PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, PERSEPSI
KODE ETIK, TEKANAN WAKTU DAN MOTIVASI
TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR
AKUNTAN PUBLIK DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Indiarti Shoviana Dewi NIM 7250407106
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I
Dra. Margunani, MP NIP. 195703161986012001
Pembimbing II
Rediana Setiyani, S.Pd, M.Si NIP. 197912082006042002
Mengetahui, Ketua Jurusan Akuntansi
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I
Dra. Margunani, MP NIP. 195703161986012001
Pembimbing II
Rediana Setiyani, S.Pd, M.Si NIP. 197912082006042002 Penguji Skripsi
Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si, Akt NIP. 197112052006042001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat temuan atau orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah
jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi dengan
ketentuan yang berlaku.
Semarang, Agustus 2011
Penulis
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Ø “Sesungguhnya dimana ada kesulitan disitu ada kelapangan dan
sesungguhnya disamping kesulitan ada kemudahan, karena itu bila engkau
telah selesai dari sesuatu urusan pekerjaan, maka kerjakanlah yang lain
dengan tekun”
(Q.S. Al Insyirah: 5-7)
Ø Keberhasilan profesional tidak hanya menuntut bakat. Keberhasilan itu
antara lain menuntut dorongan, inisiatif, komitmen, dan terutama antusiasme.
(David H. Maister)
PERSEMBAHAN:
v Allah SWT
v Kedua Orangtuaku tercinta
v Kakak-kakakku, Sri Wahyuni, Fivin Eka
Shoviana, Shofwan Shidiq.
v Almamaterku Universitas Negeri Semarang
v Kekasihku, Mas Apriaman Pulung K
v Sahabat-sahabatku, Fitriyani W, Ihda Khoirun
Nisak, Bunga Nur J, Hendryan Purnomo
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Kecerdasan Emosional, Persepsi kode etik, Tekanan waktu, dan Motivasi Terhadap
Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang”. Besar harapan
penulis skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
kalangan akademis khususnya. Skripsi ini selesai dengan baik tidak terlepas dari
peranan berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk mengadakan
penelitian.
4. Dra. Margunani, M.P, Dosen Pembimbing I yang dengan arahan dan kebijakan,
serta kesabaran telah membantu memberikan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Rediana Setiyani, S.Pd,M,Si, Dosen Pembimbing II yang telah membimbing serta
memberikan motivasi dan arahan dengan penuh kesabaran sehingga dapat
6. Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si, Akt. dosen wali sekaligus penguji skripsi yang
selalu memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Universitas Negeri Semarang.
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Akuntansi yang telah memberikan ilmu dan telah
mendidik dengan sepenuh hati.
8. Bapak dan Ibu Akuntan Publik di Semarang yang telah bersedia menjadi
responden dan meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner yang disebarkan
penulis.
9. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Terima kasih atas segala bentuk bantuan dan motivasi yang diberikan, semoga
Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik. Besar harapan penulis, bahwa
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Semarang, Agustus 2011
SARI
Dewi, Indiarti Shoviana.2011. “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Persepsi Kode Etik, Tekanan Waktu, dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang”. Skripsi. Jurusan Akuntasi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dra. Margunani, MP. Pembimbing II. Rediana Setiyani, S.Pd, M.Si.
Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Persepsi Kode Etik, Tekanan Waktu, Motivasi, dan Kinerja.
Maraknya kasus perbankan yang melibatkan auditor menimbulkan tanda tanya akan kinerja yang dimiliki oleh seorang auditor. Auditor dalam melaksanakan profesinya dituntut untuk memiliki kinerja yang maksimal. Kinerja auditor adalah suatu hasil kerja yang dihasilkan auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja auditor dapat dipegaruhi oleh faktor psikologis, individu, dan organisasi seperti kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu dan motivasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris apakah kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di Kota Semarang. Sedangkan dalam pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 54 responden yang didapat dari 11 Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang. Gambaran kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu, motivasi dan kinerja dapat diketahui dengan menggunakan analisis deskriptif variabel. Adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu dan motivasi terhadap kinerja auditor baik secara simultan maupun secara parsial.
ABSTRACT
Dewi, Indiarti Shoviana. 2011. The Influence of Emotional Intelligence, Perception of the Code, Time Pressure, and Motivation to Performance Auditor in Public Accountant Firm in Kota Semarang". Thesis. Accounting majors. Faculty of Economics. State University of Semarang. Supervisor I. Dra. Margunani, MP. Supervisor II. Rediana Setiyani, S.Pd, M.Si.
Key Words : Emotional intelligence, Perception of the code, Time pressure, experience and sincerity as well as time. Performance auditors may be influenced by psychological factors, individuals, and organization such as emotional intelligence, perceptions of ethical codes, time pressure and motivation. The purpose of this study was to obtain empirical evidence of whether emotional intelligence, perception of ethical codes, time pressure and motivation affect the performance of auditors.
The population in this study is the auditor who worked on public accounting firm in the Semarang of city. While the sampling using convenience sampling methods. The sample in this study amounted to 54 respondents obtained from 11 public accounting firm in the city of Semarang.
Picture of emotional intelligence, perception of ethical codes, time pressure, motivation and performance can be determined by using descriptive analysis of variables. The hypothesis testing is done using multiple regression analysis.
The results of hypothesis testing indicate that there is significant influence between emotional intelligence, perceptions of ethical codes, time pressure and motivation on the performance of auditors either simultaneously or partially.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
SARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ...xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB IPENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ...10
BAB II LANDASAN TEORI ...11
2.1 Kinerja Auditor ...11
2.3 Kecerdasan Emosional ...17
2.4.Persepsi Kode Etik ...20
2.4.1 Persepsi ...20
2.4.2 Kode Etik ...24
2.5 Tekanan Waktu ...34
2.6 Motivasi ... 37
2.7 Kerangka Berpikir ...40
2.8 Hipotesis ...47
BAB III METODE PENELITIAN ...48
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ...48
3.1.1 Populasi Penelitian ...48
3.1.2 Sampel Penelitian ...48
3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...49
3.2.1 Variabel Terikat (Y) ...49
3.2.1.1 Kinerja Auditor ...49
3.2.2 Variabel Bebas (X) ...50
3.2.2.1 Kecerdasan Emosional ...50
3.2.2.2 Persepsi Kode Etik ...50
3.2.2.3 Tekanan Waktu ...51
3.3.2.4 Motivasi ...51
3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ...53
3.4.1 Uji Validitas ...54
3.4.2 Uji Reliabilitas ...55
3.5 Metode Analisis Data ...56
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif ...56
3.5.1.1 Analisis Deskriptif Responden ...56
3.5.1.2 Analisis Deskriptif Variabel ...56
3.6 Uji Prasyarat ...60
3.6.1 Uji Normalitas Data ...60
3.6.2 Uji Asumsi Klasik ...60
3.6.2.1 Uji Heterokedastisitas...62
3.6.2 Uji Multikolinieritas ...62
3.7 Analisis Regresi Berganda ...63
3.8 Uji Hipotesis ...63
3.8.1 Uji F ...63
3.8.2 Uji R2 ...64
3.8.3 Uji t ...64
3.8.4 Uji r2 ...65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...66
4.2 Analisis Data ...67
4.2.1 Analisis Deskriptif Responden ...67
4.2.2 Analisis Deskriptif Variabel ...69
4.2.2.1 Deskriptif Variabel Kecerdasan Emosional ...69
4.2.2.2 Deskriptif Variabel Persepsi Kode Etik ...70
4.2.2.3 Deskriptif Variabel Tekanan Waktu ...72
4.2.2.4 Deskriptif Variabel Motivasi ...73
4.2.2.5 Deskriptif Variabel Kinerja Auditor ...74
4.2.3 Uji Prasyarat...76
4.2.3.1 Uji Normalitas ...76
4.2.3.2 Uji Asumsi Klasik ...77
4.2.3.2.1 Uji Heterokedastisitas ...78
4.2.3.2.1 Uji Multikolinieritas ...80
4.2.4 Analisis Regresi Berganda...81
4.2.5 Pengujian Hipotesis ...82
4.2.5.1 Uji F ...82
4.2.5.2 Uji R2 ...83
4.2.5.3 Uji t ...84
4.3 Pembahasan ...88
4.3.1 Pengaruh kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu dan motivasi terhadap kinerja auditor ...89
4.3.2 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor ...91
4.3.3 Pengaruh persepsi kode etik terhadap kinerja auditor ...91
4.3.4 Pengaruh tekanan waktu terhadap kinerja auditor ...92
4.3.5 Pengaruh motivasi terhadap kinerja auditor ...93
BAB V PENUTUP ...94
5.1 Kesimpulan ...94
5.2 Saran ...95
5.2.1 Saran Praktis ...95
5.2 2 Keterbatasan Penelitian ...95
DAFTAR PUSTAKA ...96
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Uji Reabilitas ... 55
Tabel 3.2 Kategori Kecerdasan Emosional ... 57
Tabel 3.3 Kategori Persepsi Kode Etik ... 58
Tabel 3.4 Kategori Tekanan Waktu ... 58
Tabel 3.5 Kategori Motivasi ... 59
Tabel 3.6 Kategori Kinerja Auditor ... 60
Tabel 4.1 Tingkat Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner ... 67
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden ... 68
Tabel 4.3 Deskriptif Kecerdasan Emosional ... 69
Tabel 4.4 Kualifikasi Kecerdasan Emosional ... 70
Tabel 4.5 Deskriptif Persepsi Kode Etik ... 71
Tabel 4.6 Kualifikasi Persepsi Kode Etik ... 71
Tabel 4.7 Deskriptif Tekanan Waktu ... 72
Tabel 4.8 Kualifikasi Tekanan Waktu ... 73
Tabel 4.9 Deskriptif Motivasi ... 73
Tabel 4.10 Kualifikasi Motivasi ... 74
Tabel 4.11 Deskriptif Kinerja Auditor ... 75
Tabel 4.12 Kualifikasi Kinerja Auditor ... 75
Tabel 4.13 Hasil Output Uji Normalitas ... 77
Tabel 4.16 Hasil Uji F ... 82
Tabel 4.17 Hasil Uji R2 ... 83
Tabel 4.18 Hasil Uji t ... 84
Tabel 4.19 Hasil Uji r2 ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Keranga Berfikir ... 46
Gambar 4.1 P-Plot Uji Normalitas ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Sampel ... 104
Lampiran 2. Kisi-kisi instrument penelitian sebelum uji validitas ... 106
Lampiran 3. Kisi-kisi setelah uji validitas dan reliabilitas ... 110
Lampiran 4. Kuesioner penelitian sebelum uji validitas dan reliabilitas ... 114
Lampiran 5. Kuesioner penelitian setelah uji validitas dan reliabilitas ... 125
Lampiran 6. Hasil tabulasi validitas dan reliabilitas ... 135
Lampiran7. Hasil tabulasi variabel ... 141
Lampiran 8. Hasil analisis deskriptif ... 155
Lampiran 9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 157
Lampiran 10. Hasil uji normalitas ... 178
Lampiran 11. Hasil uji asumsi klasik ... 180
Lampiran 12. Hasil uji Regresi berganda ... 183
Lampiran 13. Surat ijin penelitian ... 186
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Profesi auditor merupakan salah satu profesi yang memiliki peran penting
dalam dunia bisnis. Informasi keuangan yang disajikan pihak manajemen perusahaan
kepada masyarakat, mengandung kemungkinan adanya pengaruh kepentingan pribadi
pihak manajemen dalam penyampaian hasil usaha dan posisi keuangan yang
menguntungkan bagi pihak manajemen, kecurangan, keteledoran serta ketidakjujuran
yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu masyarakat
memerlukan jasa profesional untuk menilai kewajaran informasi keuangan yang
disajikan pihak manajemen, disinilah peran auditor diperlukan.
Meningkatnya kebutuhan akan kinerja auditor yang berkualitas pada tingkat
individu maupun perusahaan, mengakibatkan profesi auditor di Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat. Meningkatnya kebutuhan jasa audit ini didukung oleh
peraturan yang diterbitkan oleh BAPEPAM No Kep-36/PM/2003 yang menyebutkan
bahwa perusahaan yang go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan
yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Adanya peraturan
tersebut, mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang
membutuhkan jasa auditor yang berkualitas.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa yang diberikan auditor sebagai pihak
menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan.
Menurut Mulyadi (2002) akuntan publik (auditor) bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat
pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi keuangan yang handal sebagai
dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Auditor sebagai pihak yang bertanggung jawab atas opini pada laporan
keuangan yang dihasilkan sudah seharusnya merupakan seseorang yang memiliki
kinerja yang profesional dan berperilaku etis sehingga hasil pekerjaannya dapat
dipercaya. Pengguna laporan keuangan akan meragukan kualitas informasi laporan
keuangan yang telah diaudit apabila mereka tidak mempercayai kredibilitas auditor
dalam menyajikan laporan keuangan.
Kinerja auditor dapat dikatakan baik jika dalam pelaksanaan jasa auditnya
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dalam hal ini adalah
standar auditing. Peningkatan kinerja yang dimiliki oleh seorang auditor dalam
menghadapi persaingan harus terus dilakukan, dengan kinerja yang baik maka hasil
kerja yang dihasilkan akan memiliki kualitas dan kuantitas yang baik pula.
Adanya kasus yang melibatkan auditor dibelakangnya mengakibatkan
munculnya keraguan oleh masyarakat atas kinerja yang dimiliki oleh auditor.
Menurut siaran pers hasil pemeriksaan kasus laporan keuangan dan perdagangan
saham PT Bank Lippo Tbk tanggal 17 Maret 2003, menunjukkan adanya kinerja
auditor yang kurang maksimal, hal itu ditunjukkan dengan adanya kelalaian yang
lima hari dalam menyampaikan peristiwa penting dan material nilai Agunan Yang
Diambil Alih PT. Bank Lippo Tbk kepada BAPEPAM. Adanya kelalaian tersebut,
merupakan salah satu cerminan rendahnya kinerja auditor karena auditor yang
bersangkutan tidak menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu.
Menurut Gibson (1997) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
dan perilaku seseorang, yaitu faktor individu yang berasal dari dalam diri seseorang,
faktor organisasi, dan faktor psikologis. Begitu juga dengan perilaku dan kinerja
seorang auditor dapat juga dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Suasana hati dan
suasana tempat kerja yang berubah-ubah, menuntut auditor agar tetap dapat
mengontrol diri serta menjaga suasana hati agar saat melaksanakan tugasnya, auditor
tetap terfokus dengan pekerjaan yang harus diselesaikan. Suasana hati akibat adanya
problem yang ada dalam kehidupan pribadi atau konflik dengan rekan kerja yang lain
terkadang dapat juga terbawa hingga mempengaruhi kinerja auditor tersebut yang
nantinya dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan. Hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa seseorang yang tidak dapat mengontrol diri dengan baik
biasanya memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Menurut Robbins (2002),
orang-orang yang dapat mengenal emosi-emosi mereka sendiri dan mampu dengan
baik membaca emosi orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka.
Kecerdasan emosional yang dimiliki auditor akan membantu auditor dalam
berkomunikasi dengan klien dan mengerti apa yang diinginkan klien selama tidak
Penelitian yang dilakukan Alwani (2007) kinerja auditor dapat dipengaruhi oleh
kecerdasan emosional. Penelitian tersebut mendukung apa yang dikemukakan oleh
McClelland et al (1973) dalam Goleman (1999) yang menunjukkan bahwa faktor
dominan yang menetukan keberhasilan karir bukanlah kecerdasan otak, melainkan
seperangkat kecerdasan lainnya yang kemudian dipopulerkan oleh Goleman (1999)
sebagai kecerdasan emosional. Hal tersebut memperkuat hasil penelitian yang
dilakukan Sojka (2003) dan Hananto (2004) yang menyimpulkan bahwa kecerdasan
emosional secara signifikan berpengaruh tehadap kinerja auditor. Penelitian tersebut
juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Boyatzis dan Chermiss dalam
Prihandini (2005) bahwa hasil yang didapat dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
auditor yang memiliki skor kecerdasan emosional yang tinggi akan menghasilkan
kinerja yang baik pula, hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan
kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan.
Menurut Martin dalam Trihandini (2005) kinerja seseorang tidak hanya dilihat
dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai diri dan
mengelola diri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Tidak hanya kecerdasan emosional yang dapat mempengaruhi kinerja seorang
auditor. Sebagai salah satu profesi yang harus tetap menjunjung tinggi profesionalitas
kerja dan kepercayaan terhadap masyarakat, seorang auditor juga terikat dalam suatu
aturan yang disebut dengan kode etik profesi. Kode etik profesi auditor diharapkan
dapat meningkatkan kinerja auditor dalam profesinya. Etika profesi merupakan suatu
apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan
meningkatkan martabat dan kehormatan sesorang (Munawir,1995). Hal inilah yang
menarik untuk diperhatikan bahwa profesi akuntan publik ibarat pedang bermata dua.
Disatu sisi auditor harus memperhatikan kredibilitas dan etika profesi, namun disisi
lain auditor juga harus menghadapi tekanan dari klien dalam berbagai pengambilan
keputusan. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan oleh
seorang auditor.
Adanya persepsi kode etik profesi yang dimiliki auditor akan membuat kinerja
yang dihasilkan auditor menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan dengan adanya
pemahaman atau persepsi terhadap kode etik, auditor akan dapat menghindari hal-hal
yang dapat menurunkan kinerja seperti adanya dilemma etika.
Finn et. al. dan Bazerman et.al. dalam Sasongko (2011) menyatakan bahwa
auditor seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan
memungkinkan auditor tidak dapat independen. Auditor diminta untuk tetap
independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung
kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga auditor seringkali berada dalam
situasi yang dilematis. Keadaan yang seperti ini akan berdampak langsung terhadap
kualitas kinerja yang dihasilkan oleh auditor.
Auditor secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan
profesinya daripada mengutamakan kepentingan pribadi atau kepentingan ekonomis
dihadapkan pada situasi dilema etika dalam pengambilan keputusannya, hal ini tentu
saja akan berakibat pada kualitas kinerja yang dihasilkan. (Tsui,1996).
Kinerja auditor yang profesional dapat ditunjukan melalui adanya
pemahaman, pengetahuan serta pengintepretasian kode etik akuntan publik pada saat
auditor melaksanakan proses audit. Pemahaman kode etik profesi bagi auditor sangat
penting dilakukan guna peningkatan kinerja yang dimiliki oleh seorang auditor.
Karena dengan adanya pemahaman, kemauan, dan pengetahuan yang lebih untuk
menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi berbagai
pelanggaran etika yang akan mempengaruhi kinerja auditor, (Ludigdo, 2001).
Penelitian yang dilakukan Kusrini (2008) menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara persepsi kode etik terhadap kinerja auditor, hal ini
senada dengan penelitian yanng dilakukan oleh Aryanto (2005) yang membuktikan
bahwa pemahaman kode etik berpengaruh terhadap kinerja auditor. Pemahaman
terhadap kode etik profesi akuntan publik (auditor) akan mengarahkan pada sikap,
tingkah laku, dan perbuatan auditor dalam tugas dan kewajibannya untuk berupaya
menjaga mutu kinerja auditor, serta citra dan martabat profesi auditor.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja auditor, adalah adanya tekanan
waktu. Kondisi tekanan waktu adalah suatu kondisi dimana auditor mendapat tekanan
dari tempatnya bekerja untuk dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan. Tekanan waktu yang tidak realistis akan memberikan dampak
tekanan bagi auditor yang secara lansung akan mempengaruhi kinerja auditor.
berpengaruh terhadap berbagai perilaku auditor yang dapat menyebabkan turunnya
kinerja auditor yang akan berdampak pada turunnya kualitas audit. De Zoort dan Lord
(1997) menyebutkan ketika menghadapi tekanan anggaran waktu, auditor akan
memberikan respon dengan dua cara yaitu dengan menggunakan waktu
sebaik-baiknya dan yang kedua dengan adanya tekanan waktu akan berpotensi menyebabkan
perilaku yang menurunkan kinerja auditor.
Seorang auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik dalam
melaksanakan kinerjanya akan mengalami tekanan waktu atas biaya yang dikeluarkan
oleh klien. Kenyataanya seberapa besar biaya audit membuat pembatasan terhadap
Kantor Akuntan Publik agar dapat melaksanakan penugasan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Kantor Akuntan Publik akan memerintahkan
auditor agar bekerja pada tekanan waktu tersebut. Auditor yang mengalami tekanan
waktu tentunya akan berakibat pada kinerja yang dihasilkan. Semakin besar tekanan
waktu yang dialami auditor maka kinerja auditor yang dihasilkan menjadi buruk.
Penelitian yang dilakukan Almaretta (2010) menunjukkan bahwa tekanan
waktu dapat berpengaruh terhadap kinerja auditor. tekanan waktu yang diberikan
dapat dijadikan sebagai motivasi dalam melaksanakan proses audit. Hal itu juga dapat
dijadikan auditor sebagai faktor untuk meyakinkan kepada klien bahwa dengan
adanya tekanan waktu yang tinggi, auditor tetap dapat menghasilkan kinerja yang
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja auditor menurut penelitian
Dwilita (2008) adalah motivasi. Menurut Dwilita (2008) motivasi berpengaruh
terhadap kinerja auditor, ketika motivasi kerja auditor meningkat maka kinerja
mereka pun juga meningkat. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan
Bahagia (2004) bahwa motivasi dapat berdampak terhadap kepuasan kerja seorang
auditor. Menurut Robbins (2002) jika seseorang tidak memiliki motivasi dalam
bekerja, maka penilaian kinerja yang dihasilkan akan kurang memuaskan. Motivasi
akan membuat seseorang meraih kepuasan dalam bekerja. Setiawan dan Ghozali
(2006) menyatakan, tidak ada tugas yang dapat dilaksanakan dengan baik tanpa
didukung oleh kemampuan untuk melaksanakannya. Kemampuan merupakan bakat
individu untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan tujuan. Namun,
kemampuan tidaklah menjamin untuk tercapainya kinerja terbaik, seseorang harus
memiliki motivasi untuk mencapai kinerja yang terbaik.
Penelitian kembali mengenai pengaruh kecerdasan emosional, tekanan waktu,
persepsi kode etik dan motivasi terhadap kinerja auditor sangat menarik untuk
dilakukan. Berdasarkan uraian diatas dan beberapa pendapat dari hasil penelitian
terdahulu serta beberapa faktor yang belum pernah dilakukan penelitian dan
keinginan untuk mencari faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja
auditor. Maka pada kesempatan ini penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional, persepsi kode
etik, tekanan waktu, dan motivasi terhadap kinerja auditor ?
2. Apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap
kinerja auditor ?
3. Apakah terdapat pengaruh antara persepsi kode etik terhadap kinerja
auditor ?
4. Apakah terdapat pengaruh antara tekanan waktu terhadap kinerja
auditor?
5. Apakah terdapat pengaruh antara motivasi terhadap kinerja auditor ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh bukti secara empiris mengenai pengaruh kecerdasan
emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu, dan motivasi terhadap kinerja
auditor.
2. Untuk memperoleh bukti secara empiris tentang pengaruh kecerdasan
emosional terhadap kinerja auditor.
3. Untuk memperoleh bukti secara empiris mengenai pengaruh persepsi kode
4. Untuk memperoleh bukti secara empiris mengenai pengaruh tekanan waktu
terhadap kinerja auditor.
5. Untuk memperoleh bukti secara empiris mengenai pengaruh motivasi
terhadap kinerja auditor.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Penelitian ini dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual bagi
peneliti maupun penggunannya dalam rangka pengembangan penelitian
selanjutnya serta menambah pengetahuan mengenai faktor yang
mempengaruhi kinerja auditor.
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi auditor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kebijakan
untuk auditor mengenai pengaruh kecerdasan emosional, etika profesi,
tekanan waktu, dan motivasi secara parsial terhadap kinerja auditor.
b. Bagi peneliti lain
Dapat digunakan sebagai referensi atau acuan dalam melakukan
penelitian selanjutnya yang sejenis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja Auditor
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegaran dalam Kusrini, 2008)
Tingkat dan kualitas kinerja auditor ditentukan oleh beberapa faktor baik
perseorangan maupun lingkungan. Menurut Gibson (1997) terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu faktor individu yang berasal dari dalam diri
seseorang, faktor organisasi, dan faktor psikologis. Faktor individu dapat berupa
motivasi, kemampuan pengetahuan dan ketrampilan, pengalaman, dan sikap. Faktor
organisasi dapat berupa struktur organisasi, pemimpin, rekan sejawat, beban
pekerjaan, rancangan kerja, kondisi kerja.
Kinerja merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil,
tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural,
tetapi juga pada keseluruhan jajaran personil dalam suatu organsasi (Ilyas, 2002).
Penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu
organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi
terhadap penampilan kinerja personil dengan membandingkan dengan standar baku
Tiffin dan Mc Cormick dalam Widiarti (2007) menyatakan bahwa ada dua hal
yang mempengaruhi kinerja yaitu :
a. Variabel individual, meliputi sikap, karakteristik, kepribadian, sifat-sifat
fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan
dan faktor individual lainnya.
b. Variabel situasional, meliputi (1) faktor fisik yang meliputi metode kerja,
kondisi dan desain perlengkapan kerja, pentaan ruang, dan lingkungan fisik
(penyinaran, temperature, fentilasi) dan (2) faktor sosial dan organisasi,
meliputi peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis pelatihan dan
pengawasan sistem upahndan lingkungan sosial.
Menurut Hasibuan (2001) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan, serta waktu. Kinerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi tiga faktor diatas, maka semakin
tinggi pula kinerja seorang auditor.
Menurut Minner dalam Alwani (2009) dimensi kerja adalah ukuran dan
penilaian dari perilaku yang aktual di tempat kerja,dimensi kerja mencakup :
a. Quality of output
Kinerja individu dinyatakan baik apabila kualiatas output yang dihasilkan
b. Quantity of output
Kinerja seseorang juga diukur dari jumlah output yang dihasilkan. Seorang
individu dinyatakan mempunyai kinerja yang baik apabila jumlah atau kuantitas
output yang dicapai dapat melebihi atau paling tidak sama dengan target yang telah di
tentukan tanpa mengabaikan kualitas output tersebut.
c. Time work
Dimensi waktu juga menjadi pertimbangan didalam mengukur kinerja
seseorang. Dengan tidak mengabaikan kualitas dan kuantitas output yang harus
dicapai, seorang individu dinilai mempunyai kinerja yag baik apabila individu
tersebut dapat menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu atau bahkan melakukan
penghematan waktu.
d. Corporation with other work
Kinerja juga dinilai dari kemampuan seorang individu untuk tetap bersifat
kooperatif dengan pekerja lain yang juga harus menyelesaikan tugasnya
masing-masing.
Menurut Wirawan (2009), kinerja mempunyai hubungan kausal dengan
kompetensi. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, sikap, dan tindakan.
Kompetensi melukiskan ketrampilan, perilaku, sikap, dan pengalaman untuk
melakukan suatu pekerjaan atau peran tertentu secara efektif. Pengetahuan
melukiskan apa yang terdapat dalam kepala sesorang, mengetahui kesadaran atau
melukiskan perasaan senang atau tidak, senang trhadap objek (orang, benda, atau
pekerjaan).
Menurut Jackson (2002) tedapat beberapa standar kinerja, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Istimewa
Seseorang sangat berhasil pada criteria pekerjaan, sehingga catatan khusus
harus dibuat.
b. Sangat baik
Kinerja pada tingkat ini adalah kinerja yang lebih baik dari rata-rata didalam
unit, dengan menggunakan standard yang umum dari hasil unit itu.
c. Memuaskan
Kinerja pada tingkat ini adalah pada batas waktu atau sedikit diatas standar
minimal. Tingkat kinerja ini adalah yang diharapkan dari seseorang yang sudah
sangat berpengalaman dan sangat kompeten.
d. Rata-rata
Kinerja ini dibawah standard minimal dari dimensi pekerjaan.
e. Tidak memuaskan
Kinerja pada tingkat ini adalah dibawah standard yang diterima, dan ada
perntanyaan serius apakah orang ini mampu meningkatkan diri untuk memenuhi
Indikator yang diguakan dalam penelitian ini, untuk mengukur kinerja auditor
adalah kualitias kerja, kuantitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, pendapat atau
pernyataan yang disimpulkan, dan perencanaan kerja (Ahmad, 2009).
1. Kualitas kerja
Seperangkat hasil atau nilai yang menitik beratkan pada mutu kerja
apakah sesuai dengan standar kerja atau tidak.
2. Kuantitas kerja
Menitik beratkan kepada hasil seberapa banyak yang dihasilkan
seseorang pada kerja pada satuan waktu atau periode tertentu.
3. Pengetahuam tentang pekerjaan
Kemampuan seseorang dapat dilihat dengan seberapa besar dia
memahami apa yang sedang dikerjakan termasuk tanggung jawab apa yang harus
dilaksanakan.
4. Pendapat atau pernyataan yang disimpulkan.
Kemampuan seorang karyawan untuk mengambil kesimpulan terhadap
ide atau hasil kerja yang diberikan kemudian diterapkan sesuai prosedur kerja.
5. Perencanaan kerja
Merupakan suatu rangkaian kerja untuk melakukan persiapan guna
menunjang pelaksanaan kerja sampai dengan pada pencapaian hasil kerja.
Fungsi dari perencanaan adalah sebagai konsep awal dalam menjalankan alur
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan usaha
yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dalam menghadapi tugas yang telah
diterima.
2.2 Teori Atribusi
Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang.
Apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau faktor eksternal. Misalnya
karakter, sifat, sikap, ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal misalnya tekanan
situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu
(Luthans,2005). Teori atribudi mempelajari proses bagaimana seseorang
menintepretasikan suatu peristiwa, mempelajari bagaimana sseorang
mengintepretasikan alasan atau sebab perilakunya.
Menurut Luthans (2005), teori atribusi mengacu pada bagaimana orang
menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses
kognitif dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor yang mempengaruhi atau
masuk akal terhadap perilaku orang lain. Terdapat dua jenis umum atribusi yang ada
pada orang, yaitu atribusi disposisional, yang menganggap perilaku seseorang berasal
dari faktor internal seperti ciri kepribadian, motivasi atau kemampuan, dan atribusi
situasional yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal seperti
peralatan atau pengaruh sosial dari orang lain. Fritz Heider juga menyatakan bahwa
kekuatan internal (atribut personal seperti kemampuan, usaha dan kelelahan) dan
bersama-sama menentukan perilaku manusia. Orang akan berbeda perilakunya apabila mereka
lebih merasakan atribut internalnya daripada atribut eksternalnya.
Menurut Kelly dalam Gibson (1994) penentuan atribusi penyebab apakah
seseorang dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu :
1. Konsensus, adalah perilaku yang ditunjukkan jika semua orang
menghadapi situasi yang serupa merespon dengan cara yang sama,
2. Kekhususan, adalah perilaku yang ditunjukkan individu berlainan dalam
situasi yang berlainan.
3. Konsistensi, adalah perilaku yang sama dalam tindakan seseorang dari
waktu ke waktu.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa teori atribusi dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang (auditor). Faktor internal yang dapat
mempengaruhi kinerja auditor diantaranya adalah kecerdasan emosional, persepsi
kode etik, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja
auditor adalah tekanan waktu.
2.3 Kecerdasan Emosional
Emosional yang ada pada diri seseorang dapat mempengaruhi kinerja
seseorang, terkadang apabila tingkat emosional seseorang sedang tidak stabil, akan
seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar atau karena ada banyak berbagai
tuntutan yang harus dihadapi.
Menurut John, Robert dan Matteson (2002) kerja emosional dapat
memodifikasi dan mengelola organisasi menjadi efektif. Namun, walau kerja
emosional dapat efektif secara organisasi, mungkin terdapat efek bagi karyawan
secara individual. Beberapa penelitian menemukan bahwa mengelola emosi
merupakan hal yang sangat memancing stress dan mungkin menghasilkan kejenuhan.
Asumsinya adalah bahwa mengelola emosi memerlukan usaha, waktu, dan energi.
Kinerja seseorang tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna,
tetapi juga kemampuan menguasai diri dan mengelola diri sendiri serta kemampuan
dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000) dalam Trihandini
(2005). Chermiss dalam Prihandini (2005) mengungkapkan bahwa walaupun
seseorang memiliki kinerja yang baik, tetapi apabila dia memiliki ifat yang tertutup
dan tidak dapat berinteraksi dengan orang lain dengan baik, maka kinerjanya tidak
akan berkembang.
Ada dua cara bagi seseorang untuk mengelola emosional, pertama melalui apa
yang disebut surface acting, dimana seseorang mengatur ekspresi emosionalnya,
yang kedua melalui deep acting dimana seseorang memodifikasi perasaan untuk
mengekspresikan suatu emosi yang diinginkan. (John, Robert, dan Matteson, 2002).
Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan
saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu
kemampuan kognitif murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ).
Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional kedalam 5 komponen yaitu
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial. Kelima
komponen tersebut dijadikan penulis sebagai indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel kecerdasan emosional dalam penelitian ini.
a. Kesadaran diri
Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu
kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri
dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menguasai emosi diri sedemikian sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan
dan menuntun seseoang menuju sasaran. Motivasi membantu seseorang mengambil
inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan
Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain,mampu memahami
prespektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan
diri sendiri dengan berbagai macam orang.
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial berarti menangani emosi dengn baik ketika berhubungan
dengan orang lain dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi
dengan lancar, menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perelisihan dan untuk bekerja sama
dan bekerja dalam tim.
Menurut konsep diatas, kecerdasan emosional pada dasarnya merupakan
pengendalian penggunaan emosional pada diri sendiri. Bagaimana seseorang dapat
mengelola emosi yang ada agar menjadi lebih bermanfaat, sehingga sesuatu yang
dikerjakan akan tetap terkendali.
2.4 Persepsi Kode Etik 2.4.1 Persepsi
Persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan mengintepretasikan
kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka
(Robbins, 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) persepsi adalah
pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang didapat
atau diterima. Sedangkan persepsi sendiri berasal dari bahasa latin perception yang
Agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya obyek yang dipersepsikan, alat indera atau
reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus, dan adanya perhatian yang merupakan
langkah pertama dalam mengadakan persepsi psikologis (Walgito, Bimo, 1997).
Gibson (1997) menyebutkan bahwa kinerja seorang pegawai (auditor),
dipengaruhi oleh variabel individual dan variabel lingkungan. Secara garis besar,
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang (auditor) adalah:
1. Faktor berasal dari individu itu sendiri, yaitu ketrampilan dan kemampuan,
faktor psikologis yang meliputi motivasi, nilai-nilai, persepsi, sikap dan
kepribadian.
2. Faktor diluar individu atau lingkungan atau faktor situasional yang meliputi
struktur organisasi, kepemimpinan, system imbalan, karakteristik dan
In d iv id u al
Berikut adalah gambaran rerangka perilaku individu :
Sumber : Gibson, Ivancevich, and Donnely (1997) Organisasi Perilaku Struktur,
Proses, edisi ke-8. Erlangga. Jakarta.
Gambar diatas memberikan gambaran atau suatu model yang sederhana tetapi
cukup komprehensif dalam memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
dan tindakan seorang pegawai (auditor) dan hubungannya dengan kinerja yang
dan kinerja individu., yaitu variabel individual yang mencakup kemampuan dan
ketrampilan, latar belakang keluarga. Faktor psikologis (kepribadian, persepsi, sikap
dan nilai-nilai), faktor demografis (pendidikan, umur, suku/ras, jenis kelamin) serta
variabel lingkungan seperti desain pekerjaan, struktur organisasi, kebijakan dan
peraturan perusahaan, gaya kepemimpinan, system penghargaan dan sanksi, sumber
daya atau pendukung lainnya.
Salah satu aspek dari psikologis individu yang perlu diperhatikan dalam
hubungannya dengan kinerja adalah persepsi. Persepsi adalah proses dari seseorang
dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsuran
sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis (Gibson,1997). Setiap orang
akan memberikan arti sendiri terhadap rangsangan yang diterimanya. Persepsi setiap
individu akan berbeda walaupun melihat hal yang sama.
Sementara itu McShane dan Von Glinov dalam Widiarti (2007) membuat
sebuah konseptual tetntang kinerja seseorang yang dikenal denan model MARS yang
merupakan Motivation, Ability, Role perception, dan Situasional factors. Keempat
faktor tersebut secara konsisten dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti nilai,
kepribadian, persepsi, emosional dan sikap, dan tekanan yang dipersepsikan.
Keempat faktor yang melatarbelakangi kinerja seseorang harus hadir secara
bersama-sama untuk suatu tujuan. Kemampuan seseorang tidak akan berarti apa-apa
tanpa adanya persepsi yang jelas akan peranannya dalam situasional yang kondusif.
Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur
dan mengintepretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman
yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran
yang berarti atas apa yang dipersepsikannya.
Jadi dalam konteks penelitian ini persepsi dapat diartikan sebagai penerimaan
atau pandangan auditor melalui proses yang didapat dari pengalaman dan
pembelajaran sehingga auditor mampu untuk memutuskan mengenai suatu hal yang
dapat mempengaruhi kinerja yang dihasilkan.
2.4.2 Kode Etik Akuntan
Kode Etik Akuntan adalah norma yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan kliennya, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan
masyarakat.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus
memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral yang
mengatur tentang perilaku professional (Agus, 2004) dalam Herawaty dan Susanto
(2010). Pada kode etik profesi akuntan diatur mengenai berbagai masalah, baik
masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis
pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor. Etika profesional dikeluarkan oleh
organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik
profesinya bagi masyarakat. Menurut Wikipedia kode etik profesi akuntan publik
adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota akuntan publik Indonesia dan
Maryani dan Ludigdo (2001) menjelaskan bahwa kode etik adalah
seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik
yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau profesi. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada
karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan
keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Pada kode etik profesi akuntan diatur
mengenai berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri
auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor.
Kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga,
menjunjung dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung
jawab, berintegritas, bertindak secara objektif dan menjaga independensinya terhadap
kepentingan berbagai pihak dan hati-hati dalam menjalankan profesi.
Seorang auditor harus menaati kode etik profesi akuntan publik untuk
menjamin bahwa kinerja yang dimiliki dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
kode etik akuntan publik yang berlaku di Indonesia. Adanya persepsi terhadap kode
etik akuntan publik, akan mendorong auditor untuk memiliki kinerja yang baik.
Finn et.al., (1988) menyatakan bahwa akuntan seringkali dihadapkan pada
situasi adanya dilemma etika yang menyebabkan dan memungkinkan auditor tidak
dapat bersikap independen. Untuk menjaga kualitas kinerjanya, auditor diminta untuk
tetap bersikap independen terhadap klien. Namun dalam kondisi yang sama,
mempengaruhi kinerja auditor. Secara sosial auditor juga bertanggungjawab kepada
masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan pribadi atau
kepentingan ekonomis semata. Situasi seperti ini sangat sering dihadapi oleh auditor.
Seorang auditor yang memiliki persepsi kode etik yang baik dalam
melaksanakan proses audit maka akan memiliki kinerja yang lebih baik. Menurut
Cohen et.al (1998) dalam Alfianto (2002) akuntan adalah profesi yang memberi
informasi bagi pembuatan keputusan masyarakat dan sebagai seorang profesional,
akuntan memiliki kewajiban untuk menyajikan informasi keuangan yang handal.
Untuk melaksanakan kewajibanya tersebut secara profesional, perilaku akuntan harus
konsisten dengan kode etik. Persepsi yang tinggi terhadap kode etik akan menjadikan
auditor untuk bertindak sesuai dengan kode etik dan kualitas kinerja yang dihasilkan
pun akan maksimal.
Indikator yang digunakan untuk mengukur etika profesi dalam penelitian ini
adalah prinsip etika dan aturan etika (Kusrini, 2008). Berdasarkan standar profesi
akuntan publik 1 Januari 2009 Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Kesatu : Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai professional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua
b. Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.
c. Prinsip Ketiga : Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
d. Prinsip Keempat : Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e. Prinsip Kelima : Kompetensi dan kehati-hatian profsional
Setiap anggota harus menjalankan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legalisasi dan
teknik yang paling mutakhir.
f. Prinsip Keenam : Kerahasiaan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
professional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. Prinsip Ketujuh : Perilaku professional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h. Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesua dengan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit akan meningkat jika profesi
akuntan publik dapat menerapkan seluruh standar mutu yang tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan audit yang dilaksanakan anggota profesi tersebut. Prinsip etika
profesi akuntan yang telah disebutkan diatas, merupakan ketetapan yang harus
dipatuhi oleh seorang akuntan publik. Sedangkan Aturan Etika terdiri dari :
1. Aturan Etika Nomor 100 tentang Independensi, Integritas, dan Objektivitas
101. Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan
sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur
dalam standar profesional akuntan publik yang diterapkan IAI. Siap independen
tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan
102. Integritas dan objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas
dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak
boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang
diketahuinya atau mengalihakan pertimbangannya pada pihak lain.
2. Aturan nomor 200 tentang standar umum dan prinsip akuntansi
201. Standar Umum
Anggota KAP arus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang
terkait yang dikeluarkan oleh badan pengantar standar yang ditetapkan IAI.
1. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh memberikan jasa profesional
yang secara layak diharapkan data diselesaikan dengan kompetensi profesional.
2. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan
pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
3. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi
secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
4. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang
memadai untuk menjadikan dasar yang layak bagi sipulan atau rekomendasi
sehubungan denga pelaksanaan jasa profesionalnya.
202. Kepatuhan terhadap standar
Anggota KAP yang melaksanakan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi
203. Prinsip-prinsip akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan :
1. Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laopran keuangan atau
data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum atau.
2. Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus
dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku, apabila laporan atau data tersebut memuat
penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan keunagna atau data
secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan
penagtur standar yang ditetapkan oleh IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan
atau data mungkin memuat penyimpangan tersebut diatas. Dalam kondisi
tersebut, anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan
menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara
mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya, serta alasan mengapa
kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berterima umum akan menghasikan
laporan yang menyesatkan.
3. Aturan etika nomor 300 tentang tanggung jawab kepada klien.
301. informasi klien yang rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia,
(1) Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan
aturan etia kepatuhan terhadap standard an prinsip-prinsip akuntansi.
(2) Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi
peraturan perundabg-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi
penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap
ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai
dengan kewenangan IAI.
(4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian
komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk oleh
IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyelidikan dan review diatas, tidak boleh
memanfaatkannya untuk kepentingan diri priadi mereka atau mengungkapkan
informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan
tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi anggota dalam pemberian informasi
sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah
seperti telah diungkapakan dalam butir (4) diatas atau review praktik profesional
(review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) diatas.
302. Fee profesional
1. Besarnya fee
untuk melaksanakanjasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan
pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara
menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
1. Fee Kontijen
Fee kontijen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional tanpa adanya fee yang dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil
tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
Fee dianggap tidak kontijen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur
atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyidikan hokum
atau temuan badan pengatur, anggota KAP tidak diperkenankan untuk
menetapkan fee kontijen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi
independensi.
4. Aturan Etika nomor 400 tentang tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
401. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
Anggota wajib memelihara citra profesi dengan tidak melakukan
perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402. Komunikasi antara akuntan publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengn akuntan publik terdahulu
bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan
publik terdahulu. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis
403. Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi
yang jenis atestasi dan periode sama dengan periatan yang dilakukan akuntan
yang lebih dulu ditunjuk oleh klien, kecuali apabila perikatan tersebut
dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan
yang dibuat oleh badan yang berwenang.
5. Aturan etika nomor 500 tentang tanggung jawab dan praktik lain.
501. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan.
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan
perkataan yang mencemarkan profesi.
502. Iklan, promosi, dan kegiatan pemasaran lainnya.
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan
mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan
kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
503. Komisi dan Fee Reveral.
(1) Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan atau diterima dari klien atau pihak lain untuk memperoleh
perikatan dari klien atau pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk
memberikan atau menerima komisi apabila pemberian/ penerimaan tersebut
Fee reveral (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan atau diterima
kepada atau dari sesame penyedia jasa profesional akuntan publik. Free reveral
hanya diberikan bagi sesama profesi.
(3) Bentuk Organisasi dan KAP
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi
yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau tidak
menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi kode etik adalah
pemahaman, pengintepretasian, dan penerapan seorang auditor pada kode etik profesi
aukuntan publik (auditor).
2.5 Tekanan waktu
Alokasi waktu yang sangat terbatas, akan menyebabkan auditor bekerja secara
tergesa- gesa dan dapat menurukan kinerja auditor. Hal ini akan mempengaruhi
tingkat kinerja auditor, contohnya auditor kurang teliti dalam pendekteksian salah saji
dalam laporan keuangan, mereview dokumen tidak secara maksimal, bekerja tidak
sesuai prinsip akuntansi yang ditetapkan, kurang fokus dalam menerima penjelasan
dari klien, ataupun tidak melakukan prosedur yang seharusnya dilakukan.
Suatu audit laporan keuangan yang dilakukan GAAS memiliki jumlah
keterbatasan yang melekat. Salah satunya adalah bahwa auditr bekerja dalam suatu
keterbatasan ekonomi yang wajar. Berikut ini adalah dua batasan ekonomi penting
1. Biaya yang memadai, pembatasan biaya audit dapat menimbulkan terbatasnya
pengujian atau penarikan sampel dari catatan akuntansi atau data pendukung yang
dilakukan secara selektif.
2. Jumlah waktu yang memadai, biasanya laporan auditor akan terbit b3-5
minggu setelah tangggal neraca. Hambatan waktu ini dapat mempengaruhi jumlah
bukti yang diperoleh tentang peristiwa dan transaksi setelah tanggal neraca yang
berdampak pada laporan keuangan.
Oleh karena itu auditor dituntut untuk melakukan efisiensi biaya dan waktu
dalam melaksanakan proses audit. Akhir-akhir ini tuntutan tersebut semakin besar
dan menimbulkan time pressure atau tekanan waktu. Tekanan waktu yang diberikan
oleh KAP kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya auit. Semakin cepat
waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil.
Keberadaan tekanan waktu ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugasnya
secepat mungkin sesuai dengan waktu yang diberikan. Adanya tekanan waktu yang
diberikan kepada auditor, secara langsung akan berpengaruh terhadap kinerja yang
dihasilkan.
Tekanan waktu merupakan suatu keadaan yang menunjukkan auditor dituntut
untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran yang sangat ketat dan kaku
(Raghunatan,1991). Kondisi tekanan waktu (time pressure) adalah suatu kondisi
dimana auditor mendapatkan tekanan dari tempatnya bekerja untuk dapat
Kelly et al. dalam Suryanita dkk (2006) membedakan antara time budget
pressure dan time deadline dengan meneliti dampak keduanya terhadap perilaku
auditor.
1. Time budget pressure adalah keadaan yang menunjukan auditor dituntut
untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang sangat ketat dan
kaku, hal ini dilakukan oleh adanya jumlah waktu yang telah dialokasikan
dalam melengkapi audit tertentu.
2. Time deadline pressure adalah usaha pengurangan waktu dalam pekerjaan
audit, hal ini timbul oleh adanya kebutuhan untuk melengkapi tugas audit
berdasarkan pedoman waktu tertentu.
Adanya tekanan waktu menyebabkan seseorang dituntut untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan dengan segera, dan apabila hal tersebut tidak tercapai maka akan
menimbulkan konflik karena waktu yang telah ditentukan untuk suatu pekerjaan audit
terlewati sehingga kinerja yang dihasilkan pun kurang maksimal.
Pada praktiknya, adanya tekanan waktu digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi seorang auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini menimbulkan
tekanan bagi auditor untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Penetapan waktu yang tidak realistis pada tugas audit khusus akan
berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung
mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila waktu yang diberikan terlalu lama hal
ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektifitas pelaksanaan audit. Dibawah
yang profesional dalam melaksanakan proses pengauditan. Kinerja auditor akan
berdampak pada laporan hasil auditan. Semakin baik kinerja auditor, maka hasil
auditan akan semakin objektif, begitu juga sebaliknya (Ventura, 2001).
Menurut Almaretta (2010) pengukuran kinerja melalui tekanan waktu dapat di
ukur melalui ketepatan waktu, pemenuhan target dengan waktu yang ditentukan,
kelonggaran waktu audit, dan beban yang ditanggung dengan keterbatasan waktu.
Kelima hal tersebut dijadikan penulis sebagai indikator dalam penelitian ini.
2.6Motivasi
Untuk meningkatkan kinerja seseorang, diperlukan motivasi yang kuat agar
tujuan dalam bekerja dapat tercapai. Motivasi merupakan dorongan bagi seseorang
dalam bekerja. Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan, keinginan,
sebab, atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Menurut Manullang (1982),
motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada karyawan. Dengan pemberian
motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada karyawan yang
bersangkutan, agar karyawan tersebut bekerja dengan segala upaya.
Menurut Robbins (2002) motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu
dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu.
Orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang
tidak. Menurut Handoko (1999) motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan