POLA TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PAYOLANSEK
KOTA PAYAKUMBUH
SUMATERA BARAT
TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh Hasnelidawati
111121006
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada peneliti, sehingga peneliti
dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pola Tidur pada Lansia di
Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012”.
Skripsi ini dapat terlaksana dengan arahan, masukan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan
skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa
memberi masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya.
3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, dan Eryunita Lubis, S.Kep, Ns selaku
dosen penguji dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang senantiasa memberi masukan dan dukungan kepada peneliti
4. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan staf administrasi di lingkungan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
motivasi dan dukungan agar skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
5. Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh dan staf, Kepala
Puskesmas Payolansek dan staf yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan
dalam proses penulisan skripsi ini.
6. Terima kasih kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Penanggulangan
Bencana Daerah Kota Payakumbuh dan staf yang selalu memberikan motivasi,
dan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Teristimewa kepada Ibunda yang tercinta, dan keluarga besar atas doa yang tak
terhingga kepada saya dan selalu memberikan dukungan agar skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
8. Teristimewa kepada Suamiku tercinta Asmadi Antoris dan anak-anakku tercinta
Hafidzah Diniyah, dan Atha Al Rasyid yang selalu memberikan motivasi,
dukungan, kasih sayang, dan menemani baik suka maupun duka dalam proses
penulisan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada Boyke Roza, dan keluarga, yang selalu memberikan
motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi
ini.
10.Terima kasih kepada Armen Busra, dan keluarga, yang selalu memberikan
motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi
11.Teman-teman sejawat Fakultas Keperawatan Ekstensi pagi USU 2011, terima
kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.
12.Teman-teman sejawat di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh, terima kasih
atas bantuan dan semangatnya selama ini.
Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Peneliti sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Medan, Januari 2013
DAFTAR ISI
4.3 Penelitian Selanjutnya ... 5
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 28
5. Instrumen Penelitian ... 29
6. Validitas Instrument ... 30
7. Reliabilitas Instrument ... 31
8. Pengumpulan Data ... 31
9. Analisa Data ... 32
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 33
1. Hasil Penelitian ... 33
1.1 Data Demografi ... 33
1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur ... 35
1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur ... 35
1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur 37 2. Pembahasan ... 42
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 51
2. Instrumen Penelitian ... 52
3. Izin Penelitian Dan Permintaan Data ... 55
4. Surat Keterangan ... 57
5. Hasil Tabulasi Data Penelitian ... 58
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Distribusi, frekuensi, dan persentase berdasarkan karakteristik responden ... 33 2. Distribusi, frekuensi, dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia ... 37
2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia ... 38
3. Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia . 38
4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia ... 39
5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia ... 39
6. Kedalaman tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40
7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40
8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia ... 40
Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012
Peneliti : Hasnelidawati
NIM : 111121006
Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.
Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012
Peneliti : Hasnelidawati
NIM : 111121006
Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peningkatan umur harapan hidup dan populasi lanjut usia lansia merupakan
salah satu masalah penting dunia pada abad ke-21 ini, baik di negara maju atau di
negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki umur
harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas
hidup, sosial ekonomi, dan pelayanan kesehatan secara umum (Kosasih dkk, 2004).
Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia
(aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia >60
tahun (7,18%). Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa
dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut
usia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).
Proses penuaan secara alamiah (aging proses) pada lansia akan mengalami
perubahan-perubahan baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Terdapat banyak
perubahan fisiologis yang normal pada lansia, dimana perubahan ini bersifat
patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Salah
satu dampak yang menjadi perhatian adalah pada perubahan pola tidur. Menurut
National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun
yaitu adanya gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluh sulit untuk memulai
dan mempertahankan tidurnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi gangguan
tidur dialami sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Masalah tidur lansia
dilaporkan setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% mengalami Insomnia dan
sekitar 17% diantaranya mengalami gangguan tidur yang serius (Boedhi, 1999).
Perubahan pola tidur lansia sering ditunjukkan dengan keluhan dan umumnya
kesulitan memulai tidur, kondisi untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali
setelah terbangun ditengah malam, bangun terlalu cepat, dan tidur siang yang
berlebihan. Bila pola tidur seperti ini berlangsung dalam waktu tertentu dapat
berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan ini mengakibatkan resiko masalah
kesehatan para lansia (Potter and Perry, 2005). Tidur yang tidak adekuat dan kualitas
tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan
psikologis. Dampak fisiologis meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai,
lemah, koordinasi neuromuskuler buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan
tubuh menurun, dan ketidakstabilan tanda vital, (Brionas et al, 1996 : Dawson dan
Lack (2000) dalam Karota-Bukit (2005). Sedangkan dampak psikologis meliputi
depresi, cemas, tidak konsentrasi, dan koping tidak efektif.
Sesungguhnya pola tidur lansia yang normal akan memberikan dampak
terhadap pemenuhan kualitas tidur yang baik. Hal ini sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat
untuk menyimpan energi saat sel-sel tubuh istirahat, meningkatkan imunitas tubuh
memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Umumnya seseorang akan merasa segar dan
sehat sesudah istirahat, jadi istirahat dan tidur sama pentingnya untuk kesehatan.
Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan,
aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan
tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
Keragaman dalam perilaku istirahat dan pola tidur lansia adalah sangat
bervariasi dan pada kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif
tidak sama. Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat,
namun terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktifitas
sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang
cukup sehingga berdampak pada perubahan pola tidurnya. Keluhan tentang kesulitan
istirahat dan tidur waktu malam seringkali terjadi pada lansia. Kecenderungan untuk
tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia.
Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya
terbangun pada malam hari, dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di
tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola
tidur pada lansia akibat perubahan Susunan Syaraf Pusat (SSP) mempengaruhi
pengaturan tidur, adanya kerusakan sensorik seiring proses penuaan, dapat
mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan tidur perlu diantisipasi
penting untuk mengetahui pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek
Kota Payakumbuh Sumatera Barat.
Menurut data survey awal yang diperoleh peneliti terdapat sekitar 9949 orang
jumlah lansia di Kota Payakumbuh pada tahun 2011 dan 315 orang jumlah lansia di
wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh pada tahun 2011. Dari data
kunjungan keenam Posyandu Lansia dan Puskesmas Payolansek ada sekitar 40 orang
lansia tiap bulannya mengeluhkan tidak bisa tidur dan tidak nyenyak tidur.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian tentang bagaimana pola tidur pada lansia di wilayah
kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sematera Barat?
3. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.
4. Manfaat penelitian 4.1Puskesmas
Hasil penelitian ini adalah “evidence” yang dapat dijadikan sebagai masukan
dan penguatan informasi tentang pola tidur lansia bagi petugas kesehatan di
4.2Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data referensi dalam
menambah wawasan pengetahuan peserta didik khususnya tentang pola istirahat
tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera
Barat.
4.3Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini berguna dalam menambahkan pengalaman belajar bagi
peneliti dan dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang
berkaitan dengan pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar, dimana seseorang dapat
dibangunkan oleh rangsang sensori atau stimulus lain dari lingkungan Guyton and
Hall (1997), p.488 (dalam Karota-Bukit, 2005). Selama tidur, tubuh akan beristirahat
dan tidak berespon terhadap lingkungan. Akan tetapi, seseorang dapat dibangunkan
oleh stimulus lingkungan seperti : memanggil nama, menyentuh tubuhnya, rangsang
suara, dan lampu. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur,
diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses
penyembuhan penyakit.
2. Lanjut Usia
Lanjut usia adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti akan
dialami oleh siapapun juga. Lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 45 tahun atau lebih dengan klasifikasi usia, yaitu
: usia pertengahan (midlle age) yakni kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly)
yakni kelompok usia 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) antara 74-90 tahun, dan sangat
2.1 Proses Menua
Penuaan atau menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut
yang terjadi secara alamiah, merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari.
Constantinides (1994) dalam Uliyah, (2006) menyebutkan bahwa menua adalah
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Proses menua pada lansia umumnya terjadi seiring dengan perubahan secara
fisik, psikologis, mental, sosial dan ekonomi (Miller, 1995; Nugroho, 2008). Dari
perubahan yang dialami secara fisik dapat berupa penyakit dalam, persendian,
endokrin dan lain-lain. Sedangkan masalah psikososial pada lansia sering terjadi
adalah stress, depresi, cemas, kehilangan, dan lain-lain (Miller, 1995).
2.2 Teori-teori Penuaan
Terdapat banyak teori tentang penuaan, yaitu teori-teori bilogis dan teori
kejiwaan sosial. Teori-teori bilogis terdiri dari teori sintetis protein, teori keracunan
oksigen, teori sistem immun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi
kekebalan sendiri, dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori
pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkutural, teori kepribadian berlanjut, dan
Teori sintetis protein. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyebutkan bahwa observasi ini dilakukan pada jaringan, seperti kulit dan
kartilago yang kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini
dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan
tersebut. Pada lansia, beberapa protein seperti kolagen pada kartilago dan elastin
pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein
tubuh yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada
kulit yang kehilangan fleksibilitas serta menjadi lebih tebal, seiring bertambahnya
usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan kulit yang kehilangan
elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan
pada sistem musculoskeletal (White, 2003).
Teori keracunan oksigen. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyatakan bahwa teori ini membahas tentang adanya sejumlah penurunan
kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri
tertentu. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dan rigid, serta terjadi kesalahan genetik.
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi dan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (White,
2003).
Teori sistem immun. Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,
pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka
lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring
dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun
tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor
lingkungan yang lain (Stanley and Beare, 2007).
Teori radikal bebas. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan
ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk
dan sifatnya; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipit yang berada dalam
membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel
sel Christiansen and Grzybowski, (1993) dalam Potter and Perry, (2005). Secara
spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi
radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas,
bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa
pengosidasi ini Potter and Perry, (2005).
Teori rantai silang. Sel-sel yang telah tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastik, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Uliyah, 2006).
Teori reaksi dari kekebalan tubuh sendiri. Goldteris and Brocklehurust (1998) dalam Uliyah (2006) menyatakan di dalam proses metabolisme tubuh, suatu
saat diproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adanya
tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu
terjadinya kelainan autoimun.
Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut merupakan saat terjadinya pengunduran diri secara timbal balik sehingga
mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dan lingkungan sosialnya.
Proses ini dapat dimulai oleh lanjut usia sendiri atau oleh orang lain di
lingkungannya. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia
merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan mereka
untuk melepaskan diri dari masyarakat (White, 2003).
masa-masa sebelumnya. Mereka tak ingin mengundurkan diri dari lingkungan
sosialnya. Usia lanjut optimal akan dijalani oleh orang-orang yang tetap aktif
melaksanakan peranan-peranannya di dalam masyarakat sehingga semangatnya
tetaplah tinggi. Teori ini berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari
aktivitas, tetapi mereka secara bertahap waktu luangnya dengan melakukan aktivitas
lain sebagai kompensasi dari penyesuaian (White, 2003).
Teori kepribadian berlanjut. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia
telah lansia Nugroho, (2008).
3. Fisiologi Tidur
Tidur adalah bagian dari ritme biologis yang bekerja selama 24 jam dengan tujuan mengembalikan stamina dan restorasi energi tubuh. Pengaturan tidur dan
terbangun diatur oleh batang otak / Reticular Activating System (RAS) dan Bulbal
Synchronizing Region (BSR), thalamus dan berbagai hormon yang diproduksi oleh
dengan proses tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme
serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin dalam sirkulasi darah.
Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer
impuls-impuls syaraf ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa
kantuk dan keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak.
Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin, dimana melatonin
merupakan hormon kotekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa
bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menurun seiring dengan
bertambahnya usia, penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur
lansia, bahkan pola tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena
kesulitan tidur sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin.
Sehubungan dengan hal tersebut seringkali lansia mencoba meningkatkan melatonin
dengan sinar matahari pagi agar ritme cicardian (siklus tidur-bangun) menjadi lebih
kuat dan seimbang. Namun demikian masalah tidaklah sesederhana tersebut, adanya
lesi pada pusat pengaturan tidur terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat
menyebabkan keadaan seseorang menjadi terus siaga dari tidur. Kemudian itu,
katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan
menghasilkan hormon norepineprin, yang umumnya hormon ini akan merangsang
otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Pada orang dalam keadaan stress atau
cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam darah dan akan merangsang sistem
Hal ini menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin dari hipotalamus
menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran. Prostaglandin
adalah mediator kimiawi yang berperan dalam potogenesis nyeri, yang akan memicu
pusat syaraf nyeri diotak pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior
sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan pada derajat tertentu dan berpengaruh
pada pusat tidur yang terletak pada substansia retikularis medulla oblongata sehingga
akan mengacaukan proses sinkronisasi neuron-neuron pada batang otak yang
sebenarnya merupakan bentuk terjadinya proses tidur, dan kemudian merangsang
proses dekronisasi neuron-neuron substansi retikularis tersebut sehingga proses tidur
terganggu yang berlanjut munculnya sinyal dalam bentuk keadaan waspada dan pada
akhirnya akan bermanifestasi sebagai insomnia (Guyton, 2006; Perry, 2001)
Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai
tidur yang sangat dalam, para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang
secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu : NREM
(Non Rapid Eye Movement), tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai gelombang
lambat. Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang
otaknya sangat lambat, yang dapat dihubungkan dengan penurunan tonus, penurunan
darah perifer dan fungsi-fungsi vegetatif tubuh lainnya. Selain itu, tekanan darah,
frekuensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan berkurang 10%-30%.
frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan
metabolisme menurun Guyton and Hall, (2006).
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui
elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap
tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang betha yang
berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan
pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang
alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah; dan keempat, tidur nyenyak
karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan
kecepatan 1-2/detik Alimul, (2006).
Tidur NREM menurut Tarwoto (2006) terdiri dari empat tahapan. Pada tahap
pertama merupakan tingkat transisi antara terjaga dan tidur. Pada tahap ini
berlangsung beberapa menit dan mudah terbangun dengan adanya rangsangan.
Sedangkan tahap kedua merupakan permulaan tidur yang sebenarnya. Terdiri dari
periode suara tidur, relaksasi otot yang menurun dan berlangsung 10-20 menit. Dan
tahap ketiga serta tahap keempat merupakan tidur dalam. Selama fase NREM terjadi
penurunan tonus otot, tekanan darah, dan metabolisme tubuh. Pada tahap ini
dibutuhkan rangsangan yang lebih kuat untuk membangunkan.
REM (Rapit Eye Movement) disebut juga sebagai tidur paradox yang dapat
Periode pertama terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang
sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri-ciri
tidur jenis ini adalah : biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit dibangunkan
dari pada selama tidur nyenyak gelombang lambat, tonus otot selama tidur nyenyak
sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktifasi
retikularis, frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, pada otot perifer
terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur, mata cepat menutup dan terbuka,
nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster
meningkat, dan metabolisme meningkat, tidur ini penting untuk keseimbangan
mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Alimul, 2006).
Pada lansia, perubahan fase ini terjadi pada NREM, dimana tahap II tidur
tidak terjadi perubahan yang berarti. Namun, memasuki tahap III tidur perubahan
mulai semakin nampak kemudian tahap IV tidur terjadi penurunan bahkan kadang
tidak ada, sedangkan tidur fase REM tidak terdapat perubahan yang menurun (Miller,
Skema 1 : Tahapan Tidur (dikutip dari Fundamental of Nursing (Potter and Perry,
2005)
4. Fungsi dan tujuan tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
bahwa tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald,
1984; Anch dkk, 1998 dalam Potter and Perry, (2005). Menurut teori, tidur adalah
waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur
NREM, fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa
sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut permenit atau lebih rendah jika
individu berada pada kondisi fisik yang sempurna. Akan tetapi selama tidur laju
denyut jantung turun sampai 60 denyut permenit atau lebih rendah. Hal ini berarti
Mengantuk
↓
Stadium 1 NREM → Stadium 2 NREM → Stadium 3 NREM
↑ ↓
REM Stadium 4 NREM
↑ ↓
bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Secara jelas,
tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Penelitian lain
menunjukkan bahwa sintetis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan
seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat
dan tidur Oswald, (1994) dalam Potter and Perry, (2005).
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yaitu : efek pada sistem
saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan
diantara berbagai susunan saraf, efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan
kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan
(Alimul, 2006).
5. Pola tidur pada lansia
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dalam periode tidur.
Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun
kebutuhan tidur sampai 8,5 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam
pada usia 40 tahun, 6 jam pada usia 60 tahun atau lebih (Alimul, 2006). Selain itu
perubahan juga terjadi pada ritme circadian yang menghasilkan peningkatan tidur
lebih awal, terbangun lebih awal, disertai dengan peningkatan bangun yang sering
dimalam hari. Alasan-alasan yang juga menyertai terbangunnya lanjut usia pada
gaduh. Dengan bertambahnya usia, frekuensi terbangun meningkat dari 1 atau 2
sampai 6 kali dalam semalam.
Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur
diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring ditempat
tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk
tidur pun berkurang. Hal ini dialami oleh para lansia. Pada lansia, wanita lebih
banyak mengalami insomnia dibandingkan pria yang lebih banyak menderita sleep
apnea atau kondisi medis lainnya yang dapat mengganggu tidur. Tidur lansia kurang
dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya tidak efektif.
Mengantuk disiang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat mempengaruhi
jadual tidur bangunnya dimalam hari. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi
pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4 gelombang alfa menurun,
dan meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau meningkatnya fragmentasi
tidur karena sering terbangun. Gangguan juga terjadi dalamnya tidur sehingga lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Ritmik circadian tidur-bangun lansia
juga sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju.
Seringnya terbangun malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah
jatuh tidur pada siang hari.
Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik
lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait oleh kemampuan
Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan turut
berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi
sebagai efek samping (sekunder) dari penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis,
payah jantung, parkinson, dan depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan
sendirinya gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat
tidur bukanlah solusi yang tepat. Lansia amat mudah lelah sehingga tertidur pada
siang hari (Narto, 2011).
Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena proses penuaan
yang berdampak pada : peningkatan jumlah jam tidur pada tahap I & II, penurunan
jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu yang lama untuk dapat tidur, sulit untuk
tidur, sering terbangun pada malam hari, jumlah total jam tidur berkurang, mengantuk
pada siang hari (Loftis and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).
6. Kualitas Tidur Lansia
6.1 Pengkajian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan
individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari
tidur REM dan NREM (Kozier and Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diketahui dengan
melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif (Craven and Hirnle,
Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan
kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang
dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter and
Perry, 2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman
tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu
bangun dipagi hari (Craven and Hirnle, 2000).
Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto
dan Wartonah, 2006). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah
seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah.
Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel,
kurang perhatian, respon lambat, sering menguap, menarik diri dan bingung, postur
tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Dari pemeriksaan diagnostik
dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG
(electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram)
untuk pengukuran tonus otot dan EOG (electrooculogram) untuk melihat pergerakan
6.2 Kualitas Tidur pada Lansia
Tidur pada lansia mengalami perubahan seiring dengan terjadinya proses menua yang membawa perubahan fisik pada sistem saraf yang dapat mempengaruhi
aktivasi dari sel-sel serebral. Jumlah saraf-saraf mulai menurun yang diikuti oleh
penurunan efisiensi sistem saraf. Saraf perifer juga mengalami degenerasi yang
menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik dan motorik. Perubahan sistem
saraf lansia mengakibatkan sebuah kebutuhan terhadap stimulasi yang lebih besar
untuk memperoleh respon dan dapat juga menimbulkan respon yang lambat terhadap
stimuli. Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk melihat pada lansia
mengurangi sensitivitas terhadap stimulus eksternal seperti cahaya atau gelap yang
mempengaruhi pola tidur (Stabb and Hodges, 1996).
Shneerson (2000) dalam Potter and Perry (2001) menyebutkan pada lansia
juga mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi, suhu
tubuh, volume urin yang disekresikan dan ekskresi dari potasium urin. Perubahan
fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada lansia. Perubahan
irama ini berbeda pada masing-masing individu. Namun, pada umumnya lansia tidak
memiliki kecukupan tidur selama 8 jam tanpa terganggu (Stabb and Hodges, 1996).
Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya
peningkatan jumlah waktu di tempat tidur namun efisiensi tidur kurang, peningkatan
(Foreman and Wykle, 1995). Hayter (1980) dalam Kozier and Erb (1987) juga
melaporkan frekuensi terbangun pada lansia bisa sampai enam kali dalam satu malam
dibandingkan dengan dewasa yang terbangun rata-rata satu kali dalam satu malam.
Perubahan ini juga termasuk dalam penurunan tidur pada tahap stadium 3 dan
stadium 4 NREM yang sangat bermanfaat bagi pemulihan tubuh (Thorpy, 1990).
Lansia dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang
untuk tidur, sehingga kurangnya kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya
tingkat energi (Stabb and Hodges, 1996).
Kesulitan tidur meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rossman, 1986). Lebih dari 50% individu dengan usia 65 tahun atau lebih mendapatkan
masalah dengan tidur. Weinrich (1998) dalam Potter and Perry (2001), mengatakan
penurunan kualitas tidur pada lansia mengakibatkan penurunan kepuasan tidur pada
lansia. Penelitian terdahulu telah melaporkan keluhan-keluhan subjektif populasi
lansia terhadap tidurnya, mereka merasa tidak puas dengan tidurnya bila
dibandingkan dengan individu yang lebih muda, 25% sampai 40% lansia mengeluh
tentang kualitas tidurnya termasuk seringnya terbangun dimalam hari dan waktu
bangun yang terlalu awal dipagi hari (Thorpy, 1990). McGhie and Russel (1961)
dalam Thorpy (1990) mensurvei lebih dari 2000 individu di Britania Raya,
dibandingkan dengan individu yang lebih muda, lansia sering mengeluh mengalami
waktu tidur yang pendek (kurang dari 5 jam) dan melaporkan panjangnya latensi tidur
7. Faktor yang mempengaruhi tidur
Kualitas tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kualitas dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tidur pada lansia adalah : penyakit, latihan dan kelelahan, stress
psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, dan motivasi.
Penyakit. Faktor penyakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang dimana terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tidur pada orang yang mengalami
kondisi sakit. Banyak penyakit yang menambah jumlah kebutuhan tidur, misalnya
penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak
waktu tidur untuk mengatasi keletihan, arthritis yang menyebabkan nyeri kronis dan
rasa tidak nyaman yang mengganggu tidur, dan perubahan pada sistem
musculoskeletal, dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan
timbulnya beberapa golongan rematik. Disisi lain disampaikan bahwa banyak juga
keadaan sakit menjadikan seseorang kurang tidur.
Latihan dan Kelelahan. Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah
dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan
mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena
Stress Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah
psikologi mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
Obat. Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik yang
menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM (Rapid Eye
Movement), kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan
untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan
golongan narkotik dapat menekan REM (Rapid Eye Movement) sehingga mudah
mengantuk.
Nutrisi. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari
protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga
mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
Lingkungan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Suara gaduh, cahaya, dan temperatur
dapat mengganggu tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya.
Motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Dari tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah penelitian yang
telah dirumuskan, perlu dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka
konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan digunakan.
Kerangka penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan pola tidur pada lansia,
yaitu : total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun
pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur
dan mengantuk disiang hari (dalam Karota-Bukit, 2005).
Skema 2. Pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota
Payakumbuh Sumatera Barat
Lansia di wilayah kerja
Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh
Sumatera Barat
Pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakubuh Sumatera Barat
- Total jam tidur malam hari - Waktu untuk memulai tidur - Frekuensi terbangun malam - Perasaan segar bangun pagi - Kedalaman tidur
- Kepuasan tidur
2. Defenisi Operasional
Karakteristik pola tidur adalah pencirian gambaran kondisi tidur seseorang
dalam hal ini lansia meliputi :
Pola tidur adalah bentuk gambaran atau pencirian tidur seseorang dalam 24
jam meliputi total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi
terbangun pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur,
kepuasan tidur dan mengantuk disiang hari.
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun sampai
umur 90 tahun dengan kondisi kesehatan fisik yang masih baik berdasarkan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk
mengindentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota
Payakumbuh Sumatera Barat.
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua lansia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Menurut data yang
diperoleh peneliti jumlah lanjut usia (lansia) pada tahun 2011 sebanyak 315 orang.
2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik tertentu untuk
dapat mewakili populasi berdasarkan karakteristik lansia. Menurut Arikunto (2002)
jika sampel lebih dari 100 dapat diambil sampel sebanyak 10%-15% atau 20%-25%
atau tergantung kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana serta
Disini peneliti mengambil sampel sebanyak 20% yaitu 63 sampel, pengambilan
sampel dalam penelitian ini dengan cara random sampling yaitu pengambilan sampel
secara acak. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60
tahun keatas dengan kondisi kesehatan fisik yang baik berdasarkan laporan
subjektifitas responden, tidak dalam kondisi disorientasi orang, tempat, dan waktu,
belum pernah menjadi subjek penelitian yang sama serta bersedia jadi responden.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota
Payakumbuh Sumatera Barat bulan Agustus sampai September 2012. Alasan peneliti
memilih Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat karena peneliti
ingin melihat bagaimana pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek
Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Selain itu peneliti sudah mengenal tempat ini
dengan baik dan tempatnya mudah dijangkau sehingga peneliti mudah mendapatkan
subjek untuk diteliti.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Rekomendasi dari Kepala Puskesmas Payolansek
menyerahkan lembar persetujuan penelitian kepada responden kemudian menjelaskan
maksud, tujuan, dan prosedur penelitian.
Prosedur penelitian yang dijelaskan adalah bahwa penelitian ini akan
dilakukan setelah mendapat izin penelitian, kemudian dilakukan dengan
pengumpulan data, menganalisa data, dan menyajikan data penelitian yang hanya
dilakukan untuk kepentingan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih
dahulu menandatangani lembar persetujuan (inform consent). Jika responden menolak
untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak
responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data
yang akan diajukan pada responden, lembar tersebut hanya berisi kode responden.
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti
(Nursalam, 2001).
5. Instrument Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Instrument yang akan digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari 2 bagian, yaitu pertama, instrument penelitian berupa Kuesioner Data
Demografi (KDD) meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan. Bagian
kedua instrument yang digunakan Kuesioner Kualitas Tidur Lansia (KKTL) terdiri
untuk memulai tidur, frekuensi terbangun malam hari, perasaan segar saat bangun
pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur, dan perasaan lelah/mengantuk disiang hari.
Pada kuesioner ini juga ditanyakan tentang gambaran umum tentang kualitas tidur
lansia berdasarkan laporan subjektifitas dari responden lansia. Kuesioner ini diadopsi
dari The Sleep Quality Quesioner (SQQ) dalam Karota-Bukit, (2005). Kuesioner ini
telah dimodifikasi dalam versi Bahasa Indonesia yaitu Kuesioner Kualitas Tidur
(KKT). KKT terdiri dari 7 item yang disusun berdasarkan pilihan berganda.
6. Validitas Instrument
Sebuah instrument dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Pada penelitian ini, uji
validitas instrument tidak dilakukan karena instrument penelitian ini diadopsi total
dari Karota-Bukit (2005) dimana kuesioner ini sudah digunakan di RSUP H. Adam
Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan dalam penelitian sejenis serta sudah
mendapatkan validasi instrument dari Sleep and Medical, Psychological Nursing, &
Gerontological Nursing dari Prince of Songkla University, Thailand dengan Internal
konsistensi Cronbach’s Alpa Coefficient KTK 89. Dengan demikian instrument ini
7. Reliabilitas Instrument
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument dilakukan uji
reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau
kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila
digunakan uji reliabilitas internal yaitu pemberian instrument hanya satu bentuk
instrument yang diuji cobakan pada kelompok responden.
8. Pengumpulan Data
Pada awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian
permohonan izin dikirim ke tempat penelitian Puskesmas Payolansek Kota
Payakumbuh Sumatera Barat. Setelah mendapat izin, peneliti mengumpulkan data
penelitian.
Selanjutnya peneliti menentukan responden sesuai kriteria yang dibuat
sebelumnya. Setelah mendapat calon responden, peneliti menjelaskan manfaat dan
tujuan penelitian kepada calon responden tersebut, setelah itu responden diminta
untuk menandatangani surat persetujuan. Setelah mendapat persetujuan maka
jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden peneliti bisa memberi
penjelasan agar responden mengerti.
9. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka data dianalisa melalui beberapa tahap, pertama
adalah editing yaitu mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta
memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk; kedua adalah koding
yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu
mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa data dilakukan melalui pengolahan data
secara komputerisasi untuk mengetahui karakteristik pola tidur pada lansia. Data ini
akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi, dan persentase, untuk data
demografi, pola tidur lansia, dan kualitas tidur lansia secara umum berdasarkan
laporan subjektifitas kepuasan tidur lansia sesuai dengan pertanyaan terhadap
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pola tidur lansia di wilayah
kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat melalui proses
pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September
2012.
1.1 Data Demografi
Berdasarkan hasil penelitian ini dijelaskan tentang gambaran data demografi
responden lansia meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama dan pendidikan yang
menunjukkan sebagian besar responden adalah berumur 60-74 tahun (78%), jenis
kelamin perempuan (62%), suku Minang (98%) dan seluruhnya beragama Islam
(100%) sedangkan berdasarkan jenjang pendidikan, sebagian besar adalah SD (48%)
Tabel 1. Distribusi, frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden n=63
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur.
1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.
Tabel 2. Distribusi, frekuensi dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur responden n=63
Parameter tidur Frekuensi Persentase
Total jam tidur malam hari
Tabel 2. Lanjutan
Parameter tidur Frekuensi Persentase
Perasaan segar bangun pagi
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya responden
melaporkan total jam tidur 5-6 jam (68%), waktu memulai tidur >30-60 menit (92%),
terbangun >3-4 kali (73%). Berdasarkan parameter tidur yang dinilai secara subjektif
kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak (49%), kepuasan tidur responden
sedikit puas (52%), sangat mengantuk di siang hari (48%), dan kualitas tidur mereka
baik (70%).
1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.
Grafik 1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia.
Grafik 2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia.
Normal > 6-7 jam
Total jam tidur malam hari
Normal <15 menit
Grafik 3.Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia.
Grafik 4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia.
Normal >1-2 kali
Frekuensi terbangun malam hari
Normal>6-7 jam
Normal 15 menit Normal >1-2 kali Lansia >5-6 jam
Total jam tidur malam hari Waktu memulai tidur malam hari
Grafik 5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia.
Grafik 6. Kedalaman tidur normal dan responden lansia.
Grafik 7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia.
Normal : merasa
sangat nyenyak Lansia : sedikit mengantuk
Grafik 8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia.
Grafik 9. Pola tidur berdasarkan kualitas tidur normal dan responden lansia.
Normal : tidak ada
Lansia : tidur tapi tidak nyenyak
2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya 68% responden melaporkan
bahwa jam tidur mereka 5-6 jam. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Evan and Rogesr, (1994) tentang jam tidur atau pola tidur
lansia yang sehat, dimana didapatkan total jam tidur adalah 6 jam. Hal ini berbeda
menurut Iskandar (2001) yang manyatakan bahwa lansia normal dapat tidur 7-7,5 jam
yang dapat dipengaruhi oleh faktor fisik lansia itu sendiri seperti yang dikemukakan
dalam Kozier (1987) bahwa kelelahan karena aktifitas yang sedang dilakukan
seseorang dapat membuat tidur dengan tenang. Dijelaskan bahwa lansia mudah lelah
sehingga membutuhkan periode yang panjang untuk tidur (Staab and Hodges, 1996).
Dari hasil penelitian ini didapat laporan bahwa waktu memulai tidur lansia
>30-60 menit dialami 92% responden. Karachan et al, (1976) dalam Buysse et al,
(1998) menyatakan bahwa survey epidemiologi beberapa peneliti mengidentifikasi
15-35% dari populasi lansia mengeluhkan gangguan tidur, seperti kesulitan untuk
tertidur dan kesulitan untuk mempertahankan tidur. Hal ini bisa disebabkan karena
stress emosional dan kekhawatiran terhadap masalah pribadi atau terhadap situasi
sehingga dapat mengganggu tidur. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Miller
(1995) bahwa kecemasan, demensia, depresi dan gangguan sensori adalah gangguan
psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Kecemasan merupakan
frekuensi yang paling besar dalam gangguan tidur di malam hari. Seseorang yang
deep sleep dan meningkatnya light sleep, terbangun pada malam hari lebih sering dan
lebih cepat terbangun pada pagi hari.
Pada penelitian ini 73% responden melaporkan bahwa mereka terbangun >3-4
kali pada malam hari. Evan and Rogers, (1994) menyatakan bahwa lansia terbangun 3
kali selama tidur dimalam hari. Ketidaknyamanan fisik merupakan salah satu
penyebab utama kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter
and Perry, 2001). Lansia mungkin saja terbangun dari tidur pada malam hari karena
terjadinya penurunan temperatur tubuh yang diakibatkan penurunan metabolisme dan
penurunan aktifitas otot. Cuaca terlalu panas juga dapat menganggu tidur
(Lueckenotte, 2000).
Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya peningkatan
jumlah waktu ditempat tidur namun efisiensi kurang, peningkatan waktu latensi tidur,
peningkatan frekuensi terbangun dan tidur dimalam hari, (Foreman, 1995). Lansia
dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang untuk
tertidur, sehingga kurang kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya tingkat
energi (Staab and Hodges, 1996).
Berdasarkan penelitian didapat 62% responden merasa sedikit mengantuk saat
bangun dipagi hari. Ini mengindikasikan bahwa tidak segar sewaktu bangun di pagi
hari dapat disebabkan berbagai faktor masalah kesehatan yang meningkatkan
frekuensi terbangun (Miller, 1995). Dari referensi dan laporan analisa tentang tidur
terdahulu mengatakan bahwa sedikit mengantuk di pagi hari dapat diindikasikan dari
Hampir dari separuh responden mempersepsikan tidurnya tidak nyenyak yaitu
49%. Seiring pendapat Vitiello and Printz (1990) bahwa 25%-40% lansia mengeluh
tidur tidak nyenyak dan mengalami waktu terjaga yang panjang. Suara bising adalah
gangguan lingkungan yang sangat potensial untuk mengganggu tidur (Miller, 1995 ;
Lueckenotte, 2000).
Sebanyak 52% responden mengeluhkan tidurnya sedikit puas. Penelitian ini
sesuai dengan teori yang disampaikan Craven and Harnle, (2001) ; Lueckenotte
(2000) bahwa perubahan tidur pada lansia adalah jumlah waktu untuk tidur
berkurang, peningkatan waktu untuk memulai tidur, sering terbangun dimalam hari,
perasaan tidak segar dipagi hari dan tidak merasa puas dengan tidurnya.
Lansia umumnya mengalami perubahan pola tidur pada aspek parameter
kuantitas dan kualitas tidurnya dan perubahan ini merupakan dampak yang berkaitan
dengan pertambahan usia dan proses penuaan (Potter and Perry, 2001). Miller, (1995)
juga mengatakan bahwa lansia yang sehat memiliki pengalaman pada perubahan
siklus tidurnya seperti membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, lebih sering
terbangun dimalam hari, membutuhkan waktu yang lama di tempat tidur tetapi
lamanya waktu tidur lebih sedikit dari masa sebelumnya. Sehingga lansia merasa
Hampir separuh responden merasa sangat mengantuk di siang hari yaitu
sebanyak 48%. Rasa mengantuk selama seharian pada lansia dapat disebabkan oleh
peningkatan frekuensi terbangun pada malam hari. Hal ini sering menyebabkan para
lansia mengalami kecelakaan seperti kecelakaan sepeda motor dan terjatuh
(Lueckenotte, 2000). Fitchen et al, (1995) dalam Lueckenotte, (2000) menyatakan
bahwa lansia biasanya mengalami perubahan tidur sehubungan dengan penambahan
umur. Perubahan tersebut berupa peningkatan periode latensi, penurunan periode
efisiensi, lebih sering terbangun malam hari, peningkatan frekuensi terbangun pada
dini hari, dan peningkatan rasa mengantuk sepanjang hari.
Walaupun dalam pola tidur lansia menunjukkan sebahagian kualitas tidur
mereka kurang baik dalam penilaian total jam tidur 5-6 jam, waktu memulai tidur
>30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit
mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur
responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari maka pada hasil laporan
subjektifitas menunjukkan bahwa kualitas tidur mereka baik. Hal ini memungkinkan
dalam konteks study tentang tidur lansia bahwa penilaian subjektifitas berdasarkan
laporan mereka lebih diterima dibandingkan dengan hasil pola tidur secara umum.
Walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan terjadi
secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka
Kondisi ini memungkinkan dimana kualitas tidur lansia yang baik dapat
diindikasikan karena mereka dapat beradaptasi dengan perubahan fisik dan
psikososialnya (Potter and Perry, 2001).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oliveira, (2008) di
Brazil yang melaporkan bahwa kualitas tidur yang dilaporkan secara subjektif oleh
lansia baik atau cukup baik dikarenakan lansia tidak merasakan bahwa gangguan
yang dialaminya berbahaya dan mereka mempersepsikan bahwa hal ini normal
karena bagian dari proses penuaan seperti bangun terlalu pagi, mengalami gangguan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota
Payakumbuh Sumatera Barat didapat bahwa 68% dari responden memiliki total jam
tidur 5-6 jam (Mean = 5.51, SD = 1.169), 92% dari responden memiliki waktu
memulai tidur >30-60 menit (Mean = 50, SD = 25.129), 73% terbangun >3-4 kali
(Mean = 3.08, SD = 0.989), 62% merasa sedikit mengantuk bangun di pagi hari, 49%
merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% kepuasan tidur sedikit puas dan 48% merasa
sangat mengantuk disiang hari. Kualitas tidur di wilayah kerja Puskesmas Payolansek
Kota Payakumbuh Sumatera Barat menunjukkan bahwa 70% dari responden
mengalami kualitas tidur yang baik dan sebanyak 30% dari responden mengalami
kualitas tidur yang buruk.
2. Saran
Penelitian ini hanya dilakukan pada 20% dari populasi (315 orang) lansia di
wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat, untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ini sebaiknya pengambilan jumlah
sampel yang lebih representatif dan mewakili dari populasi Kota Payakumbuh
satu wilayah kerja Puskesmas sehingga hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan untuk wilayah Kota Payakumbuh. Oleh karena itu peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. A (2006), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Arikunto, S. (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Medika.
Boedhi-Darmojo, R, & Martono, H. (1999). Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Buysse, D. et al. (1998). The pittsburh sleep quality indeks: A new instrument for
psychiatric pactice and research. Psyciatric research. Ireland: Elsevier
Scientific Publishers.
Craven, R. F & Hirnle, C. J (2000). Fundamental of Nursing: Human health and
Function (3rd edition). Philadelphia: Lippincott.
Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika.
Evans, B & Rogers, A. E. (1994). 24-Hour Sleep/wake patterns in healthty elderly
Foreman, M. D. & Wykle, M. (1995). Nursing standard of practice protocol : Sleep
disturbances in elderly patients. Geriatric nursing ; 16. Cleveland: Mosby
Year book. Inc.
Guyton & Hall. (1997). Textbook of Medical Physiology (7th edition). Philadelphia:
W. B. Saunders.
______________(2006). Textbook of Medical Physiology (eleventh edition).
Philadelphia: W. B. Saunders.
Japardi, I. (2001). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dibuka pada tanggal 25 November 2012.
Karota-Bukit, E (2005). Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 9. Jakarta: Fakultas
Ilmu Keperawatan Indonesia.
Khasanah, K. (2012). Kualitas Tidur Lansia: Jurnal Nursing Studies Volume 1,
Nomor 1. Hal 189-196. Dibuka pada tanggal 12 Desember 2012
http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jnursing
Kosasih, E. N, dkk. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat
Kajian Nasional Masalah Lansia.
Kozier, B. & Erb, G. (1987). Fundamental of Nursing. California: Addison-Wesley
Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic Nursing. Second edition. Philadelphia:
Mosby, Inc.
Miller, C. A. (1995). Nursing care of older adults: Theory & practice. Philadelphia:
J. B: Lippincott.
Narto, (2001). Pola Tidur Usia Dewasa dan Usia Lanjut. Dibuka pada tanggal 22
April 2012 dari
Nursalam, (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Potter, P. A & Perry, A. G. (2001). Fundamental of Nursing. (5th edition). St Louis:
Mosby.
________________________(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Rossman. (1986). Clinical Geriatrics. (3rd edition). New York: J. B. Lippincott.
Henry Holt and Company. LLC.
Stabb, A. S & Hodges, L. C. (1996). Essential of gerontological nursing: Adaptation
Stanley, M & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi keempat. Jakarta: Salemba Medika.
Thorpy, M. J (1990). Handbook of Sleep Disorders. New York: Arcel Dekker, inc.
Uliyah. (2006). Mekanisme Fisiologi Tidur pada Manusia. Bandung: Tarsito.
Vitiello, M. V. & Prinz, P. N. Sleep and sleep disorders in normal aging in Thorpy,
M. J. (1990). Handbook of sleep disorders. New York: Marcel Dekker, INC.
White, L. (2003). Foundation of Nursing: Caring for the Whole Person. USA:
Lampiran 1
Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN
Oleh
Hasnelidawati (111121006)
Saya adalah mahasiswa S-1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan yang sedang melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendapatkan informasi tentang pola tidur pada lansia di Puskesmas
Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat yang merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaikan mata kuliah skripsi.
Bapak/Ibu dapat berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dengan
cara menjawab kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti selama 25 menit dan
menyerahkan kuesioner pada peneliti jika selesai diisi. Saya mengharapkan jawaban
Bapak/Ibu berikan sesuai dengan yang Bapak/Ibu alami tanpa dipengaruhi oleh orang
lain. Peneliti akan mendampingi Bapak/Ibu selama proses pengisian kuisioner.
Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan
ilmu keperawatan dan saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak/Ibu.
Bapak/Ibu bebas untuk ikut menjadi responden ataupun menolak tanpa adanya sangsi
apapun.
Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu
menandatangani formulir ini.
Tanda tangan responden :
Tanggal :