c,j ('"if,' -,!q;;!\ .\V;",T ;'"

':!~

Asep Setiawan 47

.

(9)

- "~"

I'! ~

,

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001) -,

-- ,~'

.

.. c..;

Table 2: Penyebaran marker daD panjang peta genetik

cMJ)

Chromosome RFLp4) AFLP PstI/MseII) AFLP EcoRI/Msef) Total

I 5 4 16 25 118.2

II 4 5 9 18 43.2

~

III 5 2 12 19 59.7

IV 5 9 9 23 81.4 ~

V 4 6 17 27 98.6

VI 6 6 23 35 107.9

VII 4 4 9 17 74.6

VIII 6 9 14 29 92.9

IX 5 4 24 33 67.5

Total 44 49 133 226 744

I) AFLP markers menggunakan PstI and MseI. ;;0

2) AFLP markers using EcoRI and MseI

.

3) cM adalah menggunakan fungsi Haldane (Haldane 1919); Penomoran kromosom mengikuti sistem penomoran yang

digunakan oleh Schondelmaier and Jung (1997)

4) RFLP marker tidak dibahas da1am tulisan ini sebagai upaya memfokuskan pembahasan pada AFLP marker sekitar

sentromer memiliki frekuensi frekuensi rekombinasi yang rendah. Bosemark daD Bormotov (1971) melaporkan bahwa kromosom bit gula adalah bersifat metasentri atau sub metasentrik, ini berarti terjadinya klustering yang condong mengarah kepinggir pada kromosom VII, VIII daD IX bilkanlah disebabkan oleh posisi sentromer.

UCAPAN TERIMA KASIH Bo$emark, N.O., Bormotov, V.E. 1971. Chromosome

morphology in a homozygous line of sugar beet.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada : Hereditas 69:205-212.

I. Prof. C. Jung daD Dr. Koch dari Dept. of crop Sci. Haldane JBS. 1919. The combination of linkage value

and Plant Breeding, Kiel University Germany atas and the calculation of distance between the loci of

segal a bimbingan daD bantuannya selama penelitian linked factors. J. Genet. 8:299-309.

ini berlangsung .

2. Ms. M. Bruisch atas bantuan teknisnya Hallden, C., Hjerdin, A., Rading, 1. M., SaIl, T.,

I 3. DAAD yang telah membiayai penulis selama Fridlundh, B.1 Johannisdottir, G., Tuvesson, S., penelitian ini berlangsung. Akesson, C., Nilsson, N-O. 1996. A high density

!

RFLP linkage map of sugar beet. Genome

39:634-645. DAFTARPUSTAKA

; Keirn, P., Schupp, J.M., Travis, S.E., Clayton, K., Zhu,

Barnes S., Massaro, G., Lefebvre, M., Kuiper, M., T., Shi, L., Ferreira, A., Webb, D.M. 1997. A

Verstege, E. 1996. A Combined RFLP and AFLP High-Density Soybean .Genetic Map Based on

genetic map for sugar beet. Proceedings of the 59th AFLP Markers. Crop SCI. 37: 537-543.

IIRB Congress. Kurata, N., Nagamura, Y., Yamamoto, K., Harus Ima,h

.

Barret, B.A., Kidwell, K.K., Fox, P.N. 1998. Y., Sue, N., Wu, J., Antonio, B.A., Shomura, A.,

1

Comparison ofAFLP and Pedigree-Based Genetic Sh!mizu, T., Lin~ .S.Y., Inoe, T., Fuk~da, A.,

Diversity Assessment Methods Using Wheat Shlm~n.o, T., Kublkl, Y., Toyam~, T., Miyamoto,

Cultivars from the Pacific Northwest. Crop Sci. Y., Kmhara, T., Hayasaka, K., Mlyao, A., Monna, 'to'

38:1271-1278. L., Zhong, H.S., Tamura, Y., Wang, ZX., Momma,

T., Umehara, Y., Yano, M., Sasaki, T., Minobe, Y.

. Barzen, E., Mechelke, W., Ritter, E., Kappert, E.S. 1994. A 300-kilobase-interval genetic map of rice

1995. An extended map of the sugar beet genome including 883 expressed sequences. Nature Genet.

containing RFLP and RAPD loci. Theor. Appl. 8:365-372.

I

Genet. 90:189-193.

li

48 Pemetaan Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

"'" .

[image:9.611.57.540.118.273.2]
(10)

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

Lander, E.S., Green, P., Abrahamson, J., Barlow, A., Schondelmaier, J., Jung, C. 1997. Chromosomal

Daly, M.J., Lincoln S.E. Newburg, L. 1987. assigment of the nine groups of sugar beet (Beta

Mapmaker: An interactive computer package for vulgaris L.) using primary trisomics. Theor. Appl.

constructing primary genetic linkage maps of Genet. 95:590-596.

experimental and natural populations. Genomics I:

4f: 174-181. Schumacher, K., Schondelmaier, J., Barzen, E.,

SteinrUcken, G., Borchardt, D., Weber, W.E.,

Lincoln, S.E., Daly, M.J., Lander, E.S. 1993. Jung, C., Salamini, F. 1997. Combining different

~ Costructing genetic linkage maps with linkage maps in sugar beet (Beta vulgaris L.) to

MAPMAKER/EXP version 3.0: A tutorial and make one map. Plant Breeding 116: 23-38.

reference manual.

Setiawan, A., G. Koch, S.A. Barnes, C. Jung. 2000.

Majer, D., Mithen, R., Lewis, B.G.,Vos, P., Oliver, R. Mapping Quantitative trait loci (QTLs) for

P. 1996. The use of AFLP finger printing for the resistance to cercospora leaf spot disease

detection of genetic variation in fungi. Mycol. Res. (Cercospora beticola Sacc.) in Sugar beet (Beta

100(9): 1107-1111. vulgaris L.). Theor. Appl. Genet. 100 (8):

1176-1182 Mckill, DJ., Zhang,Z., Redona, E.D., Co low it, P.M.

1996. Level of polymorphism and genetic Shagai-Maroof, M.A., Soliman, K.M., Jorgensen, R.A.,

mapping of AFLP markers in rice. Genome Allard, R. W. 1984. Ribosomal DNA spacer-length

39:969-977. polymorphisms in barley: Mendelian inheritance,

chromosomal location, and population dynamics.

Paterson, A. H., Lander, E. S., Hewitt, J.D., Peterson, Proc. Nat!. Acad. Sci. 81: 8014-8018.

S., Lincoln, S. E., Tanksley, S. D. 1988.

Resolution of quantitative traits into Mendelian' Tanksley, S.D., Young, N. D., Paterson, A. H.,

factors by using a complete linkage map of Bonierbale. 1989. RFLP mapping in plant

restriction fragment length polymorphisms. Nature breding: new tools for an old science. Bio

335:721-726 Technology 7: 257- 264.

1 Pillen, K., SteinrUcken, G., Herrmann, R.G., Jung, C. Van Eck H:J., van der Voort, J. R., Draaistra, J., van

1

1993. An extended

linkage map of sugar beet

Zandvoort, P., van Encvort, E., Segers, B.,

t

(Beta vulgaris L.) including nine putative lethal Peleman, J., Jacobsen, E., Helder, J., Bakker, J.

genes and their restorer gene X. Plant Breeding 1995. The inheritance and chromosomal

III: 265-272. localization of AFLP markers in a non-inbreed

potato offspring. Molecular Breeding I: 397-410. Qi, X., Lindhout, P. 1997. Development of AFLP 1995.

markers in barley. Mol Gen Genet 254: 330-336.

Wicking, C., Williamson B. 1991. From linked marker

Sail, T., Nilsson, N-O. 1994. The robustness of to gene. Trends Genet. 7: 288-293.

recombination frequency estimates in intercrosses

with dominant markers. Genetics (137):589-596 Zuzuki D.T., Griffiths, A. J. F., Lewontin, R.C. 1981.

An Introduction to Genetic Analysis. 2nd ~. W.H.

Scholdelmaier, J., SteinrUcken, G. and Jung, C. 1996. Freeman and Co. San Francisco. 911p.

Integration of AFLP markers into a linkage map of sugar beet (Beta vulgaris L). Plant Breeding 115: 231-237.

.

,

.

'(c.§{~'

':;'" "'r;~"";1,,,,'1"

"

j

;1

Asep Setiawan 49

(11)

1;- ~

::

~-

Bul. Agron. (29) (2) 40

-

49 (2001)

tL

')

.-: ';

I' "~

" :j;

,

,i

,

Pemetaan

Marker AFLP untuk Membuat Peta Genetik Bit Gula

,

j, ...:;,:;

i

'I

Mapping of ALP Marker to Construct a Genetic Map Sugar Beet

,'"

'I ;

i

,

l' #

I'

; Asep Setiawan!)

!

i'

1 ~

i!

r ABSTRACT

j!

,J One hundred eighty two AFLP marker using primer combination of EcoR//MseI and PstI/MseI were used in this

,

i

study to create a DNA marker genetic map of Sugar beet. In average each primer combination yielded 15.5

1:

polymorphic

band.

AFLP marker using

primer combination

of EcoR//MseI

signifcantly

yielded more

polymorphic

band

! than PstI/MseI. From this study a high density DNA marker map coverage all nine chromosomes of sugar beet with

I

totally length of 744 cM Haldane

was established.

,

.! i

Ii Key words: AFLP, Genetic map, Restriction enzyme, Polymorphic ,;;il

~ ci

,l ';!

: PENDAHULUAN Botstein, 1989, Yano et al., 1997, Setiawan et al., ;"

,

I

: 2000).

; Peta genetik terbukti bennanfaat sebagai alat untuk Peta keterpautan dengan jarak antar marker lebih ,; studi genetik. Pembuatan peta genetik pada dasanya daTi 5 cM dikategorikan sebagai peta yang berdensitas (jo i

berprinsip pada fenomena keterpautan antara antara dua rendah atau moderat (Tanksley, et al., 1992). :::1

1

gen yang telah lama dikenal oleh Punett daD Bateson DNA marker berbasis PCR Amplified Fragment ;~

': (Suzuki et al., 1986). Length Polymorphism (AFLP) yan menjanjikan hasil -oil

Dua gen dikatakan terpaut apabila allel-allel dari bebas dari artefak daD dapat diandalkan telah ~,

; kedua gen yang berasal dari tetua yang sarna sering atau diperkenalkan oleh Vos et al. (1995). Keunggulan :'

1 :. senantiasa dijumpai pada individu yang sarna. Jarak AFLP selain untuk tanaman telah pula ditunjukkan oleh

antara dua gen yang terpaut dinyatakan dalam cM. Satu Majer et al. (1996) untuk studi biologi molekular daD

~-I

cM didefinisikan sebagai peluang, bahwa 1% rekom- keragaman genetik pada cendawan. ~

,

binan akan dijumpai dari suatu persilangan. Gen dengan Teknik AFLP berbasiskan amplifikasi selektif dari i

l jarak I cM akan lebih sulit terpisah dibanding gen fragmen-fragmen DNA hasil restriksi dari total genomic

dengan jarak 2 cM. Dengan berkembangnya marka DNA dengan ensim restriksi endonuklease (V os et al.,

molekular, keterpautan genetik kini menjadi semakin 1995). Teknik ini melibatkan tiga tahapan utama yaitu:

penting untuk dikaji daD penggunaannya semakin Restriksi DNA daD ligasi adapter-adapter, amplifikasi

! meluas tidak hanya oleh ahli genetik tapi juga oleh para selektif dari fragment-fragmen restriksi (restriction

pemulia dan ahli biologi molekular. fragments), daD analisis gel dari produk amplifikasi.

Peta keterpautan berdensitas tinggi untuk beberapa

I: tanaman seperti padi dengan 1300 marker (Kurata et al

, 1994), tomat dengan 1030 marker (Tanksley, et al., Tujuan

1992), daD Kedelai dengan 840 marker (Keirn et al.,

ij ] 997). Peta keterpautan dengan densitas tinggi dapat Studi ini bertujuan untuk menilai efisiensi AFLP

berfungsi untuk berbagai keperluan seperti untuk marker dalam menghasilkan marker polimorf,

mem-kromosom walking (Wickman dan Williamson, 1991), bandingkan dua ensim pemotong jarang yaitu Eco RI .

i

marker-based

selection untuk memepercepat

program

dan Pstl dalam menghasilkan

marker polimorf dan

I

1

pemuliaan

(Tanksley

et al., 1989; Paterson

et al., 1988)

membuat

peta keterpautan

marker pada tanaman

bit

~

l dan untuk mendeteksi dan karakterisasi lokus yang gula yang akan digunakan pada tahap selanjutnya yaitu

mengendalikan sifat kuantitatif atau untuk memfasilitasi sebagai basis pemetaan QTL bagi sifat resistensi

diseksi sifat kuantitatif kedalam faktor-faktor genetik terhadap penyakit bercak daun Cercospora.

yang diskret (Paterson, et al., 1988; Lander daD

-"

c ;;;j

I) StafPengajar Jurusan Budidaya Pertanian IPB, Bogor ~

j ..

40

.

Gambar

Table 1. Pita polimorf AFLP pada 189 tanaman F2. Menggunakan kombinasi primer E/M = EcoRI/MseI clan P/M =PstI/MseI).
Gambar 2. Peta keterpautan genetik dati populasi F2 population yang terdiri atas 226 lokus tersebar pada 9 linkagegroups
Gambar 2. Lanjutan
Gambar 2. Lanjutan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kehadiran BMT dirasakan akan mampu mengatasi kesulitan permodalan usaha kecil yang hampir seluruhnya umat Islam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai bekal

Barnabas NRP 547951 melaporkan situasii satjar Kodam VII/Wrb dalam keadaan amanditerima oleh Pa Siaga Sbb :b. Panglima berada

Muhammad Amunuddin, dr., SpJP(K), FIHA, FAsCC selaku Ketua Program Studi saat saya memulai pendidikan dan saat ini selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan kerja karyawan adalah aspek pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan. Pada kenyataannya yang terjadi di

Sesuai dengan kendala yang dihadapi terutama fluktuasi supply bahan baku utama (limbah cair dan padat kandang) seiring perubahan populasi ternak sapi, maka pada masa

Sekarang di dalam view terdapat file artikel.php, kita paste bagian konten yang telah kita ambil dari index.php ke artikel.php sehingga isi file

Memang ada juga faktor lain yang seolah-olah tidak pernah selesai masalah keberadaan sipil bersenjata, separatisme di Papua ini, karena ada orang –orang atau oknum - oknum tertentu

Misalnya, peserta 1 memutuskan untuk menyerahkan bayinya kepada keluarga angkat kerana menyedari masa depannya sendiri yang tidak pasti, “saya bagi bayi dekat