TESIS
Oleh
EARLY WULANDARI SILONDAE
117011028/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EARLY WULANDARI SILONDAE
117011028/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GRIYA PRIMA SAKTI
Nama Mahasiswa : EARLY WULANDARI SILONDAE Nomor Pokok : 117011028
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : EARLY WULANDARI SILONDAE
Nim : 117011028
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI
ASET PEMERINTAH MELALUI PROGRAM STUDI BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI GRIYA PRIMA SAKTI
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :EARLY WULANDARI SILONDAE
hal pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain tersebut dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu. Perjanjian Bangun Guna Serah termasuk dalam jenis perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst). Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan sumber data primer dan data sekunder. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah Studi Kepustakaan (Library Research) dan wawancara. Semua data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Dasar hukum utama yang melandasi pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) Department Store Ramayana Kota Tebing Tinggi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT Inti Griya Prima Sakti Nomor 644.1/2296/Bapp/2008 dan No. 037/IGPS-SMG/TTG/III/08 ditandatangani pada tanggal 5 Maret 2008 dengan objek tanah eks Terminal Bus Tebing Tinggi yang dikenal dengan Pondok Sri Padang (PSP) Jl. Jenderal Sudirman seluas ± 8.535 m2 untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Terdapat 2 (dua) jenis kendala pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) a quoyaitu kendala yuridis dan kendala praktis. Seluruh kendala tersebut pada akhirnya dapat diatasi oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi sehingga bangunan hasil kerjasama Bangun Guna Serah (BOT) yaitu pusat perbelanjaan Ramayana Tebing Tinggi saat ini telah dapat dinikmati oleh masyarakat Kota Tebing Tinggi.
constructing building and/or facilities and then exploited at a certain time which has been agreed, and then the land and buildings, as well as other facilities are handed over again to the Property Manager after the duration is over. Build Operate Transfer (BOT) Agreement is a kind of unanimous agreement (onbenoemde overeenkomst). The research used descriptive analytic approach with the source of primary and secondary data. In answering the formulation of the problems, the researcher used theoretical framework as the means of analysis; that is, the theory of legal certainty. The data were gathered by conducting library research and interviews and analyzed by using qualitative analysis method. The main legal basis for the implementation of Build Operate Transfer (BOT) of Ramayana Department Store, Tebing Tinggi is Government Regulation No. 6/2006 on the Management of State’s/Region’s Owned Property and the Decree of Minister of Internal Affairs No. 17/2007 on March 21, 2007 on the Technical Guidance for the Management of Regional Government Property. Mutual agreement between Tebing Tinggi City Administration and PT. IntiGriya Prima Sakti No. 644.I/2296/Bapp/2008 and No. 037/IGPS-SMG/TTG/III/08 were signed on March 5, 2008 with the object of the land ex-Bus Terminal, Tebing Tinggi which was known as Pondok Sri Padang (PSP) Jalan Jendral Sudirman in the area of ± 8,535 square meters for the period of 25 years. There were two obstacles in implementing Build Operate Transfer (BOT) a quo: judicial and practical obstacles. However, all obstacles could be solved by Tebing Tinggi City Administration so that Build Operate Transfer: Ramayana Department Store, Tebing Tinggi can be used by all people at Tebing Tinggi.
Puji syukur dipanjatkan sampaikan kehadirat Allah SWT karena hanya
dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul “ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI ASET
PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BUILD OPERATE AND TRANSFER
(BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI
GRIYA PRIMA SAKTI”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan
arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil
sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna
dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat
bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
bangku kuliah.
6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis
selama menjalani pendidikan.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan Reguler kelas B
tahun 2011 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
8. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih
sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya Kedua orang tua serta
Saudara-saudariku yang telah memberikan semangat dan doa kepada Penulis.
Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada
dr.Muhamad Fahmi Hidayat yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan
besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariaan
pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada
kita semua.Amien Ya Rabbal ‘Alamin
Medan, Agustus 2013 Penulis,
Nama : Early Wulandari Silondae
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 11 Agustus 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jln. Suka Makmur No.7 Medan
Telepon/Hp : 081280302789
II. KELUARGA
Nama Ayah : Drs.H.Herry Hermansyah Silondae
Nama Ibu : Hj. Eva Ensimerda Pringgayudha
III. PENDIDIKAN FORMAL
SD Negeri 1 Kendari tahun 1992-1997
SD Negeri Pasar Lama 1 Banjarmasin tahun 1997-1998
SMP Negeri 2 Banjarmasin tahun 1998-2001
SMA NEGERI 1 Banjarmasin tahun 2001-2004
S-1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta tahun 2004-2008
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISTILAH ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17
1. Kerangka Teori ... 17
2. Konsepsi ... 21
G. Metode Penelitian ... 25
1. Jenis Penelitian ... 25
2. Sumber Data ... 27
3. Teknik Pengumpulan Data ... 28
4. Analisis Data ... 29
Transfer/ BOT) dalam Hukum Perdata Indonesia ... 44
BAB III KENDALA PELAKSANAAN ALIH FUNGSI ASET PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE TRANSFER/ BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI GRIYA PRIMA SAKTI ... 80
A. Pelaksanaan Alih Fungsi Aset Pemerintah Melalui Program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/Bot) Antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dengan PT. Inti Griya Prima Sakti ... 80
B. Kendala- Kendala Dalam Pelaksanaan Program Bangun Guna Serah (Build Operate Trasfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti ... 99
BAB IV PEMECAHAN MASALAH (SOLUSI) DALAM PELAKSANAAN ALIH FUNGSI ASSET PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE TRANSFER/ BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI GRIYA PRIMA SAKTI ... 112
A. Terhadap Kendala Yuridis ... 113
B. Terhadap Kendala Praktis... 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120
A. KESIMPULAN ... 120
B. SARAN ... 121
Benoemd : Perjanjian khusus
Benoemde Overeenkomsten : Perjanjian yang mempunyai nama tertentu
Bilateral Contract : Kontrak timbal balik
Bonos mores, treu und glauben :
Aturan yang melarang klausul yang mengandung tindakan curang, melanggar kepentingan umum, dan ketidakpatutan di dalam esensi kontrak
Chattel atau res : Kekuatan mengikat kontrak pada barang
Commodatum : Meminjamkan barang untuk dipakai;
Contra proferentem rule : Syarat kontrak yang diajukan oleh salah satu pihak tidak jelas maka penafsiran yang berlawanan dengan pihak tersebut harus didahulukan
Contract verbis : Unsur mengikatnya kontrak digantungkan pada kata-kata (verbis)yang diucapkannya
Contracts re : Kekuatan mengikatnya kontrak pada tahap pertama disebut
Decision maker : Pembuat keputusan
Depositum : Menyerahkan barang untuk dijaga
Duress : Paksaan
Emptio venditio : Kontrak jual beli
Escused : Dapat dimaafkan
Expensilatio : Suatu bentuk pemberitahuan yang dicatat dalam buku kreditor yangatas dasar catatan itu debitor terikat untuk membayar;
Fair dealing : Transaksi jujur
Flow of reasoning/logic : Alur penalaran atau logika
Force majeur : Keadaan memaksa
Formal contract : Kontrak formal
Good faith : Iktikad baik
Gross disparity : Perbedaan besar
Haftung : Pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban tanpa memperhatikansiapa debitornya
Hardship : Kesulitan
Hoofdelijk atau solidair : Perikatan tanggung-menanggung
Illegality : Ketidakabsahan
Incapacity : Ketidakmampuan
Mandatum : Suatu mandat pelayanan yang dilakukan untuk orang lain (misalnya keagenan)
Misrepresentation : Informasi bohong
Mistake : Kesalahan
Mutuum : Meminjamkan barang untuk dimakan
Nonexcused : Tidak dapat dimaafkan
Offer : Penawaran
Onbenoemd : Perjanjian umum
Onbenoemde overeenkomst : Perjanjian yang mempunyai tidak mempunyai nama tertentu
Onrematigedaad : Perbuatan melawan hukum
Oppresive term : Menghilangkan syarat-syarat yang menekan
Opschortende voorwarde : Mempertangguhkan
Pacta sunt servanda : Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya
Pignus : Menyerahkan barang sebagai jaminan pelaksanaan kewajiban.
Return on investment : Investasi uang selalu sebanding dengan risiko dan tingkat
Saneer : Saring
Schuld : Tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh debitor
Societas : Kontrak kerja sama
Stakeholder : Pemangku kepentingan
Strafbeding : Perikatan dengan penetapan hukuman
Synographae atau chirograpahae : Kewajiban yang ditulis secara khusus
Tijdsbepaling : Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
Uncertainty : Ketidakpastian
Unconscionablebargains : Posisi tawar yang berat sebelah
Undueinfluence : Penyalahgunaan keadaan
Unifikasi : Penyeragaman
Unilateral contract : Kontrak sepihak
Value : Nilai-nilai
Win-win solution : Solusi yang memberikan keuntungan kepada para pihak
Zaakwaarneming : Melaksanakan tugas tanpa kuasa
BOOT : Build, Own, Operate and Transfer
BOT : Build Operate and Transfer
BTO : Build Transfer Operate
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
HPL : Hak Pengelolaan
IMB : Izin Mendirikan Bangunan
KDB : Koefisien Dasar Bangunan
Kimpraswil : Pemukiman dan Prasarana Wilayah
KLB : Koefisien Luas Bangunan
KSO : Kerjasama Operasi
LP3HET : Lembaga Penelitian, Pengkajian, Pengembangan Hukum,
Ekonomi dan Teknologi
MoU : Memorandum Of Understanding
PMA : Penanaman Modal Asing
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
RUTRWK : Rencana Umum Tata Ruang Wilayah/ Kota
RWP : Royal World Plaza
hal pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain tersebut dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu. Perjanjian Bangun Guna Serah termasuk dalam jenis perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst). Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan sumber data primer dan data sekunder. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah Studi Kepustakaan (Library Research) dan wawancara. Semua data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Dasar hukum utama yang melandasi pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) Department Store Ramayana Kota Tebing Tinggi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT Inti Griya Prima Sakti Nomor 644.1/2296/Bapp/2008 dan No. 037/IGPS-SMG/TTG/III/08 ditandatangani pada tanggal 5 Maret 2008 dengan objek tanah eks Terminal Bus Tebing Tinggi yang dikenal dengan Pondok Sri Padang (PSP) Jl. Jenderal Sudirman seluas ± 8.535 m2 untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Terdapat 2 (dua) jenis kendala pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) a quoyaitu kendala yuridis dan kendala praktis. Seluruh kendala tersebut pada akhirnya dapat diatasi oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi sehingga bangunan hasil kerjasama Bangun Guna Serah (BOT) yaitu pusat perbelanjaan Ramayana Tebing Tinggi saat ini telah dapat dinikmati oleh masyarakat Kota Tebing Tinggi.
constructing building and/or facilities and then exploited at a certain time which has been agreed, and then the land and buildings, as well as other facilities are handed over again to the Property Manager after the duration is over. Build Operate Transfer (BOT) Agreement is a kind of unanimous agreement (onbenoemde overeenkomst). The research used descriptive analytic approach with the source of primary and secondary data. In answering the formulation of the problems, the researcher used theoretical framework as the means of analysis; that is, the theory of legal certainty. The data were gathered by conducting library research and interviews and analyzed by using qualitative analysis method. The main legal basis for the implementation of Build Operate Transfer (BOT) of Ramayana Department Store, Tebing Tinggi is Government Regulation No. 6/2006 on the Management of State’s/Region’s Owned Property and the Decree of Minister of Internal Affairs No. 17/2007 on March 21, 2007 on the Technical Guidance for the Management of Regional Government Property. Mutual agreement between Tebing Tinggi City Administration and PT. IntiGriya Prima Sakti No. 644.I/2296/Bapp/2008 and No. 037/IGPS-SMG/TTG/III/08 were signed on March 5, 2008 with the object of the land ex-Bus Terminal, Tebing Tinggi which was known as Pondok Sri Padang (PSP) Jalan Jendral Sudirman in the area of ± 8,535 square meters for the period of 25 years. There were two obstacles in implementing Build Operate Transfer (BOT) a quo: judicial and practical obstacles. However, all obstacles could be solved by Tebing Tinggi City Administration so that Build Operate Transfer: Ramayana Department Store, Tebing Tinggi can be used by all people at Tebing Tinggi.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah atau Agraria berasal dari kata Akker (bahasa Belanda), Agros (bahasa
Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang
tanah, Agrarius (bahasa latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian
(bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.1
Sebagaimana halnya di seluruh dunia, di Indonesia tanah merupakan sumber
daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia
yang sangat mendasar. Disamping itu tanah juga memiliki karakteristik yang bersifat
multi-dimensi, multi-sektoral, multi-disiplin dan memiliki kompleksitas yang tinggi.
Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat
dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial maupun politik. Bahkan khusus
untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara
ekonomis.
Tanah merupakan salah satu komponen dari hak asasi manusia maka setiap
orang harus diberi akses untuk memperoleh, mempunyai, memanfaatkan dan
mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dipunyai.2
1
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, (Prenada Media Grup, 2008), hal .1
2
Setiap kebijakan dan tindakan pemerintah yang bermaksud untuk mengurangi
atau meniadakan hak hak atau meniadakan hak atas tanah dan hak-hak lain yang ada
di atasnya milik warga masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat, akan mempengaruhi keberadaan dan keutuhan hak asasi manusia.3
Di Indonesia pengertian tanah dipakai dalam arti juridis sebagai suatu
pengertian yang telah dibatasi dalam UUPA, yakni tanah hanya merupakan
permukaan bumi saja.4 Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu
permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua, dengan ukuran panjang dan lebar.
Masalah sumber daya alam diatur dalam konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan secara jelas bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Pasal ini secara prinsip memberi landasan hukum bahwa bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.5 Pasal 33 Ayat (3)
UUD 1945 mengandung pengertian bahwa negara bukanlah pemilik tanah
sebagaimana asas domein yang dianut oleh negara barat yang berlaku sebelum
lahirnya UUPA. Negara menguasai yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Hak
Menguasai Negara”, yang dimaksud dikuasai oleh negara adalah bahwa negara diberi
wewenang untuk :
3
Ibid,hal. 9.
4
Lihat Pasal 4 UUPA. Bahwa atas dasar hak menguasai Negara ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada yang dipunyai orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya;
2. Menentukan dan menetapkan hak-hak yang dapat dimiliki yaitu bumi, air, dan
ruang angkasa sesuai ketentuan yang berlaku; dan
3. Mengatur dan menetapkan lembaga-lembaga hukum tentang bumi, air, dan ruang
angkasa.
Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dijabarkan lebih lanjut oleh
UUPA melalui pasal-pasalnya. Pasal 2 ayat (1) berbunyi :
Atas dasar ketentuan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, dan hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1 (satu) bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 2 Ayat (1) UUPA ini menunjukkan suatu sikap bahwa untuk mencapai
tujuan dari Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah pada tempatnya
bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah.6
UUPA adalah hukum tanah nasional yang berlaku di negara Republik
Indonesia. Undang-undang ini mengatur jenis-jenis hak atas tanah dalam aspek
perdata dan aspek administrasi, yang berisi politik pertanahan nasional, yang
semuanya bertujuan untuk menciptakan unifikasi hukum pertanahan di Indonesia.
UUPA merupakan hukum agraria nasional yang di-saneerdari hukum adat.7
6
A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 33.
7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah,
Dalam Pasal 2 UUPA disebutkan bahwa tanah pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pengertian tanah negara dalam arti
sempit menurut Boedi Harsono adalah :8harus dibedakan dengan tanah-tanah yang dikuasai
oleh departemen-departemen dan lembaga-lembaga pemerintah, non depertemen lainnya
dengan Hak Pakai, yang merupakan asset atau bagian kekayaan negara, yang penguasaannya
ada pada Menteri Keuangan. Penguasaan tanah-tanah negara dalam arti publik, sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ada pada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
Maksud Pasal 2 ayat (1) UUPA adalah negara mempunyai kekuasaan
mengatur tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang atau badan hukum maupun
tanah-tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum akan langsung
dikuasai oleh negara.9
Dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan
hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan
bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Dengan demikan yang dipunyai
dengan hak-hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari
permukaan bumi.10 Berdasarkan hal tersebut, tanah mempunyai nilai yang sangat
strategis dan berharga sebagai potensi modal yang menguntungkan. Akibatnya harga
tanah cenderung meningkat dalam kehidupan masyarakat.
8Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal. 275.
9
Bactiar Effendi,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya,
(Bandung: Alumni, 1993), hal. 2.
10
Berdasarkan pasal tersebut maka negara sebagai badan penguasa atas bumi,
air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya berwenang
untuk mengatur dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran bangsa
Indonesia. Maksud Pasal 2 ayat (1) UUPA adalah negara mempunyai kekuasaan
mengatur tanah yang telah dimilki seseorang atau badan hukum maupun
tanah-tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum akan langsung dikuasai
oleh negara.11
Salah satu hal yang perlu diatur lebih tegas adalah perihal alih fungsi tanah.
Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu
kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat
pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan
peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur
pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur
industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara
besar-besaran.12
Tanah negara dapat dimiliki oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah
Daerah. Pemerintah Daerah menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam
memanfaatkan aset negara yang diserahkan melalui hak pakai atau hak pengelolaan
kepadanya. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki tanggungjawab
sepenuhnya dalam pembangunan infrastruktur di daerah. Daerah-daerah yang tidak
11
Bactiar Effendi,Op. Cit., hal. 2.
12
memiliki sumber keuangan yang cukup untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan harus mengoptimalkan potensi yang ada serta mencari alternatif terbaik
untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan menyejahterakan kehidupan
masyarakat daerah.
Terkait optimalisasi pengelolaan tanah milik pemerintah daerah, salah satu
alternatif yang sering digunakan adalah program BOT (Build Operate Transfer).
Program BOT dikenal luas di dunia sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan
sumber dana dan sumber daya dalam membangun infrastruktur, seperti sarana umum
berupa pasar dan/atau pusat perbelanjaan, sarana transportasi, telekomunikasi dan
listrik.
Penyusunan penelitian ini menggunakan istilah Bangun Guna Serah sebagai
terjemahan Build, Operate, Transfer (BOT), dengan didasari alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Walau hingga saat ini belum terdapat keseragaman istilah sebagai terjemahan
resmi dari Build, Operate, Transfer (BOT) tetapi beberapa penulis telah
menggunakan istilah Bangun Guna Serah yaitu salah satu diantaranya Sunaryo
Basuki dalam Aspek Hukum Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Pihak
Swasta (Bentuk Kerjasama dan Pembuatan MoU), Lembaga Penelitian,
Pengkajian, Pengembangan Hukum, Ekonomi dan Teknologi (LP3HET),
Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
2. Kementerian Keuangan (dahulu Departemen Keuangan) telah menggunakan
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
3. Kementerian Dalam Negeri (dahulu Departemen Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah) telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah dalam Keputusan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tanggal 1
Februari 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah;
4. Dalam bidang perpajakan, Kementerian Keuangan (dahulu Departemen
Keuangan) telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-pihak yangMelakukan Kerjasama
dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah(Build Operate and Transfer).
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh
pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka
waktu.13
Sistem ini berbeda dengan Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate =
BTO) yaitu pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya
13
diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.14
BOT = Build-Operate-Transfer (dibangun, dioperasikan, diserahkan kembali)
adalah tanah pemerintah daerah dibangun oleh pihak ketiga dan setelah pembangunan
selesai, bangunan tersebut dioperasikan oleh pihak ketiga yang bersangkutan untuk
jangka waktu tertentu. Tanah dan bangunan tersebut harus diserahkan kembali kepada
Pemerintah Daerah pemilik tanah setelah berakhirnya jangka waktu yang
ditentukan.15
Sistem Bangun Kelola Serah16 atau yang lazimnya disebut BOT Agreement adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan
penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh
pihak kedua (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau
mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee
(atau tanpafee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah
beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap
dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut
berakhir.17
14
Angka 2 Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara
15
Yoga Puspita,Ragam Kerjasama Pemerintah (Suatu Kajian Yuridis Sosiologis), Lembaga Pengembangan Hukum Universitas Pancasila, disajikan dalam Seminar Kerjasama Pemerintah – Swasta, Universitas Pancasila, 5 Juni 2012. hal. 1.
16
Sistem Bangun Kelola Serah (BKS) adalah padanan frase sistem Bangun Guna Serah yang merujuk pada pengertian yang sama yaituBuild, Operate, Transfer (BOT)
17
Saat ini pengaturan mengenai kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate
Transfer/BOT) mengacu pada 3 (tiga) aturan utama yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara.
Walau demikian, berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan,
ditemukan fakta bahwa masih terdapat aturan-aturan lain yang secara tidak langsung
memberikan gambaran mengenai sistem Bangun Guna Serah, yaitu misalnya dalam
Lampiran 7 Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02/PM/2002
tanggal 27 Desember 2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.
Dijelaskan bahwa dalam pola BOT, investor mengelola aset Kerjasama
Operasi (KSO) yang dia danai pembangunannya sampai berakhirnya masa konsesi.
Pemilik aset juga bisa menyerahkan asetnya atau hak penyelenggaraan usaha untuk
dimanfaatkan dalam kerjasama operasi. Pada akhir masa konsesi investor
menyerahkan aset kerjasama operasi kepada pemilik aset. Investor membayar kepada
konsesi. Investor juga melakukan pembayaran secara periodik kepada pemilik aset
atas bagian pendapatan kerjasama operasi yang menjadi hak pemilik aset.18
BOT (Build Operate Transfer) merupakan suatu teknik pemerintah untuk
mengembangkan proyek-proyek infrastruktur meliputi beragam fasilitas yang
berfungsi utama untuk melayani kebutuhan masyarakat, untuk memberikan pelayanan
sosial dan mempromosikan kegiatan ekonomi dengan menggunakan inisiatif dan
pendanaan dari pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam program BOT (Build
Operate Transfer) dalam hal mendesain, menyediakan keuangan, membangun dan
mengoperasikan fasilitas untuk kemudian akhirnya, setelah masa jangka waktu
tertentu kepemilikan ditransfer kepada pemerintah.
Pemerintah memilih pelaksanaan program BOT (Build Operate Transfer)
adalah untuk mendapatkan pendanaan dari pihak swasta serta sumber daya yang
kompeten dalam bidang pengembangkan infrastruktur. Investasi uang selalu
sebanding dengan risiko dan tingkat return on investment; risiko lebih tinggi jika
secara ekonomi proyek tersebut tidaklah ekonomis. Dalam keadaan seperti itu,
negosiasi untuk pengaturan ekuitas-utang dengan penghindaran risiko bisa saja
memakan waktu yang lama, membuat proyek BOT lebih mahal daripada jika
pemerintah mengerjakan proyek itu sendiri. Jadi, ketika proyek dianggap tidak
ekonomis, pemerintah harus mempertimbangkan mengerjakan proyek sendiri atau
setidaknya melakukan investasi publik tertentu dalam proyek BOT. Bila pembiayaan
18
internasional dianggap perlu, maka pemerintah harus mempertimbangkan dengan
hati-hati dalam menetapkan fee bagi penggunaan fasilitas, terutama jika ekonomi
nasional buruk dan kemungkinan terjadi devaluasi mata uang lokal.19
Seluruh uraian tersebut di atas membuktikan bahwa pengaturan mengenai
Bangun Guna Serah sebagai salah satu pilihan dalam sistem penggunaan dan
pemanfaatan barang milik negara telah semakin baik dan komprehensif. Namun
walau demikian, masih terdapat celah atau kekurangan dalam aturan-aturan tersebut,
misalnya:
1) tidak terdapat kriteria dan parameter yang jelas mengenai waktu dan dasar
landasan diadakannya Bangun Guna Serah(Build Operate Transfer/ BOT);
2) tidak terdapat aturan rinci dan pasti mengenai kriteria tanah yang dapat
dijadikan objek dalam Bangun Guna Serah(Build Operate Transfer/ BOT);
3) tidak terdapat aturan mengenai besaran minimal nilai kontribusi yang harus
dibayarkan oleh mitra swasta kepada pemerintah daerah, baik secara
persentase maupun secara besaran rupiah;
4) terkait kedudukan perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/
BOT), tidak terdapat aturan yang jelas yang mengatur apakah Pemerintah
Pusat sebagai induk koordinator dari seluruh pemerintahan daerah dapat
membatalkan perjanjian Bangun Guna Serah yang telah dibuat oleh suatu
19
Pemerintah Daerah jika terdapat keadaan atau klausul perjanjian yang tidak
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, dalam praktik pelaksanaan dan penerapan Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer/ BOT) tersebut, masih terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan yang seharusnya, terutama dalam hal tahapan penyelenggaraan Bangun Guna
Serah. Hal yang paling sering terjadi adalah tidak adanya tender pemilihan mitra
Bangun Guna Serah, sebagaimana telah diamanatkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Walau demikian, praktik pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate
Transfer/ BOT) telah dilakukan di berbagai daerah oleh berbagai instansi dengan
tujuan yang berbeda satu sama lain, yaitu diantaranya:
a. Pembangunan pusat bisnis dan perkantoran Royal World Plaza (RWP) di
Tenggarong, Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara;20
b. Pembangunan Plasa Taman Bontang di atas tanah milik Pemerintah Kota
Bontang;21
c. Pembangunan Plasa Dumai di atas tanah milik Pemerintah Kota Dumai,
Pekanbaru;22
20
www.kutaikartanegara.com/news.php?id=3749, diakses pada Minggu 26 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
21
Surat PT Inti Griya Prima Sakti kepada Walikota Tebing Tinggi Nomor 12/IGPS-SMG/TTG/I/08 tanggal 21 Januari 2008, hal: Kerjasama BOT Lahan Milik Pemerintah Kota Tebing Tinggi. h. 1.
22
d. Pembangunan Plasa Teladan Medan di atas tanah milik Pemerintah Kota Medan,
Sumatera Utara;23
e. dsb.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dihubungkan dasar-dasar pengertian dan
dasar hukum program Build Operate Transfer (BOT) tanah milik negara dengan
pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program Build Operate Transfer
(BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti
dalam penelitian tugas akhir di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
dengan judul: “ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI ASET
PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BUILD OPERATE AND TRANSFER
(BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI
GRIYA PRIMA SAKTI”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan
di atas, maka permasalahan yang relevan untuk diangkat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa dasar hukum yang digunakan sebagai dasar Perjanjian Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan
PT. Inti Griya Prima Sakti?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan alih fungsi aset
pemerintah melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT)
antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti?
3. Bagaimana Pemerintah Kota Tebing Tinggi menangani dan menyelesaikan
kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah
melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) antara
Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan merupakan
pedoman dalam mengadakan penelitian, dan juga menunjukkan kualitas dari
penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami apa dasar hukum yang digunakan sebagai
dasar Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) antara
Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti.
2. Untuk mengetahui dan memahami kendala-kendala apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan
PT. Inti Griya Prima Sakti.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Pemerintah Kota Tebing Tinggi
menangani dan menyelesaikan kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan
Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya
Prima Sakti.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis
dan manfaat praktis yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran
untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang
pengelolaan barang milik Negara/ Daerah pada khususnya yang berhubungan
dengan pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program Bangun
Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT) antara Pemerintah Kota Tebing
Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penegak hukum yang ingin
memperdalam, mengembangkan dan menambah pengetahuan tentang
pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer/BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan
PT. Inti Griya Prima Sakti pada khususnya.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi para
akademisi dan dunia pendidikan pada umumnya, dan khususnya bagi
pengembangan ilmu agraria dan ilmu hukum serta dapat dipublikasikan dan
digunakan sebagai bahan pustaka di Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau landasan bagi
pemerintah dan instansi terkait dalam bidang pertanahan, dan sebagai bahan
masukan bagi para praktisi yang terlibat langsung dengan pelaksanaan alih
fungsi aset pemerintah melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate
Transfer/BOT).
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
pemikiran bagi masyarakat tentang pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah
melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT)
khususnya antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya
Prima Sakti.
c. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional
khususnya yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan alih fungsi aset
pemerintah melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/
BOT ) di Indonesia.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul
tesis yang berhubungan dengan judul topik dalam tesis ini antara lain :
1. Penelitian dengan judul “Build Operate Transfer (BOT) Dalam Investasi Oleh
2. Penelitian dengan judul “Analisis Perjanjian BOT (Build Operate and Transfer)
Dalam Hal Perjanjian Sewa Menyewa atas Tanah Hak Milik (Studi Kasus CV.
Anugrah Cipta Lestari Medan)” oleh Rina Hutagalung.
3. Penelitian dengan judul “Build Operate Transfer (BOT) Sebagai Bentuk
Perjanjian Pembagian Keuntungan (profit sharing) ditinjau dari hukum Perdata
(Studi Kasus di Kota Medan)” Fathila NIM 0017011020.
Penelitian yang mengangkat judul “ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN
ALIH FUNGSI ASET PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BUILD OPERATE
AND TRANSFER (BOT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
DENGAN PT. INTI GRIYA PRIMA SAKTI” belum pernah dilakukan, dengan
demikian maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian baru dan
keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa
keilmuan, kejujuran, rasionalitas, objektif dan terbuka.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu objek akan
melahirkan teori-teori yang berbeda. Oleh karena itu dalam suatu penelitian termasuk
penelitian hukum, pembatasan-pembatasan (kerangka) baik teori maupun konsepsi
merupakan hal yang penting agar penelitian tersebut tidak terjebak dalam polemik
yang tidak terarah dan tidak berujung.
Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk
merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori
merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari
seperangkat konsep atau variable, definisi dan proposisi yang disusun secara
sistematis.24
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep.25
Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba
secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya
memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.26
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, atau
teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.27 Suatu penelitian merupakan sarana yang
dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pengetahuan merupakan ilmu yang tersusun secara sistematis dengan
penggunaan kekuatan, pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan
ditelaah secara kritis akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian.
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang
digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.
24
J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 194.
25
Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19.
26
H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 21.
27
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitupertama, adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum
itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara
putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupayang
telah di putuskan.28 Tugas kaedah-kaedah hukum adalah untuk menjamin adanya
kepastian hukum.29
Penggunaan teori kepastian hukum pada penelitian ini adalah untuk
menjelaskan bahwa perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT)
yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan pihak swasta yaitu
dalam hal ini PT Inti Griya Prima Sakti haruslah memberikan kepastian hukum bukan
hanya bagi kedua belah pihak tetapi juga bagi seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder) yaitu masyarakat Kota Tebing Tinggi, Pemerintah Pusat, dan
sebagainya.
Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT)tersebut harus
memberikan jaminan hukum bagi kedua belah pihak yaitu jaminan atas pelaksanaan
hak dan kewajiban baik secara materi perjanjian maupun dalam hal penerapannya
28
Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), hal. 158.
29
sehingga pelaksanaan perjanjian tersebut dapat dipertanggungjawabkan dikemudian
hari dan memberikan rasa keadilan bagi kedua belah pihak.
Keadilan hanya bisa terjadi jika ada hukum, aturan main yang mengatur hak
dan kewajiban seseorang sekaligus alat pembaharuan masyarakat, hukum selalu
berkembang mengikuti nilai-nilai (value) dan tuntutan kebutuhan masyarakat (living
law).30
Pemerintah Daerah sering sekali memiliki kendala dalam hal pendanaan dan
sumber daya yang kompeten dalam membangun infrastruktur didaerah yang
merupakan tanggung jawabnya. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah harus
mencari alternatif dan solusi yang tidak bertentangan dengan hukum positif yaitu
salah satu diantaranya bekerjasama dengan pihak swasta yang pada akhirnya
bertujuan utntuk menyejahterakan kehidupan masrakat daerah tersebut.
Trend investasi swasta bagi proyek-proyek pemerintah semakin marak.
Alasan utama trend ini adalah pemerintah kekurangan dana tetapi memiliki sumber
daya yang dapat ditawarkan kepada pihak swasta. Bangun Guna Serah (Build
Operate Transfer/ BOT) adalah pilihan bagi pemerintah untuk melakukan
pembangunan proyek-proyek pemerintah dengan bantuan sektor swasta. Tapi, seperti
yang akan dijelaskan kemudian, alasan kekurangan dana, walaupun sebagai alasan
utama, tetap bukan merupakan satu-satunya alasan. Program Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer/ BOT) juga merupakan suatu program yang profitable
30
dengan risiko yang nyaris nol karena dilaksanakan oleh pihak swasta yang kompeten
di bidangnya.
Kontrak konsesi seperti Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT)
ini telah digunakan oleh banyak pemerintahan negara berkembang dalam rangka
membiayai proyek infrastruktur yang penting. Jika dilaksanakan dengan benar maka
proyek Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) dapat memberikan
win-win solutionbagi pemerintah dan pihak swasta dan seluruh masyarakat luas. Namun
demikian, karena proyek ini menjanjikanreturnyang tinggi bagi sektor swasta maka
mereka menanggung risiko yang tinggi pula yang biasanya disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang tak stabil seperti politik, ekonomi dan sosial. Hal seperti ini sering
sekali tidak dapat dihindari. Berbagai studi dan survey mengidentifikasi bahwa
keadaan ini seringkali terjadi pada sektor swasta yang tidak dapat mengidentifikasi,
mengkalkulasi dan mengevaluasi pengaruh risiko non-finansial yang inheren serta
faktor ketidakpastian (uncertainty) pada tahap studi kelayakan. Oleh karena itu,
sangatlah jelas bahwa proyek seperti ini memerlukan keberadaan perangkat decision
maker yang mampu mengevaluasi efek kombinasi dari faktor finansial dan
non-finansial secara efektif dan efisien.31 2. Konsepsi
Konsepsi adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.32
Kerangka konsepsi merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang
lain-31
http://mustafit.wordpress.com/2010/12/15/skema-build-operate-transfer/ diakses pada Senin tanggal 27 Mei 2013 pukul 02.15 WIB.
32
lain seperti asas dan standar, oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting oleh hukum.33
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan antara
konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala
yang akan diteliti akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala
itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian
mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.
Kerangka konsepsi mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang
akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.34 Oleh karena itu, dalam peneltian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut:
1. Analisis Yuridis terdiri dari kata analisis dan yuridis. Kamus Besar Bahasa
Indonesia memberikan arti atas kedua kata tersebut sebagai berikut:
a. Analisis: penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk
perkaranya, dsb);35
b. Yuridis: menurut hukum; secara hukum.36
Dengan demikian, analisis yuridis dapat diartikan sebagai penyelidikan secara
hukum terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2. Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan, keputusan,
dsb).37
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 58.
36
3. Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu
kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya.38
4. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai/ atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau
sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh baik oleh pemerintah maupun
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya.39
5. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.40
6. Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan;
urutan perintah yang diberikan pada komputer untuk membuat fungsi dan tugas
tertentu.41
7. Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) adalah pemanfaatan tanah
milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta
bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada
Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu.42
37
Ibid., hal. 774.
38
Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein,op.cit.hal. 13.
39
www.wikiapbn.org/artikel/aset, diakses pada Jumat 01 Maret 2013 pukul 10.10 WIB.
40
http://id.wikipedia.org/wiki/pemerintah, diakses pada Jumat 01 Maret 2013 pukul 10.15 WIB.
41
Departemen Pendidikan Nasional,Op. Cit., h. 1104.
42
Build Operate Transfer (BOT) adalah dimulainya proses bisnis dimana
organisasi-organisasi swasta melakukan pembangunan dan pengoperasian
fasilitas yang biasanya dilakukan oleh pemerintah. Berakhirnya keterlibatan
sektor swasta terjadi pada pengembalian kepemilikan fasilitas kepada pemerintah
setelah masa konsesi, biasanya 25-30 tahun. Dalam pendekatan BOT, pihak
swasta atau pihak yang mempertahankan suatu konsesi untuk suatu periode
tertentu disebut pelaku (klien), untuk pengembangan dan pelaksanaan
pembangunan fasilitas, pembangunan mana yang terdiri dari pembiayaan, desain,
konstruksi, mengelola dan memelihara fasilitas, dan membuat fasilitas tersebut
menguntungkan. Para pemegang konsesi mengamankan pengembalian investasi
dengan mengoperasikan fasilitas dan, selama masa konsesi, bertindak sebagai
pemilik konsesi. Pada akhir masa konsesi, para pemegang konsesi mentransfer
kepemilikan fasilitas kepada Pemerintah.43
8. PT. Inti Griya Prima Sakti Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Surya
Building Lantai 7 Jl. Mh. Thamrin Kav 9 Jakarta yang didirikan berdasarkan
Akta Notaris R.M Soetomo Soeprapto, SH Nomor 29 tanggal 17 Maret 1988
disahkan dengan SK Menteri Kehakiman Nomor C2.7113.HT.01.01-Th 1989
tanggal 2 Agustus 1989.44
43
http://mustafit.wordpress.com/2010/12/15/skema-build-operate-transfer/, diakses pada Sabtu 2 Maret 2013 pukul 10.21 WIB.
44
9. Ramayana yang di maksudkan dalam tesis ini adalah suatu supermarket yang
didirikan oleh PT. Ramayana Lestari Sentosa, Tbk. Perusahaan ini memiliki misi
sebagai rantai perusahaan ritel berkomitmen untuk melayani kebutuhan
menengah rendah dan berpenghasilan rendah segmen dengan menyediakan
berbagai nilai untuk uang dan barang dagangan layanan pelanggan yang sangat
baik.45
10. Kota Tebing Tinggi adalah salah satu kota di Sumatera Utara. Kota Tebing
Tinggi merupakan salah satu Pemerintahan Kota dari 33 Kabupaten/ Kota di
Sumatera Utara berjarak sekitar 80 KM dari Kota Medan (Ibukota Provinsi
Sumatera Utara) serta terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan
lintas timur dan lintas tengah Sumatera Utara melalui lintas diagonal pada ruas
jalan Tebing Tinggi.46
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis,
yaitu suatu penelitian yang berusaha menggambarkan dan menguraikan tentang
permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui
program Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota
Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti. Penelitian ini tidak hanya ditujukan
untuk mendiskripsikan gejala atau keadaan, baik pada tatanan hukum positif maupun
45
http://www.ramayana.co.id/index.php/id/beranda-1, diakses pada Jumat 01 Maret 2013 pukul 10.05 WIB.
46
hukum empiris dan menganalisa permasalahan yang ada, tetapi juga ingin
memberikan pengaturan yang seharusnya dan memecahkan permasalahan hukum
yang berkaitan dengan pengawasan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan alih
fungsi aset pemerintah melalui program Bangun Guna Serah (Build Operate
Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima
Sakti.
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam kelompok penelitian yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai penelaahan dalam
tatanan konsepsional tentang arti dan maksud berbagai peraturan hukum nasional
yang berkaitan dengan pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program
Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) antara Pemerintah Kota Tebing
Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti pada khususnya.
Karena penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif maka secara garis
besar digunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:47
a. Pendekatan dengan mengkaji asas-asas hukum, yaitu penelitian tentang
keterkaitan asas-asas dan doktrin hukum dengan hukum positif maupun hukum
yang hidup dalam masyarakat;
b. Pendekatan terhadap sistematika hukum, yaitu penelitian dengan menelusuri
secara sistematik keterkaitan antara hukum dasar, hukum yang sifatnya
instrumental dan operasional;
47
c. Pendekatan sinkronisasi hukum, yaitu penelaahan hukum dengan
mengsinkronisasikan hukum secara vertikal melalui asas atribusi, delegasi, dan
mandat sedangkan sinkronisasi horizontal melalui asas delegasi;
d. Pendekatan sejarah hukum, merupakan penelaahan yang menitikberatkan pada
sejarah masa lalu, kemudian perkembangan masa kini dan antisipasi masa yang
akan datang;
e. Pendekatan perbandingan hukum, merupakan penelaahan yang menggunakan
dua atau lebih sistem hukum untuk dibandingkan baik mengenai perbedaan atau
persamaannya.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari penelitian dilapangan yaitu dari para pihak yang telah
ditentukan sebagai narasumber seperti Kepala Bagian Asset Pemerintah Kota Tebing
Tinggi, Pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Tebing
Tinggi.
Data sekunder diperoleh dari bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma
dan kaidah atau kaidah dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945, peraturan
perundang-undangan seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden,
yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih
berlaku seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer misalnya hasil penelitian hukum dan hasil karya
ilmiah dari kalangan hukum. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberi
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, misalnya kamus (hukum), ensiklopedia dan lain-lain sebagainya.48 Untuk
mendukung data sekunder, maka dilakukan wawancara dengan beberapa narasumber
yaitu pegawai pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara
lain adalah:
a. Studi Kepustakaan(Library Research)
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari
konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian tentang dokumentasi yang dilakukan dengan
cara mempelajari peraturan-peraturan, kasus-kasus dan dokumen yang ada
kaitannya dengan permasalahan penelitian.
b. Wawancara
48
Agar data yang telah dikumpulkan menjadi lebih lengkap dan terjamin
validitasnya, maka perlu diadakan wawancara yang telah tersusun dengan
berpedoman kepada daftar wawancara yang telah tersusun dan sekaligus
bentuk dialog dengan Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kota Tebing
Tinggi.
4. Analisis Data
Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun
data sekunder maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode
analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun
penelitian kepustakaan disusun secara sistematis dan logis agar dapat memberikan
jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan dan selajutnya dianalisis secara
kualitatif dengan kalimat yang sistematis dan akhirnya ditariklah suatu kesimpulan
yaitu penalaran yang didapat dari permasalahan dalam tesis.
Adapun tahap dalam melakukan analisis secara kualitatif adalah:49
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti;
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian;
c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin;
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal, atau doktrin
yang ada;
e. Menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
Dengan demikian kegiatan analisis data ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang jelas dan benar dari
permasalahan dan tujuan penelitian ini.
49
BAB II
DASAR HUKUM PENYUSUNAN PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH (BOT AGREEMENT) ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
DENGAN PT. INTI GRIYA PRIMA SAKTI
A. Sejarah Perkembangan Dan Pengaturan Dasar Hukum Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ Bot) di Indonesia
Istilah Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) pertama kali
ditemukan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan positif Indonesia
adalah pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni
1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-pihak yang Melakukan
Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and
Transfer).Pengaturan ini pada dasarnya lebih menitikberatkan pada pengaturan pajak
penghasilan dan bukan mengenai prosedur atau pelaksanaan Perjanjian Bangun Guna
Serah (Build Operate Transfer/ BOT Agreement).
Selanjutnya diterbitkan juga beberapa peraturan lain di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (dahulu Departemen Keuangan) yang
mengadopsi istilah resmi Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) yaitu
diantaranya:
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tanggal 14 Juli
1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan sehubungan
dengan Perjanjian Bangun Guna Serah (Seri PPh Umum Nomor 17);
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26
Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak
3. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-144/PJ.33/1996 tanggal 20 Agustus
1996 tentang Penjelasan mengenai Penyusutan Bangunan di atas Tanah Sewa
dan Pemotongan PPh Pasal 23.
Seluruh peraturan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak ini pada
dasarnya merupakan turunan atau peraturan pelaksana dari Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 yang menitikberatkan pada pengaturan pajak
penghasilan atas pelaksanaan Bangun Guna Serah dan bukan mengenai prosedur atau
pelaksanaan Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT
Agreement). Dengan demikian, peraturan-peraturan ini tidak dapat dijadikan acuan
dalam pembahasan pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT).
Pada tahun 2001, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (saat ini dikenal
dengan Menteri Dalam Negeri) menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Daerah. Keputusan ini tidak menggunakan istilah Bangun Guna Serah, tetapi
menggunakan isitlah “pengguna usahaan” untuk merujuk pada pengertian yang sama.
Angka 29 Keputusan Menteri tersebut menyatakan “Pemanfaatan adalah
Pendayagunaan barang daerah oleh instansi atau pihak ketiga dalam bentuk pinjam
pakai, penyewaan dan pengguna usahaan tanpa merubah status pemilikan.”
Lebih lanjut Pasal 36 Keputusan tersebut tentang Pengguna Usahaan
menyatakan: “Barang daerah yang diguna usahakan dalam bentuk kerjasama
Ketentuan Pasal 36 ini merupakan pasal pengaturan yang sangat minim dan
memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada Kepala Daerah tanpa
memberikan petunjuk lebih lanjut dalam mengadakan pengguna usahaan barang
milik daerah. Pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini, seluruh Kepala
Daerah di seluruh Indonesia diberikan keleluasaan dalam mengadakan perjanjian
Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) dengan pihak lain. Hal ini
tentu saja sangat rawan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam
pengelolaan barang milik daerah karena:
a) Tidak ada keseragaman dalam pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build
Operate Transfer/ BOT) di antara daerah-daerah di Indonesia, baik mengenai
syarat, prosedur maupun tata laksananya;
b) Ketidakseragaman tersebut menimbulkan tidak optimalnya pengawasan atas
pelaksanaan Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/ BOT) di seluruh
daerah Indonesia;
c) Rawan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme karena memberikan
kekuasaan dan kewenangan yang sangat luas kepada Kepala Daerah.
Menyadari permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan dan sebagai
peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara maka pada tahun 2006 Pemerintah menerbitkan aturan baru
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (selanjutnya disebut PP Nomor 6 Tahun 2006). Dibandingkan dengan
Operate Transfer/BOT) di dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 ini telah mengalami
perbaikan yang signifikan.
Untuk pertama kalinya di dalam sejarah hukum positif Indonesia, PP Nomor 6
Tahun 2006 telah memberikan defenisi baku mengenai Bangun Guna Serah yaitu
pada angka 12 yang menyatakan:
Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
PP Nomor 6 Tahun 2006 ini juga telah menetapkan asas pengelolaan barang
milik negara/daerah yaitu asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pasal 13 menyatakan bahwa
status penggunaan barang milik daerah ditetapkan oleh gubernur/ bupati/ walikota.
Pasal yang mengatur mengenai landasan Bangun Guna Serah (Build Operate
Transfer/ BOT) adalah Pasal 15 dan Pasal 20 yang menyatakan:
Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.”
“Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa: a. Sewa;
b. Pinjam pakai;
c. Kerjasama pemanfaatan;