• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN

DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR

Oleh:

ACHMAD SYAKUR

A24103019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

▸ Baca selengkapnya: klasifikasi bentuk lahan van zuidam

(2)

SUMMARY

ACHMAD SYAKUR. Soil Variability in Various Land Unit at Village Setu

District Jasinga Bogor. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and

DARMAWAN.

Soil is a natural body that varies from one place to another. The variability of soil properties occurs both vertically and laterally which together form spatial variability. This variability is associated with factors such as soil-forming parent materials, climate, organisms, topography and time. Changes in these factors will cause changes in soil characteristics.

A study that aims to observed soil variability on a landform unit was carried out at Setu District, Jasinga Bogor. Upon the study, soils were observed through mini profiles (mini pits) and soil sampling at surface layer every 50-meter. Land forms were delineated based on slope contour with vertical interval of 0.5 m and classified according to Savigear Classification. Results showed that land form in the study area has a high level of variability. Top of the slope (crestslope) has a flat to moderate slope, back slope have a flat slope to very steep and footslope have flat to steep slopes. Variability of morphology and classification of land in the research area is also high. The variability occurs even in the the same land form. Based on minipit observation, soils in the study area were classified into 4 subgroups, i.e: (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults and (4) Lithic istrictArgiudalfs.

(3)

RINGKASAN

ACHMAD SYAKUR. Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa

Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Di bawah bimbingan DWI PUTRO TEJO

BASKORO dan DARMAWAN.

Tanah merupakan benda alami yang beragam dari satu tempat ke tempat lainnya. Keragaman sifat-sifat tanah ini terjadi baik secara vertikal maupun secara lateral. Keragaman ini terkait dengan faktor-faktor pembentuk tanah seperti bahan induk, iklim, organisme, topografi dan waktu. Perubahan pada faktor-faktor pembentuk tanah akan menyebabkan perubahan pada karakteristik tanah.

Penelitian yang bertujuan untuk melihat keragaman beberapa sifat tanah pada satuan bentuk lahan dilakukan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Penelitian dimulai dengan pembuatan profil mini (mini pit) dan pengambilan contoh tanah pada lapisan permukaan setiap jarak 50 meter. Bentuk lahan dideliniasi berdasarkan kontur dengan mengklasifikasikan lereng berdasarkan Savigear. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bentuk lahan di daerah penelitian mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi. Puncak lereng (crestslope) mempunyai lereng datar hingga landai, punggung lereng (backslope)

mempunyai lereng datar hingga sangat curam dan kaki lereng (footslope)

mempunyai lereng datar hingga curam. Keragaman morfologi dan klasifikasi tanah di daerah penelitian juga tergolong tinggi, keragaman bahkan terjadi pada bentuk lahan yang sama. Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan secara tentatif ke dalam 4 subgroup tanah yaitu : (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults dan (4) Lithic Argiudalfs.

(4)

KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN

DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ACHMAD SYAKUR

A24103019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di

Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor

Nama Mahasiswa : Achmad Syakur

Nomor Pokok : A24103019

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. D. P. T. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Darmawan, M.Sc

NIP.19630126 198703 1 001 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 19571222 1982 03 1002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 03 Juli 1985 dari pasangan Bapak Jamaludin, S.Ag. dan Ibu Hairiyah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di TK Annajah Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Setelah 1 tahun penulis melanjutkan pendidikan ke MI Darunnajah pada tahun 1991 dan lulus dari MI Darunnajah pada tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke MTs Soebono Mantofani Tanggerang dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU KOSGORO Bogor dan

diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian

dan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, MAppSc., selaku dosen penguji. 4. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan

do’a serta dukungan yang tak henti untuk sebuah kehidupan yang harus diperjuangkan.

5. Istri dan anakku tercinta Salsa Cynthia Zahra yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang serta motivasi yang tak henti-henti.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Januari 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Tanah ... 3

2.2 Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan ... 4

2.3 Sifat Morfologi Tanah di Lapang ... 6

2.3.1 Horison Tanah ... 6

2.3.2 Warna Tanah ... 8

2.3.3 Tekstur Tanah ... 9

2.3.4 Struktur Tanah ... 10

2.3.5 Konsistensi Tanah ... 11

2.4 Sifat Fisik Tanah ... 11

2.4.1 Kadar Air Tanah ... 12

2.4.2 Bobot Isi (Bulk Density) ... 12

2.4.3 Permeabilitas Tanah... 13

2.5 Klasifikasi Tanah ... 14

2.6 Pemetaan dan Peta Tanah ... 15

BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Persiapan ... 18

(9)

3.3.3 Analisis laboratorium ... 19

3.3.4 Analisis Data ... 19

3.3.5 Analisis Statistika ... 19

BAB IV. KEADAAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 22

4.2 Formasi Geologi dan Bahan Induk ... 23

4.3 Vegetasi dan Penggunaan Lahan ... 23

4.4 Iklim ... 25

4.5 Topografi ... 26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Bentuk Lahan ... 27

5.2 Keragaman Karakteristik Morfologi Tanah Menurut Bentuk Lahan ... 29

5.3 Klasifikasi Tanah ... 35

5.4 Keragaman Sifat Fisik Tanah ... 39

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 45

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’neil,1951;

dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999) ... 14

2. Data Curah Hujan, Suhu Tanah dan Suhu udara Rata-rata Bulanan Tahun 2004 – 2008 ... 25

3. Kelas dan Persentase Kemiringan Lereng ... 26

4. Sebaran Bentuk Lahan ... 27

5. Sebaran Subgroup, Bentuk Lahan dan Bahan Induk ... 37

6. Nilai Statistik Parameter Sifat Fisik Tanah Pada Berbagi Subgroup ... 40

Lampiran 1. Data Sifat Fisik Tanah ... 50

2. Uji Nilai Tengah t-student ... 53

3. Rumus Statistik Nilai Tengah, Simpangna Baku dan Koefisien Keragaman ... 55

(11)

KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN

DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR

Oleh:

ACHMAD SYAKUR

A24103019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

SUMMARY

ACHMAD SYAKUR. Soil Variability in Various Land Unit at Village Setu

District Jasinga Bogor. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and

DARMAWAN.

Soil is a natural body that varies from one place to another. The variability of soil properties occurs both vertically and laterally which together form spatial variability. This variability is associated with factors such as soil-forming parent materials, climate, organisms, topography and time. Changes in these factors will cause changes in soil characteristics.

A study that aims to observed soil variability on a landform unit was carried out at Setu District, Jasinga Bogor. Upon the study, soils were observed through mini profiles (mini pits) and soil sampling at surface layer every 50-meter. Land forms were delineated based on slope contour with vertical interval of 0.5 m and classified according to Savigear Classification. Results showed that land form in the study area has a high level of variability. Top of the slope (crestslope) has a flat to moderate slope, back slope have a flat slope to very steep and footslope have flat to steep slopes. Variability of morphology and classification of land in the research area is also high. The variability occurs even in the the same land form. Based on minipit observation, soils in the study area were classified into 4 subgroups, i.e: (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults and (4) Lithic istrictArgiudalfs.

(13)

RINGKASAN

ACHMAD SYAKUR. Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa

Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Di bawah bimbingan DWI PUTRO TEJO

BASKORO dan DARMAWAN.

Tanah merupakan benda alami yang beragam dari satu tempat ke tempat lainnya. Keragaman sifat-sifat tanah ini terjadi baik secara vertikal maupun secara lateral. Keragaman ini terkait dengan faktor-faktor pembentuk tanah seperti bahan induk, iklim, organisme, topografi dan waktu. Perubahan pada faktor-faktor pembentuk tanah akan menyebabkan perubahan pada karakteristik tanah.

Penelitian yang bertujuan untuk melihat keragaman beberapa sifat tanah pada satuan bentuk lahan dilakukan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Penelitian dimulai dengan pembuatan profil mini (mini pit) dan pengambilan contoh tanah pada lapisan permukaan setiap jarak 50 meter. Bentuk lahan dideliniasi berdasarkan kontur dengan mengklasifikasikan lereng berdasarkan Savigear. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bentuk lahan di daerah penelitian mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi. Puncak lereng (crestslope) mempunyai lereng datar hingga landai, punggung lereng (backslope)

mempunyai lereng datar hingga sangat curam dan kaki lereng (footslope)

mempunyai lereng datar hingga curam. Keragaman morfologi dan klasifikasi tanah di daerah penelitian juga tergolong tinggi, keragaman bahkan terjadi pada bentuk lahan yang sama. Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan secara tentatif ke dalam 4 subgroup tanah yaitu : (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults dan (4) Lithic Argiudalfs.

(14)

KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN

DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ACHMAD SYAKUR

A24103019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di

Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor

Nama Mahasiswa : Achmad Syakur

Nomor Pokok : A24103019

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. D. P. T. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Darmawan, M.Sc

NIP.19630126 198703 1 001 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 19571222 1982 03 1002

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 03 Juli 1985 dari pasangan Bapak Jamaludin, S.Ag. dan Ibu Hairiyah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di TK Annajah Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Setelah 1 tahun penulis melanjutkan pendidikan ke MI Darunnajah pada tahun 1991 dan lulus dari MI Darunnajah pada tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke MTs Soebono Mantofani Tanggerang dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU KOSGORO Bogor dan

diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian

dan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, MAppSc., selaku dosen penguji. 4. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan

do’a serta dukungan yang tak henti untuk sebuah kehidupan yang harus diperjuangkan.

5. Istri dan anakku tercinta Salsa Cynthia Zahra yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang serta motivasi yang tak henti-henti.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Januari 2010

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Tanah ... 3

2.2 Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan ... 4

2.3 Sifat Morfologi Tanah di Lapang ... 6

2.3.1 Horison Tanah ... 6

2.3.2 Warna Tanah ... 8

2.3.3 Tekstur Tanah ... 9

2.3.4 Struktur Tanah ... 10

2.3.5 Konsistensi Tanah ... 11

2.4 Sifat Fisik Tanah ... 11

2.4.1 Kadar Air Tanah ... 12

2.4.2 Bobot Isi (Bulk Density) ... 12

2.4.3 Permeabilitas Tanah... 13

2.5 Klasifikasi Tanah ... 14

2.6 Pemetaan dan Peta Tanah ... 15

BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Persiapan ... 18

(19)

3.3.3 Analisis laboratorium ... 19

3.3.4 Analisis Data ... 19

3.3.5 Analisis Statistika ... 19

BAB IV. KEADAAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 22

4.2 Formasi Geologi dan Bahan Induk ... 23

4.3 Vegetasi dan Penggunaan Lahan ... 23

4.4 Iklim ... 25

4.5 Topografi ... 26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Bentuk Lahan ... 27

5.2 Keragaman Karakteristik Morfologi Tanah Menurut Bentuk Lahan ... 29

5.3 Klasifikasi Tanah ... 35

5.4 Keragaman Sifat Fisik Tanah ... 39

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 45

(20)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’neil,1951;

dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999) ... 14

2. Data Curah Hujan, Suhu Tanah dan Suhu udara Rata-rata Bulanan Tahun 2004 – 2008 ... 25

3. Kelas dan Persentase Kemiringan Lereng ... 26

4. Sebaran Bentuk Lahan ... 27

5. Sebaran Subgroup, Bentuk Lahan dan Bahan Induk ... 37

6. Nilai Statistik Parameter Sifat Fisik Tanah Pada Berbagi Subgroup ... 40

Lampiran 1. Data Sifat Fisik Tanah ... 50

2. Uji Nilai Tengah t-student ... 53

3. Rumus Statistik Nilai Tengah, Simpangna Baku dan Koefisien Keragaman ... 55

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Klasifikasi Lereng Menurut Savigear

(1960, dalam Darmawan, 1987) ... 6

2. Peta Sebaran Titik Pengamatan ... 20

3. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ... 21

4. Peta lokasi Penelitian dan Sekitarnya ... 22

5. Peta Geologi Lokasi Penelitian dan sekitarnya ... 24

6. Sebaran Bentuk Lahan, Titik Pengamatan dan Posisi Transek .... 28

7. a. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda ... 32

b. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda ... 33

8. Bentuk Lahan Berbeda, Sifat Morfologi Tanah Sama ... 34

9. Peta Tanah Lokasi Penelitian ... 38

10. Frekuensi Kelas Permeabilitas Terhadap Subgroup ... 41

Lampiran 1. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 1 ... 45

2. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 2 ... 46

3. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 3 ... 47

4. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 4 ... 48

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan tubuh alam hasil interaksi antara iklim, organisme, bahan induk, relief dan waktu. Akibat hasil interaksi faktor pembentuk tanah tersebut, akan menyebabkan keragaman sifat-sifat tanah baik secara vertikal maupun secara lateral. Keragaman vertikal dan keragaman lateral secara bersama-sama akan membentuk keragaman ruang (spatial).

Keragaman sifat-sifat tanah baik secara lateral maupun vertikal merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan penggunaan lahan, terutama dalam menentukan berbagai tindakan yang berhubungan dengan aspek pengelolaan pertanian, seperti penggunaan pupuk, kebutuhan air irigasi, dan sebagainya. Perencanaan penggunaan lahan yang baik memerlukan data yang baik yang dapat menggambarkan keragaman tanah secara akurat. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui survei dan pemetaan yang baik.

Pemetaan tanah yang biasa dilakukan selama ini umumnya berbasis satuan lahan. Satuan lahan biasanya dibuat dengan mengelompokkan suatu wilayah yang mempunyai lingkungan fisik seperti iklim, bentuk lahan, tanah dan bahan induk yang relatif sama. Kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama penyebarannya dituangkan dalam satuan peta lahan yang berbentuk polygon. Dalam penentuan batas-batas polygon yang merupakan batas satuan peta lahan karakteristik tanah dianggap sama. Hal ini tentu saja mengandung unsur generalisasi. Makin kecil skala peta yang digunakan makin besar unsur generalisasinya.

(23)

masih memiliki keragaman karakteristik tanah yang tinggi. Di dalam satuan bentuk lahan yang sama pada suatu wilayah yang sama, masih bisa dijumpai perbedaan karakteristik tanah yang signifikan. Perbedaan ini tentunya bisa makin nyata bila karakteristik tanah yang dibandingkan adalah karakteristik tanah dalam satuan lahan tetapi dengan wilayah yang berbeda. Bagaimana hubungan yang sebenarnya antara karakteristik tanah dengan satuan bentuk lahan masih belum teridentifikasi tergambarkan dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat keragaman sifat-sifat tanah tersebut.

1.2 Tujuan penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keragaman Tanah

Keragaman tanah merupakan keragaman ruang (spasial) dan keragaman waktu (temporal). Keragaman ruang (spasial) terbentuk dari keragaman yang terjadi secara lateral maupun vertikal secara bersama-sama (Wilding dan Dress, 1983). Tanah yang berada pada puncak lereng akan berbeda dengan tanah yang berada pada tengah lereng atau di lembah. Keragaman temporal adalah keragaman yang tergantung waktu. Sifat-sifat tanah tertentu akan berbeda bila diukur pada saat sebelum tanam dan sesudah tanam pada musim kemarau atau musim penghujan, dan sebagainya.

Menurut Sitorus (2000) faktor-faktor yang menyebabkan keragaman tanah adalah :

1. Tipe bahan induk; tanah yang terbentuk dari bahan-bahan yang diangkut

atau endapan cenderung beragam dari tanah yang melapuk in situ.

2. Daerah berbukit dipengaruhi sekurang-kurangnya interaksi dari lima

faktor yaituu aspek lereng, ketinggian, vegetasi, pemudaan tanah kembali dan letak/posisi lereng.

3. Aktivitas biologi tanah dapat meningkatkan keragaman setempat.

4. Alur-alur yang dibuat cacing tanah menghasilkan perbedaan pada jarak

pendek.

5. Gradient wilayah dalam iklim menghasilkan perbedaan dalam tanah atau

perubahan secara gradual dalam jangka panjang.

6. Pengelolaan manusia terutama pada lahan-lahan yang ditanami.

Sifat-sifat kimia tanah dapat dipengaruhi penambahan bahan organik, pemupukan, pengapuran dan pengambilan unsur hara oleh tanaman. Sifat fisik tanah dapat dipengaruhi oleh pengelolaan tanah, pembajakan atau pembalikan lapisan bawah permukaan tanah dan drainase.

7. Vegetasi alami penutup tanah. Pada lahan-lahan yang tidak

(25)

mengakibatkan perbedaan dalam kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas.

Untuk membandingkan keragaman sifat-sifat tanah yang berbeda dapat

digunakan Koefisien Keragaman (KK). Wilding dan Drees (1983)

mengelompokkan keragaman sifat-sifat tanah menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat kehomogenannya, yaitu :

1. Keragaman rendah (KK<15%)

2. Keragaman sedang (KK15-35%)

3. Keragaman tinggi (KK>35%)

Pola keragaman tanah sangat tergantung pada skala pengamatan, macam, sifat-sifat tanah dan metodologi yang digunakan untuk penelitian (Wilding dan Drees, 1983).

2.2 Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan

Semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan

bentuk permukaan bumi disebut proses geomorfik. Menurut Wiradisastra et al.

(1999) bentuk-bentuk lahan yang ada dimuka bumi terjadi melalui proses geomorfik yaitu semua perubahan, baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi. Faktor penyebabnya berupa tenaga geomorfik yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan dipermukaan bumi. Tenaga tersebut antara lain berupa air mengalir, air tanah,

gletser, angin, dan gerakan air lainnya (gelombang laut, pasang surut dan tsunami).

Menurut Thornbury (1969) secara garis besar proses geomorfik yang membentuk rupa bumi terdiri dari proses eksogenetik (epigenetik), endogenetik (hipogenetik), dan ekstraterestrial. Proses eksogenetik terjadi melalui proses gradasi dan aktivitas organisme termasuk manusia. Proses gradasi dapat berupa

degradasi yang dapat terjadi melalui proses hancuran iklim (weathering

(26)

gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor.

Bentuk muka bumi yang terbentuk melalui proses geomorfik di atas dapat didefinisikan sebagai bentuk lahan. Bentuk lahan (landform) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan masing-masing dari setiap satu kenampakan

dari kenampakan secara menyeluruh dan sinambung (multitudineous features)

yang secara bersama-sama membentuk permukaan bumi. Hal ini mencakup semua kenampakan yang luas, seperti dataran, plato, gunung dan kenampakan-kenampakan kecil seperti bukit, lembah, ngarai, arroyo, lereng, dan kipas aluvial (Desaunettes, 1977).

Wiradisastra et al. (1999) menambahkan bahwa bentuk lahan merupakan

konfigurasi permukaan lahan (land surface) yang mempunyai bentuk-bentuk

khusus. Suatu bentuk lahan akan dicirikan oleh struktur atau batuannya, proses pembentukannya, dan mempunyai kesan topografi spesifik. Lereng merupakan unsur topografi yang mempengaruhi sifat-sifat dan perkembangan tanah. Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng (Hardjowigeno, 1995). Kemiringan lereng ditunjukkan oleh besarnya sudut yang terbentuk antara permukaan bumi dengan bidang datar. Betuk lereng merupakan wujud permukaan lereng yang dapat berbentuk cembung, cekung maupun datar. Lereng terdiri dari bagian puncak (crest), bagian cembung, bagian cekung dan kaki lereng (Hardjowigeno, 1993).

Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) mengklasifikasikan lereng

(27)

Gambar 1. Klasifikasi Lereng Menurut Savigear

(1960, dalam Darmawan, 1987)

Secara ringkas proses-proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan dan sering terjadi secara bersamaan adalah erosi, transportasi dan deposisi. Erosi tidak berpengaruh nyata jika tida ada selisih ketinggian (lereng). Secara umum proses erosi lebih banyak terjadi pada bagian atas lereng, sedangkan proses transportasi lebih banyak terjadi pada lereng bagian tengah dan proses deposisi terjadi pada lereng bagian bawah (Wiradisastra et al., 1999).

2.3 Sifat Morfologi Tanah di Lapang

Sifat morfologi adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sifat morfologi tanah yang dilakukan di lapang dapat melalui pengamatan secara pemboran dan pembuatan profil. Beberapa sifat morfologi tanah yang umum diamati di lapang antara lain: horison tanah, warna tanah, tekstur dan struktur tanah, dan konsistensi tanah.

2.3.1. Horison Tanah

Menurut Soil Survey Staff (1975) Horison tanah merupakan lapisan di dalam tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah yang terbentuk sebagai hasil dari proes pembentukan tanah. Horison tanah dapat dibedakan

menjadi dua yaitu horizon horizon genetik dan horizon diagnostik (penciri).

(28)

Soil survey Staff (1998) mengemukakan bahwa terdapat enam horison genetik utama (lapisan utama) di dalam tanah yang masing-masing diberi simbol huruf kapital O, A, E, B, C, dan R. Huruf-huruf kapital tersebut merupakan simbol dasar. Huruf dan angka kemudian ditambahkan untuk melengkapi penamaan horison. Horison O merupakan lapisan yang didominasi oleh bahan organik, baik yang pernah jenuh air dalam waktu yang lama maupun tidak pernah jenuh air. Horison A merupakan horison tanah mineral yang terbentuk pada permukaan tanah di bawah horison O, horison A merupakan akumulasi bahan organik halus yang bercampur dengan bahan mineral yang tidak didominasi oleh sifat horison E atau menunjukkan sifat sebagai pengolahan tanah. Horison E adalah horison tanah mineral yang mempunyai ciri utama hilangnya liat silikat, Fe, Al, bahan organik, atau kombinasinya. Horison B merupakan horison yang terbentuk di bawah horison A, E atau O, dan didominasi oleh hilangnya seluruh atau sebagian besar struktur batuan asli. Horison B adalah lapisan penimbunan dari unsur-unsur yang tercuci pada horison E. Horison C adalah horison yang tidak termasuk batuan induk keras yang sedikit dipengaruhi oleh proses pedogenesis dan tidak mempunyai sifat-sifat horison O, A, E, dan B. Sedangkan horison R merupakan batuan keras yang tidak dapat hancur bila direndam dalam air selama 24 jam.

Dalam sebuah horison terjadi lapisan perubahan dari satu horison utama ke satu horison utama lain dibawahnya, seperti AB, EB, BA, BE, BC. Horison ini

(29)

Dalam pengamatan horison dalam suatu profil di lapang, harus ditentukan batas antar horison dan kejelasan topografi serta batas dan bentuk topografi. Kelas

batas dan kejelasan topografi horison ditentukan berdasarkan: sangat jelas (lebar

peralihan <2cm), jelas (lebar peralihan 2-5 cm), berangsur (lebar peralihan 5-12 cm), baur (lebar peralihan >12 cm). Sedangkan batas dan bentuk topografi ditentukan berdasarkan: rata, berombak, tidak teratur dan putus.

2.3.2. Warna Tanah

Warna tanah merupakan sifat morfologi yang paling mudah diidentifikasi dan merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna tanah dicatat dengan

menggunakan notasi dalam Munsell Soil Color Chart. Notasi ini menggambarkan

warna dalam tiga variabel yaitu: hue, value dan kroma. Hue adalah spektrum yang dominan dan sesuai dengan panjang gelombang. Value menunjukkan gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Kroma

menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum (Buol et al. 1980).

Hue terdiri dari lima warna utama (biru, hijau, kuning, merah, ungu) dan lima warna campuran (hijau kebiruan, kuning kehijauan, merah kekuningan, ungu kemerahan, biru keunguan). Setiap hue memiliki skala dari 0 sampai 10, dengan selang 2.5 sehingga urutan skalanya adalah 0, 2.5, 5, 7.5 dan 10. Value mempunyai nilai 0-8, semakin tinggi nilai value warna makin terang. Kroma juga mempunyai nilai 0-8, semakin tinggi nilai kroma menunjukkan niai spektrum atau

kekuatan warna spektrum makin meningkat.

Warna tanah semakin gelap menunjukkan kandungan bahan organik semakin tinggi, warna merah menunjukkan tanah berdrainase baik karena senyawa Fe dalam keadaan oksidasi, warna abu-abu menunjukkan tanah berdrainase buruk yaitu tanah yang selalu tergenag air dimana senyawa Fe dalam keadaan reduksi.

(30)

berbagai jenis (variasi) warna dalam satu profil atau horison (Wirdjodihardjo, 1953).

2.3.3. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif diantara fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung dalam suatu massa tanah (Suwardi dan Wiranegara, 2000). Fraksi pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada fraksi debu dan liat. Pasir berukuran 2 mm-50 µm, debu berukuran 50 µm-2 µm, dan liat berukuran <2 µm.

Berdasarkan perbandingan banyaknya butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur :

1. Kasar : pasir, pasir berlempung.

2. Agak kasar : lempung berpasir.

3. Sedang : lempung, lempung berdebu, debu.

4. Agak halus : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu.

5. Halus : liat berpasir, liat berdebu, liat.

Tekstur merupakan sifat fisik yang penting dalam menentukan aerasi tanah, konsistensi tanah, permeabilitas dan infiltrasi. Selain itu tekstur berkaitan erat dengan luas permukaan, daya adsorbsi, plastisitas dan daya kohesi yang semuanya merupakan penentu bagi semua reaksi fisik-kimia yang terjadi di dalam tanah (Staff Pusat Penelitian Tanah, 1990).

Tanah-tanah yang bertekstur pasir dan debu mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menahan air dan menjerap unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1995).

(31)

2.3.4. Struktur Tanah

Menurut Soil Survey Staff (1993), struktur merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butir-butir tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat antara lain bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Apabila unit-unit struktur tersebut tidak terbentuk, maka tanah tersebut dapat dikatakan tidak berstruktur.

Menurut bentuknya struktur dapat dibedakan menjadi: lempeng, prisma,

tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat, granular dan remah. Bentuk tanah yang tidak berstruktur disebut lepas dan pejal (massif).

Ukuran struktur berbeda-beda sesuai dengan bentuknya (Hardjowigeno, 1995). Struktur lempeng mempunyai ketebalan kurang dari 1 mm sampai lebih dari 10 mm, struktur prisma dan tiang antara kurang dari 10 mm sampai lebih dari 100 mm, struktur gumpal antara kurang dari 5 mm sampai lebih dari 50 mm, struktur granular kurang dari 1mm sampai lebih dari 10 mm dan struktur remah kurang dari 1mm sampai lebih dari 5 mm.

Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasarkan atas kemantapan atau ketahanan bentuk struktur tanah tersebut terhadap tekanan. Ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi :

1. Tingkat perkembangan lemah (butir-butir struktur tanah mudah hancur).

2. Tingkkat perkembangan sedang (butir-butir struktur tanah agak sukar

hancur).

3. Tingkat perkembangan kuat (butir-butir struktur tanah sangat sukar

hancur).

Ketahanan struktur tersebut ditetapkan sesuai dengan jenis tanah dan tingkat kelembaban tanah (Hardjowigeno, 1995).

2.3.5. Konsistensi Tanah

(32)

1. Ketahanan bahan tanah terhadap perubahan bentuk atau pecah.

2. Ketahanan tanah terhadap penetrasi.

3. Plastisitas, kekerasan, dan kelekatan bahan tanah terhadap jenuh air.

4. Sifat yang ditunjukkan oleh bahan tanah terhadap tekanan.

Sifat-sifat konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air pada tanah tersebut, apakah tanah dalam keadaan lembab, basah atau kering.

Konsistensi tanah dalam keadaan lembab, dibedakan menjadi konsistensi gembur

(mudah diolah) sampai teguh (agak sulit diolah). Dalam keadaan kering,

dibedakan menjadi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan

plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya yaitu dari

tidak lekat sampai lekat. Dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Bila gumpalan tersebut mudah

hancur maka tanahnya dikatakan berkonsistensi gembur (lembab) atau lunak

(kering). Bila gumpalan tanah sukar hancur dengan remasan tersebut, tanah dikatakan berkonsistensi teguh (lembab) atau keras (kering). Sedangkan dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya membentuk bulatan dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (Soil Survey Staff, 1998).

2.4 Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah merupakan salah satu sifat yang digunakan untuk

menentukan kemampuan tanah baik untuk pengelolaan maupun penggunanan suatu lahan. Beberapa sifat fisik tanah antara lain: kadar air tanah (kadar air kapasitas lapang, kadar air titik layu permanen dan kadar air tersedia), bobot isi dan permeabilitas tanah.

2.4.1. Kadar Air Tanah

(33)

Menurut Hardjowigeno (1995), air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya kohesi, adhesi dan gravitasi. Karena pengaruh gaya tersebut

air dapat dibedakan menjadi : Air higroskopik yaitu, air yang sangat kuat diserap

oleh tanah sehingga air tidak dapat digunakan oleh tanaman (gaya adhesi antara

tanah dan air). Air kapiler yaitu, air dalam tanah dimana gaya kohesi (gaya

tarik-menarik antara butir-butir air) dan gaya adhesi (gaya tarik-tarik-menarik antara air dengan tanah) lebih kuat dari gaya gravitasi. Air ini dapat bergerak ke samping atau ke atas karena gaya kapiler.

Dalam menentukan jumlah air yang tersedia bagi tanaman terdapat

beberapa istilah antara lain: kadar air kapasitas lapang yaitu, keadaan tanah yang

cukup lembab yang menunjukkan jumlah air yang ditahan oleh tanah lebih besar dari gaya gravitasi sehingga air dapat diserap oleh akar tanaman. Kadar air titik layu permanen yaitu, kandungan air dalam yang tidak dapat diserap oleh tanaman akibat gaya garavitasi lebih besar dari gaya adhesi. Kadar air tersedia yaitu, selisih kadar air pada kapasitas lapang dengan kadar air pada titik layu permanen.

Kemampuan tanah menahan air antara lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil dibandingkan tanah bertekstur halus.

2.4.2. Bobot Isi (Bulk Density)

Menurut hardjowigeno (1995), bobot isi (bulk density) adalah

perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah, termasuk volume pori-pori tanah. Satuan bobot isi dinyatakan dalam g/cm3. Semakin tinggi bobot isi, semakin padat tanah dan semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman.

Bobot isi berbeda dengan bobot jenis partikel (particle density). Bobot jenis partikel adalah perbandingan antara bobot kering padat tanah terhadap volumenya (tidak termasuk pori yang terdapat diantara partikel tanah). Satuan

bobot jenis partikel dinyatakan dalam g/cm3. Pada umumnya bobot jenis partikel

pada tanah mineral adalah 2.65 g/cm3.

(34)

terdiri atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat tanah. Menurut ukurannya ruang pori total terdiri dari ruang pori kapiler yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler dan ruang pori non kapiler tempat pergerakan udara dan perkolasi air secara cepat atau disebut pori drainase.

Tanah dengan struktur granular atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan tanah berstruktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur kasar seperti tekstur pasir mempunyai pori makro lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air. Porositas tanah dipengaruhi oleh: kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 1995).

2.4.3. Permeabilitas tanah

Permeabilitas adalah kecepatan bergeraknya air pada suatu media tanah dalam keadaan jenuh, dan dinyatakan dalam cm/jam. Penetapan permeabilitas dilakukan dengan menggunakan hukum Darcy.

