EFEKTIVITAS PEMBERIAN BEBERAPA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
DI PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH :
PERDANA ROY OKSEMSA PURBA / 090301074 AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
EFEKTIVITAS PEMBERIAN BEBERAPA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
DI PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH :
PERDANA ROY OKSEMSA PURBA / 090301074 AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : EFEKTIVITAS PEMBERIAN BEBERAPA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN KARET
(Hevea brassiliensis Muell. Arg.) DI PEMBIBITAN
Nama : Perdana Roy Oksemsa Purba
NIM : 090301074
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Nini Rahmawati, SP. MSi) (Ir. Emmy Harso Kardhinata, MSc.)
NIP :1972 0215 2001 122 002 NIP.1959 1118 1996 031 001
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Mengetahui,
(Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D.) NIP. 1964 0620 198903 2 001
Ketua Program Studi
ABSTRAK
PERDANA ROY OKSEMSA PURBA : Efektivitas Pemberian Beberapa
Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) terhadap Pertumbuhan Tanaman
Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Pembibitan, dibimbing oleh
NINI RAHMAWATI dan EMMY HARSO KARDHINATA.
Penggunaan pupuk kimia sering dipilih petani untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Akan tetapi penggunaan pupuk kimia ini lama kelamaan akan membuat kesuburan tanah berkurang disebabkan matinya mikrorganisme di dalam tanah dan tanah menjadi padat sehingga perakaran tanaman tidak bisa bekerja dengan baik. Oleh karena itu pemberian pupuk hayati berupa FMA diharapkan dapat menggantikan peranan pupuk kimia dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman karet yang berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian ± 25 dpl dari bulan Juli sampai September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor yaitu beberapa jenis spora FMA (spora mikoriza hitam besar, spora mikoriza hitam kecil, spora mikoriza kuning besar, spora mikoriza kuning kecil, spora mikoriza indigenous
karet hitam, spora mikoriza indigenous karet kuning, spora Glomus spp.).
Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi tanaman, jumlah klorofil, panjang akar, volume akar, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, berat kering akar dan jumlah spora.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian beberapa jenis FMA belum berperan dalam pertumbuhan tanaman karet di pembibitan. Pemberian beberapa jenis FMA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah spora, sementara untuk parameter lainnya berpengaruh tidak nyata.
ABSTRACT
PERDANA ROY OKSESMSA PURBA : The effectivity of Aplication some type Arbuscular Mychorriza Fungi (AMF) on rubber growth in seedlings, supervised by NINI RAHMAWATI and EMMY HARSO KARDHINATA.
The application of chemical fertilizer is often selected by farmer to increase the rubber growth. However the uses of chemical fertilizer in process of time will bit into land fertility caused the death of microbe in the ground and the land condition will be solid, it caused root plants can not absorb a nutrition. So the application of biological fertilizer like AMF expected to replace chemical fertilizer to increase a rubber growth in continuing time. This research had been conducted in plastic house of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra (± 25 m asl) from July - September 2013. Method of this research is non factorial randomized block design with 7 treatments, that is the type of AMF spore (big black AMF spores, small black AMF spores, big yellow AMF spores, small yellow AMF spores, black indigenous of rubber AMF spores, yellow indigenous of rubber AMF spores, spores of Glomus spp.). Parameters observed were addition of plant height, total of cholorofil, root length, root volume, weight of wet shoot, weight of wet root, weight of dry shoot, weight of dry root and total of spores.
The result showed that the addition of some type AMF significantly influenced total of spores, but for the other parameters influenced not significantly.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Perbaungan pada tanggal 20 Oktober 1991 dari ayah
Jawalmen Purba (+) dan ibu Lely Nurliana Saragih. Penulis merupakan putra
kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, Deli Serdang
dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian
Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan
Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pemerintahan
mahasiswa fakultas pertanian universitas sumatera utara (Pema FP-USU), sebagai
asisten praktikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan (2011-2013),
Laboratorium Anatomi Tumbuhan (2012-2013) dan Laboratorium Nutrisi dan
Analisis Pertumbuhan Tanaman (2013).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Efektivitas Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di
Pembibitan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
ibu Nini Rahmawati, SP, MSi. selaku ketua komisi pembimbing dan
bapak
yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini.
Penulis sangat berterima kasih kepada ibu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili S, MS, DAA.
yang telah membantu dalam pelaksanaan dan pembiayaan penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji pada seminar usul dan hasil
penelitian yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini
serta kepada seluruh staf pengajar, staf pegawai dan sahabat di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam kelancaran studi
dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga hasil
skripsi ini bermanfaat bagi perkebunan tanaman karet serta bermanfaat bagi pihak
yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 6
Iklim ... 6
Tanah ... 8
Pembibitan Tanaman Karet ... 9
Pupuk Hayati ... 12
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Metode Penelitian ... 18
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ... 21
Persiapan Lahan ... 21
Persiapan Media Tanam ... 21
Persiapan Bahan Tanaman ... 21
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA). ... 22
Penanaman Bibit dalam Polybag ... 22
Pemupukan ... 22
Pemeliharaan ... 22
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22
Penyiangan ... 23
Panen ... 23
Pengamatan Parameter ... 23
Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) ... 23
Jumlah Klorofil ... 23
Panjang Akar (cm) ... 23
Volume akar (cm3) ... 24
Berat Basah Tajuk (g) ... 24
Berat Basah Akar (g) ... 24
Berat Kering Tajuk (g) ... 24
Berat Kering Akar (g) ... 24
Jumlah Spora ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan Jumlah Spora pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular ... 26 2. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST pada
Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular ... 27 3. Rataan Jumlah Klorofil (Klorofil a, Klorofil b dan Klorofil Total) pada
Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular ... 27 4. Rataan Panjang Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza
Arbuskular ... 28 5. Rataan Volume Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza
Arbuskular ... 28 6. Rataan Berat Basah Tajuk pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi
Mikoriza Arbuskular ... 29 7. Rataan Berat Basah Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi
Mikoriza Arbuskular ... 29 8. Rataan Berat Kering Tajuk pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi
Mikoriza Arbuskular ... 30 9. Rataan Berat Kering Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi
Mikoriza Arbuskular ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
10. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Kedua (cm) ... 44
11. Transformasi √X + 0.5 Tinggi Tanaman Minggu Kedua ... 44
12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Kedua ... 44
13. Data Minggu Ketiga Tinggi Tanaman (cm) ... 45
14. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Ketiga (cm) ... 45
15. Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Ketiga. ... 45
16. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Ketiga... 46
17. Data Minggu Keempat Tinggi Tanaman (cm) ... 46
18. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Keempat (cm) ... 46
19. Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Keempat ... 47
20. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Keempat ... 47
21. Data Minggu Kelima Tinggi Tanaman (cm) ... 47
22. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Kelima (cm) ... 48
23. Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Kelima ... 48
24. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Kelima ... 48
25. Data Minggu Keenam Tinggi Tanaman (cm) ... 49
26. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Keenam (cm) ... 49
27. Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Keenam ... 49
28. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Keenam ... 50
29. Data Minggu Ketujuh Tinggi Tanaman (cm)... 50
30. Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Ketujuh (cm) ... 50
31. Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Ketujuh ... 51
32. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Ketujuh ... 51
39. Klorofil Total ... 53
40. Transformasi √X + 0.5 Klorofil Total ... 54
41. Sidik Ragam Klorofil Total ... 54
42. Panjang Akar (cm) ... 54
43. Transformasi LOG Y Panjang Akar ... 55
44. Sidik Ragam Panjang Akar ... 55
45. Volume Akar ... 55
46. Transformasi LOG Y Volume Akar ... 56
47. Sidik Ragam Volume Akar ... 56
48. Berat Basah Tajuk (g) ... 56
49. Transformasi LOG Y Berat Basah Tajuk... 57
50. Sidik Ragam Berat Basah Tajuk ... 57
51. Berat Basah Akar (g) ... 57
52. Transformasi LOG Y Berat Basah Akar ... 58
53. Sidik Ragam Berat Basah Akar ... 58
54. Berat Kering Tajuk (g) ... 58
55. Transformasi LOG Y Berat Kering Tajuk ... 59
56. Sidik Ragam Berat Kering Tajuk ... 59
57. Berat Kering Akar (g) ... 59
58. Transformasi LOG Y+1 Berat Kering Akar ... 60
59. Sidik Ragam Berat Kering Akar ... 60
60. Jumlah Spora ... 60
61. Sidik Ragam Jumlah Spora ... 61
62. Data Lanjutan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% ... 61
ABSTRAK
PERDANA ROY OKSEMSA PURBA : Efektivitas Pemberian Beberapa
Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) terhadap Pertumbuhan Tanaman
Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Pembibitan, dibimbing oleh
NINI RAHMAWATI dan EMMY HARSO KARDHINATA.
Penggunaan pupuk kimia sering dipilih petani untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Akan tetapi penggunaan pupuk kimia ini lama kelamaan akan membuat kesuburan tanah berkurang disebabkan matinya mikrorganisme di dalam tanah dan tanah menjadi padat sehingga perakaran tanaman tidak bisa bekerja dengan baik. Oleh karena itu pemberian pupuk hayati berupa FMA diharapkan dapat menggantikan peranan pupuk kimia dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman karet yang berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian ± 25 dpl dari bulan Juli sampai September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor yaitu beberapa jenis spora FMA (spora mikoriza hitam besar, spora mikoriza hitam kecil, spora mikoriza kuning besar, spora mikoriza kuning kecil, spora mikoriza indigenous
karet hitam, spora mikoriza indigenous karet kuning, spora Glomus spp.).
Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi tanaman, jumlah klorofil, panjang akar, volume akar, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, berat kering akar dan jumlah spora.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian beberapa jenis FMA belum berperan dalam pertumbuhan tanaman karet di pembibitan. Pemberian beberapa jenis FMA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah spora, sementara untuk parameter lainnya berpengaruh tidak nyata.
ABSTRACT
PERDANA ROY OKSESMSA PURBA : The effectivity of Aplication some type Arbuscular Mychorriza Fungi (AMF) on rubber growth in seedlings, supervised by NINI RAHMAWATI and EMMY HARSO KARDHINATA.
The application of chemical fertilizer is often selected by farmer to increase the rubber growth. However the uses of chemical fertilizer in process of time will bit into land fertility caused the death of microbe in the ground and the land condition will be solid, it caused root plants can not absorb a nutrition. So the application of biological fertilizer like AMF expected to replace chemical fertilizer to increase a rubber growth in continuing time. This research had been conducted in plastic house of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra (± 25 m asl) from July - September 2013. Method of this research is non factorial randomized block design with 7 treatments, that is the type of AMF spore (big black AMF spores, small black AMF spores, big yellow AMF spores, small yellow AMF spores, black indigenous of rubber AMF spores, yellow indigenous of rubber AMF spores, spores of Glomus spp.). Parameters observed were addition of plant height, total of cholorofil, root length, root volume, weight of wet shoot, weight of wet root, weight of dry shoot, weight of dry root and total of spores.
The result showed that the addition of some type AMF significantly influenced total of spores, but for the other parameters influenced not significantly.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk
membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat
menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil
perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit,
kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi
andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO
yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup
besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia
merupakan negara penghasil karet alam kedua terbesar di dunia setelah Thailand
(Hero dan Purba, 2010)
Tanaman karet (Hevea brassiliensis) merupakan tanaman perkebunan
yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun kelima. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut
bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Perkebunan karet Indonesia seluas 3,3 juta hektar, 85 % di antaranya
perkebunan besar swasta. Dari segi produksi Indonesia kalah dengan Thailand.
Produksi karet Indonesia selama 2006 tercatat 2,6 juta ton, kalah dibandingkan
dengan Thailand yang menempati posisi teratas dengan tiga juta ton, melalui
upaya penerapan teknologi maju dan bibit jenis unggul diharapkan mampu
meningkatkan produksi per satuan hektar sehingga tahun 2020 Indonesia bisa
menjadi produsen karet terbesar di dunia. Secara umum permasalahan utama
perkebunan karet rakyat adalah masih rendahnya produktivitas kebun (sekitar 610
kg/ha/tahun) bila dibandingkan dengan produktivitas tanaman karet perkebunan
besar yang mencapai sekitar 1100-1200 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2005).
Dalam menunjang sasaran pemerintah untuk mencapai produksi karet
alam Indonesia sebesar 3-4 juta ton/tahun pada tahun 2025 diperlukan percepatan
peremajaan karet tua seluas 400 ribu ha sampai dengan tahun 2009 dan 1,2 juta ha
sampai dengan 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila areal
perkebunan kurang produktif saat ini berhasil diremajakan dengan klon karet
unggul (Anwar, 2006).
Salah satu upaya perbaikan budidaya yang dapat dilakukan adalah
memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk
yang sangat berperan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman dapat
meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi karena tanaman karet ini merupakan
komoditi tahunan sehingga disarankan untuk memberikan pupuk yang ramah
lingkungan agar terwujud konsep pertanian berkelanjutan. Diantaranya dengan
menekan pemakaian pupuk anorganik yang dapat menyebabkan degradasi lahan
bila digunakan terus menerus. Dengan demikian diperlukan beberapa upaya
Meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk hayati karena
kegunaannya yang dapat menyediakan sumber hara bagi tanaman, melindungi
akar dari gangguan hama dan penyakit, menstimulir sistem perakaran agar
berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar, dan sebagai penawar
racun beberapa logam berat. Disamping itu aplikasi pupuk hayati dapat menekan
pemakaian pestisida sampai 50% dan meningkatkan kadar bahan organik tanah,
sehingga pendapatan petani dapat meningkat 30% (Damanik, dkk, 2011).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan salah satu pupuk hayati
yang didefenisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang
berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
tanah bagi tanaman. Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan
nonsimbiotis. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil
akar dan cendawan mikoriza. Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif
penggunaan pupuk buatan terhadap lingkungan maka sebagian kecil petani beralih
dari pertanian konvensional ke pertanian organik (Simanungkalit, dkk, 2006).
Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis
mutualisme antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi.
Sedikitnya terdapat lima manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang
menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai
penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan
inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh, dan menjamin
terselenggaranya siklus biogeokimia. Dalam hubungan simbiosis ini, cendawan
mendapatkan keuntungan nutrisi (karbohidrat dan zat tumbuh lainnya) untuk
Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sangat tergantung pada
kesesuaian antara faktor-faktor jenis FMA, tanaman dan tanah serta interaksi
ketiga faktor tersebut. Jenis tanaman berpengaruh dalam hal perbedaan tingkat
ketergantungan pada mikoriza karena terdapat tanaman tertentu yang sangat
membutuhkan keberadaan mikoriza seperti ubi kayu sedangkan tanaman lobak
tidak membutuhkan mikoriza (Rainiyati, dkk, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang efektivitas pemberian fungi mikoriza arbuskular (FMA)
terhadap pertumbuhan tanaman karet di pembibitan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian
beberapa jenis fungi mikoriza arbuskular terhadap pertumbuhan tanaman karet
di pembibitan
Hipotesis Penelitian
Jenis fungi mikoriza arbuskular memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan tanaman karet di pembibitan
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi : Spermatophyta,
Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Famili:
Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar tanaman karet
merupakan akar batang bawah yang berfungsi menyerap air dan garam-garam
mineral. Sistem perakaran tanaman karet padat atau kompak, akar tunggangnya
dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 meter sedangkan akar lateralnya
dapat menembus sejauh 10 meter. Akar yang berada pada kedalaman 0-60 cm dan
jarak 1-2,5 m dari pangkal pohon (Syamsulbahri, 1996).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun
karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring ke arah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. . Lateks inilah
yang biasanya menjadi bahan baku karet (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun karet berselang-seling, helai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak
daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak
daun berhelai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal
sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak
Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan
betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai paying yang jarang. Pangkal tenda
bunga berbentuk lonceng dan diujungnya terdapat lima taju yang sempit. Bunga
betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan
jantannya dan mengandung bakal buah yang berumah tiga
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Karet merupakan tanaman berbuah polong (diseliputi kulit yang keras)
yang sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet
dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras
dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua
warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudianmengering. Pada
waktunya pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah
tersusun atas 2-4 kotak biji. Pada umumnya berisi 3 kotak biji dimana setiap kotak
terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun
dan akan semakin banya setiap pertambahan umur tanaman (Budiman, 2012).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada
tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit
keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas
(Budiman, 2012).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman karet tumbuh baik di dataran rendah. Idealnya adalah pada tinggi
0-200 m dari permukaan laut. Penyebaran perkebunan karet di Indonesia
tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm per tahun.
Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu diantara 250 C hingga 350 C. Suhu terbaik
adalah rata-rata 280 C. Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet
adalah rata-rata berkisar diantara 75-90 %. Angin yang bertiup kencang dapat
mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Lama penyinaran dan
intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah
yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air,
sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi
pembatas (Sianturi, 2001).
Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu biasa tumbuh baik di
dataran rendah dengan ketinggian 0 - 400 meter diatas permukaan laut. Di
ketinggian tersebut suhu harian 25 - 300 C. Meskipun membutuhkan tempat yang
hangat, karet juga memerlukan kelembaban yang cukup. Karenanya, wilayah
dengan curah hujan yang tinggi (2000 - 2500 mm/tahun). Sebagai tanaman tropis,
karet juga membutuhkan sinar matahari sepanjang hari minimum 5 – 7 jam/hari
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim
sebagai berikut : suhu rata-rata harian 280C dan curah hujan tahunan rata-rata
antara 2500 – 4000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari per tahun. Pada
daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan mempengaruhi kegiatan
penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya
akan berkurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok untuk pertanaman karet
adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat yaitu Sumatera, Jawa dan
Tanah
Secara umum karet mengkhendaki tanah dengan struktur ringan sehingga
mudah ditembus air. Sementara itu, derajat keasaman atau pH tanah yang sesuai
untuk tanaman karet adalah mendekati normal (4-9) dan untuk pertumbuhan
optimalnya 5-6. kontur atay topografi tanah juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman karet. Kontur tanah yang datar lebih baik dibandingkan
dengan yang berbukit-bukit. Untuk memudahkan pengairan, lahan penanaman
karet sebaiknya dekat dengan sumber air baik sungai maupun aliran air lainnya
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah-tanah
yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang
dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan padas lebih dari 1 m,
permukaan air tanah rendah yaitu ± 1m. Sangat toleran terhadap kemasaman
tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8-3,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat
menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).
Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai pH antara 3,5-7,0.
sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut :
- solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan
- aerasi dan drainase baik, remah, porous dan dapat menahan air
- tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir
- tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
- kandungan unsur hara N,P, dan K cukup daan tidak kekurangan unsur mikro
- kemiringan tidak lebih dari 16 %, dan permukaan air tanah kurang dari 100 cm
Pembibitan Tanaman Karet
Tanaman karet diperbanyak melalui okulasi, sehingga untuk menghasilkan
bibit yang baik perlu mempersiapkan adanya batang bawah dan batang atas.
Batang bawah berupa tanaman semaian dan biji-biji klon anjuran, sedangkan
untuk batang atas berasal dari mata klon-klon anjuran. Untuk mendapatkan bibit
yang bermutu baik perlu mempersiapkan kebun batang bawah dan kebun batang
atas (entres) yang dibangun sesuai standart yang dianjurkan (Budiman, 2012).
Untuk mendapatkan tanaman karet dengan produktivitas tinggi,
penggunaan bibit tidak boleh sembarangan. Bertanam karet menggunakan bibit
sembarangan hanya akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Setelah
tanaman berproduksi dengan produktivitas rendah, peremajaan tanaman berupa
pemborosan. Produktivitas tinggi hanya bisa diperoleh dari bibit klon unggul yang
melewati ujicoba di laboratorium. Karenanya dianjurkan memilih klon yang telah
direkomendasikan sesuai dengan provinsi dan tipe iklimnya
(Setiawan dan Andoko, 2005)
Pembibitan tanaman karet dilakukan dua tahap, yaitu persemaian benih
dan pembibitan. Persemaian bertujuan untuk menyeleksi kecambah yang tumbuh.
Benih ditanaman dalam bedengan selama maksimum 21 hari. Benih benih yang
tumbuh segera dipindahkan ke pembibitan. Kecambah ditanam di pembibitan dan
dipelihara selama 12 – 18 bulan. Untuk mendapatkan bibit yang baik harus
melalui okulasi. Oleh karena itu diperlukan batang atas (entres) yang berasal dari
kebun entres. Keberhasilan okulasi terletak pada keserasian pertautan kambium
antara batang bawah-batang atas dan kompatibilitas antara keduanya yang dapat
Bibit karet dalam polybag dapat berasal dari biji atau okulasi mata tidur
(OMT) yang dipelihara sampai tumbuh menjadi tanaman kecil yang siap
dipindahkan.Bibit dalam polybag dapat digunakan untuk keperluan pembibitan,
kebun kayu okulasi, kebun produksi maupun ditanam di lahan bekas hutan atau
yang lain. Tanaman karet yang berada dalam polybag merupakan tanaman yang
telah siap untuk dipindahkan atau ditanam di lapangan. Bibit karet dalam polybag
merupakan bahan tanam yang ideal karena perakarannya telah siap dan tunas
tumbuh dengan baik. Bibit karet dalam polybag sudah umum digunakan sebagai
bahan tanaman. Penggunaan bibit ini memberikan keuntungan antara lain :
kematian rendah, dapat ditanam diluar musim penghujan, dan masa belum
menghasilkan lebih pendek. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar
produksi bisa lebih tinggi. Stump mata tidur karet merupakan hasil pembiakan
vegetatif (okulasi) atau sering juga disebut bibit okulasi yang dibongkar setelah
mata bengkak (Sianturi, 2001).
Tanaman karet PB-260 merupakan klon penghasil lateks yang dianjurkan
untuk dikembangkan di Indonesia mulai tahun 1991. Karakteristik klon PB-260
adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah
menghasilkan sedang, tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora,
Colletotrichum, dan Oidium). Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2.107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon
terhadap stimulan. Lateks berwarna kekuningan. Pengembangan tanaman dapat
dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Erlan, 2004).
Masalahnya, proyek pengembangan karet berbantuan dengan pembiayaan
itu perlu didorong upaya-upaya untuk melakukan percepatan pengembangan
peremajaan karet secara mandiri melalui peningkatan partisipasi dan
pemberdayaan petani serta masyarakat. Hal ini dilandasi pula oleh kenyataan
bahwa upaya peremajaan karet oleh petani dengan menerapkan teknologi maju
secara swadaya berjalan relatif lambat dan tingkat keberhasilannya rendah, karena
menghadapi kendala seperti terbatasnya dana yang dimiliki petani, ketersediaan
benih bermutu, ketersediaan informasi dan SDM yang handal, kelemahan sistem
kelembagaan finansial, pengolahan dan pemasaran (Supriadi et al, 1992).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau pupuk mikroba merupakan mikroorganisme hidup yang
diberikan ke tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman menyediakan
unsur hara tertentu terutama N dan P. Jenis mikroba yang dimanfaatkan sebagai
pupuk hayati misalnya Rhizobium, mikroba pelarut fosfat, Azospirilium,
cendawan mikoriza dan lain-lain. Perbanyakan pupuk hayati rhizobium dapat
dilakukan pada media padat kompos dan media cair di laboratorium. Pupuk hayati
mikoriza FMA dapat diperbanyak dengan menggunakan tanaman kultur. Pupuk
hayati rhizobium dapat diaplikasikan melalui biji dan tanah. Pupuk hayati FMA
dapat diaplikasikan pada saat semai biji dan atau pada lubang tanaman pada saat
pindah tanam (Damanik, dkk, 2011).
Pupuk yang berisi mikroba penyubur tanah dikenal sebagai pupuk hayati
(Biofertilizer). Biofertilizer arti umumnya adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup dan diharapkan aktivitasnya akan berpengaruh pada
ekosistim tanah dan menghasilkan substansi yang menguntungkan untuk tanaman
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua
kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara
dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk hayati dapat
didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi
untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah
bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui
peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza
arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi,
aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan
simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok
tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis
berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba
pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme
perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar
dan cendawan mikoriza (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006).
Menurut Damanik, dkk (2011), banyak manfaat yang diperoleh dari
penggunaan pupuk hayati, antara lain: (1) menyediakan sumber hara bagi
tanaman,
(2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit,
(3) menstimunir sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga
memperpanjang usia akar,
(4) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh, pucuk, kuncup bunga,
dan stolon,
(6) sebagai metabolit pengatur tumbuh,
(7) sebagai bioaktivator. Dengan lengkapnya fungsi pupuk hayati tersebut maka
dikenal Bio regulator of Soil.
Beberapa mikroba tanah seperti Rhizobium, Azaospirillum dan
Azotobacter, bakteri pelarut fosfat, Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dapat
dimanfaatkan sebagai biofertilizer pada pertanian organik. Pada dasarnya
kesuburan tanah merupakan kunci keberhasilan sistem pertanian organik, baik
kesuburan fisik, kimia maupun biologi (Rahmawati, 2005).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Pupuk hayati yang sering digunakan adalah Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA) dan pupuk mikroba. Fungi mikoriza arbuskular merupakan suatu bentuk
hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dan perakaran tumbuhan tinggi
dimana jenis fungi mikoriza ini membentuk arbuskular dan vesikular dalam sel
korteks akar. fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan kemampuan tanaman
dalam pengambilan unsur hara (K, Mg, Ca, O, H, C, dan S) terutama fosfor yang
berguna untuk dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar. Selain itu
FMA mampu memberikan ketahanan terhadap kekeringan karena hifa fungi
masih mampu untuk menyerap air pada pori-pori tanah dan penyebaran hifa di
dalam tanah sangat luas sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak
(Zuroidah, 2011)
Mikoriza yang berarti fungi akar adalah asosiasi simbiotik mycelia fungi
(bagian vegetatif) dengan akar tanaman tertentu. Mikoriza membantu tanaman
induk menyerap unsur hara tertentu. Mikoriza dapat dibedakan menjadi dua
ektotophic berkembang (tumbuh) sebagai filament diantara sel-sel akar (tidak
kedalam sel-sel akar). Fungi ini membantu akar meningkatkan penyerapan unsur
hara dengan meningkatkan luas permukaan akar yang efektif menyerap unsur
hara. Mikoriza endotrophic biasanya menembus ke dalam sel-sel akar tanaman.
Unsur hara dari mikoriza yang mati diserap dan digunakan oleh tanaman induk
(Hardjowigeno, 2010)
Fungi mikoriza merupakan kelompok fungi tanah yang bersimbiosis
dengan berbagai tanaman. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Fungi mikoriza arbuskular adalah
salah satu dari sub kelompok dari endomikoriza yang jauh lebih luas
penyebarannya dibandingkan dengan ektomikoriza. Saat ini diketahui ada enam
genera fungi mikoriza arbuskular yang bersimbiosis dengan tanaman yaitu :
Acaulospora, Antrophospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan Scutellospora.
Ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan sekurang-kurangnya 19 famili
(Damanik, dkk, 2011).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dapat dipergunakan untuk memperluas
bidang serapan akar tanaman, untuk meningkatkan penyerapan air dan unsur hara
bagi tanaman yang bermikoriza, dan bahkan akar tanaman yang berasosiasi
dengan FMA dinyatakan dapat mempunyai daya jelajah volume tanah sampai
mencapai 100 kali akar tanaman yang sama tetapi tanpa bermikoriza. Tanaman
kedelai dinyatakan mempunyai ketergantungan yang relatif tinggi terhadap infeksi
FMA dalam usahanya untuk penyerapan hara dan air. Parman et al. (1997)
menunjukkan bahwa hasil tanaman jagung, kedelai dan kacang hijau yang
yang diinokulasi dengan FMA daripada yang tidak diinokulasi, termasuk juga
serapan P dalam jaringannya (Wangiyana, dkk, 2007).
Keuntungan mikoriza pada tumbuhan yang dikenal baik adalah
meningkatkan penyerapan fosfat, meskipun penyerapan hara lainnya dan air
sering meningkat pula. Manfaat mikoriza yang paling besar yaitu dalam
meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar
atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+, dan NO3-.
Penyerapan hara dilakukan oleh akar. Hara ini mencapai akar melalui tiga cara,
yaitu : difusi melalui larutan tanah, dibawa air secara pasif dalam aliran massa
menuju akar, dan akar yang tumbuh mendekati unsur hara tersebut
(Salisbury dan Ross, 1995).
Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha
untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh
peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman.
Mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap
kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya
logam-logam berat. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati jika terdapat
komentar mengenai potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang
agribisnis (Feronika, 2003).
Mikoriza berdasarkan cara diperolehnya ada dua yaitu mikofer dan
indigenous. Mikoriza indigenous merupakan jenis mikoriza yang ditemukan
berasosiasi dengan perakaran tumbuhan secara alami tanpa campur tangan
manusia dalam proses infeksi awal antara mikoriza dengan tumbuhan inang.
ekstensif karena mengenali tanaman inangnya selain itu mikoriza indigenous
memiliki sifat toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi lingkungan dengan
cekaman yang tinggi (Sundari, dkk, 2011).
Penelitian dari Susanto (1994), diperoleh hasil bahwa inokulasi mikoriza
pada kecambah bibit karet klon GT 1 umur 14 hari hanya berpengaruh nyata pada
awal pertumbuhan tanaman pada peubah jumlah tangkai daun, diameter batang
dan tinggi batang. Pengaruh yang nyata juga dijumpai pada interaksi mikoriza dan
pemupukan P pada peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan luas daun
pada percobaan pertama. Inokulasi mikoriza dapat membantu bibit karet untuk
beradaptasi di lapang terutama pada kondisi kekurangan unsur hara P. Mikoriza
juga mampu meningkatkan pertumbuhan bibit karet pada masing-masing interval
pemberian air yang sama.
Dari hasil penelitian Neliyati (2010), diperoleh bahwa pemberian
cendawan mikoriza dan frekuensi pemberian air memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi bibit, diameter batang, berat kering pupus, berat kering akar, luas
daun dan persentase infeksi mikoriza. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan
pada variabel luas daun, berat kering akar dan berat kering pupus. Pemberian air 3
hari sekali dengan dosis mikoriza 20 g/polybag memberikan pertumbuhan bibit
karet klon PB 260 yang terbaik.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan
laut. Penelitian dilasanakan mulai bulan Juli sampai dengan september 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit dalam polybag (klon: PB 260) sebagai
bahan tanaman, pupuk rock fosfat sebagai pupuk dasar, polybag sebagai wadah
media tanam, tanah sebagai media tanam, pupuk organik cair hyponex serta bahan
yang lain yang mendukung penelitian.
Alat yang digunakan adalah timbangan untuk menimbang berat tanah,
cangkul untuk membersihkan lahan dari gulma dan kotoran lain, gembor untuk
menyiram tanaman, meteran sebagai alat untuk mengukur luas lahan dan
mengukur tinggi tanaman, jangka sorong untuk mengukur diameter batang, label
sebagai penanda tiap sampel, handsprayer sebagai alat untuk pengaplikasian
pupuk organik cair, alat tulis dan alat yang lain yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial
dengan perlakuan, sebagai berikut :
Jenis inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular (M), dengan 8 taraf :
M0= Kontrol
M1= Spora Mikoriza Besar Berwarna Hitam
M2= Spora Mikoriza Kecil Berwarna Hitam
M3 = Spora Mikoriza Besar Berwarna Kuning
M5= Spora Mikoriza Indigenous Karet Berwarna Hitam
M6= Spora Mikoriza Indigenous Karet Berwarna Kuning
M7 = Spora Mikoriza Glomus spp.
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 1 plot
Lebar plot : 150 cm
Panjang plot : 600 cm
Jumlah tanaman/plot : 24 tanaman
Jumlah seluruh tanaman : 24 tanaman
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam menggunakan model
linier sebagai berikut:
Y
ij = µ + ρi + τj + εij
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3,4,5,6,7,8
Dimana :
Yij = hasil pengamatan blok ke-i dan perlakuan pemberian fungi mikoriza
arbuskular ke-j
µ = nilai tengah
ρi = efek blok ke-i
τj = efek dari perlakuan pemberian fungi mikoriza arbuskular ke-j
εij = efek galat yang disebabkan blok ke-i dan perlakuan pemberian
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Fungi Mikoriza Arbuskular
Diawali dengan pengambilan contoh tanah disekitar perakaran tanaman
dengan kedalaman 0-30 cm. Kemudian contoh tanah dibawa ke laboratorium
untuk mengekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza yang ada didalamnya.
Prosedur mengektraksi spora fungi mikoriza arbuskular dimulai dengan
mencampurkan 50 gram contoh tanah dengan 500 ml air, kemudian diaduk
sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan
menggunakan saringan berukuran 710 µm, 425 µm, 125 µm, 53 µm berurutan
dari atas ke bawah. Tanah paling bawah (53 µm) dipindahkan ke tabung sentrifuse
20-25 ml.
Kemudian tanah dan air hasil proses tuang saring sebelumnya yang telah
dimasukkan kedalam tabung sentrifuse ditambahkan glukosa 60 % sebanyak 3-5
ml, lalu disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Larutan yang
mengapung bersama air disaring kembali dan dicuci dengan air untuk
menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan dituangkan
kedalam cawan petri dan kemudian diamati dibawah mikroskop untuk
perhitungan kepadatan spora dan pembuatan preparat untuk identifikasi spora
fungi mikoriza arbuskular.
Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pewarna Melzer’s dan
pengawet Pulg yang diletakan secara terpisah pada kaca preparat. Spora-spora
fungi mikoriza arbuskular yang diperoleh dari hasil ekstraksi setelah dihitung
jumlahnya dan diletakan dalam larutan Melzer’s dan Pulg dan jenis spora fungi
spora tersebut dipecah secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup
preparat dengan menggunakan ujung lidi. Pembuatan warna spora dalam larutan
Melzer’s adalah salah satu indikator untuk menentukan tipe spora yang ada.
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dibersihkan dari
gulma, batu-batu kerikil dan sampah lainnya. Kemudian dilakukan pembuatan
plot percobaan berukuran 1,5 m x 6 m, dan dibuat parit sebagai aliran drainase
berukuran 50 cm.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil yang dimasukkan
kedalam polybag berukuran 10 kg dengan berat tanah yang sama disetiap
perlakuan.
Persiapan Bahan Tanaman
Bahan tanaman berupa bibit dalam polybag yang diambil dari tanaman
karet yang sudah berhasil diokulasi, dengan pertumbuhan sehat dan normal. Bibit
dalam polybag diperoleh dari Pusat Penelitian Tanaman Karet Sei Putih,
Kabupaten Deli Serdang. Bibit dalam polybag dipilih yang baik dan seragam
penampilannya, seleksi meliputi keseragaman besar batang dan tinggi tajuk. Bibit
dalam polybag yang diambil berbatang lurus, sehat, mempunyai daun berpayung
dua.
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dilakukan pada saat pindah
tanam bibit ke dalam polybag sebanyak 20 spora per polibag sesuai dengan
Berwarna Hitam, M2 = Spora Mikoriza Kecil Berwarna Hitam, M3 = Spora
Mikoriza Besar Berwarna Kuning, M4 = Spora Mikoriza Kecil Berwarna Kuning,
M5 = Spora Mikoriza Indigenous Karet Berwarna Hitam, M6 = Mikoriza
Indigenous Karet Berwarna Kuning, M7 = Spora Glomus spp.
Penanaman Bibit dalam Polybag
Jumlah bibit per polibag sebanyak 1 tanaman, penanaman bibi dalam
polybga dilakukan pada sore hari. Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibt
secara tegak tepat di bagian tengah polibag. Kemudian media tanam di siram
dengan air hingga kapasitas lapang.
Pemupukan
Pemupukan berupa pemberian pupuk dasar yaitu pupuk rock fosfat
sebanyak 50 gram/tanaman. Pemberian pupuk ini dilakukan pada saat seminggu
setelah pindah tanam.
Pupuk daun diaplikasikan setelah tanam sebanyak 1 gram/liter air,
diberikan sekali dalam dua hari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk hyponex.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari secara merata
pada seluruh tanaman dengan menggunakan becker glass setelah sebelumnya
polibag ditimbang dan ditambahkan air sesuai dengan keadaan kapasitas lapang
dari polibag tersebut.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai dengan kondisi di
lapangan yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila ditemukan gulma di areal penelitian.
Penyiangan di lakukan secara manual, untuk gulma yang terdapat dalam polibag,
sedangkan yang berada di luar polibag (di plot) dibersihkan dengan menggunakan
cangkul.
Parameter yang Diukur
Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)
Pertambahan tinggi tanaman dihitung setiap minggunya hingga lima
minggu setelah tanam yaitu dengan menghitung tinggi dari mulai pertautan
batang atas dengan batang bawah sampai ke titik tumbuh tanaman karet tersebut
dengan menggunakan meteran.
Kandungan Klorofil
Kandungan klorofil diukur pada akhir penelitian (7 minggu setelah pindah
tanam) dengan mengukur klorofil a, klorofil b dan Klorofil total di laboratorium.
Prosedur dalam mengukur klorofil daun berupa klorofil diekstraksi dengan cara
digerus menggunakan aseton 80 %. Ektraksi dipindahkan ke tabung
microsentrifuse dengan volume 2 ml dan diletakkan pada es dalam kondisi gelap.
Ekstraksi tersebut diputar dengan menggunakan sentrifuse dengan kecepatan
10000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 ºC. Kemudian diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm untuk klorofil a
dan panjang gelombang 663 nm untuk klorofil b. Total klorofil dihitung setelah
Volume Akar (m3)
Volume akar diukur pada akhir penelitian (7 minggu setelah pindah tanam)
dengan menggunakan beaker glass dan air. Dengan cara menghitung ketinggian
air pada beaker glas setelah dimasukkan akar tanaman kedalamnya. Selisih
ketinggian air awal sebelum dimasukkan akar dengan ketinggian air setelah
dimasukkan akar tanaman merupakan nilai volume akar.
Panjang Akar (cm)
Panjang akar diukur mulai dari batas tajuk tanaman dengan akar tanaman
sampai bagian ujung akar yang terjauh. Pengukuran dilakukan pada saat akhir
penelitian (7 minggu setelah pindah tanam) dengan menggunakan meteran.
Bobot Basah Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman yang diukur dipisahkan dari akar dengan cara
memotong pada bagian pertautan batang bawang dengan batang atas. Selanjutnya
tajuk dibersihkan dari kotoran yang ada dan di timbang bobotnya. Pengamatan ini
dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot Basah Akar (g)
Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan
dibersihkan dari kotoran yang ada lalu ditimbang bobotnya. Pengamatan ini
dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman yang diukur dipisahkan dari akar dengan cara
memotong pada bagian pertautan batang bawang dengan batang atas. Lalu tajuk
dibersihkan dari kotoran yang ada lalu diovenkan dengan suhu 70°C selama 1 hari
Bobot Kering Akar (g)
Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan
dibersihkan dari kotoran yang ada lalu diovenkan dengan suhu 70°C selama 1 hari
lalu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian.
Jumlah Spora
Jumlah spora diukur dengan mengamati tanah yang berada di sekitar
bagian rhizosfer akar dibawah mikroskop dan dihitung jumlah spora yang ada
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Dari hasil pengolahan data secara statistik diperoleh bahwa pemberian
beberapa jenis fungi mikoriza arbuskular berpengaruh nyata terhadap jumlah
spora. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,
jumlah klorofil (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), panjang akar, volume
akar, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar.
Jumlah Spora
Data pengamatan jumlah spora dan sidik ragam jumlah spora dapat dilihat
pada lampiran 4.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh nyata terhadap jumlah spora.
Tabel 1. Rataan Jumlah Spora pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf-huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji beda rata-rata duncan pada taraf 5 %.
Dari Tabel.1 dapat dilihat bahwa pemberian beberapa jenis fungi mikoriza
arbuskular yang menunjukkan jumlah spora tertinggi pada M4 yaitu pemberian
FMA jenis mikoriza kecil berwarna kuning (14.00) dan jumlah spora terendah
Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan pertambahan tinggi tanaman 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 MST dan
daftar sidik ragam pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran 5.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi
tanaman.
Tabel 2. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Mikoriza 1MST 2MST 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST
Jumlah Klorofil (mg/g2)
Data pengamatan jumlah klorofil (klorofil a, klorofil b dan klorofil total)
dan daftar sidik ragam jumlah klorofil dapat dilihat pada lampiran 6.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah klorofil.
Tabel 3. Rataan Jumlah Klorofil (mg/g2) pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi
Mikoriza Arbuskular
Mikoriza Klorofil a Klorofil b Klorofil Total
Panjang Akar (cm)
Data pengamatan panjang akar dan sidik ragam panjang akar dapat dilihat
pada lampiran 7.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar.
Tabel 4. Rataan Panjang Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Data pengamatan volume akar dan sidik ragam volume akar dapat dilihat
pada lampiran 8.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap volume akar.
Berat Basah Tajuk (g)
Data pengamatan berat basah tajuk dan sidik ragam berat basah tajuk
dapat dilihat pada lampiran 9.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah tajuk.
Tabel 6. Rataan Berat Basah Tajuk pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Perlakuan Mikoriza Rataan Berat Basah Tajuk
M0
Data pengamatan berat basah akar dan sidik ragam berat basah akar dapat
dilihat pada lampiran 10.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah akar.
Tabel 7. Rataan Berat Basah Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Perlakuan Mikoriza Rataan Berat Basah Akar
Berat Kering Tajuk (g)
Data pengamatan berat kering tajuk dan sidik ragam berat kering tajuk
dapat dilihat pada lampiran 11.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tajuk.
Tabel 8. Rataan Berat Kering Tajuk pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Perlakuan Mikoriza Rataan Berat Kering Tajuk
M0
Data pengamatan berat kering akar dan sidik ragam berat kering akar dapat
dilihat pada lampiran 12.
Dari daftar sidik ragam diperoleh bahwa pemberian beberapa jenis fungi
mikoriza arbuskular berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar.
Tabel 9. Rataan Berat Kering Akar pada Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular
Perlakuan Mikoriza Rataan Berat Kering Akar
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa
pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) berpengaruh nyata terhadap
jumlah spora.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan jumlah spora tertinggi terdapat
pada pemberian FMA jenis mikoriza kecil berwarna kuning (M4) dengan rataan
jumlah spora tertinggi 14.00 yang berbeda nyata dengan tanpa pemberian FMA
(kontrol) dengan rataan 1.33. Pada Pemberian FMA ini mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman dibandingkan tanpa pemberian FMA. Pertumbuhan
vegetatif tanaman berpengaruh terhadap pemberian FMA. Hal ini disebabkan
karena pemberian FMA dapat menyediakan unsur hara essensial yang dapat
menyusun perkembangan tanaman seperti unsur P untuk pembentukan energi dan
meningkatkan kecepatan tumbuh tanaman. Unsur hara P juga berfungsi sebagai
pembentukan akar dimana akar adalah bagian vegetatif dari tanaman yang
menyokong pertumbuhan tanaman itu sendiri. Tersedianya unsur hara ini, dibantu
dengan adanya cendawan yang bersimbiosis dengan akar tanaman dimana akar
yang terinfeksi oleh FMA akan memiliki daya jelajah yang luas dikarenakan
hifa-hifa dari FMA akan keluar dari bagian korteks menembus lapisan kulit luar akar
tanaman. Hal ini sesuai dengan Wangiyana, dkk (2007) yang menyatakan fungi
mikoriza arbuskular (FMA) dapat dipergunakan untuk memperluas bidang
serapan akar tanaman, untuk meningkatkan penyerapan air dan unsur hara, dan
bahkan akar tanaman yang berasosiasi dengan FMA dinyatakan dapat mempunyai
daya jelajah volume tanah sampai mencapai 100 kali akar tanaman yang sama
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa
pemberian beberapa jenis FMA berpengaruh tidak nyata untuk parameter lainnya.
Waktu penelitian yang relatif cepat dan singkat diduga menjadi dasar dimana
FMA yang diberikan belum sepenuhnya menginfeksi sistem perakaran tanaman.
Mengingat tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang berumur tahunan,
idealnya diperlukan waktu penelitian yang relatif panjang agar diharapkan data
yang didapat cukup akurat dan mewakili dari keadaan yang terjadi di lapangan,
sehingga FMA yang diberikan dapat bekerja sebagaimana mestinya untuk
membantu sistem perakaran dalam menyerap hara yang dibutuhkan tanaman.
Penyerapan hara ini berlangsung secara difusi menuju sistem perakaran tanaman
sehingga prosesnya memakan waktu yang relatif cukup lama. Dimana FMA yang
akan menstimulasi atau merangsang sistem perakaran tanaman dalam melakukan
aktivitas fisiologisnya. Dengan demikian kebutuhan hara tanaman dapat
terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan
keuntungaan mikoriza pada tumbuhan dikenal baik adalah meningkatkan
penyerapan fosfat, meskipun penyerapan hara lainnya dan air sering meningkat
pula. Manfaat mikoriza yang paling besar yaitu dalam meningkatkan penyerapan
ion-ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar atau yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+, dan NO3-. Penyerapan hara ini
dilakukan oleh akar.
Secara umum hasil yang didapatkan dari pemberian beberapa jenis FMA
berpengaruh tidak nyata untuk semua parameter, kecuali parameter jumlah spora.
Sementara berdasarkan dari penelitian-penelitian yang sebelumnya menunjukan
pertumbuhan tanaman karet atau fase vegetatif tanaman. Penelitian-penelitian
sebelumnya menggunakan bahan tanaman berupa kecambah umut 14 hari
sehingga memungkinkan FMA lebih mudah masuk dan menembus lapiran akar
untuk kemudian menginfeksinya. Pada penelitian ini, bahan tanaman yang
digunakan berupa stump bibit dalam polibag dengan keadaan tanaman berpayung
dua sehingga sistem perakaran telah berkembang baik dan sempurna yang
mengakibatkan FMA yang diberikan sebagai perlakuan akan memerlukan waktu
yang lebih lama untuk dapat menginfeksi akar tanaman. Sifat unggul dari stump
bibit dalam polibag berpayung dua klon PB 260 menjadi alasan dipilihnya bahan
tanaman jenis ini dibandingkan menggunakan kecambah umur 14 hari seperti
penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan demikian pemberian FMA diharapkan
dapat lebih efektif, tepat guna dan tepat sasaran untuk mengembangkan potensi
produksi tanaman. Setidaknya pemberian FMA dapat membantu sistem perakaran
dalam menyerap hara yang dibutuhkan tanaman karena FMA dapat mengeluarkan
enzim fosfatase yang dapat menstimulasi sistem perakaran tanaman sehingga
lebih aktif bekerja dan bidang serapan akar menjadi lebih luar. Selain itu FMA
akan menghasilkan benang-benang hifa yang keluar dari bagian korteks akar
dimana hifa-hifa ini akan bekerja seperti akar untuk menyerap hara dan mampu
masuk ke dalam tanah yang sulit untuk ditembus akar sekalipun dalam menyerap
dan mengambil hara dari tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman. Hal ini
sesuai dengan Zuroida (2011), yang menyatakan fungi mikoriza arbuskular
(FMA) dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam pengambilan unsur hara
(K, Mg, Ca, O, H, C dan S) terutama fosfor yang berguna untuk dapat
memberikan ketahanan terhadap kekeringan karena hifa cendawan masih mampu
untuk menyerap air pada po-pori tanah dan penyebaran hifa didalam tanah sangat
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Pemberian beberapa jenis fungi mikoriza arbuskular belum berperan
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.)
di pembibitan.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan interval waktu
penelitian lebih lama (4 - 5 bulan) untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Jakarta Selatan.
.2008. Teknologi Budidaya Karet, Jakarta Selatan.
Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Cet. Ke.2. USU Press, Medan.
Ditjenbun., 2005. Road Map Komoditas Karet. Ditjen Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.
Erlan. 2004. Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell.
Arg.) Klon PB 260 di Polybag Akibat Perlakuan Media dan Lama Penyimpanan. Jurnal Akta Agrosia Vol.7 No.2. sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama, Palembang, hlm 52-56.
Feronika, A. 2003. Mikoriza:Peran, Prospefk dan Kendalanya [Tesis]. Universitas Gajah Mada, Bandung.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Hero, F. Dan K. Purba.2010. Potensi dan Perkembangan Pasar Ekspor Karet Indonesia di Pasar Dunia. Diakses dari Pada 13 Agustus 2013.
Karyudi, dan R. Azwar. 1990. Pengaruh Jenis Mata Tunas dan Klon Terhadap Keberhasilan Okulasi Hijau dan Pertumbuhan Bibit. Buletin Perkaretan 8(2):42-47.
Neliyati, 2010. Pertumbuhan Batang Bawah Bibit Karet (Hevea brasiliensis
Muell. Arg.) dengan Pemberian Mikoriza Arbuskular Pada Beberapa Kondisi Air di Polybag. Jurnal Agronomi Vol.4 No.2 Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Jambi.
Noli, Z. A., Netty, W.S., E.M. Sari. 2011. Eksplorasi Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) Indigenous yang Berasosiasi dengan Begonia resecta
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Universitas Sumatera Utara Repository, Medan. Diakses dari http://www.repository.usu.ac.id pada tanggal 13 Agustus 2013.
Rainiyati., Chozin., Sudarsono., dan Mansur. 2009. Pengujian Efektivitas Beberapa Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) terhadap Bibit Pisang Asal Kultur Jaringan. Berkas. Penelitian. Hayati 15:63–69
Salisbury, F. B. dan Ross, C.W, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung.
Setiawan, D. H. dan A. Andoko., 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Sianturi, H.S.D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press, Medan.
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. hlm 8.
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie., 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia,
Pustaka Utama, Jakarta.
Subowo. Y.B., Arwan,S., Suliasih., dan Sri, W. 2010. Pengujian Pupuk Hayati Kalbar Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Kedelai. Caraka Tani XXV No.1
Sundari, S., Tutik, H., dan Indah, T. 2011. Isolasi dan Identifikasi Mikoriza Indigenous dari Perakatan Tembakau Sawah di Area Persawahan Kabupaten Pamekasan Madura. Jurusan Biologi, Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Sepuluh November, Surabaya.
Supriadi, M., S. Hendratno, A.D.Gozali; C. Nancy, R. Deriendera dan A.Gouyon., 1992. The adoption of rubber cultivation technology by rubber. Small holder in South Sumatra, Indonesia. Proc. IRRDB, socio-economic Symposium, Jakarta.
Susanto, A. 1994. Pengaruh Inokulasi Mikoriza terhadap Efisiensi Pemupukan P
dan Kemampuan Adaptasi Lapang Bibit Tanaman Karet
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Klon GT1. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wangiyana, W., Megawati, S., dan Hanafi, A., 2007. Respon Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Pupuk Daun Organik. Agroteksos 17:3
Zuroidah, I.R., 2011. Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) terhadap Karakteristik Anatomi Daun dan Kadar Klorofil Tanaman
Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.). Program Studi Biologi,
Lampiran 1. Bagan penelitian 1,5 meter
1m
6 meter
Lampiran 2: Deskripsi Tanaman Karet Klon PB 260
Ketegakan : Tegak Lurus
Bentuk lingkar : Silindris
Kulit Batang
Corak : Alur sempit, putus-putus
Warna : Cokelat tua
Mata
Letak/ bentuk mata : Rata
Bekas pangkal tangkai : Kecil, agak menonjol
Payung Daun
Bentuk : Mendatar
Ukuran : Lurus
Kerapatan : Sedang-agak tertutup
Jarak antar payung : Dekat-sedang
Tangkai Daun
Posisi : Mendatar
Bentuk : Lurus
Ukuran besar : Sedang-agak besar
Ukuran panjang : Sedang-agak panjang
Bentuk kaki : Rata-rata menonjol
Tepi daun : Agak bergelombang
Penampang memanjang : Lurus
Penampang melintang : Rata-rata cekung
Letak helaian : Terpisah-bersinggungan
Ukuran daun : 2.3
Ekor daun : Pendek, tumpul
Warna lateks : Putih
Ciri-ciri khusus : Bentuk cemara, tidak perlu inisiasi percabangan
Lampiran 4 : Data Awal Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
A B C
Lampiran 5 : Data Minggu Pertama (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 6 : Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Pertama (cm)
Lampiran 7 : Transformasi √X + 0.5 Tinggi Tanaman Minggu Pertama
Lampiran 8 : Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Pertama
Sumber db JK KT F Value Pr > F Ket.
Lampiran 9 : Data Minggu Kedua Tinggi Tanaman (cm)
Lampiran 10 : Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Kedua (cm)
Lampiran 11 : Transformasi √X + 0.5 Tinggi Tanaman Minggu Kedua
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 12 : Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Kedua
Lampiran 13 : Data Minggu Ketiga Tinggi Tanaman (cm)
Lampiran 14 : Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Ketiga (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 15 : Transformasi LOG Y+1 Tinggi Tanaman Minggu Ketiga
Lampiran 16 : Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Minggu Ketiga
Lampiran 17 : Data Minggu Keempat Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 18 : Pertambahan Tinggi Tanaman Minggu Keempat (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan