• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urban Forest Development Plan in Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Urban Forest Development Plan in Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI RIAU

GAGAN HANGGA WIJAYA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PROVINSI RIAU

GAGAN HANGGA WIJAYA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN dan EDJE DJAMHURI.

Kota Selatpanjang memiliki lokasi yang sangat strategis berdekatan dengan Batam, Malaysia, dan Singapura. Kota ini memiliki ekosistem mangrove yang rentan terhadap abrasi, memiliki kondisi lahan yang bergambut dan sebagian digenangi air gambut, serta belum memiliki lokasi rekreasi dan wisata alam. Pembangunan hutan kota menjadi penting di Kota Selatpanjang karena hutan kota sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan Kota Selatpanjang. Perencanaan dan masterplan hutan kota yang ada perlu dikaji dan disempurnakan agar pembangunan hutan kota nantinya dapat memberikan manfaat maksimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lokasi dan luasan hutan kota di Kota Selatpanjang, menentukan fungsi dan manfaat hutan kota tersebut, dan menentukan bentuk dan tipe hutan kota tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan dan rekomendasi bagi pemerintah setempat utuk melengkapi masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang. Perencanaan hutan kota dalam penelitian ini hanya mencakup perencanaan luasan hutan kota, fungsi dan manfaat hutan kota, tipe hutan kota dan bentuk hutan kota.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4-10 Desember 2011 yang bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Data yang diambil yaitu lokasi RTH, luasan RTH, kepemilikan lahan, penggunaan lahan dan luas keseluruhan wilayah kota, kondisi dan potensi biofisik lokasi, infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Metode pengambilan data yaitu survey lapangan, dan studi pustaka. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Berdasarkan pertimbangan luasan, kepemilikan lahan, penggunaan lahan, fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota diperoleh 8 lokasi hutan kota yang telah memenuhi luasan minimal yaitu sebesar 10% dari luas kota. Fungsi yang dapat dipenuhi hutan kota Selatpanjang mencakup fungsi memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Manfaat yang dapat diberikan hutan Kota Selatpanjang meliputi pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah, dan budidaya hasil hutan bukan kayu. Tipe hutan kota di Kota Selatpanjang mencakup tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, tipe pengamanan, tipe rekreasi, tipe kawasan permukiman, dan tipe kawasan industri. Bentuk hutan kotanya terdiri dari bentuk mengelompok dan jalur.

(4)

Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province. Under supervision of ENDES N DAHLAN and EDJE DJAMHURI.

Selatpanjang City has a very strategic location adjacent to Batam City, Malaysia, and Singapore. The city has mangrove ecosystems that are vulnerable to abrasion, has a peatland and partly flooded peat soils, and do not have a location for recreation and nature tourism. Development of the urban forest is important because the Selatpanjang Urban Forest as one solution to address problems Selatpanjang City. The recent masterplan are need to be reviewed and refined to the development of the urban forest will be able to provide the maximum benefit.

The purpose of this study was to determine the location and extent of the urban forest in the Selatpanjang City, define the functions and benefits of the urban forest, and determine the shape and type of the urban forest. The study is expected to be additive and recommendations to the local authorities weeks to complete the green open space (RTH) masterplan and urban forest in Selatpanjang City. Urban forest plan in the study area covers only urban forest planning, functions and benefits of the urban forest, urban forest type and form of the urban forest.

The study was conducted on 4 to 10 December 2011 which was held in the Selatpanjang City, Meranti Islands Regency, Riau Province. The data that is taken in the study are RTH location, extent of RTH, land ownership, land use, extent of Selatpanjang City, site conditions and potential biophysical, infrastructure location, accessibility and position location. The method of data collection are field surveys, and literature. The data was then analyzed by descriptive qualitative.

Based on consideration of the extent, land ownership, land use, functionality and benefits of the urban forest, problems and needs Selatpanjang City, and the type and form of urban forests, gained 8 urban forest locations that have met the minimum extent of 10% of the area of the city. Functions that can be met the Selatpanjang Urban Forest covers the repair and maintain the microclimate and aesthetics, absorb water, creating balance and harmony of the physical environment of the city, and supporting biodiversity conservation in Indonesia. The benefits that can be provided by Selatpanjang Urban Forest cover nature tourism, recreation or sport, research and development, education, preservation of germplasm, and cultivation of non-timber forest products. The Selatpanjang Urban Forest type include germplasm conservation type, protection type, security type, recreational type, type of residential area, and the type of industry. The Selatpanjang Urban Forest form consists of cluster shapes and lines.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan

Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan

Meranti, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah digunakan serta dipublikasikan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain dan disebutkan dalam teks telah tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(6)

Riau

Nama : Gagan Hangga Wijaya NIM : E 34080033

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Endes N. Dahlan, M.Si. Ir. Edje Djamhuri NIP. 19501226 198003 1 002 NIP. 19500215 197412 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul “Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang,

Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau” ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dalam Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang dilakukan dengan bantuan pembiayaan dari tim proyek penyusunan Masterplan RTH dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Provinsi Riau 2011 yang dipimpin oleh Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan, M.Si sekaligus sebagai dosen pembimbing I. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh anggota tim yaitu Bapak Ir. Edje Djamhuri sekaligus sebagai dosen pembimbing II, Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS., Bapak Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc. Monika Turana, S.Hut, Laswi Irmayanti, S.Hut, dan Ir. Sigit Santosa, M.Sc. atas bantuan dalam pengambilan data serta dukungan moril yang telah diberikan. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Roni Samudera, SH., Bang Putera, Bang Andi dan kawan-kawan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data dan informasi berkaitan dengan penelitian ini. Tak lupa penulis

ucapkan terimakasih kepada keluarga besar DKSHE, Himakova, dan “Edelweis 45” atas segala dukungan, kritik dan saran yang telah diberikan selama ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari segala kekurangan. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bantul, Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis merupakan anak dari Bapak Keman, S.Pd. dan Ibu Suratin, S.Pd. Penulis saat ini bertempat tinggal di Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri No 96 Sumber Agung, Jambi pada 1996-2002. Kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 12 Kabupaten Tebo, Jambi pada tahun 2002-2005. Penulis menempuh pendidikan atas di SMA Negeri 2 Kabupaten Tebo, Jambi pada tahun 2005-2008. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Profesi yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi SDH dan Ekowisata (Himakova), dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna. Penulis melakukan beberapa praktek lapangan diantaranya Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur pada Februari-Maret 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) 2011, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) Cagar Alam Pangandaran-Gunung Sawal 2010. Penulis juga aktif di berbagai ekspedisi antara lain Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (Rafflesia Himakova) Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta tahun 2009, Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (Rafflesia Himakova) TN Halimun Salak Jawa Barat tahun 2010, serta Studi Konservasi Lingkungan (Surili Himakova) TN Kerinci Seblat Jambi tahun 2011. Dalam pembuatan tulisan ini penulis juga mengikuti penyusunan Masterplan RTH dan hutan kota di Kota Selatpanjang Propinsi Riau.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi “Perencanaan Pembangunan Hutan Kota di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Batasan Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota ... 3

2.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota ... 3

2.3 Luasan Hutan Kota ... 3

2.4 Fungsi dan Manfaat Hutan Kota ... 4

2.5 Tipe Hutan Kota ... 5

2.6 Bentuk Hutan Kota ... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi ... 9

3.2Bahan dan Alat ... 9

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 9

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 9

3.5 Metode Analisis Data ... 10

3.5.1 Lokasi dan luasan hutan kota ... 10

3.5.2 Fungsi dan manfaat hutan kota ... 11

3.5.2 Bentuk dan tipe hutan kota ... 13

3.6 Tahapan Perencanaan Hutan Kota Selatpanjang ... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis ... 15

4.2 Kondisi Fisik Kota Selatpanjang ... 15

4.2.1 Topografi... 15

4.2.2 Geologi ... 15

(10)