Menurut Hillel (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain: tekstur tanah, porositas dan distribusi ukuran pori serta kadar bahan organik tanah. Stallings (1957) dan Baver et al., (1972) mengemukakan bahwa vegetasi biasanya akan menentukan distribusi ukuran pori tanah. Tanaman dengan erakaran lebih banyak dan menyumbangkan bahan organik yang lebih tinggi cenderung meningkatkan pori makro yang lebih banyak dengan demikian

permeabilitas tanah akan meningkat.

Klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’neal (dalam

(35)

Tabel 1. Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’neil,1951 dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999).

Kelas Permeabilitas (cm/jam)

Sangat lambat < 0.125

Lambat 0.125 – 0.50

Agak lambat 0.50 – 2.0

Sedang 2.0 – 6.25

Agak cepat 6.25 – 12.5

Cepat 12.5– 25

Sangat Cepat > 25

2.5 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah penggolongan tanah dalam berbagai kumpulan berdasarkan ciri-ciri tertentu secara bertingkat, dan berfungsi untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan atas sifat-sifat yang dimilikinya (Hardjowigeno, 1993). Tujuan klasifikasi tanah menurut Buol et al. (1980) adalah :

1. Menata atau mengorganisir pengetahuan tentang tanah.

2. Memudahkan mengingat sifat dan perilaku tanah.

3. Mengetahui hubungan antar individu tanah.

4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan yang lebih praktis antara lain:

menaksirkan sifat-sifat dan produktivitasnya, menentukan kemampuan lahan, menentukan areal untuk penelitian atau kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di tempat lain dan sebagainya.

5. Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat tanah baru.

Salah satu sistem klasifikasi tanah yang dikenal sekarang ini adalah

Taksonomi Tanah atau Soil Taxonomy yang diperkenalkan oleh USDA pada tahun

1975. Indonesia termasuk negara yang merekomendasikan penggunaan sistem ini dalam pembuatan peta tanah pada setiap survei tanah. Sistem ini dinilai lebih komprehensif dibanding dengan sistem yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) maupun FAO/UNESCO (1974) (Rachim dan Suwardi, 2002).

Sistem ini menggunakan enam kategori yaitu Order, Suborder,

(36)

yang telah ada sebelumnya). Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru

baik mengenaicara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi-definisi mengenai

horison-horison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk

menentukanjenis-jenis tanah (Buol et al., 1980).

Menurut Hardjowigeno (1993), kategori order menggunakan faktor pembeda ada tidaknya horison atau sifat penciri tertentu serta jenis atau sifat dari horison penciri tersebut. Suborder menggunakan faktor pembeda keseragaman genetik, misalnya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan penggaruh pengendapan oleh aliran air, regim kelembaban tanah, bahan induk pasir, horison dan sifat-sifat penciri tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah organik). Kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim kelembaban, ada tidaknya lapisan penciri, seperti plintit, fragipan, duripan menunjukkan sifat pembeda kategori great group. Sedangkan pada kategori subgroup, terdiri dari sifat-sifat inti dari great group (subgroup typic), sifat-sifat tanah peralihan ke great group lain, suborder atau order, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. Kategori famili sifat-sifat pembeda antara lain: sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada kedalaman 50 cm. sedangkan pada tingkat seri faktor pembedanya antara lain : susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horison.

2.6 Pemetaan dan Peta Tanah

Pemetaan tanah merupakan suatu usaha untuk menggambarkan sebaran jenis-jenis tanah yang terdapat pada suatu daerah. Kegiatan pemetaan tanah mencakup identifikasi dan klasifikasi tipe-tipe tanah yang terdapat pada suatu wilayah serta membatasi distribusinya dan dituangkan kedalam peta tanah.

Andahl (1958, dalam Buol et al., 1980) menyatakan bahwa pemetaan

(37)

yang umum dipakai dalam membantu pemetaan tanah sesuai dengan skala peta yang dibuat.

Menurut Hardjowigeno et al. (1999), peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta. Peta tanah biasanya disertai pula dengan laporan pemetaan tanah yang menerangkan lebih lanjut sifat-sifat dan kemampuan tanah yang digambarkan dalam peta tersebut. Tujuan pemetaan adalah melakukan pengelompokkan tanah kedalam satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat yang sama. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama-nama tanah yang terdapat di daerah tersebut, tetapi juga beberapa sifat penting dari tanah tersebut.

Peta umumnya dibuat dari hasil pengamatan lapang melalui survei tanah. Secara umum ada empat sistem yang digunakan sebagai dasar dalam pengamatan lapang yaitu : (a). Sistem titik potong (grid system) berdasarkan pada selang-selang jalur tertentu dan dilakukan pada lahan yang datar. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasarnya kurang lengkap. (b). Sistem bebas berdasarkan perubahan faktor-faktor pembentuk tanah dan hasil interpretasi foto udara serta

land system. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjangnya lengkap. (c). Sistem sistematik yang hampir serupa dengan grid system, tetapi jarak pengamatannya berbeda-beda berdasarkan garis potong pada lereng.

Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjang lainnya lengkap.

(d). Sistem bebas sistematik yang merupakan kombinasi grid system, sistem bebas

dan sistem sistematik, pengamatan ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan waktu pengamatan di lapang dengan peta dasar dan data penunjang lengkap, serta berdasarkan hasil interpretasi foto udara.

(38)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai September 2009. Pengambilan contoh tanah dan pengamatan lapang dilakukan di Lokasi Demplot milik Badan Pertanahan Nasional, Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan analisis sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah peta kontur skala 1:1000 dengan interval kontur 0.5 m dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional, peta geologi Lembar Serang dan Lembar Jakarta, dan data iklim. Adapun alat yang digunakan

adalah : GPS, ring sampel, pisau lapang, meteran, munsel soil color chart, abnney

level, kompas, cangkul alat-alat tulis dan perangkat lunak yaitu : GIS (Software Arcview GIS 3.3) dan perangkat statistik (Minitab 13).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan lapang, analisis laboratorium (analisis sifat fisik tanah) dan analisis data.

3.3.1 Persiapan

Tahap awal yang dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi yang menunjang untuk tahap pelaksanaan di lapang seperti peta kontur. Menentukan titik pengamatan berdasarkan bentuk lahan pada daerah penelitian.

3.3.2 Pelaksanaan Lapang

(39)

dan pengambilan contoh tanah utuh untuk analisis sifat fisik tanah di laboratorium.

3.3.3 Analisis Laboratorium

Analisis yang dilakukan, hanya analisis sifat fisik tanah dari setiap titik pengamatan. Contoh tanah utuh setiap pengamatan diambil dari kedalaman 0-30 cm. Analisis yang dilakukan antara lain : penetapan bobot isi, kadar air, kadar air kapasits lapang, kadar air titik layu permanen dan permeabilitas.

3.3.4 Analisis Data

Data karakteristik tanah dan sifat fisik tanah pada masing-masing pengamatan dikorelasikan dan ditabulasikan terhadap sebaran bentuk lahan dan sebaran bahan induk. Pengklasifikasian tanah dilakukan secara tentatif menurut Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998) sampai dengan kategori subgroup yang didasarkan pada data morfologi.

3.3.5 Analisis Statistika

Hasil analisis sifat fisik tanah (kadar air, bobot isi, kadar air tersedia dan ruang pori total) diolah secara statistika untuk mendapatkan nilai tengah, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tengah, simpangan baku, koefisien keragaman dapat dilihat pada Lampiran 3.

Untuk mengetahui keragaman sifat fisik tanah yaitu : kadar air, bobot isi, kadar air tersedia dan ruang pori total, berdasarkan klasifikasi tanah terhadap

(40)

N

PETA SEBARAN TITIK PENGAMATAN LOKASI PENELITIAN

6 6 3 1 0 0

6 6 3 1 0 0

6 6 3 2 0 0

6 6 3 2 0 0

6 6 3 3 0 0

6 6 3 3 0 0

6 6 3 4 0 0

6 6 3 4 0 0

6 6 3 5 0 0

6 6 3 5 0 0

6 6 3 6 0 0

6 6 3 6 0 0

6 6 3 7 0 0

6 6 3 7 0 0

6 6 3 8 0 0

6 6 3 8 0 0

6 6 3 9 0 0

6 6 3 9 0 0

6 6 4 0 0 0

6 6 4 0 0 0

6 6 4 1 0 0

6 6 4 1 0 0 9 2 8 4 6 0

0 9 2

8 4 6 0 0 9 2 8 4 7 0

0 9 2

8 4 7 0 0 9 2 8 4 8 0 0 9 2 8 4 8 0 0 9 2 8 4 9 0 0 9 2 8 4 9 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 1 0 0 9 2 8 5 1 0 0 9 2 8 5 2 0

0 9 2

8 5 2 0 0 9 2 8 5 3 0

0 9 2

8 5 3 0 0

DESA S ETU KE CAMATAN JASING A KABUPATEN BOGO R

0 100 Meter SKALA PETA KETERANGAN Kontur Batas Titik sampel Transek T.1 T.2 T.3 T.4

[image:40.842.84.758.65.502.2]

T.1 Transek 1

(41)

Pengumpulan data dan informasi serta

penentuan sebaran titik pengamatan

Pengamatan lapang dengan pembuatan profil

mini (mini pad) dan Pengambilan contoh tanah pada jarak + 50m

Analisis Laboratorium

Analisis Data

Analisis Statistika

T

ah

ap

P

er

si

ap

an

T

ah

ap

P

el

ak

sa

n

aa

n

P

en

g

am

at

an

T

ah

ap

A

n

al

is

is

D

at

[image:41.595.116.508.129.614.2]

a

(42)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan pada kebun percobaan milik Badan Pertanahan Nasional yang terletak di desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 60.27’.00” dan 60.28’.00” Lintang Selatan, serta 1060.28’.00” sampai 1060.29’.00”. Lokasi penelitian memiliki luas 43,3 hektar dengan ketinggian + 150 meter diatas permukaan laut.

Batas wilayah darah penelitian sebelah utara dibatasi oleh desa

[image:42.595.122.525.354.661.2]

Cikopomayak, sebelah selatan dibatasi oleh desa Barengkok, sebelah timur dibatasi oleh desa Sipak dan sebelah barat dibatasi oleh desa Pamagersari.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian dan Sekitarnya

(43)

4.2 Formasi Geologi dan Bahan Induk

Berdasarkan peta geologi lembar Serang dan Jakarta, daerah penelitian termasuk ke dalam formasi Bojongmanik (Tmb) yang mempunyai susunan terdiri dari perselingan batu pasir dan batu liat dengan sisipan batu gamping dan formasi ini berumur miosen. Peta Geologi Lokasi Penelitian dan Sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan adanya indikasi bahwa batu liat dan batu gamping merupakan bahan induk tanah di lokasi ini. Selain kedua bahan tersebut sebagian tanah berkembang dari bahan induk volkan. Hal ini terjadi pada bagian-bagian dimana batu liat atau batu gamping tertutup oleh hasil erupsi dari volkan. Pada lembar Serang, formasi Bojongmanik (Tmb) ini tertindih oleh tufa batu apung dan breksi andesit formasi Genteng (Tpg). Sedangkan pada lembar Jakarta, formasi Bojongmanik (Tmb) ini tertindih oleh breksi, tuf breksi dan tuf batu apung oleh formasi Batu Gunung Api Muda (Qv).

4.3 Vegetasi dan Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di lokasi penelitian diantaranya adalah sebagai kebun percobaan, lahan yang pengusahaan dan lahan yang diberakan. Adapun jenis

tanaman yang terdaat di lokasi penelitian adalah sengon (Paracereanthes

(44)
[image:44.842.87.754.103.507.2]
(45)

4.4 Iklim

Faktor iklim yang berpengaruh besar pada pembentukan tanah di daerah tropika

adalah suhu dan curah hujan. Data curah hujan daerah penelitian diambil dari Stasiun

Pengamat Perkebunan Jasinga, Desa Setu. Sedangkan data suhu udara diambil dari

[image:45.595.113.515.246.515.2]

Stasiun Pengamat Klimatologi Darmaga Bogor, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Curah Hujan, Suhu Tanah dan Suhu udara Rata-rata Bulanan Tahun 2004 – 2008

Bulan

Suhu Udara (0C)b

Suhu Tanah Rata-rata

(0C)c

Curah Hujan Rata-rata (0C)a maksimum minimum Rata-rata

Januari 30.6 22.5 25.5 28.0 348.8

Februari 29.9 22.7 25.1 27.6 284.4

Maret 31.1 22.8 25.7 28.2 236.1

April 31.8 22.9 25.9 28.4 267.6

Mei 31.8 22.8 26.1 28.6 168.7

Juni 31.5 22.2 25.6 28.1 189.6

Juli 31.7 21.7 25.6 28.1 81.75

Agustus 31.9 21.5 25.5 28.0 63.5

September 32.8 21.7 25.9 28.4 117.3

Oktober 32.8 22.3 26.1 28.6 205.9

November 32.0 22.7 26.0 28.5 233.3

Desember 30.6 22.8 25.6 28.1 282.9

Rata-rata

Tahunan 31.5 22.4 25.7 28.2 2479,9

Keterangan :

a. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun Perkebunan Jasinga dari tahun 2004-2008 b. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun Klimatologi Darmaga Bogor dari tahun

2004-2008

c. Didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan perhitungan Van Wambeke

(1982, dalam Hardjowigeno, 1993)

Jumlah curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian tergolong tinggi

dengan nilai rata-rata tahunan mencapai 2479,9 mm. Curah hujan tertinggi terjadi

pada bulan Januari yaitu mencapai rata-rata 348,8 mm/tahun dan terendah terjadi

pada bulan Agustus rata-rata 63,5 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, lokasi

(46)

bulan terjadi pada bulan Oktober sampai April dan bulan kering (<100 mm/bln)

selama 2 bulan terjadi pada bulan Juli dan Agustus.

Dengan sebaran curah hujan yang demikian maka tanah cenderung lembab

sepanjang tahun - tidak akan mengalami kekeringan selama > 90 hari secara

kumulatif. Oleh karena itu regim kelembaban tanah di lokasi penelitian tergolong

regim kelembaban udik.

Suhu udara di lokasi penelitian tidak terlalu bervariasi dari bulan ke bulan.

Perbedaan rata-rata suhu minimum dan suhu maksimum bulanan tidak terlalu besar.

Suhu rata-rata minimum sebesar 21,5 0C terjadi pada bulan Agustus dan suhu

rata-rata maksimum sebesar 32,8 0C terjadi pada bulan September dan Oktober.

Berdasarkan suhu udara tersebut maka dapat diduga suhu tanah melalui model

pendekatan yang dikemukakan oleh Wambeke (1982; dalam Hardjowigeno, 1993). Detail metode pendugaan suhu tanah disajikan pada Lampiran 4. Hasil pendugaan

suhu tanah dapat dilihat pada Tabel 2. Suhu tanah rata-rata tahunan lokasi penelitian

sebesar 28,3 0C. Variasi suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin adalah

3,0 0C atau kurang dari 5,0 0C sehingga regim temperatur tanah pada lokasi penelitian

tergolong isohiperthermik.

4.5 Topografi

Dari hasil pengkelasan lereng dari peta kontur, lokasi penelitian memiliki kelas

lereng datar hingga sangat curam. Dimana lokasi penelitian lebih didominasi oleh

lereng landai. Kelas dan persentse kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas dan Persentase Kemiringan Lereng

Simbol Kemiringan

(%) Nama Luas (Ha) Jumlah (%)

A B C D E F

0-3 3-8 8-15 15-25 25-40 >40

Datar Agak landai

Landai Agak curam

Curam Sangat curam

3.9 11.8 13.9 10.7 2.5 0.5

9.00 27.16 32.14 24.78 5.69 1.23

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Bentuk Lahan

Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng

berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. Bentuk

[image:47.595.132.494.332.689.2]

lahan diklasifikasikan menurut klasifikasi Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) yaitu (1) Puncak lereng (crestslope), (2) Punggung lereng (backslope), dan (3). Hasil klasifikasi disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 5.

Tabel 4. Sebaran Bentuk Lahan

Bentuk Lahan

Kemiringan (%)

Nama

Kelas

Puncak Lereng 0-3 Datar A

Puncak Lereng 3-8 Agak landai B

Puncak Lereng 8-15 Landai C

Punggung Lereng 0-3 Datar A

Punggung Lereng 3-8 Agak landai B

Punggung Lereng 8-15 Landai C

Punggung Lereng 15-25 Agak curam D

Punggung Lereng 25-40 Curam E

Punggung Lereng >40 Sangat curam F

Kaki Lereng 0-3 Datar A

Kaki Lereng 3-8 Agak landai B

Kaki Lereng 8-15 Landai C

Kaki Lereng 15-25 Agak curam D

(48)
[image:48.842.79.756.110.509.2]

(49)

Tabel 4 dan Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa di lokasi penelitian dijumpai

semua bentuk lahan menurut Klasifikasi Savigear yaitu puncak lereng, punggung

lereng dan kaki lereng. Bagian puncak lereng terbagi lagi berdasarkan

kemiringannya, yaitu datar sampai landai. Bagian punggung lereng mempunyai

kemiringan yang bervariasi dari datar sampai sangat curam. Hal yang sama juga

terjadi pada bagian kaki lereng, mempunyai kemiringan lereng datar sampai agak

curam. Bagian punggung lereng merupakan satuan bentuk lahan dengan variasi

kemiringan lereng yang bervariasi. Bentuk lahan yang bervariasi yang terjadi pada

areal yang sempit, memiliki iklim yang sama dan penggunaan lahan sama, dapat

menurunkan sifat dan ciri tanah berbeda.

5.2 Keragaman Karakteristik Morfologi Tanah Menurut Bentuk Lahan.

Karakteristik tanah yang diamati di lapang meliputi susunan dan ketebalan

horison, warna tanah, tekstur tanah dan konsistensi tanah. Untuk melihat bagaimana

sifat morfologi tanah bervariasi pada suatu bentuk lahan maka dibuat transek lereng

yang disajikan pada Gambar 6 dan Gambar Lampiran 1-4.

Lokasi penelitian memiliki sifat morfologi tanah yang beragam. Keragaman

tersebut ditunjukkan dengan perkembangan susunan horison, wana, tekstur dan

konsistensi pada setiap horison. Secara umum di lokasi penelitian dijumpai 4

kelompok morfologi tanah dengan variasi yang cukup besar. Di dalam

masing-masimg kelompok sebenarnya masih dijumpainya perbedaan-perbedaan morfologi,

tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Kelompok tersebut merupakan kelompok

dengan sifat morfologi yang mempunyai susunan horison A, AB dan Bt, mempunyai

warna berkisar dari cokelat gelap hingga merah (7,5 YR 3/2 - 2,5 YR 4/6), dengan

tekstur lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu (agak halus), liat berdebu, liat

berpasir dan liat (halus), adanya selaput liat pada horison bawah dan kemungkinan

adanya horison argilik, tanah tersebut berbahan induk batu liat. Sedangkan sifat

morfologi tanah dengan susunan horison A, AB dan B dan A, B dan BC, memiliki

(50)

dalam keadaan lembab pada semua lapisan, tidak adanya selaput liat dan horison

argilik pada lapisan bawah, dan pada beberapa lokasi, terdapat tanah yang sering

jenuh air sehingga memiliki warna kelabu kebiruan dibawah horison A, tanah

tersebut berbahan induk abu volkan. Dan sifat morfologi tanah dengan susunan

horison A, B dan Bt, memiliki warna cokelat gelap hingga cokelat kuat (7,5 YR

3/4-5/8), konsistensi teguh dalam keadaan lembab, terdapat horison penciri argilik dan

pada kedalaman < 50 cm terdapat batu kapur, tanah tersebut berbahan induk batu

kapur.

Titik-titik pengamatan yang memiliki bentuk lahan sama tetapi memiliki sifat

morfologi tanah berbeda disajikan pada Gambar 7a-7b. Hal ini ditunjukkan oleh sifat

morfologi pada puncak lereng B, dengan perbedaan susunan horison pada lapisan

bawah yaitu B dan Bt, warna tanah dan tekstur tanah pada setiap lapisan. Pada kaki

lereng A, memiliki perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu B, Bt dan

Bg, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada setiap lapisan, bahkan pada titik

pengamatan ST 50 terjadi proses gleisaisi dibawah horison A sehingga memiliki

horison Bg. Pada punggung lereng C, memiliki perbedaan susunan horison pada

lapisan bawah yaitu Bt dan B, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada setiap

lapisan, pada pengamatan ST 32 dan 33 terdapat batu kapur pada kedalaman < 50cm.

Pada punggung lereng B memiliki perbedaan warna tanah dan tekstur pada setiap

lapisan. Sedangkan pada punggung lereng D, memiliki perbedaan susunan horison

pada lapisan bawah yaitu Bt, B dan BC, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada

setiap lapisan. Dan pada punggung lereng E memiliki perbedaan susunan horison

pada lapisan bawah yaitu Bt dan B, warna tanah dan tekstur pada setiap lapisan.

Sebaliknya data hasil pengamatan sifat morfologi pada empat transek,

menunjukkan bahwa pada bentuk lahan yang berbeda dijumpai sifat morfologi tanah

yang sama (Gambar 8). Contohnya yaitu ST 43 (transek 4) berupa punggung lereng 8

% (B) dengan ST 54 (transek 4) berupa punggung lereng 27 % (E), ST 99 (transek 2)

berupa punggung lereng 8 % (B) dengan ST 137 (transek 2) berupa kaki lereng 2 %

(51)

berupa punggung lereng 13 % (C) dan ST 33 (transek 2) berupa punggung lereng 11

% (C) dengan ST 31 (transek 2) berupa kaki lereng 10 % (C). Masing-masing

penggamatan memiliki susunan, tekstur, warna tanah dan konsistensi yang sama.

Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang konsisten antara bentuk

lahan dengan sifat morfologi tanahnya. Kemunginan pengaruh dominan berasal dari

sifat dari bahan induk tanah tersebut. Sehingga pada bentuk lahan yang sama

memiliki sifat morfologi yang berbeda bahkan pada tanah dengan bahan induk yang

(52)
[image:52.842.107.784.93.483.2]

Gambar 7a. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda

Puncak Lereng 5 % (B) Transek 2

ST 25

Transek 3 ST 21

Puncak Lereng 5 % (B)

Puncak Lereng

8 % (B) Transek 1 ST 102 7,5 YR 4/4 S.cl.l 0-10 cm ps/ss/f 5 YR 4/4 Si.cl. 2,5 YR 4/6 Cl 10-28 cm p/s/t 28-40 cm p/s/t A AB Bt 5 YR 4/6 Cl 0-12 cm ps/ss/f 5 YR 4/6 Cl 5 YR 5/8 Cl 12-25 cm ps/ss/f 25-41 cm p/s/f 5 YR 4/4 Cl 0-12 cm p/s/t 5 YR 4/6 Cl 5 YR 4/6 Cl 12-26 cm p/s/t 26-40 cm p/s/t A AB B A AB Bt Transek 4 ST 04 Puncak Lereng 5 % (B) 7,5 YR 4/6 S.l 0-10 cm ps/ss/f 7,5 YR 5/6 Si.cl.l 7,5 YR 4/3 Cl 10-25cm ps/ss/f 25-43 cm p/s/f A AB B Kaki Lereng 2 % (A) Transek 1

ST 81

Kaki Lereng 2 % (A) Transek 2 ST 50 7,5 YR 3/4 S.cl 0-10 cm p/s/f 7,5 YR 4/6 S.cl 7,5 YR 5/3 Cl 10-24 cm p/s/t 24-38 cm p/s/t 7,5 YR 4/6 Si.cl.l 0-15 cm ps/ss 4/5 GY Si.cl.l 15-40cm ps/ss Kaki Lereng 2 % (A) Transek 1 ST 130 5 YR 4/4 L.s 0-12 cm ps/ss/f 5 YR 5/6 S.l 2,5 YR 5/8 S.l 12-27 cm ps/ss/f 27-40 cm p/s/f A AB B A AB Bt A Bg Transek 2 ST 137 Kaki Lereng 2 % (A) 5 YR 3/4 S.cl.l 0-12 cm ps/ss/f 5 YR 4/4 Cl 2,5 YR 4/6 Cl 12-26 cm p/s/t 26-40 cm p/s/t A AB Bt Punggung Lereng 8 % (B) Transek 2

ST 99

Punggung Lereng 8 % (B) Transek 4 ST 43 5 YR 3/4 S.cl.l 0-10 cm ps/ss/f 5 YR 4/6 Cl 2,5 YR 4/6 Cl 12-28cm p/s/t 28-40 cm p/s/t 7,5 YR 4/2 Cl 0-10 cm p/s/t 7,5 YR 4/6 Cl 7,5 YR 5/6 Cl 10-25 cm p/s/t 25-41 cm p/s/t A AB Bt A AB Bt

Punggung Lereng 10 % (C)

Transek 1 ST 77

Punggung Lereng 14 % (C) Punggung Lereng

13 % (C) Transek 2

ST 32

Transek 2 ST 33

Punggung Lereng 11 % (C)

Transek 2 ST 90

Punggung Lereng 13 % (C) 7,5 YR 4/6 Si.cl.l 0-12 cm ps/ss/f 7,5 YR 5/6 Cl 7,5 YR 6/4 Cl 12-28 cm p/s/t 28-44 cm p/s/t 7,5 YR 4/4 S.cl 0-12 cm ps/ss/f 7,5 YR 5/8 Cl 12-30 cm p/s/t >30 cm batu kapur 7,5 YR 3/4 S.cl.l 0-14 cm p/s/f 7,5 YR 3/4 Cl 7,5 YR 5/8 Cl 14-27 cm p/s/t 27-38 cm p/s/t 5 YR 3/4 S.l 0-12 cm ps/ss/f 2,5 YR 4/6 S.cl.l 2,5 YR 4/8 Cl 12-30 cm p/s/f 30-40 cm p/s/f A AB Bt Transek 2 ST 24 7,5 YR 4/4 S.l 0-12 cm ps/ss/f 5 YR 4/6 Cl 5 YR 5/8 Cl 12-25 cm p/s/f 25-41 cm p/s/f A AB B A B A AB Bt A AB B 10-27 cm ps/ss/t 27-40 cm p/s/t Transek 3 ST 135

(53)
[image:53.842.120.785.105.471.2]

Gambar 7b. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda

Punggung Lereng 22 % (D) Punggung Lereng

17 % (D) Transek 1

ST 78

Punggung Lereng 20 % (D) Transek 1

ST 84

Transek 1 ST 114

Punggung Lereng 18 % (D) Transek 3

ST 29

Punggung Lereng 20 % (D) Transek 2 ST 94 5 YR 4/6 S. l 0-10 cm ps/ss/f 2,5 YR 4/6 Si.cl 2,5 YR 4/8 Cl 10-26 cm p/s/f 26-38 cm p/s/f A AB B 7,5 YR 4/4 S.l 0-12 cm ps/ss/f 5 YR 5/8 Si.cl 2,5 YR 5/8 Cl 12-28 cm p/s/t 28-40 cm p/s/t A AB Bt 7,5 YR 3/4 Si.cl.l 0-10 cm ps/ss/f 7,5 YR 4/4 Si.cl 7,5 YR 4/6 Cl 10-24 cm p/s/t 24-38 cm p/s/t A AB Bt 7,5 YR 4/4 L.s 0-10 cm ps/ss/f 7,5 YR 5/8 S.cl.l 7,5 YR 5/6 – 8/1

S.cl.l 10-28 cm ps/ss/f 28-40 cm p/s/f A B BC 7,5YR 4/4 Cl 0-12 cm p/s/t 7,5YR 4/6 Cl 5 YR 4/6 Cl 12-25 cm p/s/t 25-41 cm p/s/t A AB Bt Punggung Lereng 28 % (E)

Punggung Lereng 35 % (E) Transek 4

ST 08

(54)
[image:54.842.123.791.98.486.2]

Gambar 8. Bentuk Lahan Berbeda, Sifat Morfologi Tanah Sama

Transek 2 ST 33

Punggung Lereng

11 % (C)

Kaki Lereng 10 % (C) 7,5 YR 3/4 Cl 0-12 cm p/s/t 7,5 YR 4/4 Cl 7,5 YR 5/6 Cl 12-25 cm p/s/t 25-38 cm p/s/t Transek 2 ST 51 A AB Bt 7,5 YR 3/4 S.cl.l 0-14 cm p/s/f 7,5 YR 3/4 Cl 7,5 YR 5/8 Cl 14-27 cm p/s/t 27-38 cm p/s/t A AB Bt Punggung Lereng 20 % (D) Transek 2

ST 94

Transek 2 ST 91

Punggung Lereng 13 % (C) 5 YR 4/6 S.l 0-12 cm ps/ss/f 2,5 YR 4/6 Si.cl 2,5 YR 4/8 Cl 12-30 cm p/s/f 30-40 cm p/s/f A AB B 5 YR 4/6 S.l 0-10 cm ps/ss/f 2,5 YR 4/6 Si.cl 2,5 YR 4/8 Cl 10-26 cm p/s/f 26-38 cm p/s/f A AB B Punggung Lereng 8 % (B) Transek 4 ST 43 Punggung Lereng 27% (E) Transek 4 ST 54 7,5 YR 4/2 Cl 0-10 cm p/s/t 7,5 YR 4/6 Cl 7,5 YR 5/6 Cl 10-25 cm p/s/t 25-41 cm p/s/t A AB Bt 7,5 YR 4/4 Cl 0-10 cm p/s/t 7,5 YR 4/6 Cl 7,5 YR 5/8 Cl 10-25 cm p/s/t 25-40 cm p/s/t A AB Bt

Gambar

Gambar 2. Peta Sebaran Titik Pengamatan
Gambar 3. Diagram Alir pelaksanaan Penelitian
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian dan Sekitarnya
Gambar 5. Peta Geologi Lokasi Penelitian dan Sekitarnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengevaluasi hubungan antara penggunaan lahan dengan kemampuan tanah memegang air, (2) Mengidentifikasi sifat-sifat fisik tanah

hasil penelitian menunjukan sifat fisik tanah pada desa Oloboju pada 6 unit lahan yaitu lahan sawah, lahan tegalan, lahan kebun campuran dengan masing-masing kelerengan yang

Variabel yang diamati dalam penelitian yakni karateristik dan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman pangan adalah morfologi dan fisik tanah serta sifat

Laboratorium Mineralogi dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.. MOrfologi Dan Klasifikasi Tanah Sawah.Pusat

hasil penelitian menunjukan sifat fisik tanah pada desa Oloboju pada 6 unit lahan yaitu lahan sawah, lahan tegalan, lahan kebun campuran dengan masing-masing kelerengan yang

Oleh karena itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana perubahan sifat kimia tanah dari hutan primer menjadi lahan agroforestri dan

Fungsi diskriminan Eigenvalue Keragaman Kumulatif Korelasi Kanonikal .... Klasifikasi lahan terdegradasi ringan pada skala tinjau yaitu lahan kering dengan kriteria : 1) tanah

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan menjadi salah satu pedoman bagi para petani dalam pengetahuan keragaman sifat fisik tanah yang ada