PELAKSANAAN LELANG OBYEK GADAI AKIBATWANPRESTASI DI
PERUM PEGADAIAN(Studi di Perum Pegadaian Cabang Kotalama
Malang)
Oleh: INDAH FITRIA MAHARDIKA ( 04400180 )
law
Dibuat: 20100201 , dengan 3 file(s).
Keywords: Kata Kunci : lelang, gadai, wanprestasi
ABSTRAKSI
Gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan. Pelaksana gadai ini adalah lembaga yang disebut sebagai Perum Pegadaian. Bila debitur lalai untuk membayar hutang gadai setelah jatuh tempo, maka pihak Perum Pegadaian melakukan aktivitas lelang terhadap obyek gadai. Dalam hal ini penulis tertarik untuk membahas mengenai pelaksanaan lelang obyek gadai akibat wanprestasi yang terjadi di Perum Pegadaian Cabang Kotalama Malang. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan pendekatan yuridissosiologis. Penelitian dilaksanakan di Perum Pegadaian Kotalama Malang dengan sumber data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Untuk pengolahan data, penulis menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa bentuk wanprestasi dalam perjanjian gadai yang menyebabkan lelang terhadap obyek gadai di Perum Pegadaian Cabang Kotalama – Malang adalah: (1) nasabah tidak melakukan prestasi sama sekali, (2) Nasabah melakukan prestasi, akan tetapi tidak sempurna; (3) Nasabah terlambat membayar gadai, sehingga barang dalam hal ini tetap dilelang oleh pihak Perum Pegadaian. Proses pelaksanaan lelang obyek gadai terhadap adanya wanprestasi dalam perjanjian gadai adalah meliputi tahap persiapan, pelaksanaan sesuai dengan waktu yang ditentukan dan barangbarang dilelang menurut nomor barang yang terdapat dalam formulir penjualan lelang, dan tahap terakhir adalah tahap perhitungan dan pembayaran uang kelebihan. Untuk barang yang tidak laku dilelang, barang tersebut dianggap sebagai Barang Sisa Lelang (BSL), yang mana menurut kebijakan Perum Pegadaian akan dilelang lagi pada kesempatan berikutnya. Faktor penghambat pelaksanaan lelang pada Perum Pegadaian Cabang Kotalama Malang adalah: (1) Harga barang di pasaran, (3) Keadaan fisik barang; dan (4) Harga logam mulia seperti emas, berlian, dan permata selalu mengalami perubahan setiap waktu. Sedang faktor yang mendukung pelaksanaan lelang pada Perum Pegadaian Cabang Kotalama Malang tersebut antara lain adalah: (1) Adanya asumsi atau anggapan umum yang beredar di masyarakat bahwa harga barang yang dijual atau dilelang pada Perusahaan Umum Pegadaian jauh lebih murah dari harga barang yang jenisnya sama di pasaran, (2) Konsumen pegadaian telah mengetahui resiko wanprestasi, (3) Sebagian besar barang gadai yang dilelang merupakan perhiasan sehingga nilai jual relatif tidak jatuh; dan (4) Taksiran pihak Perum Pegadaian Cabang Kotalama – Malang jarang mengalami kekeliruan.
Penulis di sini memberikan saran agar Perum Pegadaian Cabang Kotalama Malang hendaknya lebih fleksibel dalam menangani nasabah gadai yang melakukan wanprestasi. Nasabah gadai hendaknya memperhatikan faktorfaktor yang memungkinkan Perum Pegadaian melakukan lelang atas dasar wanprestasi.
Pawn is given to guarantee a claim. Pawn application was done by institution called pawn house. If the debtor negligent to pay pawn debt after the time limit, Pawn House would do auction to the pawn object. Here the writer was interesting to discuss about auction application of pawn object caused by broken agreement in Kotalama Pawn House – Malang. In this research, the writer used sociojuridical approach. The research was done in Kotalama Pawn House Malang City using data source consisted of interview, observation and documentation. For data conclusion, the writer used qualitative descriptive analysis.
From the research, there could be found that broken agreement in pawn agreement caused auction to the pawn object in Kotalama Pawn House – Malang were: (1) customer didn’t do the agreement at all; (2) customer did agreement but imperfect; (3) customer was late in paying pawn, so that the collateral would be sold by auction by the pawn house. Auction application in broken agreement at pawn agreement consisted of preparation, application according to the time limitation, and aucted material according to the number existed in form, and the last phase was calculation and payment. Things which could not be sold in auction would be considered as auction residue (Barang Sisa Lelang – BSL) which would be sold again in the next auction. Inhibition factors were: (1) the price in market; (2) physical condition; (3) the precious things price like gold, diamond, and jewelry were always changed all time. The supporting factors were: (1) assumption that the price would be cheaper; (2) the consumer had found the broken agreement risk.