EVALUASI DINAMIKA CADANGAN KARBON
TETAP PADA HUTAN GAMBUT PRIMER DAN
BEKAS TERBAKAR DI HAMPANGEN DAN
KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH
I WAYAN SUSI DHARMAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Evaluasi Dinamika
Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di
Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah adalah karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Oktober 2012
I Wayan Susi Dharmawan
ABSTRACT
I WAYAN SUSI DHARMAWAN.
Analysis of Fixed Carbon Stock
at Primary and Burnt Peat Forest in Hampangen and Kalampangan,
Central Kalimantan
.
Under direction of BAMBANG HERO
SAHARJO, HADI SUSILO ARIFIN, SUPRIYANTO and CHAIRIL
ANWAR SIREGAR.
Bio-sequestration is one of the important carbon stock management that was underlined in several international meetings. Data on the carbon stock of vegetation and peat soil are very important to minimize the carbon stock estimation variation in peat forest. Effect of forest fire in peat forest will change dynamic of carbon stock in vegetation and peat soil. The objectives of this research were: 1) to analyse the vegetation carbon stock in primary and burnt peat forest, 2) to analyse the carbon stock in peat soil of primary and burnt peat forest and 3) to predict the recovery of vegetation biomass carbon stock in burnt peat forest. The research was done in primary peat forest (HGP), repeated-burnt peat forest (HG1), three years after burning peat forest (HG3) and eight years after burning peat forest (HG8) in Educational Forest of Palangkaraya University, Hampangen and Research Forest of Central Kalimantan Peatland Project, Kalampangan, Central Kalimantan. Cluster plot establishment was made available in each primary and burnt peat forest representing the period after burning and undisturbed condition. Each cluster plot consisted of four circular subplot (radius 7.32 m) and four circular annular plot (radius 17.95 m). The total number of circular subplot were 16 plots as well as 16 annular plots. Both data on vegetation biomass carbon stock and data on peat depth and peat soil samples were collected on those plots. The results of this research showed that to estimate total biomass for whole cluster, the most apropriate allometric equation was Y=0.061 (DBHxρxT)1.464
with R2 = 98.2%, mean error = 18.67%, AIC = 1,290.59 and RSE = 222.69. Total carbon stock from understorey, seedlings, saplings, poles and trees were 73.08 tonC/ha at HGP; 4.93 tonC/ha at HG1; 13.64 tonC/ha at HG3 and 26.13 tonC/ha at HG8, respectively. Total carbon stock of peat soil were 3,209.19 tonC/ha at HGP; 2,367.73 tonC/ha at HG1; 1,458.61 tonC/ha at HG3 and 1,129.91 tonC/ha at HG8, respectively. It is needed 25.4 years for vegetation biomass stock recovery at burnt peat forest to be similar to the primary peat forest. The carbon sequestration (removal factor) in burnt peat forest recovery was amounting to 3.70 tonC/ha/year or 13.57 tonCO2equivalent/ha/year.
RINGKASAN
I WAYAN SUSI DHARMAWAN. Evaluasi Dinamika Cadangan
Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di
Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah.
Dibimbing oleh
BAMBANG HERO SAHARJO, HADI SUSILO ARIFIN,
SUPRIYANTO dan CHAIRIL ANWAR SIREGAR.
Biosekuestrasi atau penyerapan karbondioksida oleh vegetasi merupakan salah satu pengelolaan cadangan karbon yang penting untuk digarisbawahi dalam setiap pertemuan internasional, tetapi beberapa data tersebut masih kurang lengkap dan tersebar. Data cadangan karbon dari vegetasi dan tanah gambut sangat penting untuk mengurangi variasi pendugaan stok karbon di hutan gambut. Kebakaran hutan gambut akan berpengaruh terhadap dinamika cadangan karbon di vegetasi dan tanah gambut.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika cadangan karbon pada hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran, menganalisis tingkat pendaman karbon organik tanah gambut pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran serta membuat prediksi pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi pada hutan gambut bekas kebakaran berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun dengan menggunakan perhitungan ekstrapolasi.
Penelitian telah dilakukan di hutan gambut primer (HGP), hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun (HG1), hutan gambut bekas terbakar setelah tiga tahun (HG3) dan hutan gambut bekas terbakar setelah delapan tahun (HG8) di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian
Central Kalimantan Peatland Project (CKPP), Kalampangan, Kalimantan Tengah. Klaster plot telah dibuat di setiap hutan gambut primer dan bekas kebakaran yang mewakili periode kondisi setelah pembakaran dan hutan gambut tidak terganggu. Setiap klaster terdiri dari empat subplot lingkaran (jari-jari 7,32 m) dan empat annular lingkaran (jari-jari 17,95 m). Jumlah total adalah 16 subplot lingkaran serta 16 annular lingkaran. Data cadangan biomassa karbon (diameter setinggi dada, identifikasi spesies, tinggi, berat pohon) dan data kedalaman gambut serta sampel gambut telah dikumpulkan dalam plot-plot tersebut.
hara yang berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis-jenis tanaman tertentu baik jenis pionir maupun jenis non pionir.
Untuk menduga biomassa total, maka persamaan allometrik yang paling tepat di HGP adalah Y=0,040 (DBHxρxT)1,524 dengan nilai R2 = 98,4%, nilai rerata simpangan = 21,62%, Akaike Information Criterion (AIC) = 395,74 dan
Residual Standard Error (RSE) = 378,11; di HG1 adalah Y=0,098 (DBH)2,350 dengan nilai R2 = 97,7%, nilai rerata simpangan = 16,20%, AIC = 55,72 dan RSE = 5,03; di HG3 adalah Y=0,084 (DBHxρxT)1,376 dengan nilai R2 = 97,8%, nilai rerata simpangan = 17,20%, AIC = 170,49 dan RSE = 10,78; di HG8 adalah Y=0,024 (DBHxρxT)1,667dengan nilai R2 = 98,5%, nilai rerata simpangan = 14,80%, AIC = 157,09 dan RSE = 8,91. Sementara itu, untuk menduga biomassa total pada keseluruhan klaster, maka persamaan allometrik yang paling tepat adalah Y=0,061 (DBHxρxT)1,464 dengan nilai R2 = 98,2%, nilai rerata simpangan = 18,67%, AIC = 1.290,59 dan RSE = 222,69.
Cadangan karbon total yang merupakan jumlah dari tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon adalah sebesar 73,08 tonC/ha di HGP; 4,93 tonC/ha di HG1; 13,64 tonC/ha di HG3 dan 26,13 tonC/ha di HG8. Secara keseluruhan, jika semua kandungan karbon organik pada semua bagian pohon dirata-rata tertimbang maka diperoleh nilai fraksi C sebesar 45,29%. Nilai fraksi C ini lebih kecil daripada nilai fraksi C default value yang digunakan oleh Brown (1997) dan IPCC (2006) masing-masing sebesar 50% dan 47%. Konsekuensi nilai fraksi karbon organik pohon yang lebih kecil dari Brown (1997) dan IPCC (2006) adalah bahwa cadangan karbon vegetasi akan lebih kecil dan nilai emisi karbon vegetasi juga akan semakin turun. Pemulihan biomassa dan cadangan karbon pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun sampai dengan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun dapat dilihat dari semakin meningkatnya proporsi cadangan karbon pada tingkat pancang+tiang.
Sementara itu, cadangan karbon gambut pada klaster hutan gambut primer, hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun dan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun masing-masing adalah sebesar 3.209,19 tonC/ha; 2.367,73 tonC/ha; 1.458,61 tonC/ha dan 1.129,91 tonC/ha. Perbedaan cadangan karbon gambut tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat ketebalan gambut dan tingkat kematangan gambut.
