• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tidar Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pilgubsu 2013 Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Tidar Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pilgubsu 2013 Di Kota Medan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TIDAR GERINDRA UNTUK MERAIH SUARA PEMILIH DALAM

PEMENANGAN GUS IRAWAN PASARIBU PADA PILGUBSU 2013 DI KOTA MEDAN

Oleh :

KEVIN BOY HUTABARAT 080906087

DOSEN PEMBIMBING : HUSNUL ISA HARAHAP, S.Sos, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : KEVIN BOY HUTABARAT (080906087)

PERAN TIDAR GERINDRA UNTUK MERAIH SUARA PEMILIH DALAM PEMENANGAN GUS IRAWAN PASARIBU PADA PILGUBSU 2013 DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang merupakan pendukung utama dari pasangan Gus Irawan Pasaribu – Soekirman dan beberapa partai politik lainnya. Partai Gerindra sendiri bila dilihat di wilayah Sumatera Utara merupakan partai politik yang masih tergolong kecil, karena hanya mampu mendapatkan 3 kursi saja di DPRD Sumatera Utara. Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap di tiap daerah yang tujuannya untuk dapat menggalang suara masyarakat. Salah satunya adalah Tunas Indonesia Raya (TIDAR).

Penelitian ini dibatasi pada Penelitian ini bersifat mengkaji lebih dalam strategi politik yang dilakukan oleh TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra dalam memenangkan Gus Irawan Pasaribu di kota Medan pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini mendeskripsikan data yang didapat dari wawancara dengan narasumber, lalu dilakukan analisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan dilakukan penarikan kesimpulan. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan studi kepustakaan.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Name : KEVIN BOY HUTABARAT (080906087)

ROLE OF TIDAR GERINDRA TO GET A VOTER VOICES TO WIN GUS IRAWAN PASARIBU ON ELECTION GOVERNOR OF NORTH SUMATRA 2013 IN MEDAN

ABSTRACT

Great Indonesia Movement Party (Gerindra) which is the main supporter of the pair Gus Irawan Pasaribu–Soekirman and several other political parties. Gerindra itself when viewed in North Sumatra is a political party that is still relatively small, because it is only able to get 3 seats in the DPRD North Sumatra alone. As with other political parties, Gerindra have wings in each region which aim to raise the public voice. One is Tunas Indonesia Raya (TIDAR).

This study is limited in this study is to examine more deeply the political strategy conducted by TIDAR as Gerindra wing in winning Gus Irawan Pasaribu in the city of Medan in North Sumatra gubernatorial election of 2013 data analysis technique used in this research is descriptive qualitative data analysis techniques, where this technique describes the data obtained from interviews with informants, and conducted the analysis in order to obtain a clear picture of the object to be studied and carried conclusion. Sources of data in this study was obtained through interviews and literature study.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Peran Tidar Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam

Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pilgubsu 2013 Di Kota Medan”.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan bagi mahasiswa program S1 pada program studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Bapak Prof Dr Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K)selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Dra. Rosmiani, M.A selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Drs. Edward, M.SP selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Pemerintahan Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Bapak Husnul Isa Harahap, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan demi terselesaikannya skripsi ini.

(5)

9. Bapak Drs. Indra Bakti selaku Wakil Sekretaris DPD, Bapak Rudi Lubis selaku Wakil Sekretaris DPD, dan Bapak Yundi Fauza, SE selaku Ketua TIDAR SUMUT yang telah bersedia menjadi narasumber dan banyak membantu dengan memberikan segala informasi yang telah dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa kepada Orang Tua penulis ayahanda Drs. Bekman Hutabarat dan ibunda Baljit yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril, materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Terima kasih kepada Shahana Rishi yang selalu setia menemaniku dan memberikan motivasi, dan dukungan moril serta doa demi terlesainya skripsi ini.

12.Buat sahabat–sahabatku Gorby, Dede, Ridho, Kia, Toank, Toing, Yudi dan teman-teman lain serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih buat dukungan dan doanya kepada penulis semoga persahabatan yang kita jalin selama ini dapat terus terjaga dengan baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Teori ... 9

1.5.1 Partai Politik ... 9

1.5.2 Sayap Partai ... 15

1.5.3 Definisi Pemilih ... 16

1.5.4 Sistem Pemilihan Kepala Daerah ... 17

1.5.5 Teori Strategi Politik ... 21

1.5.6 Teori Kampanye Politik ... 25

1.6 Metodologi Penelitian ... 34

1.6.1 Teknik Analisis Data ... 34

1.6.2 Sumber Data ... 35

1.6.3 Lokasi Penelitian ... 36

(7)

BAB II GAMBARAN UMUM PARTAI GERINDRA ... 38

2.1 Partai Gerindra... 38

2.2 Tunas Indonesia Raya (TIDAR) ... 46

2.3 Profil Gus Irawan Pasaribu ... 52

2.4 Gambaran Umum Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 .... 57

BAB III PERAN TIDAR PARTAI GERINDRA ... 63

3.1 Peran TIDAR dalam Menyusun Strategi Pemenangan Gus Irawan Pasaribu ... 63

3.2 Peran TIDAR dalam Pengumpulan Dana... 71

3.3 Peran TIDAR dalam Kampanye Di Jalan-jalan ... 79

3.4 Komunikasi Politik TIDAR untuk Meraih Suara Pemilih ... 84

BAB IV PENUTUP ... 91

4.1 Kesimpulan ... 91

4.2 Saran ... 92

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nama Calon Gubernur Sumatera Utara ... 4

Tabel 1.2 Perbedaan Ideologi “Kiri” dan “Kanan” ... 12

Tabel 1.3 Strategi Politik Menurut Peter Schroder ... 24

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : KEVIN BOY HUTABARAT (080906087)

PERAN TIDAR GERINDRA UNTUK MERAIH SUARA PEMILIH DALAM PEMENANGAN GUS IRAWAN PASARIBU PADA PILGUBSU 2013 DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang merupakan pendukung utama dari pasangan Gus Irawan Pasaribu – Soekirman dan beberapa partai politik lainnya. Partai Gerindra sendiri bila dilihat di wilayah Sumatera Utara merupakan partai politik yang masih tergolong kecil, karena hanya mampu mendapatkan 3 kursi saja di DPRD Sumatera Utara. Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap di tiap daerah yang tujuannya untuk dapat menggalang suara masyarakat. Salah satunya adalah Tunas Indonesia Raya (TIDAR).

Penelitian ini dibatasi pada Penelitian ini bersifat mengkaji lebih dalam strategi politik yang dilakukan oleh TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra dalam memenangkan Gus Irawan Pasaribu di kota Medan pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini mendeskripsikan data yang didapat dari wawancara dengan narasumber, lalu dilakukan analisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan dilakukan penarikan kesimpulan. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan studi kepustakaan.

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Name : KEVIN BOY HUTABARAT (080906087)

ROLE OF TIDAR GERINDRA TO GET A VOTER VOICES TO WIN GUS IRAWAN PASARIBU ON ELECTION GOVERNOR OF NORTH SUMATRA 2013 IN MEDAN

ABSTRACT

Great Indonesia Movement Party (Gerindra) which is the main supporter of the pair Gus Irawan Pasaribu–Soekirman and several other political parties. Gerindra itself when viewed in North Sumatra is a political party that is still relatively small, because it is only able to get 3 seats in the DPRD North Sumatra alone. As with other political parties, Gerindra have wings in each region which aim to raise the public voice. One is Tunas Indonesia Raya (TIDAR).

This study is limited in this study is to examine more deeply the political strategy conducted by TIDAR as Gerindra wing in winning Gus Irawan Pasaribu in the city of Medan in North Sumatra gubernatorial election of 2013 data analysis technique used in this research is descriptive qualitative data analysis techniques, where this technique describes the data obtained from interviews with informants, and conducted the analysis in order to obtain a clear picture of the object to be studied and carried conclusion. Sources of data in this study was obtained through interviews and literature study.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan dalam perpolitikan Indonesia sejak jatuhnya rezim Soeharto telah memberikan ruang demokrasi yang sesungguhnya. Hal ini ditandai dengan lahirnya era Reformasi, di mana Indonesia menjadi negara yang kian menghargai hak-hak warga negaranya terutama dalam menentukan pemimpinnya. Pemerintahan yang sebelumnya sentralistik diubah menjadi desentralistik dalam artian pemerintahan pusat memberikan wewenang kepada daerahnya masing-masing untuk memilih kepala daerah dan wakilnya. Selain itu juga memberikan ruang demokrasi politik lokal menjadi terbuka dan bebas dalam menentukan pembangunan di daerahnya masing-masing.

Ruang demokrasi itu terletak pada implementasi otonomi daerah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang di dalam penjelasan umumnya diterangkan sebagai berikut: pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Maka pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuannya.1

1 Marsono, Budi, Himpunan Peraturan Tentang Pemerintahan di Daerah, Djamban, Jakarta, 2005. hal.

(13)

Oleh sebab itu, otonomi daerah yang dijalankan selain bersifat nyata dan luas, tetap harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Maksudnya otonomi daerah harus dipahami sebagai perwujudan pertanggungjawaban konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan daerah. Ide dasar dari pemberian otonomi kepada daerah sejatinya adalah untuk; pertama, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik; kedua, memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); ketiga, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.2

Dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban tersebut, esensi mendasar dalam kebijakan pelaksanaan otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang ditetapkan batasan kewenangan yang dimiliki daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya pemberian kewenangan ini tentu merupakan esensi dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah di mana daerah mempunyai cukup keleluasaan gerak dalam menggunakan potensinya, baik yang berasal dari daerahnya sendiri maupun dari pemberian pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.3

Di samping itu, perubahan sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah, sesuai dengan tuntutan reformasi adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, dan tidak lagi dilakukan melalui pemilihan di DPRD. Pemilihan kepala daerah dan wakilnya secara langsung ini merupakan konsekuensi perubahan tatanan kenegaraan kita akibat amandemen UUD

2 Agustino Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta, 2009. hal. 26 3

(14)

1945. Undang-undang baru ini pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi.4

Dalam konteks itu, kepala daerah yang terpilih nantinya bisa menjalani asas desentralisasi, karena ia adalah pejabat yang dekat dengan masyarakat lokal dan diharapkan lebih peka terhadap segala permasalahan daerahnya masing-masing, karena lebih mengerti segala yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, otonomi daerah mempunyai tanggung jawab terhadap rakyat secara langsung yang dibebankan kepada kepala daerah terpilih melalui pilkada langsung.

Indonesia adalah salah satu negara didunia yang menerapkan paham demokrasi dan melaksanakan pemilihan umum didalam melakukan regenerasi kepemimpinan pemerintahan maupun anggota lembaga legislatif. Di Indonesia, pasca reformasi tahun 1999, terdapat beberapa perubahan didalam hal pemilu, yang paling tampak jelas adalah dengan melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dan pemilihan kepala daerah tingkat I dan II juga secara langsung, disamping juga ada penambahan satu lembaga perwakilan yang disebut dengan dewan perwakilan daerah (DPD).

Sumatera Utara merupakan salah satu dari 34 propinsi yang ada di Indonesia saat ini. Sebagai salah satu propinsi terbesar, Sumatera Utara juga memiliki sejarah yang panjang dalam perjalanannya. Sumatera Utara telah menjadi salah satu barometer politik nasional di Indonesia, selain Jakarta, Jawa Timur, dll. Mengapa Sumatera Utara menjadi salah satu barometer politik nasional di Indonesia? Karena aktivitas politik yang begitu tinggi di Sumatera Utara, pluralitas dan keberagaman sosial yang tertata dengan baik, menjadikan Sumatera Utara begitu penting dalam

4 Abdullah, H. Rozali, Prof. SH., Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

(15)

arena politik nasional, disamping juga faktor penduduk yang relatif banyak di Sumatera Utara.

Tahun 2013, tepatnya tanggal 7 Maret 2013, Sumatera Utara melaksanakan pemilihan gubernur Sumatera Utara secara langsung. Dalam Pilkada tersebut terdapat lima calon gubernur yang akan dipilih oleh masyarakat Sumatera Utara, yaitu :5

Tabel 1.1 Nama Calon Gubernur Sumatera Utara No.

Urut Calon Gubernur

Calon Wakil

Gubernur Partai Pengusung

1

Gus Irawan Pasaribu Jabatan terakhir mantan Direktur Utama Bank Sumut

Soekirman Saat itu menjabat Wakil Bupati Serdang Bedagai

Partai Gerakan Indonesia Raya

Partai Amanat Nasional Partai Bulan Bintang Partai Kebangkitan Bangsa Partai lain (23 partai)

2

Effendi Simbolon Anggota DPR-RI dari

partai DPI-P

Djumiran Abdi Menjabat Wakil Ketua

Kwarda Pramuka Sumut

PDI Perjuangan Partai Peduli Rakyat Nasional

Partai Damai Sejahtera

3

Chairuman Harahap Anggota DPR-RI dari

partai Golkar

Fadly Nurzal Pohan Ketua Partai Pembangunan, Sumut

Partai Golkar Partai Persatuan Pembangunan

Partai Pemuda Indonesia Partai Buruh

Partai Republika

4

Amri Tambunan Saat itu menjabat Bupati Deli Serdang

Rustam Effendy Nainggolan Mantan Sekda Pemrov

Sumut, sebelumnya pernah menjabat Bupati

Tapanuli Utara

Partai Demokrat

5

Gatot Pujo Nugroho Saat itu menjabat

Wakil Gubernur Sumatera Utara/Pelaksana tugas

Gubernur Sumatera Utara

Tengku Erry Nuradi Saat itu menjabat sebagai Bupati Serdang

Bedagai

Partai Keadilan Sejahtera Partai Hati Nurani Rakyat Partai Patriot

Partai Bintang Reformasi Partai Kebangkitan Nasional Ulama

5

(16)

Kelima calon inilah yang kemudian bertarung secara politik untuk mendapatkan simpati masyarakat, dengan harapan pada hari pemilihan nanti masyarakat sumatera utara akan memilih calon tersebut. Kemudian pada tanggal 15 Maret 2013 diumumkanlah hasil pemungutan suara oleh KPU siapa yang mendapatkan suara terbanyak pada pemilihan gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018, dan hasilnya adalah (1) Gatot Pujo Nugroho-Erry Nuradi meraih suara terbanyak dengan meraih 1.604.337 suara atau 33%, (2) Effendi Simbolon-Jumiran Abdi dengan 1.183.187 suara atau 24,34%, (3) Gus Irawan-Soekirman yang meraih 1.027.433 suara atau 21,13%, (4) Amri Tambunan-RE Nainggolan yang mendapatkan 594.414 suara atau 12,23%, dan (5) Chairuman Harahap-Fadly Nurzal meraih 452.096 suara atau 9,30%.

(17)

Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap di tiap daerah yang tujuannya untuk dapat menggalang suara masyarakat. Berikut ini adalah daftar lengkap sayap Partai Gerindra saat ini, yaitu :6

1. Gerakan Rakyat Dukung Prabowo (Gardu Prabowo) 2. Tunas Indonesia Raya (TIDAR)

3. Perempuan Indonesia Raya (PIRA) 4. Kristen Indonesia Raya (KIRA)

5. Gerakan Muslim Indonesia Raya (GEMIRA) 6. Sentral Gerakan Buruh Indonesia Raya (SEGARA) 7. Persatuan Tionghoa Indonesia Raya (PETIR) 8. Satuan Relawan Indonesia Raya (SATRIA) 9. Kesehatan Indonesia Raya (KESIRA)

10.Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara (GEMA SADHANA) 11.Barisan Garuda Muda (BGM)

12.Garuda Muda Indonesia (GMI)

Dari keduabelas sayap partai yang dibentuk oleh Partai Gerindra seperti

disebutkan diatas yang lebih berperan dalam roses pemenangan Gus Irawan Pasaribu

pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 adalah Tunas Indonesia Raya (TIDAR).

Alasan dalam memilih topik tentang peran sayap partai adalah berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra merupakan ujung tombak partai untuk menggalang suara untuk kepentingan partai.

(18)

2. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra merupakan organisasi partai yang berperan dalam upaya implementasi dan sosialisasi program dan kebijakan partai.

3. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra mampu menggali potensi, kebutuhan dan masalah yang dihadapi partai serta merumuskan solusi dan langkah-langkah yang efektif, terutama dalam kaitan dengan upaya pemenangan pemilu.

Untuk melihat dan meneliti lebih mendalam tentang bagaimana sebenarnya Partai Gerindra dalam meraih suara untuk memenangkan pasangan Gus Irawan Pasaribu–Soekirman pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013, maka penelitian ini mencoba mengangkat hal tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul : ”Peran Sayap Partai Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam Proses Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang dipaparkan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil TIDAR selaku sayap Partai Gerindra selaku partai pengusung Gus Irawan Pasaribu pada pemilihan gubernur Sumatera Utara tahun 2013?

(19)

1.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu melebar dan mengaburkan penelitian, maka penulis membuat pembatasan masalah penelitian sebagai berikut :

Penelitian ini bersifat mengkaji lebih dalam strategi politik yang dilakukan oleh TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra dalam memenangkan Gus Irawan Pasaribu di kota Medan pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui profil Partai Gerindra selaku partai pengusung dan pendukung dalam proses pemenangan Gus Irawan Pasaribu sebagai gubernur Sumatera Utara periode 2013 – 2018

2. Untuk mengetahui dan menganalisa strategi kampanye politik yang dilakukan TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra selaku partai pengusung dan pendukung dalam proses pemenangan Gus Irawan Pasaribu sebagai gubernur Sumatera Utara periode 2013 – 2018.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Berikut ini adalah beberapa manfaat yang penulis dapatkan dalam melakukan penelitian, yaitu :

(20)

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama dibidang politik, dan khususnya mengenai partai politik dan strategi suksesi calon kepala pemerintahan.

3. Sebagai literatur yang baru bagi daftar kepustakaan untuk yang tertarik dan konsentrasi dengan bidang dan permasalahan yang serupa.

1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Partai Politik

1. Pengertian Partai Politik

Manurut pengertian dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.7

Sigmund Neuman dalam buku karnyanya, Modern Political Parties, mengemukakan definisi sebagai berikut : partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta

(21)

merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A political party is thearticulate organization of society’s active political agents; those who are

concerned with the control og govermental polity power, and who compate for

popular support with other group or groups holding divergent views.)8

Prof. Carl J. Friedrich dalam bukunya Constitutional Goverments and Democracy merumuskan bahwa “partai politik adalah sekelompok manusia yang

terorganisir secara mapan dengan tujuan untuk menjamin dan mempertahankan pemimpin-pemimpinnya, tetap mengendalikan pemerintahan dan lebih jauh lagi memberikan keuntungan-keuntungan terhadap anggota partai baik materiil maupun spiritual”.9

Melihat rumusan-rumusan diatas jelaslah bahwa tujuan partai politik ialah menguasi negara atau pemerintahan baik secaraparlementer maupun ekstra parlementer, atau dengan kata lain baik secara konstitusionil yaitu ikut serta dalam pemilihan umum dan secara inkonstitusional yaitu dengan cara revolusi atau coup d’etat.10

2. Sejarah Partai Politik

Partai Politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat seperti Inggris dan Perancis pada akhir abad 18-an. Kegiatan-kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan Aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutat raja. Dengan meluasnya hak pilih, maka kegiatan politk juga berkembang di

8

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 404

(22)

luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Maka pada akhir abad ke-19 lahirlah partai politik, yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat di satu pihak dengan pemerintah di pihak lain.

Partai semacam ini dalam prakteknya hanya mengutamakan kemenangan dalam pemilihan umum, sedangkan pada masa antara dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Partai ini dinamakan patronage party (partai lindungan yang dapat dilihat dalam rangka patron client relationship), yang juga bertindak semacam broker. Partai mengutamakan kekuasaan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, maka itu ia sering dinamakan partai massa.

Dalam perkembangan selanjutnya di dunia Barat timbul pula partai yang lahir di luar parlemen. Partai-partai ini kebanyakan bersandar pada suatu asas atau ideologi atau weltanschauung tertentu sepertisosialisme, fasisme, komunisme, kristen demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin partai lebih ketat. Pemimpin partai yang biasanya sangat sentralitas menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan. Pendidikan kader sangat diutamakan dalam partai jenis ini. Partai kader biasanya lebih kecil dari partai massa.

Pada masa menjelang Perang dunia I telah timbul klasifikasi partai berdasarkan ideologi dan ekonomi, yaitu partai “kiri” dan “kanan”. Pembagian ini

(23)

Tabel 1.2 Pembedaan Ideologi “Kiri” dan “Kanan”

Kiri Kanan

Perubahan, kemajuan.

Kesetaraan (equality) untuk lapi-san bawah.

Campur tangan negara (dalam kehidupan sosial/ekonomi)

Hak

Status quo

Privilege (untuk lapisan atas)

Pasar bebas

Kewajiban

Menjelang Perang Dunia ke II, ada kecenderungan pada partai-partai politik di dunia Barat untuk meninggalkan tradisi membedakan antara berbagai jenis partai. Hal ini disebabkan karena keinginan partai kecil untuk menjadi partai besar dan menang dalam pemilihan umum, partai-partai itu menyadari bahwa untuk memenangi pemilu mereka perlu dukungan besar dari pemilih dengan merangkul pemilih tengah.

(24)

3. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Banyak ahli yang memberikan klasifikasinya tentang partai politik, hanya saja, yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem kepartaian sebagaimana dijelaskan oleh Maurice Duverger. Sistem kepartaian (Party System) pertama kali dijelaskan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger mengklasifikasi sistem kepartaian dalam tiga kategori, sistem partai-tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi-partai.

a. Sistem Partai Tunggal

Istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat dan dipakai baik untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yangmempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lain.

Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara: Afrika, China, dan Kuba, sedangkan dalam masa jayanya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur terdapat dalam kategori ini. Suasana kepartaian dinamakan non kompetitif karena semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan, dan tidak dibenarkan bersaing dengannya.11

Terutama di negara-negara yang baru merdeka, ada kecenderungan kuat untuk memakai pola partai tunggal karena pimpinan dihadapkan pada kondisi bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak sosial serta pandangan hidupnya. Di Indonesia pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan pemikiran yang pada saat itu banyak dianut di negara-negara yang baru melepaskan diri dari rezim kolonial. Diharapkan partai itu akan menjadi “motor perjuangan”. Akan tetapi sesudah beberapa bulan

11

(25)

usaha itu dihentikan sebelum terbentuk secara kongkret. Penolakan ini antara lain disebabkan karena dianggap berbau fasis.12

b. Sistem Dwi Partai

Dalam sistem ini, partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan umum). Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum, kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang ada ditengah duapartai dan yang sering dinamakan pemilih terapung (floating vote) atau pemilih di tengah (median vote). Dewasa ini hanya beberapa negara yang memiliki ciri-ciri sistem dwi

partai, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Oleh Maurice Duverger malahan dikatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo Saxon.

Inggris biasanya digambarkan sebagai contoh yang paling ideal dalam menjalankan sistem dwi partai ini. Partai buruh dan partai konservatif boleh dikatakan tidak mempunyai pandangan yang jauh berbeda mengenai azaz dan tujuan politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu menganggu kontinuitas kebijakan pemerintahan. Perbedaan yang pokok antara kedua partai hanya berkisar pada cara serta kecepatan melaksanakan berbagai program pembauran yang menyangkut masalah sosial, perdagangan dan industri. Partai buruh lebih condong agar pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan terutama di bidang ekonomi, sedangkan partai Konservatif cenderung memilih cara-cara kebebasan berusaha.13

Di Indonesia pada tahun 1968 ada usaha untuk mengganti sistem multi partai yang telah berjalan lama dengan sistem dwi partai agar sistem ini dapat membatasi

12

Sukarna, Op. Cit, hal. 416.

13

(26)

pengaruh partai-partai yang telah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa ekses dirasakan menghalangi badan eksekutif untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Akan tetapi eksperimen dwi partai ini, sesudah diperkenalkan di beberapa wilayah, ternyata mendapat tantangan dari partai yang merasa terancam eksistensinya. Akhirnya gerakan ini dihentikan pada tahun 1969.14

c. Sistem Multi Partai

Sistem multi partai ditemukan antara lain di Indonesia, Malaysia, Nederland, Australia, Perancis, Swedia, dan Federasi Rusia. Sistem multipartai, apalagi apabila dihubungkan dengan sistem parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, sehingga badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam pemerintahan koalisi baru. Dalam sistem semacam ini masalah letak tanggung jawab menjadi kurang jelas. Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan berbagai jenis sistem multi partai. Sistem ni telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbeda-beda. Mulai tahun 1989 Indonesia berupaya untuk mendirikan suatu sistem multi partai yang mengambil unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.

1.5.2 Sayap Partai

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari Sayap adalah bagian tubuh beberapa binatang (seperti burung dan sebagainya) yang digunakan untuk terbang. Dari pengertian tersebut maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sayap

14

(27)

partai adalah bagian atau anggota tubuh dari partai yang ditempatkan disetiap daerah dengan tujuan untuk menggalang suara pemenangan Partai Gerindra.

1.5.3 Definisi Pemilih

Memilih ialah suatu aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif.

Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Surbakti menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.15

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para konsestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada konsestan yang bersangkutan.16 Dinyatakan sebagai pemilih dalam Pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang

15

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Pustaka Utama, 1992, hal. 145

(28)

merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik dan seorang pemimpin.17

Pemilih dapat memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pilkada secara langsung. Pemberian suara atau votting secara umum dapat diartikan sebagai; “sebagai sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan konsnsus diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun

keputusan yang diambil”.18

Pemberian suara dalam Pilkada secara langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitaspemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.

1.5.4 Sistem Pemilihan Kepala Daerah

Menurut Ramlan Surbakti, ada dua alasan mengapa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung. Pertama, agar lebih konsisten dengan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan presidensial antara lain ditandai oleh pemilihan kepala pemerintahan secara langsung oleh rakyat. Karena itu sebagaimana pada tingkat nasional presiden sebagai kepala pemerintahan dipilih

17

Firmanzah,Op. Cit, hal 105

18 Horald, F Gosnel. 1934. Ensyklopedia Of The Social Science. New York : Mc Grew Hill Book

(29)

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, maka untuk kepala daerah otonom juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dengan memilih secara langsung siapa yang memimpin suatu daerah, rakyat yang berhak memilih dapat menentukan kepala daerah macam apakah yang akan memimpin daerahnya, dan dapat menentukan pola dan arah kebijakan macam apakah yang akan dibuat dan dilaksanakan untuk kesejahteraan daerah.

Kedua, untuk menciptakan pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling mengecek (checks and balances) antara DPRD dan kepala daerah/wakil kepala daerah. Salah satu ciri pemerintahan yang menganut pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling mengecek adalah baik lembaga legislatif maupun eksekutif sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Keduanya memiliki kekuasaan yang seimbang dengan tugas dan kewenangan yang berbeda, keduanya saling mengontrol melalui pembuatan peraturan daerah dan APBD, keduanya memiliki legitimasi dari rakyat. Dalam bahasa yang sering digunakan oleh elit lokal, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum untuk menjamin agar kepala daerah menjadi mitra sejajar dengan DPRD. Dengan begitu interaksi DPRD dan kepala daerah/wakil kepala daerah diharapkan tidak saja dinamis tetapi produktif bagi kesejahteraan masyarakat daerah.19

Oleh karena itu, sistem politik memiliki peran penting terutama terkait sistem pemilihan langsung baik dalam konteks nasional maupun lokal/daerah. David Easton (2003)20, mengemukakan pendapatnya teoretisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem

19

Ramlan Surbakti, 2006, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. hal. 4-5

20 Easton, David, dan Sahat Simamora (alih bahasa), 2003, Kerangka Kerja Analisa Sistem Politik,

(30)

selalu memiliki sekurang-kurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi, saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang memisahkan dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder dan sub-sub sistem. Bagian tersebut adalah, electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement.

Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan

kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah.

(31)

rakyat dan partai politik. Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik, yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati ataupun walikota/wakil walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah.

Dari tinjauan organisasi dan manajemen, kepala daerah merupakan figur atau manajer yang menentukan efektivitas pencapaian tujuan organisasi pemerintahan daerah. Proses pemerintahan di daerah secara sinergis ditentukan sejauh mana peran yang dimainkan oleh pemimpin atau manajer pemerintah daerah. Dengan kata lain, arah dan tujuan organisasi pemerintah daerah ditentukan oleh kemampuan, kompetensi, dan kapabilitas kepala daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi administrasi/manajerial, kepemimpinan, pembinaan dan pelayanan, serta tugas-tugas lain yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab kepala daerah.21

Betapapun fenomena pilkada telah menjadi ikon demokratisasi di Indonesia Pasca Orde Baru. Selain jumlah pemilihan langsung yang sangat banyak dalam satu tahun, pelaksanaan pilkada juga diwarnai isu konflik karena berbagai hal yaitu regulasi, kapasitas penyelenggara, persaingan antar pendukung pasangan calon, konflik internal partai. Pilkada juga menjadi pertarungan antara para (petahana) dalam mempertahankan kekuasaan formalnya untuk periode kedua. Oleh karena itu, ruang demokrasi lokal yang terbuka ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, pilkada tidak dijadikan ruang konflik politik yang tidak menghasilkan apapun, namun pilkada adalah prosesdemokrasi yang mesti dijalankan dengan penuh harapan guna memilih kepala daerah yang sesuai dengan pilihan rakyat.

(32)

Melalui pilkada langsung, rakyat menentukan calon berdasarkan kredibilitas dan kapabilitasnya. Publik daerah melihat rekam jejak dan pengabdian mereka pada daerah itu sendiri. Atas dasar aspek inilah konstituen daerah akan memilihnya. Apabila di era yang transparan ini dengan dukungan media massa, rekam jejak figur dengan mudah dapat dilacak. Bagaimanapun perjalanan proses karir sang kandidat, baik politik, pemerintah maupun karir bisnis akan tergambar dan menjadi representasi dari jati diri seorang figur kandidat. Menurut Arnold Steinberg, strategi adalah rencana untuk tindakan. Penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhin sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya.

1.5.5 Teori Strategi Politik

Pengertian strategi berasal dari bidang militer. Pemikiran strategis senantiasa dibutuhkan apabila sekelompok besar orang yang perlu dipimpin dan oleh karena itu membutuhkan orientasi. Hingga awal industrialisasi pengertian strategi hampir hanya terbatas pada makna militer. Baru sesudah itu kepemimpinan atas sejumlah besar orang diperlukan juga di bidang ekonomi. Sejak itu pengertian strategi memperoleh perluasan makna. Setelah itu terciptalah strategi perluasan yang diperlukan ke dalam kepemimpinan terencana atas orang-orang dalam suatu perusahaan. Sedikit demi sedikit pengertian strategi makin diperluas ke berbagai aspek masyarakat. Tentu saja pengertian ini juga diperluas ke bidang politik, karena pergerakan massa dalam jumlah besar atau anggota partai politik dan organisasi untuk mencapai suatu tujuan juga berlaku dalam bidang ini.

(33)

pada tulisan yang dibuat oleh Sun Tzu sekitar tahun 360 sebelum Masehi. Sementara, kata strategi berasal dari Yunani yaitu strategos, yang terbentuk dari kata statos yang berarti militer dan - ag yang berarti memimpin. Seiring berjalannya waktu, pengertian strategi makin diperhalus dan disesuaikan dengan kepentingan militer, tetapi kemudian juga disesuaikan dengan kepentingan bisnis dan politik.

Strategi menurut Arnold Steinberg adalah rencana untuk tindakan, penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya. Menurut Carl Von Clausewitz perbedaan antara taktik dan strategi yaitu : taktik adalah seni menggunakan kekuatan senjata dalam pertempuran untuk memenangkan peperangan dan bertujuan mencapai perdamaian. Rencana jangka tersebut adalah strategi. Dalam strategi ini tujuan jangka pendek dicapai melalui taktik. Namun tanpa strategi, taktik tidak ada gunanya. Jadi strategi adalah rencana untuk tindakan. Sedangkan penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya.22

Sementara pandangan strategi menurut Donald C. Hambrick dan James W. Fredrickson, strategi adalah pusat, integrasi konsep yang beorientasi secara eksternal bagaimana perusahaan mencapai tujuannya.23 Von Clausewitz menjelaskan bahwa tujuan strategi bukanlah merupakan kemenangan yang nampak di permukaan, melainkan kedamaian yang terletak di belakangnya. Perencanaan ini sangatlah penting bagi perencanaan strategi politik. Jadi yang terpenting di sini adalah mengenali yang tersembunyi dibalik tujuan akhir kemenangan pemilu, atau apa yang direncanakan dengan pemberlakuan peraturan baru. Strategi itu sendiri memiliki tujuan yaitu “kemenangan”. Kemenangan akan tetap menjadi fokus, baik tercermin

22 Andrianus Pito, Toni dkk, Mengenal Teori-Teori Politik, Bandung: Penerbit Nuansa, 2006, hal.

196–197

23 Carpenter, Mason A. dan Gerard Sanders, Strategic Manajeman, A Dinamic Perspective Concept

(34)

dalam mandatnya dalam perolehan tambahan suara. Dalam sebuah kemenangan pemilu bagi kandidatnya atau dalam mayoritas bagi suatu peraturan. Bagaimana kemenangan tersebut digunakan merupakan tujuan politik yang ada di balik kemenangan yang nampak.24

Menurut Carl Von Clausewitz, perbedaan antara taktik dan strategi adalah sebagai berikut : “Taktik adalah seni menggunakan kekuatan bersenjata dalam

pertempuran untuk memenangkan pertempuran untuk memenangkan peperangan dan bertujuan mencapai perdamaian. Rencana jangka tersebut disebut dengan strategi. Dalam strategi ini tujuan-tujuan jangka pendek dicapai melalui taktik. Namun tanpa strategi, taktik ini tidak ada gunanya.25

Menurut David Horowitz, Art Of Political War memiliki 6 (enam) prinsip, yaitu :

1. Politik adalah perang dengan peralatan lain 2. Politik adalah perang merebutkan posisi

3. Dalam politik yang menang biasanya adalah sang agresor 4. Posisi didefenisikan dengan kekuatan dan harapan

5. Senjata politik adalah simbol ketakutan dan harapan 6. Kemenangan selalu berada di pihak rakyat

Manajemen politik adalah sebuah seni dan keterampilan tentang perebutan kekuasaan dan alatnya bukanlah mainan anak-anak, dan instrumennya yang disebut dengan ketakutan dan harapan bisa berupa senjata tajam.26

Dalam merumuskan strategi, Sun Tzu menjelaskan bahwa dalam pemilihan strategi harus ada hal-hal tertentu yang diprioritaskan, selanjutnya ia berpendapat

24

Schroder, Peter, Strategi Politik, Jakarta: Friedrich-Noumann-Stiftung, 2004, hal. 4

(35)
[image:35.595.110.527.376.520.2]

bentuk yang lain dalam memimpin perang adalah menyerang strategi lawan, kemudian yang terbaik berikutnya adalah menghancurkan aliansi lawan, berikutnya adalah menyerang tentara lawan, sedangkan yang paling buruk adalah menduduki kota-kota yang dibentengi lawan. Untuk dapat menyerang lawan, maka strategi lawan tersebut harus dapat dikenali terlebih dahulu. Oleh karena itu pengenalan atas pihka lawan sangatlah penting. Jika tidak, kita tidak akan dapat mengenali lawan. Penyerangan strategi lawan berarti secara terus menerus mengganggu jalannya pelaksanaan strategi lawan, sehingga lawan tidak bisa merealisasikan strateginya. Dalam sepak bola hal ini dikenal dengan istilah gangguan dini yang menyebabkan pola permainan tidak dapat dibangun.27

Tabel 1.3 Strategi Politik Menurut Peter Schroder

Strategi Ofensif Strategi Defensif

Strategi Memperluas Pasar (Strategi Persaingan)

Strategi Mempertahankan Pasar (Strategi Pelanggan, Strategi

Multiplikator) Strategi Menembus Pasar

(Strategi Pelanggan)

Strategi Menutup/Menyerahkan Pasar (Strategi Lingkungan Sekitar) Sumber : Peter Schroder, Strategi Politik, 2003

Strategi ofensif selalu dibutuhkan, misalnya apabila partai ingin meningkatkan jumlah pemilihnya atau apabila pihak ekselutif ingin mengimplementasikan sebuah proyek. Dalam kedua kasus tersebut harus ada lebih banyak hak orang yang memiliki pandangan positif terhadap partai atau proyek tersebut, sehingga kampanye dapat berhasil. Yang termasuk strategi ofensif adalah strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Pada dasarnya, semua

(36)

strategi ofensif yang ditetapkan saat kampanye pemilu harus menampilkan perbedaan yang jelas dan menarik antara kita dan partai-partai pesaing yang ingin kita ambil alih pemilihnya. Didalam strategi ofensif yang digunakan untuk mengimplementasikan politik yang harus dijual atau ditampilkan adalah perbedaan terhadap keadaan yang berlaku saat itu serta keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan daripadanya.

Strategi defensif menurut Peter Schroder akan muncul ke permukaan, misalnya apabila partai pemerintah atau koalisi pemerintahan yang terdiri atas beberapa partai ingin mempertahankan mayoritasnya atau apabila pangsa pasar ingin dipertahankan. Selain itu strategi defensif juga dapat muncul pabila sebuah pasar tidak akan dipertahankan lebih lanjut atau ingin ditutup, dan penutupan pasar ini diharapkan membawa keuntungan sebanyak keuntungan.

1.5.6 Teori Kampanye Politik

Kampanye politik dalam suatu pemilihan umum adalah bagian dari demokrasi, meskipun kritik yang disampaikan melalui karikatur sering memberikan kesan tidak baik, tetapi kampanye pemilu tidak dapat dianggap sebagai tidak legitim ataupun tidak bermoral. Kampanye pemilu merupakan instrumen yang sah, dimana kelompok kepentingan politik berupaya menjelaskan kebenaran tujuannya kepada masyarakat umum. Kampanye politik mendapatkan legitimasi dari arti pemilu itu sendiri, karena pemilu adalah fondasi kebebasan individu.

(37)

mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan resmi. Setiap kampanye politik adalah suatu usaha hubungan masyarakat.28

Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behavioral), yaitu :

1. Kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak terhadap isu tertentu.

2. Pada tahap berkutnya diarahkan pada perubahan sikap. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian dan keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

3. Pada tahap terakhir kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara kongkrit dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye.29

Menurut Charles U. Larson, cara kampanye dibagi kedalam tiga kampanye yaitu :

1. Product iriented campaign (comercial campaign atau corporate campaign) atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di dunia bisnis. Motivasi yang yang mendasarinya adalah keuntungan finansial. Cara yang ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga didapatkan keuntungan yang diharapkan.

28

Steinberg, A., 1981. Kampanye Politik Dalam Praktek, PT Intermasa, hal 1

29 Venus, A., 2004. Manajemen Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan

(38)

2. Candidate Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat juga disebut sebagai political campaigns (kampanye politik). Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan oleh partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan melalui proses pemilihan umum.

3. Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan sosial.30

[image:38.595.119.475.495.675.2]

Larson juga menjelaskan dengan model five stages development model. Pada model ini digambarkan bagaimana tahapan kegiatan kampanye harus dilalui sebelum akhirnya kegiatan tersebut berhasil atau gagal mencapai tujuan. Tahap kegiatan tersebut meliputi identifikasi, legitimasi, partisipasi, penetrasi dan distribusi.

Gambar 1.1 Model Perkembangan Lima Tahap Fungsional

Sumber : Antar Venus, Manajemen Kampanye, 2004

30 Venus, A., Op. Cit, hal. 11

Identifikasi

Legitimasi

Partisipasi

Penetrasi

(39)

Model ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap identifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kkampanye yang dengan mudah dikenali oleh khalayak. Hal-hal yang umum digunakan sebagai identitas politik adalah simbol, warna, lagu atau jingle, seragam dan slogan.

2. Tahap berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislatif, atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang dilakukan lembaga independen.

3. Tahap ketiga partisipasi. Tahap ini dalam praktiknya sulit dibedakan dengan tahap legitimasi, karena ketika seseorang mendapatkan legitimasi, pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak, partisipasi ini bersifat nyata (real) atau simbolik. Partisipasi nyata ditunjukkan oleh keterlibatan orang-orang dalam menyebarkan pamflet, brosur atau poster. Sementara partisipasi sombolik bersifat tidak langsung, misalnya ketika anda menempelkan stiker nama partai tertentu dibelakang mobil anda atau sekedar mengenalkan kaos partai yang dibagikan gratis. 4. Tahap penetrasi. Pada tahap ini seorang kandidat telah hadir dan mendapat

tempat di masyarakat. Seorang juru kampanye misalnya telah berhasil menarik simpati masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa ia adalah kandidat yang terbaik dari sekian kandidat yang ada, dengan menggunakan media massa untuk menyiarkan dan memberitakan secara luas dangan harapan untuk lebih memperkuat keyakinan masyarakat.

(40)

mereka inginkan, tinggal sekarang bagaimana mereka membuktikan janji-janji mereka pada saat kampanye dengan harapan bahwa periode kedepan dia dapat dipilih kembali oleh masyarakat.

[image:40.595.112.559.239.336.2]

Nowak dan Warneyrd memberikan model kampanye yang dikenal dengan model Nowak dan Warneryd, yaitu :

Gambar 1.2 Model Kampanye Nowak dan Warneryd

Sumber : Antar Venus, Manajemen Kampanye, 2004

Pada model kampanye Nowak dan Warneryd terdapat delapan elemen kampanye yang harus diperhatikan, yakni :

1. Efek yang diharapkan.

Efek yang ingin dicapai harus dirumuskan terlebih dahulu secara jelas, dengan demikian penentuan elemen lainnya akan dengan mudah dilakukan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagung-agungkan efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai menjadi tidak jelas dan tidak tegas.

2. Persaingan komunikasi.

Agar suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan suatu potensi gangguan dari kampanye yang bertolakbelakang (counter campaign). 3. Objek komunikasi.

Objek kampanye biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika objek Efek Yang

Diharapkan

Titik Tolak Persaingan Komunikatif Objek

Target Populasi

Kelompok Penerima

Faktor Yang Dimanipulasi Pesan

Saluran/Media Komunikator

(41)

kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau yang ditekankan pada objek tersebut. 4. Populasi target dan kelompok penerima.

Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan dapat lebih mudah dilakukan maka penyebaran lebih baik ditujukan kepada opinion leader (pemuka pendapat) dari populasi target. Kelompok penerima dan populasi target akan diklasifikasikan menurut sulit atau mudahnya mereka dijangkau oleh pesan kampanye. Mereka yang tidak membutuhkan atau tidak terterpa pesan kampanye adalah bagian dari kelompok yang sulit dijangkau.

5. Saluran (The Chanel)

Saluran digunakan dapat bermacam-macam tergantung karakterisik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye. Media dapat dijangkau hampir seluruh kelompok, namun bila tujuannya adalah mempengaruhi perilaku maka akan efektif bila melakukan melalui saluran antar pribadi. 6. Pesan (The Message)

Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok yang menerimanya, pesan juga dapat dibagi kedalam tiga fungsi, yakni :

a. Menumbuhkan kesadaran b. Mempengaruhi

c. Memperteguh dan meyakini penerima pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.

7. Komunikator/penerima pesan

(42)

8. Efek yang dicapai

Efek kampanye yang meliputi efek kognitif (perhatian, peningkatan pengetahuan dan kesadaran), afektif (berhubungan dengan perasaan, mood dan sikap) dan konatif (keputusan bertindak dan penerapan).31

Kampanye Politik dalam pemilu jika dilakukan tanpa perencanaan adalah seperti perjalanan kearah yang tidak jelas tanpa peta dan kompas. Artinya, hampir bisa dipastikan orang si pelaku perjalanan tidak akan sampai di tempat yang dituju. Dalam melakukan kampanye, harus memiliki rencana kampanye yang mencakup dua belas hal berikut ini, yaitu :

1. Meneliti dan menganalisa lawan politik dan perencanaan kampanyenya, komposisi demografi dan gaya hidup pemilih, cara-cara perilaku sosial dan politis mereka, dan juga kelebihan dan kelemahan pihak sendiri.

Tujuannya untuk mengetahui apa kira-kira yang akan menyebabkan kekalahan dan dalam kondisi bagaimana kampanye akan dimulai.

2. Penelitian jajak pendapat secara kuantitatif. Hasil dari penelitian opini publik tidak perlu berasal dari lembaga peneliti yang mahal.

Yang penting adalah kita tahu dimana posisi partai kita. Artinya, kita tahu apa yang sedang berkembang, dimana pihak lawan menunjukkan kelemahannya, tema atau isu-isu apa saja yang sedang panas dan yang dapat dimanfaatkan sebagai kendaraan bagi tujuan kita. Apakah data-data tersebut berasal dari profesor yang kita kenal atau dari lembaga komersial yang besar, itu kurang penting. Yang terpenting adalah independensi sumber yang memberikan fakta nyata tanpa kepentingan strategis.

(43)

3. Aliansi politik

Perlu dibentuk koalisi klasik didalam dan diluar partai politik, misal dengan perkumpulan dekat, dan klub lobi, dan kelompok-kelompok kepentingan serta media yang berpihak pada kita. Yang juga perlu dicari adalah tokoh terjun sendiri kedalam kampanye atau yang dapat memobilisasi orang lain. 4. Promosi

Tujuannya komunikasi yang terbiayai dan terkontrol sesuai anggaran. Iklan di koran, plakat, iklan di radio dan TV, iklan di bioskop, iklan di situs internet (direct mailling); semua ini membutuhkan kesiapan para agen (kegiatan ini sering disebut dengan briefing, tahap perancangan dan penolakan konsep, tahap produksi alat-alat promosi dan iklan dan juga tahap penempatan. Artinya, membeli tempat pemasangan iklan dan durasi iklan. Kegiatan ini harus dilakukan pihak profesional.

5. Kampanye di jalan-jalan dan events

Langkah ini diartikan sebagai aksi basis atau aktivitas partai yang terorganisasi, dengan atau tanpa selebriti, stan-stan informasi, aksi telepon, canvassing dari rumah ke rumah, kegiatan ini tidak hanya membutuhkan

manajemen personal para profesional tetapi juga pembantu sukarela dan biaya logistik yang besar.

6. Humas

(44)

diberikan kepada ide-ide spontan juru bicara partai, tapi harus mengikuti keseluruhan strategi komunikasi.

7. Koordinasi dan perencanaan waktu untuk kandidat

Bagian ini berarti mendefenisikan aturan-aturan terhadap persetujuan dan penolakan agenda termasuk masing-masing tujuan politik dan komunikatif. Setidaknya harus dipersiapkan sebuah sistem dan logistik setelah undangan diterima atau ditolak.

8. Perencanaan keuangan

Bukan hanya berarti membuat kas penerimaan dan pengeluaran yang sederhana, tetapi juga harus membuat defenisi yang tepat tentang tugas-tugas tertentu dalam kas dan waktu masuk dan keluarnya uang.

9. Pengumpulan dana

Komunikasi adalah kegiatan yang tidak murah. Siapa yang sebelum atau selama kampanye mengumpulkan sumbangan-sumbangan kecil secara sistematis, maka ia akan dapat menambahkan modal dananya dari segelintir sumbangan besar, subsidi dan iuran anggota.

10.Administrasi dan pembukuan

Merupakan tim-tim kecil yang harus ditata dengan baik. Artinya, ada kegiatan rutin kantor, asisten dan manajemen office dan selain itu kewengan yang jelas dalam menjalankan pembukuan keuangan (bendahara).

11.Mobilisasi pada hari pemilihan

(45)

12.Perencanaan waktu

Untuk semua isu/tema, promosi, aksi PR, fundraising, dan keuangan tujuannya tidak boleh ditentukan pada satu waktu, namun harus dibuat jadwal yang pasti kapan tujuan tersebut akan dicapai.32

1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini mendeskripsikan data-data yang ada yang didapat dari hasil wawancara dengan narasumber dan kemudian dilakukan analisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Metodologi kualitatif dipilih guna memperoleh pemahaman yang otentik dari pengalaman orang-orang yang berhubungan erat dengan topik penelitian, dalam hal ini ada pengalaman dari sayap Partai Gerindra Kota Medan.

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sementara ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu mengkonstruksi realitas makna sosial budaya, meneliti interaksi peristiwa dan proses, melibatkan variabel-variabel yang komplek, memiliki keterkaitan erat dengan konteks, melibatkan peneliti secara penuh, memiliki latar belakang alamiah, menggunakan sampel purposif, menerapkan analisis induktif, mengutamakan makna di balik realitas dan

mementingkan pertanyaan “mengapa” daripada“apa”.33

32

Venus, A., Op. Cit, hal. 9-12

33 Prasetya Irawan, 2006, Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Depok : DIA

(46)

1.6.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah sumber subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Sumber data berupa responden ini dipakai dalam penelitian kuantitatif.

Sedangkan sumber data dalam penelitian kualitatif, posisi narasumber sangat penting, bukan hanya sekedar memberi respon melainkan juga sebagai pemilik informasi. Karena itu informan (orang yang memberi informasi, sumber informasi, sumber data) atau disebut subjek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai sumber data, melainkan juga aktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian berdasarkan informasi yang diberikan.

Sumber data dalam penelitian ini penulis diperoleh melalui cara berikut, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan sebagai narasumber terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.34 Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga untuk

34 Bungin, Burhan, 2007, Penelitian Kualitatif: Komununikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu

(47)
[image:47.595.131.510.156.252.2]

mengetahui hal-hal dari narasumber yang lebih mendalam. Berikut adalah nama informan yang akan penulis wawancarai untuk penelitian ini, yaitu :

Tabel 1.4 Nama Informan

No. Nama Jabatan

1 Drs. INDRA BAKTI Wakil Sekretaris DPD

2 RUDI LUBIS Wakil Sekretaris DPD

4 YUNDI FAUZA,SE Ketua TIDAR SUMUT

Sumber : Data Partai Gerindra Medan

2. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan buku-buku tentang ilmu politik dan pemilihan kepala daerah juga catatan-catatan, arsip-arsip yang dimiliki oleh Partai Gerindra sebagai partai pengusung Gus Irawan Pasaribu.

1.6.3 Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi dan data yang menyangkut masalah penelitian ini maka penelitian dilakukan di DPD Partai Gerindra yang beralamat di Jl. Kapt. Patimura No. 342 Medan.

1.7 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

(48)

BAB II : GAMBARAN UMUM PARTAI GERINDRA

Bab ini akan membahas tentang profil Partai Gerindra, TIDAR Partai Gerindra dan gambaran umum Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013.

BAB III : PERAN SAYAP PARTAI GERINDRA

Bab ini akan membahas tentang penyajian data dan fakta yang didapat dari tempat penelitian selain itu juga melakukan pembahasan dan analisis dari data-data tersebut.

BAB IV : PENUTUP

(49)

BAB II

GAMBARAN UMUM PARTAI GERINDRA

2.1. Partai Gerindra

1. Sejarah Singkat Partai Gerindra

Partai Gerindra merupakan salah satu partai politik yang ikut pemilu 2013. Partai Gerindra didirikan pada 6 Februari 2008. Berdirinya Partai Gerindra terdorong dari rasa terpanggilnya para pendiri melihat kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas rakyatnya masih berkubang dalam penderitaan, sistem politik yang tak kunjung mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayoritas rakyat Indonesia dari kemelaratan.

Bahkan dalam upaya membangun bangsa, dalam perjalanannya justru terjebak sistem ekonomi pasar yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang menyebabkan situasi yang sulit menjadi semakin sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara sehingga tercipta Indonesia Raya yang makmur dan sejahtera.35

Partai Gerindra didirikan untuk melakukan perubahan besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Partai Gerindra mensosialisasikan tema perjuangannya dengan tema keberpihakan kepada rakyat kecil. Perjuangan untuk memperbaiki perekonomian rakyat Indonesia. Partai Gerindra hadir membawa terobosan baru untuk memperbaiki kekeliruan sistem ekonomi yang dilaksanakan ekonomi kapitalisme.

(50)

Partai Gerindra merupakan sebuah partai nasionalis. Sesuai dengan salah satu jati diri Partai Gerindra yaitu kebangsaan. Partai Gerindra merupakan partai yang berwawasan kebangsaan yang berpegang teguh karakter nasionalisme yang kuat, tangguh, dan mandiri. Wawasan ini menjadi jiwa dalam segala aspek kehidupan berbangsa, kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya maupun keagamaan. Dalam menghadapi perkembangan zaman dan globalisasi, identitas dan jati diri bangsa tetap menjadi fondasi utama Partai Gerindra untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan tatanan baru. Sistem pemerintahan presidensil murni dan sistem politik yang berdasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila menjadi haluan baru politik Indonesia. sesuai dengan motto partai Gerindra “Haluan baru, pemimpin baru bagi Indonesia

Raya”. Partai Gerindra mengajukan haluan baru sebagai upaya koreksi total terhadap

sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan pertahanan dalam dan luar negeri. Partai Gerindra melakukan koreksi total terhadap sistem politik ketatanegaraan yang liberal yang hanya menciptakan kebebasan sebebar-besarnya tanpa mensejahterakan rakyat.36

Dalam sistem ekonomi Partai Gerindra melakukan koreksi total terhadap sistem perekonomian yang terlalu liberal dan terbukti gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Partai ini mendukung koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional dan sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas pembangunan di sektor pertanian merupakan haluan ekonomi baru. Partai Gerindra menempatkan koperasi sebagai model ideal susunan perekonomian Indonesia dengan sebuah harapan yang kuat untuk men

Gambar

Tabel 1.1 Nama Calon Gubernur Sumatera Utara
Tabel 1.2 Pembedaan Ideologi “Kiri” dan “Kanan”
Tabel 1.3 Strategi Politik Menurut Peter Schroder
Gambar 1.1 Model Perkembangan Lima Tahap Fungsional
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pencarian rute optimum menjadi masalah yang semakin penting sehingga rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana menentukan rute optimum dari Kecamatan Ngaliyan

Metode tidak langsung: dengan metode ini laba rugi atau rugi bersih disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan ( deferral ) atau akrual

Karena nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam konseling dengan pelaksanaan pelayanan ANC

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hasil mutan padi beras merah di lahan ultisol pada musim hujan di Kabupaten Bangka Barat.. Penelitian ini telah dilaksanakan pada

SKRIPSI EVALUASI PENERAPAN ANALISIS COST-VOLUME-PROFIT ..... ADLN Perpustakaan

In this paper statistical analysis of local geometric properties are used to generate street light poles features, as they are used in (Zai, Chen et al. On this basis,

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2013 DAN 2012 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.. Urusan Pemerintahan : 2

(3) Penyelenggara pelayanan publik lain dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berbadan hukum Indonesia sesuai ketentuan