4.2.4 Hidrologi ... 17

4.2.5 Oceanografi ... 17

4.3 Kondisi Biologis Kota Selatpanjang ... 18

4.3.1 Flora ... 18

4.3.2 Fauna ... 20

4.3.3 Ekosistem pesisir dan rawa gambut ... 21

4.4 Penggunaa Lahan ... 21

4.4.1 Kawasan lindung ... 21

4.4.2 Kawasan budidaya ... 23

4.5 Kedudukan Strategis Kota Selatpanjang ... 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebijakan Pemerintah Kota Selatpanjang tentang Tata Ruang ... 29

5.1.1 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang ... 29

5.1.2 Ruang terbuka hijau ... 30

5.2 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Luasan Minimal ... 30

5.3 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Status Kepemilikan dan Penggunaan Lahan ... 32

5.4 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Fungsi dan Manfaat Hutan Kota... 33

5.4.1 Berbagai permasalahan Kota Selatpanjang ... 35

5.4.2 Kebutuhan Kota Selatpanjang ... 38

5.5 Lokasi Hutan Kota dan Persentase Luasannya ... 40

5.6 Tipe dan Bentuk Hutan Kota Selatpanjang ... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Analisis data untuk menentukan fungsi dan manfaat hutan kota

Selatpanjang... 12

2. Analisis data untuk menentukan tipe hutan kota Selatpanjang ... 13

3. Analisis data untuk menentukan bentuk hutan kota Selatpanjang... 13

4. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang... 18

5. Rencana pola ruang Kota Selatpanjang ... 29

6. Lokasi calon hutan kota berdasarkan luasan minimal ... 32

7. Lokasi-lokasi calon hutan kota berdasarkan kepemilikan lahan dan penggunaan lahan... 33

8. Luasan hutan kota dan persentasenya dari luas wilayah Kota Selatpanjang... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan

internasional... 51

2. Jadwal kegiatan penelitian ... 52

3. Peta wilayah administrasi Kota Selatpanjang ... 53

4. Deskripsi ruang terbuka hijau Kota Selatpanjang ... 54

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota yang mewajibkan suatu kota memiliki kawasan hutan kota seluas minimal 10% dari luas kota menjadi dasar hukum pembangunan hutan kota. Hutan kota yang dibangun hendaknya sesuai dengan fungsi dan manfaat yang maksimal serta letak dan luasannya ideal agar memiliki pengaruh nyata bagi kota. Pembangunan hutan kota seharusnya melihat manfaat jangka panjang dan pengaruhnya bagi keberlangsungan kemajuan kota. Di negara-negara maju, hutan kota telah tertata dengan baik dan dibangun untuk mencukupi kebutuhan estetika kota, kenyamanan, mengatasi polusi, dan untuk kelestarian lingkungan dalam jangka panjang.

Hutan kota hanya akan tercipta dengan baik jika didukung sepenuhnya oleh seluruh komponen kota tersebut karena hutan kota bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi telah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan hidup masyarakatnya. Warga kota tidak akan hidup dengan nyaman tanpa adanya hutan kota yang tertata dengan baik.

Kota Selatpanjang merupakan ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis pada tanggal 16 Januari 2009 (BPS Kab. Bengkalis 2010b). Pembangunan hutan kota menjadi penting di kota Selatpanjang karena sebagai ibukota kabupaten yang baru, berbagai jenis perencanaan dan masterplankota belum sempurna dan belum dikaji lebih lanjut. Perencanaan hutan kota yang ada harus dilengkapi dengan penelitian-penelitian lainnya agar dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan masterplan hutan kota.

(15)

juga memiliki ekosistem mangrove yang sangat penting bagi kota melihat pesisir kota ini rentan terhadap abrasi (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Air bersih juga sulit diperoleh masyarakat kota terutama di tepi sungai dan pantai, karena air dipengaruhi oleh sifat masam dan payau. Kota ini juga belum memiliki lokasi rekreasi dan wisata alam yang penting bagi masyarakat dan pengunjung. Untuk itu, hutan kota menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan Kota Selatpanjang. Hutan kota dapat berperan sebagai kawasan lindung, kawasan konservasi, sarana rekreasi, dan banyak fungsi serta manfaat lainnya yang dapat dipenuhi yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini.

Penelitian ini dilakukan untuk menjadi bahan tambahan dan rekomendasi bagi pemerintah setempat utuk melengkapi masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Hutan Kota di Kota Selatpanjang. Berbagai data dan informasi yang terdapat dalam karya ilmiah ini dapat menjadi bahan acuan dalam menentukan lokasi hutan kota dan tipe hutan kota yang ingin dibangun. Dengan terciptanya perencanaan hutan kota yang baik, diharapkan dapat terlaksana pembangunan hutan kota di Kota Selatpanjang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan semua kriteria pengelolaannya.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini yaitu:

a. Menentukan lokasi dan luasan hutan kota di Kota Selatpanjang b. Menentukan fungsi dan manfaat hutan kota tersebut, dan c. Menentukan bentuk dan tipe hutan kota tersebut.

1.3 Batasan Penelitian

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota

Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan). Sedangkan perencanaan kota yaitu upaya pemikiran dan perencanaan pengembangan kota agar dicapai pertumbuhan yang efisien dan teratur. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Arti kata kota menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ([Fak. Ilmu Komputer UI] 2008) adalah daerah permukiman yg terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat atau daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

2.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, lokasi yang direncanakan untuk pembuatan tanaman hutan kota yaitu:

a. Merupakan bagian dari RTH sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/Kota.

b. Luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu) agar tanaman dapat menciptakan iklim mikro. c. Berada pada tanah negara atau tanah hak.

2.3 Luasan Hutan Kota

(17)

a. Luas wilayah. b. Jumlah penduduk. c. Tingkat polusi. d. Kondisi fisik kota.

Penentuan lokasi dan luas hutan kota dalam penelitian ini didasarkan pada luas wilayah Kota Selatpanjang. Luasan hutan kota dihitung seluas 10% dari luas Kota Selatpanjang.

2.4 Fungsi dan Manfaat Hutan Kota

Fungsi dan manfaat hutan kota yang akan dibangun harus diketahui dalam perencanaan hutan kota yang dilakukan di Kota Selatpanjang. Hal tersebut bermanfaat guna menarik simpati dan dukungan berbagai pihak serta secara tidak langsung dapat mengukur keuntungan yang diperoleh dari hutan kota tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, fungsi hutan kota meliputi: a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika.

b. Meresapkan air.

c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. d. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Menurut Dahlan (2004), hutan kota memiliki 6 fungsi yaitu:

a. Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel logam industri dan transportasi, penyerap dan penjerap debu, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap gas beracun, dan penyerap gas karbondioksida).

b. Fungsi pengawetan (pelestarian plasma nutfah dan habitat satwaliar).

c. Fungsi estetika (meningkatkan citra dan menutupi bagian kota yang kurang baik).

d. Fungsi perlindungan (peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro, penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intruisi air laut, mengamankan pantai dan membentuk daratan, mengatasi penggurunan).

e. Fungsi produksi (air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, buah, madu).

(18)

pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan, kekuatan magis, tempat berjualan, tempat pesta).

Sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut, perencanaan hutan kota di Kota Selat Panjang diharapkan dapat memenuhi semua fungsi sehingga pembangunannya dapat memberikan hasil yang maksimal dan bermanfaat.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan:

a. Pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga. b. Penelitian dan pengembangan.

c. Pendidikan.

d. Pelestarian plasma nutfah.

e. Budidaya hasil hutan bukan kayu.