Pertumbuhan biomassa vegetasi hutan gambut (dari tingkat tumbuhan bawah sampai dengan pohon) untuk mendekati kondisi biomassa vegetasi di hutan gambut primer memerlukan waktu pemulihan selama 25,4 tahun dengan asumsi bahwa pertambahan biomassa vegetasi mengikuti persamaan fungsi power
dan tanpa adanya gangguan. Tingkat serapan karbon (removal factor)pada hutan gambut bekas kebakaran adalah sebesar 3,70 tonC/ha/tahun atau setara 13,57 tonCO2ekuivalen/ha/tahun.
Potensi serapan karbon vegetasi yang masih tinggi tersebut dapat untuk lebih meningkatkan upaya konservasi cadangan karbon di hutan gambut yang terganggu akibat kebakaran. Dengan nilai serapan karbon yang masih lebih besar daripada emisi karbon akibat drainase, maka dengan pulihnya hutan gambut bekas kebakaran masih memiliki nilai surplus serapan karbon sebesar 4,57 tonCO2ekuivalen/ha/tahun.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
EVALUASI DINAMIKA CADANGAN KARBON TETAP
PADA HUTAN GAMBUT PRIMER DAN BEKAS
TERBAKAR DI HAMPANGEN DAN KALAMPANGAN,
KALIMANTAN TENGAH
I WAYAN SUSI DHARMAWAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr. Kirsfianti L. Ginoga, MSc
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan
2. Dr. Teddy Rusolono, MS
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:
1. Dr. Iman Santoso, MSc
Kepala Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan
2. Prof. Dr. Cecep Kusmana
Judul Disertasi : Evaluasi Dinamika Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah
Nama : I Wayan Susi Dharmawan
NIM : E 461090064
Diketahui
Ketua Program Studi Silvikultur Tropika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS
Tanggal Ujian: 10 September 2012 Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr
Dr. Ir. Supriyanto
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS Anggota
PRAKATA
Ucapan syukur alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas perkenan dan kehendak-Nya maka disertasi penelitian dengan judul Evaluasi Dinamika Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tulisan ini pada dasarnya ingin menjawab seberapa jauh dampak moratorium INPRES No. 10 Tahun 2010 tentang Moratorium Hutan Primer dan Lahan Gambut di Indonesia, khususnya pada areal hutan gambut bekas terbakar dan pemulihannya dari aspek cadangan bioamasa karbon.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Supriyanto, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS, dan Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas saran, perbaikan dan masukan yang telah disampaikan demi kesempurnaan disertasi penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Nur Masripatin selaku penguji luar komisi pada ujian prelim lisan; Dr. Kirsfianti L. Ginoga, MSc dan Dr. Teddy Rusolono, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Iman Santoso, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka; Prof. Dr. Cecep Kusmana selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan ujian prelim lisan; Prof. Dr. Nurheni Wijayanto, Dr. Naresworo Nugroho selaku wakil dari Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku Ketua Program Studi Silvikultur Tropika IPB yang turut memberi masukan saran untuk perbaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan juga kepada Dr. Aswin Usup selaku Direktur Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Ketua Central Kalimantan Peatland Project (CKPP), Kalampangan yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di kedua areal kawasan hutan gambut tersebut.Selain itu, penulis juga menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang setingginya-tingginya kepada Sekretariat Badan Litbang Kehutanan dan Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan yang telah memberi beasiswa studi S3 melalui program Research School, teman-teman teknisi di Laboratorium Tanah Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor yang telah banyak membantu kerja di lapangan dan di laboratorium serta orang tua, isteri dan anak-anakku yang telah memberi semangat dan dorongan belajar.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 3 Nopember 1975 sebagai anak pertama dari pasangan I Made Suantia, SmHk dan Ni Made Siti Widarsih. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor diperoleh tahun 2009. Beasiswa pendidikan program doktor ini diperoleh dari program Research School Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Pada tahun 1999-2004, penulis bekerja di SEAMEO-BIOTROP pada Laboratorium Silvikultur dan Bioteknologi Hutan. Pada tahun 2005-2007, penulis bekerja di Direktorat Pengelolaan DAS, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Pada tahun 2008 sampai dengan sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Penulis pernah mengikuti berbagai pelatihan/kursus, antara lain: analisis statistik dengan aplikasi Minitab dan SAS, biodiversiti dan konservasi bryophyta dan lichen, monitoring kesehatan hutan, remote sensing dan analisis lanskap, model sistem dinamik. Berbagai pertemuan ilmiah internasional dan nasional yang pernah diikuti penulis adalah Acid Deposition Monitoring Network di Kobe dan Tokyo, Jepang pada tahun 2008; REDD meeting di Nusa Dua Bali tahun 2009; IPCC Workshop on Land Use Area Change Assessment tahun 2010 di Sao Jose dos Santos, Brazil; Workshop on Forest Landscape Restoration di Tabanan, Bali tahun 2010; Colloquium of Landscape Student di Universiti Teknologi Malaysia, Johor tahun 2010; international summer school di SEAMEO-BIOTROP, Bogor tahun 2010 dan forestry leadership meeting di Whistler, British Columbia, Canada tahun 2012. Organisasi yang pernah diikuti antara lain: Himpunan Mahasiswa Islam, Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (PP MKTI), Indonesian Hydrology Programme (IHP), EANET (East Asia Networking for Acid Deposition Monitoring Indonesia), Kelompok Kerja Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan dan IPCC – Indonesia.
Sebagian hasil tulisan ini akan diterbitkan pada Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No. 3 Tahun 2012 yang telah terakreditasi B dari LIPI. Hasil penelitian ini juga telah dipresentasikan pada Workshop Pengelolaan Hutan Gambut Lestari di Jakarta tanggal 19 Juli 2012, Bimbingan Teknis Upaya Konservasi Hutan dalam Menurunkan Emisi di Kementerian Perindustrian tanggal 4 Juli 2012 serta Workshop Penghitungan Cadangan Karbon dan Penyiapan Pokja REDD+ di Ambon tanggal 30 dan 31 Juli 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………... iv
DAFTAR GAMBAR ………... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
I PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang……… 1
1.2. Perumusan Masalah....………. 3
1.3. Tujuan Penelitian………... 3
1.4. Hipotesis Penelitian………. 4
1.5. Manfaat Penelitian………... 5
1.6. Kebaharuan Penelitian (Novelty) ……….... 5
II TINJAUAN PUSTAKA………... 8
2.1. Cadangan Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut ….….. 8
2.2. Pendaman Karbon Organik Gambut... 10
2.3. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut... 13
III METODE PENELITIAN……… 16
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ………... 20
3.2. Bahan dan Alat………. 20
3.3. Metode Untuk Menganalisis Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar ... 20
3.3.1. Pengukuran Variabel Lingkungan... 20
3.3.2. Sampling...……….... 20
3.3.3. Pembuatan Plot……... 21
3.3.4. Pengukuran Biomassa Tegakan pada Hutan Gambut Primer, Hutan Gambut Bekas Terbakar Berulang Tiap Tahun, Hutan Gambut Bekas Terbakar setelah 3 Tahun dan 8 Tahun... 23
3.3.5. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah... 24
3.3.6. Pengukuran Biomassa Nekromas ……... 25
3.3.7. Pengukuran Biomassa Serasah ………... 26
3.4. Metode untuk Menganalisis Tingkat Pendaman Karbon Organik Tanah Gambut ... 26 3.5. Metode Untuk Membuat Prediksi Pemulihan Cadangan
Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun dan Setelah 8 Tahun dengan Menggunakan Perhitungan Ekstrapolasi... 3.6.Analisis Data...………...
26 27
3.6.1. Untuk Mengetahui Tingkat Cadangan Karbon Vegetasi... 3.6.2. Analisis Uji Beda Nyata... 3.6.3. Untuk Mengetahui Tingkat Pendaman Karbon
Organik Tanah... 3.6.4. Untuk Mengetahui Prediksi Pemulihan Cadangan
Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... ...
IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN...
27 28
29
29
30 4.1. Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya
Hampangen... 30 4.2. Hutan Penelitian Central Kalimantan Peatland
Project (CKPP), Kalampangan...
V HASIL DAN PEMBAHASAN... 5.1. Hasil... 5.1.1. Analisis Tingkat Cadangan Karbon Tetap Vegetasi Pada Beberapa Umur Hutan Gambut Bekas Kebakaran ... 5.1.1.1. Karakteristik Variabel Lingkungan... 5.1.1.2. Komposisi Vegetasi pada Hutan Gambut
Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer...
5.1.1.3. Formulasi Persamaan Allometrik
Pendugaan Biomassa Karbon pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.1.1.4. Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada
Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.1.2. Analisis Tingkat Pendaman Karbon Organik
Gambut... 5.1.2.1. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Kimia... 5.1.2.2. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Fisika... 5.1.2.3. Pendaman Karbon Organik Gambut... 5.1.3. Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun Dan Setelah 8 Tahun... 5.1.3.1. Biomassa Vegetasi dan Hubungannya
dengan Karakteristik Kimia Gambut... 5.1.3.2. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... 5.1.3.3. Relevansi Hasil Penelitian dengan
Konservasi Cadangan Karbon terkait
REDD+ (Reducing Emission from
Deforestation and Degradation+)...
5.2. Pembahasan... 5.2.1. Analisis Tingkat Cadangan Karbon Tetap Vegetasi Pada Beberapa Umur Hutan Gambut Bekas Kebakaran ... 5.2.1.1. Karakteristik Variabel Lingkungan... 5.2.1.2. Komposisi Vegetasi pada Hutan Gambut
Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.1.3. Formulasi Persamaan Allometrik
Pendugaan Biomassa Karbon pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.1.4. Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada
Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.2. Analisis Tingkat Pendaman Karbon Organik
Gambut... 5.2.2.1. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Kimia... 5.2.2.2. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Fisika... 5.2.2.3. Pendaman Karbon Organik Gambut... 5.2.3. Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun Dan Setelah 8 Tahun... 5.2.3.1. Biomassa Vegetasi dan Hubungannya
dengan Karakteristik Kimia Gambut... 5.2.3.2. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... 5.2.3.3. Relevansi Hasil Penelitian dengan
Konservasi Cadangan Karbon terkait
REDD+ (Reducing Emission from
Deforestation and Degradation+)... 5.2.3.4. Implikasi Kebijakan...
77 79 79 79 81 83 89 96 97 99 102 104 105 106 108 109
VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan... 6.2. Saran...
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Cadangan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut
dan hutan tanah mineral (tC/ha)... 8
2. Beberapa hasil penelitian biomassa dan C tersimpan pada vegetasi di lahan gambut... 9
3. Luas lahan dan cadangan karbon lahan gambut (biomassa
tanaman tidak dimasukkan)... 11
4. Nilai kisaran dan rerata kerapatan lindak tanah gambut (bulk density/BD) dan kadar C organik pada tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Kalimantan-Indonesia ...
5. Sebaran cadangan karbon tanah gambut pada masing-masing wilayah Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah...
6. Sebaran cadangan karbon tanah gambut berdasarkan
kedalaman gambut di Propinsi Kalimantan Tengah...
7. Titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat...
8. Suhu lingkungan di lokasi penelitian...
9. Tinggi muka air gambut dan persentase penutupan tajuk...
10. Karakteristik kimia tanah di lokasi penelitian...
11. Sebaran kelas diameter dan jumlah individu pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
12. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa total dan karbon total pada tiap lokasi penelitian...
13. Uji beda nyata antar persamaan allometrik pada hutan gambut primer dan bekas kebakaran di lokasi penelitian...
14. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa cabang dan karbon cabang pada tiap lokasi penelitian...
15. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa daun dan karbon daun pada tiap lokasi penelitian...
12
13
13
19
32
33
34
42
43
44
45
46
16.Persamaan allometrik pohon penduga biomassa ranting dan karbon ranting pada tiap lokasi penelitian...
17.Persamaan allometrik pohon penduga biomassa batang dan karbon batang pada tiap lokasi penelitian...
18.Nilai kerapatan jenis kayu pada jenis-jenis yang ditemukan di seluruh klaster plot hutan gambut...
19.Nilai kerapatan jenis kayu berdasarkan tipe hutan gambut...
20.Perbandingan antara persamaan allometrik lokal terpilih penduga biomassa total pohon dengan persamaan allometrik Chaves (2005) dan Ketterings (2001)...
21.Persamaan allometrik tumbuhan bawah dan semai penduga biomassa total dan karbon total pada tiap lokasi penelitian...
22.Persamaan allometrik nekromas dengan diameter > 10 cm (pohon berdiri tanpa ranting dan cabang) penduga biomassa batang dan karbon batang pada seluruh klaster lokasi penelitian...
23.Fraksi C organik pohon (bagian daun, ranting, cabang, batang), semai, tumbuhan bawah, serasah dan nekromas...
24.Fraksi C organik pohon secara keseluruhan berdasarkan perhitungan rerata tertimbang...
25.Dominansi tumbuhan bawah berdasarkan kandungan
biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan
CO2...
26.Dominansi semai berdasarkan kandungan biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan CO2...
27.Dominansi pancang berdasarkan kandungan biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan CO2...
28.Dominansi tiang berdasarkan kandungan biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan CO2...
29.Dominansi pohon berdasarkan kandungan biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan CO2...
47
48
49
50
51
52
52
53
53
54
55
56
57
58
30.Cadangan karbon vegetasi tumbuhan bawah pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
31.Cadangan karbon vegetasi semai pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
32.Cadangan karbon vegetasi pancang dan tiang pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
33.Cadangan karbon vegetasi pohon pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
34.Cadangan karbon vegetasi (jumlah total tingkat tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon) pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
35.Cadangan karbon serasah pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
36.Cadangan karbon nekromas dengan diameter ≤ 10 cm pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
37.Cadangan karbon nekromas dengan diameter > 10 cm pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
38.Proporsi kandungan karbon pada masing-masing pool karbon terhadap keseluruhan pool karbon...
39.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan gambut primer...
40.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun...
41.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun...
42.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun...
43.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan gambut primer...
44.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun...
59
59
60
60
61
61
62
62
63
64
65
66
66
67
67
45.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun...
46.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun...
47.Tesktur tanah di bawah lapisan gambut pada masing-masing lokasi penelitian hutan gambut...
48.Kedalaman gambut dan cadangan karbon pada masing-masing plot penelitian hutan gambut...
49.Karakteristik tipe kematangan gambut, bulk density, kadar abu dan karbon organik gambut pada keseluruhan plot penelitian hutan gambut...
50.Karakteristik bulk density, kadar abu dan karbon organik gambut pada masing-masing plot penelitian hutan gambut...
51.Keeratan hubungan (nilai koefisien korelasi Pearson/nilai r) antara biomassa vegetasi dengan karakteristik kimia gambut....
52.Dinamika karakteristik kimia gambut yang memiliki nilai keeratan hubungan tinggi (nilai koefisien korelasi
Pearson/nilai r ≥ 0,60) dengan biomassa vegetasi ...
53.Pemilihan model persamaan untuk pendugaan pemulihan cadangan karbon vegetasi...
54.Hasil analisis perubahan cadangan karbon tahunan pada hutan gambut bekas kebakaran...
55.Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume ((jumlah total tingkat pancang, tiang dan pohon) pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
56.Kriteria kimia gambut eutropik, mesotropik, dan oligotropik menurut...
57.Target penurunan emisi setiap bidang (Perpres No. 61 tahun 2011)...
67
68
68
69
69
69
74
75
76
78
78
98
110
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian……… 4
2. Lokasi Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya... 16
3. Lokasi hutan gambut terbakar berulang tiap tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kejadian kebakaran bulan September 2009 (B) dan kejadian kebakaran bulan
Januari 2010 (C)... 17
4. Lokasi hutan gambut terbakar setelah 3 tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kondisi lokasi plot pada
bulan September 2009 (B)... 18
5. Lokasi hutan gambut terbakar setelah 8 tahun: kejadian kebakaran bulan Oktober 2003 (A), kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (B)...
6. Lokasi hutan gambut primer: kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (A), kondisi lokasi plot pada bulan Januari 2011 (B)...
18
19
7. Turunan klaster plot dari heksagon plot dan plot pengukuran serta titik sampling tanah...………...
8. Curah hujan di Stasiun Pengamatan BMKG Tangkiling tahun 2007 – 2010...
9. Curah hujan di Stasiun Pengamatan BMKG Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya tahun 2007 – 2010...
10. Profil tegakan hutan gambut primer dan kondisi riil di lapangan...
11. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun dan kondisi riil di lapangan...
12. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun dan kondisi riil di lapangan...
13. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun dan kondisi riil di lapangan...
22
33
34
35
36
37
38
14.Jumlah spesies tumbuhan bawah dalam 16 plot x 4 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
15.Jumlah spesies semai (DBH < 2,5 cm) dalam 16 plot x 4 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
16.Jumlah spesies pancang (DBH 2,5 cm – 9,9 cm) dalam 4 plot x 168,25 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
17. Jumlah spesies tiang (DBH 10,0 cm – 19,9 cm) dalam 4 plot x 168,25 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
18. Jumlah spesies pohon (DBH > 19,9 cm) dalam 4 plot x 1.011,72 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut...
19. Hubungan antara kadar abu dengan karbon organik pada keseluruhan plot penelitian hutan gambut...
20. Hubungan antara bulk density dengan karbon organik pada keseluruhan plot penelitian hutan gambut...
21. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut primer...
22. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun...
23. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun...
24. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun...
25. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan cadangan karbon tanah gambut di keseluruhan plot hutan gambut primer dan bekas terbakar...
26.Prediksi waktu pemulihan biomassa vegetasi hutan gambut setelah terjadinya kebakaran sampai dengan umur 26 tahun (asumsi: pertambahan biomassa vegetasi mengikuti fungsi persamaan power dan tanpa adanya gangguan)...
39
40
40
41
41
70
71
71
72
72
73
73
77
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jenis-jenis tingkat tumbuhan bawah di seluruh klaster plot
penelitian... 121
2. Jenis-jenis tingkat semai di seluruh klaster plot penelitian... 122
3. Jenis-jenis tingkat pancang di seluruh klaster plot penelitian... 124
4. Jenis-jenis tingkat tiang di seluruh klaster plot penelitian...
5. Jenis-jenis tingkat pohon di klaster hutan gambut primer...
6. Keberadaan jenis tingkat tumbuhan bawah pada seluruh klaster plot hutan gambut...
7. Keberadaan jenis tingkat semai, pancang, tiang dan pohon pada seluruh klaster plot hutan gambut...
8. Keberadaan jenis tingkat semai pada seluruh klaster plot hutan gambut...
9. Keberadaan jenis tingkat pancang pada seluruh klaster plot hutan gambut...
10. Keberadaan jenis tingkat tiang pada seluruh klaster plot hutan gambut...
11. Keberadaan jenis tingkat pohon pada seluruh klaster plot hutan gambut...
12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat tumbuhan bawah...
13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat semai...
14. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat pancang dan tiang...
126
127
128
129
132
134
136
137
138
140
142
15. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada serasah...
16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada nekromas dengan diameter ≤ 10 cm...
17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada nekromas dengan diameter > 10 cm...
18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada total tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon...
19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kedalaman gambut dan cadangan karbon gambut...
20. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai bulk density gambut, kadar abu gambut dan kandungan C organik gambut...
21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume pada total pancang dan tiang...
22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume pada total pancang, tiang dan pohon...
23. Hasil analisis korelasi Pearson antara biomassa total (tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon) dengan karakteristik kimia gambut pada seluruh klaster hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar...
24. Proses diskusi via email dengan Tim USDA FS terkait penomoran heksagon...
144
146
148
150
152
153
155
156
157
160
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia
dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau
Sulawesi dan Pulau Papua. Pengurangan emisi karbon dari lahan gambut bersifat
kompleks karena adanya variasi alami kedalaman gambut dan variasi vegetasi
alaminya. Selain itu, didukung pula adanya kenyataan bahwa hutan gambut telah
dimanfaatkan secara luas baik itu untuk hutan tanaman, perkebunan maupun
pertanian. Penyediaan data cadangan karbon melalui biosekuestrasi dan data
karbon organik tanah merupakan data penting yang memerlukan kegiatan
inventarisasi secara tepat. Hutan gambut memiliki potensi serapan karbon di atas
permukaan tanah (above ground biomass) yang cukup besar yaitu 200 tC/ha (Agus 2007). Penyediaan data cadangan karbon vegetasi dan tanah gambut
penting dalam mengestimasi data untuk mengisi keterbatasan data yang ada
sehingga variasi data cadangan karbon di hutan gambut dapat dikurangi. Data
cadangan karbon ini dapat digunakan dalam kerangka implementasi REDD+
khususnya sebagai baseline data (pangkalan data) untuk konservasi cadangan karbon dan peningkatan cadangan karbon pada areal-areal konservasi hutan
gambut. Pangkalan data tersebut diperlukan untuk mendukung
kebijakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional dan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Untuk mendukung kerangka implementasi
REDD/REDD+ di Indonesia maka Kementerian Kehutanan telah menyiapkan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.68/Menhut-II/2008 tentang
Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.
30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (REDD) dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.
Penyerapan dan penyimpanan gas karbondioksida dari atmosfer melalui
2
menyerap emisi gas karbondioksida dari atmosfer melalui praktek-praktek seperti
reforestasi, pencegahan deforestasi dan rekayasa genetik maupun melalui
peningkatan karbon organik tanah di kawasan hutan. Data cadangan karbon dan
karbon organik tanah pada hutan gambut sangatlah bervariasi dan kondisi ini
tentunya akan mempengaruhi kualitas data yang tersedia. Variasi data yang tinggi
ini menghasilkan tingkat ketidakpastian data yang tinggi pula (high uncertainty) dan hal ini menjadi masalah yang selalu ditemui dalam kegiatan inventarisasi
cadangan karbon dan karbon organik tanah pada hutan gambut. Tingginya
variasi data (uncertainty) pada emisi hutan gambut dapat dilihat dari data rerata emisi kebakaran gambut dari tahun 1997-2007 di wilayah Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera memiliki variasi yang sangat tinggi dari beberapa studi yang
dibandingkan, yaitu 1.624 MtCO2 (Heil et al. 2007), 360 MtCO2 (Levine 1999), 1.191 MtCO2 dan 3.778 MtCO2 (Page et al. 2002), 1.029 MtCO2 (Duncan 2003), 466 MtCO2 (Van der Werf et al. 2007) dan 6,4 MtCO2 (IFCA 2008). Studi-studi terkait emisi kebakaran gambut tersebut hanya didasarkan pada penghitungan
gross emission saja dan tidak berdasarkan pada penghitungan nett emission yang
mempertimbangkan tingkat serapan karbondioksida dari pertumbuhan tanaman
yang telah pulih setelah terjadinya kebakaran. Selain itu, penghitungan emisi
kebakaran tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik ekstrapolasi data
lapangan dengan kombinasi analisis citra satelit. Data cadangan karbon juga
bervariasi yaitu untuk biomasa di atas tanah sebesar 150-200 tC/ha dan biomassa
di bawah tanah sebesar 300-6.000 tC/ha (Agus dan Subiksa 2008). Bervariasinya
data tersebut disebabkan oleh pendekatan metodologi teknis yang berbeda serta
hutan gambut memiliki topologi yang sangat spesifik baik itu dari tingkat
kematangan gambutnya maupun variasi jenis yang hidup di hutan lahan gambut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka diperlukan lebih banyak
penelitian inventarisasi cadangan karbon dan karbon organik tanah pada hutan
gambut secara lebih spesifik dengan memperhatikan topologi kondisi hutan
gambut. Penelitian cadangan karbon dan kandungan karbon organik tanah pada
hutan gambut primer dan bekas terbakar pada beberapa umur bekas kebakaran
masih sangat jarang. Perubahan kandungan karbon pada vegetasi hutan gambut
3
perlu dilakukan penelitian yang menitikberatkan pada permasalahan bagaimana
kecenderungan perubahan cadangan karbon pada vegetasi hutan gambut dan tanah
gambut yang mengalami perubahan tutupan lahan akibat kebakaran.
Dalam rangka meningkatkan keakurasian data cadangan karbon spesifik
pada hutan gambut, maka penelitian ini akan memfokuskan pada evaluasi
dinamika cadangan karbon pada hutan gambut primer dan bekas terbakar berulang
tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun.
1.2.
Keterbatasan data untuk mengestimasi cadangan karbon pada vegetasi dan
tanah gambut baik hutan gambut primer maupun hutan gambut bekas terbakar
memerlukan upaya inventarisasi cadangan biomassa karbon yang lebih intensif.
Perbedaan dalam pendekatan metodologi teknis serta kondisi spesifik yang
berbeda dalam hal tingkat kematangan dan kedalaman gambut menyebabkan
variasi yang sangat tinggi dalam penghitungan cadangan karbon di hutan gambut
(SNC 2009). Dalam kondisi alami, hutan gambut sebagai penyimpan karbon
(stock). Namun sebaliknya, apabila hutan lahan gambut mengalami gangguan
seperti kebakaran hutan maka bertindak sebagai emitter. Tingkat gangguan kebakaran akan memberikan dinamika cadangan karbon yang berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kerusakannya. Untuk mendukung tersedianya data yang valid
sesuai kondisi spesifik lokasi dari simpanan karbon tegakan dan karbon organik
tanah pada berbagai kondisi hutan gambut (primer dan terganggu akibat
kebakaran), terutama pada hutan gambut di Propinsi Kalimantan Tengah, maka
penelitian ini penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
1.3.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dinamika
cadangan karbon pada hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar
berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8
tahun.
Tujuan Penelitian
4
a) menganalisis tingkat cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan
beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran
b) menganalisis tingkat pendaman karbon organik tanah gambut pada hutan
gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran
c) membuat prediksi pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi pada hutan
gambut bekas kebakaran berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun
dengan menggunakan perhitungan ekstrapolasi.
Selanjutnya ditampilkan skema dan alur pikir kegiatan penelitian ini
(Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
1.4. Hipotesis Penelitian
a) dinamika pertumbuhan vegetasi pada beberapa tingkat umur hutan gambut
5
b) tingkat pendaman karbon organik tanah gambut berbeda pada hutan gambut
primer dan bekas terbakar yang dipengaruhi oleh tipe kematangan gambut dan
kedalaman gambut
c) pemulihan cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut bekas kebakaran
berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun memerlukan kurun
waktu tertentu untuk mendekati cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut
primer.
1.5. Manfaat Penelitian
a) pengembangan pendekatan metodologi untuk menyediakan informasi
database (pangkalan data) mengenai cadangan karbon tegakan, nekromas,
serasah dan tumbuhan bawah pada hutan gambut primer dan bekas kebakaran
berulang tiap tahun, 3 tahun dan 8 tahun
Dari hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
b) pengembangan pendekatan metodologi untuk menyediakan informasi
database (pangkalan data) mengenai cadangan karbon organik tanah pada
hutan gambut primer dan bekas kebakaran berulang tiap tahun, 3 tahun dan 8
tahun
c) meningkatkan keakurasian data dan memperkecil tingkat uncertainty pendugaan biomassa karbon tegakan dengan menggunakan persamaan
alometrik lokal yang diperoleh secara destructive sampling
d) penyediaan basis ilmiah yang lebih baik/reliable untuk pengambilan keputusan/penentuan kebijakan
e) penyediaan basis ilmiah dalam pengelolaan lestari hutan gambut untuk
mendukung target penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 26%
tahun 2020.
1.6.
Pencapaian kebaharuan/novelty penelitian didasarkan pada kriteria focus (fokus), advance (terdepan di bidangnya) dan scholar (ilmiah).
Kebaharuan Penelitian (Novelty)
Hasil penelitian
6
spesifik untuk pendugaan biomassa karbon tegakan (kecuali akar pohon), s
Hasil penelitian ini difokuskan untuk mendapatkan besaran kandungan
biomassa vegetasi dan nilai faktor serapan (removal factor) karbon pada beberapa tingkat pemulihan hutan gambut bekas kebakaran sehingga dapat diketahui
prediksi pemulihannya akan memerlukan waktu seberapa lama. Status dan
kecenderungan perubahan cadangan biomassa karbon untuk memprediksi
pemulihan biomassa karbon (total dari tumbuhan bawah sampai dengan pohon)
pada hutan gambut bekas terbakar untuk mendekati kondisi biomassa karbon
hutan gambut primer belum pernah dilakukan. Prediksi pemulihan hutan gambut
bekas terbakar untuk mendekati kondisi hutan gambut primer di Kalimantan
Tengah baru didasarkan pada perhitungan luas bidang dasar (LBDS) pada pohon
dengan kisaran diameter 5 – 15 cm (Simbolon 2003). Database dan informasi
cadangan karbon hutan gambut primer dan bekas terbakar yang didapatkan secara
langsung dari lapangan dan analisis laboratorium dapat memperbaiki nilai fraksi
karbon organik pohon yang selama ini digunakan yaitu 50% (Brown 1997) dan
47% (IPCC 2006). Penelitian ini menghasilkan nilai fraksi karbon organik pohon
sebesar 45,29%. Konsekuensi nilai fraksi karbon organik pohon yang lebih kecil
dari Brown (1997) dan IPCC (2006) adalah bahwa cadangan karbon vegetasi akan
lebih kecil dan nilai emisi karbon vegetasi juga akan semakin turun.
tatus
dan kecenderungan perubahan cadangan biomassa karbon berdasarkan deret
waktu pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar
setelah 3 tahun, bekas terbakar setelah 8 tahun, pengembangan rancangan/design plot untuk inventarisasi biomassa karbon serta database dan informasi cadangan karbon hutan gambut primer dan bekas terbakar yang didapatkan secara langsung
dari lapangan dan analisis laboratorium.
Lebih lanjut terkait kriteria advance, dari hasil penelitian ini diperoleh persamaan allometrik lokal spesifik (n = 119 sampel pohon, diameter setinggi
dada/DBH = 2,5 cm – 71,6 cm) pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap
tahun, hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun, hutan gambut bekas terbakar
setelah 8 tahun dan hutan gambut primer. Persamaan allometrik lokal untuk
pendugaan biomassa di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas
7
persamaan allometrik lokal pendugaan biomassa di hutan gambut bekas terbakar
antara lain: persamaan allometrik lokal hutan gambut bekas terbakar setelah 10
tahun (Wasis dan Mulyana 2011), persamaan allometrik lokal hutan gambut bekas
tebangan dan bekas terbakar (Solikhin 2009; Jaya et al. 2007). Kebaharuan
penelitian ini juga terletak pada kedetilan parameter yang digunakan untuk
formulasi persamaan allometrik. Persamaan allometrik hasil penelitian ini sudah
menggunakan parameter DBH (diameter setinggi dada), tinggi total pohon dan
kerapatan jenis kayu sehingga persamaan allometrik yang diperoleh akan
memperkecil nilai simpangan dugaan dan nilai sebenarnya sehingga dapat
menurunkan tingkat uncertainty/ketidakpastian. Persamaan Wasis dan Mulyana
(2011) menggunakan parameter DBH dan tinggi total. Sementara itu, persamaan
Solikhin (2009) dan Jaya et al. (2007) hanya menggunakan parameter DBH saja.
Penelitian telah dilakukan dengan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah (scholar)
penelitian berdasarkan acuan pustaka yang diperoleh dan adaptasi metodologi
yang telah ada. Pengambilan contoh (sampling) dalam penelitian ini
menggunakan rancangan/design plot berbentuk klaster lingkaran yang diturunkan dari plot heksagon yang telah dikembangkan oleh EPA (Environmental Protection
Agency). Rancangan plot ini dipilih karena bentuk heksagon memiliki tingkat
ketahanan yang tinggi terhadap penyimpangan/perubahan spasial permukaan bumi
(Bechtold et al. 2007), memiliki tingkat keterwakilan jenis yang tinggi (Supriyanto et al. 2001) dan sebenarnya bentuk globe bumi akan habis terbagi dengan bentuk heksagon sehingga klaster penelitian ini dapat menjadi bagian
dalam penomoran heksagon internasional di masa mendatang (Stolte K 29 Juni
2012, komunikasi pribadi) (Lampiran 24). Penelitian-penelitian di hutan gambut
pada umumnya menggunakan rancangan plot persegi panjang dan bujur sangkar
(Wasis dan Mulyana 2011; Solikhin 2009; Jaya et al. 2007; Simbolon 2003). Pengukuran dan penghitungan biomassa vegetasi didasarkan pada metodologi
yang telah dikembangkan oleh JIFPRO (2000) dan SNI 7725 (2011). Analisis
8
2.1.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biomassa vegetasi di hutan lahan gambut bervariasi antara 1 sampai dengan
70 ton C/ha (Dyck and Shay 1999; Grigal et al. 1985). Biomassa vegetasi pada lahan gambut terbuka adalah berkisar antara 0,7 sampai dengan 4 ton C/ha (Moore
et al. 2002). Pada lahan gambut terbuka, vegetasi yang mendominasi adalah
herba, bryophytes dan tumbuhan bawah. Produktivitas biomassa vegetasi lahan
gambut sangat dipengaruhi oleh tinggi muka air pada lahan gambut (Moore et al. 2002; Chapin et al. 2004).
Cadangan Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut
Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, serasah di
bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut
(substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa
tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan
karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah
tropis, karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih
dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral
(Agus dan Subiksa 2008) (Tabel 1).
Pada umumnya, hutan lahan gambut memiliki 200 ton C/ha biomassa di atas
permukaan (Rahayu et al. 2005). Hutan lahan gambut yang masih tersisa seluas 12 juta ha dan mengandung sekitar 1,8 sampai dengan 2,4 giga ton karbon.
Tabel 1 Cadangan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (tC/ha)
Komponen Hutan gambut Hutan primer tanah mineral
Atas permukaan tanah 150 – 200 200 – 350
Bawah permukaan tanah 300 – 6.000 30 – 300
Sumber: Agus dan Subiksa (2008)
Besaran biomassa dan cadangan karbon pada vegetasi di hutan gambut
9
Tabel 2 Beberapa hasil penelitian biomassa dan C tersimpan pada vegetasi di lahan gambut (biomassa di atas permukaan)
Studi Lokasi Tipe hutan Biomassa
(ton/ha)
C tersimpan (ton/ha) Jaya et al. (2005) Kalteng Rawa gambut
alam
583 268,18
Waldes and Page (2002)
DAS Sebangau,
Kalteng
Rawa gambut campuran
312 143,52
Kaneko (1992) Thailand Hutan
gambut
287 - 491 132,02 – 225,86
Sumber : Jaya et al. (2007)
Pada kondisi hutan alam (bekas tebangan dan sekunder), jumlah pohon
menurut kelas diameter memiliki persebaran yang membentuk grafik huruf ”J”
terbalik menunjukkan bahwa jumlah pohon berdiameter kecil lebih banyak
dibandingkan pohon yang berdiameter besar. Vegetasi dengan kelas diameter 5-15
cm dan 65 cm ke atas lebih banyak dijumpai pada hutan bekas tebangan
dibandingkan pada hutan sekunder. Sedangkan vegetasi dengan kelas diameter
15-65 cm lebih banyak dijumpai pada hutan sekunder. Hal ini menggambarkan
bahwa pada hutan bekas tebangan dapat dijumpai lebih banyak pohon berdiameter
besar dan lapisan bawah (understorey) didominasi oleh anakan pohon (pohon tingkat semai). Untuk sebaran cadangan karbon menurut kelas diameter pada
kedua tipe hutan alam memiliki pola sebaran yang berbeda. Pada hutan bekas
tebangan, simpanan karbon terbanyak ditemukan pada pohon-pohon dengan kelas
diameter > 75 cm. Meskipun jumlah pohonnya lebih sedikit, kandungan
biomassanya mencapai 81,22 ton/ha sehingga cadangan karbonnya adalah 40,61
ton/ha. Jumlah karbon tersimpan terbanyak kedua dan ketiga adalah kelas
diameter 65-75 cm dan 15-25 cm yang masing-masing memiliki cadangan karbon
sebesar 20,25 ton/ha dan 18,95 ton/ha (Rochmayanto 2008). Hasil penelitian
tersebut berbeda dengan cadangan karbon di hutan rawa gambut yang berkategori
relatif baik pada kawasan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah
yang menyebutkan bahwa biomassa dan karbon vegetasi terkonsentrasi pada kelas
10
Total cadangan karbon (biomassa di atas permukaan) di hutan alam gambut
di Kabupaten Pelalawan, Riau sebesar 126,01 ton/ha untuk hutan bekas tebangan
dan 83,49 ton/ha untuk hutan sekunder (Rochmayanto 2008). Jumlah tersebut
ternyata berbeda jauh dengan hasil penelitian Jaya et al. (2007), yang menyebutkan bahwa cadangan karbon hutan gambut di Kalteng sebesar 268,18
ton/ha. Perbedaan tersebut selain disebabkan oleh perbedaan ekosistem antar
lokasi penelitian, juga dapat diakibatkan oleh perbedaan persamaan allometrik
yang digunakan dan ukuran plot yang digunakan. Jaya et al. (2007) menggunakan persamaan allometrik yang dikembangkan oleh Yamakura et al. (1986), sementara penelitian Rochmayanto (2008) menggunakan persamaan allometrik menurut
Murdiyarso et al. (2004).
Sebagai perbandingan lainnya, Brown (1997) melaporkan hasil studinya
tentang kandungan biomassa vegetasi di atas permukaan pada beberapa daerah
tropis kering. Di hutan primer Kamerun (Afrika) tercatat biomassa atas
permukaan sebesar 310 ton/ha dengan cadangan karbon sebesar 155 ton/ha. Di
hutan sekunder Nicaragua (Amerika) dilaporkan biomassa atas permukaan sebesar
183 ton/ha dan cadangan karbon sebesar 91,5 ton/ha. Di Malaysia, pada hutan
rawa tercatat kandungan biomassa atas permukaan sebesar 220 ton/ha dengan
cadangan karbon sebesar 110 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon hutan gambut
pada biomassa hidup di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara sebesar 77
ton/ha FAO (2006). Adanya variasi berbagai laporan tersebut dapat diduga
sebagai akibat perbedaan metode, tingkat kedetilan perhitungan dan perbedaan
ekosistem.
2.2. Pendaman Karbon Organik Gambut
Indonesia memiliki cadangan karbon lahan gambut yang sangat besar. Hal
ini disebabkan Indonesia memiliki 21 juta ha lahan gambut dari 188 juta ha total
11
Tabel 3 Luas lahan dan cadangan karbon lahan gambut (biomassa tanaman tidak dimasukkan)
Pulau Luas (juta ha)
Cadangan karbon (juta
ton)
Cadangan karbon (ton/ha)
Referensi
Sumatera 7,2 22.283 3.093 Wahyunto et al. (2003)
Kalimantan 5,8 11.275 1.944 Wahyunto et al. (2004)
Papua 8,0 3.623 454 Wahyunto et al. (2007)
Total 21,0 37.181
Dinamika karbon organik tanah khususnya pada kondisi hutan lahan gambut
sangat penting untuk mengembangkan strategi peningkatan sekuestrasi karbon
organik tanah pada hutan lahan gambut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya cadangan karbon organik tanah adalah jenis tanah, topografi, sejarah
penggunaan lahan dan penutupan lahan (Marland et al. 2004). Faktor perubahan penutupan lahan sangat mempengaruhi besarnya perubahan karbon organik tanah
(Marland et al. 2004).
Indonesia memiliki cadangan karbon lahan gambut sekitar 37.181 juta ton
atau 37,181 giga ton (Tabel 3). Perbedaan jumlah cadangan karbon di Sumatera,
Kalimantan dan Papua dipengaruhi oleh faktor-faktor tipe kematangan gambut
dan tingkat kedalaman gambut yang berbeda.
Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat
(sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di
atmosfer, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0-3 mm
gambut per tahun (Parish et al. 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 t CO2/ha/tahun (Agus 2007). Apabila hutan gambut ditebang dan didrainase, maka
karbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO2 (salah satu
gas rumah kaca terpenting). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami
penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Oleh karena itu
diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan
mengkonversi hutan gambut. Perencanaan harus mengacu pada hasil studi yang
mendalam mengenai karakteristik gambut setempat dan dampaknya bila hutan
12
Hutan gambut memiliki kisaran berat jenis gambut yang bervariasi menurut
tingkat kematangan gambutnya (Wahyunto et al. 2004) (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai kisaran dan rerata kerapatan lindak tanah gambut (bulk density/BD) dan kadar C organik pada tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Kalimantan-Indonesia (Wahyunto et al. 2004)
No.
Tingkat kematangan
gambut
Kerapatan lindak
(BD) (gram/cc) C organik (%)
Kisaran Rerata Kisaran Rerata
1. Fibrik 0,11 – 0,19 0,13 40,02 – 49,69 42,63
2. Hemik 0,20 – 0,24 0,23 34,52 – 40,01 36,24
3. Saprik 0,25 – 0,29 0,27 32,57 – 34,50 33,53
4. Peaty
soil/mineral bergambut/sangat dangkal
0,30 – 0,40 0,32 26,85 – 32,55 30,75
Penurunan cadangan karbon tanah gambut di Riau sebesar 2.246,18 juta ton
C selama 12 tahun sejak 1990 hingga 2002 pada luasan 4,04 juta ha (atau setara
dengan 46,29 ton C/ha/tahun (Wahyunto et al. 2005). Penurunan ini terjadi akibat perubahan kedalaman gambut yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk
perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Data pada Tabel 3 dan
Tabel 4 pada dasarnya masih bersifat makro sehingga perlu dilakukan lebih
banyak penelitian-penelitian skala mikro.
Cadangan karbon tanah gambut di Propinsi Kalimantan Tengah sekitar
6.351,53 juta ton, atau 56,34 % dari total Pulau Kalimantan (Tabel 3) (Wahyunto
et al. 2005). Secara lebih detil, ditampilkan sebaran cadangan karbon tanah
gambut pada masing-masing wilayah Kabupaten (Tabel 5) dan berdasarkan
13
Tabel 5 Sebaran cadangan karbon tanah gambut pada masing-masing wilayah Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah (Wahyunto et al. 2005)
No. Kabupaten Cadangan karbon (juta ton) Proporsi (%)
1. Kahayan Hilir 2.683,72 42,25
2. Katingan 1.531,02 24,10
3. Kapuas 1.137,23 17,90
4. Kotawaringin Timur 333,52 5,25
5. Barito Selatan 288,87 4,55
6. Kotawaringin Barat 145,97 2,30
7. Seruyan 144,8 2,28
8. Sukamara 69,34 1,09
9. Barito Timur 17,06 0,27
Jumlah 6.351,53 100
Tabel 6 Sebaran cadangan karbon tanah gambut berdasarkan kedalaman gambut di Propinsi Kalimantan Tengah (Wahyunto et al. 2003, 2004, 2007)
No. Kategori
kedalaman
Kedalaman gambut (cm)
Cadangan karbon
(juta ton) Proporsi (%)
1. Dalam sekali 800 – 1.200 2.146,72 33,80
2. Sangat dalam 400 - 800 3.066,36 48,28
3. Dalam 200 - 400 665,98 10,49
4. Sedang 100 - 200 304,42 4,79
5. Dangkal 50 - 100 166,03 2,61
6. Sangat dangkal < 50 2,02 0,03
Jumlah 6.351,53 100
2.3. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut
Dalam penelitian ini, pemulihan cadangan karbon vegetasi didekati dari
dinamika perubahan sebagai salah satu konsep lanskap yang digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan cadangan karbon antara hutan primer, hutan bekas
terbakar setelah 1 tahun, 3 tahun dan 8 tahun (dinamika secara temporal).
Klasifikasi lanskap yang digunakan dalam penelitian ini adalah habitat patch yang terdiri dari komunitas tegakan. Untuk itu, akan dianalisis perubahan struktur
14
gambut bekas kebakaran 1 tahun, 3 tahun dan 8 tahun). Pengertian lanskap adalah
area lahan heterogen yang menyusun sebuah klaster interaksi ekosistem-ekosistem
yang berulang pada bentuk yang sama pada setiap bagian (Forman and Godron,
1986). Habitat patch terdiri dari tipe komunitas vegetasi tertentu yang secara umum lebih luas daripada homerange individu. Sementara itu, habitat structural antara lain terdiri dari tipe tanah yang menjadi tempat tumbuh vegetasi serta
syarat tumbuh wilayah homogen dan fungsi fisik meliputi ketinggian tempat, suhu,
kelembaban dan penetrasi cahaya.
Frekuensi terjadinya kebakaran di hutan gambut sangat berperan dalam
menentukan intensitas kebakaran dan dampaknya terhadap kelangsungan hidup
tumbuhan hutan gambut serta waktu yang diperlukan untuk proses pemulihan
biomassa dan komposisi selanjutnya setelah terjadinya kebakaran (Tagawa et al. 1988; Ngakan 1999; Mirmanto 2001). Jika suatu hutan gambut sering terbakar
(frekuensi meningkat) maka akan diperlukan waktu proses pemulihan lebih lama
daripada perkiraan waktu pemulihan hutan yang sekali terbakar (Simbolon 2003).
Pemulihan hutan pasca kebakaran 1997 di hutan gambut Kalampangan
tergolong cepat dalam kurun waktu 5 tahun setelah kebakaran yaitu memiliki nilai
total basal area sebesar 3,15 m2
Hutan gambut alam atau primer dan hutan gambut bekas terbakar memiliki
nilai indeks keanekaragaman jenis tumbuhan pohon lebih rendah dibandingkan
dengan indeks keanekaragaman jenis pada hutan hutan hujan tropik dataran
rendah. Nilai indeks tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai indeks
keanekaragaman jenis di hutan pegunungan dan kerangas (Suzuki et al. 1997; Simbolon 2002). Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan edafik dan
lingkungan lain dalam hutan gambut yang merupakan ekosistem cekaman seperti
keadaan asam, tergenang dan keterbatasan ketersediaan hara sehingga hanya
jenis-jenis tertentu yang dapat beradaptasi. Kecepatan pemulihan vegetasi suatu
ekosistem sangat dipengaruhi oleh luasan kerusakan akibat gangguan, spesies /ha dengan sebaran diameter antara 15 cm sampai
dengan 25 cm. Dengan memperhitungkan kecepatan pemulihan berdasarkan nilai
basal areanya maka diperkirakan hutan gambut hanya memerlukan waktu sekitar
15
tumbuhan yang ada disekitar terjadinya gangguan, sifat-sifat jenis tumbuhan dan
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya,
Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project) CKPP, Kalampangan, Propinsi Kalimantan Tengah (Gambar 2). Penelitian telah
dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Plot
penelitian ditempatkan pada lokasi hutan gambut primer, hutan gambut terbakar
berulang tiap tahun dengan luasan ± 51,5 ha, hutan gambut terbakar setelah 3
tahun dengan luasan ± 150,9 ha dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun dengan
luasan ± 37,4 ha. Hutan gambut bekas terbakar didefinisikan sebagai hutan
gambut yang telah mengalami kebakaran karena gangguan alami (natural
disturbance) disertai pemicu kebakarannya.
17
Gambaran lokasi penelitian disajikan dalam bentuk tampilan citra (gambar
pixel dimana pixel warna merah terang menunjukkan bekas terjadinya kebakaran)
untuk menunjukkan umur hutan gambut bekas terbakar (Gambar 3, Gambar 4 dan
Gambar 5) dan hutan gambut primer (Gambar 6) sebagai berikut:
Gambar 3 Lokasi hutan gambut terbakar berulang tiap tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kejadian kebakaran bulan September 2009 (B) dan kejadian kebakaran bulan Januari 2010 (C).
A B
[image:40.595.111.454.210.493.2]18
Gambar 4 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 3 tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kondisi lokasi plot. pada bulan September. 2009 (B)
Gambar 5 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 8 tahun: kejadian kebakaran bulan Oktober 2003 (A), kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (B).
A B
19
Gambar 6 Lokasi hutan gambut primer: kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (A), kondisi lokasi plot pada bulan Januari 2011 (B).
Selanjutnya ditampilkan titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian
tempat (Tabel 7).
Tabel 7 Titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat
Klaster Plot Posisi koordinat Ketinggian (m dpl)
S E
Hutan gambut primer
1 01O 52,077' 113O 31,632' 54 2 01O 52,061' 113O 31,633' 57 3 01O 52,087' 113O 31,649' 60 4 01O 52,088' 113O 31,608' 58
Hutan gambut bekas terbakar berulang tiap
tahun
1 02O 19,219' 114O 03,484' 14 2 02O 19,202' 114O 03,484' 15 3 02O 19,228' 114O 03,502' 13 4 02O 19,234' 114O 03,470' 12
Hutan gambut bekas terbakar setelah 3
tahun
1 01O 52,775' 113O 28,456' 45 2 01O 52,755' 113O 28,460' 46 3 01O 52,786' 113O 28,472' 43 4 01O 52,792' 113O 28,439' 51
Hutan gambut bekas terbakar setelah 8
tahun
1 01O 53,279' 113O 30,961' 47 2 01O 53,265' 113O 30,962' 45
3 01O 53,295' 113O 30,981' 49 4 01O 53,298' 113O 30,948' 47
20
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: plastik
sampel, tally sheet, spidol permanen, tali rafia dan label. Alat-alat yang digunakan antara lain: DBH meter, meteran 50 m, golok, bor gambut, densiometer, kaliper, gunting stek, gergaji mesin, termometer udara, Global Positioning System (GPS), timbangan dan oven.
3.3. Metode Untuk Menganalisis Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar
Kegiatan penelitian untuk mengetahui tingkat cadangan karbon vegetasi
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
3.3.1. Pengukuran Variabel Lingkungan
Variabel lingkungan yang diukur antara lain: suhu lingkungan, tinggi muka
air gambut, persentase penutupan tajuk dan karakteristik kimia tanah gambut.
Suhu lingkungan diukur dengan menggunakan termometer yang dipasang pada
ketinggian 1 m di atas permukaan tanah. Tinggi muka air gambut diukur dengan
menggunakan pipa paralon PVC dengan panjang 1,5 meter dan dibenamkan
kedalam gambut.
3.3.2. Sampling
Penempatan klaster plot contoh menggunakan purposive sampling sebanyak empat plot berbentuk lingkaran dengan luasan masing-masing lingkaran adalah
0,1 ha. Penempatan plot secara purposive diletakkan pada lokasi bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8
tahun. Penggunaan klaster plot contoh ini menggunakan dasar/turunan dari
bentuk heksagon dimana permukaan bumi akan habis dibagi oleh bentuk
heksagon. Didalam setiap heksagon diletakkan satu klaster plot secara acak yang
terdiri dari empat plot lingkaran. Dalam satu heksagon memiliki luasan sebesar
2.400 hektar yang akan diturunkan kedalam klaster plot seluas 0,4 hektar
(intensitas sampling sebesar 0,016%). Bentuk heksagon dipilih karena memiliki
tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyimpangan/perubahan spasial
21
Protection Agency) (Bechtold et al. 2007). Di Amerika Serikat, penggunaan
heksagon ini telah digunakan sebagai sistem plot inventori hutan nasional dan
memiliki nomor heksagon tertentu. Penomoran heksagon baru dilakukan di
wilayah negara Amerika Serikat oleh USDA FS (United States Department of
Agriculture Forest Service) dan penomoran heksagon di negara lainnya termasuk
negara Indonesia belum dilakukan (Personal Komunikasi dengan Tim USDA FS,
Lampiran 22). Ilustrasi diturunkannya bentuk heksagon menjadi klaster plot
(terdiri 4 plot lingkaran) (Gambar 7).
3.3.3. Pembuatan Plot
Pembuatan plot dilakukan menurut prosedur United States Department of
Agriculture Forest Service (2005), dimana dalam satu plot terdiri dari empat
subplot berbentuk lingkaran terdiri dari: subplot pada pusat plot, subplot pada arah
00, subplot pada arah 1200 dan subplot pada arah 2400 (Gambar 7).
Plot penelitian diletakkan pada 4 lokasi penelitian (hutan gambut primer,
hutan gambut terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut terbakar setelah 3 tahun
dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun). Dengan demikian, jumlah plot yang
harus dibuat sebanyak 4 plot. Dalam setiap plot terdiri dari 4 subplot, sehingga
total subplot sebanyak 16 subplot. Dalam metodologi Forest Health Monitoring (FHM), penelitian ini termasuk kedalam kelompok Intensive Site Ecosystem
22
23
3.3.4. Pengukuran Biomassa Tegakan pada Hutan Gambut Primer, Hutan Gambut Bekas Terbakar Berulang Tiap Tahun, Hutan Gambut Bekas Terbakar setelah 3 Tahun dan 8 Tahun
Kegiatan pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan metode
destructive sampling. Destructive sampling merupakan metode pengukuran
biomassa tegakan dengan cara menebang dan membongkar seluruh bagian pohon.
Pengukuran biomassa dilakukan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang,
cabang, ranting dan daun, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pengukuran biomassa tegakan meliputi tingkat pancang (DBH 2,5 cm – 9,9
cm) dan tingkat tiang (DBH 10 cm – 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH
pada subplot dengan radius 7,32 m, sedangkan pengukuran biomassa tegakan
tingkat pohon (DBH > 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH pada annular
plot dengan radius 17,95 m. Setelah mendapatkan data DBH semua tegakan,
kemudian dilakukan pemilihan pohon-pohon yang akan dilakukan destructive sampling.
•
• Sebelum ditebang, ukur diameter setinggi dada batang (DBH) dan tinggi total
pohonnya.
Destructive sampling dilakukan sebanyak 33 pohon contoh di hutan gambut
primer, 16 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun,
35 pohon c