• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

IMOGIRI YOGYAKARTA

LATIFA MULIAWATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2012

Latifa Muliawati

(3)

LATIFAMULIAWATI. Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Dibimbing oleh VERA DIAN DAMAYANTI dan AFRA D.N. MAKALEW.

Dukuh Karangkulon terletak di Desa Wukirsari , Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, Dukuh

Karangkulon terletak pada koordinat 07°55’45”- 07°55’30” LS dan 110°23’27”-

110°24’30 BT. Pada bagian utara, Dukuh Karangkulon berbatasan dengan Dukuh

Nagasari I, bagian selatan dengan Dukuh Kedungbuweng, kemudian pada bagian timur berbatasan dengan Dukuh Giriloyo dan bagian barat berbatasan dengan Dukuh Tilaman. Dukuh Karangkulon memiliki luas 105,83 Ha dengan sembilan Rukun Tetangga (RT).

Dukuh Karangkulon merupakan salah satu sentra kerajinan batik di Desa Wukirsari. Budaya membatik telah ada di Dukuh Karangkulon sejak tahun 1780 bermula dari perintah pihak keraton Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan sandang para abdi dalem keraton yang menjaga makam raja di Desa Wukirsari. Sejak saat itu budaya membatik ada di Dukuh Karangkulon hingga saat ini. Hal tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik wisata yang dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dukuh karangkulon.

Di samping potensi budayanya yang besar sebagai daya tarik wisata, Dukuh Karangkulon juga memiliki kendala dalam pengembangannya untuk menjadi kawasan wisata terkait dengan lokasinya yang dekat dengan Sesar Opak sebagai pusat Gempa Yogya pada tahun 2006. Akibat dari aktivitas gempa tersebut dan didukung dengan kondisi topografinya yang berbukit mengakibatkan Dukuh Karangkulon termasuk dalam kawasan rawan bencana longsor. Melihat potensi dan kendala ada, maka Dukuh Karangkulon memerlikan suatu perencanaan lanskap wisata yang berorientasi pada budaya membatik dengan mempertimbangkan kondisi bahaya lanskap bencana longsor.

(4)

serta pendidikan bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon diharapkan memiliki fungsi wisata, edukasi dan konservasi. Kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon direncanakan terdiri dari dua tema yaitu wisata batik dan non-batik. Wisata dengan tema batik yaitu kegiatan wisata dimana seluruh aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan budaya membatik mulai dari melihat kegiatan membatik yang dilakukan masyarakat di pemukiman, melihat proses pengolahan pewarna alami kain batik, mengunjungi showroom batik, belajar membatik hingga berbelanja kain batik. Wisata dengan tema non-batik merupakan wisata pendukung untuk memberi variasi kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Aktivitas wisata yang dilakukan yaitu mengunjungi makam Sunan Cirebon, mengenal makanan khas Dukuh Karangkulon, belajar menanam padi, serta mengenal permainan dan kesenian tradisional. Kegiatan wisata harus didukung dengan fasilitas wisata agar pengunjung dapat memperoleh pengalaman yang menyenangkan selama melakukan kegiatan wisata serta aman dari bahaya bencana longsor. Selain fasilitas wisata, vegetasi juga harus dihadirkan dalam kegiatan wisata baik untuk fungsi fisik sebagai pengarah,peneduh dan estetika, fungsi sosial budaya dalam bentuksawah dan kebun campuran, serta untuk fungsi konservasi.

Hasil studi ini yaitu rencana lanskap wisata Dukuh Karangkulon yang terdiri dari rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas. Rencana tersebut dikembangkan berdasarkan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Rencana lanskap dilengkapi dengan gambar potongan untuk memberi gambaran suasana di kawasan perencanaan. Daya dukung kawasan untuk meneriman kegiatan wisata yaitu jumlah maksimal pengunjung yang dapat diterima dalam satu hari sebesar 314 pengunjung dengan lama kunjungan 4,2 jam untuk pengunjung dengan lama kunjungan satu hari. Selama satu hari Dukuh Karangkulon dapat menyelenggarakan satu kali kegiatan wisata dengan tema batik dan non batik. Hal ini bertujuan untuk memberi kepuasan bagi pengunjung dengan memberi pelayanan yang maksimal dan masyarakat setempat tetap dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa terganggu oleh kegiatan wisata.

(5)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

(6)

LATIFA MULIAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul : Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta

Nama : Latifa Muliawati

NRP : A44070041

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Vera Dian Damayanti, SP, MLA. NIP. 19740716 200604 2 004

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc NIP. 19650119 198903 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(8)

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Orangtua, Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati,S.Pd, dan adik

Armen Ma’rifin atas dukungan moral dan doa selama ini kepada penulis

2. Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Ibu Dr. Afra D.N. Makalew, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahannya dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi,MS selaku dosen penguji atas masukannya.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya.

5. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku ketua Departemen Arsitektur Lanskap 6. Warga Dukuh Karangkulon, Pemerintah Desa Wukirsari, Bappeda Kabupaten

Bantul, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bantul, Badan Penanggulangan Bencana Daerah atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitisn

7. Teman-teman ARL 44 atas dukungan, doa, bantuan dan kerjasamanya selama menuntut ilmu di Arsitektur Lanskap IPB

8. Kakak-kakak dan adik-adik angkatan ARL 42, 43, 45, 46 dan 47

9. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya

Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi seluruh pihak. Segala saran dan kritik diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini.

Bogor, April 2012

(9)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 5 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati. Penulis memulai jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)

Ummul Quro’ Bogor pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001 melanjutkan jenjang pendidikannya di SMP Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 1 Bogor.

(10)

Halaman

4.1.1Geografis dan Administratif ………..……

(11)

4.1.4Bahaya Lanskap………..

4.3.1Objek dan Atraksi Wisata ………..

(12)

5.3 Konsep Perencanaan Lanskap

5.3.1 Konsep Dasar………

5.3.2 Pengembangan Konsep

5.3.2.1 Konsep Ruang………...

5.4.4 Rencana Aktivitas……….

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis,

Bentuk, dan Sumber Data……….. 16

2.

Parameter dan Kriteria Analisis Spasial………

Data Curah Hujan Desa Wukirsari………..

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur ………. Mata Pencaharian Penduduk Desa Wukirsari …………... Data Pengrajin di Desa Wukirsari ……….. Paket Wisata Jelajah Desa Wukirsari ………. Analisis Visual Lanskap Dukuh Karangkulon ………….

Data Penduduk Dukuh Karangkulon ………

Ragam Kebudayaan di Dukuh Karangkulon ………

Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon ………

Potensi Wisata Dukuh Karangkulon………..……

Fasilitas Pendukung Wisata di Dukuh Karangkulon ……..

Konsep Vegetasi Dukuh Karangkulon………..

Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon………

Rencana Vegetasi Dukuh Karangkulon ……….. Rencana Aktivitas Wisata Dukuh Karangkulon ……… Touring Plan Dukuh Karangkulon……… Rencana Fasilitas Wisata di Dukuh Karangkulon…………. Daya Dukung Wisata Dukuh Karangkulon ………..

(14)

DAFTAR GAMBAR Peta Lokasi Desa Wukirsari ... Peta Kerawanan Gempa Bumi dan Posisi Sesar Opak

Aktivitas Sosial Budaya Masyarakat Desa Wukirsari... Peta Wisata Desa Wukirsari... Daya Tarik Desa Wukirsari... Peta Dasar Inventarisasi Dukuh Karangkulon... Peta Administrasi Dukuh Karangklon... Peta Inventarisasi Topografi Dukuh Karangkulon... Peta Analisis Kemiringan Lahan Dukuh Karangkulon... Peta Analisis Bahaya Lanskap Bencana Longsor... Peta Inventarisasi Visual Dukuh Karangkulon... Peta Kesesuaian untuk Kegiatan Wisata Dukuh Karangkulon Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Sejarah dan Budaya... Persepsi Terhadap Upaya Pelestarian Nilai Budaya... Jenis Keterlibatan Masyarakat terhadap Rencana

Pengembangan Wisata di Dukuh Karangkulon... Peta Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon... Peta Analisis Budaya Berdasarkan Landuse... Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh Karangkulon... Peta Sebaran Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh

(15)

26.

Tujuan Wisata Pengunjung Dukuh Karangkulon... Kebutuhan Fasilitas Pendukung Wisata... Peta Aksesibilitas Dukuh Karangkulon... Peta Analisis Aksesibilitas Dukuh Karangkulon... Peta Inventarisasi Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon... Fasilitas Pendukung Wisata Dukuh Karangkulon ... Peta Ketersediaan Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon... Peta Potensi Wisata Dukuh Karangkulon... Peta Pengembangan Wisata Dukuh Karangkulon... Peta Rencana Blok Dukuh Karangkulon... Diagram Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulon ... Peta Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulom ... Diagram Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon ………..

Struktur Pemgelola Wisata Dukuh Karangkulon……….

Rencana Lanskap Dukuh Karangkulon ………...

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam kekayaan alam dan etnis suku bangsa yang menjadikannya kaya akan budaya. Kekayaan alam dan budaya tersebut berbeda-beda dari Sabang sampai ke Marauke. Hal ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan daya tarik wisata yang mampu menarik minat wisatawan asing maupun lokal untuk berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ragam kebudayaan berupa seni dan kehidupan sosial masyarakat yang terjaga dengan baik hingga saat ini. Bentuk seni budaya khas yang dijumpai di DIY antara lain ketoprak, jatilan, dan wayang kulit. Selain itu, kerajinan perak dan batik juga sangat terkenal sebagai salah satu produk seni budaya khas DIY. Salah satu sentra kerajinan batik terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Desa yang dikenal dengan pola batiknya di Kecamatan Imogiri adalah Desa Wukirsari.

Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri sekitar ± 17 km dari pusat Kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat Desa Wukirsari menekuni kerajinan batik yang ada sejak masa kejayaan Kerajaan Mataram. Kebudayaan membatik diturunkan oleh pembatik keraton agar masyarakat setempat memiliki keterampilan membatik guna membantu memenuhi kebutuhan sandang para abdi dalem yang menjaga Makam Sunan Cirebon yang terletak di Dukuh Karangkulon. Dahulu, masyarakat di Desa Wukirsari memasarkan hasil membatiknya ke Keraton Yogyakarta dalam bentuk batik yang belum diberi warna. Namun sejak tahun 2004, masyarakat mulai mempelajari proses pewarnaan batik hingga menjadi kain batik yang siap dipasarkan.

(18)

Wukirsari. Dari ketiga pedukuhan sentra produksi batik tersebut, Dukuh Karangkulon terletak paling dekat dengan jalan arteri sehingga lebih mudah dijangkau dibandingkan dengan dua pedukuhan lainnya yang letaknya cukup jauh dari jalan arteri..

Potensi yang dimiliki Dukuh Karangkulon dapat menjadi daya tarik wisata yang bermanfaat untuk pengembangan dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat Dukuh Karangkulon. Potensi wisata tersebut saat ini sudah mulai dikembangkan oleh masyarakat setempat, namun dalam pengembangannya masih memerlukan perbaikan terutama dalam hal penataan lanskap untuk kawasan wisata batik di Dukuh Karangkulon.

Namun demikian, dalam pengembangannya Dukuh Karangkulon memiliki kendala terkait dengan lokasinya dekat dengan Sesar Opak yang merupakan pusat Gempa Yogya tahun 2006. Hingga tahun 2011, aktivitas gempa masih sering terjadi dengan frekuensi getaran 2-5 skala Richter (SR). Selain lokasinya dekat dengan sumber gempa, kondisi topografi Dukuh Karangkulon yang berbukit juga menjadi kendala dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Akibat dari aktivitas gempa yang didukung dengan kondisi topografi berbukit, memicu terjadinya bahaya longsor yang masih sering terjadi hingga saat ini.

(19)

1.2 Tujuan Studi

Tujuan umun studi ini yaitu merencanakan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan wisata yang berorientasi pada budaya membatik. Adapun tujuan khusus dari studi ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menganalisa karakter lanskap Dukuh Karangkulon, baik dari aspek fisik maupun sosial budaya.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi wisata Dukuh Karangkulon berdasarkan aspek fisik, budaya dan wisata untuk pengembangan wisata yang berbasis budaya masyarakat setempat yaitu budaya membatik.

3. Merencanakan lanskap wisata batik Dukuh Karangkulon yang selaras dengan karakter budaya dan fisik kawasan.

1.3Manfaat Studi

Diharapkan studi ini dapat memberi manfaat :

1. Bagi masyarakat Dukuh Karangkulon diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjadi salah satu upaya untuk pelestarian budaya membatik di Dukuh Karangkulon.

2. Bagi pemerintah Kabupaten Bantul untuk memberikan masukan bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Pariwisata dalam mengembangkan Desa Wukirsari sebagai kawasan desa wisata yang berbasis budaya membatik. 3. Bagi Institut Pertanian Bogor dan perguruan tinggi lainnya, memberikan

sumbangan referensi perencanaan lanskap desa wisata berbasis pada budaya.

1.4 Kerangka Pikir Studi

(20)

tersebut data yang diperoleh dikaji untuk memperoleh zona kesesuaian untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon.

Aspek yang dikaji berikutnya yaitu aspek budaya. Pada aspek ini, komponen yang dianalisis yaitu kependudukan, tata guna lahan (landuse), ragam budaya, serta persepsi dan preferensi masyarakat. Komponen tata guna lahan dianalisis pada aspek budaya untuk melihat keterkaitan fungsi penggunaan lahan dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Aspek budaya merupakan aspek penting dalam perencanaan ini dikarenakan perencanaan berorientasi budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hasil analisis pada aspek ini akan menghasilkan zona budaya di Dukuh Karangkulon.

Selanjutnya, pada aspek wisata komponen yang dikaji yaitu obyek dan atraksi wisata, fasilitas penunjang wisata, aksesibilitas, serta persepsi pengunjung. Dari hasil pengkajian data pada aspek wisata diperoleh zona potensi wisata di Dukuh Karangkulon. Hasil pengkajian terhadap tiga aspek merupakan dasar pertimbangan dalam pengembangan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan wisata yang dituangkan melalui konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, fasilitas, dan aktivitas wisata. Berdasarkan konsep tersebut akan dikembangkan rencana lanskap wisata Dukuh Karangkulon Imogiri Yogyakarta. Gambar 1 menjelaskan kerangka pikir studi.

DUKUH KARANGKULON

- Obyek dan Atraksi Wisata - Fasilitas Penunjang

RENCANA LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON DI DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA

ZONA PENGEMBANGAN WISATA DUKUH KARANGKULON

Zona Budaya

BLOCK PLAN

KONSEP DAN PENGEMBANGAN

(Konsep Ruang, Sirkulasi, Vegetasi, Aktivitas dan Fasilita Wisata,)

Gambar 1. Kerangka Pikir Studi

Budaya Membatik Wukirsari

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanskap Desa

Daljoeni (1998) dalam Ningrat (2004) mengemukakan bahwa desa terdiri dari daerah, penduduk, dan tata kehidupan. Daerah mencakup tanah, pekarangan dan pertanian beserta penggunaannya, termasuk pula aspek lokasi dan batas. Sedangkan penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran, dan mata pencaharian. Tata kehidupan meliputi ajaran tentang hidup, tata pergaulan, dan ikatan-ikatannya sebagai warga desa.

Dalam Undang- Undang No. 24 tahun 1992 dijelaskan bahwa kawasan perdesaan merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul, dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005).

Simonds (1983) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada lanskap perdesaan yaitu :

1. Lahan tersedia luas

2. Suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit 3. Pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam 4. Corak lanskap mayor dapat dibentuk

5. Karakter dan suasana lanskap alami yang dominan

6. Tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat 7. Lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi 8. Struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap

(22)

10.Tapak perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan pola jalur kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas kepemilikan

11.Indigenous material dari tapak perdesaan membentuk karakter lanskap.

Desa memiliki potensi yang menjadi karakter bagi desa tersebut. Menurut Sajogyo (1982) potensi desa merupakan kemampuan yang dapat diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi unsur alam, lingkungan hidup manusia, penduduk, usaha-usaha manusia, serta sarana prasarana yang telah dibuat.

2.2 Wisata

Wisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 2002). Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-150 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn,1993).

Menurut Holden (2000), wisata tidak sekedar mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Terdapat tiga ketegori wisata menurut Brunn (1995) yaitu :

1. Ecotourism, Green Tourism, atau Alternative Tourism, merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan.

2. Wisata Budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

3. Wisata Alam, merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

(23)

keinginan untuk berwisata. Menurut Gunn (1993) sumberdaya wisata mencakup obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas dan amenitas. Klasifikasi sumberdaya menurut tujuannya dibagi menjadi tiga yaitu tujuan komersil untuk kepuasaan pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson,1980).

Suatu kawasan wisata memiliki kemampuan untuk mendukung aktivitas pengguna, hal ini disebut daya dukung wisata. Menurut Gold (1980), Daya dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan wisata secara alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung penggunaan aktivitas wisata dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang dinginkan.

2.3 Desa Batik Wukirsari

Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar penduduk Desa Wukirsari bekerja pada sektor sekunder seperti kerajinan, perdagangan dan jasa pekerjaan di swasta. Keindahan alam Desa Wukirsari menjadi salah satu daya tarik wisata desa ini. Salah satu objek menarik di Wukirsari adalah Sungai Opak dengan alur sungai dan letaknya yang berada di tepi bukit berpotensi sebagai salah satu objek wisata air. Selain itu kawasan perbukitan di Desa Wukirsari yang luasnya mencapai lebih dari separuh luas desa berpotensi menjadi area rekreasi alam dengan pemandangan alam yang menarik seperti panorama wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunung Merapi, serta Keraton sebagai poros kekuatan imajiner Yogyakarta. (Profil Desa Wukirsari, 2007)

Desa Wukirsari memiliki nilai sejarah yang tinggi dengan adanya peninggalan situs purbakala seperti Makam Raja Mataram, Makam bangsawan Cirebon, dan Pahlawan Singosaren. Peninggalan tersebut memiliki nilai penting dalam sejarah peradaban kuno di pedesaan. Selain pemandangan alamnya yang indah dan nilai sejarah yang tinggi, Wukirsari juga merupakan salah satu pusat produksi batik di Bantul.

(24)

masyarakat Wukirsari membatik hingga tahap membuat pola untuk memenuhi kebutuhan sandang keluarga keraton. Keterampilan membatik tersebut terus diwariskan oleh para orang tua kepada anak cucu mereka untuk menjaga kelestarian budaya membatik tersebut. Saat ini para pembatik di Desa Wukirsari telah mengembangkan keterampilan membatik mereka hingga tahap pewarnaan dan siap dipasarkan. Proses membatik1 yang saat ini dijalankan oleh masyarakat Dukuh Karangkulon yaitu :

1. Mola, memberikan pola pada kain dengan menggunakan malam.

2. Nglowong, menggambar pada pola yang sudah dibuat pada bagian sebaliknya.

3. Nembok, menggambar pada pola yang sama pada tahap sebelumnya dengan menggunakan malam yang lebih kuat agar tidak terjadi rembesan warna biru atau coklat.

4. Medel atau Nyelup, memberikan warna biru agar hasilnya sesuai dengan keinginan. Selanjutnya lilin klowongan dihilangkan agar ketika disoga, bekasnya berwarna coklat. Pada tahap ini digunakan alat bernama cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya.

5. Mbironi, mempertahankan bagian-bagian yang ingin dipertahankan warna biru dan putihnya dengan menutup bagian-bagian tersebut dengan malam menggunakan canting khusus.

6. Nyoga, memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran dan lain-lain. Agar memperoleh warna coklat yang matang, maka kain dicelup dalam bak berisi rauan soga kemudian ditiriskan. Proses ini dilakukan berkali-kali sehingga dapat memakan waktu hingga berhari-hari.

7. Mbabar atau nglorot, membersihkan kain dari malam dengen memasukkan kain ke dalam air mendidih yang telah diberi kanji agar malam tidak menempel lagi. Terakhir kain dicuci dan diangin-anginkan.

Bahan untuk membatik di Desa Wukirsari masih menggunakan bahan-bahan tradisional yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan sekitar yang berfungsi sebagai pewarna alami. Pemakaian bahan alami ini menyebabkan warna batik dari Desa Wukirsari sedikit lebih kusam dibandingkan dengan daerah lain. Tanaman yang digunakan untuk proses pewarnaan antara lain tanaman indigofera/nila/tom

1

(25)

yang dapat menghasilkan warna biru atau hitam alami, tanaman tingi yang menghasilkan warna coklat atau soga, kulit pohon jambal yang menghasilkan warna merah kecoklatan serta kayu tegeran yang menghasilkan warna merah kekuningan. Gambar 2 menampilkan beberapa contoh corak Batik Tulis asli dari Desa Wukirsari :

Corak “Semen Romo”

Corak “Sidoluhur”

Corak “Cenderawasih”

Corak “Truntum Groda”

Gambar 2. Ragam Corak Batik Asli Desa Wukirsari

(Sumber : Dokumentasi Desa Wukirsari)

2.4 Perencanaan Lanskap dan Wisata 2.4.1 Perencanaan Lanskap

Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu tapak, kondisi yang diharapkan serta cara untuk mencapai kondisi yang diharapkan tersebut. Perencanaan bertujuan untuk menentukan tapak yang sesuai dengan daya dukung dan keadaan masyarakat sekitar (Simonds, 1983).

(26)

Menurut Laurie (1985) perencanaan merupakan suatu awal proses yang dapat mengalokasikan kebutuhan manusia serta menghubungkan satu sama lain di dalam maupun di luar tapak. Kegiatan perencanaan diawali dengan pemahaman terhadap kondisi tapak, manusia sebagai pengguna tapak dengan aktivitasnya, aturan atau kebiasaan yang diinginkan

Tahapan perencanaan lanskap terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Untuk melakukan suatu perencanaan kawasan terdapat empat pendekatan dalam perencanaan lanskap yaitu :

1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya.

2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.

3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan jumlah, tipe dan lokasi kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.

4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia (Gold, 1980).

Dalam merencanakan suatu kawasan terdapat hal-hal yang harus diperhatikan menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), yaitu :

1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar 2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang

akan direncanakan

3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik

4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan masa lalunya.

2.4.2 Perencanaan Wisata

(27)

memiliki pengetahuan tentan alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata.

Peraturan pemerintah (PP) No. 69 tahun 1996 menyebutkan bahwa peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang. Sedangkan yang disebut masyarakat adalah seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

Suatu perencanaan yang berbasis masyarakat dapat memelihara bahkan meningkatkan kualitas hubungan kekerabatan antara penduduk yang telah lama menetap dengan penduduk pendatang baru. Hal ini merupakan kelebihan dari perencanaan metode ini dibandingkan dengan jenis metode perencanaan lainnya (Hester,1984).

Dalam perencanaan berbasis masyarakat pengembangan potensi masyarakat setempat menjadi hal yang sangat diperhatikan. Menurut Jack Rothman (1968) dalam Suharto (2005) pengembangan masyarakat lokal merupakan salah satu dari tiga model dalam memahami pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat lokal ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui pertisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Salah satu aspek pengembangan kawasan lokal adalah pengembangan pariwisata.

Perencanaan wisata tidak hanya mengarah pada spesifikasi pengembangan wisata dan promosi walaupun hal tersebut memang penting. Wisata harus terintegrasi dengan proses perencanaan secara menyeluruh agar tujuan utama dari pengembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat sesuai dengan pengembangan wisata (Hall, 2000).

(28)

BAB III METODOLOGI

1.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 105,83 Ha. Kegiatan Studi dilakukan sejak Januari 2011 hingga Januari 2012. Gambar 3 merupakan peta orientasi lokasi studi.

(29)

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam studi ini yaitu: Alat :

1. Global Positioning System (GPS), untuk menentukan koordinat beberapa tempat di lokasi penelitian serta untuk proses peta survey topografi dan kontur.

2. Kamera digital dan alat gambar, untuk pengambilan gambar kondisi eksisting 3. Software untuk mengolah data antara lain :

a. Autocad Land I, untuk koreksi geometris pada peta yang digunakan, pengolah data awal dari GPS.

b. Autocad 2008, untuk mengolah data gambar rencana lanskap, potongan, dan berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial.

c. Corel Draw X4 untuk menghasilkan ilustrasi suasana kegiatan wisata. Bahan :

1. Peta Rupabumi Imogiri Lembar 1408-222, sebagai peta dasar. 2. Lembar kuisioner, untuk memperoleh data primer aspek budaya. 3. Data Primer dan sekunder aspek fisik, budaya dan wisata

3.3 Batasan Studi

Perencanaan lanskap kawasan pedesaan ini menggunakan pendekatan budaya membatik untuk meningkatkan fungsi kawasan sebagai kawasan wisata, batik dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi bahaya lanskap yaitu bencana longsor yang ada di Dukuh Karangkulon. Studi ini dibatasi hingga tahap perencanaan, hasilnya berupa gambar rencana lanskap dan laporan tertulis.

3.4 Metode Perencanaan

(30)

Gambar 4. Proses Studi Mengikuti Tahapan Perencanaan Menurut Gold (1980)

PERSIAPAN INVENTARISASI ANALISIS

(31)

3.4.1Persiapan

Tahapan ini merupakan permulaan dari proses studi Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah, pengumpulan informasi awal, penetapan tujuan dan batasan studi, penyusunan usulan studi serta pengurusan surat perijinan penelitian.

3.4.2Inventarisasi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer melalui pengamatan tapak dan survey lapang. Tahapan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan Dukuh Karangkulon. Jenis data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang diambil berupa data aspek fisik, aspek sosial budaya, dan aspek wisata.

Data primer diperoleh melalui pengamatan tapak secara langsung seperti batas tapak, visual, topografi, kehidupan sehari-hari masyarakat, serta penutupan lahan. Kemudian dilakukan juga wawancara mengenai potensi umum Dukuh Karangkulon dengan Bapak Bayu Bintoro sebagai Kepala Desa Wukirsari, Bapak Suwandi sebagai Kepala Dukuh Karangkulon, Bapak Nur Ahmadi sebagai Ketua Paguyuban Batik dan beberapa warga atau sesepuh di Dukuh Karangkulon. Untuk data primer aspek budaya terkait dengan persepsi dan preferensi masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya, dan upaya pelestarian diperoleh melalui penyebaran kuisioner dengan responden dibagi menjadi responden pengunjung sebanyak 30 orang dan responden penduduk setempat sebanyak 30 orang.

(32)

Tabel 1. Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis, Bentuk, dan Sumber Data

Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data I. Biofisik 1. Batas Wilayah Perencanaan Spasial, Deskripsi Survey lapang,

Profil Desa

2. Iklim Tabular, Deskripsi Dinas Pengairan

3. Topografi Spasial, Deskripsi Survey lapang

4. Hidrologi Deskripsi Survey lapang

5. Tanah dan Geologi Deskripsi BAPPEDA

6. Visual Foto, Deskripsi Survey lapang

7.Kerawanan Bencana Spasial, Deskripsi Profil Desa

II. Sosial 1. Kependudukan

2. Budaya

2. Pengunjung Tabular, Deskripsi Kuisioner

3. Fasilitas Penunjang Spasial, Foto, Deskripsi

Survey lapang

4. Aksesibilitas Spasial, Foto,

Deskripsi

Survey Lapang, BAPPEDA

3.4.3 Analisis

(33)

aspek biofisik, 40% untuk aspek budaya dan 30% untuk aspek wisata. Analisis spasial dilakukan pada beberapa komponen aspek fisik, aspek budaya dan aspek wisata yang memiliki bentuk data spasial dengan metode skoring. Hasil penggabungan analisis spasial aspek fisik, budaya dan wisata berupa peta komposit yang kemudian bersama dengan data deskriptif ketiga aspek tersebut digunakan pada tahap berikutnya, yaitu sintesis.

3.4.3.1Analisis Aspek Fisik

Analisis aspek fisik bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik kawasan yang sesuai untuk tujuan pengembangan wisata. Proses analisis dilakukan terhadap seluruh komponen baik secara spasial maupun deskriptif. Komponen visual, iklim, hidrologi, geologi dan tanah metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dikarenakan kondisinya cenderung yang homogen dengan Desa Wukirsari. Analisis spasial dilakukan pada komponen topografi.

Pada komponen visual, analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengidentifikasi kualitas pemandangan di Dukuh Karangkulon menjadi dua yaitu pemandangan dengan kualitas visual yang baik (good view) dan pemandangan dengan kualitas visual yang buruk (bad view).

(34)

Sitorus (2006) yaitu area dengan kemiringan 0-15% merupakan area yang aman dari bencana longsor (skor 3), kemiringan 15-25% merupakan area yang cukup bahaya dari bencana longsor (skor 2), dan area dengan kemiringan >25% merupakan area yang bahaya dari bencana longsor (skor 1). Hasil analisis dari keseauaian kemiringan lahan dan bahaya lanskap bencana longsor kemudian di

overlay untuk menghasilkan analisis aspek fisik berupa zona kesesuaian untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Zona kesesuaian terdiri dari area yang sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai untuk kegiatan wisata.

3.4.3.2Analisis Aspek Sosial Budaya

Analisis komponen pada aspek budaya dilakukan secara spasial dan deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan pada komponen persepsi dan preferensi masyarakat terhadap rencana pengembangan kegiatan wisata serta ragam budaya di Dukuh Karangkulon. Analisis dilakukan terhadap data yang merupakan hasil dari penyebaran kuisioner kepada masyarakat Dukuh Karangkulon dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Selain itu, dilakukan juga wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat setempat antara lain Kepala Desa Wukirsari, Kepala Dukuh Karangkulon, Ketua Paguyuban Batik Giriloyo, serta beberapa masyarakat Dukuh Karangkulon.

(35)

Dukuh Karangkulon. Analisis menggunakan metode statistik sederhana yang ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang digunakan sebagai pertimbangan untuk rencana pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.

Analisis spasial dilakukan pada komponen tata guna lahan (landuse) di Dukuh Karangkulon untuk melihat keterkaitan fungsi penggunaan lahan dengan budaya membatik. Penggunaan lahan di Dukuh Karangkulon dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu untuk pemukiman, sawah, hutan, ladang, semak belukar dan kawasan bersejarah. Hasil analisis spasial pada aspek budaya menghasilkan zona budaya yang terdiri dari area dengan fungsi penggunaan lahan yang berkaitan langsung (skor 3), berkaitan tidak langsung (skor 2) dan tidak berkaitan (skor 1) dengan budaya membatik.

3.4.3.3Analisis Aspek Wisata

Analisis aspek wisata di Dukuh Karangkulon dilakukan secara deskriptif dan spasial. Analisis deskriptif dilakukan pada komponen persepsi pengunjung terkait kegiatan wisata yang telah ada saat ini serta harapan pengunjung. Analisis spasial dilakukan pada komponen obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas, serta fasilitas pendukung wisata. Hal ini bertujuan untuk memperoleh area memiliki potensi untuk pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Ketiga komponen masing-masing memiliki parameter yang harus diperhatikan untuk tujuan pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.

Analisis pada komponen persepsi pengunjung dilakukan dengan menggunakan metode statistik sederhana. Analisis komponen ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap kegiatan wisata yang telah ada saat ini serta harapan pengunjung tentang wisata batik di Dukuh Karangkulon. Agar kegiatan wisata yang direncanakan sesuai dengan harapan pengunjung sehingga tujuan wisata tercapai dan memberi kepuasan bagi pengunjung yang melakukan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon.

(36)

dengan obyek dan atraksi wisata yang beragam (skor 3), cukup beragam (skor 2) dan tidak beragam (skor 1).

Kemudian pada komponen fasilitas penunjang wisata, parameter analisis yaitu ketersediaan fasilitas wisata pada tiap RT. Analisis pada sub aspek ini bertujuan untuk melihat ketersediaan fasilitas wisata pada masing masing RT di Dukuh Karangkulon. Parameter analisis pada komponen ini yaitu jumlah dan kondisi fisik fasilitas wisata yang ada saat ini di Dukuh Karangkulon. Hasil analisis pada komponen ini berupa tiga kelas ketersediaan fasilitas penunjang wisata di Dukuh Karangkulon yaitu kawasan yang memiliki fasilitas wisata memadai (skor 1), cukup memadai (skor 2) dan tidak memadai (skor 3). Selanjutnya pada komponen aksesibilitas, parameter analisis yang digunakan yaitu ketersediaan jalur sirkulasi untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Jalur sirkulasi di Dukuh Karangkulon sendiri terbagi menjadi jalur utama pedesaan yang menghubungkan antar pedukuhan di Desa Wukirsari serta jalur lokal yang menghubungkan antar RT. Analisis pada komponen ini menghasilkan zona aksesibilitas dan sirkulasi berdasarkan RT yaitu area memadai (skor 3), kurang memadai (skor 2) dan tidak memadai (skor 1)

(37)

Tabel 2. Parameter dan Kriteria Analisis Spasial

No. Aspek Bobot (%) Parameter Kriteria Skor I. Biofisik (30%)

a. Topografi Kemiringan yang

sesuai untuk

a. Landuse Keterkaitan

dengan budaya

c. Aksesibilitas Akses jalan Jalur utama dan lokal

Jalur utama kawasan terbagi tiga zona kesesuaian pengembangan wisata yaitu area intensitas pengembangan tinggi, sedang dan rendah. Hasil akhir tersebut kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu sintesis.

3.4.4 Sintesis

(38)

3.4.5 Konsep

Konsep disusun berdasarkan rencana blok yang dihasilkan pada tahap sintesis. Tahap ini merupakan dasar untuk menuju ke tahap perencanaan agar lebih terarah pada konsep yang telah dirumuskan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar pengembangan wisata Dukuh Karangkulon. Konsep dasar kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, serta konsep aktivitas dan fasilitas.

3.4.6Perencanaan

(39)

BAB IV

KONDISI UMUM DESA WUKIRSARI

4.1 Aspek Biofisik

4.1.1 Geografis dan Administratif

Desa Wukirsari secara administratif terletak di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Desa ini berjarak 17 km dari Kota Yogyakarta yang dapat diakses melalui jalan lingkar selatan Yogyakarta. Secara geografis, Desa Wukirsari terletak pada 07°53’30”-

07°56’00” LS dan 110°22’30”- 110°26’30” BT. Batas administratif Desa Wukirsari sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Pleret

Selatan : Desa Girirejo dan Desa Mangunan Barat : Desa Trimulyo

Timur : Kecamatan Dlingo

Luas wilayah Desa Wukirsari yaitu 15,39 km2 atau sekitar 3,04% dari luas Kabupaten Bantul. Desa Wukirsari terdiri dari 15 pedukuhan yaitu Tilaman, Karangkulon, Giriloyo, Nagasari I, Nagasari II, Kedungbuweng, Cengkehan, Pundung, Sindet, Karangtalun, Singosaren, Jatirejo, Bendo, Dengkeng, Karangasem. Gambar 5 merupakan Peta Administratif Desa Wukirsari.

(40)

4.1.2 Topografi

Berdasarkan profil Desa Wukirsari tahun 2007, desa ini terletak 10 km dari ibukota Kabupaten Bantul dan berada pada ketinggian 50 mdpl. Desa Wukirsari memiliki karakteristik topografi yang berbukit dengan kontur permukaan yang sedang. Tingkat kemiringan lereng di Desa Wukirsari didominasi oleh kelas < 2% dan 15-45 %.

4.1.3Geologi dan Tanah

Jenis batuan yang terdapat di Desa Wukirsari secara umum terdiri dari batuan andesit, semilir, endapan Gunung Api Merah Muda dan Aluvium. Formasi batuan di Wukirsari berdasarkan data geologi Kabupaten Bantul tahun 2009 merupakan formasi Semilir dikarenakan proses pengangkatan tenaga subduksi di bagian selatan Pulau Jawa. Material penyusun batuan di Desa Wukirsari tersusun atas perselingan antara breksi tuff, breksi batuapung, tuff dasit, tuff andesit, serta batu lempung tuffan.

Berdasarkan data geologi Kabupaten Bantul, jenis tanah yang terdapat di Desa Wukirsari yaitu tanah Latosol yang berasal dari batuan induk breksi. Karakteristik tanah jenis ini yaitu kaya akan seskuioksida, miskin unsur-unsur kimia dengan sifat kimia yang baik, mineral lempung tipe 1:1 dan memiliki kapasitas tukar kation yang rendah dengan kejenuhan kation rendah (kurang dari 35%). Kadar bahan pada tanah jenis ini rendah karena adanya proses pelapukan dan pelindian yang terjadi berjalan lanjut.

4.1.4 Bahaya Lanskap

(41)
(42)

Akibat dari aktivitas gempa yang sering dirasakan oleh masyarakat yaitu bencana tanah longsor dimana hamper sebagian besar kawasan di Desa Wukirsari. Bencana longsor ini selain diakibatkan oleh aktivitas gempa, juga dipicu oleh kondisi topografi desa yang berbukit, curah hujan dan penutupan lahan.

4.1.4Iklim

Berdasarkan data iklim Stasiun Klimatologi Barongan, Desa Wukirsari terletak pada daerah dataran rendah dengan klasifikasi tipe iklim E dan nilai Q = 53,5 % yang berarti Desa Wukirsari termasuk kawasan agak kering. Suhu rata-rata di Desa Wukirsari berkisar pada 27,14 0 Cdengan curah hujan rata-rata 147,1 mm/bulan dan jumlah bulan basah Desa Wukirsari 7 bulan/tahun. Tabel 3 merupakan data curah hujan dan iklim bulanan di Desa Wukirsari

Tabel 3. Data Curah Hujan Desa Wukirsari

No Waktu

Sumber : Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008

4.2 Aspek Sosial 4.2.1 Kependudukan

(43)

Tabel 4. Klasifikasi Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan umur

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

< 5 677 4,4

5- 12 2.180 14,1

12-17 2.152 13,9

17-25 2.210 14,3

25-50 3.330 21,5

>50 4.933 31,8

Total 15.482 100

Sumber : Profil Desa Wukirsari 2007

4.2.2 Sosial Budaya

(44)

(a) (b) (c)

Gambar 7. Aktivitas Sosial Budaya masyarakat Desa Wukirsari : (a) Kegiatan membatik,

(b) Kegiatan bertani, (c) Masyarakat desa yang masih menggunakan kendaraan tradisional

Sistem kemasyarakatan di Desa Wukirsari terdiri dari struktur formal dan informal. Struktur formal yaitu berkaitan dengan kepala dusun, kepala desa dan ketua RT. Struktur informal adalah para tokoh-tokoh masyarakat yang dituakan atau dikenal sebagai pemimpin bagi masyarakat.

Mayoritas penduduk Desa Wukirsari masih memegang sistem kekeluargaan dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Wukirsari masih mencerminkan pola kehidupan masyarakat desa. Pada pagi hari para lelaki pergi ke sawah, sementara itu menjelang siang para wanita mulai ramai di tempat membatik atau di depan rumah mereka masing-masing untuk mulai membatik dan menjaga anak. Beberapa warga Wukirsari juga merupakan abdi dalem keraton Yogyakarta yang bertugas menjaga Makam Sunan Cirebon.

Selain sistem kehidupan masyarakat yang masih tradisional, bentuk kebudayaan lain yang masih terjaga di Desa Wukirsari yaitu kesenian tradisional yang masih rutin diadakan seperti rasulan, kirab budaya, karawitan, seni pedalangan, dan tari tradisional. Kesenian tradisional ini sebagai salah satu wujud kebersamaan masyarakat desa serta wujud ekspresi terhadap peristiwa tertentu di Desa Wukirsari.

4.2.3Sosial Ekonomi

(45)

masyarakat mencari alternatif lain untuk meningkatkan penghasilan mereka. Tabel 5 merupakan mata pencahariaan penduduk Desa Wukirsari.

Tabel 5. Mata Pencahariaan Penduduk Desa Wukirsari

No. Mata Pencahariaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 4.070 27,7

Sumber : Profil Desa Wukirsari 2007

Sebanyak 36,6% masyarakat Desa Wukirsari bekerja di sektor pertanian dan sisanya sebanyak 63,4% bekerja di luar sektor pertanian. Salah satu alternatif mata pencahariaan bagi masyarakat Desa Wukirsari yaitu sebagai pengrajin dan pedagang. Banyak hasil-hasil kerajinan yang ditemui di Desa Wukirsari antara lain kerajinan batik, tatah sungging, lidi, bambu, keramik, hingga benang. Tabel 6 merupakan data jumlah pengrajin di Desa Wukirsari.

Tabel 6. Data Pengrajin di Desa Wukirsari

Jenis Kerajinan Lokasi Dukuh Jumlah (orang)

1. Batik Tulis - Karangkulon

- Giriloyo

2. Tatah Sungging - Dengkeng

- Nogosari II

(46)

4.3 Aspek Wisata

4.3.1 Objek dan Atraksi Wisata

Desa Wukirsari memiliki objek dan atraksi wisata yang beraneka ragam mulai dari wisata religi, wisata minat khusus, kuliner, hingga kesenian dan kegiatan budaya tradisional. Wisata sejarah yang dapat dijumpai di Desa Wukirsari yaitu Makam Sunan Cirebon dan Makam Seniman. Sementara itu, wisata budaya yang dapat dijumpai di Desa Wukirsari antara lain kerajinan tatah sungging, batik, kerajinan bambu, kerajinan rotan, kerajinan benang, industri keramik dan lain-lain. Berbagai kegiatan dan kesenian tradisional juga diadakan di Desa Wukirsari seperti karawitan, seni pedalangan, tari tradisional, dan lain-lain. Kesenian tradisional ini selain merupakan kegiatan rutin masyarakat desa juga dapat menjadi potensi wisata, namun saat ini belum dikemas sebagai atraksi wisata di Desa Wukirsari.

(47)

Tabel 7. Paket Wisata Jelajah Desa Wukirsari

Jenis Paket Kegiatan Fasilitas Harga (Rp)

1. Jelajah desa dan belajar membatik

Susur Desa dan Belajar membatik

- Pemandu perjalanan - Pemandu membatik - Peralatan membatik - Snack

- Makan siang

100.000/peserta

2. Jelajah desa Susur Desa - Pemandu lokal - Snack

- Makan siang

50.000/peserta

3. Belajar membatik

Belajar membatik - Pemandu membatik - Peralatan membatik - Snack

- Makan siang

50.000/peserta

4. Jelajah alam Susur sungai dan Perbukitan Desa Wukirsari

- Pemandu lokal

- Snack

- Makan siang

(48)
(49)

4.3.2 Pengunjung

Potensi wisata yang terdapat di Desa Wukirsari saat ini mampu menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata ke Desa Wukirsari dengan berbagai tujuan seperti belajar membatik, berziarah ke makam, melakukan pengobatan gurah dan lain-lain. Pengunjung yang datang berasal dari berbagai daerah dan golongan usia. Hal ini menunjukkan bahwa peminat wisata di Desa Wukirsari tersebar di berbagai kalangan. Berdasarkan data Paguyuban Batik Giriloyo, pada tahun 2010 pengunjung wisata batik di Desa Wukirsari mencapai 1.875 pengunjung.

Wisatawan yang berkunjung ke Desa Wukirsari rata-rata merupakan wisatawan yang tertarik akan budaya membatik yang ada di sana. Terlihat dari responden pengunjung sebanyak 39% yang menyatakan budaya membatik sebagai daya tarik wisata di Desa Wukirsari. Sebanyak 18,2 % menyatakan bahwa daya tarik wisata di Desa Wukirsari terletak pada nilai sejarah yang terjaga berupa Makam Sunan Cirebon dan Makam Seniman. Kemudian, sebanyak 16,9% menyatakan bahwa daya tarik Desa Wukirsari terletak pada keindahan alamnya yang masih mencerminkan alam pedesaan dengan sawah, rumah-rumah penduduk yang secara arsitektural masih khas rumah adat Jawa serta bukit-bukit yang mengelilingi Desa Wukirsari. Sisanya menyatakan daya tarik Desa Wukirsari terletak pada kehidupan masyarakat yang masih khas pedesaan (13%), makanan khasnya (11,7%), dan lain-lain seperti wisata gurah, kesenian tradisional (1,3%). Gambar 9 merupakan grafik persepsi pengunjung mengenai daya tarik wisata Desa Wukirsari.

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data dan Analisis

Proses inventarisasi atau pengumpulan data merupakan tahap awal dalam proses perencanaan. Pada tahap ini semua data primer dan sekunder yang dibutuhkan terkait dengan Dukuh Karangkulon sebagai lokasi studi dikumpulkan. Data yang dikumpulkan pada studi ini mencakup data aspek fisik, budaya dan wisata. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode skoring dan hasil analisis dari tiap aspek di overlay untuk menghasilkan peta komposit berupa zona kesesuaian pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.

5.1.1 Aspek Fisik

Aspek fisik merupakan aspek yang penting dikaji dalam suatu perencanaan kawasan wisata agar kegiatan wisata yang direncanakan berkelanjutan dan selaras dengan kondisi fisik eksisting kawasan perencanaan. Pada studi ini, komponen yang dibahas pada aspek fisik yaitu letak geografis dan administratif, kelerengan, rawan bencana, hidrologi, dan visual. Selanjutnya hasil identifikasi pada aspek ini dianalisis untuk menghasilkan suatu peta kesesuaian lahan untuk pengembangan kegiatan wisata batik di Dukuh Karangkulon.

5.1.1.1 Geografis dan Administratif

Dukuh Karangkulon merupakan salah satu pedukuhan batik di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dukuh ini terletak pada koordinat 07°55’45”- 07°55’30” LS

(51)
(52)
(53)

5.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lahan

Topografi di Dukuh Karangkulon relatif bergelombang. Elevasi tertinggi (130 mdpl) berada di bagian selatan tapak yang berbatasan dengan Dukuh Kedungbuweng dan Desa Pajimatan. Elevasi terendah (40 mdpl) berada di bagian utara tapak yang berbatasan dengan Dukuh Nagasari I. Berdasarkan hasil identifikasi topografi di Dukuh Karangkulon, kemudian dilakukan analisis terhadap kemiringan lahan dengan menggunakan kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata. Selain itu, data topografi juga digunakan sebagai dasar analisis bahaya lanskap rawan bencana di Dukuh Karangkulon agar kegiatan wisata yang dilaksanakan nantinya aman dari bencana khususnya bencana longsor. Gambar 12 merupakan peta topografi Dukuh Karangkulon.

a. Kesesuaian untuk Wisata

Berdasarkan hasil analisis topografi dan kemiringan lahan di Dukuh Karangkulon, diperoleh hasil berupa zona kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata yaitu area dengan kemiringan antara 0-8% merupakan area yang sesuai untuk pengembangan wisata (skor 3). Area dengan kemiringan 8-15% merupakan area yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata (skor 2). Dan area dengan kemiringan lebih dari 15% merupakan area yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata (skor 1). Berdasarkan hasil analisis, area yang termasuk dalam zona sesuai untuk pengembangan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa sawah dan pemukiman, kemudian zona cukup sesuai untuk pengembangan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan ladang. Terakhir zona tidak sesuai untuk tujuan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan makam raja yang berada di perbatasan antara Dukuh Karangkulon dengan Desa Pajimatan dan Dukuh Kedungbuweng. Gambar 13 merupakan Peta analisis kemiringan untuk kesesuaian wisata di Dukuh Karangkulon

(54)
(55)
(56)

b. Bahaya Lanskap

Desa Wukirsari merupakan salah satu kawasan yang memperoleh kerusakan parah akibat dari bencana gempa yang melanda DIY pada tahun 2006. Berdasarkan data di Kecamatan Imogiri, sebanyak 1.145 rumah roboh, 1.600 rumah rusak berat dan 1.419 rumah rusak ringan. Hal ini dikarenakan letak geografis Desa Wukirsari yang dekat dengan pusat gempa yaitu Sesar Opak. Sesar Opak berada di Sungai Opak yang merupakan batas antara Desa Wukirsari dengan Desa Trimulyo. Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari merupakan salah satu pedukuhan yang memperoleh dampak akibat bencana tersebut. Akibat dari aktivitas gempa yang masih dirasakan oleh masyarakat yaitu bencana tanah longsor. Disamping aktivitas gempa yang masih sering terjadi, penutupan lahan, jenis tanah, curah hujan dan topografi eksisting menjadi penyebab terjadinya bencana longsor. Namun karena kondisi curah hujan dan jenis tanah yang cenderung homogen dengan Desa Wukirsari, maka pada analisis rawan bencana parameter yang digunakan yaitu kemiringan lahan rawan longsor berdasarkan kondisi topografi setempat.

(57)
(58)

5.1.1.3Hidrologi

Pada komponen hidrologi, hal utama yang menjadi perhatian dalam studi ini yaitu ketersediaan air untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dan kegiatan wisata. Hal ini dipengaruhi oleh air tanah dan curah hujan setempat. Ketersediaan air tanah berasal dari pelapukan dari batuan yang tersusun di Dukuh Karangkulon. Formasi batuan yang tersusun yaitu formasi semilir dimana pada formasi ini terdiri dari batuan andesit, semilir, dan Aluvium yang merupakan jenis batuan tua. Hal ini menyebabkan batuan sulit melapuk yang berakibat pada keterbatasan air tanah terutama pada musim kemarau. Sumber air selanjutnya yaitu air hujan yang mengisi badan-badan air di Dukuh Karangkulon. Berdasarkan data iklim, kawasan perencanaan merupakan kawasan dengan tipe iklim agak kering dimana curah hujan perbulannya tergolong jarang sehingga menyebabkan ketersediaan air permukaan yang terbatas terutama pada musim kemarau. Saat ini masyarakat memenuhi kebutuhan air bersih melalui air tanah lewat sumur-sumur yang ada pada masing-masing rumah mereka.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka kawasan studi memerlukan suatu perlakuan untuk mengatasi kondisi kekurangan air dengan pembuatan sumur bor guna mencari sumber mata air. Hal ini bertujuan agar ketersediaan air mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat maupun kegiatan wisata yang akan dilaksanakan di Dukuh Karangkulon.

5.1.1.4Visual

Karakteristik lanskap Dukuh Karangkulon yaitu alami pedesaan dengan didominasi penutupan lahan oleh hutan jati 23 %. Pemandangan sawah, bukit, dan sungai menjadi potensi visual lanskap bagi Dukuh Karangkulon dan daya tarik wisata, terutama bagi wisatawan yang berasal dari kawasan perkotaan untuk menikmati lanskap alami pedesaan.

(59)

pemandangan yang kurang menunjang kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon sehingga perlu dilakukan penataan ulang agar lebih menarik untuk kegiatan wisata.

Berdasarkan pengamatan di kawasan perencanaan, terdapat beberapa spot di Dukuh Karangkulon yang memiliki kualitas visual baik (good view) dan berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata. Pemandangan tersebut berupa hamparan sawah dengan latar belakang bukit yang dapat dilihat dari jalur utama desa dekat dengan masjid. Pemandangan dengan kualitas visual buruk (bad view) seperti pemandangan sungai kecil yang melewati beberapa rukun tetangga yang alami namun terlihat kurang menarik karena kurangnya perhatian dari masyarakat akan potensi visual sungai tersebut. Tabel 8 menjelaskan analisis potensi visual lanskap di Dukuh Karangkulon dan Gambar 15 menampilkan peta analisis kualitas visual di Dukuh Karangkulon.

5.1.1.5Hasil Analisis Aspek Fisik

(60)

No BAD VIEW DESKRIPSI No. GOOD VIEW DESKRIPSI

1

Beberapa kandang hewan milik penduduk di Dukuh Karangkulon kondisinya kurang terawat sehingga mengurangi nilai estetika di beberapa tempat

6

Pemandangan setelah hujan di Dukuh Karangkulon sangat indah dengan lanskap pedesaan berupa hamparan sawah dan perbukitan di belakangnya menjadi potensi visual bagi

pengunjung khususnya

masyarakat kota.

2

Lahan kosong yang dibiarkan terbengkalai di Dukuh Karangkulon merusak pemandangan dan rawan

kejahatan 7

Area pemukiman penduduk yang masih asri dan arsitektur rumah joglo yang masih asli arsitektur jawa menjadi potensi visual bagi pengunjung.

3

Papan nama yang diletakkan di sembarang tempat menghalangi pemandangan di belakangnya dan terdapat beberapa papan nama yang telah rusak. Selain itu, desain papan nama juga tidak menunjukkan karakter Dukuh Karangkulon sebagai Kawasan Wisata Batik.

8

Pemandangan aktivitas sehari-hari masyarakat desa seperti menjemur hasil pertanian di pinggir jalan seperti ini menjadi salah satu potensi visual bagi

pengunjung mengingat

pemandangan itu tidak mungkin ditemui di kota.

(61)

4 Jalan lokal di beberapa tempat kurang terawat dan sudah berlumut sehingga mengurangi nilai estetika, membahayakan pengguna, dan pada malam hari tidak terdapat penerangan yang cukup.

9

Pemandangan pagi hari di Dukuh Karangkulon sangat indah dengan lanskap pedesaan berupa hamparan sawah dan barisan perbukitan serta aktivitas masyarakat seperti para petani yang memulai aktivitas bersawahnya, para ibu yang mulai menata tempat membatik mereka, anak-anak yang membantu orang tua dan lain-lain.

5

Sungai kecil yang membelah

Dukuh Karangkulon

kondisinya kurang terawat dengan pohon bambu yang dibiarkan tumbuh liar sehingga menimbulkan kesan menjadi suatu pemandangan yang menarik dan menjadi daya tarik visual tersendiri bagi pengunjung.

11

Pemandangan kegiatan para ibu yang sedang membatik merupakan daya tarik utama pada aspek visual mengingat tujuan pengembangan kegiatan wisata batik.

(62)
(63)
(64)

5.1.2 Aspek Sosial Budaya

Dalam proses perencanaan lanskap untuk tujuan wisata batik di Dukuh Karangkulon, aspek budaya merupakan aspek penting yang harus diperhatikan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan perencanaan. Data yang diperoleh pada aspek ini berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh setempat seperti Kepala Desa Wukirsari, Kepala Dukuh Karangkulon, Ketua Paguyuban Batik Giriloyo serta beberapa masyarakat Dukuh Karangkulon. Beberapa komponen yang dibahas pada aspek ini antara lain kependudukan, ragam budaya, persepsi dan preferensi masyarakat dan penggunaan guna lahan terkait dengan budaya membatik. Hasil analisis spasial pada aspek ini yaitu peta kesesuaian budaya Dukuh Karangkulon.

5.1.2.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Dukuh Karangkulon pada tahun 2008 sebanyak 1.327 jiwa dengan jumlah pria sebanyak 657 jiwa dan jumlah wanita sebanyak 670 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Dukuh Karangkulon berada di RT 01 yaitu sebanyak 17,5 % dari total penduduk. Kepadatan penduduk Dukuh Karangkulon yaitu sebesar 8,84 jiwa/km2. Tabel 9 merupakan data jumlah penduduk di Dukuh Karangkulon berdasarkan Rukun Tetangga (RT).

Tabel 9. Data Penduduk Dukuh Karangkulon

RT Kepala Keluarga Anggota Keluarga (jiwa) Persentase (%)

01 64 232 17,5

02 47 181 13,6

03 46 165 12,4

04 29 99 7,5

05 38 146 11,0

06 43 148 11,1

07 37 119 8,9

08 38 143 10,8

09 26 94 7,2

Total 368 1.327 100,0

Sumber : Hasil Wawancara dengan Kepala Dukuh Karangkulon

5.1.2.2Ragam Budaya

(65)

ada seperti asal-usul batik wukirsari, Makam Sunan Cirebon, serta berbagai aspek kehidupan yang pernah terjadi di Desa Wukirsari seperti gempa bumi yang melanda DIY tahun 2006. Selain itu, masyarakat Dukuh Karangkulon juga paham akan budaya yang ada seperti budaya membatik, budaya kehidupan desa, budaya masyarakat jawa, bahasa, dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara, nilai budaya yang ada di Dukuh Karangkulon masih terjaga hingga saat ini, baik budaya yang bersifat tangible maupun intangible. Hasil budaya tangible yaitu hasil budaya yang dapat dilihat secara fisik seperti Makam Sultan Cirebon, batik khas wukirsari, dan arsitektur bangunan joglo. Hasil budaya intangible yaitu hasil budaya yang tidak terlihat secara fisik seperti kegiatan sehari-hari masyarakat, Bahasa Jawa, budaya membatik, kuliner khas, kesenian tradisional, dan lain-lain. Tabel 10 merupakan deskripsi ragam kebudayaan yang masih terjaga di Dukuh Karangkulon hingga saat ini.

Tabel 10. Ragam Kebudayaan di Dukuh Karangkulon

Jenis Bentuk Deskripsi

Tangible - Batik Tulis

- Makam Sunan Ciebon

- Arsitektur Khas Jawa Tengah - Kuliner khas

- Kendaraan Tradisional

Memiliki pola batik khusus dan dibuat secara tradisional

Telah ada sejak abad ke-15 dan awal dari budaya membatik

Bentuk rumah adat Joglo

Wedang Uwuh, Pecel Bunga Turi Delman, sepeda

Intangible - Seni Membatik - Bahasa Jawa

Enggrang, galangsing, congklak, gundu, engkleng

5.1.2.3Persepsi dan Preferensi Masyarakat

(66)

pelestarian dan jenis keterlibatan masyarakat pada rencana pengembangan lanskap Dukuh Karangkulon untuk tujuan wisata budaya khususnya budaya membatik.

Tingkat pemahaman masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon merupakan hal penting untuk dikaji pada komponen ini karena melalui tingkat pemahaman masyarakat yang baik terhadap nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon maka dapat menjadi kontrol agar kegiatan wisata yang akan dilaksanakan tidak merusak nilai sejarah dan budaya, baik yang bersifat tangible maupun intangible. Berdasarkan hasil kuisioner yang disebar secara acak kepada masyarakat Dukuh Karangkulon diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memiliki tingkat pemahaman yang baik mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon. Hal ini menunjukkan masyarakat juga bersedia untuk menjaga nilai-nilai tersebut apabila kegiatan wisata dilaksanakan di Dukuh Karangkulon. Gambar 17 merupakan tingkat pemahaman masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon.

Hal berikutnya yang dikaji dalam komponen ini yaitu persepsi masyarakat mengenai pentingnya upaya pelestarian budaya khususnya budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Keragaman nilai budaya yang ada di Dukuh Karangkulon perlu dijaga kelestariannya agar tidak memudar oleh perubahan zaman saat ini. Peran masyarakat dan pemerintah Dukuh Karangkulon sangat penting dalam hal ini. Gambar 18 merupakan persepsi responden yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat di Dukuh Karangkulon mengenai pentingnya upaya pelestarian nilai budaya di Dukuh Karangkulon.

(67)

Sebanyak 87% responden menyatakan bahwa tindakan pelestariaan terhadap nilai budaya di Dukuh Karangkulon sangat penting. Hal ini dikarenakan, nilai budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka serta mampu menjadi sumber penghasilan mereka seperti batik dan kerajinan-kerajinan lainnya. Pemahaman masyarakat akan upaya pelestarian penting untuk mendukung upaya tersebut agar kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon dapat berkelanjutan. Kemudian untuk mendukung upaya pelestarian tersebut maka masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon agar secara bersama-sama dapat turut menjaga nilai sejarah dan budaya agar tidak memudar akibat kegiatan wisata tersebut. Jenis keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata dapat bersifat pasif maupun aktif. Berdasarkan hasil kuisioner yang disebarkan mengenai jenis keterlibatan aktif yang diminati apabila nantinya kegiatan wisata dilakukan di Dukuh Karangkulon, sebagian besar responden menyatakan bersedia menyediakan jasa memandu wisatawan sebagai pemandu wisata untuk mendampingi pengunjung melakykan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Gambar 19 merupakan jenis partisipasi yang diminati oleh masyarakat Dukuh Karangkulon dalam rencana pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.

(68)

5.1.2.4Tata Guna Lahan

Kawasan Dukuh Karangkulon memiliki karakteristik lanskap pedesaan yang masih alami dengan mayoritas jenis penggunaan lahan didominasi oleh hutan dan ladang sebanyak 50,5 %. Untuk fungsi penggunaan lainnya seperti pemukiman sebesar 7,2%, sawah sebesar 27,3% dan kawasan bersejarah sebesar 2,3%. Persentase masing-masing penggunaan lahan kawasan perencanaan berdasarkan RTRW Kabupaten Bantul tahun 2010-2029 terdapat pada Tabel 11 dan Gambar 20 merupakan peta tata guna lahan di Dukuh Karangkulon berdasarkan RTRW Kabupaten Bantul tahun 2010-2029.

Tabel 11. Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon

No. Peruntukan Luasan (Ha) Persentase (%)

1. Pemukiman 7,6 7,2

2 Sawah 28,94 27,3

3 Hutan 24,35 23

4 Ladang 29,1 27,5

5 Semak Belukar 13,54 12,8

6 Kawasan Bersejarah 2,3 2,2

TOTAL 105,83 100%

Sumber : Data RTRW Kabupaten Bantul 2010-2029

Dari fungsi penggunaan lahan di Dukuh Karangkulon tersebut kemudian dilakukan analisis berdasarkan keterkaitan jenis penggunaan lahan dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hubungan keterkaitan tata guna lahan dan budaya membatik menghasilkan zona budaya yang terdiri dari area yang berkaitan

Gambar

Gambar 4. Proses Studi Mengikuti Tahapan Perencanaan Menurut Gold (1980)
Tabel 1.  Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis, Bentuk, dan Sumber
Tabel 2. Parameter dan Kriteria Analisis Spasial
gambar rencana lanskap. Rencana lanskap ini termasuk di dalamnya rencana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis untuk mengetahui permasalahan dan potensi terkait pengelolaan kawasan wisata Pantai Pasir Putih Satu, Kabupaten

Kegiatan pelestarian yang dilakukan pada KCB Kotagede ini akan berorientasi pada UU Cagar Budaya dan Perda Prov DI Yogyakarta dimana didalamnya dikatakan bahwa salah satu

Data yang akan dianalisis adalah data – data yang diperoleh dari hasil wawancara, yang kemudian prosesnya akan dianalisis dengan menggunakan teori, hal ini utntuk melihat

(kalau aturan di Berkah Lestari itu beda dengan aturan pada umumnya mbak, ya tidak ketat seperti di perusahaan, pokoknya enak tidak memberatkan. Misalnya tidak bisa

Pada tahap ini dibuat suatu konsep untuk pengembangan kawasan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan, yaitu kawasan wisata budaya berbasis industri kerajinan

Pendapatan perempuan di wisata wayang diperoleh dari pendapatan pokok perempuan dari luar kegiatan pariwisata dan pendapatan dari kegiatan pariwisata. Pendapatan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pene - litian ini adalah untuk mengetahui macam HKI yang dapat melindungi karya perem - puan perajin batik Imogiri, mengidentifikasi kendala

Data yang akan dianalisis adalah data – data yang diperoleh dari hasil wawancara, yang kemudian prosesnya akan dianalisis dengan menggunakan teori, hal ini utntuk melihat