Pemanfaatan hutan kota dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota.

2.5 Tipe Hutan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, rencana pembangunan hutan kota yang memuat penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, kajian tersebut meliputi:

a. Aspek teknis, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, dan teknologi.

b. Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota.

c. Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan. d. Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan norma sosial

serta budaya setempat.

Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987), tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut, atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu.

(19)

a. Tipe kawasan permukiman

Tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, serta pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis.

b. Tipe kawasan industri

Tipe kawasan industri adalah hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan industri. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau harum.

c. Tipe rekreasi

Tipe rekreasi adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga/buah (vektor) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya.

d. Tipe pelestarian plasma nutfah

Tipe pelestarian plasma nutfah adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu:

1. Sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu.

2. Sebagai habitat khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik pepohonannya yaitu pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat.

(20)

sebagai tempat koleksi plasma nutfah khususnya vegetasi secara ex-situ dan sebagai habitat khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan. e. Tipe perlindungan

Tipe perlindungan adalah hutan kota yang berfungsi untuk :

1. Mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah.

2. Melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi).

3. Melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut.

Karakteristik pepohonannya yaitu:

1. Pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasiyang rendah.

2. Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat.

f. Tipe pengamanan

Tipe pengamanan adalah hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis.

2.6 Bentuk Hutan Kota

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Menurut Irwan (2007) bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota.

(21)

a. Jalur

Bentuk jalur adalah hutan kota yang dibangun memanjang antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya. Booth (1979) mengemukakan bahwa jalur hijau dengan lebar 183 m dapat mengurangi pencemaran udara sampai 75%. b. Mengelompok

Bentuk mengelompok adalah hutan kota yang dibangun dalam satu kesatuan lahan yang kompak. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuh-tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. c. Menyebar

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4-10 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Lokasi penelitian mencakup lokasi Ruang Terbuka Hijau yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Selatpanjang, Kantor Bappeda Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kantor Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Meranti.

3.2 Bahan dan Alat

Objek yang menjadi bahan penelitian ini yaitu lokasi calon hutan kota, sarana dan prasarana, serta dokumen yang berhubungan dengan penelitian. Alat yang digunakan yaitu alat tulis, kamera, dan Global Positioning System (GPS).

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang diperlukan dalam penentuan lokasi dan luas hutan kota yaitu lokasi RTH (yang telah ditetapkan berdasarkan RTRW Kota Selatpanjang), luasan RTH, kepemilikan lahan, dan luas keseluruhan wilayah Kota Selatpanjang. Data yang diambil dalam penentuan fungsi, manfaat, tipe, bentuk hutan kota serta perumusan permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang yaitu kondisi dan potensi biofisik lokasi (tutupan lahan, jenis vegetasi, kondisi air, tanah, dan bentang alam), infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Data lain yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan, dokumen perencanaan wilayah kabupaten, dan Kabupaten Kepulauan Meranti dalam angka 2010.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yaitu survey lapangan, dan studi pustaka. Kegiatan survey dilakukan dengan observasi lapangan dan pengamatan visual serta pengukuran luas menggunakan GPS. Studi pustaka meliputi pengumpulan data dari Bappeda dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti.

(23)

lokasi, infrastruktur lokasi, aksesibilitas serta posisi lokasi. Data yang diambil melalui survey yaitu luas lokasi (menggunakan GPS), infrastruktur lokasi serta posisi lokasi. Data yang diambil melalui survey dari hasil studi pustaka yaitu kondisi dan potensi biofisik lokasi, penggunaan lahan dan aksesibilitas lokasi. 3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Lokasi dan luasan hutan kota

Penentuan lokasi hutan kota memperhatikan kriteria yaitu: merupakan bagian dari RTH sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/Kota, luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu), dan berada pada tanah negara atau tanah hak, jika berada di tanah hak harus merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009).

Selain memenuhi kriteria tersebut, dalam penelitian ini penentuan lokasi hutan kota juga dikaitkan dengan status kepemilikan lahan, fungsi dan manfaat hutan kota, permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang, serta tipe dan bentuk hutan kota yang akan direncanakan, yang metodenya dijelaskan dalam subbab berikutnya.

(24)

Penentuan lokasi hutan kota dalam penelitian ini juga memperhatikan fungsi dan manfaat maksimal yang dapat dicapai tiap-tiap lokasi calon hutan kota. Lokasi yang memiliki fungsi dan manfaat yang relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi lain akan dipilih menjadi lokasi hutan kota. Hal tersebut disebabkan pembangunan hutan kota harus memberikan fungsi dan manfaat yang maksimal bagi kota. Selain itu lokasi hutan kota juga harus dapat mengatasi berbagai permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang. Lokasi hutan kota secara total harus memenuhi luasan minimal 10% dari luas Kota Selatpanjang.

3.5.2 Fungsi dan manfaat hutan kota

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menentukan fungsi dan manfaat mana yang dapat dipenuhi hutan kota tersebut. Menurut Nazir (2003), analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(25)

Tabel 1 Analisis data untuk menentukan fungsi dan manfaat Hutan Kota Selatpanjang

Kondisi dan Potensi lokasi

Fungsi hutan kota (Dahlan 2004)

Manfaat hutan kota (PP No. 63 Tahun

2002)  Vegetasi hutan

mangrove yang rapat (habitat bagi berbagai ikan dan udang)

→  Fungsi pengawetan (pelestarian mangrove dan kehidupannya)

 Fungsi lain: Pendidikan dan penelitian, penunjang rekreasi dan pariwisata

→  Pariwisata alam dan rekreasi (wisata mangrove)

 Penelitian dan pengembangan

 Pendidikan

 Pelestarian plasma nutfah

 Rentan terkena abrasi air laut

→  Fungsi perlindungan (melindungi dari abrasi, membentuk daratan)

-

 Berdekatan dengan Industri atau pabrik

→  Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel polutan, penyerap gas beracun, penyerap CO2)  Fungsi perlindungan

(peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro dan penapis bau)

- Kondisi lahan yang terbuka

→  Fungsi perlindungan (menjaga iklim mikro dan mencegah suhu udara yang panas)

 Fungsi estetika (menutupi bagian kota yang tidak produktif/kurang baik)

- Lahan tergenang air gambut

→  Fungsi perlindungan

(mengatasi penggenangan air gambut)

- Kondisi ekonomi masih rendah

→  Fungsi produksi (HHBK) →  Budidaya hasil hutan bukan kayu

 Terletak di area perkantoran atau pusat pendidikan

→  Fungsi estetika (memperindah lokasi perkantoran)

-

 Berpotensi sebagai sarana olahraga bagi masyarakat

→  Fungsi lainnya: sarana olahraga

→  Sarana rekreasi dan olahraga

 Merupakan jalan utama kota

→  Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap polutan

transportasi)

 Fungsi estetika

 Fungsi perlindungan (peredam kebisingan transportasi)

(26)

3.5.3 Bentuk dan tipe hutan kota

Berdasarkan analisis data secara deskriptif kualitatif yang telah dirangkum dalam kondisi dan potensi lokasi, ditentukan tipe hutan kota yang tepat dan sesuai (Tabel 2). Bentuk hutan kota ditentukan berdasarkan bentuk/karakteristik lahan (Tabel 3).

Tabel 2 Analisis data untuk menentukan tipe hutan kota Selatpanjang

Kondisi dan Potensi lokasi Tipe hutan kota

(PP No. 63 Th. 2002)  Vegetasi mangrove rapat (habitat ikan dan udang)  Tipe pelestarian plasma nutfah

 Tipe rekreasi

 Rawan penebangan dan konversi lahan  Tipe pelestarian plasma nutfah

 Rentan abrasi  Tipe perlindungan

 Tanah tergenang air gambut  Tipe perlindungan

 Terletak di tepi jalan  Tipe pengamanan

 Digunakan sebagai sarana olahraga, rekreasi, pramuka, wisata, dll.

 Tipe rekreasi

 Terdapat bangunan dan dekat aktivitas masyarakat  Tipe kawasan permukiman

 Berdekatan dengan pabrik/industri  Tipe kawasan industri

Tabel 3 Analisis data untuk menentukan bentuk hutan kota Selatpanjang

Karakteristik lahan Bentuk hutan kota

 Lahan berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, dan lainnya. Lebar lahan atau panjangnya tidak dibatasi.

Jalur

 Lahan berbentuk satu kesatuan yang kompak (tidak terpisah, dapat berbentuk persegi, lingkaran, atau tidak beraturan)

Mengelompok

 Lahan berbentuk kelompok-kelompok (atau bentuk jalur-jalur) yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan.

Menyebar

3.6 Tahapan Perencanaan Hutan Kota Selatpanjang

(27)

Gambar 1 Tahapan perencanaan Hutan Kota Selatpanjang. 20 lokasi RTH menurut RTRW Kota

Calon hutan kota dengan luas >0,25 Ha

Mencukupi 10 % dari luas kota

Hutan Kota Selatpanjang Kriteria luas >0,25 Ha

Kriteria kepemilikan lahan

Fungsi dan manfaat hutan kota Permasalahan dan kebutuhan Kota Selatpanjang

Tipe dan Bentuk hutan kota

Penggunaan lahan

Calon hutan kota dengan luas >0,25 Ha dan berada

pada tanah negara

Calon hutan kota dengan lokasi, luas, fungsi

(28)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis

Menurut administrasi pemerintahan, Kota Selatpanjang terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Luas wilayah Kota Selatpanjang adalah ± 4.544 ha dengan batas administrasi sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Air Hitam

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Suir Kanan dan Sei Suir

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Alai, Kecamatan Tebing Tinggi Barat d. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Suir.

Kota Selatpanjang meliputi 4 (empat) kelurahan dan 5 (lima) desa (Lampiran 3), yaitu Kelurahan Selatpanjang Kota, Kelurahan Selatpanjang Selatan, Kelurahan Selatpanjang Barat, Kelurahan Selatpanjang Timur, Desa Alah Air Timur, Desa Alah Air, Desa Sesap, Desa Banglas, dan Desa Banglas Barat (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010b).

4.2 Kondisi Fisik Kota Selatpanjang

4.2.1 Topografi

Topografi Kota Selatpanjang sebagian besar datar dengan rata-rata kemiringan lereng 0-2% serta memiliki ketinggian dari 0 hingga 5-7 m dpl. Wilayah daratan pesisir pantai Kota Selatpanjang sebagian besar terdiri dari rawa gambut dan sebagian lainnya lahan kering dengan ketinggian antara 0-25 m dpl.

4.2.2 Geologi

(29)

dibentuk oleh bahan-bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan >30 cm.

Abrasi dapat terjadi di semua daerah tepian selat, sungai dan parit sebagai akibat hantaman oleh gelombang dan pasang surut. Pengikisan terutama disebabkan oleh buruknya sifat tanah yang bersifat lunak, sehingga menyebabkan garis pantai semakin landai dan mundur. Keadaan ini juga akan merusak tumbuhan bakau. Lumpur hasil pengikisan juga menyebabkan pendangkalan setempat, sehingga mengganggu jalur lalu lintas air.

Jenis tanah

Jenis tanah di Kota Selatpanjang terdiri atas tanah Aluvial atau dikenal dengan Fluvent, termasuk golongan Entisol dan tanah gambut atau Organosol, termasuk golongan Histosol. Tanah Aluvial dijumpai di pinggir-pinggir sungai dan laut, merupakan ekosistem hutan mangrove. Di belakang jenis tanah Aluvial mengarah ke daratan dijumpai tanah gambut, merupakan ekosistem hutan rawa gambut.

Tanah Aluvial terbentuk dari aluvium berpenampang sederhana, bertekstur lempungan atau geluhan (lebih halus dari pada pasir halus geluhan), umumnya terstratifikasi dan kandungan bahan organik menurun tidak beraturan dengan bertambahnya jeluk tanah. Bahan induk tanah Aluvial adalah bahan endapan aluvium atau aluvium marin.

Tanah Gambut terbentuk dari sisa-sisa bahan organik yang tidak terurai sepenuhnya dan masih berupa tumpukan berwarna coklat tua sampai kehitaman, bersifat masam dan miskin hara. Air yang menggenangi tanah gambut menjadi air gambut yang berwarna cokelat kehitaman dan masam. Gambut di Kota Selatpanjang termasuk gambut ombrogen, terbentuk karena pengaruh curah hujan dalam jumlah banyak dan airnya tergenang.

4.2.3 Klimatologi

(30)

terjadi pada bulan September-Januari dengan jumlah hari hujan antara 25-63 hari/tahun (Dishut Kab. Kepulauan Meranti 2011).

4.2.4 Hidrologi

Wilayah Kota Selatpanjang dikelilingi oleh sungai besar yaitu Selat Air Hitam, Sei Suwir, dan Sei Suwir Kanan. Selain sungai besar terdapat pula sungai-sungai kecil antara lain: Sei Mataher, Parit Kasmin, Sei Alah Air, Sei Dora, Sei Pengkat, Sei Banglas, Sei Suak, Sei Lampan, Sei Rintis, Sei Tambun, Sei Niur, Sei Temaran, Sei Sesap, dan Sei Hulu Sungai.

Kualitas air tanah di daerah wilayah pesisir bersifat asam dan payau, sehingga untuk kebutuhan air sehari-hari, sebagian besar penduduk memanfaatkan air hujan yang ditampung di bak atau gentong di samping atau belakang rumah. Sungai-sungai ini banyak dilayari oleh kapal-kapal dan kegiatan penduduk seperti kegiatan perkebunan, perikanan, perkayuan, dan lain-lain. Keberadaan gambut dengan daya serap airnya sangat tinggi mendominasi lahan Kota Selatpanjang sehingga merupakan kantong-kantong penyimpanan air yang sangat besar. Adanya potensi sumberdaya air tersebut perlu dipertimbangkan upaya pemanfaatannya sebagai alternatif sumber air bersih setempat.

4.2.5 Oceanografi

Karakteristik pantai

Kondisi pantai di Selatpanjang pada umumnya landai, berlumpur, dan hanya sebagian saja yang berpasir putih halus. Karakteristik pantai berlumpur dipengaruhi oleh sedimentasi yang cukup tinggi dan sebagian besar kawasan pesisir didominasi oleh rawa gambut. Karakteristik pantai tersebut dapat menjadikan peluang untuk mengembangan pariwisata dan perikanan. Walaupun demikian, adanya ancaman abrasi pantai terjadi pada kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka karena arus gelombang yang cukup kuat dan besar perlu mendapat perhatian yang serius.

Kedalaman laut

(31)

Laut dengan kedalaman sekitar 40 meter di perairan Selat Malaka dimanfaatkan untuk pelayaran kapal tanker dan peti kemas.

Kondisi air laut

Kondisi air laut di Kota Selatpanjang dipengaruhi oleh proses sedimentasi, lahan rawa gambut, limbah industri, dan limbah kapal. Kondisi air dengan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi karena sedimentasi tanah aluvial dan gambut. Oleh sebab itu, produksi sumber daya perikanan di perairan ini relatif kecil, sehingga perairan ini tidak dimanfaatkan sebagai areal tangkap. Namun pada masa mendatang, kawasan pesisir tersebut akan dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan budidaya perikanan air payau.

4.3 Kondisi Biologis Kota Selatpanjang

4.3.1 Flora

Terdapat banyak jenis tumbuhan yang terdapat di Kota Selatpanjang, terdiri dari jenis tumbuhan ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan gambut, ekosistem hutan dataran rendah, dan berbagai tanaman perkebunan dan pertanian hasil introduksi. Jenis flora yang menonjol terutama terdapat di hutan-hutan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti adalah pohon karet, meranti, punak, sungkai , api-api, bakau, dan puluhan jenis lainnya. Kayu-kayuan ini sebagian besar merupakan jenis kayu komersial yang digunakan sebagi bahan baku industri kayu dan meubel. Hasil hutan lainnya adalah getah jelutung, disamping itu juga terdapat puluhan jenis anggrek hutan, pinang merah, dan sebagainya (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Jenis-jenis tumbuhan yang sering ditemukan di Kota Selatpanjang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang

No Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Bakau Rhizophora apiculata

2 Bakau Rhizophora stylosa

3 Pedada Sonneratia sp.

4 Buta-buta Excoecaria agallocha

5 Paku Laut Acrostichum aureum

6 Sagu Metroxylon sagu

7 Nipah Nypa fruticans

8 Cemara laut Casuarina equisetifolia

9 Ketapang Terminalia sp.

10 Bintaro Cerbera manghas

11 Kelapa Cocos nucifera

(32)

Tabel 4 Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah

13 Randu Ceiba pentandra

14 Tingi Ceriops tagal

15 Bluntas Plucea indica

16 Derris Derris eliptica

17 Nyirih Xylocarpus granatum

18 Mahoni daun besar Swietenia macrophylla

19 Mahoni daun kecil Swietenia mahagoni

20 Jati Tectona grandis

21 Mangium Acacia mangium

22 Akasia Acacia crassicarpa

23 Tanjung Mimusops elengi

24 Angsana Pterocarpus indicus

25 Waru Hibiscus tiliaceus

26 Kenanga Cannarium commune

27 Jabon Anthocephalus cadamba

28 Trembesi Samanea saman

29 Laban Vitex pubescens

30 Bunga Kupu-kupu Bauhinia sp.

31 Keluwih Arthocarpus communis

32 Karet Hevea braziliensis

33 Mengkudu Morinda sp.

34 Sirsak Annona sp.

35 Nangka Arthocarpus heterophyllus

36 Jambu air Eugenia aquaea

37 Kedondong Spondias pinnata

38 Cermai Phyllanthus acidus

39 Mangga Mangifera indica

40 Durian Durio zibethinus

41 Pakel Mangifera foetida

42 Bambu Bambusa sp.

43 Pinang Areca catechu

44 Kurma Phoenix dactylifera

45 Rumput Teki Cyperus rotundus

46 Putri malu Mimosa pudica

47 Bunga Sepatu Hibiscus syriacus

48 Singkong Manihot sp.

49 Pepaya Carica papaya

50 Pisang Musa sp.

51 Sawo Kecik Manilkara kauki

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau.

(33)

memiliki luas panen yang paling besar adalah pisang sedangkan produksi yang paling banyak adalah manga (BPS Kab. Bengkalis 2010a).

Sektor perkebunan di Kecamatan Tebing Tinggi cukup bervariasi. Perkebunan yang telah dikembangkan yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, sagu, kopi, dan pinang dengan luas panen terbesar adalah tanaman sagu, 16.330 Hektar, yang memproduksi 74.268 ton (BPS Kab. Bengkalis 2010a).

4.3.2 Fauna

Jenis fauna yang masih terdapat di kawasan hutan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti diantaranya seperti lutung, kera, ayam hutan dan berbagai jenis ular, burung dan buaya (Bappeda Kab. Kepulauan Meranti 2010a). Burung pemakan ikan seperti kuntul, koak malam dan Elang Bondol (Heliastur indis) banyak terlihat terbang melayang di atas sungai untuk menangkap ikan. Biawak (Varanus salvator) juga dijumpai secara liar di hutan mangrove dan daerah basah lainnya. Di ekosistem dataran rendah dan perkebunan dapat dijumpai jenis makaka (Macaca fascicularis), babi hutan, tupai dan sebagainya.

Kota Selatpanjang merupakan kota yang unik bising dengan suara alat pemanggil walet. Sarang Walet merupakan komoditas yang menjanjikan karena harganya sangat mahal. Pemerintah daerah memungut pajak sebesar 7,5% dari hasil sarang walet yang dihasilkan. Tahun 2010 terkumpul pajak sarang walet sebesar Rp. 112 juta dan pada tahun 2011 ditargetkan penerimaan dari pajak sarang walet sebesar Rp. 400 juta.

Jenis ternak yang telah dikembangkan yaitu sapi, kerbau, kambing/domba, babi, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampong, dan itik. Populasi ternak yang paling banyak di Kecamatan Tebing Tinggi adalah kambing dan populasi unggas yang terbesar adalah ayam ras pedaging (BPS Kab. Bengkalis 2010a).

(34)

4.3.3 Ekosistem pesisir dan rawa gambut

Ekosistem pesisir di Kota Selatpanjang adalah berupa hutan mangrove. Pada umumnya di hutan mangrove banyak dijumpai bakau, nipah, dan api-api. Hutan mangrove di Kota Selatpanjang telah mengalami kerusakan. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali dapat merusak habitat perikanan yang berdampak negatif terhadap produksi perikanan. Produksi perikanan dan biota lainnya akan mengalami penurunan, sedimentasi akan meningkat, abrasi pantai dan terjadinya intrusi air laut yang akan mempengaruhi proses produksi kegiatan budidaya di wilayah daratan.

Pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk kepentingan pembudidayaan seperti jenis-jenis ikan, udang, kerang, dan sebagainya memerlukan pengetahuan terhadap jenis ekosistem di sekitarnya seperti ekosistem mangrove. Dalam rantai makanan luruhan daun mangrove biasa dimakan oleh kepiting sebagai scavenger. Daun kemudian akan berubah menjadi detritus yang akan dimakan oleh ikan pemakan detritus yang selanjutnya dimakan oleh trophi yang lebih tinggi sampai ke manusia. Berbagai ekosistem tersebut menyediakan fungsi yang sangat besar untuk kehidupan di wilayah pesisir dan laut. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan di daerah tersebut perlu memperhatikan kondisi ekosistem, agar menjadi pembangunan yang ramah lingkungan.

Ekosistem rawa gambut adalah berupa hutan rawa gambut, di hutan ini menghasilkan sagu berkualitas sangat baik dengan jumlah produksi yang besar, sehingga ditetapkan sebagai produk komoditi unggulan dan menjadi basis kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Upaya pemanfatan lahan rawa gambut sebagai lahan pengembangan tanaman sagu yang cenderung semakin meningkat perlu mendapat perhatian secara serius, agar tidak merusak ekosistemnya yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerusakan terhadap lahan dan penurunan produktivitas tanaman sagu.

4.4 Penggunaan Lahan

4.4.1 Kawasan lindung

(35)

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya

1. Kawasan hutan lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun di bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kawasan tersebut meliputi kawasan lindung yang terletak di bagian selatan Kota Selatpanjang, yang saat ini masih berupa lahan hijau.

2. Kawasan bergambut

Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. Lahan gambut di Kota Selatpanjang terdapat di bagian selatan.

b. Kawasan perlindungan setempat

1. Kawasan sempadan pantai

Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Di Kota Selatpanjang terdapat pantai atau selat yang mengelilingi kota atau Pulau Tebingtinggi. Kawasan sempadan pantai berada di bagian utara Kota Selatpanjang.

2. Kawasan sempadan sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai termasuk buatan/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Di Kota Selatpanjang terdapat beberapa sungai diantaranya Sei Suak, Sei Banglas, Sei Pangkat dan Sei Dorak. Pada kawasan sekitar sungai garis sempadan yang diberlakukan yaitu sekitar 50 meter dari tepi sungai sehingga pada daerah tersebut tidak diperbolehkan adanya bangunan.

3. Kawasan sekitar mata air

(36)

4.4.2 Kawasan budidaya

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

a. Permukiman

Permukiman di Kota Selatpanjang belum tertata dengan maksimal, walaupun dari kondisi jalan eksisting sudah berpola grid, namun masih perlu penataan dan penertiban terhadap tata letak perumahan, agar lebih tertata dan terkendali. Permukiman tersebar tidak merata, kondisi permukiman lebih banyak di pusat kota yang bersatu dengan perdagangan dan jasa. Permukiman penduduk lebih banyak terkonsentrasi di bagian utara dan sebagian besar permukiman berlokasi di sisi sepanjang jaringan jalan dengan pola linier mengikuti jaringan jalan. Hanya terdapat beberapa lapis rumah pada jaringan jalan tertentu. Rumah yang berlokasi di pusat kota cenderung memiliki kondisi baik. Sebagian besar ketinggian rumah penduduk hanya satu lantai, sedangkan rumah dengan ketinggian dua lantai atau lebih masih jarang dan cenderung terdapat di pusat kota yang peruntukannya untuk toko dan atau rumah walet.

Selain permukiman yang terdapat di bagian tengah/daratan, juga terdapat permukiman yang berlokasi di tepian sungai yang memiliki karakter tersendiri. Dilihat dari segi tata letak, permukiman di sepanjang tepian sungai kurang tertata dengan baik, sehingga menimbulkan kesan kumuh. Kondisi permukiman di sepanjang tepian sungai sebagian besar dengan konstruksi rumah terbuat dari kayu, dengan pola rumah panggung. Sebagian besar rumah penduduk yang berlokasi di sepanjang tepian sungai memiliki dermaga dan perahu pribadi. Terdapat beberapa ruas di tepian sungai memiliki kondisi cukup baik dengan penggunaan lahan bukan permukiman yaitu perdagangan dan dermaga, dengan kondisi bangunan permanen dengan perkerasan.

b. Perdagangan dan jasa

(37)

sepanjang ruas jalan kota. Jenis perdagangan yang ada berupa perdagangan modern dan perdagangan tradisional. Perdagangan modern berbentuk bangunan ruko dan pertokoan yang berlokasi di sisi jalan pusat kota, sedangkan perdagangan tradisional berbentuk bangunan pasar basah. Lokasi perdagangan selain berada di tengah-tengah kota terdapat pula perdagangan yang berlokasi di tepian sungai, yang memiliki akses langsung terhadap dermaga sebagai sarana pemberhentian perahu dan akses pergerakan pengangkutan orang dan barang.

c. Pemerintahan

Kota Selatpanjang sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kawasan pemerintahan yang berlokasi di sekitar Jalan Dorak. Selain kawasan pemerintahan tingkat kabupaten dan kecamatan juga terdapat fasilitas pemerintahan skala kelurahan yang terdiri dari kantor lurah, pos keamanan, pos pemadam kebakaran, dan kantor pos pembantu.

Selain fasilitas pemerintahan skala kelurahan, di Kota Selatpanjang juga terdapat fasilitas pemerintahan lainnya, kantor pelayanan umum, dipo kebersihan, kosekta, koramil, pemadam kebakaran, KUA/BP7/Balai Nikah, dan gardu listrik. Fasilitas pemerintahan di Kota Selatpanjang mengikuti struktur pemerintahan sesuai standar yang digunakan, yaitu pemerintahan skala kabupaten dan skala kecamatan.

d. Industri

Industri yang terdapat di Kota Selatpanjang antara lain industri kecil berupa produksi sagu dan pemanfaatannya, serta proses pengolahan getah karet, sedangkan industri besar dan industri sedang tidak terdapat di Kota Selatpanjang.

e. Ruang terbuka hijau

Kondisi ruang terbuka hijau di Kota Selatpanjang masih belum tertata atau dikelola dengan baik. Kota Selatpanjang memiliki ruang terbuka hijau dalam bentuk lapangan yang lokasinya menyebar, keberadaan lapangan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berolahraga serta bersantai. Adapun lahan terbuka lainnya belum dimanfaatkan untuk Ruang Terbuka Hijau.

f. Ruang terbuka non hijau

(38)

permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya. Tipe-tipe RTNH yang ada di Kota Selatpanjang antara lain:

1. Lahan parkir 2. Pembatas.

g. Sektor informal

Di jalan utama Kota Selatpanjang lambat laun akan bermunculan berbagai kegiatan sektor informal yang lebih bernilai komersial, seperti pedagang kaki lima yang berlokasi di sepanjang jalan pusat kota, pangkalan ojeg di setiap pertigaan atau perempatan jalan.

h. Fasilitas pelayanan umum

1. Fasilitas pendidikan

Fasilitas pendidikan di Kota Selatpanjang masih belum menyebar secara merata pada jenjang SLTP, SMU maupun SMK, sedangkan fasilitas pendidikan di jenjang TK dan SD sudah menyebar merata melayani semua kelurahan.

2. Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kota Selatpanjang dapat dikatakan masih minim, belum lengkap dan belum menyebar secara merata dimana terdapat kelurahan yang tidak dilayani oleh fasilitas kesehatan di tingkat puskesmas ataupun puskesmas pembantu, hanya dilayani oleh praktek dokter dan poliklinik. 3. Fasilitas peribadatan

Keberadaan fasilitas peribadatan di suatu daerah akan sangat bergantung pada jumlah pemeluk agama di daerah tersebut. Mayoritas penduduk di Kota Selatpanjang adalah beragama Islam akan tetapi jumlah penduduk yang memeluk agama di luar Islam juga cukup banyak.

4. Fasilitas olahraga

Fasilitas olah raga di Kota Selatpanjang umumnya dapat ditemukan hampir di setiap kelurahan/desa, diantaranya lapangan sepakbola, lapangan volley, lapangan badminton serta lapangan tenis.

i. Transportasi

1. Transportasi darat

(39)

memiliki jenis perkerasan didominasi oleh perkerasan aspal dan beton. Selain itu terdapat pula beberapa ruas jalan dengan jenis perkerasan tanah.

Masalah di Kota Selatpanjang terkait aspek transportasi antara lain: a. Kemacetan

Kemacetan terjadi pada jam-jam tertentu khususnya pada jam pagi hari terjadi di ruas-ruas jalan tertentu, dimana semua kalangan melakukan aktivitas secara bersamaan. Selain pada ruas jalan tertentu, terjadi pula kemacetan di lokasi pasar, hal ini terjadi karena ruang yang dialokasikan untuk pasar tidak mencukupi atau menampung para pedagang, sehingga para pedagang menjajakan dagangannya di sisi jalan sepanjang lokasi pasar. Aktivitas ini menggunakan badan jalan, sehingga ruang untuk sirkulasi kendaraan terganggu dan kemacetan tidak dapat dihindari.

b. Kurangnya kelengkapan aksesoris jalan

Jaringan jalan yang ada sering kali tidak dilengkapi oleh aksesoris pelengkap jalan, yang bertujuan untuk keselamatan pengguna jalan baik kendaraan bermotor ataupun manusia, untuk kenyamanan, untuk keindahan. 2. Transportasi air

Selain transportasi darat Kota Selat panjang dilayani oleh transportasi air, mengingat kondisi geografis Kota Selatpanjang dilalui oleh sungai. Guna memperlancar pergerakan, masyarakat tepi sungai memanfaatkan sarana transportasi penyeberangan baik orang maupun barang. Transportasi air (sungai/laut) di Kota Selatpanjang cukup berperan dalam pengangkutan barang dan penumpang untuk keluar masuk Kota Selatpanjang, terutama yang belum terjangkau prasarana jalan. Kelancaran sistem transportasi lewat sungai sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Pada musim kemarau umumnya debit dan tinggi permukaan air menurun, sehingga kapasitas sungai sebagai jalur transportasi menjadi menurun.

j. Jaringan prasarana

1. Sistem jaringan air bersih

(40)

kota dilakukan dengan membangun instalasi pengolahan air bersih berikut pendistribusiannya melalui jaringan pipa air. Bila dilihat dari segi kesehatan, air tanah dangkal pada umumnya mempunyai kualitas yang kurang baik yaitu berwarna gambut dan asam.

2. Sistem pengelolaan air limbah

Pengolahan air limbah di Kota Selatpanjang masih menggunakan sistem setempat (on-site), yakni melalui septic tank, baik septic tank individual maupun septic tank komunal. Selain itu, pada kawasan yang berbatasan langsung dengan saluran air (saluran drainase/sungai) masih banyak masyarakat yang menyalurkan air pembuangan limbahnya ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu.

3. Sistem drainase

Pada sektor jaringan drainase, Kota Selatpanjang memiliki beberapa saluran primer yang telah dibangun terutama di bagian kota lama. Saluran tersebut berupa saluran terbuka yang dialirkan menuju Selat Air Hitam. Selain itu, pada ruas jalan di Kota Selatpanjang pada umumnya memiliki saluran drainase di sepanjang jalan yang terletak pada bahu jalan baik salah satu sisi ataupun keduanya. Di beberapa ruas jalan, terutama di pusat kota sering terjadi genangan banjir. Genangan banjir dapat diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan juga kapasitas saluran drainase yang tidak dapat menampung debit air yang terlalu tinggi.

4. Sistem pengelolaan persampahan

Jenis persampahan di Kota Selatpanjang berupa sampah rumah tangga, sampah komersial dan sampah jalan/institusi. Pola pembuangan sampah mengikuti tiga tahap yaitu pengumpulan sampah ke tong sampah, pengumpulan sampah dari tong sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

(41)

5. Sistem jaringan telekomunikasi

Pada saat ini, pelayanan telekomunikasi di Kota Selatpanjang di kelola oleh PT. Telkom dan beberapa operator telepon atau provider seperti PT. Indosat, Telkomsel dan Satelindo.

6. Sistem jaringan listrik

Pembangkit tenaga listrik yang mensupply daya listrik di Kota Selatpanjang berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dikelola PLN. Di Kota Selatpanjang masih terjadi pemadaman secara bergilir, hal ini terjadi karena kemampuan produksi listrik lebih kecil dari kebutuhan kota yang berkembang pesat,dengan berkembangnya pembangunan ruko serta fasilitas dan utilitas baru membuat kebutuhan listrik meningkat dan adanya kerusakan dari diesel genset yang terpasang.

4.5 Kedudukan Strategis Kota Selatpanjang

Kota Selatpanjang mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional, berbatasan dengan 2 negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura serta berbatasan dengan Batam, Bintan dan Karimun. Kota Selatpanjang juga merupakan penghubung antara Kota Dumai (154 km), Bengkalis (81 km), Muar (110 km), Batu Pahat (95 km), Johor Baru (128 km), Tanjung Pelepas (105 km), Singapura (117 km), Batam (106 km), Siak (76 km) dan Pekanbaru (150 km).

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan Pemerintah Kota Selatpanjang tentang Tata Ruang

5.1.1 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang

Rencana pola ruang di Kota Selatpanjang yang telah disusun dalam masterplan Kota Selatpanjang meliputi rencana kawasan lindung dan rencana kawasan budidaya. Luas rencana pola ruang di Kota Selatpanjang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rencana pola ruang Kota Selatpanjang

No. Jenis Kawasan Luas (ha) %

A. Kawasan Lindung

1. Hutan Mangrove 203,54 4,48

2. Sempadan Pantai 117,91 2,59

3. Sempadan Sungai 61,02 1,34

4. Sempadan Danau 21,99 0,48

5. Situ/Danau Buatan 19,45 0,43

Total Kawasan Lindung 423,94 9,33

B. Kawasan Budidaya

1. Kawasan Non Terbangun

a. Taman Kota 72,11 1,59

b. TPU 11,26 0,25

c. Pertanian, perkebunan dan peternakan 602,19 13,25

d. Perikanan 42,25 0,93

2. Kawasan Terbangun

a. Permukiman 2.624,32 57,75

b. Perdagangan dan Jasa 300,67 6,62

c. Perkantoran 116,52 2,56

d. Industri dan Pergudangan 73,31 1,61

e. Pelabuhan 107,75 2,37

f. Pariwisata 143,66 3,16

g. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial 25,97 0,57

Total Kawasan Budidaya 4.120,06 90,67

Total 4.544,00 100,00

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti. 2011. Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota dan Hutan Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau.

(43)

Hutan mangrove merupakan kawasan lindung yang terluas. Karena hutan mangrove banyak dijumpai di sepanjang sungai dan pantai, maka letaknya tidak terpisah dengan hutan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai itu sendiri. Bahkan hutan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai dapat dimasukkan ke dalam kategori hutan mangrove itu sendiri. Dari kondisi di lapangan, ditemukan bahwa kondisi hutan mangrove sudah mengalami banyak gangguan. Hutan mangrove di Jalan Pemuda setia misalnya, hutan mangrove ini merupakan hutan sekunder yaitu bekas dilakukannya pembukaan lahan oleh masyarakat. Beberapa lokasi juga sengaja ditebang oleh masyarakat untuk diambil kayunya, kemudian ditanami bakau kembali.

5.1.2 Ruang terbuka hijau

Ruang Terbuka Hijau telah direncanakan dalam RTRW Kota Selatpanjang. Dalam RTRW tersebut terdapat 20 lokasi Ruang Terbuka Hijau yang kepemilikan lahannya terdiri dari milik Negara (RTH publik) dan milik masyarakat (RTH privat). Lokasi hutan kota di Kota Selatpanjang dipilih dari lokasi Ruang Terbuka Hijau yang telah direncanakan. Pemilihan lokasi RTH di Kota Selatpanjang untuk dijadikan hutan kota dalam penelitian ini memperhatikan beberapa faktor pendukung diantaranya mencukupi luasan 10% dari luas kota, memenuhi fungsi dan manfaatnya sesuai Peraturan Perundang-undangan, dan memiliki bentuk dan tipe hutan kota sesuai Peraturan Perundang-undangan yang dalam hal ini digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Lokasi-lokasi RTH yang akan dipilih menjadi hutan kota disajikan dalam Lampiran 4. Letak lokasi-lokasi tersebut disajikan dalam Gambar 2.

5.2 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Luasan Minimal

(44)

3

1

2

4

7

8

9 10

11

12

13 14

15

16 17 18

5

6

Keterangan Lokasi:

1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir

2 Perkebunan Karet 3 Hutan Mangrove Jalan

Pemuda Setia 4 Rumah Adat Melayu 5 Stadion Dorak

6 Gedung Gerakan Pramuka 7 Tambak Milik Masyarakat 8 Tambak Milik Pemda 9 Lapangan bola Jalan

Pelabuhan Sedulur

10 Lahan terbuka kosong Jalan Rintis

11 Perkebunan dan pertanian 12 Lapangan Bola Jalan Gelora 13 Tepi Jalan Dorak

14 Lapangan bola Jalan Rintis 15 Lapangan bola Gang Habib 16 Lapangan bola Jalan Pusara 17 Tempat Pemakaman Umum

Jalan Pusara

18 Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru 19 Kolam dan Taman Jl.

Merdeka 20 Taman Cek Puan

Gambar 2 Letak lokasi-lokasi RTH Kota Selatpanjang sebagai calon hutan kota. 19

(45)

Tabel 6 Lokasi calon hutan kota berdasarkan luasan minimal

No Lokasi Luas Kepemilikan Lahan

1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir 399,88 ha Negara 2 Perkebunan Karet 533,60 ha Masyarakat 3 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia 13,59 ha Negara dan Masyarakat

4 Rumah Adat Melayu 6,60 ha Negara

5 Stadion Dorak 3,97 ha Negara

6 Gedung Gerakan Pramuka 0,65 ha Negara 7 Tambak Milik Masyarakat 1,71 ha Masyarakat

8 Tambak Milik Pemda 1,91 ha Negara

9 Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur 0.33 ha Negara 10 Lahan terbuka kosong Jalan Rintis 0,66 ha Negara 11 Perkebunan dan pertanian 74,22 ha Masyarakat 12 Lapangan Bola Jalan Gelora 1,89 ha Negara dan Masyarakat

13 Tepi Jalan Dorak 30 ha Negara

14 Lapangan bola Jalan Rintis 1,21 ha Negara 15 Lapangan bola Gang Habib 0,45 ha Negara 16 Lapangan bola Jalan Pusara 0,68 ha Negara 17 Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara 2,50 ha Negara 18 Tempat Pemakaman Umum Jalan

Kampung Baru

6,48 ha Negara

5.3 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Status Kepemilikan dan Penggunaan Lahan

Penentuan hutan kota dari lokasi-lokasi RTH harus mempertimbangkan status kepemilikan lahan yang nantinya berkaitan dengan ada atau tidaknya insentif yang perlu dibayarkan kepada pemilik lahan dalam penggunaannya sebagai hutan kota. Lokasi yang merupakan lahan milik masyarakat akan membutuhkan insentif setelah ditetapkan sebagai hutan kota. Insentif tersebut menjadi biaya tambahan dan beban tersendiri bagi pembangunan hutan kota. Untuk itu, penunjukan lokasi hutan kota diutamakan berada pada tanah Negara.

Hutan kota pada tanah masyarakat juga memiliki resiko jangka panjang yang sulit diprediksi. Masyarakat cenderung meningkat kebutuhannya akan lahan. Hutan kota pada tanah masyarakat dikhawatirkan akan mengalami beberapa permasalahan seperti penjualan atau pewarisan lahan, pembuatan bangunan, dan sebagainya. Hal tersebut dikhawatirkan terjadi melihat kondisi ekonomi masyarakat Kota Selatpanjang yang masih menengah ke bawah, sehingga sedikit kemungkinannya terdapat masyarakat yang rela membangun hutan kota di lahannya sendiri.

(46)

digandakan menjadi hutan kota. Lahan produksi akan sering mengalami perubahan baik perubahan vegetasi, tanah, maupun topografi lahan karena perubahan akan dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi produksi atau untuk mengganti jenis komoditas yang dikembangkan. Perkebunan karet misalnya, dalam 20 tahun pohon karet sudah tidak dapat menghasilkan getah secara maksimal, maka harus diganti dengan pohon baru dengan cara menebang dan membersihkan lahan. Hutan kota dalam bentuk demikian tidak dapat berfungsi maksimal dalam menjaga iklim mikro dan menangkal polusi.

Berdasarkan kriteria kepemilikan lahan dan penggunaan lahan (yang dapat dilihat pada Lampiran 4) maka dari 18 lokasi RTH diperoleh 14 lokasi yang tepat menurut kriteria tersebut. Lokasi-lokasi calon hutan kota tersebut disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Lokasi-lokasi calon hutan kota berdasarkan kepemilikan lahan dan penggunaan lahan

No Lokasi Kepemilikan

Lahan Penggunaan lahan

1 Hutan Mangrove Sempadan Sungai Suir Negara Kawasan lindung: sempadan sungai 2 Hutan Mangrove Jalan Pemuda Setia Negara dan

Masyarakat

Kawasan lindung: hutan mangrove 3 Rumah Adat Melayu Negara Kawasan terbangun

4 Stadion Dorak Negara Sarana olahraga

5 Gedung Gerakan Pramuka Negara Kawasan terbangun 6 Lapangan bola Jalan Pelabuhan Sedulur Negara Sarana olahraga (sepak bola) 7 Lahan terbuka kosong Jalan Rintis Negara Sarana olahraga (bola voli) 8 Lapangan Bola Jalan Gelora Negara dan

Masyarakat

Sarana olahraga (sepak bola)

9 Tepi Jalan Dorak dan Banglas Negara Jalan utama

10 Lapangan bola Jalan Rintis Negara Sarana olahraga (sepak bola) 11 Lapangan bola Gang Habib Negara Sarana olahraga (sepak bola) 12 Lapangan bola Jalan Pusara Negara Sarana olahraga (sepak bola) 13 Tempat Pemakaman Umum Jalan Pusara Negara TPU

14 Tempat Pemakaman Umum Jalan Kampung Baru

Negara TPU

5.4 Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Fungsi dan Manfaat Hutan Kota

(47)

lokasi RTH atau calon hutan kota yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dipilih beberapa lokasi untuk hutan kota berdasarkan fungsi dan manfaat yang mampu dipenuhinya.

Gambar

Tabel 1  Analisis data untuk menentukan fungsi dan manfaat Hutan Kota  Selatpanjang
Gambar 1  Tahapan perencanaan Hutan Kota Selatpanjang.
Tabel 4  Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang
Tabel 4  Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di Kota Selatpanjang (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deney ve kontrol gruplarının aratest puanlarına bakıldığında; Türkçe, İngilizce, Din Kültürü ve Ahlak Bilgisi ile Görsel Sanatlar derslerinde deney grubunun

Rapat Tim Pokja Pembangunan Zona Integritas Polres Bojonegoro dalam rangka Pembangunan Zona Integritas pada Unit pelayananan Polres Bojonegoro untuk kegiatan disesuaikan dengan

Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan buku besar bersejarah (Great books) dan pembahasan

Dari kegiatan program kerja yang dilakukan pada Tim PKM tahun 2020 dengan tema “Bersama, Bersatu Melawan Covid-19 Kita Pasti Bisa, selama 2 bulan dapat disimpulkan sangat membantu

Minyak pelumas pada suatu sistem permesinan berfungsi untuk memperkecil- gesekan-gesekan pada permukaan komponen komponen yang bergerak dan bersinggungan. selain itu minyak

4) Pemberian masukan, tanggapan, atau saran atas Rancangan Peraturan Daerah oleh Gubernur, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Semua materi yang dilaksanakan telah disesuaikan dengan kebutuhan seorang calon pemulia terhadap pemahaman analisis statistik dan rancangan percobaan yang digunakan

Pembelajaran menemukan bahan diskusi melalui membaca intensif juga merupakan satu di antara keterampilan yang tercantum di dalam KTSP dan merupakan keterampilan membaca