Lampiran 1
November 20.306 6.56 9170
Desember 17.408 6.35 9068
Lampiran 2
Hasil Estimasi Tingkat Suku Bunga Deposito dan Nilai Kurs Terhadap Permintaan SUN oleh Investor Asing
Dependent Variable: LSUN
Method: Least Squares
Date: 03/29/12 Time: 18:46
Sample: 2009M01 2011M12
Included observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -36.98385 8.911756 -4.150007 0.0002
LDEPOSITO -1.785064 0.733110 -2.434920 0.0205
LKURS 4.726280 1.116596 4.232757 0.0002
R-squared 0.474053 Mean dependent var 2.709420
Adjusted R-squared 0.442177 S.D. dependent var 0.315464
S.E. of regression 0.235612 Akaike info criterion 0.026394
Sum squared resid 1.831929 Schwarz criterion 0.158354
Log likelihood 2.524906 F-statistic 14.87198
Durbin-Watson stat 0.724865 Prob(F-statistic) 0.000025
Lampiran 3
Hasil Estimasi Tingkat Suku Bunga Deposito Terhadap Nilai Kurs
Dependent Variable: LDEPOSITO Method: Least Squares
Date: 04/12/12 Time: 10:26 Sample: 2009M01 2011M12 Included observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -10.70929 0.986406 -10.85688 0.0000 LKURS 1.387180 0.107860 12.86087 0.0000
R-squared 0.829490 Mean dependent var 1.976197 Adjusted R-squared 0.824475 S.D. dependent var 0.131559 S.E. of regression 0.055117 Akaike info criterion -2.904749 Sum squared resid 0.103290 Schwarz criterion -2.816776 Log likelihood 54.28548 F-statistic 165.4021 Durbin-Watson stat 0.514216 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 4
Hasil Estimasi Nilai Kurs Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Dependent Variable: LKURS
Method: Least Squares Date: 04/12/12 Time: 10:25 Sample: 2009M01 2011M12 Included observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.963101 0.092081 86.47896 0.0000 LDEPOSITO 0.597969 0.046495 12.86087 0.0000
Durbin-Watson stat 0.539401 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 5
Lampiran 6
Hasil Estimasi Nilai Kurs dan Inflasi Terhadap Permintaan SUN oleh Investor Asing
Dependent Variable: LSUN Method: Least Squares Date: 04/10/12 Time: 20:44 Sample: 2009M01 2011M12 Included observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -19.62552 3.926332 -4.998437 0.0000 LKURS 2.504468 0.431885 5.798929 0.0000 LINFLASI -0.361069 0.101628 -3.552854 0.0012
R-squared 0.551222 Mean dependent var 2.709420 Adjusted R-squared 0.524023 S.D. dependent var 0.315464 S.E. of regression 0.217642 Akaike info criterion -0.132278 Sum squared resid 1.563142 Schwarz criterion -0.000318 Log likelihood 5.380997 F-statistic 20.26649 Durbin-Watson stat 0.883578 Prob(F-statistic) 0.000002
DAFTAR PUSTAKA
Aris, Ahmad. 2012. SURAT UTANG: Sukuk Indonesia Laris Manis. 2012)
Berlianta, Heli Charisma, 2004. Mengenal Valuta Asing, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, 2006. Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta.
GATRA, Majalah Berita Mingguan, 1998. Upaya Memperkuat Rupiah. PT Gramedia, Jakarta.
Kartini, Dupla dan Djumyati Partawidjaja. Lari Rupiah Kembali Tersandung Krisis.
(27 Mar.
2012)
Kasmir, 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2008, Rajawali Pers, Jakarta.
Kretarto, Agus, 2001. INVESTOR RELATIONS: Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan Berbasis Kepatuhan. Grafiti Pers, Jakarta.
Lubis, Prof. Dr. Ade Fatma, 2008. Pasar Modal: Sebuah Pendekatan Pasar Modal Terintegrasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Manurung, Jonni dan Adler Haymans Manurung, 2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter, Salemba Empat, Jakarta.
Ming, The Fei, 2001. Day Trading Valuta Asing: Analisis Fundamental dan Teknikal Teori dan Aplikasi, PT Gramedia, Jakarta.
Mishkin, Frederic S. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, Edisi Kedelapan, Salemba Empat, Jakarta.
Nopirin, 2007. Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta.
Pratomo, Wahyo Ario dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews Dalam Ekonometrika, USU Press, Medan.
Salim dan Budi Sutrisni, 2008. Hukum Investasi di Indonesia, Edisi Pertama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sembiring, Dr. Sentosa, 2010. Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Edisi Revisi, Nuansa Aulia, Bandung.
Sidabariba, Chandra Dion. 2008.
Sihombing, DR. Jonker, 2008. Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara Di Pasar Modal, PT. Alumni, Bandung.
Silitonga, Linda T. 2011. Hatta: SUN Kita Bagus!
Widoatmodjo, Sawidji, 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar & Studi Kasus, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan.
Yasinta. 2008. Investasi Asi(07 Mar. 2012)
________________/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indo
nesia/lpi_2010.htm Bauran Kebijakan Bank Indonesia Di tengah Derasnya Aliran Masuk Modal Asing (04 Des. 2011)
(27
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang
dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan
permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian ilmiah yang
sistematis terhadap bagian-bagian da
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data dari Bank Indonesia cabang
Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2011 – April 2012.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan asing terhadap SUN dengan menggunakan variabel tingkat
suku bunga deposito, dan nilai kurs yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat.
3.4 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dari variabel yang digunakan
pada penelitian ini, maka berikut ini dijelaskan batasan operasional sebagai berikut:
a. Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga dalam bentuk surat
pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
b. Tingkat suku bunga deposito adalah tingkat keuntungan yang diperoleh
pemodal investasi dalam bentuk simpanan deposito dari pihak bank umum di
Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
c. Nilai kurs adalah harga mata uang Indonesia terhadap harga mata uang asing.
Dalam penelitian ini menggunakan perbandingan nilai rupiah dengan dollar
Amerika Serikat.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
a. Surat Utang Negara (SUN) diukur dalam satuan Miliar Rupiah.
b. Suku bunga deposito diukur dalam satuan persen (%).
c. Nilai kurs diukur dalam satuan Rupiah.
3.6 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk
data berkala atau time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk
angka-angka selama kurun waktu 3 tahun (2009-2011). Sumber data diperoleh dari data Bank
Indonesia cabang Medan, serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang
berhubungan dengan penelitian, website, artikel, dan jurnal-jurnal.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
metode studi kepustakaan (Library Research). Library Research adalah penelitian yang
dilakukan menggunakan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah seperti
artikel atau jurnal-jurnal ilmiah serta laporan-laporan penelitian ilmiah yang berkaitan
dengan topik yang sedang diteliti. Sumber data diperoleh dari data Bank Indonesia
cabang Medan, serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan
dengan penelitian, website, artikel, dan jurnal-jurnal.
3.8 Teknik Analisis Data
Model yang digunakan dalam analisis ini adalah model ekonometrika. Model
analisis data yang digunakan adalah kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square).
Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = f(X1, X2)...(1)
Dengan spesifikasi model sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + µ...(2)
Kemudian ditransformasikan ke dalam model persamaan logaritma berganda
sebagai berikut:
Y = α + β1LogX1 + β2LogX2 + µ...(3)
Dimana:
Secara sistematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:
∂Y
∂X1 < 0, artinya jika kenaikan pada X1 (suku bunga deposito), maka Y (Permintaan
asing terhadap SUN) menurun, ceteris paribus.
∂Y
∂X2 > 0, artinya jika kenaikan pada X2 (nilai kurs), maka Y (Permintaan asing
terhadap SUN) meningkat, ceteris paribus.
3.8.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.8.1.1 Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel
independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel
independen. Dimana nilai R2 antara 0 sampai 1 (0 < R2 ≤ 1).
3.8.1.2 Uji F-Statistik
Pengujian ini bertujuan untuk mnegetahui apakah variabel independen mampu
secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan variabel dependen.
Dalam pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:
H0 : b1 = b2 = 0, artinya variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan
Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:
F-hitung = R2/ (�−1)
(1−R2)/ (n−�)
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = jumlah variabel independen
n = jumlah sampel
Gambar 3.1 Uji F-statistik
3.8.1.3 Uji t-Statistik
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel
dependen, dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini
digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : bi = 0, artinya suatu variabel independen yang diuji tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen.
0
Penerimaan H0
Ha diterima
0
H0 diterima Ha diterima
Ha diterima
Ha: bi ≠ 0, artinya suatu variabel independen yang diuji berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:
t∗ = (��−�) ���
Dimana:
b1 = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol
Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
Gambar 3.2 Uji t- statistik
3.8.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.8.2.1 Uji Normalitas
Asumsi dalam Ordinary Least Square adalah nilai rata-rata dari faktor
pengganggu (µ) adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor
pengganggu, maka perlu dilakukan uji Normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera
Test (J-B test).
Multikolinearitas adalah uji untuk mengetahui apakah ada hubungan diantara
variabel bebas. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R2 yang sangat tinggi, nilai
F-statistik yang signifikan tetapi uji t-F-statistik tidak signifikan, dan standar error yang
tidak terhingga. Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara
variabel independen dari suatu model estimasi.
3.8.2.3 Autokorelasi (Serial Correlation)
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan variabel-variabel dari serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series
Untuk menguji apakah hasil estimasi tidak mengandung autokorelasi, maka
digunakan Uji Durbin-Watson (DW), dimana ditentukan terlebih dahulu besarnya nilai
kritis dari du dan dl berdasarkan jumlah pengamatan dari variabel independennya. ).
Autokorelasi dapat terjadi bila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh terhadap nilai
variabel masa kini atau masa datang.
d = Σ(e�−e�−1)2 Σei
Dimana:
d = nilai Durbin Watson
Σei = jumlah kuadrat sisa
Hipotesis:
Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi
Ha : ρ ≠ 0, artinya ada autokorelasi
Dengan kriteria sebagai berikut:
1.Jika DW < dl, berarti terdapat autokorelasi positif
2.Jika DW > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif
3.Jika du < DW < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi
4.Jika dl < DW < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Ekonomi Indonesia Secara Umum
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2008 mulai melambat menjadi 6,1%
seiring dengan perlambatan ekonomi dunia. Cadangan Devisa Indonesia sempat
mencapai posisi tertinggi sepanjang sejarah pada Februari 2008 yaitu 67,1 miliar US$.
Cadangan devisa per 28 November 2008 sebesar 50,18 miliar US$, turun sebagai akibat
intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah di pasar. Investasi sebagai salah satu pemacu
pertumbuhan ekonomi masih didominasi investor-investor asing. Hal ini terlihat sangat
bergantungnya Indonesia pada aliran dana panas (hot money) dari investor asing, baik di
pasar saham, SBI maupun SUN. Angka penanaman modal asing hingga November
2008 menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 40,38% bila dibandingkan
tahun 2007, sedangkan penanaman modal dalam negeri merosot tajam (51 persen).
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2009 dinilai lambat sehingga memicu
pemerintah melakukan perubahan asumsi makro ekonomi pada tahun tersebut.
Pemerintah merombak berbagai asumsi makro ekonomi 2009 menyusul semakin
memburuknya perkembangan ekonomi global. Usulan perubahan asumsi pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,5 – 6,1 persen dari kesepakatan semula sebesar 6,3 persen, untuk
nilai tukar diusulkan Rp 9.500 per Dolar AS dari Rp 9.150, inflasi 7,0 persen dari 6,2
persen, suku bunga SBI 3 bulan jadi 8,5 persen dari 8,0 persen, dan harga minyak
Indonesia 85 dolar dari 95 Dolar AS per barel. Pertumbuhan ekonomi 2009 yang
ditetapkan pemerintah antara 5,5-6,1 persen turun dari patokan sebelumnya 6,3 persen
cukup realistis dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat. Pada
tahun 2009 pertumbuhan industri hanya mencapai 1,4 persen dan investasi hanya 3,4
persen. Angka itu menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari angka
pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 4,0 hingga 4,5 persen pada 2009.
Berdasarkan data yang ada, total dana asing di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sampai
akhir November 2009 mencapai 5,29 miliar Dolar AS dan di Surat Utang Negara (SUN)
sebesar 10,95 miliar Dolar AS. Kenaikan dana asing baik di SBI maupun SUN tidak
terlepas karena BI Rate tetap bertahan di level 6,5 persen. Pada saat suku bunga acuan
bank sentral Amerika Serikat (AS) rendah, arus masuk dana asing berjangka pendek ke
Indonesia meningkat.
Memasuki tahun 2010 pemerintah menilai perekonomian makro Indonesia
cenderung membaik dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia lainnya.
Perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I sebesar 5,7 persen dan proyeksi kuartal II
5,9 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong dari realisasi investasi dan kinerja
ekspor. Ekspor di bulan April mencapai 12,1 miliar dolar AS atau naik 42,6% dibanding
tahun 2009. Kinerja IHSG serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menguat.
Sampai 10 Juni, Rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,71 persen terhadap Dolar AS,
dimana mata uang Singapura mengalami depresiasi 0,03 persen, Thailand apresiasi 2,72
persen, Malaysia apresiasi 3,62 persen. Sampai 15 Juni, IHSG menguat hingga 11,7
persen, lebih besar dibanding pertumbuhan bursa Jepang yang minus 7,2 persen,
Hongkong minus 8,3 persen, dan Korea minus 0,4 persen. Pada bulan Mei terdapat
bulan Juni terdapat capital inflow (arus modal masuk) Rp 2,36 triliun. Untuk SUN
(Surat Utang Negara), pada bulan Mei terjadi outflow sebesar Rp 4,04 triliun, sampai 15
Juni capital inflow sebesar Rp 5,23 triliun. Inflasi juga terhitung relatif rendah yakni
1,44 persen sampai bulan Mei 2010, dan secara tahunan sebesar 4,16 persen serta secara
month to month
Menapaki kuartal terakhir 2010 terdapat hawa optimis yang berhembus dalam
ruang perekonomian Indonesia. Financial Times (12/08/2010) mengatakan,
perekonomian Indonesia merupakan macan yang tengah terbangun. Pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2011 ditargetkan mencapai 6 persen. Mempertimbangkan kondisi
makro ekonomi selama tahun 2010, baik di Indonesia maupun global membuat kondisi
makro ekonomi Indonesia selama 2011 secara umum akan relatif kuat dengan
kecenderungan menguat. 0,29 persen.
4.2 Perkembangan Permintaan SUN di Indonesia
Aliran masuk portofolio masih merupakan kekuatan pendorong yang dominan
dari surplus neraca keuangan dan permodalan Indonesia. Dari data kepemilikan pihak
asing atas SUN oleh Bank Indonesia menunjukkan adanya tendensi peningkatan dari
tahun ke tahun. Pada akhir tahun 2003, kepemilikan asing pada SUN tercatat Rp 6,06
triliun atau 1,6% dari total surat utang negara yang beredar. Pada akhir tahun 2006
porsi kepemilikan investor asing menignkat menjadi Rp 54,92 triliun atau 13,11% dari
surat utang negara yang beredar, dan pada akhir bulan Oktober 2007 meningkat menjadi
Rp 80,89 triliun atau 17,12% dari jumlah surat utang negara yang beredar. Hal ini
memiliki makna bahwa investasi asing pada SUN di pasar modal dapat menjadi salah
satu alternatif untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional. Bersama-sama
dengan dana yang didapatkan pemerintah dari sumber-sumber lainnya, dana dari
investor asing dengan cara membeli surat utang negara di pasar modal tersebut
digunakan untuk membiayai defisit APBN. Sebagian besar APBN dialokasikan untuk
membiayai pembangunan ekonomi, sehingga secara langsung maupun tidak langsung
investasi asing pada SUN berfungsi untuk pembiayaan pembangunan ekonomi.
Tabel 4.1
Surat Utang Negara yang Dimiliki oleh Asing Januari 2009 – Desember 2011 (Miliar Rp)
Tahun Bulan SUN yang
Februari 19.434 Februari 10.110
Maret 22.217 Maret 10.273
April 23.718 April 8.452
Mei 22.396 Mei 9.306
Juni 19.219 Juni 9.38
Juli 18.606 Juli 7.775
Agustus 19.620 Agustus 13.967
September 18.634 September 24.877
Oktober 16.994 Oktober 19.888
November 17.219 November 20.306
Desember 17.045 Desember 17.408
2010
Gambar 4.1
Perkembangan permintaan SUN oleh investor asing
Sepanjang 2009, kepemilikan asing di SUN jauh lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya. Permintaan SUN oleh investor asing mengalami fluktuasi tiap
bulannya selama tiga tahun (2009-2011). Kepemilikan SUN oleh investor asing pada
bulan Januari 2009 sebesar Rp 16,385 miliar dan pada Desember 2011 menjadi Rp
16,557 miliar. Kepemilikan tertinggi selama tiga tahun terakhir terjadi pada bulan
September 2011, dan terendah terjadi pada bulan Juli 2011. Surat Utang Negara
diyakini didominasi kalangan asing pada tahun 2011 karena kian terbukanya sikap
pemerintah terhadap investor asing. Meningkatnya porsi kepemilikan asing tersebut
tidak terlepas dari fundamental ekonomi indonesia yang terus membaik. Tingginya
minat asing pada obligasi Indonesia juga tidak terlepas dari menariknya yield yang
Namun memasuki Nopember 2010, dana asing yang ada di Surat Utang Negara
mulai berkurang. Dana-dana asing juga mulai keluar dari instrumen Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Pada periode pertengahan Nopember hot money yang keluar dari SBI
mencapai Rp 8,1 triliun. Keluarnya dana asing dari SUN itu dinilai bukan merupakan
gejala penarikan uang asing yang tiba-tiba (sudden reversal
4.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito
), melainkan dinamika biasa
yang terjadi di pasar obligasi karena harga SUN meningkat tajam.
Tingkat suku bunga adalah refleksi situasi sistem moneter, kebijaksanaan, dan
berkaitan dengan sistem ekonomi secara menyeluruh, baik domestik maupun
internasional. Tinggi tingkat suku bunga pinjaman, termasuk tingkat suku bunga
deposito, adalah refleksi langsung dari keadaan lapangan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan tingkat suku bunga tinggi di Indonesia, antara lain kondisi historis,
dinamika, dan kreasi kebijaksanaan di sektor moneter yang akhirnya membawa situasi
moneter seperti sekarang. Tingkat suku bunga deposito, sebagai refleksi persaingan
perburuan dana di mayarakat, menetukan secara langsung tiap-tiap bank untuk
menentukan tingkat suku bunga pinjaman.
Bank Indonesia (BI) selama tahun 2009 menetapkan kebijakan moneter yang
longgar sejalan dengan penurunan inflasi dan direspons positif oleh perbankan dengan
menurunkan suku bunga deposito ataupun pasar uang antar bank.
Sejak Januari hingga
November 2009, penurunan BI Rate sebesar 275 basis poin telah direspons oleh
penurunan suku bunga deposito 1 bulan yang mencapai 359 basis poin. Penurunan suku
sebelumnya yaitu tahun 2006-2007 hanya 226 basis poin dalam kurun waktu yang
sama. Saat pemberhentian penurunan BI Rate pada September hingga Desember 2009,
penurunan suku bunga deposito juga masih berlangsung, meskipun dengan besaran
yang lebih rendah. Sementara itu, suku bunga deposito di tenor lain khususnya di atas 6
bulan tercatat menurun sangat lambat.Hingga pertengahan tahun 2010, lebar koridor
suku bunga merupakan lanjutan kebijakan pada tahun 2009 sebagai respons terhadap
krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008.
Seperti yang telah diketahui bahwa sejak pertengahan Oktober 2010 aliran
modal asing semakin deras yang mengakibatkan pergerakan suku bunga pasar uang
cenderung mendekati level deposit facility. Penerapan kebijakan koridor suku bunga
dilengkapi dengan penggunaan instrumen moneter yang meliputi term deposit dan repo
serta reverse repo SUN. Di tengah kondisi ekses likuiditas perbankan serta tekanan
suku bunga pasar uang yang cenderung bergerak ke bawah, Bank Indonesia
mengaktifkan penggunaan term deposit khususnya dengan tenor kurang dari 3 bulan
untuk menjaga level suku bunga pasar uang tetap berada di sekitar BI Rate. Instrumen
term deposit merupakan penempatan dana rupiah milik perbankan secara berjangka di
Bank Indonesia.
Perkembangan suku bunga deposito setiap bulan selama tiga tahun (2009-2011)
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.2
Perkembangan Suku Bunga Deposito di Indonesia Januari 2009 - Desember 2011
Tahun Bulan Suku Bunga
September 7.43 September 6.83
Oktober 7.38 Oktober 6.75
Sumber: Bank Indonesia Cabang Medan. Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia Beberapa Tahun Penerbitan
Dilihat dari data di atas, fluktuasi suku bunga deposito setiap bulannya cukup
stabil, tidak terlalu bergejolak. Pada tahun 2009 suku bunga deposito masih cenderung
tinggi, namun memasuki tahun 2010 sampai tahun 2011 pergerakan suku bunga
4.4 Perkembangan Nilai Kurs di Indonesia
Dalam perkembangannya selama Orde Baru, perekonomian Indonesia terbukti
memiliki daya tahan yang kuat. Berbagai analisis ekonomi menunjukkan ketangguhan
ekonomi tercapai berkat kebijaksanaan yang tepat selama Orde Baru, terutama sejak
proses deregulasi dan reformasi ekonomi dilancarkan pada awal tahun 1980-an.
Berbagai kebijaksanaan ekonomi itu telah memperkuat fundamental ekonomi, sehingga
kinerja ekonomi Indonesia cukup lumayan. Banyak analis internasional memuji kinerja
ekonomi Indonesia tersebut. Di antaranya laporan Bank Dunia, yang memasukkan
Indonesia sebagai salah satu East Asian Miracles.
Pada akhir tahun 2009 banyak utang yang jatuh tempo sehingga membuat rupiah
cenderung melemah. Namun pada saat itu situasi dalam keadaan abnormal karena data
ekonomi Amerika Serikat yang membaik tetapi mata uang Dolar melemah terhadap
mata uang asing lain.
Prediksi nilai tukar rupiah tahun 2011 lebih bagus dibandingkan dengan asumsi
nilai tukar dalam APBN 2011 yang sebesar 9.300 per Dolar AS. Namun demikian,
terdapat beberapa potensi yang membuat nilai tukar ini melemah jauh dari 9.000 per
Dolar. Pertama, pemulihan ekonomi global, terutama di Amerika Serikat dan
negara-negara Uni Eropa akan menyebabkan dana yang ada di negera berkembang, termasuk di
Indonesia akan kembali masuk ke negara-negara maju tersebut. Kedua, hedging yang
dilakukan oleh beberapa pemain hedge fund besar berpotensi menyebabkan terjadinya
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS sepanjang tahun 2009 sampai
2011 dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.3
Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Januari 2009 – Desember 2011 (Rupiah)
Tahun Bulan Nilai Kurs
Februari 11980 Februari 8823
Maret 11575 Maret 8709
September 9681 September 8823
Oktober 9545 Oktober 8835
November 9480 November 9170
Desember 9400 Desember 9068
2010
Sumber: Bank Indonesia Cabang Medan. Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia Beberapa Tahun Penerbitan
Gambar 4.2
Perkembangan Nilai Kurs di Indonesia
Memasuki tahun 2010 nilai tukar Rupiah menguat terhadap Dolar dari Rp 9.400
pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 9.365 di awal tahun tersebut. Pada semester pertama
2011 nilai Rupiah hanya sempat melemah ke Rp 9.073, lalu terus bergerak menguat ke
level Rp 8.500-Rp 8.600. Memasuki kuartal ketiga tahun 2011 nilai rupiah terhadap
Dolar semakin kuat. Bulan September, rupiah kembali melemah, bahkan pada bulan
Nopember mencapai level Rp 9.170. Pergerakan Rupiah dapat terjadi seperti ini karena
fundamental ekonomi, dan sejatinya fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk
4.5 Analisis Data
Analisis regresi merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan
antar variabel. Untuk menganalisis permintaan SUN oleh investor asing, suku bunga
deposito, dan nilai kurs digunakan analisis logaritma berganda, dimana jumlah
permintaan SUN oleh investor asing pada periode tahun 2009-2011 merupakan variabel
terikat (dependent variabel). Sedangkan variabel bebas (independent variabel) adalah
suku bunga deposito dan nilai kurs pada periode tahun 2009-2011.
Model estimasi persamaannya adalah sebagai berikut:
Log Y = α + β������ + β������ + µ
Dimana:
Y = Permintaan Asing terhadap SUN (Miliar Rupiah) α = Intercept / Konstanta
β1 β2 = Koefisien arah regresi
X1 = Tingkat suku bunga deposito (%)
X2 = Nilai kurs (Rupiah)
µ = Term of Error
Seberapa besar tingkat pencapaian data yang tersedia dalam pencapaian kebenaran
akan dijelaskan dalam perhitungan dan pengujian terhadap masing-masing koefisien
regresi, yaitu uji t-statistik, uji F-statistik, dan uji DW yang diperoleh dengan
menggunakan alat bantu komputer.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dan diolah dengan menggunakan program
Eviews 5.1 dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Tingkat Suku Bunga Deposito (��), dan Nilai Kurs (��) Terhadap Permintaan SUN oleh Investor Asing
LogSUN= -36.98385 – 1.785064LogDeposito + 4.726280LogKurs
Std. Error (8.912) (0.733) (1.117)
t- statistik (-4.15) (-2.435)** (4.233)***
R2 = 0.474
Adjusted R2 = 0.442
DW- statistik = 0.725
F- statistik = 14.872
Prob. Statistik = 0.000
Keterangan:
(**) : signifikan pada α = 5% (***) : signifikan pada α = 1%
4.5.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 4.5.1.1 Koefisien Determinasi (��)
Dari tabel regresi di atas diperoleh koefisien determinas (R2) sebesar 0.474 atau
47,4%. Artinya variabel suku bunga deposito dan kurs secara bersama menjelaskan
permintaan SUN oleh investor asing sebesar 47,4% sedangkan sisanya 52,6% dijelaskan
4.5.1.2 Uji F- statistik
Uji F- statistik ini ditujukan untuk mengetahui apakah variabel suku bunga
deposito dan nilai kurs dapat secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan
permintaan SUN oleh investor asing.
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai F- hitung > F- tabel (14.872 > 5.390),
dengan demikian H0 ditolak. Artinya, suku bunga deposito dan kurs secara
bersama-sama berpengaruh nyata pada peningkatan permintaan SUN oleh investor asing dengan
tingkat kepercayaan 99%.
Gambar 4.3 Uji F- statistik 4.5.1.3 Uji t- statistik
Berdasarkan hasil estimasi yang telah diperoleh, dapat diinterpretasikan hasil
model metode penelitian sebagai berikut:
a. Tingkat suku bunga deposito (X1)
Tingkat suku bunga deposito (X1) berpengaruh negatif terhadap permintaan
SUN oleh investor asing dengan koefisien -1.79. Artinya, setiap kenaikan suku bunga
0 Ftabel=5,390
Penerimaan H0
Ha diterima
Fhitung= 14,872
deposito sebasar 1 persen akan menurunkan permintaan asing terhadap SUN sebesar
1,79 miliar Rupiah.
Dari analisis regresi diperoleh t- hitung = -2.435
α = 5%, df = n – k – 1 = 36 – 2 – 1
df = 33
maka t- tabel = -2.042
Dari hasil estimasi dapat diketahui bahwa suku bunga deposito signifikan
pada α = 5% dengan t- hitung < t- tabel ( -2.435 < -2.042 ). Dengan demikian Ho
ditolak, Ha diterima, yang artinya variabel suku bunga deposito (X1) berpengaruh
signifikan terhadap perkembangan variabel (Y) permintaan asing terhadap SUN di
Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95%.
-2,435
Gambar 4.4
Uji t- statistik pada suku bunga deposito
Hal ini juga sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa apabila terjadi
kenaikan pada suku bunga deposito, maka permintaan SUN oleh investor asing akan
menurun, ceteris paribus.
b. Nilai Kurs
0
H0 diterima Ha diterima
Ha diterima
0
H0 diterima Ha diterima
Ha diterima
2,750 -2,750
Nilai kurs (X2) berpengaruh positif terhadap perkembangan permintaan SUN
oleh investor asing dengan koefisien sebesar 4.726. artinya, setiap kenaikan nilai kurs
sebesar 1 rupiah akan meningkatkan permintaan asing terhadap SUN di Indonesia
sebesar 4,726 miliar Rupiah.
Dari analisis regresi diperoleh t- hitung = 4.233
α = 1%, df = n – k – 1 = 36 – 2 – 1
df = 33
maka t- tabel = 2.750
Dari hasil estimasi dapat diketahui bahwa nilai kurs signifikan pada α = 1%
dengan t- hitung > t- tabel ( 4.233 > 2.750 ). Dengan demikian Ho ditolak, Ha diterima,
yang artinya variabel nilai kurs (X2) berpengaruh signifikan terhadap perkembangan
variabel (Y) permintaan asing terhadap SUN di Indonesia dengan tingkat kepercayaan
99%.
4,233
Gambar 4.5 Uji t- statistik pada kurs
Hal ini juga sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa apabila terjadi
kenaikan pada nilai kurs atau nilai rupiah mengalami apresiasi, maka permintaan SUN
oleh investor asing akan meningkat, ceteris paribus.
4.5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 4.5.2.1 Uji Normalitas
Untuk melihat apakah data terdistribusi normal maka perlu dilakukan uji
Normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test) dengan melihat
probability. Apabila angka probability > 0,05 maka data berdistribusi normal,
sebaliknya apabila angka probability < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Gambar 4.6 Uji Normalitas
Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai probability yang lebih besar dari 0,05
(0,183 > 0,05). Dengan demikian data-data pada penelitian ini berdistribusi normal. 0 Skewness 0.626600 Kurtosis 3.833344
Jarque-Bera 3.397457 Probability 0.182916
4.5.2.2 Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu kondisi dimana terdapat korelasi variabel
independen di antara satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini terdapat
multikolinearitas di antara variabel-variabel independennya. Hal ini dapat dilihat dari
setiap koefisien masing-masing variabel.
Y = α + β������ + β������ + µ...(1)
Permintaan SUN oleh investor asing = f (Suku bunga deposito, Kurs)
Kemudian dilakukan pengujian di antara masing-masing variabel independen, hal
ini ditujukan untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel independen. Sehingga
diperoleh hasil analisis regresi variabel independen sebagai berikut:
a) Suku bunga deposito = f (Kurs)
Suku bunga deposito = α + β������(Kurs) + µ...(2)
Dari hasil analisis regresi diperoleh R2 sebesar 0,83. Artinya, variabel kurs (X2)
mampu menjelaskan variabel nilai suku bunga deposito sebesar 83%. R2 Y, X1, X2 <
R2 X1, X2 (47,4% < 83%). Dengan demikian terdapat gejala multikolinearitas dalam
penelitian ini.
b) Kurs = f (suku bunga deposito)
Kurs = α + β������(Suku bunga deposito) + µ...(3)
Dari hasil analisis regresi diperoleh R2 sebesar 0,829. Artinya, variabel suku
bunga deposito (X1) mampu menjelaskan variabel nilai kurs sebesar 82,9%. R2 Y, X1,
X2 < R2 X1, X2 (47,4% < 82,9%). Dengan demikian terdapat gejala multikolinearitas
Tabel 4.5
Korelasi Parsial Antar Variabel Independen
LDEPOSITO LKURS
LDEPOSITO 1.000000 0.910764 LKURS 0.910764 1.000000
Dari tabel hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa antara variabel suku bunga
deposito dan nilai kurs memiliki hubungan linier yang kuat karena angka korelasinya
lebih besar dari 0,85 (0,91 > 0,85). Karena terdapat multikoliniearitas, maka harus
dilakukan penyembuhan multikolinearitas. Penyembuhan multikoliniearitas dapat
dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan cara menghilangkan salah satu
variabel independen yang mempunyai hubungan linier kuat. Namun dalam penelitian
ini hanya digunakan dua variabel independen yaitu suku bunga deposito (X1) dan nilai
kurs (X2) dalam menjelaskan variabel dependen yakni permintaan SUN oleh investor
asing (Y), sehingga untuk mengatasi multikolinearitas penulis akan mengganti salah
satu variabel independen tersebut dengan variabel lain.
Variabel independen yang digunakan untuk mengatasi multikolinearitas pada
penelitian ini adalah inflasi. Penulis akan menguji variabel baru tersebut dengan
variabel nilai kurs.
Dengan demikian diperoleh hasil:
Tabel 4.6
Korelasi Parsial Nilai Kurs dan Inflasi LKURS LINFLASI
LKURS 1.000000 0.165790 LINFLASI 0.165790 1.000000
Dari hasil estimasi di atas tidak ada multikolinearitas antara variabel bebas (nilai
kurs dan inflasi). Hasil estimasi korelasi antara variabel-variabel tersebut ttidak lebih
besar dari 0,85. Sehingga dalam penelitian ini sebaiknya menggunakan variabel inflasi
untuk mengganti salah satu variabel bebas yaitu suku bunga deposito.
Dengan demikian dilakukan pengujian kembali pengaruh nilai kurs dan inflasi
terhadap permintaan SUN oleh investor asing. Sehingga diperoleh hasil estimasi
sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Estimasi
LogSUN= -19.62552 + 2.504468LogKurs – 0.361069LogInflasi
Std. Error (3.926) (0.432) (0.102)
t- statistik (-4.998) (5.799)*** (-3.553)***
R2 = 0.551
Adjusted R2 = 0.524
DW- statistik = 0.884
F- statistik = 20.266
Prob. Statistik = 0.000
Keterangan:
*Interpretasi Model
1. Dari tabel regresi di atas diperoleh koefisien determinas (R2) sebesar 0.551
atau 55,1%. Artinya variabel kurs dan inflasi secara bersama menjelaskan
permintaan SUN oleh investor asing sebesar 55,1% sedangkan sisanya 44,9%
dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diikutsertakan dalam
model estimasi.
2. Nilai kurs berpengaruh positif terhadap perkembangan permintaan SUN oleh
investor asing dengan koefisien sebesar 2.504. Artinya, setiap kenaikan nilai
kurs sebesar 1 rupiah akan meningkatkan permintaan asing terhadap SUN di
Indonesia sebesar 2,504 miliar Rupiah.
3. Inflasi berpengaruh negatif terhadap perkembangan permintaan SUN oleh
investor asing dengan koefisien sebesar -0.361. Artinya, setiap kenaikan
inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan asing terhadap SUN di
Indonesia sebesar 0,361 miliar Rupiah.
Uji Normalitas
Untuk melihat apakah data nilai kurs dan inflasi terdistribusi normal maka perlu
dilakukan uji Normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test) dengan
melihat probability.
Gambar 4.7 Uji Normalitas
Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai probability yang lebih besar dari 0,05 (0,1
> 0,05). Dengan demikian data-data pada penelitian ini berdistribusi normal.
Uji F- statistik
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai F- hitung > F- tabel (20.266 > 5.390),
dengan demikian H0 ditolak. Artinya, suku bunga deposito dan kurs secara
bersama-sama berpengaruh nyata pada peningkatan permintaan SUN oleh investor asing dengan
tingkat kepercayaan 99%.
Uji t- statistik 1. Nilai Kurs
Dari analisis regresi diperoleh t- hitung = 5.799
α = 1%, df = n – k – 1 = 36 – 2 – 1 Skewness 0.726822 Kurtosis 3.973893
Dari hasil estimasi dapat diketahui bahwa nilai kurs signifikan pada α = 1%
dengan t- hitung > t- tabel ( 5.799 > 2.750 ). Yang artinya nilai kurs
berpengaruh signifikan terhadap perkembangan permintaan asing terhadap
SUN di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 99%.
2. Inflasi
Dari analisis regresi diperoleh t- hitung = -3.553 α = 1%, df = n – k – 1 = 36 – 2 – 1
df = 33
maka t- tabel = 2.750
Dari hasil estimasi dapat diketahui bahwa nilai kurs signifikan pada α = 1%
dengan t- hitung < t- tabel ( -3.553 < -2.750 ). Yang artinya inflasi
berpengaruh signifikan terhadap perkembangan permintaan asing terhadap
SUN di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 99%. Hal ini juga sesuai
dengan hipotesis yang menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan pada
inflasi, maka permintaan SUN oleh investor asing akan menurun, ceteris
paribus.
4.5.2.3 Autokorelasi
Uji DW digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model terdapat
autokorelasi di antara variabel-variabel yang diamati.
Hipotesis:
Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi
Ha : ρ ≠ 0, artinya ada autokorelasi
Dari hasil analisis regresi diketahui DW- hitung = 0.884. Sementara nilai-nilai
tabel yang diperoleh adalah:
k = 2 ; n = 36
α = 1%
du = 1.587
dl = 1.353
4 – du = 2.413
4 – dl = 2.647
Kesimpulan:
DW < dl = 0.884 < 1.353, artinya Ho ditolak (terdapat autokorelasi).
Berdasarkan hasil estimasi pengaruh inflasi dan nilai kurs terhadap permintaan
SUN oleh investor asing diperoleh DW- statistik sebesar 0.884. Sedangkan pada tingkat
signifikan α = 5%, k = 2, dan n = 36 diperoleh nilai dl = 1.354, dan du = 1.587.
Berdasarkan hasil perbandingan nilai DW hitung dan DW tabel, terdapat
autokorelasi positif dalam model regresi di atas.
Cara Mengatasi Autokorelasi
Untuk mengatasi autokorelasi, dimulai dari model persamaan berikut:
Y = α - β1 X1 - β2 X2+ μ
Dan μ = ρμ + v
Selanjutnya model persamaan menjadi:
µ merupakan error term yang mengandung autokorelasi murni, ρ adalah
koefisien autokorelasi, dan v adalah term of error yang memenuhi asumsi klasik. Jika
kita dapat menghilangkan ρµ dari persamaan di atas, maka masalah autokorelasi akan
hilang karena term of error yang tinggal hanya v yang tidak mengandung autokorelasi.
Untuk menghilangkan ρµ, maka persamaan di atas akan dikalikan dengan ρ dan dibuat
log-nya. Jika diasumsikan ρ = 1, maka persamaan di atas menjadi:
Y – Yt= αt (X1 – X1t) - (X2 – X2t) +μ
Pada persamaan di atas, nilai intercept / konstanta sudah tidak ada lagi, sehingga
hanya regresi antar variabel Y, X1, dan X2.
Diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Estimasi Uji Autokorelasi
Dependent Variable: D(LSUN) Method: Least Squares Date: 04/10/12 Time: 21:30
Sample (adjusted): 2009M02 2011M12 Included observations: 35 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(LKURS) 2.939088 1.478406 1.988012 0.0552 D(LINFLASI) -0.092613 0.240556 -0.384995 0.7027
R-squared 0.107001 Mean dependent var 0.001730 Adjusted R-squared 0.079940 S.D. dependent var 0.208411 S.E. of regression 0.199908 Akaike info criterion -0.326478 Sum squared resid 1.318781 Schwarz criterion -0.237601 Log likelihood 7.713362 Durbin-Watson stat 1.964253
Hasil estimasi di atas menunjukkan nilai DW- stat sebesar 1.964. Hal ini
mengindikasikan bahwa upaya mengatasi autokorelasi telah dilakukan. Dapat dilihat du
< DW < (4 – dl) = 1.587 < 1.964 < 2.647, yang artinya sudah tidak terdapat lagi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
3. a) Kenaikan suku bunga deposito akan mengakibatkan investor berpindah ke
deposito sehingga akan menurunkan permintaan SUN oleh investor asing,
demikian sebaliknya. Jika suku bunga deposito turun akan meningkatkan
permintaan SUN oleh investor asing.
b) Depresiasi rupiah akan menurunkan daya tarik investor karena
menurunkan total imbalan bagi investor asing, demikian sebaliknya.
Penguatan nilai rupiah akan meningkatkan daya tarik investasi bagi
investor karena menambah total imbalan bagi investor asing.
2. Variabel-variabel independen yaitu suku bunga deposito dan nilai kurs secara
bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen yaitu permintaan SUN
oleh investor asing.
a) Suku bunga deposito memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan Surat
Utang Negara oleh investor asing.
b) Nilai kurs memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan
Surat Utang Negara oleh investor asing.
5.2 Saran
1. Pemerintah hendaknya terus berusaha dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dan menjaga kestabilan ekonomi untuk tetap menjaga
kepercayaan investor asing yang menanamkan investasinya baik secara
langsung maupun tidak langsung di pasar modal Indonesia dalam mendukung
pembangunan di Indonesia.
2. Bank Indonesia dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan moneter hendaknya
menjaga kestabilan tingkat suku bunga karena tingkat suku bunga yang
terlalu tinggi akan berdampak pada kurangnya minat investor untuk
berinvestasi dan biasanya investor akan berpindah ke deposito.
3. Pemerintah dan Bank Indonesia harus tetap menjaga kestabilan nilai rupiah
terhadap dollar AS. Karena berdasarkan hasil penelitian ini, nilai kurs
berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan SUN oleh investor
asing karena akan berpengaruh pada imbalan yang diperoleh oleh investor.
4. Pemerintah harus tetap memberi perhatian pada penanaman modal asing di
Indonesia, khususnya pada pasar surat utang. Pemerintah juga harus menjaga
agar kepemilikan asing terhadap Surat Utang Negara tidak terlalu
mendominasi karena akan mengurangi kemandirian pemerintah dalam
melakukan kegiatan pembangunan di Indonesia.
5. Kestabilan politik, stabilitas keamanan, dan fakto internal lainnya seperti
kestabilan bisnis, keuangan, dan likuiditas juga hendaknya diperhatikan oleh
pemerintah untuk tetap menjaga ketertarikan investor asing membeli surat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pasar Modal
2.1.1.1 Definisi Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas
(saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan
sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan
sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan pengertian yang
lebih spesifik mengenai pasar modal, yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
A. Bursa Utama
Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, proses
perdagangan surat berharga di pasar modal mengarah pada sistem scripless trading
(perdagangan tanpa warkat) dan remote trading (perdagangan jarak jauh). Bursa seperti
ini dikategorikan sebagai bursa utama (main board).
B. Over the Counter Market (OTC)
OTC memiliki peran yang sangat penting dalam transaksi surat-surat berharga
sebab sebagian besar transaksi terjadi di sini, baik transaksi besar, dalam arti nilai
transaksi, maupun mengenai frekuensi transaksinya. Transaksi yang terjadi tidak
menempati tempat tertentu. Pike (dalam Widoatmodjo, 2009 : 15) mengungkapkan
“apabila suatu saham tidak tercatat di bursa manapun (yang dimaksud bursa utama), ini
berarti tidak ada counter tertentu, di mana penjual dan pembeli secara bersama-sama
dapat melakukan jual-beli. Untuk dapat melakukan transaksi, dapat menggunaka OTC,
yaitu dengan cara melakukan hubungan telepon guna menginformasikan posisinya, jual
atau beli.”
2.1.1.2 Manfaat Pasar Modal
Pasar modal memberikan banyak manfaat, diantaranya:
• Bagi dunia usaha sebagai sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang)
sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
• Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi.
• Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara.
• Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan
masyarakat menengah.
• Menciptakan lapangan kerja / profesi yang menarik.
• Alternativ investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang
bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
• Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol
sosial.
• Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan
manajemen profesional, dan penciptaan iklim berusaha yang sehat.
2.1.1.3 Struktur Pasar Modal Indonesia dan Pelaku Pasar Modal A. Struktur Pasar Modal Indonesia
Struktur pasar modal Indonesia diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1995.
Kebijakan di Pasar Modal ditetapkan oleh Menteri keuangan. Pembinaan, pengaturan,
dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pelaksanaan Pasar
Modal (Bapepam) sebagai salah satu di lingkungan Departemen Keuangan. Bapepam
mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan dan pendaftaran kepada
para pelaku Pasar Modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum,
menerbitkan peraturan pelaksanaan dari undang-undang di bidang Pasar Modal, dan
melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
Badan Usaha
Struktur Pasar Modal Indonesia dapat terlihat pada gambar di bawah ini :
Menteri Keuangan
Bapepam
Pasar Perdana Pasar Sekunder
Gambar 2.1
Struktur Pasar Modal Indonesia
B. Pelaku Pasar Modal
Pelaku pasar modal adalah seluruh unsur, individu atau organisasi, yang
melakukan kegiatan di bidang pasar modal sehingga pasar modal dapat melakukan
a. Pengawas
Tugas pengawasan dilakukan secara resmi oleh Bapepam-LK (Badan Pengawas
Pasar Modal Lembaga Keuangan). Bapepam-LK adalah lembaga pemerintah di bawah
Departemen Keuangan yang bertugas membuat peraturan-peraturan sebagai pedoman
bagi seluruh pelaku pasar modal.
b. Penyelenggara Bursa
Yang mempunyai tugas menyelenggarakan bursa (perdagangan surat berharga)
adalah bursa efek. Di Indonesia, sekarang ini hanya ada satu bursa, yaitu Bursa Efek
Indonesia. Tugas utama bursa adalah menyediakan fasilitas perdagangan agar proses
transaksi dapat berjalan dengan efisien.
c. Pelaku Utama
Di pasar modal, pelaku inti tidak dapat melakukan transaksi secara langsung,
mereka harus dibantu oleh tenaga profesional yang dinyatakan telah lulus ujian profesi
dan dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat.
Secara lengkap, para pelaku utama terdiri atas:
1. Emiten
Emiten adalah perusahaan swasta atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
yang mencari modal dari bursa efek dengan cara menerbitkan efek (saham, obligasi,
right issue, dan waran).
2. Investor
Investor adalah individu atau organisasi yang membelanjakan uangnya di
pasar modal.
3. Penjamin Emisi (Underwriter)
Penjamin emisi adalah perusahaan swasta atau BUMN yang menjadi
penaggung jawab atas terjualnya efek emiten kepada investor.
4. Pialang
Pialang atau broker adalah perusahaan swasta atau BUMN yang aktivitas
utamanya adalah melakukan penjualan atau pembelian efek di pasar sekunder (setelah
efek dicatatkan di bursa). Peranannya juga diperlukan pada pasar perdana, yaitu
membantu penjamin emisi dalam memasarkan efek; sebagai agen penjual.
5. Manajer Investasi
Manajer investasi (MI) adalah perusahaan yang kegiatannya
menyelenggarakan pengelolaan portofolio efek. Perusahaan inilah yang menerbitkan
sertifikat reksa dana.
6. Penasihat Investasi
Penasihat investasi (PI) adalah perusahaan atau perorangan yang kegiatan
usahanya memberi nasihat, membuat analisis, dan membuat laporan mengenai efek
kepada pihak lain.
d. Lembaga dan Profesional Penunjang Pasar Modal
Tugas utama penunjang penerbitan adalah membantu terselenggaranya penerbitan
efek. Penunjang atau pendukung ini terdiri atas dua kelompok, yaitu lembaga
1. Biro Administrasi Efek (BAE)
Biro Administrasi Efek (BAE) adalah perusahaan yang berdasarkan kontrak
tertentu dengan emiten, menyediakan jasa-jasa berupa melaksanakan pembukuan,
transfer dan pencatatan, pembayaran dividen, pembagian hak opsi, dan emisi sertifikat
atau laporan tahunan untuk emiten.
2. Tempat Penitipan Harta
Tempat Penitipan Harta (TPH) atau custodian adalah perusahaan yang
memberikan jasa menyelenggarakan penyimpangan harta yang dititipkan oleh pihak
lain.
3. Wali Amanat
Wali amanat (trust agent) adalah perusahaan yang dipercaya untuk mewakili
kepentingan seluruh investor obligasi atau sekuritas kredit.
4. Penanggung
Penanggung adalah perusahaan yang menanggung pembayaran kembali
jumlah pokok dan bunga emisi obligasi atau sekuritas kredit dalam hal emiten cidera
janji.
5. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah perusahaan yang tugas
utamanya mencatat transaksi yang dilakukan perusahaan pialang. Sekarang ini, di
Indonesia hanya ada satu LKP, yaitu PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI).
6. Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan
Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan (LPP) adalah perusahaan yang
mempunyai tanggung jawab menyelesaikan semua transaksi yang sudah dicatat oleh
LKP.
7. Akuntan Publik
Akuntan publik adalah pihak yang memiliki kewenangan melakukan
pemerikasaan atas keuangan emiten guna memberikan pendapat atas laporan keuangan
yang dipublikasikan oleh emiten.
8. Konsultan Hukum
Konsultan hukum adalah pihak yang memberikan dan menandatangani
pendapat hukum mengenai emisi efek yang dilakukan emiten.
9. Notaris
Notaris adalah pihak yang berwenang membuat akta otentik mengenai
perjanjian dan pernyataan yang dibuat oleh pelaku pasar modal, terutama emiten dalam
rangka go public.
10. Penilai
Penilai adalah pihak yang menerbitkan dan menandatngai laporan penilaian
atas nilai aktiva, yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian dari penilai.
2.1.2 Surat Utang Negara (SUN)
2.1.2.1 Pengertian Surat Utang Negara (SUN)
Menurut Nurwadono (dalam Lubis, 2008 : 205) Surat Utang Negara adalah surat
berharga yang berupa pengakuan hutang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing
yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai
dengan masa berlakunya. Surat Utang Negara merupakan surat berharga yang
diterbitkan oleh pemerintah Indonesia yang dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan
pembangunan nasional.
Surat utang negara yang dikenal saat ini pada awalnya merupakan obligasi
rekapitalisasi perbankan yang diterbitkan pemerintah pada tahun 1998/1999. SUN pada
awalnya diterbitkan untuk menyelamatkan sistem perbankan sehubungan krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Pemerintah melakukan
rekapitalisasi perbankan pada tahun 1998/1999 dengan memindahkan kredit bermasalah
perbankan nasional ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya,
pemerintah menerbitkan obligasi rekapitalisasi yang kemudian diserahkan ke bank yang
direkapitalisasi sebagai pembayaran dari kredit yang dipindahkan tersebut. Obligasi
rekapitalisasi dimaksud diterbitkan dengan berbagai tingkatan suku bunga, terdiri dari
suku bunga tetap (fixed rate), suku bunga mengambang (variable rate), serta obligasi
lindung nilai (hedge bond). Pemerintah juga menerbitkan skema penjaminan (blanket
guarantee) untuk semua jenis simpanan masyarakat yang ada perbankan nasional
dengan maksud untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
nasional, terutama untuk membangun kembali kepercayaan dari lembaga keuangan dan
Setiap penerbitan SUN ysng dilakukan pemerintah pada dasarnya telah memenuhi
unsur-unsur:
a. Authorized, karena penerbitannya telah mendapatkan persertujuan dari
parlemen lebih dahulu, sebagaimana yang berlaku umum di sebagian besar
negara-negara maju.
b. Responsible, karena penatausahaannya dilaksanakan oleh Bank Indonesia
yang mempunyai pengalaman yang luas, fasilitas jaringan dan infrastruktur, dan
personalia yang baik serta terampil untuk melaksanakan kegiatan penatausahaan dan
lelang surat utang negara.
c. Accountable, karena penggunaan hasil penerbitan surat utang negara setiap
tahunnya dipertanggungjawabkan oleh pemerintah ke DPR.
d. Fairness, karena metode penerbitannya dilakukan secara lelang, dan
penyimpanannya dilakukan secara ganda (dual ownership), dan penitipan utama
(central registry) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia mengikuti ketentuan yang
berlaku umum di kebanyakan negara. (Sihombing, 2008 : 243).
Central Registry, 2003 (dalam Lubis, 2008 : 68) menyatakan SUN yang telah
diterbitkan dapat dikelompokkan menjadi:
1. SUN yang diterbitkan untuk Bank Indonesia yang terdiri dari:
a. untuk menutupi dana talangan yang disebut dengan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI), diterbitkan dari September 1998 sampai
September 1999.
b. untuk membiayai program penjaminan, diterbitkan Mei 1999.
c. dalam rangka membiayai kredit program, diterbitkan 29 Desember 1999.
2. SUN yang diterbitkan untuk kepentingan Bank.
SUN yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder antara lain:
1. Fixed Rate Bond (FR), diterbitkan untuk meningkatkan Capital Adequacy
Ratio (CAR) bank dari 0% menjadi 4% yang terdiri :
a. FR0001 - FR0005 dengan jangka waktu 5-10 tahun. Pada Desember
2000 ditukar seri FR0001 – FR0003 dengan tingkat bunga 12%.
b. FR0006 – FR0009 dengan tingkat bunga 10%-16,5% dikenal dengan
bonds exchange offer atau staple bond.
c. FR0010 – FR0020 dengan jangka waktu 8-11 tahun untuk mengganti
seri-seri dengan sisa jangka waktu 2-7 tahun.
d. FR0021 – FR0024 disebut juga dengan T Bonds, diterbitkan melalui
lelang.
2. Variable Rate Bonds (VR), diterbitkan untuk mengembalikan CAR
perbankan yang negatif menjadi 0% terdiri dari 16 seri, yaitu VR0001-VR0016 dengan
jangka waktu 3-10 tahun. Seri VR0017 dan VR0018 diterbitkan dalam rangka konversi
atas pelunasan hedge bonds. VR0019-VR0031 diterbitkan pemerintah dalam rangka
revolving dengan jangka waktu 12-18 tahun untuk mengganti seri-seri dengan sisa
3. Hedge Bond (HB), diterbitkan untuk menjaga Net Open Position (NOP) bank.
Nilai nominal obligasi dikaitkan dengan nilai tukar rupiah. Seri HB tidak dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
2.1.2.2 Dasar Hukum Penerbitan Surat Utang Negara
Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2002 memberi kepastian bahwa:
• Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu
• Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuh tempo
• Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh
persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Bank Indonesia
• Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang
• Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh
pihak yang tidak berwenang dan atau pemalsuan SUN.
Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, berbagai peraturan pelaksanaan
telah diterbitkan untuk mendukung pengelolaan SUN, antara lain:
• Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.01/2003 tentang Penunjukan
Bank Indonesia sebagai Agen untuk melaksanakan Lelang Surat Utang
Negara di Pasar Perdana.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentang Lelang
Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentang Lelang Surat
Utang Negara di Pasar Perdana.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan
SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana
terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
170/PMK.08/2009
.• Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang meliputi
Peraturan Bank Indonesia atau PBI dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI),
terkait dengan peran Bank Indonesia sebagai agen lelang, registrasi, kliring,
setelmen SUN dan central register.
2.1.2.3 Tujuan dan Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara
Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2002 menyebutkan tujuan dari penerbitan SUN ialah
untuk:
1. Membiayai defisit APBN
2. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat pengeluaran dari rekening
Kas Negara dalam satu tahun anggaran
3. Mengelola portofolio utang negara.
Pemerintah pusat berwenang menerbitkan SUN setelah mendapat persetujuan
DPR yang disahkan dalam kerangka pengesahan APBN dan setelah berkonsultai dengan
Bank Indonesia. Atas penerbitan tersebut, Pemerintah berkewajiban membayar bunga
dan pokok pada saat jatuh tempo. Dana untuk pembayaran bunga dan pokok SUN
Manfaat penerbitan SUN adalah:
• Sebagai Instrumen Fiskal
Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan
APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.
• Sebagai Instrumen Investasi
Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan
memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan
diverifikasi portofolio guna memperkecil risiko investasi. Selain itu, investor
SUN memiliki potential capital gain dalam transaksi perdagangan di pasar
sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialah potensi keuntungan
akibat lebih besarnya harga jual obligasi dibandingkan harga belinya.
• Sebagai Instrumen Pasar Keuangan
Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat
dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan nilai instrumen keuangan
lainnya.
2.1.2.4 Jenis dan Bentuk Surat Utang Negara
Secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN); jangka waktu sampai dengan 12 bulan,
pembayaran bunga secara diskonto (discounted paper). Di beberapa negara
SPN lebih dikenal dengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.
2. Obligasi negara (Treasury Bonds); jangka waktu diatas 12 bulan dengan
Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang
periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa
kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon
dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo. Berdasarkan tingkat
kuponnya ON dapat dibedakan menjadi (1) Obligasi Berbunga Tetap, yaitu
obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap periodenya (atau Fixed Rate
Bonds) dan (2) Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan
tingkat bunga mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan
berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank
Indonesia).
Bentuk dari SUN antara lain:
1. Warkat diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di Pasar Sekunder.
2. Tanpa warkat (scripless), diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di
Pasar Sekunder.
2.1.2.5 Pengelolaan Surat Utang Negara
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002, pengelolaan SUN diselenggarakan oleh
Menteri Keuangan. Pengelolaan SUN sendiri telah dilakukan sejak tahun 2000 dengan
dibentuknya tim Debt Management Unit (DMU) berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) nomor 101/KMK.017/2000.
Selanjutnya pada tahun 2001, melalui KMK nomor 2/KMK.01/2001, tim DMU
berubah menjadi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON). Dan berubah lagi
menjadi Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara (DPSUN) berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan nomor 302/KMK.01/2004. Seiring dengan proses reorganisasi
ditubuh Kementerian Keuangan, pada tahun 2006 organisasi ini berkembang menjadi
setingkat eselon I berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006
dengan nama Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dan terakhir telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 143.1/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Tugas DJPU yang terkait dengan pengelolaan SUN ialah menyiapkan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan SUN yang meliputi: perencanaan struktur
portofolio yang optimal; pelaksanaan penerbitan, penjualan, pembelian kembali dan
penukaran; pengelolaan risiko portofolio SUN; pengembangan infrastruktur dan
institusi pasar SUN; dan publikasi informasi tentang pengelolaan SUN berdasarkan
kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal.
Strategi jangka pendek dan menengah pengelolaan SUN saat ini ialah:
menurunkan refinancing risk terutama pada jangka pendek, memperpanjang rata-rata
jangka waktu jatuh tempo (average maturity) SUN, menyeimbangkan struktur jatuh
tempo portofolio SUN sehingga selaras dengan perkembangan anggaran negara dan
daya serap pasar, serta mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sekunder
SUN, sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya pinjaman (cost of