• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO terhadap perkembangan gonad ikan jarnbal Siam (Pangasius hypophthalmus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO terhadap perkembangan gonad ikan jarnbal Siam (Pangasius hypophthalmus)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)

PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTMK KELENJAR HIPOFISIS

IKAN

MAS DALAM BENTUK EMULSl TlPE WIO

TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD

IKAN JAMBAL Sl AM

(Pangasius hypophthalmus)

OLEH

:

R. R. SRI PUDJl S. DEW1

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(66)

ABSTRAK

RR.

SRI PUDJI S. DEW'. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Kelenjar Hipofisis Ikan Mas dalam Bentuk Emulsi Tipe W/O terhadap Perkembangan Gonad Ikan Jarnbal Siam (Pangasius hypophthalmus). Dibimbing oleh MUHAMMAD

zP$UN

Jr., AGUS OMAN SUDRAJAT, dan KUSMAN SUMAWIDJAJA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe W/O terhadap perkembangan gonad ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) betina.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe W/O dengan dosis 0, 0.5, 1.0, 1.5, dan 2.0. Ikan uji yang digunakan adalah ikan jambal Siam betina dengan bobot 1.5 - 2.5 kg/ekor sebanyak 25 ekor. Kelenjar hipofisis yang digunakan berasal dari ikan mas jantan yang matang gonad dengan bobot 250

-

500 glekor. Emulsi tipe W/O dibuat dengan cara mencampurkan Freund's incomplete adjuvant

(FIA) dan larutan fisiologis yang sudah mengandung ekstrak kelenjar hipofisis ikan

mas. Perbandingan antara volume larutan fisiologis dengan FIA adalah 1 : 2. Jumlah emulsi yang disuntikkan adalah 50 pl/100 g bobot badan induk. Penyuntikan dilakukan lima kali dengan interval waktu tujuh hari sekali.

Secara umum pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas mampu merangsang perkembangan diameter telur. Respon terbaik dari semua dosis yang .

(67)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang be judul :

%

Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Kelenjar Hipofisis &an Mas dalam Bentuk Emulsi Tipe W/O terhadap Perkembangan Gonad Ikan Jambal Siarn

(Pangasius hypophthalmus).

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2002 0

R.R.

~ k i J

Pudii S. Dewi
(68)

PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK KELENJAR HIPOFISIS

IKAN MAS DALAM BENTUK EMULSI TlPE WIO

TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD

IKAN JAMBAL Sl AM

(Pangasius hypophthalmus)

R. R. Sri Pudji S. Dewi

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi llmu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(69)

Judul Tesis Pengaruh penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO terhadap perkembangan

gonad ikan jarnbal Siam (Pangasius hypophthalmus). Nama : R. R. Sri Pudji S. Dewi

NRP 99470

Program Studi : Ilmu Perairan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing :

Dr. Muhammad Zairin Jr. Ketua

Anggota

Dr. Ir. Kusman Sumawidjaja Anggota

2. Ketua Program Studi Ilmu Perai

A

Dr. Ir. Kusman Surnawidjaja afrida Manuwoto, M.Sc.

(70)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cimahi (Bandung) pada tanggal 16 Desember 1975,

.

sebagai anak terakhir dari sebelas bersaudara. Ayahanda bernarna Raden Sulyadi (alm.) sedangkan ibunda bemama Suratmi. Pada tanggal 7 Oktober 200 1, penulis menikah dengan Moch. Ali Nurdin, S.Pi.

Penulis masuk Institut pertanian Bogor pada tahun 1994 dengan mengambil Jul-usan Budidaya Perairan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Gelar sa rjana diperoleh pada tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studi pada Program Pascasarjana IPB dengan rnengambil Program Studi Ilmu Perairan.

Beasiswa perldidikan pascasarjana diperoleh dari Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah pascasarjana, penulis aktif menjadi asisten pada Labomtorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan dan juga menjadi staf pengajar honorer pada Program Diploma Teknologi Reproduksi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains, penulis menyusun tesis dengan judul : Pengaruh penyuntikan ekstmk kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO terhadap perkembangan gonad ikan jambal Siarn

(Pangasius hypophthalmus). Di bawah bimbingan Dr. M. Zairin Jr., Dr.Ir. Agus 0.

(71)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis diberi kekuatan untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada Program Pascasarjana IPB.

Ketersediaan induk merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya. Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan jambal Siam adalah sulitnya untuk mendapatkan induk matang gonad di Iuar musimnya Untuk

mengatasi kendala ini maka dilakukan penelitian dengan judul : Pengaruh penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe W!O terhadap perkembangan gonad ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Tesis ini disusun berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan tersebut.

Diharapkan dengan adanya informasi tambahan ini dapat membantu kegiatan budidaya ikan jambal Siam, khususnya untuk mendapatkan induk matang gonad di luar musimnya. Sadar akan kekurangan yang masih ada dalarn tesis ini, penulis mohon maaf dan berharap semoga tesis ini dapat berguna.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. M. Zairin Jr., Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., dan Dr. Ir. Kusman Sumawidjaja, yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyusunan

(72)

2. Kedua orang tua Raden Sulyadi (alm.) dan Suratmi, kakak-kakak, suami, serta keponakan tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materiil.

3. Rekan-rekan dari PS AIR 99, Bapak Sarjono, Febrian, Dwi, Nine, d~ rekan- rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas dorongan semangat

yang diberikan.

4. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan beasiswa selama penulis menjalani studi.

Bogor, Maret 2002

(73)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL ix

w

DAFTAR GAMBAR

...

x

...

DAFT AR LAMPRAN .xi

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang

...

1

...

Perumusan dan Pendekatan Masalah

. .

3

...

Tujuan dan Manfaat Penelltian 4

Hipotesis

...

4 TINJAUAN PUSTAKA

...

5

...

Biologi Reproduksi Ikan Jambal Siam 5

Mekanisme Hormon Reproduksi dalam Proses Perkembangan

dan Kematangan Akhir Gonad

...

6

Kelenjar Hipofisis

...

8

Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad ... 10

Sistem Penghantaran Hormon

...

14 BAHAN DAN METODE ... 17

Tempat dan Waktu

.

.

...

17 Rancangan Penelltian

...

17 Prosedur Percobaan

. .

...

18

Analisis Data

...

21 HASIL DAN PEMBAHASAN

... 22

Hasil

...

22 Diameter Telur

...

22 Histologi Sel Telur

...

29

Bobot Tubuh

...

30

Pembahasan

...

31

KESIMPULAN DAN SARAN

...

35

Kesimpulan

...

35

Saran

...

35

DAFTAR PUSTAKA

...

36
(74)

DAFTAR TABEL

Halarnan

.

(75)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Proses vitelogenesis pada ikan (Aida, Kobayashi, dan Kaneko 199 1)

..

1 1

Ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) betina

...

1 8 Rataan perkembangan diameter telur ikan jambal Siam selama

.

.

penelitlan

...

23 Distribusi fiekuensi diameter telur ikan jambal Siam pada

dosis 0

...

24

Distribusi fiekuensi diameter telur ikan jambal Siam pada

dosis 0.5

...

25 Distribusi fiekuensi diameter telur ikan jambal Siam pada

dosis 1.0

...

26 Distribusi fiekuensi diameter telur ikan jambal Siam pada

dosis 1.5

...

27

Distribusi fiekuensi diameter telur ikan jambal Siam pada

dosis 2.0

...

28 Histologi sel telur yang diberi perlakuan dengan dosis 0 dan 1 .O
(76)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

.

I . Panjang total dan bobot tubuh ikan jambal Siarn yang

akan diberi perlakuan

...

39

2. Teknik pembuatan preparat histologis (Angka, Mokoginta,

(77)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu j6nis ikan yang memiliki pola pemijahan musiman, yang berlangsung mulai bulan September sampai April dengan puncak inusim pada bulan Oktober sampai Desember. Puncak

musim te rjadi pada saat musim hujan (IJtiah 2000) dan di luar musim sangat sedikit induk yang matang gonad. Adanya siklus reproduksi musiman menyebabkan penyediaan benih jambal Siam masih bersifht musiman pula, sehingga jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara kontinyu sepanjang tahun.

Secara alami perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh hormon gonadotropin (GTH) yang dihasilkan oleh hipofisis sebagai respon hipotalamus terhadap sinyal-sinyal lingkungan. Hipofisis menghasilkan GTH I dan GTH I1 yang ,

merangsang kelenjar gonad untuk menghasilkan hormon steroid. GTH I mempunyai daya kerja untuk merangsang pertumbuhan ovari (vitelogenesis), sedangkan GTH

Il

mempunyai daya kerja untuk merangsang pematangan gonad (Nagahama, Yoshikuni,

Yamashita, Sakai, dan Tanaka 1993). Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis pada ikan betina dapat meningkatkan kadar hormon gonadotropin dalam darah, mempercepat kematangan akhir sel telur dan ovulasi seperti pada ikan sidat Jepang (Anguilla

(78)

Untuk mempercepat proses perkembangan gonad, salah satu bentuk rekayasa

hormonal yang umum dilakukan adalah melalui teknik irnplantasi. Pemberian hormon dengan teknik implantasi memiliki kelemahan, antara lain sukar untuk

.

menentukan dosis hormon yang tepat dalam pelet kolesterol yang digunakan serta belum tersedianya ukuran pelet yang tepat untuk ikan yang berbeda ukuran dan

jenisnya. Teknik lain yang digunakan dalam rekayasa hormonal adalah pemberian hormon melalui emulsi. Teknik ini memiliki beberapa keunggulan antara lain dosis hormon yang digunakan dapat diketahui dengan pasti, pelepasan hormon terjadi secara perlahan, serta dapat meminimumkan stres pada ikan.

Tipe emulsi yang digunakan sebagai penghantar hormon untuk merangsang perkembangan gonad pada ikan dapat berbentuk W10 (water-in-oil) dan WIOIW (water-in4il-in-water). Menurut Sato, Kawazoe, Suzuki, dan Aida (1996), emulsi dengan menggunakan FIA (Freund's incomplete adjuvant) dan LG (lipophilized

gelatin) efektif dalam menginduksi pematangan gonad pada ikan.

Menurut hasil penelitian Sato et al. (1996), terapi hormonal melalui penyuntikan ekstrak gonadotropin salmon (sGTH) dalam bentuk emulsi tipe W/O dengan menggunakan FIA (Freund's incomplete adjuvant) dapat merangsang vitelogenesis pada ikan sidat Jepang. Hal ini disebabkan karena emulsi dapat menjadi

pembawa hormon yang efektif untuk mengendalikan pelepasan hormon. Salah satu hormon yang berperan dalam proses perkembangan gonad adalah gonadotropin yang terdapat dalam ekstrak kelenjar hipofisis. Oleh karena itu dalarn penelitian ini digunakan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO sebagai

(79)

Perurnusan dan Pendekatan Masalah

Secara alami perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh hormon

gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis sebagai respon hipotalamus terhadap sinyal-sinyal lingkungan, seperti suhu, naik turunnya permukaan air, curah hujan, dan lain-lain. Pada ikan jambal Siam kematangan gonad terjadi pada musim hujan, yaitu

antara bulan September sampai April. Hal ini terkait dengan sinkronisasi antara faktor lingkungan dan poros reproduksi yang dihubungkan dengan sistem hormonal.

Rekayasa hormonal merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mernecahkan masalah tersebut. Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas

dalam bentuk emulsi tipe WIO dengan menggunakan FIA diharapkan dapat

merangsang perkembangan dan pematangan gonad ikan jarnbal Siam di luar musimnya. Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas yang matang gonad akan

meningkatkan kandungan gonadotropin dalam darah ikan resipien. Gonadotropin akan merangsang sel teka menghasilkan testosteron yang kemudian akan diubah

menjadi estradiol- 17P pada sel granulosa. Estradiol-17P akan merangsang hati untuk

menghasilkan vitelogenin yang selanjutnya akan diserap oleh oosit. Adanya akumulasi vitelogenin akan menyebabkan oosit berkembang sampai pada ukuran tertentu.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

(80)

gonad ikan jambal Siam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi nasala ah kesulitan mendapatkan induk matang gonad di luar musim, sehingga permintaan

benih sepanjang tahun dapat terpenuhi.

Hipotesis

Apabila faktor lingkungan, pakan serta kondisi ikan optimal, rekayasa hormonal melalui pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO akan mernacu perkembangan gonad ikan jambal Siam. Selain itu akan

(81)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Reproduksi Ikan Jambal Siam

Ikan jambal Siam mencapai matang kelamin pada urnur dua sampai tiga tahun

dengan bobot tiga sampai lima kilogram (Varikul dan Boonsom 1968). Pada ikan jantan, kematangan kelamin dicapai pada umur dua sampai tiga tahun, sedangkan pada betinanya yaitu pada umur tiga sampai empat tahun. Musim pemijahan ikan jarnbal Siam berlangsung dari bulan September sampai April dengan puncak musim

pada bulan Oktober sampai Desember. Puncak musim te rjadi pada saat musim hujan, baik pada ikan yang dipelihara di kolarn dengan sistem perairan rnengalir maupun pada sistem perairan tergenang (Utiah 2000).

lkan betina yang telah matang gonad mempunyai ciriciri perut iiampak besar

dan lembek, kulit bagian perut tipis, genital membengkak dan berwarna merah tua, '

dan jika sekitar genital ditekan akan keluar beberapa butir telur yang seragam ukurannya dan warnanya agak kuning serta bening serta terpisah satu sama lain. Ikan jantan yang sudah matang kelarnin ditandai dengan keluarnya cairan sperma yang

berwarna putih susu bila diurut bagian perutnya.

Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ikan betina bervariasi bergantung kepada ukunn induk. Seekor induk jambal Siam dapat menghasilkan sekitar 1

-

1.5 juta butir telur. Umurnnya telur muda berwarna putih sedangkan telur matang
(82)

Mekanisme Hormon Reproduksi dalam Proses Perkembangan dan Kematangan Akhir Gonad

Reproduksi ikan diatur oleh poros hipotalamus-hipofisis-gonad. GnRH yang

.

diproduksi hipotalamus mempunyai struktur kimiawi dekapeptida dan memiliki daya ke rja merangsang sekresi GTH I dan GTH

II.

Dalam kondisi fisiologik yang normal,

hormon gonadotropin di dalam peredaran darah mempunyai mekanisme pengaturan olehnya sendiri sehingga akan selalu dalam kadar optimum untuk menjaga keseimbangan keadaan organ sasarim yang berada di bawah pengaruhnya. Mekanisme pengaturan ini disebut umpan balik, baik negatif maupun positif

Secara alami perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis sebagai respon hipotalamus terhadap sinyal-sinyal lingkungan, seperti suhu, naik turunnya permukaan air, curah hujan, dan

lain-lain. Hipofisis menghasilkan GTH I dan GTH 11 yang merangsang kelenjar gonad untuk menghasilkan hormon gonad (steroid). GTH I mempunyai daya ke rja

untuk merangsang pertumbuhan ovari (vitelogensis), dan GTH I1 untuk merangsang pematangan akhir. Elizur, Zmora, Rosenfeld, Meiri, Hassin, Gordin, dan Zohar (1996) menyatakan bahwa kandungan GTH I urnumnya tinggi pada saat

vitelogenesis, sedangkan kandungan GTH I1 tinggi pada saat pematangan akhir dan ovulasi.

(83)

yang optimum. Hormon steroid dapat menghambat hipotalamus dengan cara menghambat produksi GnRH, sehingga sekresi GTH akan berkurang (Gambar 1).

Pada ikan betina, ovari berespon terhadap peningkatan konsentrasi L

gonadotropin melalui produksi estradiol- l7P. Estradiol- 17P beredar menuju hati,

memasuki jaringan dengan cara difusi dan secara spesifik merangsang sintesis

vitelogenin (Ng dan Idler 1983). Aktivitas vitelogenesis ini menyebabkan nilai hepatosomatic index (HSI) dan gonadosomatic index (GSI) ikan meningkat (Cerda, Calman, Lafleur, and Limesand 1996). Menurut Effendie (1997), pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat matang gonad dapat mencapai 10 - 25% dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5 - 10%. Adapwi pertambahan bobot gonad pada ikan patin

betina yang matang gonad mencapai 5.1 - 13.3% (Siregar 1999). Lebih lanjut dikemukakan oleh Effendie (1 997) bahwa semakin lanjut tingkat kematangan gonad, ukuran diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar.

Siklus ovari berkaitan dengan siklus konsentrasi hormon steroid seks yang

cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan ovari dan menurun setelah pemijahan. Hal ini terjadi bersasnaan dengan penurunan laju sintesis estrogen dalarn ovari (Van Bohemen dan Lambert 1981) dan memungkinkan sekresi gonadotropin

(84)

te rjamin, sehingga keseimbangan fisiologis juga akan dipertahankan selama tubuh masih dapat dan marnpu untuk melakukannya (Redding dan Patino 1993).

Kelenjar Hipofisis

Hormon yang digunakan untuk manipulasi pematangm gonad dan ovulasi ikan dapat berbentuk hormon alamiah maupun sintetis, di antaranya adalah human chorionic gonadotropin (HCG) (Zairin, Furukawa, dan Aida 1992), gonadotropin ikan salmon (Sato et al. 1996), luteinizing hormone releasing hormone (I,HRH dan

LHRH-a) (Ernawati 1999), ekstrak hipofisis ikan mas (Epler et al. 1986), ekstrak

hipofisis ikan chum salmon (Todo, Adachi, d m Yamauchi 1995), estradiol-17P

(Indriastuti 2000), l7a-metiltestosteron (Emawati 1999), dan lain-lain. Salah satu

jenis hormon yang dapat mempercepat proses kematangan gonad adalah gonadotropin. Gonadotropin adalah hormon glikoprotein yang berasal dari hipofisis atau plasenta yang merangsang perkembangan dan hngsi gonad. Gonadotropin merupakan faktor utama yang diperlukan untuk memacu perkembangan dan

pematangan sel telur. Gonadotropin bekerja secara tidak langsung melalui stimulasi sintesis hormon steroid oleh kelenjar gonad yang mempengaruhi perkembangan sel

telur (estradiol-17P) dan pematangan akhir (maturation-inducing hormone, MM;

1 7% 20P dihydroxy-4-pregnen-3-one, 1 7a,20(3-DP) (Nagahama et al. 1 993).

(85)

hipofisis ikan mas dua kali berturut-turut dengan dosis 0.5 dan 4.0 mgkg pada ikan mas (Cjprinus carpio L.) mampu meningkatkan kematangan gonad dan menjamin keberhasilan ovulasi sebesar 80%. Hasil penelitian Todo et al. (1 995) pada ikan sidat

Jepang menunjukkan bahwa penyuntikan hipofisis ikan chum salmon sebanyak 20

pglg BBIminggu mampu memacu proses viteiogenesis dimana awal proses

vitelogenesis terjadi pada minggu ke-9. Serum vitelogenin meningkat tajam pada suntikan pertama dan meningkat secara bertahap sarnpai akhir proses vitelogenesis (minggu ke-17-20). Adapun Sato el al. (1996) melaporkan bahwa penyuntikan

ekstrak gonadotropin salmon (sGTH) dalam bentuk emulsi tipe WIO dengan

menggunakan FlA sebanyak 200 pg sGTWlOO g bobot tubuh dapat mempercepat

vitelogenesis dan kematangan gonad ikan sidat Jepang (Anguilla japonica) dibandingkan dengan penyuntikan sGTH melalui larutan salin (Sato et al. 1996).

Aktivitas ekstrak kelenjar hipofisis bergantung kepada umur, jenis kelamin, dan kematangan donor, di samping metode pengumpulan dan teknik yang digunakan

untuk mengawetkan kelenjar hipofisis. Standarisasi ekstrak kelenjar hipofisis baik yang segar maupun yang telah diawetkan dalam aseton sulit dilakukan karena kandungan honnon gonadotropin dalam ekstrak tidak selalu sama. Menurut Woynarovich dan Horvath (1 980), kandungan hormon gonadotropin pada kelenjar hipofisis ikan bervariasi menurut musim pemijahan dan selama stadia tertentu dalam

hidupnya. Hasil penelitian Elizur et al. (1996) yang dilakukan pada ikan gilthead seabream (Sparus auratus) menunjukkan bahwa selama musim pemijahan kandungan

(86)

penelitian Swanson (1 99 1) menunjukkan bahwa kandungan GTH I pada jantan coho salmon yang matang gonad lebih tinggi dibandingkan pada betinanya. Konsentrasi GTH-I1 pada hipofisis ikan lele (Clarias batrachus) jantan dan betina mencapai

L

puncaknya pada fase pra-pemijahan yaitu sebesar 10-1 2 nglmg hipofisis (Joy, Singh, Senthilkumaran, dan Goos 2000).

Secara umum dosis total untuk menyeragamkan kematangan telur dan ovulasi

pada induk yang berukuran lebih dari 5 kg digunakan hipofisis sebesar 2.5 - 3 mg, untuk induk ukuran 2 - 5 kg digunakan 1.5 nig, sedangkan untuk induk ukuran 0.5 -

2 kg digunakan 0.75 mg. Kelenjar hipofisis ikan mas yang telah diawetkan dalam

aseton dengan bobot 2.5 - 3 mg berasal dari 1.5 - 2 kg ikan mas. Umumnya dosis hipofisis yang diberikan per kilogram bobot induk betina adalah 3 - 4.5 mg (Woynarovich dan Horvath, 1980).

Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad

Dua proses yang terjadi selama oogenesis adalah perkembangan dan pematangan sel telur. Gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisis memegang peran penting pada kedua proses tersebut. Kelenjar hipofisis ikan teleost

mensekresikan dua jenis gonadotropin (GTH I dan GTH II). Pada ikan salmonid, GTH I disekresikan selama proses perkembangan gonad dan berpemn untuk

menstimulasi perturnbuhan ovari dan proses steroidogenesis. Sebaliknya, selama periode pematangan sel telur, kelenjar hipofisis mensekresikan GTH I1 yang meningkatkan proses steroidogenesis untuk memacu pematangan akhir sel telur

(87)

proses perkembangan dan pematangan sel telur, hormon ini tidak bekerja secara lmgsung, tetapi melalui produksi hormon steroid oleh sel folikel.

Prorrr vikloprnrrlr P r a e r p e n

....

ngen .khir

Gan~bar 1

.

Proses vitelogenesis pada ikan (Aida, KO bayashi, dan Kaneko 1 99 1 )

Vitelogenesis pada ikan teleost terjadi melalui dua tahapan yaitu peningkatan

sekresi estradiol-17P oleh gonadotropin, ymg kemudian menstimulasi sintesis dan

sekresi vitelogenin oleh hati. Peningkatan kanduilgan estradiol- 1 7P te rjadi selama

ikan betina aktif melakukm, proses vitelogenesis. Kapasitas produksi estradiol-17P

oleh folikel sebagai respon terhadap stimulasi gonadotropin meningkat selama perkembangan sel telur, tetapi secara cepat mengalanli penurunan pada saat sel telur

mencapai tingkat kematangan (Nagahama et al. 1993).

(88)

ukuran oosit dan gonad bertambah besar. Setelah mencapai ukuran maksimurn,

perkembangan akan terhenti dan oosit akan memasuki fase dorman (Woynarovich

dan Horvath 1 980).

.

Proses vitelogenesis pada ikan jambal Siam dapat dipercepat melalui rekayasa

hormonal. Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian, hormon-hormon yang efektif merangsang sintesis dan sekresi vitelogenin pada ikan jarnbal Siam antara lain

estradiol-17P (Indriastuti 2000; Monijung 200 1 ), LHRH-a (Ernawati 19991,

testosteron (Ernawati 1999, Sarwoto 200 I), dan HCG (Siregar 1999).

Untuk mengukur tingkat perkembangan gonad Nikolsky dalam Effendie (1 997) membagi tingkat kematangan gonad dalam tujuh tahapan, yaitu :

Tahap I : Tidak masak. Individu masih belum berhasrat inengadakan

reproduksi. Ukuran gonad kecil.

Tahap I1 : Masa istirahat. Produk seksual belum berkembang. Gonad

berukuran kecil. Telur tidak dapat dibedakan oleh mata.

Tahap 111 : Hampir masak. Telur dapat dibedakan oleh mata. Testes berubah dari transparan menjadi warna ros.

Tahap IV : Masak. Produk seksual masak. Produk seksual mencapai bobot maksimum. Tetapi produksi tersebut belum keluar bila perut diberi

sedikit tekanan.

Tahap V : Reproduksi. Bila perut diberi sedikit tekanan produk seksualnya akan menonjol keluar dari lubang pelepasan, bobot gonad cepat

(89)

Tahap VI : Keadaan salin. Produk seksual te!ah dikeluarkan. Lubang genital berwarna kemerahan. Gonad mengempis. Ovarium berisi beberapa telur sisa. Testes juga berisi sperma sisa.

Tahap VII : Masa istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan. Wama kemerah- merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur belum terlihat oleh mata.

Adapun Siregar (1 999) membagi tingkat kematangan gonad ikan jambal Siam betina secara morfologi dan histologi sebagai berikut :

TKG

I

1

terlihat.

1

Sitoplasma berwarna ungu.

1

Ukuran ovari relatif besar dan Lumen berisi telur. Ukuran oosit

MORFOLOGI"

Ovari masih kecil dan halus

I1

HISTOLOGI~'

Didominasi oleh oogonia seperti benang. Wama ovari

merah muda, memanjang di rongga perut.

-

berukuran 7.5-12.5 pm. Inti sel besar.

U k u m ovari bertambah besar, warna ovari berubah menjadi coklat muda, butiran telur belum

mengisi hampir sepertiga rongga perut. Butir-butir telur terlihat

Oogonia menjadi oosit, ukuran 200-250 p membentuk kantung kuning telur.

750- 1 1 25 pm. tampak.

lnti mulai

I

jelas dan benvarna kuning muda.

Gonad mengisi penuh rongga

,

perut, semakin pejal dan warna

-

-Keterangan :

1. Klasifikasi menurut Nikolsky dalam Effendie (1 997) 2. Klasifikasi menurut Chinabut et al. (1 99 1)

Inti terlihat jelas dan sebaran kuning telur mendominasi oosit. IV butimn telur kuAng tua. Butiran

telur besarnya hampir sama dan mudah dipisahkan. Kantung tubulus seminifer a ~ a k lunak.

-

(90)

Sistem Penghantaran Hormon

Rekayasa hormonal merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menginduksi perkembangan gonad, kematangan gonad, dan ovulasi.

_

Sistem

penghantaran hormon dapat dilakukan secara akut atau kronis. Sistem penghantaran hormon secara akut dapat berupa penyuntikan larutan cab yang mengandung hormon. Sistem ini umumnya digunakan untuk merangsang pematangan akhir dan ovulasi. Kelemahan dari sistem ini yaitu hormon akan cepat hilang dari sistem peredamn darah dan penyuntikan yang berulang kali dapat menyebabkan gangguan pada fhngsi

gonad, stres, dan bahkan kematian.

Sistem penghantaran hormon secara kronis dapat melalui impantasi pelet kolesterol (Crim et al. 1988) maupun dengan menggunakan emulsi (Sato et al. 1995). Sistem ini dapat mengatur ketersediaan hormon secara terus-menerus dalam jangka

waktu yang lama di dalam sirkulasi darah dan umumnya digunakan untuk

merangsang perkembangan dan pematangan gonad. Sistem penghantaran hormon dengan menggunakan teknik implantasi masih memiliki beberapa kelemahan yaitu

sukar untuk menentukan dosis hormon yang tepat dalam pelet kolesterol yang digunakan, belum tersedianya ukuran pelet untuk ikan yang berbeda ukuran dan jenisnya, dapat menyebabkan stres pada ikan k m n a timbulnya lubang bekas implan,

(91)

Emulsi merupakan sistem koloid yang mengandung fase diskontinyu yang terdistribusi secara seragam dan sangat halus di dalam fase kontinyu. Sejumlah

emulsi dibuat dengan menggunakan Freund's incomplete adjuvant

(FIA).

.

FIA membentuk tipe emulsi tetes air dalam minyak atau water-in-oil (WIO) dan umumnya digunakan untuk meningkatkan imunitas terhadap antigen untuk respon dalam jangka

waktu yang lama. Bahan lain yang digunakan untuk membuat emulsi adalah

lipophilized gelatin (LG) dan minyak, yang membentuk tipe emulsi water-in-oil-in- water (W/O/W). Emulsi tipe WIOIW adalah sistem penyebaran tetesan minyak yang mengandung butiran air yang lebih kecil. Lapisan minyak diantara dua h e cair (internal. dan eksternal) berperan sebagai membran. Emulsi tipe W/O/W memiliki potensi sebagai mikroenkapsulasi dan dapat berperan sebagai pembawa hormon dalam mengontrol dan rnemperpanjang pelepasan hormon (Sato et al. 1995).

Emulsi dengan menggunakan LG mampu melepaskan glukosa dan sGTH secara perlahan dan bertahap baik dalam percobaan secara in vitro maupun in vivo

(Sato et al. 1996). Hasil penelitian Bugar (2000), Sugihartono (2000), dan Tjendanawangi (2000) menunjukkan bahwa penggunaan LG (C 14 dan C 16) yang diaplikasikan secara in vivo pada ikan jarnbal Siam dapat mengendalikan pelepasan HCG di dalam plasma darah.

Menurut hasil penelitian Sato et al. (1996) pada ikan sidat Jepang, pemberian

sGTH dengan menggunakan emulsi LG, emulsi FIA atau lamtan salin memberikan efek yang berbeda pada kematangan gonad. Pada kelompok ikan yang diberi emulsi LG yang mengandung sGTH, semua ikan matang gonad dengan variasi peningkatan

(92)

dan testosteron. Pada kelompok ikan yang diberi perlakuan emulsi FIA yang

mengandung sGTH, bobot tubuh dan GSI pada sebagian ikan meningkat dan sebagian lainnya tidak menunjukkan adanya peningkatan. Selain itu konsentrasi

L

estradiol-17P dan testosteron menunjukkan adanya fluktuasi yang bervariasi.

Pemberian hormon secara berulang dengan menggunakan emulsi FIA dikhawatirkan dapat menstimulasi pembentukan antibodi. Respon yang rendah terhadap sGTH kemungkinan disebabkan karena diproduksinya antibodi. Pada kelompok ikan yang diberi perlakuan dengan larutan saliil yang mengandung sGTH, hampir semua ikan bobot tubuhnya relatif tetap dan GSJ sangat bervariasi. Hal ini diperkirakan karena

pemberian sGTH dalam larutan salin memerlukan periode waktu yang lebih lama untuk mencapai kematangan gonad.

Monijung (200 1 ) menyatakan bahwa penyuntikan hormon estradiol- 1 7P

melalui emulsi W I O N LG (C 14) efektif mempercepat proses vitelogenesis pada ikan

jambal Siam. Dosis hormon estradiol-17P yang efektif untuk penyuntikan berkala

dengan selang waktu sepuluh hari sekali adalah 250 pgkg bobot ikan. Hasil

penelitian Sarwoto (2001) menunjukkan bahwa penyuntikan hormon testosteron melalui emulsi W I O N pada ikan jambal Siam berpengaruh terhadap proses vitelogenesis di dalam tubuh yang diindikasikan dengan adanya peningkatan kadar

hormon testostemn dan estradiol-l7P dalam plasma darah, peningkatan ukuran

diameter telur, GSI dan HSI. Dosis penyuntikan testostemn yang efektif adalah 50-

(93)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

..

Penelitian ini dilaksanakan di kolarn penelitian yang berada di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Bogor, dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan, mulai bulan Juni sampai dengan Juli 2001.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggu~akan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima

perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO. Dosis yang

dicobakan pada ikan uji didasarkan pada perbandingan bobot ( k g k g ) antara ikan donor dan resipien. Perbandingan dosis donor

-

resipien yang dicobakan adalah :

-

perbandingan dosis donor : resipien = 0.0 : 1 (disuntik dengan emulsi tipe

WIO tanpa ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas)

-

perbandingan dosis donor : resipien = 0.5 : 1

-

perbandingan dosis donor : resipien = 1.0 :1

-

perbandingan dosis donor : resipien = 1.5 : 1

-

perbandingan dosis donor : resipien = 2.0 :1

Model linear yang digunakan :

Yij = p + z

+

XIj,
(94)

Yij = hasil pengmatan individu yang menerima perlakuan ke-i ulangan ke-j

. - 4 . -

= pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j z = pengaruh perlakuan ke-i.

Prosedur Percobaan

Jkan uji yang digunakan dalm penelitian adalah ikan jambal Siam (Pangusius

hypophthalntus) betina (Gambar 2) ukuran 1.5 - 2.5 kg per ekor dengan panjang antam 55 - 65 em sebanyak 25 ekor. Selama penelitian dilaksanakan, ikan uji diberi

pakan berupa pelet komersial dengan kandungan protein 28 - 30%. Palan diberikan dua kali sehari, yaitu pada pukul08.00 dan 15.00 sebanyak 3% dari bobot tubuhnya Wadah percobaan yang dig& adalah kolam tanah berukuran 150 m2 dengan lrcdalaman air 1 m. ~olam'fekebut disekat dengan menggunakan bambu sehingga

[image:94.541.23.527.21.684.2]

luas setiap unit percobaan adalah 10 m2.

(95)

I

Ikan uji yang akan digunakan diseleksi terlebih dahulu kemudian

diaklimatisasi selama satu bulan sebelum diberi perlakuan. Setelah diaklimatisasi, ikan diukur panjangnya serta ditimbang bobot tubuhnya (Lampiran 1). Ikan tersebut

.

kemudian disuntik secara dorsalmuskular dengan hormon yang dosisnya disesuaikan dengan perlakuan yang diberikan. Setelah itu, i k a n - i h tersebut dimasukkan ke dalam kolam yang telah disekat. Setiap unit kolam berisi lima ekor ikan yang mendapat perlakuan dosis yang sama Pada saat penyuntikan ikan dibungkus dengan

kain basah untuk mengurangi stres.

Pada penelitian ini kelenjar hipofisis yang digunakan berasal dari ikan mas

jantan yang matang gonad dengan bobot 250-500 gram per ekor. Pengambilan kelenjar hipofisis dilakukan dengan membuka tengkorak bagian atas. Kelenjar hipofisis yang terletak di bawah otak besar di dalam lekukan tulang diambil dengan

menggunakan pinset. Kelenjar hipofisis berwarna putih dan berbentuk bulat. Selanjutnya kelenjar hipofisis tersebut digerus dan dilarutkan dalanl larutan fisiologis. Larutan tersebut kemudian disentrifbsi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.

Supematan atau larutan yang jemih diambil untuk disuntikkan pada ikan resipien. Emulsi tipe WIO dibuat dengan cara mencarnpurkan FIA (produksi Wako) dan larutan fisiologis yang sudah mengandung ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas. Perbandingan antara volume larutan fisiologis dengan FIA adalah 1 : 2. Pencampuran FIA dan ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dilakukan dengan

(96)

p1!100 g bobot badan induk. Penyuntikan emulsi dilakukan lima kali dengan interval

selama seminggu.

Perkembangan gonad diamati setiap seminggu sekali dengan cara mqngambil sampel telur menggunakan cam kanulasi melalui lubang genital sebanyak 200 butir per ekor. Sampel telur kemudian difiksasi dengan alkohol 70%. Diameter telur

diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler. Sampel telur yang diukur dihitung rataannya dan dibuat distribusi kkuensi diameter telur. Untuk melihat perkembangan struktur telur maka dibuat preparat histologisnya

(Lampiran 2).

Perkembangan bobot tubuh ikan diukur setiap minggunya. Pengukuran dilakukan sebelum ikan diberi perlakuan. Pengukuran bobot tubuh selain digunakan untuk menghitung jumlah donor yang diperlukan juga digunakan untuk melihat ada

tidaknya hubungan antara perkembangan bobot tubuh dengan perkembangan gonad. Beberapa parameter kualitas air yang diukur pada kolam percobaan antara lain oksigen terlarut, pH, temperatur, amonia, dan alkalinitas. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian. Parameter kualitas air digunakan sebagai data penunjang.

Hasil pengukuran kualitas air pada kolam percobaan selama pengamatan

(97)

Tabel 1. Kualitas air pada kolam percobaan selama penelitian

Analisis Data

Respons perkembangan diameter telur dan bobot tubuh terhadap dosis

hipofisis yang diberikan disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji T. Histologi telur disajikan dalam bentuk gambar.

Dianjurkan (Sumber)

25-32 (Mulyanto 1990)

> 3 (Mulyanto 1990)

< 1 (Mulyanto 1990)

6.5 - 8.5 (Mulyanto 1990) 50 - 200 (Muiyanto 1990)

Parameter Suhu ("C)

Oksigen (mgll)

NH3-N (mgA)

pH

Alkalinitas (mgA)

Kisaran Nilai

26-28

4.084.8 1

[image:97.494.39.433.74.720.2]
(98)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Diameter Telur

Perkembangan diameter telur ikan jambal Siam pada setiap perlakuan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Gambar 3. Pada awal pengamatan, ukuran

*

diameter telur untuk setiap perlakuan (dosis 0,0.5, 1 .O, 1.5, dan 2.0) secara berturut-

turut adalah 126.0 f 5.0, 128.7 rt 13.7, 110.3

+

24.5, 120.7 f 11.8, dan 115.3 f 3.8

PI. Adapun pada akhir pengamatan, ukuran diameter telur pada setiap perlakuan

(dosis 0,0.5, 1 .O, 1.5, dan 2.0) mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar :

33.0, 19.6, 88.0, 32.0, dan 52.7 p. Peningkatan ukuran diameter telur terbesar

diperoleh pada perlakuan dengan dosis 1 .O. Ukuran diameter telur mulai menunjukan perbedaan perkembangan yang nyata pada minggu ke-5 (P<0.05), dimana dosis 1.0 menunjukkan pertarnbahan ukuran diameter telur yang lebih besar dibandingkan

(99)

*

menunjddm

beda nyata pada selang kepercaym 95% (Pc0.05)

Orunbar

3. Rataan perkembangan d i e t e r telur ikan jambal Siam selama penelitian. [image:99.549.17.534.27.713.2]

Distribusi hkuensi diameter telur pada setiap perlakuan dapat dilihat pada

Gambar 4,5,6,7, dan 8. Setiap perlakuan menunjukkan adanya pergeseran

utcuran

diameter telur ke

arah

yang lebih besar. Dari semua dosis perlakuan yang dicoba, temyata dosis 1.0 memperlihatkan distribusi diameter telur yang lebih luas ke arah

diameter telur yang lebii besar. Ukuran diameter telur terbesar pada per1alwa.n ini

berada pada kisaran 675-725 pn. Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa

perkembangan diameter telur memberikan respon terbaik terhadap dosis 1.0 bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya

Pada perlakuan dengan dosis 0 terjadi pergeserao puncak kkuensi diameter

telur dari kisaran 75-125 pm (minggu ke-0) menjadi 125-1 75 pm (minggu ke-7).

(100)

w w mhggu k0-7

- -

I O D m

[image:100.541.14.531.15.624.2]

diameter telur (pm)

Gambar 4. Distribusi kkuensi diameter telur ikan jambal Siam pada dosis 0.

Pada perlakuan dengan dosis 0.5 terjadi pergeseran distribusi kkuensi

(101)

kisaran 75-125 pm. Adapun pada minggu ke-7 puncak hkuensi diameter telur

berada pada kisaran 125-175 pm. Ukuran diameter telur terbesar pada minarm ke-7

berada pada kisaran 225-275 pn (Gambar 5).

mhggu b 2 rninggu k63

" 1 I 4m 1

diameter telur (pm)

[image:101.541.19.534.15.670.2]
(102)

ID.

w -

QDD C D QD W .nS

diameter

teiur

(pm)

G m b w 6. Distaibusi Mcuensi dhmter telur ikan jambal S k u pads dosis 1 .O.

Pada perlakuan dengan dosis 1.0, puncak frekuensi diameter telur pada

minggu ke-0 berada pada kisaran 75-125 pn. Sedangkan pada minggu ke-7, puncak

(103)

(minggu ke-7) nampak adanya pergesem distribusi diameter telur yang lebih luas ke

arah diameter telur yang lebih besar. Ukuran diameter telur tertinggi berada pada

kisaran 675-725 pm (Gambar 6).

,

O D , nmw im-1 1

D

1

rp w ma =P d e - w W m P

rn m BPB WP eDD lDDD IOPD ODD (ODD W D s l n ODD W D 8 0 D - 0

a # IDDD W D 5 D m D . I I D werdPsl~ ODD m D lpDP W D eDD

-=-D

- *

-.ip - 5 % m - D

-1) ~ D P IDDa Q D m3D .01 WO W# w PDD ODD m3r IPM M I D

diameter telur

(pm)

[image:103.541.14.531.15.652.2]
(104)

Pada perlakuan dengan dosis 1.5, te rjadi pergeseran puncak hkuensi

diameter telur dari 75-125 p (minggu ke-0) menjadi 125-1 75 pn (minggu ke-7).

IJkuran diameter telur tertinggi pada awal pengamatan berada pada kisaran 175-225

pn, sedmgkan pada akhir pengamatan berada pada kisaran 325-375 p.

[image:104.541.23.532.6.699.2]

diameter telur

(pm)

(105)

Pada perlakuan dengan dosis 2.0 te rjadi pergeseran puncak ikkuensi diameter

telur dari kisaran 75-125 pn (minggu ke-0) menjadi 125-1 75 pm (minggu ke-7).

Ukuran diameter telur terbesar pada minggu ke-7 berada pada kisaran 475-525 pm

(Gambar 8).

Histologi Sel Telur

Hasil histologi sel telur pada dosis 0 dan 1.0 yang diamati pada minggu ke-0, 5, dan 7 dapat dilihat pada Gambar 9. Pada dosis 0, ukuran serta struktur sel telur tidak mengalami perubahan (Gambar 9a, b, c). Dosis 1.0 menunjukkan adanya

perubahan struktur dan ukuran sel telur yang nyata terutama pada histologis minggu kelima dan ketujuh (Gambar 9d, e, f). Pada minggu ke-7 (Gambar 9f) tampak adanya peningkatan frekuensi ukuran diameter telur yang berukuran besar dibandingkan pada minggu ke-5 (Gambar 9e). Hal ini sesuai dengan Gambar 6, dimana terjadi

(106)

~ p : , = - T a - * 2 ~ . ~ : : : < : ~ - - + ~ > ~ :

K-gan : --*v:, -. *-~-2:~$::.,?: -7.-.,.. L-u:.,-."-:T~:~:....~ - ~ -: .

-

A : dosis 0, minggu ke-0

.J,

D:dosis 1,mingguke-O .,:!>;

B : dosis 0, mhggu ke-5 I:-*,<-%A .

E

: &sis 1, d g g u ke-5 #$:-? C -,., .

C : dosis 0, mhggu ke-7

g+

F : dosis 1, mhggu ke-7 <;:;,-; , .,cz;y zT

:f~

-,&.. -.

.gg .. . . ..Z?-. : C . x-'.b-

[image:106.541.15.531.13.629.2]

@:; >,..+, .- -

.

-.

, , - . <. . 2 -+!

.

" C

Gambar 9. Histologi sel telur yang

diberi

perlakuan dengan dosis 0

dm 1.0 pada minggu ke-O,5, dan 7 (pembesaran 10x10).

Bobot Tub&

Perubahan bobot tubuh pada ikan jambal Siam pada setiap pengamatan dapat

dilihat pada Gambar 10. Pada a d sampai akhir penelitian, bobot tubuh ikan

menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan dengan dosis 0.5 (P<0.05)

(107)

untuk setiap perlakuan (dosis 0, 0.5, 1.0, 1.5, dan 2.0) adalah 1.92H.12, 2.25f0.1,

1.78f0.20, 1.62f0.29, dan 1.77H.23 kg. Adapun bobot tubuh pada akhir

pengamatan untuk setiap perlahum (dosis 0,0.5,1 .O, 1.5, dan 2.0) adalah 1.92f0.10,

2.25f0.09,1.82&0.21,1.58f0.28, dan 1.75+0.20 kg.

*menunjukkan beda nyata pada s e h g kepercayaan 95% (P<0.05). 2%;

-

7

-,

. ,

[image:107.541.9.520.34.608.2]

, - . 'Yt I

Gambar 10. Perubahan bobot tubuh ikan

.

* jambal Siam selamagenelitian. i -

,

- .

- . - .

minggu ke-

Wdosis 0 Wdosis 0,5 Wdosis 1,O Wdosis 1,5 ndosis 2,O

-

Gonadotropin mempunyai daya kerja unJ& me-mgsang pertumbuhan fblikel, . , C ,

-

6 - *-=+ % .

vitelogenesis, dan ovulasi. Pemberian gonadotropin dalam bentuk ekstrak kelenjar . -

- + hipofisis terbukti efektif dalam merangsang perkembangan gonad pada beberapa jenis

*

(108)

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO menunjukkan pengaruh yang berbeda seiring penambahan dosis. Secara umum pemberian ekstrak kelenjar hipofisis meningkatkan perkembangan diameter

.

telur.

Narnun demikian, respon perkembangan diameter telur terbaik diperoleh pada

perlakuan dosis 1 .O.

Dosis 1 .O diduga cukup efektifuntuk menstimulir sekresi hormon steroid yang

diperlukan dalam proses pembentukan vitelogenin. Pada tahap perkembangan gonad, gonadotropin yang terkandung dalam ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas yang

matang gonad berperan untuk merangsang sintesis estradiol-17P oleh gonad.

Estradiol-17P selanjutnya disekresikan ke dalam darah dan beredar menuju organ

targetnya yaitu hati. Estradiol-17P kemudian mendorong pembentukan vitelogenin di

hati. Vitelogenin akan masuk ke dalani peredaran darah dan diangkut dalam darah menuju sel telur, di mana ia diserap s e c m selektif dan disimpan sebagai kuning telur. Dengan adanya akumulasi vitelogenin, sel telur akan berkembang sampai pada ukuran tertentu. Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dengan dosis 1.0

ternyata mampu mempercepat perkembangan sel telur dibandingkan perlakuan lainnya, terutama mulai dari minggu ke-5. Pada Gambar 9d, e, dan f tampak secara

jelas adanya perubahan u k u m dan struktur sel telur secara nyata. Hal ini didukung

pula oleh pertambahan ukuran diameter telur yang mencapai 88 pm pada akhir

(109)

dengan ukuran diameter telur tertinggi terdapat pada kisaran 675-725 pm.

Berdasarkan tingkat kematangan gonad menurut Siregar (1 999), kematangan gonad pada ikan jambal Siam ini mulai memasuki TKG 111. Hal ini menunjukkan

L

keefektikn penggunaan dosis 1.0 dalam merangsang perkembangan gonad ikan jambal Siam dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dengan dosis 0.5 temyata belum cukup mampu untuk mempercepat perkembangan gonad ikan jambal Siam. Pada tahap perkembangan gonad, gonadotropin berperan dalam merangsang sintesis

estradiol-17P pada gonad. Pemberian gonadotropin dalam bentuk ekstrak kelenjar

hipofisis ikan mas dengan dosis 0.5 diduga mempengaruhi produksi hormon steroid. Tetapi jumlah steroid yang diproduksi belum cukup untuk dapat memacu proses perkembangan gonad. Menurut Epler et al. (1986), ha1 ini merupakan efek sinergis antara gonadotropin dengan steroid. Dampak dari rendahnya vitelogenin yang

terbentuk dapat dilihat dari pertambahan ukuran diameter telur yang hanya mencapai

19.6 p, dengan diameter telur tertinggi terdapat pada kisaran 225-275 pm pada

akhir penelitian. Hasil ini tidak berbeda halnya dengan ikan yang tidak diberi ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas (dosis 0).

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dengan dosis 1.5 dan 2.0, gonad menunjukkan respon yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis 1 .O. Pada

perlakuan dengan dosis 1.5 dan 2.0, pertambahan ukuran diameter telur yang dicapai

pada akhir penelitian lebih kecil yaitu 32.0 dan 52.7 pm, dengan diameter telur

(110)

Hormon steroid diproduksi sebagai respon dari adanya gonadotropin dalam plasma. Pemberian gonadotropin dalam dosis tinggi akan meningkatkan kandungan

estradiol-17P dalam plasma. Tingginya kadar estradiol-17P dalam plasma _melebihi

dari apa yang diperlukan akan memberikan umpan balik negatif pada hipofisis untuk

m e n g m - g i sekresi gonadotropin. Dengan demikian produksi horrnon steroid akan menurun mencapai kadar yang optimum. Dampak dari rendahnya kandungan

estradiol-17P dalam plasma yaitu proses pembentukan vitelogenin oleh hati pun aka11

berjalan lambat.

Bobot tubuh menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara dosis 0.5 dibandingkan dengan dosis lainnya dari awal sampai akhir penelitian (Gambar 10). Adapun bobot tubuh ikan yang diukur setiap minggunya cenderung tidak mengalami

perubahan. Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam emulsi FIA diduga mempengaruhi perkembangan gonad ikan jambal Siam. Hasil penelitian Sato et al. (1995) pada ikan sidat Jepang yang diberi perlakuan emulsi FIA yang mengandung sGTH menyebabkan bobot tubuh dan GSI pada sebagian ikan meningkat dan

(111)

KESIMBULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas rnelalui emulsi tipe W/O mampu meningkatkan perkembangan gonad ikan jambal Siam. Respon terbaik diperoleh dari perlakuan dosis 1.0. Pada dosis ini terjadi pertambahan ukuran

diameter telur terbesar mencapai 88 pm pada kisaran 675-725 pm.

Saran

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisis ikan mas dalam bentuk emulsi tipe WIO mampu merangsang perkembangan gonad ikan jambal Siam. Untuk ~nendapatkan

(112)

DAFTAR PUSTAKA

Aida, K., M. Kobayashi and T. Kaneko. 1991. Endokrinologi. (dalam bahasa Jepang). Dalam M. Itazawa and I. Hanyu (eds.). Fisiologi Ikan. Koseishako Seikaku, Tokyo. Hal : 167-24 1

Angka, S.L., I. Mokoginta, dan H. Hamid. 1990. Anatomi dan histologi banding beberapa ikan air tawar yang dibudidayakan di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat ~ e n d e k l Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor.

Bugar, H. 2000. Penggunaan emulsi W/O/W LG (C14) dan minyak kelapa sawit sebagai pembawa hormon HCG pada ikan jaiilbal Siam (Pangasius hypophthalmus F. j. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Cerda, J., B.G. Calman, G.J. Lafleur Jr., and S. Limesand. 1996. Pattern of vitellogenesis and follicle maturational competence during the ovarian follicular cycle of Fundulus heteroclitus. General and Comparative Endocrinology, 103 : 24-35.

Crim, L.W., N.M. Senvood and C.E. Wilson. 1988. Sustained hormone release 11. Effectiveness of LHRH analogue (LHRH-a) administration by either single time injection or cholesterol pellet implantation on plasma gonadotropin levels in bioassay model fish, the juvenile rainbow trout. Aquaculture, 74 : 87-95.

Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan (Bagian I : Study natural history). Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan.

Elizur, A., N. Zmora, H. Rosenfeld, I. Meiri, S. Hassin, H. Gordin, and

Y.

Zohar. 1996. Gonadotropins P-GTH I and P-GTH

II

fiom the gilthead seabream, Sparus aurata. General and Comparative Endocrinology, 102 : 39-46.

Epler, P., M. Sokolowska, W. Popek and K. Bieniarz. 1986. Joint action of carp (Cyprinus carpio L.) pituitary homogenate and human chorionic gonadotropin (HCG) in carp oocyte maturation and ovulation : in vitro and in vivo studies. Aquaculture, 5 1 : 133-142.

Indriastuti, C.E. 2000. Aktivasi sintesis vitelogenin pada proses rematumsi ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus F). Tesis, Program Studi Ilmu

(113)

Joy, K.P., M.S. Singh, B. Senthilkumaran, and H.J. Th. Goos. 2000. Pituitary- gonadal relationship in the catfish Clarias batrachus (L) : A study correlating gonadotropin-I1 and sex steroid dynamics. Zoological Science,

17: 395404.

Monijung, R.D. 200 1. Terapi hormon estradiol-17P melalui emulsi WX)/W LG (C14) untuk pematangan gonad induk ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) betina. Tesis. Program Pascasaxjana, Institut Pertanian Bogor.

Mulyanto. 1 990. Lingkungan hidup untuk ikan. Departemen Pendidikan dan Ke budayaan.

Nagahama, Y., M. Yoshikuni, M. Yamashita, N. Sakai, and M. Tanaka. 1993. Molecular endocrinology of oocyte growth and maturation in fish. Fish physiology and biochemistry, 7 : 3- 14.

Ng, T.B. and D.R. Idler. 1983. Yolk formation and differentiation in teIeosl fishes. In W.S. Hoar, D.J. Randall and E.M. Donaldson (eds.). Fish physiology IX A. Academic Press, New York. p. 373404.

Redding, J.M. and R. Patino. 1993. Reproductive physiology. In D.H. Evans (eds.). The physiology of fishes. CRC Press. USA. p : 503-534.

Richter, C.J.J., E. H. Eding, and A.J. Roem. 1985. 17a-hydroxy-progesterone-

induced breeding of the african catfish, Clarias gariepinus (Burchell), without priming with gonadotropin. Aquaculture, 44 : 285-293.

Sarwoto, M.N. 2001. Pengaruh pemberian hormon testosteron melalui emulsi WIOIW LG (C14) terhadap gonad calon induk betina ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalrnus). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sato, N., I. Kawazoe, Y. Shiina, K. Furukawa, Y. Suzuki, and K. Aida. 1995. A novel method of hormone administration for inducing gonadal maturation in fish. Aquaculture, 135 : 5 1-58.

Sato, N., I. Kawazoe, Y. Suzuki and K. Aida. 1996. Use of an emulsion prepared with lipophilized gelatin for the induction of ovarian maturation in the Japanese eel (Anguilla japonica). Fisheries Science, 62 : 806-8 14.

(114)

Sugihartono, M. 2000. Pelepasan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang diinjeksikan pada ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus F.)

dengan emulsi LC- (C 16). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Swanson, P. 1991. Salmon gonadotropins : Reconciling old and

new

ideas. Proceding of the Reproductive Physiology of Fishes. University of East Anglia, Norwich, U.K., 7-1 2 July 199 1. p 2-7.

Tjendanawangi, A. 2000. Kemampuan dari emulsi LG (C 14) dan minyak biji kapas dalam melepas HCG pada ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Tesis. Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Todo, T., S. Adachi ar~d K. Yamauchi. 1995. Molecular basis ofvitelogenesis in the Japanese eel, AnguiIla japsnica, during artificially - induced sexual maturation. Aquuaculture, 135 : 73-78.

Utiah, A. 2000. Pola reproduksi tahunan ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) dalam wadah budidaya bersumber air sungai dan air danau. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Van Bohemen, C.G. and J.G.D. Lambert. 1981. Estrogen synthesis in relation to estrone, estradiol and vitellogenin plasma levels during the reproductive cycle of the female rainbow rrout, Salmo gairdneri. General and Comparative Endocrinology, 44 : 94-1 07.

Varikul, V. and C. Boonsom. 1968. Illustration of the grass egg and larvae development of pla swai (Pangasius sutchij. FA0 Regional Officer for Asia and the Far East. Bangkok, Thailand. 12p.

Woynarovich, E. and L. Horvath. 1980. The artificial propagation of warmwater finfishes

-

A manual for extension. FA0 Technical Paper 20 1:l-182.

Yunizar, E. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17a-metiltestosteron serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Disertasi, Pro,gam Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(115)
(116)

Lanpiran 1. Panjang total dan bobot tubuh ikan jambal Siam yang akan diberi perlakuan. Dosis 0 Rataan !4 Rataan 1 Rataan

1 ?4

Rataan

2

Rataan

Panjang Total (cm) 61 .O 53.5 57.5 57.0 60.0 57.8 62.0 62.5 64 .O 62 .O

54.0 62.9 62 .O 56.5 54.0 56.0 64.0 58.5 58.5 60.0 55.0 59.0 55.5 57.6 53 .O 60.0 58.5 61.0 56.5

5 7 8

Bobot Tubuh (kg)

1.85 1.45 2.05 1.85 2.25 1.89 2.05 2.35 2.25 2.15 1.75

(117)

Lampiran 2. Teknik pembuatan preparat histologis (Angka, Mokoginta, dan Hamid 1990).

a. Sanlpelljaringan dimasukkan ke dalarn larutan fiksatif untuk mencegah te rjadinya kerusakan jaringan, terjadinya proses osmosis, penciutan jaringan, dan

mengawetkan jaringan agar mendekati atau sama sepzrti keadaan asalnya (normal).

b. Dehidrasi. Sampel dipindahkan secara bertahap ke dalam alkohol 80%, 90%, 95%, dan 95%, masing-masing selama dua jam. Setelah itu sampel dipindahkan dalam alkohol 100% selarna semalam.

c. Clearing. Sampel dipindahkan ke dalam alkohol 100% baru selama satu jam. Setelah itu dipindahkan dalam alkohol - xylol, xylol I, xylol 11, d m xylol 111, masing-masing selama setengah jam.

d. Impregnasi. Sampel dipinddikan dalarn xylol : parafin (1:l) selama

tigaperempat jam (di dalam oven) pada suhu 65-70°C.

e. Embedding. Sampel dipindahkan ke dalam parafin I, parafin 11, dan parafin 111, masing-masing selama tigaperempat jam.

f. Blocking. Sampel dikeluarkan dari parafin 111 lalu dicetak dalam cetakan dan didiamkan selama semalam.

(118)

dengan jaringan di atasnya ditaruh di atas hot plate temperatur 40°C agar agak

kering. Untuk selanjutnya jaringan diwarnai.

h. Pewmaan jaringan. Setelah disayat maka dilakukan proses hidrasi. Gelas L

benda berisi jaringan dimasukkm dalam xylol I, xylol 11, alkohol 100% I, 100% 11, 95%, 90%, SO%, 70%, dan 50%, masing-masing selama tiga menit. Setelah itu cuci dua kali. Selanjutnya diwarnai dengan hematoxylin tujuh menit, cuci dengan air tiga detik, eosin tiga detik, dan cuci dengan air. Sesudah dicuci, kembali dilakukan dehidrasi, caranya yaitu msrsukkan ge!as benda yang berisi

jaringan dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, 100% I, 100% 11, xylol I, dan xylol 11, masing-masing selama dua menit.

Gambar

Gambar 2. h jmbal
Tabel 1. Kualitas air pada kolam percobaan selama penelitian
Gambar 4,5,6,7, dan 8. Setiap perlakuan menunjukkan adanya pergeseran utcuran
Gambar 4. Distribusi kkuensi diameter telur ikan jambal Siam pada dosis 0.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari sistem aplikasi yang telah kita buat perancangan data menggunakan. database yang diaplikasikan ke

dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang

Lembar observasi merupakan instrumen penelitian yang melibatkan peneliti, observer dan subjek penerima tindakan (siswa kelas VIII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung)

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tools yang digunakan sebagai acuan untuk membuat suatu model tata kelola TI sehingga proses yang dilakukan dapat berjalan dengan

menerapkan.. Capaian paling tinggi ada pada kemampuan mengingat, yaitu sebesar 60%. Separuh lebih siswa yang diteliti mampu mengingat konsep dengan baik. Akan tetapi,

Argumen sebagai seperangkat claim , salah satunya (prinsip claim ) seharusnya didukung oleh seluruh alasan. Artinya argumentasi bukan hanya soal menyajikan informasi

ANALISIS KETERLAMBATAN PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH DENGAN KONSEP LEAN CONSTRUCTION.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

The total project cost includes the construction cost (for building and site work), plus amounts for architect's fees, furniture and equipment, communications, contingency,