• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi Perempuan terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi Perempuan terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA

PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN

KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

(Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten

Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

IKA MEYLASARI

I34052468

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

The purposes of this research are to analyze the effect of economic contribution, and personal resources of women towards decision making in household. Respondent of research are 56 women who live with their husband in a house at Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. The research uses quantitative and qualitative methods. Research also uses Rank-Spearman statistic test to examine correlation between variables. The result of research shows that effect of women economic contribution towards decision making in prosperity-household at production area. The house and land ownership effects to decision making in pre-prosperity-household. The ownership of house also effects to decision making in prosperity-household.

(3)

RINGKASAN

IKA MEYLASARI. I34052468. Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan

Sumberdaya Pribadi Perempuan terhadap Ekonomi Rumahtangga. Dusun

Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.(Di bawah bimbingan WINATI WIGNA).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka merupakan indikator utama ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan di bidang ketenagakerjaan. TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Sebaliknya, angka pengangguran perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Selain itu, pendapatan laki-laki juga lebih tinggi daripada pendapatan perempuan. Padahal, pada rumah tangga miskin, perempuan tidak bisa hanya bertanggung jawab untuk pengelolaan rumah tangga saja, tetapi harus juga membanting tulang dalam pasar kerja. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Pengambilan keputusan oleh perempuan penting untuk dikaji karena semakin dominan istri dalam pengambilan keputusan keluarga petani, maka semakin tinggi kesejahteraan obyektif keluarga tersebut.

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1) Memaparkan pola pembagian kerja dalam rumahtangga di daerah kasus; 2) Menganalisis pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga di daerah kasus; serta 3) Menganalisis pengaruh sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga di daerah kasus.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DI Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama untuk mengumpulkan data tentang kontribusi ekonomi dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2009. Tahap kedua untuk mengumpulkan data tentang sumberdaya pribadi dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2009. Responden penelitian ini sebanyak 56 orang perempuan usia produktif yang tinggal bersama suami mereka dalam satu rumah di lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan topik penelitian. Data kuantitatif diolah secara manual dan uji statistik. Data yang telah diolah secara manual disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Pengolahan data masing-masing variabel diproses dengan menggunakan software SPSS 12.0 dan Microsoft Excel 2003, sedangkan hubungan antar variabel diuji menggunakan uji statistik Rank-Spearman. Sementara itu, data kualitatif disajikan secara deskriptif dalam bentuk paragraf.

(4)

rumahtangga. Pembagian kerja dalam rumahtangga yang menempatkan perempuan pada sektor domestik menyebabkan perempuan tidak dapat berkontribusi tinggi terhadap ekonomi rumahtangga. Sebaliknya, sistem pewarisan kekayaan mengakibatkan perempuan dapat membawa harta yang lebih bernilai daripada harta yang dibawa laki-laki ke dalam pernikahan. Kontribusi ekonomi perempuan tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga prasejahtera di semua bidang, sedangkan dalam rumahtangga sejahtera kontribusi ekonomi perempuan berpengaruh positif secara nyata terhadap pengambilan keputusan di bidang produksi.

Pada rumahtangga prasejahtera, kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan berhubungan tidak nyata dengan tingkat pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Sumberdaya pribadi yang berhubungan positif nyata dengan pengambilan keputusan di bidang produksi adalah kepemilikan rumah tinggal dan lahan garapan. Kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi berhubungan tidak nyata dengan pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga. Kepemilikan rumah tinggal dan tanah untuk rumah tinggal berhubungan positif nyata dengan pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga, sedangkan kepemilikan lahan garapan justru berhubungan negatif. Selain itu, sumberdaya pribadi yang berhubungan positif nyata dengan pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan adalah pendidikan, kepemilikan tanah untuk rumah tinggal, dan pengalaman kerja.

Pada rumahtangga sejahtera, terdapat hubungan positif yang nyata antara kepemilikan tanah untuk rumah tinggal dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Kepemilikan tanah untuk rumah tinggal juga berhubungan positif nyata dengan pengambilan keputusan di bidang produksi, pembentukan keluarga, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain kepemilikan tanah untuk rumah tinggal, faktor yang berhubungan positif nyata dengan pengambilan keputusan di bidang produksi adalah kontribusi ekonomi dan kepemilikan lahan garapan. Sebaliknya, pendidikan justru berhubungan negatif dengan pengambilan keputusan di bidang produksi.

Kegiatan nafkah perempuan turut berkontribusi terhadap pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu, perlu ada suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan perempuan. Program tersebut hendaknya tidak menyita waktu perempuan lebih sering di luar rumah. Hal ini karena perempuan berperan untuk mengelola rumahtangga agar dapat berjalan dengan baik. Selain itu, keputusan dalam rumahtangga juga lebih banyak diambil oleh perempuan. Maka dari itu, perempuan hendaknya lebih sering berada di rumah agar keputusan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat saat dibutuhkan.

(5)

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA

PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN

KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

(Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten

Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Oleh

IKA MEYLASARI

I34052468

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Ika Meylasari

NRP : I34052468

Major : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi Perempuan terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Winati Wigna, MDS NIP. 19480327 198303 2 002

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS 19550630 198103 1 003

(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN

SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (DUSUN JATISARI, DESA SAWAHAN, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK ATAU LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2010

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Mei 1988. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Jakman Santoso dan Ibu Ari Pujiati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cipadu 1 tahun 1999. Setelah menyelesaikan pendidikan di SLTPN 11 Tangerang tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 90 Jakarta dan lulus tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Kontribusi Ekonomi dan Sumberdaya Pribadi Perempuan

terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga” dengan baik.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menjelaskan tentang pengaruh kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dan dunia pendidikan pada umumnya..

Bogor, Februari 2010

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Winati Wigna, MDS yang telah dengan sabar membimbing penulis serta memberikan kritik, saran, pengarahan, motivasi, dan nasehat kepada penulis.

2. Mama, papa, dan adik atas cinta, kesabaran dan semangat yang senantiasa menyertaiku dalam melewati masa-masa sulit.

3. Keluarga Budi Sulistyo dan Keluarga Suyatno atas semua fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis sejak sebelum hingga selesai penelitian.

4. Wahyu Hidayat Siswanto sebagai sahabat terbaikku.

5. Bapak Kepala Desa Sawahan beserta jajarannya atas izin dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian

6. Bapak dan Ibu Kepala Dusun Jatisari serta Bapak dan Ibu Ketua Rukun Tetangga 1 – 5 yang telah bersedia menjadi informan sekaligus mendampingi penulis selama proses penelitian.

7. Irwanto, Mbak Puji, dan Mas Supiyanto yang telah menemani penulis saat proses pengumpulan data.

8. Ibu-ibu di Dusun Jatisari atas kesediaan menjadi responden penulis. 9. Anggota Karang Taruna dan Remaja Masjid Dusun Jatisari atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

10.Palupi Ciptoningrum, Puty Siyamitri, dan Linda Pratiwi sebagai rekan satu bimbingan.

11.Teman-teman di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki

kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”.

Selanjutnya pada pasal 6 disebutkan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak

memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh

pekerjaan”. Selain itu, pada pasal 31 tertulis bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki

hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah

pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri”.

Besarnya partisipasi angkatan kerja digambarkan melalui indikator

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yaitu persentase penduduk yang

termasuk dalam angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (penduduk usia 15

tahun ke atas). TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka merupakan indikator

utama ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan di

bidang ketenagakerjaan. TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK

laki-laki. Tahun 2004 hingga 2006, TPAK perempuan tidak pernah mencapai 50

persen. Sementara itu, di rentang tahun yang sama, TPAK laki-laki mencapai 80

persen. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya perempuan yang mengurus rumah

tangga, dan adanya budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah

utama dalam keluarga.

Secara umum, selama tahun 2004 hingga 2006 terjadi peningkatan angka

pengangguran di Indonesia, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Hal ini

kemungkinan disebabkan kondisi perekonomian yang membaik, sehingga

memungkinkan mereka untuk memilih-milih pekerjaan dan mencari pekerjaan

yang lebih baik dengan penghasilan yang juga lebih besar. Angka pengangguran

perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pada satu sisi, hal ini

menunjukkan kemajuan karena semakin banyak perempuan yang aktif secara

ekonomi dengan mencari pekerjaan. Tetapi pada sisi lain, kondisi ini

menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan umumnya lebih terbuka lebar bagi

(12)

dan tingkat pendidikan perempuan umumnya lebih rendah dibandingkan

laki-laki.1

Selain terdapat perbedaan tingkat partisipasi angkatan kerja, perbedaan

antara laki-laki dan perempuan juga terjadi dalam hal upah atau gaji atau

pendapatan bersih sebulan. Data yang diambil pada Agustus 2002 menunjukkan

bahwa 63.97 persen dari seluruh pekerja yang memiliki pendapatan kurang dari

Rp 100.000 per bulan adalah perempuan. Berkebalikan dengan data di atas, 77,76

persen dari seluruh pekerja yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.000.000 per

bulan adalah laki-laki. Dari data tersebut terlihat bahwa persentase perempuan

yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 100.000 lebih banyak dibandingkan

dengan persentase laki-laki. Berkebalikan dengan data di atas, persentase

perempuan yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000 ke atas lebih sedikit

dibandingkan dengan persentase laki-laki. Berdasarkan data tersebut, terbukti

bahwa pendapatan laki-laki lebih tinggi dari pendapatan perempuan.2

Bila untuk pendidikan dan pekerjaan berupah perempuan tertinggal,

keadaan sebaliknya terjadi untuk menghadapi kesukaran hidup. Pada rumah

tangga miskin, perempuan tidak bisa hanya bertanggung jawab untuk pengelolaan

rumah tangga saja, tetapi harus juga membanting tulang dalam pasar kerja.

Pembagian rumah tangga oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada

tahun 1997 dan 1998 dalam lima kelompok berdasarkan pengeluaran per kapita,

ada korelasi yang terlihat bahwa semakin sejahtera sebuah rumah tangga, makin

rendah persentase perempuan yang terlibat dalam pasar kerja. Sebaliknya, makin

miskin sebuah rumah tangga maka partisipasi perempuan masuk dalam pasar

kerja semakin tinggi.3

Ibu rumah tangga dan perempuan pada umumnya banyak berkontribusi

terhadap pembangunan ekonomi Indonesia dalam produksi subsisten, sektor

informal dan bekerja secara sukarela di masyarakat, yang merupakan bagian dari

perekonomian sosial atau “care economy”, yang krusial dalam pengembangan dan

keberlanjutan sektor kesehatan dan ketenagakerjaan, serta dalam menjaga

1

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Diakses tanggal 15 Januari 2009.

2

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Diakses tanggal 15 Januari 2009.

3

(13)

keberlanjutan kerangka sosial dan kemasyarakatan, pemenuhan tanggung jawab

publik, dan norma-norma sosial masyarakat. Hal tersebut disebutkan Menneg

PPN/Kepala Bappenas, H. Paskah Suzetta dalam sambutannya sebagai inspektur

upacara peringatan Hari Ibu ke-80 Tahun 2008, pada Senin (22/12), pukul 08.00

WIB, di Bappenas, dengan peserta upacara PNS di lingkungan Kementerian

Negara PPN/Bappenas.

Pengambilan keputusan oleh perempuan menjadi penting diantaranya

karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2000) membuktikan

bahwa baik pada strata kaya maupun strata miskin, kesejahteraan rumahtangga

nelayan dipengaruhi oleh pengambilan keputusan perempuan. Pengambilan

keputusan ini mencakup kegiatan rumahtangga, nafkah, dan kegiatan sosial.

Selain itu, kesejahteraan yang dimaksud di atas berlaku baik berdasarkan kriteria

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun kriteria

Sayogyo.

Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspa (2007)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengambilan

keputusan dengan kesejahteraan obyektif. Artinya, semakin dominan istri dalam

pengambilan keputusan keluarga petani, maka semakin tinggi kesejahteraan

obyektif keluarga tersebut. Selain itu, dukungan sosial berkorelasi positif dengan

pengambilan keputusan strategi pemenuhan kebutuhan hidup. Artinya, semakin

dominan istri dalam pengambilan keputusan mengenai strategi pemenuhan

kebutuhan hidup, maka semakin tinggi dukungan sosial yang didapatkan keluarga.

Berbagai penelitian yang bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor

yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga

telah dilakukan. Faktor yang telah diteliti antara lain kontribusi ekonomi: Syakti

(1997), Andriyani (2000), dan Rahmawaty (2000). Selain kontribusi ekonomi,

faktor yang telah diteliti pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan dalam

rumahtangga adalah sumberdaya pribadi: Syakti (1997), Wahyudini (1997), dan

Rosalina (2004).

Walaupun kedua faktor tersebut telah diteliti, namun ada beberapa hal

yang masih harus dilengkapi, seperti: (1) Pengambilan keputusan dalam

(14)

membagi pengambilan keputusan dalam rumahtangga menjadi empat bidang,

yaitu produksi, pengeluaran kebutuhan rumahtangga, pembentukan keluarga, dan

kegiatan sosial kemasyarakatan; (2) Rumahtangga yang diteliti tidak

dikategorikan berdasarkan strata; (3) Metode pengolahan yang digunakan hanya

satu, yaitu tabulasi silang atau uji statistik saja; (4) Penelitian lebih banyak

dilakukan di Propinsi Jawa Barat, seperti Syakti (1997), Rahmawaty (2000), dan

Rosalina (2004) di Bogor, serta Andriyani (2000) di Cirebon..

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diadakan penelitian yang

bertujuan untuk menganalisis pengaruh kontribusi ekonomi dan sumberdaya

pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga

berdasarkan strata. Penelitian ini menggunakan dua metode pengolahan data, yaitu

tabulasi silang dan uji statistik guna memperkuat bukti terhadap kesimpulan akhir

yang diambil. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih sebagai lokasi

penelitian agar hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian

terdahulu yang dilakukan di Propinsi Jawa Barat.

1.2. Masalah Penelitian

Masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pembagian kerja yang berlaku dalam rumahtangga?

2. Bagaimana pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap

pengambilan keputusan dalam rumahtangga?

3. Bagaimana pengaruh sumberdaya pribadi perempuan terhadap

pengambilan keputusan dalam rumahtangga?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan pada sub-bab

sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Memaparkan pola pembagian kerja dalam rumahtangga.

2. Menganalisis pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap

pengambilan keputusan dalam rumahtangga.

3. Menganalisis pengaruh sumberdaya pribadi perempuan terhadap

(15)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan

informasi bagi instansi pemerintah mengenai pengaruh kontribusi ekonomi dan

sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam

rumahtangga. Informasi ini akan berguna bagi instansi pemerintah untuk

menyusun dan menerapkan kebijakan yang tidak mengesampingkan kepentingan

perempuan. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi acuan atau sumber bagi

penelitian selanjutnya. Bagi responden dan masyarakat di daerah kasus, peneliti

berharap hasil penelitian ini berguna untuk memberikan informasi tentang

besarnya peran perempuan dalam menjaga ketahanan ekonomi rumahtangga

(16)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Gender dan Kesetaraan Gender

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis

kelamin biologis merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki

atau seorang perempuan, akan tetapi jalan yang menjadikan kita maskulin atau

feminin adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi

biologis oleh kultur kita. Gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan

kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Salah satu hal yang

paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu berubah seiring

waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Istilah gender

mencakup peran sosial baik kaum perempuan maupun laki-laki. Hubungan antara

laki-laki dan perempuan seringkali amat penting dalam menentukan posisi

keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara

perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi dari pendefinisian perilaku

gender yang semestinya oleh masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh

perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu ditetapkan oleh kelas, gender,

dan suku (Mosse, 2002).

Ann Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang yang mula-mula

melakukan pembedaan antara istilah gender dan seks. Perbedaan seks berarti

perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis terutama yang menyangkut prokreasi

(hamil, melahirkan, dan menyusui). Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis

atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks, tapi tidak selalu identik

dengannya. Gender memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan

perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada (De Vries, 2006).

Menurut Saptari dalam Saptari dan Holzner (1997), gender adalah keadaan di mana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan

memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui

atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau

(17)

pendefinisian maskulinitas dan feminitas di setiap masyarakat membawa

kesadaran akan adanya bentuk-bentuk pembagian kerja seksual yang berbeda.

Kesetaraan gender ditunjukkan dengan adanya kedudukan yang setara

antara laki-laki dan perempuan di dalam pengambilan keputusan dan di dalam

memperoleh manfaat dari peluang-peluang yang ada di sekitarnya. Kesetaraan

gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada perempuan dan

laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan kemampuannya

secara maksimal di berbagai bidang. Kesetaraan gender bukan berarti

memindahkan semua pekerjaan laki-laki ke pundak perempuan, bukan pula

mengambil alih tugas dan kewajiban seorang suami oleh istrinya. Inti kesetaraan

gender adalah menganggap semua orang pada kedudukan yang sama dan sejajar

(equality), baik itu laki-laki maupun perempuan. Selain itu, inti dari kesetaraan gender adalah kebebasan memilih peluang-peluang yang diinginkan tanpa ada

tekanan dari pihak lain, kedudukan dan kesempatan yang sama di dalam

pengambilan keputusan dan di dalam memperoleh manfaat dari lingkungan (De

Vries, 2006).

Konsep kesetaraan kuantitatif 50/50 diidealkan oleh United Nations

Development Program (UNDP), sehingga lembaga ini mengharapkan seluruh

negara di dunia dapat mencapai kesetaraan yang demikian, akan tetapi data

statistik di seluruh dunia selalu menunjukkan bahwa angka partisipasi perempuan

dalam pasar kerja dan politik selalu lebih kecil daripada laki-laki. Keberhasilan

program UNDP tentang kesetaran 50/50 telah dibuktikan melalui kemajuan pesat

yang telah dicapai oleh para perempuan dalam bidang kesehatan dan pendidikan

yang bahkan dapat melampaui kecepatan kemajuan yang dicapai laki-laki.

Kenyataan ini dapat menyanggah pendapat yang sering dilontarkan oleh kaum

feminis, bahwa diskriminasi pada perempuan karena adanya faktor budaya, di

mana budaya patriarkat selalu menempatkan perempuan pada posisi yang lebih

rendah daripada laki-laki.

Mengkritisi konsep kesetaraan yang diusung oleh UNDP, Megawangi

(1999) menawarkan konsep kesetaraan yang mengakui akan keragaman biologis

antara laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan ini selanjutnya disebut

(18)

tidak berarti setiap manusia mendapatkan tingkat kesejahteraan atau kebahagiaan

yang sama, karena aspirasi, keinginan, dan kebutuhan manusia yang

berbeda-beda. Megawangi mengutip perkataan Rae4 bahwa kesetaraan dalam kesempatan

harus diiikuti pula oleh konsep kesetaraan dalam memiliki alat untuk meraih lot. Megawangi juga mengutip pernyataan Rawls5 bahwa kesetaraan ini harus berarti

bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan keahlian sama harus mempunyai

kesempatan sama. Selain itu, untuk mendapatkan lot yang sama ada satu persyaratan lagi, yaitu kesamaan faktor keinginan dan aspirasi. Megawangi lebih

setuju kalau kesetaraan gender disebut keadilan gender, karena kesetaraan sering

dirancukan dengan sameness yang kadangkala mengimplikasikan pengukuran

outcome, hasil, atau lot. Konsep keadilan mempunyai arti yang lebih abstrak dan relatif, sehingga pengukurannya tidak dapat dibatasi dengan angka-angka yang

ukurannya terbatas.

2.1.2. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga

Ada dua definisi rumahtangga yang digunakan secara umum (Saptari

dalam Saptari & Holzner, 1997). Pertama, rumahtangga sebagai pranata budaya dan sosial yang paling dasar dalam suatu masyarakat. Kedua, rumahtangga

sebagai pranata ekonomi paling kecil dengan fungsi-fungsi sebagai berikut:

menjalankan kegiatan produksi, penggabungan penghasilan (income-pooling) dan konsumsi bersama, serta bertempat tinggal bersama.

Pembagian kerja seksual adalah pembagian kerja yang didasarkan atas

jenis kelamin. Di kebanyakan masyarakat ada pembagian kerja seksual di mana

beberapa tugas dilaksanakan oleh perempuan dan beberapa tugas lain

dilaksanakan oleh laki-laki (Saptari dalam Saptari & Holzner, 1997). Secara umum, pembagian kerja dalam rumah tangga di Indonesia adalah perempuan

sebagai pengelola rumahtangga, sedangkan laki-laki sebagai pencari nafkah,

walaupun tidak langsung berarti “penghasilan”, pekerjaan rumahtangga memberi

dukungan pada anggota lain “pencari nafkah” untuk memanfaatkan peluang

bekerja (Sajogyo, 1981). Dukungan tersebut dalam ekonomi rumahtangga dapat

4

Douglas Rae dalam bukunya Equalities.

5

(19)

diasumsikan sebagai proses produksi dari “nilai pakai” (use-values) atau “produksi dari hal yang terpakai” (consumables).

Kaitan antara ada tidaknya dominasi laki-laki dalam pembagian kerja

seksual dengan struktur masyarakat dan perubahan sosial dapat dibagi ke dalam

empat golongan (Saptari dalam Saptari & Holzner, 1997). Pertama, mereka yang mengatakan bahwa pembagian kerja seksual berlaku universal, tetapi tidak selalu

berarti dominasi laki-laki. Kedua, ada pula, seperti Ester Boserup, yang

mengatakan bahwa posisi perempuan secara tradisional tidak tersubordinasi, tetapi

dengan kolonialisme menjadi termarginalisasi. Ketiga, ada pula yang mengatakan

bahwa posisi perempuan selalu tersubordinasi baik pada zaman feodal, zaman

kolonial, maupun zaman pascakolonial, tetapi bentuk subordinasinya

berbeda-beda sesuai dengan sistem yang ada saat itu. Terakhir, ada yang mengatakan

bahwa subordinasi terdapat pada saat perempuan masih terkungkung dalam

lingkup domestik dalam sistem feodal yang masih patriarkal.

Menurut Scanzoni dan Scanzoni (1981) sebagaimana dikutip oleh

Suleeman dalam Ihromi (1999), hubungan suami-istri dapat dibedakan menurut pola perkawinan yang ada. Pertama, pada pola perkawinan owner property, istri adalah milik suami sama seperti uang dan barang berharga lainnya. Tugas suami

adalah mencari nafkah dan tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami

dan anak-anak dan menyelesaikan tugas-tugas rumahtangga yang lain karena

suami telah bekerja untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Kedua, pada

pola perkawinan head-complement, istri dilihat sebagai pelengkap suami. Suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersamanya secara

bersama-sama. Ketiga, pada pola perkawinan senior-junior partner, posisi istri tidak lebih sebagai pelengkap suami, tetapi sudah menjadi teman. Perubahan ini terjadi

karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis meskipun pencari

nafkah utama tetap suami. Terakhir, pada pola perkawinan equal partner, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah di antara suami dan istri. Istri mendapat

hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan

melakukan tugas-tugas rumahtangga.

Sebagian besar reponden penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi

(20)

53 persen untuk ibu tidak bekerja) menjawab bahwa mengurus dan membimbing

anak-anak adalah peran utama ibu rumahtangga. Pekerjaan yang dilakukan oleh

ibu rumahtangga terutama yang berkaitan dengan urusan suami dan

anak-anaknya, akan tetapi pada golongan keluarga ibu bekerja, 54 persen diantaranya

melakukan pembagian kerja dengan suaminya. Jenis pekerjaan yang dilakukan

suami adalah jenis pekerjaan yang relatif lebih berat. Demikian pula penelitian

yang dilakukan Yayasan Srikandi di Jakarta pada tahun 1991 terlihat bahwa

pengelolaan keuangan keluarga diserahkan pada perempuan, akan tetapi para

perempuan ini selalu bertukar pikiran dengan suami mengenai berbagai hal yang

berkenaan dengan keluarga, demikian pula sebaliknya.

Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di atas, penelitian Setyawati

(2008) di Kecamatan Kronjo dan Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang,

terlihat bahwa kaum perempuan di dua desa penelitian lebih banyak

menghabiskan waktunya dibanding kaum lelaki dalam hal pemanfaatan waktu

dalam urusan rumahtangga. Bahkan pada musim paceklik, kaum lelaki tetap

jarang melakukan pekerjaan domestik kecuali untuk memperbaiki rumah jika ada

yang rusak. Kaum perempuan pesisir selain mengerjakan kegiatan rumahtangga,

juga mengerjakan kegiatan produktif di luar rumah untuk membantu suami dan

kegiatan sosial kemasyarakatan. Sebaliknya, suami atau kaum laki-laki hanya

mengerjakan kegiatan produktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daulay (2001) di

Kecamatan Rawamarta Kab. Karawang Jawa Barat terlihat hasil yang sedikit

berbeda. Secara keseluruhan pola-pola patriarkhi tidak mendominasi dalam

kerangka pembagian kerja dan pencari nafkah utama dalam keluarga TKW. Pada

sepuluh keluarga responden, istri memang mempunyai peranan besar dalam sektor

domestik, namun demikian, perempuan bebas memilih untuk menentukan

keputusan berangkat ke Luar Negeri. Saat istri berangkat menjadi TKW,

pekerjaan rumahtangga diambil alih oleh keluarga luas atau dikerjakan oleh suami

beserta anak-anak.

Demikian pula pekerjaan reproduktif pada rumahtangga petani pedagang

tanaman hias di Dukuh Nglurah, Kelurahan Tawangmangu, Kecamatan

(21)

demikian, suami juga ikut membantu terutama apabila ada pengambilalihan kerja

pada kegiatan reproduktif. Sementara itu, menurut responden, kegiatan produktif

dilakukan secara bersama oleh suami dan istri (Meliala, 2006).

Pembagian kerja produktif dan reproduktif petani monokultur sayur

dibedakan dalam tiga jenis kegiatan, yaitu kegiatan yang hanya dilakukan oleh

suami, kegiatan yang dilakukan bersama (suami dan istri), serta kegiatan yang

hanya dilakukan oleh istri. Hasil penelitian di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten

Karanganyar (Pratiwi, 2007) menunjukkan bahwa tahapan kegiatan dalam

usahatani yang sifatnya merupakan pekerjaan kasar dan berat maka pelaku

kegiatannya dominan suami. Sebaliknya, tahapan kegiatan yang sifatnya

merupakan pekerjaan ringan maka pelaku kegiatannya dominan istri. Di sisi lain,

pada pekerjaan reproduktif, suami dan istri memiliki peran yang sama-sama

dominan tidak seperti pada kerja produktif yang didominasi oleh suami.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rawamarta

Kabupaten Karawang (Daulay, 2001), terbukti bahwa telah terjadi pergeseran

konstruksi gender pada masyarakat Sunda. Dewasa ini, karena keterbatasan lahan

dan permintaan pasar beban anak sebagai suatu komoditi diarahkan ke anak

perempuan. Selama bekerja di Luar Negeri, tugas perempuan di sektor domestik

dapat dialihkan kepada keluarganya, akan tetapi stereotipe yang melekat pada

perempuan tidak sepenuhnya hilang walaupun ia telah berkontribusi banyak bagi

ekonomi keluarganya. Beberapa ketimpangan gender yang terjadi terkait dengan

Tenaga Kerja Indonesia Wanita (TKIW) diantaranya: 1) dunia kerja TKIW masih

pada sektor domestik, 2) tidak ada jaminan akan ada kesetaraan dalam

pengambilan keputusan di dalam keluarga walaupun TKIW menghasilkan uang,

3) anggapan masyarakat bahwa peran TKIW setelah kembali dari Luar Negeri

tetap sebagai ibu rumah tangga yang tidak produktif, 4) suami tidak menyentuh

pekerjaan di sektor domestik walaupun ia tidak terlibat jauh di sektor publik, dan

5) pekerjaan TKI laki-laki lebih bergengsi dengan upah yang lebih tinggi.

Di sejumlah masyarakat petani di kawasan Selatan (Mosse, 2002),

pembagian kerja berdasarkan gender merupakan cara efisien untuk menjamin

kelangsungan hidup unit keluarga dan beradaptasi dengan lingkungan tertentu.

(22)

bisa jadi dilihat sebagai hal yang sama-sama bernilai dengan kerja laki-laki,

walaupun ada juga di banyak masyarakat petani pembagian kerja melibatkan

tingkat signifikansi sepanjang garis-garis gender.

2.2.3. Kegiatan Nafkah yang Dilakukan oleh Perempuan

Upaya-upaya yang dilakukan oleh perempuan pesisir untuk membantu

suaminya dalam mencari nafkah antara lain menyortir dan menjual ikan di TPI,

belanja perbekalan melaut, membuat atau memperbaiki jaring, berdagang keliling,

berdagang di kios, bekerja sebagai buruh, serta mengikuti koperasi (Setyawati,

2008). Sementara itu, usaha-usaha yang dilakukan oleh perempuan di Kelurahan

Cigugur Tengah (Ardyani, 2007) adalah membuat kerajinan rumahtangga seperti

makanan kecil getuk, comring, sumpia, dan lontong isi. Ada juga perempuan yang

menjahit, membuat penutup tempat tidur dan bantal, menitipkan masakan ke

warung-warung, menjadi buruh pabrik, serta membuka warung.

Dari hasil penelitian oleh Gardiner dan Surbakti, peny. (1991), strategi

kehidupan perempuan sebagai kepala rumahtangga diarahkan untuk dua tujuan,

yaitu untuk mempertahankan kehidupan keluarga pada saat sekarang serta untuk

mengusahakan kebahagiaan bagi kehidupan masa depan anak-anak yang akan

merupakan tempat bergantung bagi hari tua. Strategi ekonomi yang mereka

lakukan antara lain membatasi pengeluaran dan membagi resiko pada lebih dari

satu jenis mata pencaharian.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Nafkah yang

Dilakukan oleh Perempuan

2.2.4.1. Faktor Pendukung

Keinginan bekerja pada responden golongan menengah ada

kemungkinan berhubungan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi,

sedangkan pada responden golongan bawah kebutuhan ekonomilah yang paling

utama. Secara umum, alasan perempuan bekerja adalah karena faktor ekonomi.

Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Srikandi di Jakarta pada

(23)

orang yang menanggung kehidupannya, karena penghasilan suami tidak

mencukupi, atau karena ingin mencari kehidupan yang lebih baik.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilaksanakan

oleh Rosalina (2004) di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sumberdaya

pribadi dan karakteristik pribadi perempuan berpengaruh terhadap pendapatan

individu perempuan yang diperoleh dari hasil kerjanya. Sumberdaya pribadi

sebelum menikah yang terdiri dari pendidikan, kekayaan, pengalaman bekerja,

pengalaman berorganisasi, keikutsertaan dalam kursus, dan kepemilikan

keterampilan, semuanya memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat

pendapatan individu. Artinya, semakin tinggi tingkat sumberdaya yang dimiliki

oleh perempuan maka semakin tinggi tingkat pendapatan individu. Karakteristik

pribadi yang terdiri dari umur dan motivasi bekerja juga memiliki pengaruh yang

besar terhadap tingkat pendapatan individu perempuan. Artinya, responden yang

berusia produktif memiliki tingkat pendapatan individu yang lebih tinggi daripada

perempuan berusia muda atau tua. Selain itu, responden yang memiliki motivasi

bekerja sebagai mata pencaharian pokok mendapatkan pendapatan lebih tinggi

daripada responden yang memiliki motivasi bekerja membantu ekonomi keluarga

dan motivasi non-ekonomi.

Menurut Sajogyo (1981), partisipasi tenaga kerja perempuan dapat

disebabkan oleh berkembangnya teknologi, majunya pendidikan perempuan, serta

masalah ekonomi. Perempuan melakukan pekerjaan mencari nafkah di semua

bidang: pertanian dan non-pertanian. Jumlah curahan tenaga kerja laki-laki dan

perempuan paling besar di bidang pertanian yaitu untuk pekerjaan di sawah

usahatani sendiri, dibandingkan dengan pekerjaan pertanian lainnya. Penggunaan

waktu oleh perempuan di pedesaan untuk semua pekerjaan (rumahtangga dan

mencari nafkah) lebih banyak daripada laki-laki.

Sementara itu, karakteristik responden dalam kelompok bakul di Desa

Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang berpengaruh

nyata terhadap partisipasinya dalam aktivitas ekonomi yaitu umur dan jumlah

anak, sedangkan tingkat pendidikan dan pendapatan tidak berpengaruh nyata

terhadap partisipasinya dalam aktivitas ekonomi. Karakteristik responden

(24)

pendapatan, sedangkan umur dan jumlah anak responden tidak terlihat adanya

pengaruh nyata terhadap partisipasinya dalam aktivitas ekonomi.

Gusnelly dan Zarida (2000) mengungkapkan bahwa motivasi perempuan

pedagang kecil di Bandung dalam berdagang didominasi oleh mereka yang ingin

mendapatkan uang tunai dengan cepat. Motivasi ingin mendapatkan uang dengan

mudah dan cepat ini didominasi oleh semua tingkatan pendidikan dan usia. Selain

untuk mendapatkan uang, motivasi mereka dalam berdagang adalah membantu

suami, meneruskan usaha keluarga, dan membantu ekonomi keluarga.

2.2.4.2. Faktor Penghambat

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Wanita Universitas

Indonesia pada tahun 1990 di Kelurahan Jatirawamangun mengungkapkan bahwa

ketika ditanyakan kepada responden (perempuan) apakah alasan mereka tidak

bekerja (berperan ganda), sebagian besar mengatakan karena kesibukan

rumahtangga. Alasan-alasan lain yang dikemukakan antara lain karena dilarang

suami, penghasilan suami sudah cukup, kurang mampu bekerja atau tidak

mempunyai keahlian, tidak ada modal, dagangan tidak laku, sibuk di Dharma

Wanita, dan kesehatan tidak memungkinkan.

Menurut Djamal dalam Gardiner dkk. (1996), perempuan yang masuk sektor informal sudah ditantang sejak awal. Keberanian perempuan memasuki

sektor informal lebih banyak didukung oleh faktor kebutuhan. Sebagai

perempuan, mereka dididik, diasuh, dan dibesarkan dalam kerangka stereotip

gender. Ideologi ini berpengaruh terus pada perempuan. Ketika harus mencari

nafkah, lebih banyak yang berpikir untuk memilih pekerjaan yang “ibunisasi” atau

“istrinisasi”. Selain itu, meskipun keluarga sadar bahwa mereka membutuhkan

tambahan pendapatan, mereka juga sulit menerima peran ganda perempuan.

2.2.5. Kontribusi Perempuan terhadap Ekonomi Rumahtangga

Di seluruh dunia, kerja perempuan dinilai rendah. Jika pekerja

rumahtangga ditambahkan ke dalam angka-angka bagi Gross National Product

(GNP) global, diperkirakan bahwa angka GNP global akan meningkat setidaknya

(25)

“tidak tampak” karena kerja itu tidak terekam secara statistik. Kerja perempuan

lebih dipandang sebagai menghidupi ketimbang mendapatkan penghasilan.

Padahal, ketika negara semakin miskin, tekanan terhadap perempuan untuk

mencari uang semakin intensif. Dikarenakan keterbatasan waktu dan

mobilitasnya, kaum perempuan dipaksa mempersiapkan diri memperoleh upah

yang amat murah, baik dalam pertanian, pabrik, maupun sebagai pekerja rumah.

Pembagian kerja secara seksual mengandung makna bahwa perempuan kerap

dipandang sebagai pencari nafkah sekunder dalam keluarga, sedangkan laki-laki

penyedia nafkah utama. Kenyataannya, di negara-negara selatan kerja yang

dilakukan oleh sebagian besar perempuan miskinlah yang memungkinkan

keluarga mereka tetap bertahan hidup. Semakin miskin suatu keluarga, keluarga

itu semakin bergantung kepada produktivitas ekonomi seorang perempuan

(Mosse, 2002).

Hipotesis di atas diperkuat oleh pendapat yang diungkapkan oleh

Simanjuntak dalam Mudzhar, Alvi, dan Sadli, ed. (2001). Peningkatan partisipasi kerja perempuan bukan saja mempengaruhi konstelasi pasar kerja, melainkan juga

mempengaruhi tingkat kesejahteraan perempuan sendiri dan kesejahteraan

keluarga. Secara analisis kualitatif, Simanjuntak menyimpulkan bahwa semakin

banyak tenaga kerja perempuan memasuki pasar kerja, semakin tinggi kualitas

hidup perempuan dan keluarga. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa

indikator. Pertama, perempuan yang bekerja akan menambah penghasilan

keluarga. Kedua, setiap perusahaan biasanya menyediakan jaminan sosial yang

secara langsung dan tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

keluarga. Ketiga, akses pekerja terhadap pelayanan kesehatan lebih besar daripada

akses non-pekerja. Keempat, sebagian besar perusahaan mempunyai program

jaminan kesehatan melalui asuransi kesehatan atau jaminan pembayaran kembali

seluruh atau sebagian biaya kesehatan yang telah dikeluarkan, walaupun

penghasilan istri sering dikatakan hanya sebagai tambahan, tetapi penelitian yang

dilakukan oleh kelompok Peminat Studi Wanita, Universitas Indonesia

(26)

2.2.6. Sumberdaya Pribadi Perempuan

Menurut Blood dan Wolfe (1960) dikutip oleh Sajogyo (1983) dikutip

oleh Rosalina (2004), kebudayaan saja tidak cukup untuk menyoroti dan

menjelaskan distribusi serta alokasi kekuasaan antara suami dan istri dalam

keluarga. Dalam hal ini perlu juga memperhatikan sumberdaya pribadi yang

disumbangkan dalam perkawinan mereka. Sumberdaya pribadi oleh Blood dan

Wolfe (1960) dikutip oleh Sajogyo (1983) dikutip oleh Rosalina (2004),

didefinisikan sebagai sesuatu yang disediakan oleh salah satu pihak (suami atau

istri) untuk pihak lainnya (pasangannya), agar yang terakhir ini terpenuhi

kebutuhannya atau terwujud tujuannya. Sajogyo (1981) mengartikan sumberdaya

pribadi meliputi berbagai aspek berupa pendidikan yaitu pendidikan formal dan

informal, pengalaman, keterampilan, dan kekayaan yang menunjukkan adanya

variasi alokasi kekuasaan dalam keluarga dan menentukan siapa yang dominan

dalam pengambilan keputusan.

Sajogyo (1983) serta White dan Hastuti (1980) sebagaimana dikutip oleh

Wahyudini (1997) mengatakan bahwa pendidikan bukan satu-satunya aspek

sumberdaya pribadi yang paling berpengaruh pada kekuasaan. Dikatakan bahwa

seorang istri yang mengenyam pendidikan formal lebih rendah dari suami tetapi

mempunyai pengalaman yang dapat memperkaya pribadinya maka mempunyai

kekuasaan yang setara dengan suami. Bahkan, istri tersebut mampu mengambil

keputusan tertentu. Melalui pengalaman terutama yang diperoleh di luar rumah,

istri akan berinteraksi dengan nilai-nilai baru yang pada akhirnya akan menambah

pengetahuannya. Bagi istri yang pendidikannya rendah dan tidak mempunyai

sumberdaya lain selain pendidikan, maka otonominya dalam rumahtangga akan

didominasi suaminya.

Menurut Syakti (1997), pergaulan di luar rumahtangga pada umumnya

juga dapat menambahkan pengalaman anggota itu dalam keluarganya, bahkan tak

jarang pula memperbesar potensi dalam mengambil keputusan di berbagai bidang

kehidupan. Agassi (1991) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001) mengatakan

bahwa keseimbangan status perempuan dalam keluarga baru bisa diperoleh jika

ada kekuatan yang sama antara suami dan istri dalam bidang ekonomi dan kontrol

(27)

dari masalah kekuasaan dalam keluarga, dan berbicara tentang itu tidak bisa

menghindar dari masalah patriarki.

2.2.7. Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga

Secara populer dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat

keputusan berarti memilih satu di antara sekian banyak alternatif. Pada umumnya

suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau

persoalan (problem solving), setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan

berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan

dalam pengambilan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian)

mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil

keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan

ialah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi

keputusan dapat dibuat (Supranto, 2005).

Cromwell dan Olson yang diacu oleh Lestari dalam Ihromi (1990) mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan

dalam keluarga. Pertama, sumber atau dasar kekuasaan (bases of family power). Kedua, proses kekuasaan dalam keluarga (family power processes). Ketiga, hasil kekuasaan dalam keluarga (family power outcomes).

Dari ketiga bidang ini, masalah pengambilan keputusan digolongkan ke

dalam bidang kedua dan ketiga. Pengambilan keputusan adalah perwujudan

proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi di antara para

anggota keluarga untuk saling mempengaruhi (bidang kedua), serta sekaligus juga

menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur kekuasaan dalam keluarga tersebut.

Safilios-Rotschild yang diacu oleh Lestari dalam Ihromi (1990) juga menyatakan bahwa untuk melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses

pengambilan keputusan, yakni tentang siapa yang mengambil keputusan,

bagaimana frekuensinya, dan sebagainya.

Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat

(28)

1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup

pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal,

penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;

2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam

kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian

pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan

perawatan kesehatan;

3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga,

yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja

antara anak-anak, dan pendidikan; serta

4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan

kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang

mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan

peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.

Geertz (1961) dikutip oleh Sajogyo (1981) menggambarkan bahwa

dalam keluarga Jawa, ditemukan adanya peranan perempuan yang lebih besar

dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai istri, perempuan lah yang

mengelola keuangan keluarga, walaupun secara resmi suami yang memutuskan

setelah berunding dengan istri. Suami yang berkemauan keras dalam hubungan

suami istri mempunyai status yang sama nilainya. Kenyataannya, keluarga di

mana suami mempunyai kekuasaan besar jarang ditemukan. Pada masyarakat

Jawa, ada suatu alokasi solidaritas yang lebih kuat dan lebih dalam pada hubungan

keluarga antara anggota-anggota perempuan dalam keluarga itu atau grup kerabat

lainnya atau yang dikenal dengan “Matrifokal” (Levy, 1971 dikutip oleh Sajogyo,

1981).

Ditinjau dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani,

perempuan selalu memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai

dari praproduksi hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan

pasca panen, keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani

sangat berperan dalam penentuan penggunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi,

(29)

Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi (2007) di Karanganyar, Jawa

Tengah, pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani

monokultur sayur dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari

responden suami dan istri. Jadi, pengambilan keputusannya dilakukan bersama

dengan perbedaan pengaruh dari masing-masing responden, akan tetapi ada juga

masalah yang pengambilan keputusannya didominasi oleh suami atau didominasi

oleh istri. Pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani didominasi oleh

suami. Sebaliknya, pengambilan keputusan yang didominasi oleh istri adalah

dalam hal pemasaran. Sementara itu, pola pengambilan keputusan yang seimbang

antara suami dan istri tampak dalam hal pengaturan biaya hidup selama menunggu

musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, serta penentuan dan pengaturan

tenaga kerja usahatani.

2.2.8. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pola Pengambilan

Keputusan dalam Rumahtangga

2.2.8.1. Kontribusi Ekonomi

Maynard (1985) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001)

menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang

finansial. Ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam

keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih

banyak. Demikian pula hasil studi Burr Ahern dan Knowles (1977) sebagaimana

dikutip oleh Daulay (2001) bahwa manakala pendapatan istri meningkat

sebanding dengan pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga

meningkat. Burr dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator

terbaik terhadap power. Dengan demikian, hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa pengaruh (kuasa) istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif

perempuan pada pendapatan rumahtangga.

Setelah melalui penelitian, Suryochondro dalam Ihromi (1990) menyimpulkan bahwa perempuan/istri lapisan bawah lebih banyak bekerja

dibanding perempuan/istri lapisan atas, walaupun ada perempuan/istri lapisan atas

yang bekerja, tetapi kontribusinya untuk pendapatan rumahtangga tidak sebesar

(30)

lapisan bawah mempunyai kekuasaan di dalam pengambilan keputusan dibanding

istri lapisan atas. Kesimpulan ini diperkuat oleh pernyataan Molo yang diacu oleh

Daulay (2001) bahwa istri lapisan bawah lebih dominan dalam pengambilan

keputusan karena gaji yang diterima memberikan sumbangan pada pendapatan

total keluarga.

Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Syakti (1997) dan

Rahmawaty (2000). Syakti (1997) membuktikan bahwa tinggi rendahnya

kontribusi ekonomi perempuan, baik yang berasal dari pendapatan hasil bekerja

maupun yang berasal dari sumberdaya pribadi lainnya berpengaruh positif

terhadap peran perempuan pada proses pengambilan keputusan dalam keluarga.

Sementara itu, Rahmawaty (2000) juga membuktikan bahwa semakin tinggi

kontribusi ekonomi perempuan terhadap pendapatan rumahtangga, maka semakin

tinggi pengambilan keputusan perempuan dalam rumahtangga. Hal ini terbukti

baik bagi perempuan yang mempunyai sumberdaya tinggi maupun responden

yang memiliki sumberdaya rendah.

Berbeda dengan kesimpulan di atas, hasil penelitian Farida Hanum

(1995) yang diacu oleh Daulay (2001) memperlihatkan bahwa perspektif Marxis

klasik tentang kondisi material perempuan (posisi perempuan dalam struktur

ekonomi dan sektor produksi) yang secara langsung menentukan posisinya pada

struktur kekuasaan sepenuhnya tidak benar. Hal ini ditunjukkan melalui hasil

penelitiannya, bahwa meskipun perempuan mempunyai penghasilan sendiri, akan

tetapi wewenangnya tidaklah lebih besar bila dibanding dengan perempuan yang

tidak mempunyai penghasilan sendiri. Menurut Lestari dalam Ihromi (1990), faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan dalam

pengambilan keputusan diantaranya proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang

perkawinan, dan kedudukan dalam masyarakat.

2.2.8.2. Sumberdaya Pribadi

Berdasarkan hasil penelitian Sajogyo (1981) dapat diketahui bahwa

sumbangan pribadi (personal resourches) mempengaruhi hubungan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan rumahtangga karena ikatan perkawinan.

(31)

keterampilan. Sumbangan ini menunjukkan adanya variasi dari alokasi kekuasaan

dalam keluarga, terutama dalam hubungan suami-istri.

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Rosalina (2004) di Kecamatan

Ciampea, Kabupaten Bogor juga membuktikan bahwa sumberdaya pribadi dan

karakteristik pribadi perempuan berpengaruh terhadap pendapatan individu

perempuan yang diperoleh dari hasil kerjanya. Sumberdaya pribadi sebelum

menikah yang terdiri dari pendidikan, kekayaan, pengalaman bekerja, pengalaman

berorganisasi, keikutsertaan dalam kursus, dan kepemilikan keterampilan,

semuanya memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat pendapatan individu.

Artinya, semakin tinggi tingkat sumberdaya yang dimiliki oleh perempuan maka

semakin tinggi tingkat pendapatan individu.

Demikian pula hasil penelitian Rahmawaty (2000) di Bogor. Sumberdaya

responden berpengaruh terhadap kedudukan wanita pekerja, kontribusi ekonomi,

dan pengambilan keputusan wanita dalam rumahtangga. Sementara itu, hasil

penelitian Syakti (1997) menunjukkan bahwa sumberdaya perempuan dapat

berpengaruh terhadap pengambilan keputusan jika sumberdaya tersebut

dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan.

2.3. Kerangka Pemikiran

Gender dalam rumahtangga adalah perbedaan status dan peran antara

laki-laki (suami) dan perempuan (istri) dalam menjalankan fungsi-fungsi

rumahtangga. Gender dalam rumahtangga dapat mencakup pembagian kerja

dalam rumahtangga dan sistem pewarisan kekayaan. Pembagian kerja dalam

rumahtangga akan menentukan peran anggota rumahtangga dalam menjalankan

fungsi rumahtangga. Peran anggota rumahtangga akan ikut menentukan seberapa

besar anggota rumahtangga dapat berkontribusi terhadap ekonomi rumahtangga.

Di lain pihak, sistem pewarisan kekayaan akan ikut berpengaruh terhadap

banyaknya sumberdaya pribadi yang dibawa laki-laki (suami) atau perempuan

(istri) ke dalam pernikahan.

Salah satu fungsi rumahtangga adalah fungsi ekonomi. Suami dan istri

yang melakukan kegiatan nafkah masing-masing akan berkontribusi terhadap

(32)

suami atau istri serta besarnya pendapatan rumahtangga secara keseluruhan.

Kontribusi ekonomi inilah yang diduga akan berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan dalam rumahtangga.

Selain itu, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa sumberdaya

pribadi berpengaruh terhadap pendapatan. Sumberdaya pribadi adalah

sumberdaya yang dimiliki dan dibawa ke dalam pernikahan. Sumberdaya pribadi

yang dikaji dalam penelitian ini mencakup pendidikan, kepemilikan rumah

tinggal, kepemilikan tanah untuk rumah tinggal, kepemilikan lahan garapan, dan

pengalaman kerja. Pendapatan akan berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi.

Oleh karena kontribusi ekonomi diduga berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan, maka ada dugaan bahwa sumberdaya pribadi juga berpengaruh

terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Hubungan antar variabel

[image:32.595.86.514.356.778.2]

yang dikaji dalam penelitian ini digambarkan pada Kerangka Pemikiran berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: Hubungan Pengaruh

Sumberdaya Pribadi 1. Pendidikan

2. Kepemilikan Rumah Tinggal

3. Kepemilikan Tanah untuk Rumah Tinggal 4. Kepemilikan Lahan Garapan

5. Pengalaman Kerja

Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga 1. Bidang Produksi

2. Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga 3. Bidang Pembentukan Keluarga

4. Bidang Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Kontribusi Ekonomi

(33)

2.2.4. Hipotesis Penelitian

1. Diduga kontribusi ekonomi perempuan berpengaruh positif secara nyata

terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga.

2. Diduga sumberdaya pribadi berpengaruh positif secara nyata terhadap

pengambilan keputusan dalam rumahtangga.

2.2.5. Definisi Konseptual

Batasan istilah untuk konsep-konsep dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai berikut:

1. Perempuan yaitu perempuan usia produktif (15-55 tahun) yang telah

menikah dan tinggal bersama suami dalam satu rumah.

2. Rumahtangga yaitu pranata ekonomi paling kecil dengan fungsi-fungsi:

menjalankan kegiatan produksi, penggabungan penghasilan ( income-pooling) dan konsumsi bersama, serta bertempat tinggal bersama.

3. Pembagian kerja dalam rumahtangga mencakup kegiatan dalam bidang

produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan yang dialokasikan di

antara anggota rumahtangga.

4. Kegiatan nafkah atau kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan

oleh anggota rumahtangga baik secara langsung maupun tidak langsung

untuk mendapatkan hasil dalam bentuk uang atau barang.

5. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang bertujuan untuk menjaga

kelangsungan rumahtangga serta mendukung kegiatan produktif.

6. Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan kegiatan di mana terdapat

saling interaksi sesama manusia yang bertujuan untuk menjalin

hubungan kekerabatan yang baik dalam suatu masyarakat.

7. Strata keluarga prasejahtera mencakup rumahtangga yang dianggap

belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Suatu rumahtangga

termasuk keluarga prasejahtera jika rumahtangga tersebut telah atau akan

mendapatkan Bantuan Langsung Tunai.

8. Strata keluarga sejahtera mencakup rumahtangga yang dianggap telah

(34)

keluarga sejahtera jika rumahtangga tersebut tidak mendapatkan Bantuan

Langsung Tunai.

9. Maksud dari urutan anak dalam keluarga adalah pada urutan ke berapa

responden lahir jika dibandingkan dengan saudara kandung responden.

10.Jumlah saudara kandung adalah jumlah saudara yang dimiliki responden

yang berasal dari satu ibu dan satu ayah.

11.Usia pernikahan adalah lama responden telah menikah dengan suami

responden saat ini.

12.Sumberdaya pribadi yaitu sumberdaya yang dimiliki responden sendiri.

Sumberdaya ini mencakup pendidikan, rumah, tanah, lahan garapan, dan

pengalaman kerja.

13.Tingkat pendidikan yaitu jenjang pendidikan formal tertinggi yang

pernah diikuti responden.

14.Pendapatan rumahtangga yaitu jumlah pendapatan yang didapatkan oleh

seluruh anggota rumahtangga.

15.Pendapatan perempuan yaitu hasil yang diperoleh responden dari kerja

produktif yang dilakukannya.

16.Kontribusi ekonomi perempuan yaitu proporsi pendapatan perempuan

terhadap pendapatan rumahtangga.

17.Pengambilan keputusan yaitu siapa yang lebih dominan (suami atau istri)

dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu kegiatan.

18.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam rumahtangga

yaitu tingkat dominansi perempuan dalam pengambilan keputusan di

berbagai bidang rumahtangga. Variabel ini diukur dengan 50 jenis

keputusan.

2.2.6. Definisi Operasional

Batasan istilah untuk variabel-variabel dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai berikut:

1. Usia dikategorikan menjadi: muda ( < rata-rata usia responden) dan tua (

(35)

2. Usia pernikahan tidak dihitung secara tepat tetapi menggunakan skala

sebagai berikut: 0 – 5 tahun, 6 – 10 tahun, 11 – 15 tahun, 16 – 20 tahun,

21 – 25 tahun, 26 – 30 tahun, dan > 30 tahun.

3. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi: rendah ( < tamat SD) dan

tinggi ( > SD).

4. Rumah tinggal dikategorikan menjadi: milik suami atau kerabat suami

(skor 1) dan milik istri atau kerabat istri (skor 2).

5. Tanah untuk rumah tinggal dikategorikan menjadi: milik suami atau

kerabat suami (skor 1) dan milik istri atau kerabat istri (skor 2).

6. Lahan garapan dikategorikan menjadi: milik suami atau kerabat suami

(skor 1) dan milik istri atau kerabat istri (skor 2).

7. Pengalaman kerja dikategorikan menjadi: tidak pernah (skor 1) dan

pernah (skor 2).

8. Pendapatan rumahtangga dikategorikan menjadi: rendah ( < rata-rata

responden) dan tinggi ( > rata-rata responden).

9. Pendapatan perempuan dikategorikan menjadi: rendah ( < rata-rata

responden) dan tinggi ( > rata-rata responden).

10.Kontribusi ekonomi perempuan dikategorikan menjadi: rendah ( < 50

persen) dan tinggi ( > 50 persen).

11.Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri (skor 1),

bersama tetapi suami dominan (skor 2), bersama setara (skor 3), bersama

tetapi istri dominan (skor 4), dan istri sendiri (skor 5).

12.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam rumahtangga

dikategorikan menjadi: rendah (total skor 50 – 150) dan tinggi (total skor

151 – 250). Tingkat pengambilan keputusan dibedakan menjadi bidang

produksi (10 jenis keputusan), bidang pengeluaran kebutuhan

rumahtangga (17 jenis keputusan), bidang pembentukan keluarga (10

jenis keputusan), serta bidang sosial kemasyarakatan (13 jenis

keputusan).

13.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang produksi

dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor 10 – 30) dan tinggi (jumlah

(36)

14.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang

pengeluaran kebutuhan rumahtangga dikategorikan menjadi: rendah

(jumlah skor 17 – 51) dan tinggi (jumlah skor 52 – 85).

15.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang

pembentukan keluarga dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor 10 –

30) dan tinggi (jumlah skor 31 – 50).

16.Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang sosial

kemasyarakatan dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor 13 – 39)

(37)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksplanatori. Peneliti ingin menjelaskan tentang

suatu fenomena (pengambilan keputusan dalam rumahtangga) dan latar belakang

fenomena tersebut (kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan).

Selain itu, peneliti juga ingin menganalisis hubungan antar variabel yang terkait.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu.

Peneliti menggunakan dua metode dalam penelitian ini. Metode

penelitian kualitatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama.

Strategi penelitian kualitatif yang peneliti gunakan adalah studi kasus. Sementara

itu, metode penelitian kuantitatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah

kedua dan ketiga. Strategi penelitian kuantitatif yang peneliti gunakan adalah

penelitian survei.

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan

Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DI Yogyakarta. Lokasi penelitian

ditentukan secara sengaja. Daerah ini ditentukan sebagai lokasi penelitian dengan

empat pertimbangan. Pertama, sebagian besar penduduk bersuku Jawa. Kedua, sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani. Ketiga, perempuan

ikut serta dalam kegiatan produktif. Terakhir, kemudahan akses peneliti terhadap

daerah tersebut. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama untuk

mengumpulkan data tentang kontribusi ekonomi dan pengambilan keputusan

dalam rumahtangga dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2009. Tahap

kedua untuk mengumpulkan data tentang sumberdaya pribadi dilaksanakan pada

bulan September hingga Oktober 2009.

3.3. Teknik Pengambilan Contoh

Subyek penelitian ini terdiri dari informan dan responden. Informan

merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan

(38)

keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Informan dalam

penelitian ini adalah Kepala Desa Sawahan, Kepala Dusun Jatisari, tokoh

masyarakat, dan keluarga responden. Sementara itu, responden dalam penelitian

ini adalah perempuan yang termasuk ke dalam contoh.

Cara pengambilan contoh dengan terlebih dahulu membuat kerangka

sampling, yaitu seluruh perempuan usia produktif (15-55 tahun) yang tinggal satu

atap dengan suaminya di daerah kasus. Kerangka sampling terbagi menjadi dua

strata, yaitu strata rumahtangga prasejahtera dan strata rumahtangga sejahtera.

Dari kerangka sampling, peneliti menentukan jumlah contoh sebanyak 28 orang

dari masing-masing strata. Peneliti menentukan contoh deng

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 2.  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Sawahan menurut Golongan
Tabel 2.  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Sawahan menurut Golongan
Tabel 6.  Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Anggota Rumahtangga, di Dusun Jatisari, Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan konsumen yang sudah mengetahui bahwa merek kosmetik Wardah bersertifikat halal serta merek wardah sudah memiliki citra/image yang baik dan Kemasan wardah

Penambahan CaCl 2 pada proses koagulasi susu menggunakan ekstrak jahe merah pada tingkat konsentrasi 0,02% (P2) dengan 0,03% (P3) tidak memiliki perbedaan yang nyata

Dari 22 perusahaan yang konsisten terdaftar di indeks LQ 45 pada tahun 2010-2014, berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, terdapat 86% dari 22 perusahaan tersebut pada

Mengingat jumlah tanaman akasia yang tersebar luas di Propinsi Riau dan potensi lempung yang berlimpah, maka perlu dilakukan suatu terobosan yang dapat mengolah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kaolin (10%, 20%, dan 30%) sebagai clay mineral pada sediaan masker wajah ekstrak air kering wortel

Apabila filing sistem abjad yang dipilih sebagai sistem penyimpanan, maka nama merupakan ciri atau identitas penting di dalam pencarian dokumen sesuai dengan

Anderson, Benedict R.O’G.1984, ”Gagasan tentang Kekuasaan dan Kebudayaan Jawa” dalam Miriam Budiardjo (ed.), Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan.. Wibawa, Jakarta:

Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum