• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN

MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

NEGERI SIPIL PADA KANTOR REGIONAL VI

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN

TESIS

Oleh

DESI ARI YANTI

087019066/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN

MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

NEGERI SIPIL PADA KANTOR REGIONAL VI

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DESI ARI YANTI

087019066/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

:

: : :

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN

EMOSIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR REGIONAL VI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN Desi Ari Yanti

087019071

Ilmu Manajemen

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si) Ketua

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Paham Ginting, MS)

(Dr. Yenny Absah, SE., M.Si) Anggota

Direktur

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : 1. Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si Anggota : 2. Dr. Yenny Absah, SE., M.Si

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul:

“Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan”, adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2011

Yang Membuat Pernyataan

(6)

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA

KANTOR REGIONAL VI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN

ABSTRAK

Tuntutan terhadap perubahan, mengharuskan Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan untuk lebih peduli dalam merespon perubahan. Merespon perubahan dibutuhkan peningkatan kemampuan dalam berpikir dan berperilaku. Dengan kecerdasan emosional dan motivasi kerja, Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan diharapkan memiliki kemampuan yang lebih sebagai aparatur pemerintah dalam menciptakan reformasi birokrasi dan siap dalam menghadapi setiap perubahan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan serta bagaimana pengaruh kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati terhadap kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi kerja, kinerja, kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survei, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanotory. Populasi pada penelitian ini berjumlah 130 orang dengan jumlah sampel adalah 57 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan dengan uji F untuk pengujian secara serempak dan uji t untuk pengujian secara partial.

Hasil pengujian pada hipotesis pertama menunjukkan bahwa secara serempak variabel kecerdasan emosional dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan, dan secara partial variabel kecerdasan emosional lebih dominan dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI dari pada variabel motivasi kerja. Selanjutnya hasil penelitian pada hipotesis kedua menunjukkan kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI, dan secara partial empati lebih dominan dari pada kesadaran diri dan pengaturan diri.

(7)

ANALYSIS OF INFLUENCE EMOTIONAL SKILLS AND WORK MOTIVATION TO PERFORMANCE GOVERNMENT EMPLOYEES AT THE REGIONAL

OFFICE VI OF THE STATE PERSONNEL BOARD, MEDAN

ABSTRACT

The demands for change requires government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, to care about change. Responding to change needs more capability to think and behave. With their emotional skill and motivation, the government employees at the Regional Office IV of the State Personnel Board, Medan, are expected to have more capability, as state apparatus, to create bureaucracy reformation and to be ready to face any change.

The problem of the research was to know the influence of emotional skill and motivation on the performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, and the influence of awareness, self-control, and empathy for emotional skill of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan.

The theory used in this research was the management theories of human resources concerning emotional skill, motivation, performance, awareness, self-control, and empathy.

The method of the research was a survey approach, and the type of the research was descriptive quantitative with descriptive explanatory design. The population was 130 people, and 57 respondents were used as the samples. The data were analyzed by using multiple linear regression analysis. The F test was used to test the first and the second hypotheses simultaneously, and the t test was used to test partially.

The result of the first hypothesis test showed that the variables of emotional skill and motivation simultaneously influenced significantly the increase of performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, and partially the variable of emotional skill was more dominant in increasing the performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan. The result of the second hypothesis showed that self-awareness, self-control, and empathy significantly influenced the emotional skill of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan and partially empathy was more dominant than self-awareness and self-control.

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul: Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selama menyelesaikan tesis ini maupun selama mengikuti proses perkuliahan, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M,Si, sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(9)

5. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Ibu Dr. Erlina, SE, MSi, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Ibu Dr. Prihatin Lumbanraja, MSi, sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini. 9. Seluruh Staf Pengajar Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis, dan seluruh staf pegawai administrasi Magister Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Ayahanda dan Ibunda tersayang, Abah Syaiful Amri dan Ibu Yusmini, Suami tercinta, Muhammad Irsan, ST dan Ananda terkasih, Bianca Almira serta seluruh keluarga besarku, yang senantiasa memberikan semangat dan doa bagi penulis untuk senantiasa mendapatkan yang terbaik.

(10)

12.Seluruh rekan mahasiswa angkatan XV di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menghargai kritik dan masukan yang dapat lebih menyempurnakan penulisan tesis ini.

Semoga tesis ini memberikan manfaat serta memenuhi persyaratan akademis yang ditetapkan

Medan, Juni 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Desi Ari Yanti, lahir di Medan tanggal 25 Desember 1976. Anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Abah Syaiful Amri dan Ibu Yusmini. Menikah pada tanggal 01 April 2000 dengan Muhammad Irsan, ST dan dikaruniai seorang puteri yaitu Bianca Almira.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Pertiwi di Medan, tamat dan lulus tahun 1989. Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri IX (SMPN 9) Medan, tamat dan lulus tahun 1992. Selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri III (SMAN 3) Medan, tamat dan lulus tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 1995 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara jurusan Kesuburan Ilmu Tanah, tamat dan lulus tahun 1999. Kemudian pada tahun 2003 mengikuti pendidikan ekstensi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara jurusan Administrasi Negara, tamat dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

(12)
(13)

II.6. Konsep Pengaturan Diri... II.7. Konsep Empati... II.8. Kerangka Berpikir... II.9. Hipotesis... BAB III METODOLOGI PENELITIAN... III.1. Tempat dan Waktu Penelitian... III.2. Metode Penelitian... III.2.1. Pendekatan Penelitian... III.2.2. Jenis Penelitian... III.2.3. Sifat Penelitian... III.3. Populasi dan Sampel... III.4. Jenis dan Sumber Data... III.5. Teknik Mengumpulkan Data... III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... III.6.1. Identifikasi dan Definisi Variabel Hipotesis Pertama..

(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... IV.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... IV.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... IV.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan... IV.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... IV.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan... IV.3. Penjelasan Responden atas Variabel Hipotesis Pertama...

IV.3.1. Penjelasan Responden atas Variabel Kecerdasan Emosional... IV.3.2. Penjelasan Responden atas Variabel Motivasi Kerja... IV.3.3. Penjelasan Responden atas Variabel Kinerja Pegawai.... IV.4. Penjelasan Responden atas Variabel Hipotesis Kedua...

IV.4.1. Penjelasan Responden atas Variabel Kesadaran Diri... IV.4.2. Penjelasan Responden atas Variabel Pengaturan Diri... IV.4.3. Penjelasan Responden atas Variabel Empati... IV.4.4. Penjelasan Responden atas Variabel Kecerdasan

Emosional... IV.5. Pembahasan Hasil Penelitian... IV.5.1. Pengujian Hipotesis Pertama... IV.5.1.1. Pengujian asumsi klasik hipotesis pertama...

(15)

a.Pengujian Normalitas...

(16)

DAFTAR TABEL

Rekapitulasi Tamu (Perorangan) yang Datang ke Kantor Regional VI BKN Medan, untuk Pengurusan Kepegawaian, Terhitung Mulai Bulan Juni sampai dengan Agustus 2010………….………...

Penelitian Terdahulu………..

Atribusi Analisis Kinerja Diri Sendiri…………...……….... Jumlah Populasi dan Sampel... Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama………... Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua………

Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kinerja Pegawai………. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional….…………

Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Motivasi Kerja………

Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kesadaran Diri………

Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Pengaturan Diri...………

Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Empati……...………

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel……….. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………

(17)

IV.6.

Penjelasan Responden atas Variabel Kecerdasan Emosional………

Penjelasan Responden atas Variabel Motivasi Kerja………. ……….. Penjelasan Responden atas Variabel Kinerja Pegawai……….. Penjelasan Responden atas Variabel Kesadaran Diri……….………

Penjelasan Responden atas Variabel Pengaturan Diri………

Penjelasan Responden atas Variabel Empati………..………

Penjelasan Responden atas Variabel Kecerdasan Emosional………

Hasil Uji Multikolinieritas Hipotesis Pertama………

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

II.1. IV.1. IV.2. IV.3. IV.4. IV.5. IV.6. IV.7.

Kerangka Berpikir………..

Struktur Organisasi Kantor Regional VI BKN Medan Tahun 2010……….. Grafik Histogram Hipotesis Pertama………. Grafik Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama……….………

Hasil Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama………

Grafik Histogram Hipotesis Kedua………

Grafik Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua………

Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Kedua………..

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. 2.

Kuisioner Penelitian………..

Hasil Olah Data Penelitian………..………..

(20)

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA

KANTOR REGIONAL VI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN

ABSTRAK

Tuntutan terhadap perubahan, mengharuskan Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan untuk lebih peduli dalam merespon perubahan. Merespon perubahan dibutuhkan peningkatan kemampuan dalam berpikir dan berperilaku. Dengan kecerdasan emosional dan motivasi kerja, Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan diharapkan memiliki kemampuan yang lebih sebagai aparatur pemerintah dalam menciptakan reformasi birokrasi dan siap dalam menghadapi setiap perubahan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan serta bagaimana pengaruh kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati terhadap kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi kerja, kinerja, kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survei, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanotory. Populasi pada penelitian ini berjumlah 130 orang dengan jumlah sampel adalah 57 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan dengan uji F untuk pengujian secara serempak dan uji t untuk pengujian secara partial.

Hasil pengujian pada hipotesis pertama menunjukkan bahwa secara serempak variabel kecerdasan emosional dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan, dan secara partial variabel kecerdasan emosional lebih dominan dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI dari pada variabel motivasi kerja. Selanjutnya hasil penelitian pada hipotesis kedua menunjukkan kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil Kantor Regional VI, dan secara partial empati lebih dominan dari pada kesadaran diri dan pengaturan diri.

(21)

ANALYSIS OF INFLUENCE EMOTIONAL SKILLS AND WORK MOTIVATION TO PERFORMANCE GOVERNMENT EMPLOYEES AT THE REGIONAL

OFFICE VI OF THE STATE PERSONNEL BOARD, MEDAN

ABSTRACT

The demands for change requires government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, to care about change. Responding to change needs more capability to think and behave. With their emotional skill and motivation, the government employees at the Regional Office IV of the State Personnel Board, Medan, are expected to have more capability, as state apparatus, to create bureaucracy reformation and to be ready to face any change.

The problem of the research was to know the influence of emotional skill and motivation on the performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, and the influence of awareness, self-control, and empathy for emotional skill of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan.

The theory used in this research was the management theories of human resources concerning emotional skill, motivation, performance, awareness, self-control, and empathy.

The method of the research was a survey approach, and the type of the research was descriptive quantitative with descriptive explanatory design. The population was 130 people, and 57 respondents were used as the samples. The data were analyzed by using multiple linear regression analysis. The F test was used to test the first and the second hypotheses simultaneously, and the t test was used to test partially.

The result of the first hypothesis test showed that the variables of emotional skill and motivation simultaneously influenced significantly the increase of performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan, and partially the variable of emotional skill was more dominant in increasing the performance of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan. The result of the second hypothesis showed that self-awareness, self-control, and empathy significantly influenced the emotional skill of the government employees at the Regional Office VI of the State Personnel Board, Medan and partially empathy was more dominant than self-awareness and self-control.

(22)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tuntutan terhadap perubahan, mengharuskan Pegawai Negeri Sipil lebih peka dan peduli dalam merespon perubahan. Untuk merespon perubahan, setiap organisasi dituntut untuk dapat mengelola setiap perubahan yang terjadi secara tepat. Organisasi yang dapat mengelola perubahan, adalah organisasi yang tumbuh secara dinamis, yang terus menerus dalam proses perubahan lingkungan strategis, baik perubahan yang terjadi dalam organisasi maupun di luar organisasi.

Seiring dengan reformasi birokrasi yang sedang berjalan, hal ini dapat dilihat dengan sikap konsekuen dari pemerintah dengan merubah nomenklatur Kementerian PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) menjadi Kementerian PAN dan RB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), maka aparatur negara dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil sebagai pelayan masyarakat dituntut untuk melakukan suatu perubahan dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat dengan profesional.

(23)

tinggi daripada kecerdasan emosional, namun kecerdasan emosional merupakan faktor yang menentukan efektivitas seseorang dalam bekerja. Sehingga dengan memiliki kecerdasan emosional dan motivasi kerja yang tinggi maka sumber daya manusia dapat dengan mudah diarahkan dan dituntun untuk dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara (BKN) Medan adalah instansi di daerah, yang berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala BKN. Badan Kepegawaian Negara (BKN) merupakan salah satu lembaga pemerintah non departemen, yang berkedudukan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas BKN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya Kantor Regional ini diharapkan kinerja organisasi BKN semakin efektif terutama dalam proses penyelesaian administrasi kepegawaian yang diharapkan sudah tidak menjadi masalah lagi, dan selanjutnya PNS di daerah-daerah dapat bekerja dengan tenang karena hak-hak kepegawaian mereka sudah dilayani dengan baik.

(24)

saling percaya dan bekerjasama maka akan berdampak positif terhadap pengambilan keputusan yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Namun pada kenyataannya masih ditemukannya keluhan yang diberikan Pegawai Negeri Sipil secara langsung yang datang ke Kantor Regional VI BKN Medan untuk memperbaiki ataupun mengurus SK (Surat Keputusan) baik SK Pensiun, Mutasi dan lainnya. Padahal seharusnya urusan dan masalah kepegawaian mereka diurus atau dikelola oleh BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dari masing-masing daerah. Hal ini terlihat dari jumlah daftar buku tamu dan hasil angket tamu yang hadir dalam pengurusan kepegawaian di Kantor Regional VI BKN Medan dalam memberikan pelayanannya, bahwa masih ada Pegawai Negeri Sipil yang merasa kurang puas dalam menerima pelayanan kepegawaian di Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara. Dalam permasalahan ini penulis hanya akan meneliti kendala kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kanreg VI BKN Medan, sedangkan kinerja stakeholder dari Kanreg VI BKN Medan tidak tertutup kemungkinan adanya permasalahan kinerja pegawainya dalam mengurus kepegawaian Pegawai Negeri Sipil di wilayahnya, namun karena keterbatasan waktu dan biaya maka penulis membatasi kinerja dari Pegawai Negeri Sipil di Kanreg VI BKN Medan saja.

(25)

persaingan yang ketat dalam meningkatkan kemampuan baik yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan maupun dari bidang akademis masing-masing pegawai. Disisi lain kerjasama tim dalam kesatuan sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi dalam hal ini Kanreg VI BKN Medan. Jika fenomena ini dibiarkan terus menerus dan tidak segera diatasi akan berdampak buruk bagi Kantor Regional VI BKN di masa yang akan datang.

Tabel I.1. Rekapitulasi Tamu (Perorangan) yang Datang ke Kantor Regional VI BKN Medan, untuk Pengurusan Kepegawaian, Terhitung Mulai Bulan Juni sampai dengan Agustus 2010

No Perihal Juni Juli Agustus Sumber: Hasil Penelitian, 2010 (data diolah)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi kerja terhadap

kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI BKN Medan?

(26)

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kesadaran diri, pengaturan diri, dan empati terhadap kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Sebagai bahan masukan kepada Kepala Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja pegawainya.

2. Sebagai referensi bagi penelitian emosional dan motivasi kerja dalam rangka meningkatkan kinerja, terutama Pegawai Negeri Sipil.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian tentang kecerdasan emosional, motivasi dan kinerja yang dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain: Edi (2005), Susilowati (2006), Alwani (2007).

(28)

Susilowati (2006), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Kompetensi, Kecerdasan Emosional dan Konsep Diri terhadap Profesionalisme Pegawai pada Kantor Badan Kepegawaian Negara Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi, kecerdasan emosional dan konsep diri terhadap profesionalisme pegawai pada kantor Badan Kepegawaian Negara. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari kompetensi pegawai, kecerdasan emosional, dan konsep diri secara sendiri-sendiri terhadap profesionalisme pegawai pada Kantor Badan Kepegawaian Negara di Jakarta.

(29)

sosial berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Secara bersama-sama kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan kecerdasan emosional memberikan sumbangan terhadap variabel terikat sebesar (77,5%) sedangkan sisanya (22,5%) dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini terdapat pada Tabel II.1 berikut:

Tabel II.1. Penelitian Terdahulu

Emosional Guru terhadap

Kinerja Guru di SMP Negeri se-rayon Barat Kabupaten Sragen.

Terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi, motivasi kerja dan kecerdasan emosional guru terhadap kinerja guru di SMP Negeri se-rayon barat Kabupaten Sragen.

2. Heri Susilowati (2006)

Pengaruh Kompetensi,

Kecerdasan Emosional dan

Konsep Diri terhadap

Profesionalisme Pegawai pada Badan Kepegawaian Negara Jakarta.

Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari kompetensi pegawai, kecerdasan emosional, dan konsep diri secara sendiri-sendiri terhadap profesionalisme pegawai pada Badan Kepegawaian Negara di Jakarta.

3. Ahmad Alwani

(2007)

Pengaruh Kecerdasan

Emosional terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.

(30)

II.2. Teori Kecerdasan Emosional II.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan kepada orang lain, hal ini diperoleh dengan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dalam bertindak. Kualitas-kualitas ini tercermin dari empati (kepedulian), mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemamampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi.

(31)

Covey (2005) mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan seseorang untuk memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Selanjutnya Covey menyebutkan ada lima komponen utama kecerdasan emosional yang telah umum diterima yaitu: pertama, kesadaran diri, yakni kemampuan untuk merefleksikan kehidupan diri sendiri, menumbuhkan pengetahuan mengenai diri sendiri, dan mengunakan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki diri, serta untuk mengatasi kelemahan; kedua, motivasi pribadi, yakni yang berkaitan dengan apa yang menjadi pemicu semangat seseorang, visi, nilai-nilai, tujuan, harapan, hasrat, dan gairah yang menjadi prioritas-prioritas mereka; ketiga, pengaturan diri atau kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu mencapai visi dan nilai-nilai pribadi; keempat, empati, kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan merasakan berbagai hal; dan kelima, kemampuan sosial dan komunikasi, yakni yang berkaitan dengan bagaimana cara mengatasi perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif, dan berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.

(32)

Pendapat Patton (2000), Kecerdasan emosional adalah kemampuan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan. Kecerdasan emosional berarti menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan lain untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional mampu berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu yang jelas dan menyakinkan dan memiliki jiwa kepemimpinan untuk membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain.

II.2.2. Aspek Kecerdasan Emosional dalam Manajemen

Dalam suatu organisasi, setiap pegawai berinteraksi dengan pegawai lainnya. Dibutuhkan rasa nyaman dan menyenangkan dari setiap pegawai, sehingga mereka dapat bekerjasama dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan kelompok, mampu berkomunikasi dengan baik, mampu mengelola konflik yang terjadi dalam organisasi, serta menjadi katalisator perubahan yang terjadi dalam organisasi.

(33)

aspek utama kecerdasan emosional yaitu: (1) memahami diri sendiri, tujuan, cita-cita, respons, dan perilaku, (2) memahami orang lain dan perasaan mereka.

Dengan memiliki kecerdasan emosional yang baik, yakni memahami perasaan sendiri akan memunculkan sikap bijaksana dalam mengambil keputusan, serta dapat mengungkapkan emosinya secara selaras. Pegawai yang mampu mengendalikan dirinya sendiri selalu tenang dalam menghadapi permasalahan dalam pekerjaan, sehingga dapat mengatasi permasalahan dengan pikiran yang jernih, juga akan dapat bernegosiasi dalam memecahkan suatu masalah atau memecahkan silang pendapat diantara pegawai yang lain. Selain itu mampu menciptakan sinergi kelompok dan dapat bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama.

(34)

Menurut Carter, (2010), orang yang memiliki soft competency sering disebut memiliki kecerdasan emosional atau emotional intelligence, yang sering diukur sebagai emotional intelligent quotient (EQ), adalah kemampuan untuk menyadari emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Adanya hubungan antara kompetensi dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi sangat bermanfaat untuk mengembangkan kompetensi seseorang. Apabila seseorang ingin merubah kompetensinya, dia harus mampu merubah cara berpikirnya, terutama dalam menggunakan kemampuan intelegensinya serta mengendalikan emosinya. Jika kita mengabaikan pengembangan kecerdasan emosional kita dengan tidak menjalankan disiplin diri untuk berusaha mencapai kemenangan pribadi yang selanjutnya akan membawa kemenangan publik, kita akan mengalami trauma-trauma emosional, stres, dan emosi-emosi yang negatif dan merusak, seperti marah, iri hati, ketamakan, kecemburuan, dan rasa bersalah yang irasional.

(35)

Dengan kemampuan emosional yang berkembang baik, seseorang kemungkinan besar ia akan berhasil dan bahagia dalam kehidupannya, karena ia menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitasnya. Sedangkan orang yang tidak dapat mengendalikan kehidupan emosionalnya, ia akan mengalami pertarungan batin, yang merampas kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian pada pekerjaan. Dengan demikian, konsep kecerdasan emosional berarti memiliki kesadaran diri yang memungkinkan diri sendiri untuk mengenali perasaan-perasaan dan mengelola emosi diri sendiri dan itu melibatkan motivasi diri dan mampu untuk fokus pada sebuah tujuan dari pada menuntut pemenuhan segera.

II.3. Teori tentang Motivasi Kerja II.3.1. Pengertian Motivasi Kerja

Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Motivasi adalah konsep yang kita gunakan untuk menguraikan suatu kekuatan pada atau sekitar individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku.

(36)

adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Daft (2002), mengemukakan motivasi (motivation) mengacu pada dorongan, baik dari dalam atau dari luar diri seseorang yang memunculkan antusiasme dalam kegigihan untuk melakukan tindakan tertentu. Ivancevich (2007), mengungkapkan bahwa motivasi merupakan dorongan dan kemauan yang kuat dari seorang individu untuk mengubah perilakunya untuk mencapai tujuan. Kreitner dan Kinicki (2007), mengartikan motivasi adalah proses-proses psikologis meminta, mengarahkan, dan menetapkan sukarela yang mengarah pada tujan.

Greenberg (2000), berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan ketika suatu proses dapat membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia terhadap pencapaian beberapa tujuan. Gibson et.al, (2001), motivasi adalah konsep yang kita gunakan untuk menguraikan suatu kekuatan pada atau sekitar individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Motivasi di sini merupakan dorongan dan kemauan yang kuat dari seseorang individu untuk mengubah perilakunya. Winardi (2001), mengemukakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam diri seseorang yang memaksa orang tersebut untuk bertindak melakukan sesuatu.

(37)

lahir dari dalam diri orang itu sendiri dalam proses psikologis dan pemikiran individu tersebut.

Motivasi memiliki peranan yang penting bagi seorang pegawai, tinggi atau rendahnya motivasi kerja pegawai memiliki dampak terhadap perkembangan organisasi. Bila pegawai termotivasi, organisasi akan memiliki kemungkinan yang besar untuk mencapai sasarannya.

II.3.2. Teori Motivasi

Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong seseorang karyawan untuk bekerja. Ada tiga elemen kunci dalam motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seseorang termotivasi maka ia akan berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan intensitas dan kualitas dari upaya tersebut serta difokuskan pada tujuan organisasi.

Dalam lingkup organisasi ada beberapa teori mengenai motivasi. Masing-masing teori berusaha menerangkan hal-hal yang dapat memotivasi pegawai dalam suatu organisasi untuk bekerja lebih optimal, yakni (1) Teori Maslow (need theory), (2) Teori Frederick Herzberg , (3) Teori Douglas McGregor (X dan Y).

1). Teori Maslow (Need Theory)

(38)

dikategorikan dengan istilah insentif atau perangsang atau goal atau sasaran atau tujuan yang ingin dicapai, sedangkan yang kedua adalah situasi motivasi subyektif, yang merupakan keadaan yang terdapat dalam diri seseorang atau sering diistilahkan dengan need atau kebutuhan, drive atau dorongan dan want atau keinginan. Dalam teori ini Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan yang kedua yang menjadi utama. Selanjutnya jika kebutuhan kedua terpenuhi maka muncul kebutuhan ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Adapun tingkat kebutuhan tersebut yaitu:

1. Tingkat 1: fisik atau biologik yakni lapar, haus, seks, rasa enak, tidur dan istirahat.

2. Tingkat 2: rasa aman, yakni menghindari bahaya dan bebas dari rasa takut ataupun terancam.

3. Tingkat 3: rasa disertakan, cinta, dan aktivitas sosial, yakni rasa bahagia berkumpul dan berserikat, perasaan diterima dalam kelompok dan rasa bersahabat.

4. Tingkat 4: rasa hormat, yakni menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa diterima orang lain, aspirasi, rekognisi dan dignitas atau martabat.

(39)

Dasar dari teori ini yaitu manusia adalah makhluk yang selalu menginginkan sesuatu lebih banyak, keinginan itu berlangsung secara terus menerus dan akan berhenti bila akhir hayat tiba. Sesuatu yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi pelakunya, tetapi hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator. Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu.

2). Teori Frederick Herzberg

Ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor ini disebut faktor

hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene

memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator, motivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan (faktor intrinsik).

Dua faktor ini disebut Teori Motivasi Dua Faktor dari Frederick Herzberg, teori ini juga dikenal dengan “Herzberg’s two factor theory“. Dikemukakan bahwa

(40)

karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah terpenuhi. Faktor pemeliharaan dapat berupa hak gaji, kondisi kerja fisik, kepastian kerja, sarana dan prasarana maupun bermacam-macam bentuk tunjangan lainnya (ekstrinsik). Hilangnya faktor-faktor itu dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan pada gilirannya mengakibatkan turn over yang tinggi, sehingga dengan demikian faktor pemeliharaan perlu mendapat perhatian. Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yaitu perasaan sempurna dalam melaksanakan pekerjaan, dan hal ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan (ekstrinsik).

Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghantar ke kepuasan kerja terpisah dan berbeda-beda dari faktor-faktor yang menghantar keketidakpuasan kerja. Oleh karena itu manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan ketidakpuasan kerja dapat membawa ketentraman, tetapi belum tentu menciptakan motivasi. Mereka akan menentramkan angkatan kerja bukan memotivasi mereka. Akibatnya karakteristik seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan gaji telah dicirikan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higiene.

(41)

mereka yang ditanyai senang mengenai pekerjaan mereka, mereka cenderung menghubungkan karakteristik ini ke diri mereka sendiri. Di lain pihak, jika mereka tidak puas, mereka cenderung mengutip faktor-faktor ekstrinsik seperti misalnya kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja.

3). Teori Douglas McGregor (X dan Y)

Teori Douglas McGregor (X and Y Theory), teori ini menekankan bahwa setiap pegawai mau bekerja giat sesuai dengan harapan. Daya pengerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan diperolehnya. Dalam teori diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja dari pada diberikan kebebasan berpikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya saja serta selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang atau financial saja (motif

financial). Dalam suatu perusahaan, apabila ada pemimpin yang menganut teori ini

akan melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan disusun dengan terstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan pegawai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan, kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran.

(42)

(4) hilangnya sambung rasa, (5) perlakuan tidak adil, (6) konflik nilai. Selanjutnya Anwar (2000) mengemukakan lima prinsip motivasi kerja pegawai dalam organisasi yaitu: (1) Prinsip partisipasi dengan cara memberikan kesempatan pada pegawai untuk menentukan tujuan yang akan dicapai, (2) Prinsip komunikasi dengan cara mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, (3) Prinsip mengakui andil bawahan dengan memberikan pengakuan bahwa pegawai mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan, (4) Prinsip pendelegasian wewenang dengan memberikan otoritas untuk sewaktu-waktu mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, (5) Prinsip memberi perhatian dengan memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan oleh pegawai. Dengan menerapkan kelima prinsip tersebut motivasi pegawai dapat ditingkatkan sehingga mampu menunjukkan kinerja yang optimal.

(43)

II.4. Teori tentang Kinerja II.4.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Gibson (2007), kinerja adalah hasil kerja seseorang sesuai dengan tanggung jawab dan hasil yang diharapkan. Kinerja seseorang terkait dengan keberhasilannya dalam melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Seseorang anggota organisasi mengemban suatu tanggung jawab tertentu sebagai bagian dari tanggung jawab yang disebarkan organisasi. Tanggung jawab pada setiap anggota organisasi harus tepat. Dengan kata lain, kinerja seseorang dapat diukur bila orang tersebut memiliki tanggung jawab yang jelas. Tanggung jawab menjadi acuan dalam menilai hasil kerja, dan semakin sesuai hasil kerja dengan tanggung jawabnya maka semakin baik kinerja seseorang dalam organisasinya.

Pendapat Sutermeister, “We have recognized that employee performance depend on both motivation and ability”. Kinerja tergantung motivasi dan

(44)

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Batasan ini menunjukkan bahwa kinerja didasarkan pada tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapai hasil pekerjaan tersebut.

Menurut Rivai (2005), kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kinerja yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Selanjutnya faktor-faktor yang menandai kinerja adalah: (1) kebutuhan yang dibuat pekerja; (2) tujuan yang khusus; (3) kemampuan; (4) kompleksitas; (5) komitmen; (6) umpan balik; (7) situasi; (8) pembatasan; (9) perhatian pada setiap kegiatan; (10) usaha; (11) ketekunan; (12) ketaatan; (13) kesediaan untuk berkorban; serta (14) memiliki standar yang jelas. II.4.2. Penilaian Kinerja

Setiap organisasi akan mengevaluasi karyawan untuk beberapa alasan. Hal ini termasuk dalam menentukan pembayaran gaji, memberikan umpan balik serta menaksir adanya kebutuhan akan pelatihan-pelatihan. Tanpa dilakukannya evaluasi ini, maka para karyawan tidak akan pernah mengetahui bagaimana kinerja mereka terhadap harapan perusahaan atau di mana mereka bisa melakukan perbaikan.

(45)

adalah proses di mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai kerja pegawai. Indikator-indikator yang digunakan untuk menguji kinerja seseorang harus jelas. Werther dan Davis menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses di mana organisasi mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa banyak indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan, misalnya keandalan, inisiatif, hasil pekerjaan, kehadiran, sikap, kerjasama, kualitas kerja, dan lain-lain. Indikator tersebut dinilai dengan skala sangat bagus, bagus, sedang, buruk dan sangat buruk.

Luthan (2008), hal-hal lain yang berkenaan dengan penilaian kinerja selain perlunya standar kinerja juga diperlukan tentang ruang lingkup kinerja yang dinilai. Ruang lingkup atau aspek-aspek kinerja sangat beraneka ragam. Aspek-aspek yang perlu dinilai dalam menilai kinerja seseorang yaitu: (1) quality of work, (2) initiative, (3) capabily, dan (4) communication. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang di dalam setiap organisasi.

(46)

Tabel II.2. Atribusi Analisis Kinerja Diri Sendiri

Mengapa Dibalik Keberhasilan dan Kegagalan

Internal (Pribadi) Eksternal (Lingkungan)

Kinerja baik Kemampuan tinggi

 Kerja keras

 Pekerjaan mudah

 Nasib baik

 Bantuan dari rekan kerja  Pimpinan yang baik

Kinerja buruk Kemampuan rendah

 Upaya sedikit

 Pekerjaan sulit  Nasib buruk  Rekan kerja tidak

produktif

 Pimpinan tidak simpatik

Sumber: Timpe, (1992: 33)

II.5. Konsep Kesadaran Diri

Suatu organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang sadar akan dirinya sendiri. Baik itu sadar akan kemampuannya dan sadar akan kekurangannya. Karena dengan memiliki kesadaran diri, seorang karyawan akan mudah dimotivasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan organisasi. Dengan memiliki kesadaran diri, seorang karyawan dapat melakukan analisis SWOT, (Strenght, Weakness, Opportunity and

Threat), atau (kekuatan, kelemahan, kesempatan dan hambatan). Dengan demikian

(47)

Menurut Achmanto (2010), kesadaran diri adalah keadaan di mana pribadi bisa memahami diri sendiri dengan setepat-tepatnya. Memiliki kesadaran diri adalah memahami emosi dan mood yang sedang dirasakan, kritis terhadap informasi mengenai diri sendiri, dan sadar mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri yang ada dalam diri sendiri. Boyatzis, et.al, (2005), kesadaran diri adalah kecendrungan untuk melakukan refleksi diri dan penuh pemikiran. Orang-orang yang sadar diri, secara tipikal akan mencari waktu untuk merenung di dalam keheningan, seringkali seorang diri, sehingga mereka bisa berpikir dahulu tentang sesuatu dan bukan sekedar bereaksi secara impulsif. Boyatzis, juga mengatakan bahwa memiliki kesadaran diri berarti memiliki pengertian yang mendalam akan emosi diri, juga kekuatan dan keterbatasan diri, serta nilai-nilai dan motif-motif diri.

(48)

menertawakan kekurangan mereka sendiri. Kesadaran diri dapat disebut juga dengan keadaan di mana sadar mengenai pikiran, perasaan dan evaluasi diri yang ada dalam diri sendiri. Orang yang sedang berada dalam kesadaran diri memiliki kemampuan memonitor diri, yakni mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang lain dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya.

Hautman dalam Suryanti dan Ika (2004), mengatakan bahwa, kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu merupakan kemampuan untuk memantau perasaan diri sendiri dari waktu ke waktu. Saat kita semakin mengenal diri kita, kita akan lebih memahami apa yang kita rasakan dan lakukan. Pemahaman itu akan memberi kita kesempatan atau kebebasan untuk mengubah hal-hal yang ingin kita ubah mengenai diri kita dan menciptakan kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran diri memungkinkan kita untuk berhubungan dengan emosi, pikiran, dan tindakan.

II.6. Konsep Pengaturan Diri

(49)

atau mengendalikan pikirannya sendiri atau disebut dengan kata lain dapat mengatur dirinya sendiri sesuai tujuan yang ingin dicapai dengan efektif dan efisien.

Menurut Goleman (2005) pengaturan diri merupakan kemampuan mengelola dan mengendalikan emosi, yang terungkap dengan selaras. Seseorang yang memiliki pengendalian diri yang baik akan sanggup mengendalikan dirinya secara baik pula, sehingga tidak akan terus bertarung dengan kecemasan, dan akan mampu bangkit dari perasaan negatif dan dari kegalauan di dalam hidupnya. Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan suatu aspek penting dalam kecerdasan emosi. Goleman juga berpendapat bahwa, pengaturan diri merupakan mampu mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri. Komponen yang menjadi indikatornya adalah sebagai berikut: (1) kendali diri, yaitu mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak; (2) sifat dapat dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas; (3) kewaspadaan, yaitu bertanggung jawab atas kinerja pribadi; (4) adaptibilitas, yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan; (5) inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru.

(50)

mencegah gejolak emosi yang berlebihan yang dapat membatasi diri dari tujuan yang telah ditetapkan. Pada orang-orang yang memiliki pengaturan diri, akan terlihat faktor kemampuan dan usaha secara jelas, oleh karena itu individu yang dapat mengatur atau mengendalikan diri apabila ia mengalami kegagalan mereka menganggap bahwa kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilannya, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa pengaruh untuk tindakan selanjutnya di masa yang akan datang, bahwa mereka akan mencapai keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya.

Pengaturan diri seorang pegawai juga memungkinkan munculnya sikap transparansi, yang bukan saja merupakan kebajikan yang dimiliki oleh setiap pegawai tetapi juga sebuah kekuatan yang dimiliki oleh sebuah organisasi.

II.7. Konsep Empati

Pegawai yang ditempatkan di bidang pelayanan harus dapat memahami, mengenali dan memenuhi kebutuhan palanggan. Dengan demikian pegawai tersebut diharapkan dapat membaca apa yang sedang terjadi, serta dapat membuat jaringan kerja yang sinergi dan harmoni. Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Empati dapat juga diartikan kesanggupan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain.

(51)

hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Boyatzis et.al, (2005), empati adalah mempertimbangkan perasaan orang lain, dan kemudian dapat membuat dan menggeser perasaan-perasaan sendiri menjadi respon yang dapat dihasilkan untuk menjadi suatu keputusan. Berkaitan dengan itu, selanjutnya Boyatzis (2005), mengatakan bahwa dari semua dimensi kecerdasan emosional, empatilah yang paling mudah dikenali. Berempati bukan berarti bahwa kita harus mengadopsi emosi orang lain sebagai emosi diri sendiri dan berusaha menyenangkan setiap orang.

(52)

Seorang pegawai yang memiliki empati akan terlihat lebih peduli terhadap tugas dan tanggung jawabnya serta lingkungannya, akan bekerja dengan tulus tanpa mengharap imbalan. Dengan memiliki empati yang tinggi seorang pegawai akan lebih mudah diarahkan dan diberi pengertian guna mencapai tujuan organisasi dengan lebih efektif dan efisien. Dengan berempati seseorang dapat menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang serta mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan dan perkembangan orang lain. Pegawai yang memiliki empati yang baik akan mampu memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan mencari berbagai cara untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan (stakeholders). Serta dapat memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan kelompok dan memandang keragaman-keragaman sebagai peluang menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda.

Berempati berarti mempersepsikan kerangka pikir internal orang lain secara tepat yang mencakup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkah laku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengandaikan sebagai orang lain. Sehingga mampu memandang diri sendiri dan dunia dari sudut pandang orang lain dan mampu mencermati serta menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dan tetap berpegang kepada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan.

(53)

dan kesadaran yang lebih tinggi meningkatkan tingkat empati yang kemudian akan memimpin kepada tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

II.8. Kerangka Berpikir

Berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai visi dan misinya secara berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Dalam suatu organisasi baik bisnis maupun publik agar dapat bertahan dan konsisten harus menjadi learning organization. Menurut Senge (2001) sumber daya manusia yang berkualitas harus memiliki antara lain: (1) system thinking, yaitu kemampuan berfikir secara sistem, mencakup makna kemampuan untuk selalu berfikir dan bertindak dengan pendekatan yang menyeluruh dan mampu menimbang segala unsur yang saling berkaitan atau sistemik. (2) personal mastery, yaitu derajat kemampuan/ keahlian kerja setiap anggota tim, mencakup makna semangat menemukan proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik dari sebelumnya serta derajat kemampuan atau keahlian kerja dari setiap anggota. (3) shared vision, yaitu kemampuan dan kemauan setiap anggota untuk menumbuhkan persamaan pandangan masa depan kemudian menumbuhkan kesadaran komitmen, mencakup makna adanya kesepakatan seluruh anggota tim untuk menjadikan proses berbagai kebiasaan kerja sehari-hari, (4) mental model, yaitu keserasian nilai-nilai antar anggota tim, mencakup makna adanya keserasian nilai-nilai yang dianut dalam menyikapi proses pembelajaran, (5) team

learning, yaitu kemampuan dan kemauan untuk belajar dan bekerja sama dalam satu

(54)

pengetahuan dan saling mengajarkan berbagai cara, serta derajat kemampuan seluruh anggota tim untuk belajar dan bekerjasama sebagai satu kesatuan. Berkenaan tersebut, maka kemampuan sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak lepas dari kemampuan mengendalikan emosionalnya dan menumbuhkan motivasi atau dorongan untuk berprestasi agar mampu mengelola segala tindakannya untuk meningkatkan kinerjanya.

Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosional adalah apabila ia mampu mengenali emosi dirinya dengan baik, mengelola emosinya, serta mampu mengenali emosi orang lain. Dalam aktivitas bekerja, sering sekali dirasakan bahwa emosi negatip sangat menguras tenaga, menumpulkan kecerdasan intelektual dan membuat gerakan menjadi tidak terkendali dan tidak terkoordinasi. Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik harus mampu mengelola emosinya dengan baik, sehingga menjadi motivator perilaku, dan dapat menekan emosi yang berlebihan.

Kecerdasan emosional dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Emosi merupakan penggerak perilaku (motivator) dalam arti dapat meningkatkan kinerja, namun sebaliknya apabila emosi yang ditimbulkan berlebihan akan dapat menghambat kinerjanya.

(55)

memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi.

Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda. Istilah motivasi berasal dari perkataan bahasa latin, yakni movere yang berarti menggerakkan, juga dapat diartikan sebagai proses-proses psikologis untuk mengarahkan pada tujuan.

Kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi. Atau dengan kata lain, kinerja individu sebagai anggota kelompok organisasi ditentukan oleh kemampuan dan kemauannya dalam melaksanakan tugas. Luthan (2008), berpendapat bahwa kinerja tidak hanya dipengaruhi oleh sejumlah usaha yang dilakukan seseorang, tetapi dipengaruhi pula oleh kemampuan (ability), komitmen, umpan balik (feed back), kompleksitas tugas (task complexity), tantangan (challenge), tujuan (goal), kondisi yang menghambat (situasional constrant), keakuratan diri (self

afficacy), arah (direction), usaha (effort), daya tahan, ketekunan (persistance), strategi

khusus dalam menghadapi tugas (task specific strategies).

(56)

Batasan ini menunjukkan bahwa kinerja didasarkan pada tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapai hasil pekerjaan tersebut. Robbins (2001) mengemukakan bahwa kinerja adalah ukuran kerja yang dilakukan dengan menggunakan kriteria yang disetujui bersama.

Dengan demikian setiap pegawai harus dievaluasi atau dinilai hasil kerjanya. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas seseorang atau kelompok orang atau unit-unit kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu.

Berdasarkan teori-teori tersebut maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

II.9. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

Gambar II.1. Kerangka Berpikir Kecerdasan

Emosional

Motivasi Kerja

Kinerja Pegawai Pengaturan Diri

(57)
(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan, yang terletak di jalan T.B Simatupang No. 124 Pinang Baris Medan, Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

III.2. Metode Penelitian III.2.1. Pendekatan Penelitian

(59)

III.2.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini membutuhkan akumulasi data dasar. Metode ini bukan saja digunakan untuk memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.

II.2.3. Sifat Penelitian

Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini bersifat deskriptif explanatory yang bertujuan untuk memperjelas kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara variabel dengan variabel yang lain.

III.3. Populasi dan Sampel

(60)

Sugiono (2005) menyatakan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Semakin kecil jumlah sampel yang diperlukan akan semakin besar tingkat kesalahannya. Sebaliknya semakin besar sampel yang digunakan akan semakin kecil tingkat kesalahannya.

Umar (2008) menyatakan untuk menentukan minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus Slovin seperti berikut:

Di mana:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = persen ketidaktelitian dalam pengambilan sampel

Dengan mengambil persen ketidaktelitian sebesar 10% maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 57 orang.

n = N

1 + N e2

130 1+ 130. (0.1)2

n =

(61)

Tabel III.1. Jumlah Populasi dan Sampel

Bagian/Bidang Populasi Sampel

1. Bagian Umum

Sumber: Hasil Penelitian, 2010 (data diolah)

III.4. Jenis dan Sumber Data

Data penelitian ini terdiri dari dua sumber, yakni data primer dan data sekunder.

1. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada responden yang telah ditetapkan.

2. Data sekunder diperoleh melalui dokumen dan statistik, berupa dokumen resmi yang terdapat pada instansi pemerintah, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun berupa data statistik yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

III.5. Teknik Mengumpulkan Data

(62)

Negeri Sipil Kanreg VI BKN Medan dapat memilih jawaban sesuai dengan kondisi objektif menurut persepsinya.

Nilai persepsi Pegawai Negeri Sipil Kanreg VI BKN Medan ini diukur dengan memberikan nilai jawaban terhadap lima alternatif jawaban yang bergerak dari poin 5, 4, 3, 2, dan 1. Butir pernyataan pada angket adalah butir pernyataan positif dan negatif. Nilai untuk butir positif adalah 5 untuk jawaban sangat setuju (SS), 4 untuk jawaban setuju (S), 3 untuk jawaban kurang setuju (KS), 2 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Sebaliknya untuk butir negatip adakah 1 untuk jawaban sangat setuju (SS), 2 untuk jawaban setuju (S), 3 untuk jawaban kurang setuju (KS), 4 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan 5 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui teknik checklist (membuat catatan-catatan) dari sejumlah data yang dibutuhkan dalam rangka mendukung objektivitas dan keakuratan penelitian ini.

III.6. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel III.6.1. Identifikasi dan Definisi Variabel Hipótesis Pertama

Pada hipotesis pertama, variabel-variabel yang digunakan sebagai berikut: a. Variabel Terikat (Dependent Variable) dengan simbol Y, yaitu Kinerja

(63)

b. Variabel Bebas (Independent Variable) dengan simbol X, yaitu terdiri dari Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja Pegawai pada Kantor Regional VI BKN.

Definisi operasional dalam pengujian hipotesis pertama sebagai berikut: 1. Kecerdasan Emosional (X1)

Kecerdasan emosional adalah, kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Indikator (1) memahami perasaan orang lain, (2) mengelola konflik, dan (3) tenang dalam menghadapi permasalahan.

2. Motivasi Kerja (X2)

Motivasi kerja adalah dorongan kerja yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar pegawai mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Indikator (1) dorongan untuk berprestasi, (2) inisiatif, dan (3) optimisme.

3. Kinerja Pegawai (Y1)

Penampilan kerja atau unjuk kerja individu sesuai dengan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan organisasi. Indikator (1) kualitas kerja, (2) pengetahuan tentang pekerjaan, dan (3) kuantitas kerja.

(64)

Tabel III.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama

No Variabel Definisi Indikator Pengukuran

1. KECERDASAN EMOSIONAL

(X1)

Kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain.

1. Mampu memahami perasaan orang lain 2. Mampu mengelola konflik 3. Tenang menghadapi

Pemberian sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

1.Dorongan untuk berprestasi, 2. Memiliki Inisiatif

3. Optimisme

Unjuk kerja individu sesuai dengan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan organisasi.

III.6.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua

Pada hipotesis kedua variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Variabel Terikat (Dependent Variable) dengan simbol Y, yaitu Kecerdasan

Emosional Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI BKN.

b. Variabel Bebas (Independent Variable) dengan simbol X, yaitu terdiri dari Kesadaran Diri, Pengendalian Diri, dan Empati Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Regional VI BKN.

Definisi operasional dalam pengujian hipotesis kedua sebagai berikut: 1. Kesadaran Diri (X1)

(65)

2. Pengaturan Diri (X2)

Pengaturan diri adalah kemampuan seorang pegawai untuk tetap tenang dalam menghadapi permasalahan, keterbukaan, dan berpikiran jernih, dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan.

3. Empati (X3)

Empati merupakan kemampuan seorang pegawai untuk memahami orang lain dengan cara mendengarkan secara baik, responsif, memahami perasaan orang lain, dan mendorong memperbaiki kinerja.

4. Kecerdasan Emosional (Y)

Kecerdasan emosional adalah, kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Indikator (1) memahami perasaan orang lain, (2) mengelola konflik, dan (3) tenang dalam menghadapi permasalahan.

Gambar

Gambar II.1. Kerangka Berpikir
Tabel III.1. Jumlah Populasi dan Sampel
Tabel III.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama
Tabel III.3. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel semangat kerja (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap desain pekerjaan (Y) pegawai pada Kantor Regional VI Badan

Kinerja pegawai merupakan faktor utama bagi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada peningkatan kinerja pegawai

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu dan motivasi

Dengan demikian maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa: secara simultan gaya kepemimpinan kerja dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai

143 Hasil penelitian Indriyani dan Utami (2018) juga menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual serta variabel kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap

Hipotesis yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional, motivasi kerja dan komitmen kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan secara parsial di

Berdasarkan hasil pembahasan di atas Variabel Kompetensi dan kecerdasan emosional berpengaruh signifikan baik secara serempak maupun secara parsial terhadap kinerja pegawai

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Disiplin, Motivasi, Budaya organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap Kinerja Pegawai Hasil uji hipotesis dengan uji simultan F test memperlihatkan