• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

POLA TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PAYOLANSEK

KOTA PAYAKUMBUH

SUMATERA BARAT

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh Hasnelidawati

111121006

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada peneliti, sehingga peneliti

dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pola Tidur pada Lansia di

Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012”.

Skripsi ini dapat terlaksana dengan arahan, masukan, dan dukungan dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan

skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa

memberi masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini tepat pada waktunya.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, dan Eryunita Lubis, S.Kep, Ns selaku

dosen penguji dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang senantiasa memberi masukan dan dukungan kepada peneliti

(4)

4. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan staf administrasi di lingkungan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

motivasi dan dukungan agar skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

5. Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh dan staf, Kepala

Puskesmas Payolansek dan staf yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan

dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Terima kasih kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Penanggulangan

Bencana Daerah Kota Payakumbuh dan staf yang selalu memberikan motivasi,

dan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Teristimewa kepada Ibunda yang tercinta, dan keluarga besar atas doa yang tak

terhingga kepada saya dan selalu memberikan dukungan agar skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

8. Teristimewa kepada Suamiku tercinta Asmadi Antoris dan anak-anakku tercinta

Hafidzah Diniyah, dan Atha Al Rasyid yang selalu memberikan motivasi,

dukungan, kasih sayang, dan menemani baik suka maupun duka dalam proses

penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada Boyke Roza, dan keluarga, yang selalu memberikan

motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi

ini.

10.Terima kasih kepada Armen Busra, dan keluarga, yang selalu memberikan

motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi

(5)

11.Teman-teman sejawat Fakultas Keperawatan Ekstensi pagi USU 2011, terima

kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

12.Teman-teman sejawat di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh, terima kasih

atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Peneliti sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2013

(6)

DAFTAR ISI

4.3 Penelitian Selanjutnya ... 5

(7)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29

6. Validitas Instrument ... 30

7. Reliabilitas Instrument ... 31

8. Pengumpulan Data ... 31

9. Analisa Data ... 32

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 33

1. Hasil Penelitian ... 33

1.1 Data Demografi ... 33

1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur ... 35

1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur ... 35

1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur 37 2. Pembahasan ... 42

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 51

2. Instrumen Penelitian ... 52

3. Izin Penelitian Dan Permintaan Data ... 55

4. Surat Keterangan ... 57

5. Hasil Tabulasi Data Penelitian ... 58

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Distribusi, frekuensi, dan persentase berdasarkan karakteristik responden ... 33 2. Distribusi, frekuensi, dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia ... 37

2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia ... 38

3. Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia . 38

4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia ... 39

5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia ... 39

6. Kedalaman tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40

7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40

8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia ... 40

(11)

Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

Peneliti : Hasnelidawati

NIM : 111121006

Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.

(12)

Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

Peneliti : Hasnelidawati

NIM : 111121006

Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Peningkatan umur harapan hidup dan populasi lanjut usia lansia merupakan

salah satu masalah penting dunia pada abad ke-21 ini, baik di negara maju atau di

negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki umur

harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas

hidup, sosial ekonomi, dan pelayanan kesehatan secara umum (Kosasih dkk, 2004).

Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia

(aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia >60

tahun (7,18%). Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa

dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut

usia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).

Proses penuaan secara alamiah (aging proses) pada lansia akan mengalami

perubahan-perubahan baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Terdapat banyak

perubahan fisiologis yang normal pada lansia, dimana perubahan ini bersifat

patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Salah

satu dampak yang menjadi perhatian adalah pada perubahan pola tidur. Menurut

National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun

(14)

yaitu adanya gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluh sulit untuk memulai

dan mempertahankan tidurnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi gangguan

tidur dialami sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Masalah tidur lansia

dilaporkan setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% mengalami Insomnia dan

sekitar 17% diantaranya mengalami gangguan tidur yang serius (Boedhi, 1999).

Perubahan pola tidur lansia sering ditunjukkan dengan keluhan dan umumnya

kesulitan memulai tidur, kondisi untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali

setelah terbangun ditengah malam, bangun terlalu cepat, dan tidur siang yang

berlebihan. Bila pola tidur seperti ini berlangsung dalam waktu tertentu dapat

berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan ini mengakibatkan resiko masalah

kesehatan para lansia (Potter and Perry, 2005). Tidur yang tidak adekuat dan kualitas

tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan

psikologis. Dampak fisiologis meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai,

lemah, koordinasi neuromuskuler buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan

tubuh menurun, dan ketidakstabilan tanda vital, (Brionas et al, 1996 : Dawson dan

Lack (2000) dalam Karota-Bukit (2005). Sedangkan dampak psikologis meliputi

depresi, cemas, tidak konsentrasi, dan koping tidak efektif.

Sesungguhnya pola tidur lansia yang normal akan memberikan dampak

terhadap pemenuhan kualitas tidur yang baik. Hal ini sangat penting bagi

pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat

untuk menyimpan energi saat sel-sel tubuh istirahat, meningkatkan imunitas tubuh

(15)

memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Umumnya seseorang akan merasa segar dan

sehat sesudah istirahat, jadi istirahat dan tidur sama pentingnya untuk kesehatan.

Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan,

aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi

kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan

tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Keragaman dalam perilaku istirahat dan pola tidur lansia adalah sangat

bervariasi dan pada kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif

tidak sama. Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat,

namun terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktifitas

sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak

faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang

cukup sehingga berdampak pada perubahan pola tidurnya. Keluhan tentang kesulitan

istirahat dan tidur waktu malam seringkali terjadi pada lansia. Kecenderungan untuk

tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia.

Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya

terbangun pada malam hari, dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di

tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola

tidur pada lansia akibat perubahan Susunan Syaraf Pusat (SSP) mempengaruhi

pengaturan tidur, adanya kerusakan sensorik seiring proses penuaan, dapat

mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan tidur perlu diantisipasi

(16)

penting untuk mengetahui pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek

Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

Menurut data survey awal yang diperoleh peneliti terdapat sekitar 9949 orang

jumlah lansia di Kota Payakumbuh pada tahun 2011 dan 315 orang jumlah lansia di

wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh pada tahun 2011. Dari data

kunjungan keenam Posyandu Lansia dan Puskesmas Payolansek ada sekitar 40 orang

lansia tiap bulannya mengeluhkan tidak bisa tidur dan tidak nyenyak tidur.

2. Rumusan masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut di atas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian tentang bagaimana pola tidur pada lansia di wilayah

kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sematera Barat?

3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

4. Manfaat penelitian 4.1Puskesmas

Hasil penelitian ini adalah “evidence” yang dapat dijadikan sebagai masukan

dan penguatan informasi tentang pola tidur lansia bagi petugas kesehatan di

(17)

4.2Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data referensi dalam

menambah wawasan pengetahuan peserta didik khususnya tentang pola istirahat

tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera

Barat.

4.3Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini berguna dalam menambahkan pengalaman belajar bagi

peneliti dan dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang

berkaitan dengan pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar, dimana seseorang dapat

dibangunkan oleh rangsang sensori atau stimulus lain dari lingkungan Guyton and

Hall (1997), p.488 (dalam Karota-Bukit, 2005). Selama tidur, tubuh akan beristirahat

dan tidak berespon terhadap lingkungan. Akan tetapi, seseorang dapat dibangunkan

oleh stimulus lingkungan seperti : memanggil nama, menyentuh tubuhnya, rangsang

suara, dan lampu. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur,

diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses

penyembuhan penyakit.

2. Lanjut Usia

Lanjut usia adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti akan

dialami oleh siapapun juga. Lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 45 tahun atau lebih dengan klasifikasi usia, yaitu

: usia pertengahan (midlle age) yakni kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly)

yakni kelompok usia 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) antara 74-90 tahun, dan sangat

(19)

2.1 Proses Menua

Penuaan atau menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut

yang terjadi secara alamiah, merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari.

Constantinides (1994) dalam Uliyah, (2006) menyebutkan bahwa menua adalah

proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. Proses menua pada lansia umumnya terjadi seiring dengan perubahan secara

fisik, psikologis, mental, sosial dan ekonomi (Miller, 1995; Nugroho, 2008). Dari

perubahan yang dialami secara fisik dapat berupa penyakit dalam, persendian,

endokrin dan lain-lain. Sedangkan masalah psikososial pada lansia sering terjadi

adalah stress, depresi, cemas, kehilangan, dan lain-lain (Miller, 1995).

2.2 Teori-teori Penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan, yaitu teori-teori bilogis dan teori

kejiwaan sosial. Teori-teori bilogis terdiri dari teori sintetis protein, teori keracunan

oksigen, teori sistem immun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi

kekebalan sendiri, dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori

pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkutural, teori kepribadian berlanjut, dan

(20)

Teori sintetis protein. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyebutkan bahwa observasi ini dilakukan pada jaringan, seperti kulit dan

kartilago yang kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini

dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan

tersebut. Pada lansia, beberapa protein seperti kolagen pada kartilago dan elastin

pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein

tubuh yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada

kulit yang kehilangan fleksibilitas serta menjadi lebih tebal, seiring bertambahnya

usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan kulit yang kehilangan

elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan

pada sistem musculoskeletal (White, 2003).

Teori keracunan oksigen. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyatakan bahwa teori ini membahas tentang adanya sejumlah penurunan

kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri

tertentu. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat

struktur membran sel mengalami perubahan dan rigid, serta terjadi kesalahan genetik.

Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi

dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi dan proses

ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel

(21)

tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel

oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ

berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (White,

2003).

Teori sistem immun. Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,

pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka

lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring

dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun

tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit

autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor

lingkungan yang lain (Stanley and Beare, 2007).

Teori radikal bebas. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan

ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk

dan sifatnya; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipit yang berada dalam

membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel

sel Christiansen and Grzybowski, (1993) dalam Potter and Perry, (2005). Secara

spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi

radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas,

(22)

bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa

pengosidasi ini Potter and Perry, (2005).

Teori rantai silang. Sel-sel yang telah tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastik, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Uliyah, 2006).

Teori reaksi dari kekebalan tubuh sendiri. Goldteris and Brocklehurust (1998) dalam Uliyah (2006) menyatakan di dalam proses metabolisme tubuh, suatu

saat diproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat

tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adanya

tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu

terjadinya kelainan autoimun.

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut merupakan saat terjadinya pengunduran diri secara timbal balik sehingga

mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dan lingkungan sosialnya.

Proses ini dapat dimulai oleh lanjut usia sendiri atau oleh orang lain di

lingkungannya. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia

merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan mereka

untuk melepaskan diri dari masyarakat (White, 2003).

(23)

masa-masa sebelumnya. Mereka tak ingin mengundurkan diri dari lingkungan

sosialnya. Usia lanjut optimal akan dijalani oleh orang-orang yang tetap aktif

melaksanakan peranan-peranannya di dalam masyarakat sehingga semangatnya

tetaplah tinggi. Teori ini berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari

aktivitas, tetapi mereka secara bertahap waktu luangnya dengan melakukan aktivitas

lain sebagai kompensasi dari penyesuaian (White, 2003).

Teori kepribadian berlanjut. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personalitas yang

dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari

gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia

telah lansia Nugroho, (2008).

3. Fisiologi Tidur

Tidur adalah bagian dari ritme biologis yang bekerja selama 24 jam dengan tujuan mengembalikan stamina dan restorasi energi tubuh. Pengaturan tidur dan

terbangun diatur oleh batang otak / Reticular Activating System (RAS) dan Bulbal

Synchronizing Region (BSR), thalamus dan berbagai hormon yang diproduksi oleh

(24)

dengan proses tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme

serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin dalam sirkulasi darah.

Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer

impuls-impuls syaraf ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa

kantuk dan keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak.

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin, dimana melatonin

merupakan hormon kotekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa

bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia, penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur

lansia, bahkan pola tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena

kesulitan tidur sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin.

Sehubungan dengan hal tersebut seringkali lansia mencoba meningkatkan melatonin

dengan sinar matahari pagi agar ritme cicardian (siklus tidur-bangun) menjadi lebih

kuat dan seimbang. Namun demikian masalah tidaklah sesederhana tersebut, adanya

lesi pada pusat pengaturan tidur terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat

menyebabkan keadaan seseorang menjadi terus siaga dari tidur. Kemudian itu,

katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan

menghasilkan hormon norepineprin, yang umumnya hormon ini akan merangsang

otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Pada orang dalam keadaan stress atau

cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam darah dan akan merangsang sistem

(25)

Hal ini menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin dari hipotalamus

menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran. Prostaglandin

adalah mediator kimiawi yang berperan dalam potogenesis nyeri, yang akan memicu

pusat syaraf nyeri diotak pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior

sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan pada derajat tertentu dan berpengaruh

pada pusat tidur yang terletak pada substansia retikularis medulla oblongata sehingga

akan mengacaukan proses sinkronisasi neuron-neuron pada batang otak yang

sebenarnya merupakan bentuk terjadinya proses tidur, dan kemudian merangsang

proses dekronisasi neuron-neuron substansi retikularis tersebut sehingga proses tidur

terganggu yang berlanjut munculnya sinyal dalam bentuk keadaan waspada dan pada

akhirnya akan bermanifestasi sebagai insomnia (Guyton, 2006; Perry, 2001)

Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai

tidur yang sangat dalam, para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang

secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu : NREM

(Non Rapid Eye Movement), tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai gelombang

lambat. Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang

otaknya sangat lambat, yang dapat dihubungkan dengan penurunan tonus, penurunan

darah perifer dan fungsi-fungsi vegetatif tubuh lainnya. Selain itu, tekanan darah,

frekuensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan berkurang 10%-30%.

(26)

frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan

metabolisme menurun Guyton and Hall, (2006).

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui

elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap

tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang betha yang

berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan

pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang

alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah; dan keempat, tidur nyenyak

karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan

kecepatan 1-2/detik Alimul, (2006).

Tidur NREM menurut Tarwoto (2006) terdiri dari empat tahapan. Pada tahap

pertama merupakan tingkat transisi antara terjaga dan tidur. Pada tahap ini

berlangsung beberapa menit dan mudah terbangun dengan adanya rangsangan.

Sedangkan tahap kedua merupakan permulaan tidur yang sebenarnya. Terdiri dari

periode suara tidur, relaksasi otot yang menurun dan berlangsung 10-20 menit. Dan

tahap ketiga serta tahap keempat merupakan tidur dalam. Selama fase NREM terjadi

penurunan tonus otot, tekanan darah, dan metabolisme tubuh. Pada tahap ini

dibutuhkan rangsangan yang lebih kuat untuk membangunkan.

REM (Rapit Eye Movement) disebut juga sebagai tidur paradox yang dapat

(27)

Periode pertama terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang

sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri-ciri

tidur jenis ini adalah : biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit dibangunkan

dari pada selama tidur nyenyak gelombang lambat, tonus otot selama tidur nyenyak

sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktifasi

retikularis, frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, pada otot perifer

terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur, mata cepat menutup dan terbuka,

nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster

meningkat, dan metabolisme meningkat, tidur ini penting untuk keseimbangan

mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Alimul, 2006).

Pada lansia, perubahan fase ini terjadi pada NREM, dimana tahap II tidur

tidak terjadi perubahan yang berarti. Namun, memasuki tahap III tidur perubahan

mulai semakin nampak kemudian tahap IV tidur terjadi penurunan bahkan kadang

tidak ada, sedangkan tidur fase REM tidak terdapat perubahan yang menurun (Miller,

(28)

Skema 1 : Tahapan Tidur (dikutip dari Fundamental of Nursing (Potter and Perry,

2005)

4. Fungsi dan tujuan tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini

bahwa tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald,

1984; Anch dkk, 1998 dalam Potter and Perry, (2005). Menurut teori, tidur adalah

waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur

NREM, fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa

sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut permenit atau lebih rendah jika

individu berada pada kondisi fisik yang sempurna. Akan tetapi selama tidur laju

denyut jantung turun sampai 60 denyut permenit atau lebih rendah. Hal ini berarti

Mengantuk

Stadium 1 NREM → Stadium 2 NREM → Stadium 3 NREM

↑ ↓

REM Stadium 4 NREM

↑ ↓

(29)

bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Secara jelas,

tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Penelitian lain

menunjukkan bahwa sintetis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan

seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat

dan tidur Oswald, (1994) dalam Potter and Perry, (2005).

Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yaitu : efek pada sistem

saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan

diantara berbagai susunan saraf, efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan

kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan

(Alimul, 2006).

5. Pola tidur pada lansia

Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dalam periode tidur.

Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun

kebutuhan tidur sampai 8,5 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam

pada usia 40 tahun, 6 jam pada usia 60 tahun atau lebih (Alimul, 2006). Selain itu

perubahan juga terjadi pada ritme circadian yang menghasilkan peningkatan tidur

lebih awal, terbangun lebih awal, disertai dengan peningkatan bangun yang sering

dimalam hari. Alasan-alasan yang juga menyertai terbangunnya lanjut usia pada

(30)

gaduh. Dengan bertambahnya usia, frekuensi terbangun meningkat dari 1 atau 2

sampai 6 kali dalam semalam.

Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur

diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring ditempat

tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk

tidur pun berkurang. Hal ini dialami oleh para lansia. Pada lansia, wanita lebih

banyak mengalami insomnia dibandingkan pria yang lebih banyak menderita sleep

apnea atau kondisi medis lainnya yang dapat mengganggu tidur. Tidur lansia kurang

dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya tidak efektif.

Mengantuk disiang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat mempengaruhi

jadual tidur bangunnya dimalam hari. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi

pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4 gelombang alfa menurun,

dan meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau meningkatnya fragmentasi

tidur karena sering terbangun. Gangguan juga terjadi dalamnya tidur sehingga lansia

sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Ritmik circadian tidur-bangun lansia

juga sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju.

Seringnya terbangun malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah

jatuh tidur pada siang hari.

Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik

lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait oleh kemampuan

(31)

Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan turut

berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi

sebagai efek samping (sekunder) dari penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis,

payah jantung, parkinson, dan depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan

sendirinya gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat

tidur bukanlah solusi yang tepat. Lansia amat mudah lelah sehingga tertidur pada

siang hari (Narto, 2011).

Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena proses penuaan

yang berdampak pada : peningkatan jumlah jam tidur pada tahap I & II, penurunan

jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu yang lama untuk dapat tidur, sulit untuk

tidur, sering terbangun pada malam hari, jumlah total jam tidur berkurang, mengantuk

pada siang hari (Loftis and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).

6. Kualitas Tidur Lansia

6.1 Pengkajian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan

individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari

tidur REM dan NREM (Kozier and Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diketahui dengan

melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif (Craven and Hirnle,

(32)

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan

kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang

dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter and

Perry, 2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman

tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu

bangun dipagi hari (Craven and Hirnle, 2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto

dan Wartonah, 2006). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah

seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah.

Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel,

kurang perhatian, respon lambat, sering menguap, menarik diri dan bingung, postur

tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Dari pemeriksaan diagnostik

dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG

(electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram)

untuk pengukuran tonus otot dan EOG (electrooculogram) untuk melihat pergerakan

(33)

6.2 Kualitas Tidur pada Lansia

Tidur pada lansia mengalami perubahan seiring dengan terjadinya proses menua yang membawa perubahan fisik pada sistem saraf yang dapat mempengaruhi

aktivasi dari sel-sel serebral. Jumlah saraf-saraf mulai menurun yang diikuti oleh

penurunan efisiensi sistem saraf. Saraf perifer juga mengalami degenerasi yang

menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik dan motorik. Perubahan sistem

saraf lansia mengakibatkan sebuah kebutuhan terhadap stimulasi yang lebih besar

untuk memperoleh respon dan dapat juga menimbulkan respon yang lambat terhadap

stimuli. Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk melihat pada lansia

mengurangi sensitivitas terhadap stimulus eksternal seperti cahaya atau gelap yang

mempengaruhi pola tidur (Stabb and Hodges, 1996).

Shneerson (2000) dalam Potter and Perry (2001) menyebutkan pada lansia

juga mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi, suhu

tubuh, volume urin yang disekresikan dan ekskresi dari potasium urin. Perubahan

fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada lansia. Perubahan

irama ini berbeda pada masing-masing individu. Namun, pada umumnya lansia tidak

memiliki kecukupan tidur selama 8 jam tanpa terganggu (Stabb and Hodges, 1996).

Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya

peningkatan jumlah waktu di tempat tidur namun efisiensi tidur kurang, peningkatan

(34)

(Foreman and Wykle, 1995). Hayter (1980) dalam Kozier and Erb (1987) juga

melaporkan frekuensi terbangun pada lansia bisa sampai enam kali dalam satu malam

dibandingkan dengan dewasa yang terbangun rata-rata satu kali dalam satu malam.

Perubahan ini juga termasuk dalam penurunan tidur pada tahap stadium 3 dan

stadium 4 NREM yang sangat bermanfaat bagi pemulihan tubuh (Thorpy, 1990).

Lansia dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang

untuk tidur, sehingga kurangnya kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya

tingkat energi (Stabb and Hodges, 1996).

Kesulitan tidur meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rossman, 1986). Lebih dari 50% individu dengan usia 65 tahun atau lebih mendapatkan

masalah dengan tidur. Weinrich (1998) dalam Potter and Perry (2001), mengatakan

penurunan kualitas tidur pada lansia mengakibatkan penurunan kepuasan tidur pada

lansia. Penelitian terdahulu telah melaporkan keluhan-keluhan subjektif populasi

lansia terhadap tidurnya, mereka merasa tidak puas dengan tidurnya bila

dibandingkan dengan individu yang lebih muda, 25% sampai 40% lansia mengeluh

tentang kualitas tidurnya termasuk seringnya terbangun dimalam hari dan waktu

bangun yang terlalu awal dipagi hari (Thorpy, 1990). McGhie and Russel (1961)

dalam Thorpy (1990) mensurvei lebih dari 2000 individu di Britania Raya,

dibandingkan dengan individu yang lebih muda, lansia sering mengeluh mengalami

waktu tidur yang pendek (kurang dari 5 jam) dan melaporkan panjangnya latensi tidur

(35)

7. Faktor yang mempengaruhi tidur

Kualitas tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

kualitas dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan

memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi tidur pada lansia adalah : penyakit, latihan dan kelelahan, stress

psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, dan motivasi.

Penyakit. Faktor penyakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang dimana terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tidur pada orang yang mengalami

kondisi sakit. Banyak penyakit yang menambah jumlah kebutuhan tidur, misalnya

penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak

waktu tidur untuk mengatasi keletihan, arthritis yang menyebabkan nyeri kronis dan

rasa tidak nyaman yang mengganggu tidur, dan perubahan pada sistem

musculoskeletal, dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan

timbulnya beberapa golongan rematik. Disisi lain disampaikan bahwa banyak juga

keadaan sakit menjadikan seseorang kurang tidur.

Latihan dan Kelelahan. Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah

dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan

mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena

(36)

Stress Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah

psikologi mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

Obat. Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik yang

menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM (Rapid Eye

Movement), kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan

untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan

golongan narkotik dapat menekan REM (Rapid Eye Movement) sehingga mudah

mengantuk.

Nutrisi. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari

protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga

mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

Lingkungan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Suara gaduh, cahaya, dan temperatur

dapat mengganggu tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya.

Motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan

(37)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Dari tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah penelitian yang

telah dirumuskan, perlu dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka

konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan digunakan.

Kerangka penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan pola tidur pada lansia,

yaitu : total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun

pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur

dan mengantuk disiang hari (dalam Karota-Bukit, 2005).

Skema 2. Pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota

Payakumbuh Sumatera Barat

Lansia di wilayah kerja

Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh

Sumatera Barat

Pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakubuh Sumatera Barat

- Total jam tidur malam hari - Waktu untuk memulai tidur - Frekuensi terbangun malam - Perasaan segar bangun pagi - Kedalaman tidur

- Kepuasan tidur

(38)

2. Defenisi Operasional

Karakteristik pola tidur adalah pencirian gambaran kondisi tidur seseorang

dalam hal ini lansia meliputi :

Pola tidur adalah bentuk gambaran atau pencirian tidur seseorang dalam 24

jam meliputi total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi

terbangun pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur,

kepuasan tidur dan mengantuk disiang hari.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun sampai

umur 90 tahun dengan kondisi kesehatan fisik yang masih baik berdasarkan

(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk

mengindentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota

Payakumbuh Sumatera Barat.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua lansia yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Menurut data yang

diperoleh peneliti jumlah lanjut usia (lansia) pada tahun 2011 sebanyak 315 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik tertentu untuk

dapat mewakili populasi berdasarkan karakteristik lansia. Menurut Arikunto (2002)

jika sampel lebih dari 100 dapat diambil sampel sebanyak 10%-15% atau 20%-25%

atau tergantung kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana serta

(40)

Disini peneliti mengambil sampel sebanyak 20% yaitu 63 sampel, pengambilan

sampel dalam penelitian ini dengan cara random sampling yaitu pengambilan sampel

secara acak. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60

tahun keatas dengan kondisi kesehatan fisik yang baik berdasarkan laporan

subjektifitas responden, tidak dalam kondisi disorientasi orang, tempat, dan waktu,

belum pernah menjadi subjek penelitian yang sama serta bersedia jadi responden.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota

Payakumbuh Sumatera Barat bulan Agustus sampai September 2012. Alasan peneliti

memilih Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat karena peneliti

ingin melihat bagaimana pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek

Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Selain itu peneliti sudah mengenal tempat ini

dengan baik dan tempatnya mudah dijangkau sehingga peneliti mudah mendapatkan

subjek untuk diteliti.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Rekomendasi dari Kepala Puskesmas Payolansek

(41)

menyerahkan lembar persetujuan penelitian kepada responden kemudian menjelaskan

maksud, tujuan, dan prosedur penelitian.

Prosedur penelitian yang dijelaskan adalah bahwa penelitian ini akan

dilakukan setelah mendapat izin penelitian, kemudian dilakukan dengan

pengumpulan data, menganalisa data, dan menyajikan data penelitian yang hanya

dilakukan untuk kepentingan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih

dahulu menandatangani lembar persetujuan (inform consent). Jika responden menolak

untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak

responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data

yang akan diajukan pada responden, lembar tersebut hanya berisi kode responden.

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti

(Nursalam, 2001).

5. Instrument Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Instrument yang akan digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari 2 bagian, yaitu pertama, instrument penelitian berupa Kuesioner Data

Demografi (KDD) meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan. Bagian

kedua instrument yang digunakan Kuesioner Kualitas Tidur Lansia (KKTL) terdiri

(42)

untuk memulai tidur, frekuensi terbangun malam hari, perasaan segar saat bangun

pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur, dan perasaan lelah/mengantuk disiang hari.

Pada kuesioner ini juga ditanyakan tentang gambaran umum tentang kualitas tidur

lansia berdasarkan laporan subjektifitas dari responden lansia. Kuesioner ini diadopsi

dari The Sleep Quality Quesioner (SQQ) dalam Karota-Bukit, (2005). Kuesioner ini

telah dimodifikasi dalam versi Bahasa Indonesia yaitu Kuesioner Kualitas Tidur

(KKT). KKT terdiri dari 7 item yang disusun berdasarkan pilihan berganda.

6. Validitas Instrument

Sebuah instrument dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi

rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan

menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Pada penelitian ini, uji

validitas instrument tidak dilakukan karena instrument penelitian ini diadopsi total

dari Karota-Bukit (2005) dimana kuesioner ini sudah digunakan di RSUP H. Adam

Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan dalam penelitian sejenis serta sudah

mendapatkan validasi instrument dari Sleep and Medical, Psychological Nursing, &

Gerontological Nursing dari Prince of Songkla University, Thailand dengan Internal

konsistensi Cronbach’s Alpa Coefficient KTK 89. Dengan demikian instrument ini

(43)

7. Reliabilitas Instrument

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument dilakukan uji

reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau

kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila

digunakan uji reliabilitas internal yaitu pemberian instrument hanya satu bentuk

instrument yang diuji cobakan pada kelompok responden.

8. Pengumpulan Data

Pada awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian

permohonan izin dikirim ke tempat penelitian Puskesmas Payolansek Kota

Payakumbuh Sumatera Barat. Setelah mendapat izin, peneliti mengumpulkan data

penelitian.

Selanjutnya peneliti menentukan responden sesuai kriteria yang dibuat

sebelumnya. Setelah mendapat calon responden, peneliti menjelaskan manfaat dan

tujuan penelitian kepada calon responden tersebut, setelah itu responden diminta

untuk menandatangani surat persetujuan. Setelah mendapat persetujuan maka

(44)

jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden peneliti bisa memberi

penjelasan agar responden mengerti.

9. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka data dianalisa melalui beberapa tahap, pertama

adalah editing yaitu mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta

memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk; kedua adalah koding

yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu

mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa data dilakukan melalui pengolahan data

secara komputerisasi untuk mengetahui karakteristik pola tidur pada lansia. Data ini

akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi, dan persentase, untuk data

demografi, pola tidur lansia, dan kualitas tidur lansia secara umum berdasarkan

laporan subjektifitas kepuasan tidur lansia sesuai dengan pertanyaan terhadap

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pola tidur lansia di wilayah

kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat melalui proses

pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September

2012.

1.1 Data Demografi

Berdasarkan hasil penelitian ini dijelaskan tentang gambaran data demografi

responden lansia meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama dan pendidikan yang

menunjukkan sebagian besar responden adalah berumur 60-74 tahun (78%), jenis

kelamin perempuan (62%), suku Minang (98%) dan seluruhnya beragama Islam

(100%) sedangkan berdasarkan jenjang pendidikan, sebagian besar adalah SD (48%)

(46)

Tabel 1. Distribusi, frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden n=63

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

(47)

1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur.

1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.

Tabel 2. Distribusi, frekuensi dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur responden n=63

Parameter tidur Frekuensi Persentase

Total jam tidur malam hari

(48)

Tabel 2. Lanjutan

Parameter tidur Frekuensi Persentase

Perasaan segar bangun pagi

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya responden

melaporkan total jam tidur 5-6 jam (68%), waktu memulai tidur >30-60 menit (92%),

terbangun >3-4 kali (73%). Berdasarkan parameter tidur yang dinilai secara subjektif

(49)

kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak (49%), kepuasan tidur responden

sedikit puas (52%), sangat mengantuk di siang hari (48%), dan kualitas tidur mereka

baik (70%).

1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.

Grafik 1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia.

Grafik 2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia.

Normal > 6-7 jam

Total jam tidur malam hari

Normal <15 menit

(50)

Grafik 3.Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia.

Grafik 4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia.

Normal >1-2 kali

Frekuensi terbangun malam hari

Normal>6-7 jam

Normal 15 menit Normal >1-2 kali Lansia >5-6 jam

Total jam tidur malam hari Waktu memulai tidur malam hari

(51)

Grafik 5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia.

Grafik 6. Kedalaman tidur normal dan responden lansia.

Grafik 7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia.

Normal : merasa

sangat nyenyak Lansia : sedikit mengantuk

(52)

Grafik 8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia.

Grafik 9. Pola tidur berdasarkan kualitas tidur normal dan responden lansia.

Normal : tidak ada

Lansia : tidur tapi tidak nyenyak

(53)

2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya 68% responden melaporkan

bahwa jam tidur mereka 5-6 jam. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan Evan and Rogesr, (1994) tentang jam tidur atau pola tidur

lansia yang sehat, dimana didapatkan total jam tidur adalah 6 jam. Hal ini berbeda

menurut Iskandar (2001) yang manyatakan bahwa lansia normal dapat tidur 7-7,5 jam

yang dapat dipengaruhi oleh faktor fisik lansia itu sendiri seperti yang dikemukakan

dalam Kozier (1987) bahwa kelelahan karena aktifitas yang sedang dilakukan

seseorang dapat membuat tidur dengan tenang. Dijelaskan bahwa lansia mudah lelah

sehingga membutuhkan periode yang panjang untuk tidur (Staab and Hodges, 1996).

Dari hasil penelitian ini didapat laporan bahwa waktu memulai tidur lansia

>30-60 menit dialami 92% responden. Karachan et al, (1976) dalam Buysse et al,

(1998) menyatakan bahwa survey epidemiologi beberapa peneliti mengidentifikasi

15-35% dari populasi lansia mengeluhkan gangguan tidur, seperti kesulitan untuk

tertidur dan kesulitan untuk mempertahankan tidur. Hal ini bisa disebabkan karena

stress emosional dan kekhawatiran terhadap masalah pribadi atau terhadap situasi

sehingga dapat mengganggu tidur. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Miller

(1995) bahwa kecemasan, demensia, depresi dan gangguan sensori adalah gangguan

psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Kecemasan merupakan

frekuensi yang paling besar dalam gangguan tidur di malam hari. Seseorang yang

(54)

deep sleep dan meningkatnya light sleep, terbangun pada malam hari lebih sering dan

lebih cepat terbangun pada pagi hari.

Pada penelitian ini 73% responden melaporkan bahwa mereka terbangun >3-4

kali pada malam hari. Evan and Rogers, (1994) menyatakan bahwa lansia terbangun 3

kali selama tidur dimalam hari. Ketidaknyamanan fisik merupakan salah satu

penyebab utama kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter

and Perry, 2001). Lansia mungkin saja terbangun dari tidur pada malam hari karena

terjadinya penurunan temperatur tubuh yang diakibatkan penurunan metabolisme dan

penurunan aktifitas otot. Cuaca terlalu panas juga dapat menganggu tidur

(Lueckenotte, 2000).

Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya peningkatan

jumlah waktu ditempat tidur namun efisiensi kurang, peningkatan waktu latensi tidur,

peningkatan frekuensi terbangun dan tidur dimalam hari, (Foreman, 1995). Lansia

dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang untuk

tertidur, sehingga kurang kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya tingkat

energi (Staab and Hodges, 1996).

Berdasarkan penelitian didapat 62% responden merasa sedikit mengantuk saat

bangun dipagi hari. Ini mengindikasikan bahwa tidak segar sewaktu bangun di pagi

hari dapat disebabkan berbagai faktor masalah kesehatan yang meningkatkan

frekuensi terbangun (Miller, 1995). Dari referensi dan laporan analisa tentang tidur

terdahulu mengatakan bahwa sedikit mengantuk di pagi hari dapat diindikasikan dari

(55)

Hampir dari separuh responden mempersepsikan tidurnya tidak nyenyak yaitu

49%. Seiring pendapat Vitiello and Printz (1990) bahwa 25%-40% lansia mengeluh

tidur tidak nyenyak dan mengalami waktu terjaga yang panjang. Suara bising adalah

gangguan lingkungan yang sangat potensial untuk mengganggu tidur (Miller, 1995 ;

Lueckenotte, 2000).

Sebanyak 52% responden mengeluhkan tidurnya sedikit puas. Penelitian ini

sesuai dengan teori yang disampaikan Craven and Harnle, (2001) ; Lueckenotte

(2000) bahwa perubahan tidur pada lansia adalah jumlah waktu untuk tidur

berkurang, peningkatan waktu untuk memulai tidur, sering terbangun dimalam hari,

perasaan tidak segar dipagi hari dan tidak merasa puas dengan tidurnya.

Lansia umumnya mengalami perubahan pola tidur pada aspek parameter

kuantitas dan kualitas tidurnya dan perubahan ini merupakan dampak yang berkaitan

dengan pertambahan usia dan proses penuaan (Potter and Perry, 2001). Miller, (1995)

juga mengatakan bahwa lansia yang sehat memiliki pengalaman pada perubahan

siklus tidurnya seperti membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, lebih sering

terbangun dimalam hari, membutuhkan waktu yang lama di tempat tidur tetapi

lamanya waktu tidur lebih sedikit dari masa sebelumnya. Sehingga lansia merasa

(56)

Hampir separuh responden merasa sangat mengantuk di siang hari yaitu

sebanyak 48%. Rasa mengantuk selama seharian pada lansia dapat disebabkan oleh

peningkatan frekuensi terbangun pada malam hari. Hal ini sering menyebabkan para

lansia mengalami kecelakaan seperti kecelakaan sepeda motor dan terjatuh

(Lueckenotte, 2000). Fitchen et al, (1995) dalam Lueckenotte, (2000) menyatakan

bahwa lansia biasanya mengalami perubahan tidur sehubungan dengan penambahan

umur. Perubahan tersebut berupa peningkatan periode latensi, penurunan periode

efisiensi, lebih sering terbangun malam hari, peningkatan frekuensi terbangun pada

dini hari, dan peningkatan rasa mengantuk sepanjang hari.

Walaupun dalam pola tidur lansia menunjukkan sebahagian kualitas tidur

mereka kurang baik dalam penilaian total jam tidur 5-6 jam, waktu memulai tidur

>30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit

mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur

responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari maka pada hasil laporan

subjektifitas menunjukkan bahwa kualitas tidur mereka baik. Hal ini memungkinkan

dalam konteks study tentang tidur lansia bahwa penilaian subjektifitas berdasarkan

laporan mereka lebih diterima dibandingkan dengan hasil pola tidur secara umum.

Walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan terjadi

secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka

(57)

Kondisi ini memungkinkan dimana kualitas tidur lansia yang baik dapat

diindikasikan karena mereka dapat beradaptasi dengan perubahan fisik dan

psikososialnya (Potter and Perry, 2001).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oliveira, (2008) di

Brazil yang melaporkan bahwa kualitas tidur yang dilaporkan secara subjektif oleh

lansia baik atau cukup baik dikarenakan lansia tidak merasakan bahwa gangguan

yang dialaminya berbahaya dan mereka mempersepsikan bahwa hal ini normal

karena bagian dari proses penuaan seperti bangun terlalu pagi, mengalami gangguan

(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota

Payakumbuh Sumatera Barat didapat bahwa 68% dari responden memiliki total jam

tidur 5-6 jam (Mean = 5.51, SD = 1.169), 92% dari responden memiliki waktu

memulai tidur >30-60 menit (Mean = 50, SD = 25.129), 73% terbangun >3-4 kali

(Mean = 3.08, SD = 0.989), 62% merasa sedikit mengantuk bangun di pagi hari, 49%

merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% kepuasan tidur sedikit puas dan 48% merasa

sangat mengantuk disiang hari. Kualitas tidur di wilayah kerja Puskesmas Payolansek

Kota Payakumbuh Sumatera Barat menunjukkan bahwa 70% dari responden

mengalami kualitas tidur yang baik dan sebanyak 30% dari responden mengalami

kualitas tidur yang buruk.

2. Saran

Penelitian ini hanya dilakukan pada 20% dari populasi (315 orang) lansia di

wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat, untuk

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ini sebaiknya pengambilan jumlah

sampel yang lebih representatif dan mewakili dari populasi Kota Payakumbuh

(59)

satu wilayah kerja Puskesmas sehingga hasil penelitian ini tidak dapat

digeneralisasikan untuk wilayah Kota Payakumbuh. Oleh karena itu peneliti

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. A (2006), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba

Medika.

Arikunto, S. (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.

Medika.

Boedhi-Darmojo, R, & Martono, H. (1999). Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Buysse, D. et al. (1998). The pittsburh sleep quality indeks: A new instrument for

psychiatric pactice and research. Psyciatric research. Ireland: Elsevier

Scientific Publishers.

Craven, R. F & Hirnle, C. J (2000). Fundamental of Nursing: Human health and

Function (3rd edition). Philadelphia: Lippincott.

Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:

Salemba Medika.

Evans, B & Rogers, A. E. (1994). 24-Hour Sleep/wake patterns in healthty elderly

(61)

Foreman, M. D. & Wykle, M. (1995). Nursing standard of practice protocol : Sleep

disturbances in elderly patients. Geriatric nursing ; 16. Cleveland: Mosby

Year book. Inc.

Guyton & Hall. (1997). Textbook of Medical Physiology (7th edition). Philadelphia:

W. B. Saunders.

______________(2006). Textbook of Medical Physiology (eleventh edition).

Philadelphia: W. B. Saunders.

Japardi, I. (2001). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dibuka pada tanggal 25 November 2012.

Karota-Bukit, E (2005). Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 9. Jakarta: Fakultas

Ilmu Keperawatan Indonesia.

Khasanah, K. (2012). Kualitas Tidur Lansia: Jurnal Nursing Studies Volume 1,

Nomor 1. Hal 189-196. Dibuka pada tanggal 12 Desember 2012

http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jnursing

Kosasih, E. N, dkk. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat

Kajian Nasional Masalah Lansia.

Kozier, B. & Erb, G. (1987). Fundamental of Nursing. California: Addison-Wesley

(62)

Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic Nursing. Second edition. Philadelphia:

Mosby, Inc.

Miller, C. A. (1995). Nursing care of older adults: Theory & practice. Philadelphia:

J. B: Lippincott.

Narto, (2001). Pola Tidur Usia Dewasa dan Usia Lanjut. Dibuka pada tanggal 22

April 2012 dari

Nursalam, (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.

Potter, P. A & Perry, A. G. (2001). Fundamental of Nursing. (5th edition). St Louis:

Mosby.

________________________(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Rossman. (1986). Clinical Geriatrics. (3rd edition). New York: J. B. Lippincott.

Henry Holt and Company. LLC.

Stabb, A. S & Hodges, L. C. (1996). Essential of gerontological nursing: Adaptation

(63)

Stanley, M & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan

Edisi keempat. Jakarta: Salemba Medika.

Thorpy, M. J (1990). Handbook of Sleep Disorders. New York: Arcel Dekker, inc.

Uliyah. (2006). Mekanisme Fisiologi Tidur pada Manusia. Bandung: Tarsito.

Vitiello, M. V. & Prinz, P. N. Sleep and sleep disorders in normal aging in Thorpy,

M. J. (1990). Handbook of sleep disorders. New York: Marcel Dekker, INC.

White, L. (2003). Foundation of Nursing: Caring for the Whole Person. USA:

(64)

Lampiran 1

Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Oleh

Hasnelidawati (111121006)

Saya adalah mahasiswa S-1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara Medan yang sedang melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk

mengetahui dan mendapatkan informasi tentang pola tidur pada lansia di Puskesmas

Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat yang merupakan salah satu syarat

dalam menyelesaikan mata kuliah skripsi.

Bapak/Ibu dapat berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dengan

cara menjawab kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti selama 25 menit dan

menyerahkan kuesioner pada peneliti jika selesai diisi. Saya mengharapkan jawaban

Bapak/Ibu berikan sesuai dengan yang Bapak/Ibu alami tanpa dipengaruhi oleh orang

lain. Peneliti akan mendampingi Bapak/Ibu selama proses pengisian kuisioner.

Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan

ilmu keperawatan dan saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak/Ibu.

Bapak/Ibu bebas untuk ikut menjadi responden ataupun menolak tanpa adanya sangsi

apapun.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu

menandatangani formulir ini.

Tanda tangan responden :

Tanggal :

Gambar

Tabel 1. Distribusi, frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden n=63
Tabel 2. Distribusi, frekuensi dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur responden n=63
Tabel 2. Lanjutan
Grafik 1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Netralitas pers lokal dalam pemilihan kepala daerah (Pemilukada) misalnya, atau eksistensinya yang lebih mengutamakan fungsi ekonomi daripada aspek informatif- edukatif

sendiri, (3) belum banyak mahasiswa belajar dari contoh-contoh yang diberikan dosen atau yang ditemukan sendiri, (4) pendekatan pengajaran yang digunakan dosen belunl..

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan di tujuh stasiun yang berbeda dan tiap stasiun terdapat 5 titik pengambilan sampel, berikut ini adalah keterangan dari

Tapi sebagai kakek Saya ya mending tidak usah, takut nanti di sawer-sawer mbak, tapi kalau cucu Saya berminat tentunya nanti dalam pengawasan Saya karena Dolalak kan

Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa merek SIM Card Mentari, XL dan Axis unggul pada atribut variasi harga ( row 2) dan atribut bonus internet (row 6), merek SIM

Kecepatan rencana (V R ) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan- kendaraan bergerak dengan

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP KESETARAAN GENDER PADA ETNIS MINANG DILIHAT DARI GENERASI PERTAMA DAN GENERASI KE DUA MINANG PERANTAUAN.. benar-benar merupakan hasil karya

PBL ada sudah lebih dulu dari pendidikan formal itu sendiri, yaitu bahwa pembelajaran dimulai (diprakasai) dengan mengajukan masalah, pertanyaan, atau teka teki,