INVENTARISASI TUMBUHAN OBAT DI HUTAN LINDUNG
KEC. ULU PUNGKUT, KAB. MANDAILING NATAL
(Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)
SKRIPSI
Oleh :
Ardiansyah Muda Lubis 101201148
Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu
Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa
Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)
Nama : Ardiansyah Muda Lubis
NIM : 101201148
Program Studi : Manajemen Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Siti Latifah, S.Hut.,M.Si., Ph.D
NIP: 19710416 200112 2 001 NIP: 19760725 200812 1 001 Yunus Afifuddin, S.Hut.,M.Si
Mengetahui
Ketua Proram Studi Kehutanan
ABSTRAK
ARDIANSYAH MUDA LUBIS : Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak). Dibawah bimbingan SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut melalui jenis, cara penggunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan. Menganalisa kandungan kimia tumbuhan obat dengan cara studi pustaka. Penelitian dilaksanakan di Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dengan membuat sampling plot, studi literatur, dan identifikasi jenis tumbuhan.
Ditemukan 26 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat, dan 3 diantaranya tergolong tumbuhan obat langka. Tumbuhan yang dominan digunakan masyarakat adalah habitus herba, bagian yang dominan digunakan adalah daun. Cara perlakuan penggunaan tumbuhan obat secara langsung yang paling dominan adalah dimakan. Cara perlakuan tumbuhan obat secara tidak langsung yang paling dominan adalah direbus dan ditumbuk. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut termasuk sedang, kelimpahan jenis termasuk tidak banyak bahkan sampai jarang, sedangkan indeks kemerataan termasuk tersebar hampir merata.
ABSTRACT
ARDIANSYAH MUDA LUBIS : The inventory of medicinal plants in protected forest Ulu Pungkut subdistrict, Mandailing Natal district (Case Studies : Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages). Under Academic Supervision of SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN.
The purpose of this research is to analyze species diversity and the use of medicinal plants by the people at aroud the protected forest subdistrict Ulu Pungkut through kinds, how to use and part of plants that use for medicine. The research was held at Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages, Mandailing Natal District, Nort Sumatera Province. The research used direct observation method by making sampling plot, literatur study, and identification of plants species.
Found 26 species of plants used as medicine, and 3 of them were classified as rare medicinal plants. Most of medicinal plants that use by people was herb habitus. Leaves is the most part of medicinal plants that use by people for medicine. Eating is the general way of using medicinal plants. Cooking and smashing is the general threatment way before using the medicinal plants. Mediicinal plants species diversity in protected forest area Ulu Pungkut subdistrict including moderate, aboundance of medicinal plant species classified as not much to rare, while the evenness index included to spread almost evenly.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotanopan pada tanggal 18 Agustus 1992 dari ayah
Awaluddin Lubis (alm) dan ibu Apni Sarah Nasution. Penulis merupakan anak
kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD N 142621 Kotanopan pada
tahun 1998 – 2004, kemudian dilanjutkan di SMP N 1 Kotanopan pada tahun
2004 – 2007, lalu dilanjutkan di SMA N PLUS MADINA pada tahun 2007 –
2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di program studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) pada tahun 2012 di Hutan Pendidikan
Universitas Sumatera Utara, Tongkoh, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Kemudian pada tahun 2014, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di PT. Perum PERHUTANI Unit III Jawa Barat – Banten, KPH Bandung
Utara selama satu bulan.
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, penulis pernah
menjadi asisten dosen untuk beberapa praktikum yaitu praktikum Klimatologi
Hutan dan praktikum Inventarisasi Hutan pada tahun 2013, praktikum Geodesi
dan Kartografi pada tahun 2013, dan menjadi asisten lapangan pada Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2013. Selain itu, penulis juga
mengikuti beberapa organisasi dan komunitas seperti BKM Baitul Asyjar
Kehutanan USU, Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) USU, dan RAIN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik. Adapun judul hasil penelitian ini
adalah “Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab.
Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang
Banyak)”. Hasil penelitian ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari
pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kehutanan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti
Latifah S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si. selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini sehingga terselesaikan dengan
baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah
mendukung dan membantu dalam menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan pada
penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam
bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tumbuhan Obat... 4
Peran Tumbuhan Obat... 5
Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 7
Kondisi Umun Daerah Penelitian... 8
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 10
Alat dan Bahan Penelitian ... 10
Metode Pengambilan Data Inventarisasi Tumbuhan Obat ... 11
Analisis Data INP (Indeks Nilai Penting) ... 12
Keanekaragaman Jenis ... 13
Analisis Kandungan Kimia ... 15
Pembuatan Peta Sebaran Tumbuhan Obat ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Tumbuhan Obat ... 17
Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 25
Kelimpahan dan Keragaman Tumbuhan Obat ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tally sheet tumbuhan obat ... 12
2. Jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan lindung kec.
Ulu Pungkut desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak ... 20
3. Penyebaran jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya
di hutan lindung kec. Ulu Pungkut ... 24
4. Jenis-jenis dan nilai INP tumbuhan obat yang dijumpai
di hutan lindung pada setiap desa ... 29
5. Nilai indeks keanekaragaman, indeks kelimpahan, dan
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Desain plot tumbuhan obat... 11
2. Skema pembuatan peta sebaran tumbuhan obat... 16
3. Proporsi bagian tumbuhan yang dijadikan sebagai obat ... 26
4. Peta sebaran tumbuhan obat di kawasan hutan lindung
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Perhitungan INP tumbuhan obat pada masing-masing desa ... 38
2. Perhitungan indeks Shannon-Wienner, kelimpahan jenis, dan
indeks kemerataan pada masing-masing desa ... 41
3. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar
ABSTRAK
ARDIANSYAH MUDA LUBIS : Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak). Dibawah bimbingan SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut melalui jenis, cara penggunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan. Menganalisa kandungan kimia tumbuhan obat dengan cara studi pustaka. Penelitian dilaksanakan di Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dengan membuat sampling plot, studi literatur, dan identifikasi jenis tumbuhan.
Ditemukan 26 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat, dan 3 diantaranya tergolong tumbuhan obat langka. Tumbuhan yang dominan digunakan masyarakat adalah habitus herba, bagian yang dominan digunakan adalah daun. Cara perlakuan penggunaan tumbuhan obat secara langsung yang paling dominan adalah dimakan. Cara perlakuan tumbuhan obat secara tidak langsung yang paling dominan adalah direbus dan ditumbuk. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut termasuk sedang, kelimpahan jenis termasuk tidak banyak bahkan sampai jarang, sedangkan indeks kemerataan termasuk tersebar hampir merata.
ABSTRACT
ARDIANSYAH MUDA LUBIS : The inventory of medicinal plants in protected forest Ulu Pungkut subdistrict, Mandailing Natal district (Case Studies : Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages). Under Academic Supervision of SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN.
The purpose of this research is to analyze species diversity and the use of medicinal plants by the people at aroud the protected forest subdistrict Ulu Pungkut through kinds, how to use and part of plants that use for medicine. The research was held at Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages, Mandailing Natal District, Nort Sumatera Province. The research used direct observation method by making sampling plot, literatur study, and identification of plants species.
Found 26 species of plants used as medicine, and 3 of them were classified as rare medicinal plants. Most of medicinal plants that use by people was herb habitus. Leaves is the most part of medicinal plants that use by people for medicine. Eating is the general way of using medicinal plants. Cooking and smashing is the general threatment way before using the medicinal plants. Mediicinal plants species diversity in protected forest area Ulu Pungkut subdistrict including moderate, aboundance of medicinal plant species classified as not much to rare, while the evenness index included to spread almost evenly.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah Brazil dan Zaire, Indonesia adalah salah satu Negara yang masih
mempunyai hutan tropis terbesar di dunia. Total luas hutan di Indonesia
diperkirakan kurang lebih 143,3 juta hektar atau hampir 75,4% yang mencapai
193,3 juta hektar. Hal ini menunjukkan secara ilmiah hutan merupakan sumber
alam yang sangat penting di Indonesia. Hutan-hutan tersebut mempunyai fungsi
seperti penghasil produk-produk kayu maupun non kayu termasuk tanaman obat,
hutan lindung yang melindungi persediaan air dan mencegah erosi tanah, sebagai
cadangan alami, dan sebagai tempat rekreasi yang menyimpan keanekaragaman
flora dan fauna (Kusumawati dkk, 2003).
Keanekaragaman hayati untuk tumbuhan yang terdapat di Indonesia,
menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan
jumlah mencapai 38.000 jenis. World Conservation Monitoring Center telah
melaporkan bahwa wilayah Indonesia merupakan kawasan yang mudah dijumpai
beragam jenis tanaman obat dengan jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan
mencapai 2.518 jenis ( EISAI, 1995 dalam Galingging dan Bhermana, 2010).
Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang
telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun-temurun.
Keuntungan obat tradisional yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah
kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di
pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri dirumah. Hampir setiap orang
kelainan yang timbul pada tubuh selama hidupnya, baik ketika bayi, anak-anak,
maupun setelah dewasa (Zein, 2005).
Secara etnografis masyarakat Indonesia terdiri dari beberapa ratus suku
yang masing-masing mempunyai kebudayaan sendiri–sendiri. Kebudayaan suku
itu berbeda satu dengan yang lainnya seperti dapat diamati dari bahasa dan adat
istiadatnya. Setiap suku / etnis memiliki pengetahuan lokal serta tradisonal dalam
memanfaatkan tumbuhan obat, yaitu mulai dari jenis tumbuhannya, bagian yang
digunakan, cara pengobatan, sampai penyakit yang dapat disembuhkan. Sebagian
besar merupakan kekayaan yang diwariskan secara turun–temurun. Pengetahuan
lokal ini spesifik bagi setiap etnis, sesuai dengan kondisi lingkungan tempat
tinggal masing–masing suku / etnis (Muktiningsih dkk, 2001).
Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern dan obat-obatan tradisional menjadi salah satu alternatif. Pemanfaatan
tanaman obat sebagai bahan baku obat, terutama obat tradisional mencapai lebih
dari 1000 jenis, dimana 74% diantaranya merupakan tumbuhan liar yang hidup di
hutan (Amzu dan Haryanto, 1990 dalam Peoloengan dkk, 2006).
Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional juga semakin banyak
dinikmati oleh masyarakat karena sudah terbukti bahwa obat yang berasal dari
tumbuhan lebih menyehatkan dan tanpa menimbulkan adanya efek samping jika
dibandingkan dengan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. Namun, yang
menjadi permasalahan bagi peminat obat tradisional adalah kurangnya pengertian
dan informasi memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan-tumbuhan yang biasa
digunakan sebagai ramuan obat-obatan tradisional dan bagaimana
Pentingnya peran tumbuhan obat dalam kehidupan perlu dilestarikan,
mengingat pengetahuan mengenai pengobatan dengan menggunakan tumbuhan
obat merupakan pengetahuan lokal dan secara tradisional. Hutan lindung di
kawasan kecamatan Ulu Pungkut merupakan daerah hulu sungai. Kondisi hutan
yang berada pada daerah hulu sungai berfungsi sebagai penyedia dan melindungi
persediaan air, juga menyimpan banyak potensi yang perlu dikembangkan.
Masyarakat desa kecamatan Ulu Pungkut masih ada yang memanfaatkan
tumbuhan dari hutan sebagai obat tradisional. Tumbuhan obat yang dimanfaatkan
merupakan salah satu potensi hutan yang perlu dikembangkan. Penelitian
tumbuhan obat ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan
obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan serta kegunaannya yang
terdapat di hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut. Selain itu, penelitian ini juga
bisa melestarikan pengetahuan masyarakat lokal desa kecamatan Ulu Pungkut
mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai obat dan manfaatnya.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi tumbuhan obat yang terdapat dikawasan hutan lindung.
2. Menganalisis keanekaragaman jenis dan cara pemanfaatan tumbuhan obat
yang terdapat dikawasan hutan lindung, kecamatan Ulu Pungkut, kabupaten
Mandailing Natal.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak Dinas Kehutanan, pemerintah, masyarakat
setempat, dan BKSDA Sumatera Utara serta semua pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Tumbuhan Obat
Bangsa Indonesia telah lama mengenal tumbuhan obat. Tumbuhan obat
umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak jaman nenek moyang telah
menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun-temurun digunakan sebagai
tumbuhan obat (Simbala, 2009).
Tumbuhan obat yaitu tumbuhan yang hidup secara liar dimana bagian
tumbuhan tersebut berupa daun, batang, buah, bunga, dan akarnya memiliki
khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat-obatan tradisional. Tumbuhan obat di Indonesia merupakan
salah satu kelompok komoditas hutan dan kebun yang erosi genetiknya tergolong
pesat.
Menurut Departemen Kesehatan RI, defenisi tanaman obat Indonesia
sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978 adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu.
2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan
baku obat (prokursor).
3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
digunakan sebagai obat.
(Naemah, 2012).
Pada masyarakat lokal, sistem pengetahuan tentang alam
mempertahankan kelangsungan hidup mereka, tetapi sejalan dengan berubahnya
ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan dan arus lalulintas,
komunikasi dan informasi dari luar, menyebabkan nilai-nilai budidaya yang
selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut berkembang. Namun disisi
lain pengetahuan pemanfaatan dan cara meramu tumbuhan obat mengalami erosi
akibat masuknya obat-obatan modern dari luar (Setyowati dan Wardah, 2007).
Peran Tumbuhan Obat
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah
kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini
merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan
keterampilan, yang secara turun temurun telah diwariskan oleh generasi
berikutnya, termasuk generasi saat ini.
Semakin berkembangnya IPTEK dan pemanfaatannya bagi sektor
pelayanan medis, namun tidak berarti perkembangan tersebut telah meninggalkan
pengobatan tradisional yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dalam
menghadapi berbagai gangguan kesehatan. Dalam hal ini, tanaman obat sudah
banyak memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat. Pemanfaatan
tanaman obat dimaksudkan bagi peningkatan kesehatan fisik dan mental
(Wijayakusuma, 2000).
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan
kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tanaman obat di
Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat
liar atau dibudidayakan dalam sekala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan
kualitas dan kuantitas yang kurang memadai (Asmaliyah dkk, 2010).
Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat
penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya
masih sangat terbatas. Nenek moyang kita mengenal obat-obtan tradisional yang
berasal dari tumbuhan disekitar pekarangan rumah maupun yang tumbuh liar
disemak belukar dan hutan-hutan. Masyarakat disekitar kawasan hutan
memanfaatkan tumbuhan obat yang ada sebagai bahan baku obat-obatan
berdasarkan pengetahuan tentang pemanfaatan obat yang diwariskan secara
turun-temurun (Hidayat dan Hardiansyah, 2012).
Tumbuhan sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan, karena disamping
sebagai sumber makanan juga dapat sebagai obat. Kadang-kadang untuk
menyembuhkan suatu penyakit tidak hanya dapat disembuhkan dengan
pengobatan modern, tetapi juga disembuhkan dengan menggunakan dari tanaman
obat-obatan berkhasiat (Nursiah, 2013).
Tanaman obat yang beranekaragam jenis, habitus dan khasiatnya
mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pengembangan dan
pembangunan hutan. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan
produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan
dikembangkan bersama dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan
yang diperoleh dengan berperannya tanaman obat dalam hutan adalah pendapatan,
kesejahteraan, konservasi sebagai sumberdaya, pendidikan nonformal,
keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial
Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Dalam sejarah perkembangan farmasi, tumbuhan obat merupakan sumber
senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat berbagai jenis penyakit. Hingga
saat ini, sumber alam nabati masih tetap masih merupakan sumber bahan kimia,
baik sebagai senyawa isolate murni yang langsung dipakai seperti alkaloida
morfvin, dan papaverin, maupun tidak langsung dipakai sebagai bahan dasar
setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa bioaktif turunan yang lebih baik,
sehingga lebih potensial dan aman dipakai, seperti molekul artemisinin dari
tanaman Artemisia annua L. yang diderivatisasi menjadi artemisinin eter yang
lebih aktif mengendalikan penyakit malaria (Galingging, 2009).
Flora Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies dan
keanekaragamannya.Sebagai gambaran kekayaan dan keanekaragaman flora
Indonesia, van Steein memperkirakan bahwa spesies tanaman berbunga saja
antara 25.000-30.000 jenis. Sedangkan koleksi herbarium yang berada di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan di Bogor mempunyai lebih dari 4.000
spesies pohon dalam 668 genus yang termasuk dalam 111 famili. Sedangkan dari
herbarium yang terdapat sebagai koleksi khusus tanaman-tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis, khususnya tanaman obat yang disebut sebagai koleksi
Heyne, mempunyai 3.302 spesies dalam 1468 genus dan termasuk dalam 199
famili (Kusumawati dkk, 2003).
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika pada ketinggian
dibawahn 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran
berbagai kegiatan manusia baik secara legal maupun illegal. Berbagai ekosistem
hutan dataran rendah antara lain : tipe ekosistem hutan pantai, tipe hutan hujan
dataran rendah, dan lain–lain. Masing–masing tipe hutan ekosistem tropika
Indonesia merupakan wujud proses evolusi, interaksi yang kompleks dan teratur
dari komponen tanah, iklim (terutama cahaya, curah hujan, dan suhu), udara dan
organisme termasuk sosial-budaya manusia untuk mendukung kehidupan
keanekaragaman hayati, antara lain berbagai tumbuhan obat (Zuhud, 2008).
Menurut Hidayat dan Hardiansyah (2012), kelebihan tanaman obat
berikutnya adalah harga yang relatif murah. Menjadi sangat murah jika bisa
menanam atau mencari sendiri di kebun-kebun atau di hutan alam. Tetapi jika
harus diperoleh dalam bentuk simplisia menjadi lebih mahal. Semakin lebih
mahal, jika sudah diolah, tetapi umumnya tetap lebih murah jika dilihat
efektifitasnya. Selanjutnya sifat tanaman obat yang aman ini menyebabkan dalam
penggunaannya tidak dibutuhkan pengawasan yang ketat sehingga sering tidak
dibutuhkan bantuan tenaga medis atau para medis, tetapi cukup oleh anggota
keluarga sendiri jika diagnosa sudah jelas.
Kondisi Umum Daerah Penelitian
Hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut secara administrasi berlokasi di
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) provinsi Sumatera Utara. Hutan lindung di
kecamatan Ulu Pungkut ini berdampingan dengan sebagian daerah kawasan
Taman Nasional Batang Gadis. Wilayah Taman Nasional Batang Gadis yang
berada di daerah ini awalnya juga merupakan daerah hutan lindung dimana
kawasan Taman Nasional Batang Gadis sebelum ditunjuk menjadi kawasan
dan Hutan Produksi Tetap. Hutan Lindung yang dialihfungsikan menjadi Taman
Nasional adalah seluas 101.500 Ha.
Hutan lindung di kecamatan Ulu pungkut memiliki luas total lebih kurang
38.256 Ha. Dari hasil diskusi dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten
Mandailing Natal, desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak
merupakan desa yang banyak memanfaatkan tanaman obat dari hutan.
Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak merupakan desa
yang berdampingan dengan hutan dimana kebun maupun sawah warga ada yang
berbatasan langsung dengan wilayah hutan. Masyarakat di desa Alahankae,
Hutanagodang, dan Simpang Banyak mayoritas bekerja sebagai petani, dan
sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan wiraswata.
Data akurat mengenai luas hutan lindung di tiap-tiap desa tidak diperoleh
karena belum pernah dilakukan pengukuran langsung pada masing-masing desa.
Berdasarkan data luas hutan pada Dinas Kehutanan diperoleh data luas hutan
lindung di desaAlahankae luasnya lebih kurang 4474 Ha, di desa Hutanagodang
luasnya lebih kurang 1455 Ha, dan di desa dan di desa Simpang Banyak luasnya
lebih kurang 5618 Ha.
Keadaan topografi kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut berupa
perbukitan yang memiliki ketinggian yang bervariasi. Intensitas curah hujan di
daerah penelitian tergolong tinggi. Dimana, jumlah hari hujan rata – rata bulanan
12 sampai 13 hari dalam setiap bulannya, presipitasi rata – rata tahunan lebih
METODE PENELITIAN
Waktu danTempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2014. Penelitian
ini dilakukan di kawasan hutan lindung Desa Alangkae, Hutanagodang, dan
Simpang Banyak, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal,
Provinsi Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software Arc View,
komputer, GPS, kamera digital, pita ukur, parang, tali rafia, pisau, kompas, dan
alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan pengawetan jenis yang
belum dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah gunting, kertas koran, label,
dan alkohol untuk pengawet.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, peta lokasi
penelitian, dan buku pengenalan tumbuhan obat.
Metode Pengambilan Data
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data vegetasi tumbuhan obat
di hutan lindung ini adalah dengan teknik observasi yaitu survei langsung ke
lapangan dengan melihat langsung ketersediaan tumbuhan obat dikawasan hutan
lindung desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak dengan bantuan
masyarakat yang ahli tumbuhan obat dan studi pustaka dengan menggunakan
buku identifikasi tumbuhan obat.
Data yang dikumpulkan di lapangan yaitu data primer seperti titik
dimanfaatkan, khasiat dan cara pemanfaatan tumbuhan obat yang dilakukan
masyarakat sekitar hutan dan data sekunder seperti data tentang keadaan umum
daerah penelitian, peta administrasi daerah penelitian serta data yang diperoleh
dari sumber yang dapat dipercaya seperti instansi terkait, baik lembaga
pemerintahan maupun swasta dan lembaga kemasyarakatan serta penelitian-
penelitian yang mendukung.
Inventarisasi Tumbuhan Obat
Metode inventarisasi tumbuhan obat dilakukan dengan menggunakan
metode sampling plot, yaitu dengan membuat sampling plot didalam jalur.
Penentuan titik awal inventarisasi dalam jalur dilakukan dengan metode
purpossive sampling, dimana penetapan titik awal dilakukan berdasarkan tempat
yang dianggap banyak terdapat tumbuhan obatnya, selanjutnya dilakukan secara
systematic sampling, untuk mengetahui bagaimana keadaan sebaran dari
tumbuhan obat didaerah penelitian.
Inventarisasi dilakukan disetiap desa. Setiap desa dilakukan pengamatan
sebanyak 10 jalur, dengan panjang setiap jalur 1000 meter. Setiap jalur dibuat plot
dengan ukuran 20 x 20 meter sebanyak 10 plot. Jarak antar plot pengamatan yang
dilakukan adalah 100 m. Total plot pengamatan disetiap desanya adalah 100 plot.
Gambar 1.Desain plot tumbuhan obat
20 m
20 m
Inventarisasi juga dilakukan dengan mengambil titik jenis tumbuhan obat
yang dijumpai didalam plot pengamatan yang diteliti sebagai bahan titik untuk
pembuatan peta sebaran tumbuhan obat. Pengamatan tumbuhan obat dilakukan
secara eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan, dimana seluruh
tumbuhan obat yang ada di dalam plot akan diidentifikasi jenis serta manfaatnya
(Sembiring, 2012).
Bila memungkinkan, objek langsung diidentifikasi di lapangan, dan jika
tidak maka diambil sampel objek kemudian diherbariumkan untuk diidentifikasi
menggunakan buku panduan tumbuhan obat. Hasil dari inventarisasi tumbuhan
obat yang dijumpai dilapangan dimasukkan kedalam tally sheet
Tabel 1.Tally sheet tumbuhan obat
Jalu
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan menggunakan
formulasi metode dengan petak. Keanekaragaman dan Indeks nilai penting (INP)
tumbuhan obat dari masing–masing jenis ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
a. Kerapatan suatu jenis (K)
K =∑ ������������������
Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR = �����������
∑ �������ℎ����� � 100%
c. Frekwensi suatu jenis (F)
F =∑ ��� − ������������������������
∑ ������ℎ��� − �����
d. Frekwensi relatif suatu jenis (FR)
FR = �����������
∑ �������ℎ����� � 100%
e. Dominansi (D)
D = ∑ �������������������������
Luas petak contoh
f. Dominansi Relatif (DR)
DR = �����������
∑ �������ℎ����� � 100%
B. Keanekaragaman Jenis
1. Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
�′ = − �[���
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wienner
S = Jumlah jenis dalam petak utama
ni = Jumlah individu jenis ke-i
Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah:
H’ < 1 = keanekaragaman tergolong rendah.
H’ 1 – 3 = keanekaragaman tergolong sedang dan
H’ > 3 = keanekaragaman tergolong tinggi.
2. Kelimpahan Jenis
N = eH
Keterangan :
N = Kelimpahan jenis
e = Bilangan natural (2,71828)
H = Indeks keanekaragaman
dengan kriteria tingkat kelimpahan sebagai berikut : 0 = tidak ada atau sangat jarang
1-10 = jarang atau kadang-kadang
11-20 = sering atau tidak banyak
>20 = sangat banyak atau berlimpah-limpah
3. Indeks Kemerataan
E =ln(N)
ln(S)
Keterangan :
E = indeks kemerataan
N = kelimpahan jenis
S = jumlah jenis
Nilai indeks E akan berkisar antara 0 – 1. Nilai E akan mendekati 1 bila
jumlah individu setiap jenis dalam satu komunitas hampir merata.
C. Analisis Kandungan Kimia
Analisis kandungan kimia dalam tumbuhan obat dilakukan untuk
mengetahui senyawa kimia dari tumbuhan obat yang berfungsi sebagai obat.
Analisis kandungan kimia dilakukan berdasarkan literature maupun
penelitian-penelitian yang sudah ada. Apabila ditemukan jenis baru dilapangan yang
dimanfaatkan masyarakat sebagai tumbuhan obat maka dilakukan uji fitokimia
dengan membawa sampel tumbuhan yang dijadikan obat baik bunga, daun,
batang, maupun akar untuk di uji di laboratorium sehingga diketahui kandungan
kimia tumbuhan tersebut yang bermanfaat sebagai obat.
Pembuatan Peta Sebaran Tumbuhan Obat
Pembuatan peta sebaran tumbuhan obat ini dilakukan dengan melakukan
penumpang tindihan (overlay) antara peta administrasi Kabupaten Mandailing
Natal dengan data titik sebaran tumbuhan obat yang diambil dengan
menggunakan GPS. Proses pengolahan data titik koordinat yang diambil dari
lapangan sebagai berikut :
1. Pengambilan data dilapangan berupa data titik koordinat yang diambil
menggunakan GPS. Data titik koordinat yang diambil dilakukan pada jalur
plot pengamatan.
2. Setelah diperoleh data titik koordinat maka untuk peruses pengolahan data
tahap awal dilakukan dengan memasukkan data GPS ke perangkat
hardware (laptop) dengan menggunakan software DNR Garmin bila
memang menggunakan GPS Garmin atau dengan mengubahnya dari tabel
3. Dengan menggunakan software DNR Garmin diubah file tersebut menjadi
file berbentuk shp yang bisa dimasukkan (diolah) ke dalam software
ArcView 3.3.
4. Pada softwere ArcView 3.3 diperoleh peta yang berupa titik koordinat
untuk sebaran tumbuhan obat.
5. Setelah diperoleh peta titik koordinat sebaran tumbuhan obat lalu
ditumpangtindihkan (overlay) dengan peta administrasi Kabupaten
Mandailing Natal yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Mandailing
Natal. Hasil dari proses penumpang tindihan maka diperoleh peta sebaran
tumbuhan obat.
Gambar 2. Skema pembuatan peta sebaran tumbuhan obat
(Purwasih, 2013)
Data lapangan berupa titik sebaran tumbuh obat
Peta administerasi Kabupaten Mandailing Natal
Ubah ke *shp ArcView 3.3
Peta titik koordinat tumbuhan obat
Data jenis tumbuhan obat bentuk dbf DNR Garmin
Titik koordinat sebaran tumbuhan obat
Peta sebaran tumbuhan obat di hutan lindung, Kec Ulu Pungkut, Kabupaten
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Tumbuhan Obat
Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan langsung di kawasan hutan
lindung Kecamatan Ulu Pungkut pada desa Alahankae, Hutanagodang, dan
Simpang Banyak, ditemukan total keseluruhan tumbuhan yang digunakan
masyarakat lokal untuk pengobatan tradisional berjumlah 26 jenis. Inventarisasi
tumbuhan obat ini dilakukan dengan narasumber masyarakat yang dipercaya
mempunyai pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Dari 26 jenis tumbuhan
obat yang dijumpai dilapangan, terdiri dari 2 famili euphorbiaceae, 2 famili
amaryllidaceae, 2 famili apocynaceae, dan sisanya hanya terdiri dari 1 famili.
Jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan hutan
lindung desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak juga sudah
dimanfaatkan masyarakat yang berada didaerah lain. Semua jenis tumbuhan obat
yang ditemukan, merupakan jenis tumbuhan obat yang sudah teridentifikasi,
hanya berbeda pada penamaan nama lokalnya. Jenis tumbuhan obat, famili serta
kandungan kimia yang terdapat pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat merupakan
pengetahuan yang sangat penting dan diwariskan secara turun-temurun.
Perkembangan pengetahuan membuat budaya mengenai pengetahuan tentang
tumbuhan obat mulai berkurang, sehingga tidak semua masyarakat desa yang
mengetahui jenis-jenis dan cara pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat sebagai
obat. Masyarakat desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak juga
Setyowati dan Wardah (2007), bahwa sejalan dengan berubahnya tempat tinggal,
perubahan komunikasi dan informasi dari luar bisa menyebabkan pengetahuan
pemanfaatan dan cara meramu tumbuhan obat mengalami erosi akibat masuknya
obat-obatan modern dari luar.
Hasil inventarisasi tumbuhan obat disetiap kawasan hutan lindung,
diperoleh jumlah dan jenis tumbuhan obat yang ditemukan berbeda-beda. Pada
kawasan hutan lindung desa Alahankae ditemukan 16 jenis, kawasan hutan
lindung desa Hutanagodang ditemukan 17 jenis dan kawasan hutan lindung desa
Simpang Banyak ditemukan 14 jenis. Jenis tumbuhan obat yang dijumpai disetiap
kawasan hutan lindung ada yang sama dan ada juga yang berbeda. Jenis tumbuhan
obat yang paling banyak ditemukan berada di kawasan hutan lindung desa
Hutanagodang dan paling sedikit dijumpai di kawasan hutan lindung desa
Simpang Banyak.
Perbedaan jumlah dan jenis tumbuhan obat yang ditemukan dikarenakan
adanya perbedaan tinggi rendahnya lokasi penelitian dari permukaan laut.
Berdasarkan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan GPS, desa
Alahankae berada pada ketinggian 793 mdpl, desa Hutanagodang berada pada
ketinggian 837 mdpl, sedangkan desa Simpang Banyak berada pada ketinggian
1030 mdpl. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zuhud (2008) yang menyatakan
bahwa secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada
ketinggian dibawah 1000 meter dari permukaan laut.
Hasil identifikasi dari 26 jenis tumbuhan obat yang ditemukan, 3 jenis
Setyowati dan Wardah (2007) jenis tumbuhan obat seperti akar kuning
(Arcangelesia flava), pulai (Alstonia scholaris) dan pulo sari (Alyxia reinwardtii)
termasuk tumbuhan obat dalam kategori langka. Tumbuhan obat yang tergolong
langka tersebut ditemukan di kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut.
Walaupun tumbuhan obat tersebut dijumpai di lapangan namun jumlahnya juga
sangat sedikit. Dalam 10 jalur pengamatan disetiap kawasan hutan lindung,
tumbuhan obat yang tergolong langka tersebut hanya dijumpai dalam 3 sampai 5
jalur dengan jumlah yang sangat sedikit disetiap jalurnya.
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat lebih banyak digunakan
untuk penyakit yang masih tergolong ringan, masyarakat lebih memilih
pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat dari pada menggunakan obat
kimia. Tumbuhan obat yang digunakan tinggal diambil di kawasan hutan dan
masyarakat juga tidak perlu mengeluarkan biaya pengobatan. Selain itu,
masyarakat juga lebih percaya pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat
lebih efektif dan cepat sembuh dibandingkan dengan obat kimia. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Hidayat dan Hardiansyah (2012), yang mengatakan kelebihan
tanaman obat adalah harga yang relatif murah. Menjadi sangat murah jika bisa
menanam atau mencari sendiri di kebun-kebun atau di hutan alam. Selanjutnya
sifat tanaman obat yang aman menyebabkan dalam penggunaannya tidak
dibutuhkan pengawasan yang ketat sehingga sering tidak dibutuhkan bantuan
Table 2. Jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan lindung kec. Ulu Pungkut desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak.
No Nama Lokal / Latin Family Simplisia Obat Senyawa Kimia Manfaat
1 Akar sari (Alyxia reinwardtii ) Apocynaceae Kulit Minyak atsiri, kurkumin, dan asam organik
Masuk angin, penyakit sari (matahari kaki
membengkak) 2 Akar Siang (Arcangelesia flava) Menispermaceae Daun Akar mengandung alkaloid, dan
terpenoid. Daun, batang, dan tangkai mengandung barberin dan alkaloid
Mengobati susah buang air kecil dan besar
3 Alang-alang (Imperata cylindrical) Poaceae Akar dan daun Manitol, glukosa, sukrosa, asam malat, asam sitrat, coixol, dan anindom.
Menghentikan pendarahan
4 Asoli balik (Bidens pilosa) Asteraceae Semua bagian Akar mengandung terpenoid dan alkaloid. Batang mengandung saponim, tepenoid, steroid, dan alkaloid. Daun mengandung flavonoid, steroid dan alkaloid.
Migran sampai keluar darah
5 Bonban (Donax caniformis) Marantaceae Air dalam batang dan buah
Buah mengandung alkaloid dan tanin Iritasi mata merah dan obat bisul
6 Bulung kenari (Cordia dichotoma Forst.) Boraginaceae Daun Terpenoid dan alkaloid Obat gatal 7 Bunga jarum (Saraca asoca) Caesalpiniaceae Kulit batang dan
bunga
Asoka mengandung hematoksilin. Kulit kayu mengandung tanin, zat organik yang mengandung besi dan catachin
Obat wasir
8 Burangir (Piper betle Linn.) Piperaceae Daun Sirih mengandung minyak terbang (betlephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula, zat samak, dan kavicol.
Tabel 2. Lanjutan
No Nama Lokal / Latin Family Simplisia Obat Senyawa Kimia Manfaat
9 Dap-dap (Erythrinae folium) Papilionaceae Kulit pohon dan daun
Alkaloid, eritradina, eritrina, eritramina, hipaforina, dan erisovina.
Malaria disertai sakit pada perut
10 Galinggang (Cassia alata L.) Leuminosae Daun Rein emodina, rein
aloe-emodina-diantron, rein aloe-emodina, asam krisofanat dan tanin.
Obat kurap
11 Haramonting (Melastoma sp.) Melastomataceae Buah dan daun Saponin,flavonoid,steroid, alkaloid, dan tanin.
Batuk kering
12 Mali-mali (Leaa indica) Leeaceae Daun, akar, dan kulit batang
Daun, buah, dan akar mengandung flavonoida, disamping itu daun dan akarnya mengandung saponin. Daunnya mengandung polifenol. Akarnya mengandung tanin.
Susah buang air kecil
13 Meniran (Phyllanthus niruri) Euphorbiaceae Seluruh bagian tumbuhan
Filantin, hipofilantin, kalium, damar dan tanin flavonoid (quercetin, isoquercetinastrgalin, rutin, nirurin kaempferol-4-rhamnopyranoside, erydictyol-7-rhamnopyranoside, fesitin-4-o-glucoside) lignin dan alkaloid.
Obat demam
14 Pahu sayur (Diplazium esculentum) Polypodiaceae Pucuk daun dan akar
Daun dan akar paku mengandung saponin, akarnya juga mengandung flavonoida.
Demam panas
15 Pakis Gajah (Angiopteris evectra) Marattiaceae Bagian dalam batang dan daun
Mengandung campuran fitostroid kaspesterol, β-sitosterol, dan stigmasterol.
Tabel 2. Lanjutan
No Nama Lokal / Latin Family Simplisia Obat Senyawa Kimia Manfaat
16 Pulai (Alstonia scholaris) Apocynaceae Kulit kayu Kulit kayu mengandung alkaloid ditain, ditamin, ekitenin, ekitin, ekitamidin, alstonin, ekiserin, ekitein, porfirin, dan triterpen. Daun
mengandung pikrinin. Bunga
mengandung asam ursolat dan lupeol.
Obat sakit perut
17 Pultak-pultak (Physalis angulata) Solanaceae Daun, batang, dan akar
Asam klorogenik, asam sitrun, fisalin, flavonoid, saponin, polifenol. Buah mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin C, dan gula, sedangkan biji
mengandung asam elaidik
Penghangat badan dan penambah nafsu makan
18 Sampilpil (Gleichenia linearis) Gleicheniaceae Daun Fitostroid, dan stigmasterol Demam panas 19 Sibaguri (Sida rhombifolia L.) Malvaceae Daun Daunnya mengandung alkaloid,
kalsium oksalad, tanin, saponin, fenol, asam amino, minyak asir. Batangnya mengandung kalsium oksalat, tanin. Akar mengandung alkaloid, steroid, dan ephedrine
Obat bisul
20 Simarompu-ompu (Crinum sp.) Amaryllidaceae Daun Akar dan daun mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol. Sedangkan bunganya mengandung saponin, flavonoida, dan tanin.
Obat terkilir
21 Singkam (Bischofia javanica Blume) Euphorbiaceae Kulit kayu Kulit kayu mengandung tanin, flavonoid, saponim, terpenoid. Daun mengandung tanin, flavonoid, steroid dan alkaloid
Tabel 2. Lanjutan.
No Nama Lokal / Latin Family Simplisia Obat Senyawa Kimia Manfaat
22 Singkut (Curculigo sp.) Amaryllidaceae Daun Steroid, terpenoid, flavonoid Sakit pinggang 23 Sirungkas sipabolkas (Justicia gendarussa) Acanthaceae Daun Daun mengandung alkoloida tidak
terbang, sedikit beracun, kalium. Akar mengandung yustisin, dan minyak atsiri
Obat demam panas dan gatal
24 Suat begu (Homalomena sp.) Araceae Rimpang Rimpang nampu mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol. Daunnya mengandung saponin dan flavonoid.
Obat gatal
25 Tabar-tabar (Costus speciosus Smith) Zingiberaceae Anakan (Rimpang) Rimpang dan biji mengandung diosgenin (sapogenin steroid), tigogenin, dioscin, gracilin, sitosterol, methyltriacontane,
8-hydro-xytriacontan-25-one, 5 alfa-stigmast-9 (11)-en3beta-ol, 24 hydrox-ytriacontan-26-one, v
Obat demam panas
26 Tandiang (Cyathea sp.) Cyatheaceae Tangkai daun yang masih muda
Tumbuhan obat secara tidak langsung berpotensi memberikan pekerjaan
bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang ahli dalam meramu tumbuhan
obat. Namun, pengobatan yang dilakukan dengan menjumpai masyarakat yang
ahli tumbuhan obat di lokasi penelitian tidak menetapkan harga untuk melakukan
pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat. Pengaruh adat istiadat dan rasa
kekeluargaan masih lebih diutamakan dan ditonjolkan dalam pengobatan
tradisional menggunakan tumbuhan obat pada lokasi penelitiaan.
Jenis tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan hutan lindung
Kecamatan Ulu Pungkut terdiri dari beberapa habitus, diantaranya jenis tumbuhan
herba, perdu, sampai pohon. Dari data dilapangan masyarakat lebih banyak
memanfaatkan tumbuhan obat dengan habitus herba. Hal ini disebabkan jenis
tumbuhan obat yang habitusnya herba lebih mudah ditemukan di hutan dan
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jenis habitus tumbuhan obat
lainnya. Penyebaran jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di kawasan
hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penyebaran jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut
Habitus Nama Lokal / Ilmiah
Herba Alang-alang (Imperata cylindrical), Asoli balik (Bidens pilosa), Meniran (Phyllanthus niruri), Pahu sayur (Diplazium esculentum), Pakis Gajah (Angiopteris evectra), Pultak-pultak (Physalis angulata), Sampilpil (Gleichenia linearis), Simarompu-ompu (Crinum sp.), Singkut (Curculigo sp.), Sirungkas sipabolkas (Justicia gendarussa), Suat begu (Homalomena sp.), dan Tandiang (Cyathea sp.).
Liana Akar sari (Alyxia reinwardtii), Akar Siang (Arcangelesia flava), dan Burangir (Piper betle Linn.).
Perdu Bonban (Donax caniformis), Bunga jarum (Saraca asoca), Galinggang (Cassia alata L.), Haramonting (Melastoma sp.), Mali-mali (Leaa indica), Sibaguri (Sida rhombifolia L.), dan Tabar-tabar (Costus speciosus Smith).
Hasil diskusi dengan masyarakat yang ahli tumbuhan obat, menyatakan
masih ada jenis-jenis tumbuhan obat yang belum dijumpai pada saat
melaksanakan observasi langsung ke lapangan. Kelangkaan ini terjadi karena
rusaknya habitat tumbuhan obat tersebut. Rusaknya wilayah hutan menjadi salah
satu penyebab sulitnya ditemukan tumbuhan obat pada jenis tertentu.
Penelitian yang dilakukan di kawasan hutan lindung, kecamatan Ulu
Pungkut ini mempunyai persamaan dan perbedaan hasil dengan penelitian yang
dilakukan Sembiring di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara walaupun
sama-sama termasuk dalam pegunungan Bukit Barisan dan memiliki ketinggian
yang hampir sama. Jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat ada
yang sama dan ada yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muktiningsih
dkk (2001) yang menyatakan bahwa setiap suku / etnis memiliki pengetahuan
lokal serta tradisonal dalam memanfaatkan tumbuhan obat, yaitu mulai dari jenis
tumbuhannya, bagian yang digunakan, cara pengobatan, sampai penyakit yang
dapat disembuhkan. Sebagian besar merupakan kekayaan yang diwariskan secara
turun–temurun. Pengetahuan lokal ini spesifik bagi setiap etnis, sesuai dengan
kondisi lingkungan tempat tinggal masing–masing suku / etnis.
Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Cara pemanfaatan tumbuhan obat yang dilakukan masyarakat sekitar
kawasah hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut masih tergolong sederhana.
Pengobatan menggunakan tumbuhan obat cukup dengan mengambil sari atau pati
dari tumbuhan obat baik dengan cara merebus bagian tumbuhan yang berkhasiat
sebagai obat kemudian meminum air rebusannya, memakan langsung (tumbuhan
digunakan sebagai obat maupun menghaluskan bagian tumbuhan kemudian
menempelkannya pada bagian yang sakit. Sebagian besar jenis penyakit yang
umum disembuhkan oleh para ahli tumbuhan obat adalah penyakit ringan seperti
demem, batuk, sakit kepala, luka, bisul, cacingan, dan pilek. Sebagian kecil
penggunaan tumbuhan obat ini juga digunakan untuk jenis penyakit yang
tergolong sedang dan sering terjadi pada orang-orang yang sudah dewasa dan
lanjut usia seperti kencing manis, malaria, dan asam urat.
Bagian-bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah akar, kulit
batang, biji, buah, daun, rimpang / umbi, dan ada juga jenis herba yang semua
bagian tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat. Bagian yang paling banyak
digunakan sebagai obat adalah bagian daun. Sebagian besar pengobatan untuk
penyakit yang tergolong ringan dengan menggunakan tumbuhan obat hanya
menggunakan satu bagian dari tumbuhan obat tersebut, sedangkan untuk penyakit
yang tergolong sedang dan berat biasanya menggunakan lebih dari satu bagian
dan merupakan gabungan dari beberapa tumbuhan obat. Persentase perbandingan
penggunaan bagian tumbuhan sebagai obat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase proporsi bagian tumbuhan yang dijadikan sebagai obat
Secara umum pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat terbagi
menjadi dua, yaitu digunakan sebagai obat luar dan obat dalam. Pemanfaatan
tumbuhan obat sebagai obat luar digunakan dengan cara menghaluskan bagian
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat kemudian mengoleskan atau
menempelkannya pada bagian yang sakit seperti bisul, luka, gatal-gatal, dan
penyakit kulit lainnya. Sementara itu penggunaan tumbuhan obat sebagai obat
dalam sebagian besar digunakan dengan cara merebus bagian tumbuhan obat yang
berkhasiat sebagai obat kemudian meminum air rebusannya.
Pemanfaatan tumbuhan obat selain dengan cara menghaluskan dan
merebus bagian tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat, juga bisa dilakukan
dengan cara mengkonsumsi langsung tumbuhan obat tanpa diolah terlebih dahulu.
Tumbuhan obat yang bisa dikonsumsi langsung biasanya merupakan tumbuhan
obat yang bagian yang dimanfaatkan adalah daun muda, buah, dan biji seperti
buah haramonting (Melastoma sp.) dan daun burangir (Piper betle Linn.).
Menurut masyarakat yang ahli tumbuhan obat pada kawasan hutan lindung
Kecamatan Ulu Pungkut, pemanfaatan untuk tumbuhan obat yang bisa
dikonsumsi secara langsung (dimakan) sebaiknya dimaanfaatkan tanpa diolah
terlebih dahulu. Tumbuhan obat yang bisa dikonsumsi langsung hanya perlu
dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air. Tumbuhan obat yang yang
dikonsumsi langsung khasiatnya lebih baik dari pada diolah terlebih dahulu
seperti direbus. Hal ini disebabkan kandungan obat yang dikonsumsi secara
langsung bisa diperoleh dengan baik dibandingkan dengan pemanfaatan dengan
cara pengolahan seperti meminum rebusan air tumbuhan obat. Pemanfaatan
bahkan menghilangkan kandungan kimia yang berfungsi sebagai obat seperti
kandungan minyak atsiri dan kandungan kimia lainnya.
Kelimpahan dan Keragaman Tumbuhan Obat
Hasil inventarisasi tumbuhan obat dalam 10 jalur, dengan jumlah 100 plot
sampling dan luas 4 ha disetiap desa, ditemukan jenis tumbuhan obat yang sama
dan ada juga yang berbeda. Selain itu, juga ada jenis tumbuhan obat yang hanya
dijumpai pada salah satu kawasan hutan lindung. Jenis-jenis dan INP tumbuhan
obat pada setiap desa yang dijumpai di kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu
Pungkut dapat dilihat pada Table 4.
Tumbuhan obat dari ketiga desa dengan habitus herba yang paling
dominan adalah daun singkut (Curculigo sp.). Daun singkut dijumpai diseluruh
kawasan hutan lindung tiap desa. Indeks nilai penting (INP) daun singkut dari
desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak adalah 32,90%, 42,41%,
dan 32,50%. Banyaknya dijumpai daun singkut (Curculigo sp.) karena jenis dari
tumbuhan ini sangat menyukai tempat yang teduh atau kondisi tanpa sinar
matahari dan banyak air, sesuai dengan keadaan fisik hutan lindung di kecamatan
Ulu Pungkut sehingga daun singkut banyak tersebar dan tumbuh baik dikawasan
hutan lindung tersebut.
Tumbuhan obat yang habitusnya pohon mempunyai nilai INP yang
tergolong rendah. Hal ini disebabkan susahnya dijumpai tumbuhan obat yang
habitus pohon di kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu pungkut dan sedikitnya
pohon yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai obat.
Tumbuhan obat yang habitus pohon biasanya digunakan sebagai obat untuk
Table 4. Jenis-jenis dan nilai INP tumbuhan obat yang dijumpai di hutan lindung pada setiap desa.
Nama Lokal / Latin Indeks Nilai Penting (%)
Alahankae Hutanagodang Simpang Banyak
Akar sari (Alyxia reinwardtii) 5,53 10,77
Akar Siang (Arcangelesia flava) 9,19 Alang-alang (Imperata cylindrical) 16,62 Asoli balik (Bidens pilosa) 5,26
Bonban (Donax caniformis) 12,87
Bulung kenari (Cordia dichotoma Forst.) 100,77 9,46
Bunga jarum (Saraca asoca) 7,00 4,90
Burangir (Piper betle Linn.) 38,93* 38,14
Dap-dap (Erythrinae folium) 59,19
Galinggang (Cassia alata L.) 2,88**
Haramonting (Melastoma sp.) 12,53 5,89
Mali-mali (Leaa indica) 9,48 7,84
Meniran (Phyllanthus niruri ) 8,15 4,55 6,51
Pahu sayur (Diplazium esculentum) 14,73
Pakis gajah (Angiopteris evectra) 12,44 13,68 13,10
Pulai (Alstonia scholaris) 58,39 18,58
Pultak-pultak (Physalis angulata) 7,49
Sampilpil (Gleichenia linearis) 15,05 27,39 30,11
Sibaguri (Sida rhombifolia L.) 3,92
Simarompu-ompu (Crinum sp.) 10,74 19,93
Singkam (Bischofia javanica Blume) 50,67 28,81
Singkut (Curculigo sp.) 32,90 42,41* 32,50
Sirungkas sipabolkas (Justicia sp.) 2,67** 6,28**
Suat begu (Homalomena sp.) 36,23*
Tabar-tabar (Costus speciosus Smith) 15,29 6,11 13,72
Tandiang (Cyathea sp.) 5,96 4,21
* = INP tertinggi ** = INP terendah
Tumbuhan obat yang tergolong dalam kategori langka juga memiliki nilai
INP yang sangat kecil dan tidak ditemukan disemua kawasan hutan. Akar sari
(Alyxia reinwardtii) ditemukan dikawasan hutan lindung desa Hutanagodang dan
Simpang Banyak dengan nilai INP 5,53 dan 10,77. Akar siang (Arcangelesia
flava) hanya ditemukan pada kawasan hutan lindung desa Alahankae dengan nilai
9,19. Pulai (Alstonia scholaris) ditemukan dikawasan hutan lindung desa
Rendahnya nilai INP dari tumbuhan obat ini menunjukkan bahwa jumlah
tumbuhan obat ini sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah tumbuhan obat
lainnya.
Tumbuhan obat yang paling kecil nilai INP nya selain yang tergolong
langka adalah galinggang (Cassia alata), dan Sirungkas sipabolkas (Justicia
gendarussa). Galinggang (Cassia alata) hanya ditemukan dikawasan hutan
lindung desa Alahankae, sementara Sirungkas sipabolkas (Justicia gendarussa)
ditemukan dikawasan hutan lindung Desa Hutanagodang dan Simpang Banyak.
Kecilnya nilai INP dari kedua tumbuhan obat ini disebabkan oleh jumlahnya yang
hanya sedikit dijumpai di lapangan. Kedua tumbuhan ini dijumpai pada kawasan
hutan lindung yang tutupan tajuknya masih sangat terbuka. Kedua tumbuhan obat
ini dijumpai pada perbatasan antara lahan milik masyarakat berupa persawahan
dengan kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut.
Pada kawasan hutan lindung Desa Simpang Banyak dijumpai tiga jenis
tumbuhan obat yang hanya ditemukan di kawasan tersebut, yaitu Pahu sayur
(Diplazium esculentum), Dap-dap (Erythrinae folium), dan Suat begu
(Homalomena sp.). Tumbuhan obat ini hanya di temukan di kawasan hutan
lindung Desa Simpang Banyak karena kondisi hutan lindung Desa Simpang
Banyak yang sangat lembab dan banyak air. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh
ketinggian tempat Desa Simpang Banyak yang berada di atas 1000 mdpl.
Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan
lindung kecamatan Ulu Pungkut dilihat dari hasil perhitungan nilai indeks
keanekaragaman, indeks kelimpahan, dan indeks kemerataan tumbuhan obat yang
obat yang terdapat pada kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Nilai indeks keanekaragaman, indeks kelimpahan, dan indeks kemerataan pada setiap desa.
Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan obat dari ketiga desa tersebut
menunjukkan bahwa hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut memiliki
keanekaragaman jenis yang sedang. Soerianegara dan Indriawan (1978) dalam
Asrianny dkk (2008) menyatakan bahwa, nilai indeks keanekaragaman berkisar
antara 2-3 dimana nilai < 2 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah,
nilai yang berkisar antara 2-3 menunjukkan nilai sedang, dan nilai > 3
menunjukkan keanekaragaman yang tinggi.
Kelimpahan jenis tumbuhan obat di kawasan hutan lindung kecamatan
Ulu Pungkut termasuk jarang sampai sering. Kawasan hutan lindung desa
Alahankae memiliki indeks kelimpahan jenis 10,29 yang berarti bahwa
kelimpahan jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut tergolong sering / tidak
banyak, sedangkan pada kawasan hutan lindung desa Hutanagodang dan Simpang
Banyak, indeks kelimpahan jenisnya 8,53 dan 7,76 yang berarti bahwa
kelimpahan jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut tergolong jarang atau
kadang-kadang.
Kemerataan tumbuhan obat di kawasan hutan lindung kecamatan Ulu
Pungkut tergolong tersebar hampir merata. Kawasan hutan lindung desa
kawasan hutan lindung desa lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh perbedaan
ketinggian tempat masing-masing daerah kawasan sehingga jenis tertentu tidak
bisa tumbuh dan tersebar merata disemua tempat.
Peta Sebaran Tumbuhan Obat
Setelah dilakukan inventarisasi dan pengambilan titik koordinat tumbuhan
obat di lapangan, maka dibuat peta sebaran tumbuhan obat yang berada pada
masing-masing kawasan hutan lindung. Peta sebaran tumbuhan obat yang berada
pada kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut dapat dilihat pada gambar 3.
Peta sebaran tumbuhan obat dibuat dengan cara menumpangtindihkan
(overlay) titik-titik koordinat tumbuhan obat yang diambil disepanjang jalur dan
berada dalam plot pengamatan dengan peta administrasi Kabupaten Mandailing
Natal yang diperoleh dari kantor BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah) Madina. Titik tumbuhan obat yang diambil merupakan titik koordinat
jenis tumbuhan obat yang dijumpai dan juga titik tumbuhan obat yang paling
dominan yang berada disepanjang jalur dan berada dalam plot pengamatan.
Peta yang dibuat seperti mewakili seberan tumbuhan obat pada
masing-masing kawasan hutan lindung tiap desa namun pada dasarnya belum bisa
mewakili sebaran seluruh tumbuhan obat yang berada pada masing-masing
kawasan desa tersebut, mengingat luasnya kawasan hutan lindung pada tiap-tiap
desa.
Peta sebaran tumbuhan obat juga bisa menunjukkan bahwa luasan
kawasan hutan lindung yang paling luas belum tentu memiliki sebaran tumbuhan
obat yang paling banyak. Dapat dilihat pada peta, yang berwarna kuning
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jumlah tumbuhan obat yang ditemukan di lapangan berjumlah 26 jenis dan 3
diantaranya termasuk tumbuhan obat langka.
2. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di kawasan hutan lindung kecamatan
Ulu Pungkut tergolong dalam kategori sedang dengan cara pemanfaatan yang
tergolong sederhana.
Saran
Sebaiknya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan lindung
kecamatan Ulu Pungkut tidak melakukan konversi lahan wilayah hutan menjadi
kebun sehingga kelestarian jenis dari tumbuhan obat yang ada tetap bisa dijaga
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 2. Salemba Medika. Jakarta.
Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 3. Salemba Medika. Jakarta.
Amzu, E. dan Haryanto. 1990. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. Seminar nasional Pemanfaatan Tumbuhan Obat. Bogor.
Arief, A. 2001. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kabupaten Karo. Departemen Kehutanan USU. [Belum Dipublikasikan]. Medan.
Asmaliyah, dkk. 2010. Pengembangan Biofarmaka di Sumatera Selatan. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Palembang.
Asrianny, dkk. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan Memanjat) Pada Hutan Alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Perennial, 5(1) : 23-30.
Dalimarta, S. 2003. Atlas tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Puspa Swara. Jakarta.
Dalimarta, S. 2008. Atlas tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Puspa Swara. Jakarta.
Dalimarta, S. 2009. Atlas tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Puspa Swara. Jakarta.
EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia. Jakarta. 453 hal.
Galingging, R. Y. 2009. Tanaman Obat Langka dan Potensial dari Kalimantan Tengah. Plasma Nuftah Indonesia. Nomor 21 Tahun 2009.
Galingging, R. Y, dan Bhermana, A. 2010. Pewilayahan Plasma Nuftah Tanaman Obat Berbasis Sistem Informasi Geografi di Kalimantan Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya.
Hidayat, D dan Hardiansyah, G. 2012. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Camp Tontang Kabupaten Sintang. Vokasi Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 hal 61-68.
Hamzari. 2008. Identifikasi Tanaman Obat-Obatan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Tabo-Tabo. Hutan dan Masyarakat vol. III No. 2 Agustus 2008, 111-234.
Kusumawati, I, dkk. 2003. Eksplorasi Keanekaragaman dan Kandungan Kimia Obat di Hutan Tropis Gunung Arjuno. Bahan Alam Indonesia Vol. 2, No. 3, Januari 2003.
Manuputty, A. H, dkk. 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Maluku. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Muktidiningsih, S. R, dkk. 2001. Review Tanaman Obat yang Digunakan Oleh Pengobat Tradisional di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor 4 Tahun 2001.
Mursito, B. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Naemah, D. 2012. Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Bagi Masyarakat Dayak di Kecamatan HantakanKabupaten Hulu Sungai Tengah. Laporan Penelitian. Universitas Lambung Mengkurat. Banjarbaru.
Nursiyah. 2013. Studi Deskriptif Tanaman Obat Tradisional yang Digunakan Orangtua Untuk Kesehatan Anak Usia Dini di Gugus Melati Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Peoloengan, M. dkk. 2006. Aktivitas Antimikroba dan Fitokimia dari Beberapa Tanaman Obat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006.
Purwasih, H. 2013. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Tanaman Beberapa Jalur Hijau Jalan Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sembiring, R. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Setyowati, F. M, dan Wardah. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Masyarakat Talang Mamak di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Riau. Biodiversitas Vol. 8, No. 3. hal : 228-232.
Simbala, H. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa jenis Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal Juli 2009, Vol. 1(4) : 489-494.
Wijayakusuma, H. 2000. Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia Sebagai Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, 2000.
Zein, U. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. e-USU Repository. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lampiran 1. Perhitungan INP tumbuhan obat pada masing-masing desa.
1. Perhitungan INP tumbuhan obat di desa Alahankae
Lampiran 2. Perhitungan indeks Shannon-Wienner (H’), kelimpahan jenis (N), dan Indeks kemerataan (E) pada masing-masing desa
1. Perhitungan H’, N, E pada desa Alahankae
No Jenis ni ni/N ln H' N ln N ln S E
1 Akar Siang (Arcangelesia flava) 62 0,02 3,61 0,09 10,29 2,33 3,13 0,74
2 Alang-alang (Imperata cylindrical ) 360 0,15 1,85 0,28
3 Asoli balik (Bidens pilosa) 74 0,03 3,44 0,11
4 Bulung kenari (Cordia dichotoma Forst.) 2 0,00 7,05 0,00
5 Bunga jarum (Saraca asoca) 43 0,01 3,98 0,07
6 Burangir (Piper betle Linn.) 464 0,20 1,60 0,32
7 Galinggang (Cassia alata L.) 27 0,01 4,44 0,05
8 Haramonting (Melastoma sp.) 147 0,06 2,75 0,17
10 Mali-mali (Leaa indica) 45 0,01 3,93 0,07
11 Meniran (Phyllanthus niruri ) 117 0,05 2,98 0,15
12 Pakis gajah (Angiopteris evectra) 66 0,02 3,55 0,10
13 Pultak-pultak (Physalis angulata) 86 0,03 3,28 0,12
14 Sampilpil (Gleichenia linearis) 300 0,12 2,04 0,26
15 Singkut (Curculigo sp.) 380 0,16 1,80 0,29
16 Tabar-tabar (Costus speciosus Smith) 116 0,05 2,99 0,15
17 Tandiang (Cyathea sp.) 19 0,00 4,79 0,03
Jumlah 2,33
N 2308
2. Perhitungan H’, N, E pada desa Hutanagodang
No Jenis ni ni/N ln H' N ln N ln S E
1 Akar sari (Alyxia reinwardtii ) 48 0,02 3,76 0,08 8,53 2,14 3,09 0,69
3 Bonban (Donax caniformis ) 120 0,05 2,84 0,16
4 Bunga jarum (Saraca asoca) 35 0,01 4,07 0,06
5 Burangir (Piper betle Linn.) 450 0,21 1,52 0,33
6 Haramonting (Melastoma sp.) 62 0,02 3,50 0,10
7 Mali-mali (Leaa indica) 36 0,01 4,05 0,07
8 Meniran (Phyllanthus niruri ) 61 0,02 3,52 0,10
9 Pakis gajah (Angiopteris evectra) 57 0,02 3,59 0,09
10 Pulai (Alstonia scholaris) 12 0,00 5,14 0,02
11 sampilpil (Gleichenia linearis) 487 0,23 1,44 0,34
12 Sibaguri (Sida rhombifolia L.) 28 0,01 4,30 0,05
13 Simarompu-ompu (Crinum sp.) 76 0,03 3,30 0,12
14 Singkam (Bischofia javanica Blume) 16 0,00 4,86 0,03
15 Singkut (Curculigo sp.) 485 0,23 1,45 0,34
16 Sirungkas sipabolkas (Justicia sp.) 22 0,01 4,54 0,04
17 Tabar-tabar (Costus speciosus Smith) 60 0,02 3,54 0,10
18 Tandiang (Cyathea sp.) 14 0,00 4,99 0,03
Jumlah 2,14
N 2069