• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH

ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH

ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh:

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS) (Ir. Thomson Sebayang, M.T)

NIP : 130 365 300 NIP : 19571115 19860110 01

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.

Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI……….. ii

DAFTAR TABEL……….. iv

DAFTAR GRAFIK……….. vi

DAFTAR GAMBAR………. vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 7

1.3 Tujuan Penelitian……… 7

1.4 Kegunaan Penelitian………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka……… 8

2.2 Landasan Teori………... 10

2.3 Kerangka Pemikiran………... 16

2.4 Hipotesis………... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penenentuan Daerah Penelitian…………... 20

3.2 Metode Penentuan Sampel……… 20

3.2.1 Petani………... 20

3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran…… 21

3.3 Teknik Pengumpulan Data……… 21

3.4 Metode Analisis Data………. 21

3.5 Definisi Operasional……… 26

3.5.1 Defenisi ……….. 26

3.5.2 Batasan Operasional………... 28

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian………... 28

(5)

4.1.3 Perekonomian Desa……… 31

4.1.4 Sarana dan Prasarana……… 31

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian……….……… 32

4.2.1 Petani... 32

4.2.2 Pedagang………. 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen………. 36

5.2 Struktur Pasar..……… 40

5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar... 43

5.2.2. Diferensiasi Produk... 43

5.2.3 Hambatan Keluar Masuk... 43

5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga... 44

5.3 Efisiensi Pemasaran……… 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 58

6.2 Saran………... 58

(6)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman

1 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap)………. 4

2 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara)………….. 5

3 Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran... 21`

4 Nilai Korelasi Menurut Guilford……….. 26

5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan………... 29

6 Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Kelompok Umur……… 30

7 Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian……… 32

8 Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan... 33

9 Karakteristik Pedagang Pengumpul... 34

10 Karakteristik Agen……… 35

11 Karakteristik Pedagang Pengecer... 35

12 Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi ……….. 44

(7)

14 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran II ……….. 53

15 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran III ………. 54

16 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan, dan Efisiensi

Pemasaran……… 56

17 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan dan Efisiensi

Pemasaran Per Petani Sawi………... 57

18 Analisis Korelasi Efisiensi Pemasaran Dengan

Luas Tanam Komoditi Sawi………... 58

(8)

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Judul Grafik Halaman

1 Harga Komoditi Sawi Di Tingkat Petani Dan

Konsumen………. 38

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran... 19

2. Salurah Pemasaran Komditi Sawi di Kelurahan

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Uraian

1. Karakteristik Petani

2. Karakteristik Pedagang Pengumpul

3. Karakterisrik Agen

4. Karakteristik Pedagang Pengecer

5. Luas Lahan dan Produksi Petani Sawi

6. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam

7. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam

8. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam

9. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam

10. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam

11. Harga Petani Sawi

12. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengumpul

13. Harga Jual dan Beli Agen

14. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer

15. Rata-Rata Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer

16. Analisis Usaha Tani Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam

Ratus

17. Output Regresi

18. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah

Keuntungan per petani

19. Efisiensi Pemasaran dan Luas Lahan

(11)

ABSTRAK

RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.

Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan

berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar

negeri. Hal tersebut menyebabkan Indonesia ditinjau dari aspek klimatologis

sangat potensial dalam usaha bisnis sayur-sayuran.

Di antara sayur–sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah

salah satu komoditas yang memiliki nilai komersial dan prospek yang lumayan.

Selain ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, ekonomis serta sosialnya

juga sangat mendukung, sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di

Indonesia (Haryanto dkk, 1996).

Tanaman sawi, seperti halnya produk pertanian pada umumnya merupakan

komoditas yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu

masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu

mendapat perhatian dalam pengolahan tataniaga komoditi ini. Hal-hal tersebut

perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi

akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat

mengakibatkan kerugian (Haryanto dkk, 1996).

Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem agribisnis.

Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan

diuntungkan. Oleh karena itu peran lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari

(13)

lainnya menjadi amat penting. Biasanya pada negara berkembang, lembaga

pemasaran untuk pemasaran hasil pertanian masih lemah. (Soekartawi, 2003).

Dalam perdagangan komoditas pertanian umumnya dilibatkan berbagai

kelompok pedagang seperti pedagang desa, pedagang kecamatan, pedagang

kabupaten, pedagang antara provinsi dan pedagang pengecer di daerah konsumen.

Di tingkat desa sistem pasar yang terbentuk seringkali mengarah pada pasar yang

bersifat monopsoni atau oligopsoni. Pasar monopsoni dan oligopsoni merupakan pasar yang mempunyai pedagang lebih sedikit dari produsen. Sistem pasar

demikian terjadi akibat kurangnya kompetisi diantara pedagang akibat jumlah

pedagang yang terbatas. Kalaupun jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak,

tetapi dalam kegiatannya para pedagang tersebut seringkali dikendalikan oleh

satu atau beberapa pedagang tertentu. Hal ini menyebabkan terbentuknya pasar

monopsoni atau oligopsoni yang terselubung, dimana walaupun keadaan pasar

tampaknya bersaing sempurna karena jumlah pedagang yang banyak tetapi

sebenarnya dikuasai aleh pedagang-pedagang tertentu.

Kondisi pasar seperti diatas tidak menguntungkan bagi petani karena harga

yang diterima petani akan dikendalikan oleh pedagang yang memilliki kekuatan

monopsoni. Pada kondisi pasar tersebut petani cenderung menerima harga yang

rendah akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemasaran komoditas dengan

kekuatan monopsoni/oligopsoni tidak efisien karena kepentingan petani sebagai

produsen dapat dirugikan (Irawan, 2007).

Selain itu ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk komoditas

(14)

pengetahuan petani, kendala lain yang dominan adalah harga produk hortikultura

yang rendah dan sangat berfluktuasi, prasarana transportasi yang kurang

mendukung dan belum berkembangnya agroindustri yang memanfaatkan hasil

tanaman hortikultura sebagai bahan baku (Lakitan, 1995).

Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi

dan palawija dengan kata lain ketidak seimbangan antara volume pasokan dan

kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran

juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari

daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi

upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran

yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan

efisien (Irawan, 2007).

Sumatera Utara merupakan salah satu sentra pertanian di Indonesia. Di

daerah ini banyak diusahakan berbagai jenis sayuran. Salah satu diantaranya

adalah sawi. Luas dan produksi sawi/ petsai di Sumatera Utara dapat dilihat pada

(15)

Tabel 1.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap) Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi komoditas sawi/ petsai Kota

Medan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi sawi/ petsai

Sumatera Utara pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,532 ton. Kota Medan menempati

posisi ke-6, sehingga Kota Medan masih termasuk dalam 10 besar produsen sawi

di Sumatera Utara.

(16)

Tabel 2.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara)

Sumber: Dinas Pertanian Dan Perikanan Kota Medan

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa di Kota Medan tidak semua kecamatan

menghasilkan sawi. Ada beberapa kecamatan yang memproduksi sawi seperti

Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Selayang,

Medan Johor, Medan Amplas dan Medan Marelan, akan tetapi yang memiliki

produksi tertinggi adalah kecamatan Medan Marelan sebesar 704 ton. Walaupun

(17)

Adapun masalah yang dihadapi petani di daerah penelitian dalam

pemasaran adalah bagaimana agar hasil–hasil pertanian dapat memberikan

keuntungan di saat para petani melakukan panen. Pada umumnya sering terjadi

adalah fluktuasi harga komoditi sawi dan ketika panen raya harga biasanya jatuh.

Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan

harga.

Sering kali ditemukan bahwa karena petani sangat memerlukan uang

kontan selekas mungkin (untuk membayar utang, biaya sekolah anak dan lainnya),

maka petani menjual produk pertaniannya walaupun pada kondisi yang kurang

menguntungkan. Namun ada pula dijumpai petani yang menjual hasil

pertaniannya karena adanya peraturan yang mengharuskan walaupun kondisi

harga tidak menguntungkan (Soekartawi, 2003).

Masalah yang dihadapi petani ini menyebabkan rendahnya keuntungan

yang diperoleh petani, karena itu diperlukan strategi untuk memperkecil berbagai

masalah tersebut dengan program terpadu. Untuk itu diperlukan paket teknologi

budidaya yang tangguh, informasi pasar yang benar, sarana dan prasarana

termasuk transportasi pemasaran serta tersedianya sistem kelembagaan usaha tani,

(18)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan harga jual komoditi sawi pada tingkat petani didaerah

penelitian?

2. Bagaimana struktur pasar komoditi sawi didaerah penelitian?

3. Bagaimana hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan luas tanam

komoditi sawi di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan

luas lahan sawi di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan pemasaran komoditi sawi

didaerah penelitian.

2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan untuk perbaikan dan

pengembangan pemasaran komoditi sawi.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari

dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan

maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang

mirip satu sama lain (Anonimous, 2011).

Sawi bukan tanaman asli Indonesia. Menurut asalnya sawi banyak di

budidayakan di Asia tepatnya di Cina, akan tetapi keadaan alam Indonesia

dengan iklim dan cuaca serta keadaan tanah yang memungkinkan tanaman luar

dapat dikembangkan dengan baik.

Tanaman Sawi dapat tumbuh dengan mudah di dataran rendah sampai

dataran tinggi. Tempat tumbuh yang dibutuhkan yaitu tanahnya gembur, banyak

mengandung bahan organik, drainase yang baik dan derajat keasaman tanahnya

(pH) antara 6-7. Tanaman ini tahan naungan dan tahan kekeringan. Waktu tanam

yang tepat yaitu pada ahir musim hujan atau awal musim kemarau. Selama

pertumbuhannya tanaman ini harus cukup air. Tanaman dapat berbunga, sehingga

benihnya mudah diperoleh. Tanaman ini dapat diusahankan secara monokultur

dan secara hidroponik (Sutarya dan Grubben, 1995).

Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter

sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya

(20)

meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam

sepanjang tahun (Margianto, 2007).

Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan

pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah,

memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan.

Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak,

karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C

(Anonimousc, 2010).

Tanaman sawi , seperti halnya produk pertanian pada umunya merupakan

komoditi yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu,

masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu

mendapat perhatian dalam pengelolaan pemasaran komoditi ini. Hal-hal tersebut

perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi

akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat

menyebabkan kerugian.

Pendukung dalam tataniaga sawi mempunyai peranan penting dalam

sistem distribusinya adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya

mempunyai fungsi dan peranan masing-masing dalam rentetan jalur tataniaga

komoditi ini.

Petani sebagai produsen sawi merupakan orang yang langsung

berhubungan dengan proses produksi. Mutu sawi yang secara langsung juga

menentukan tinggi rendahnya harga, merupakan tanggung jawab yang di

pegangnya. Pemilihan jalur tataniaga selanjutnya juga sangat menentukan lancar

(21)

Sawi kebanyakan ditanam di daerah pinggiran atau luar kota. Untuk bisa

menyalurkan semua hasil panen kepada konsumen diperlukan pedagang-pedagang

perantara, di samping ada sebagian yang langsung dipasarkan kepada konsumen.

Jumlah yang langsung dipasarkan kepada konsumen sangat sedikit dibandingkan

dengan yang dijual melalui pedagang perantara. Para konsumen yang langsung

membeli kepada petani biasanya bertempat tinggal tidak jauh dari lahan

penanaman (Haryanto dkk, 1996).

Setelah sawi sampai pada konsumen, ada yang langsung

mengkonsumsinya sendiri. Ada pula yang melakukan pengolahan terlebih dahulu

kemudian dijual lagi pada konsumen lainnya.

2.2 Landasan Teori

Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau

keinginan serta mau atau mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan itu. Jadi besarnya pasar tergantung dari jumlah orang

yang memiliki kebutuhan , punya sumberdaya yang diminati orang lain, dan mau

menawarkan sumber daya itu untuk ditukar supaya dapat memenuhi keinginan

mereka (Yasin dan Dilham, 2008).

Pemasaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang

dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik

konsumen. Pemasaran merupakan kegiatan produktif karena menciptakan

kegunaan (utility) baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun milik.

Sistem pemasaran hasil pertanian adalah suatu kompleks sistem dalam berbagai

(22)

pemasaran. Dengan demikian lima subsistem yaitu sektor produksi, saluran

pemasaran, sektor konsumsi, aliran (flow), dan fungsional berinteraksi satu sama

lain dalam subsistem keenam, yaitu lingkungan (Anonimousb, 2008).

Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan

lembaga-lembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi–fungsi pemasaran untuk

memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen

akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang

tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga–lembaga

pemasaran, baik dari konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam sistem

komoditas (Gumbira dan Harizt, 2001).

Menurut Hutauruk (2003) dalam mempelajari marketing ada beberapa

metode yang digunakan yaitu:

Pendekatan fungsi (Fungsional Approach), dimana dipelajari

bermacam – macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing,

bagaimana dan siapa yang melaksanakannya.

Pendekatan dari segi lembaga (Intitusional Approach), dipelajari

bermacam – macam perantara, bagaimana masing – masing

berusaha , fungsi – fungsi yang dilaksanakannya.

Pendekatan komoditi barang (komodity approach), mempelajari

bagaiman macam – macam barang dipasarkan dan lembaga mana

yang mengendalikannya.

Saluran pemasaran / saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga

yang melakukan semua kegiatan dan fungsi yang digunakan untuk produksi dan

(23)

pemasaran selalu terdiri dari produsen dan konsumen akhir, termasuk di

dalamnya para pialang yeng terlibat dalam pemindahan produk ke konsumen.

Para pialang dan agen juga merupakan bagian dari saluran distribusi meskipun

mereka tidak memiliki hak atas barang. Hal ini biasanya terjadi karena

memainkan peran yang aktif dalam pemindahan hak kepemilikan.

Dalam proses tataniaga terdapat fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh

produsen dan lembaga pemasaran. Yaitu, pembeli (buying) dimana pengumpulan

atau assembling dapat dikelompokkan ke dalamnya., penjualan (selling)

penyebaran distribusi termasuk di dalamnya, pengangkutan (transportation),

penyimpanan (storage), pengolahan, pembiayaan (financing), resiko ( risk taking),

informasi pasar (market information) (kartasapoetra,1992).

Biaya pemasaran merupakan bentuk konsekuensi logis dari pelaksanaan

fungsi–fungsi pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran merupakan bagian tambahan

harga dari barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Oleh sebab itu

biaya pemasaran yang tinggi akan membawa efek pada harga beli konsumen. Di

samping itu biaya pemasaran yang tinggi juga akan membuat sistem pemasaran

tidak efisien (Gultom,1996).

Komponen biaya pemasaran terdiri atas semua pengeluaran yang di

keluarkan oleh setiap middleman dan lembaga pemasaran yang berperan secara

langsug dan tidak langsung dalam proses pemindahan barang, dan keuntungan

yang diambil oleh middleman atau lembaga tataniaga atas modal dan jasa

tenaganya dalam menjalankan aktivitas pemasaran tersebut. Setelah

(24)

disebut price spread. Jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga

beli konsumen, maka di peroleh share margin (Gultom,1996).

Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi

mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang

rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang

dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan

kesejahtraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).

Harga produk dibidang pertanian berbeda dengan produk di bidang

industri, dimana harga produk di bidang industri relatif lebih konstan atau lebih

banyak ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan harga produk pertanian relatif

berfluktuatif, karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat, yaitu:

1. Keadaaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama, penyakit dan

iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak

kontinu.

2. Adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditi pertanian.

3. Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan

tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya

harga di bidang pertanian.

4. Dampak dari institusi, seperti Bulog dan komitmen perdagangan (antara

lain pengurangan tarif dan lain-lain)

(Anindita, 2008).

Lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap barang.

Sehingga barang memperoleh nilai tambah (Value Added). Di samping itu

(25)

Sebab jika petani melakukan sendiri fungsi pemasaran maka efisiensi pemasaran

lebih tinggi dibandingkan bila ditangani oleh lembaga pemasaran. Peningkatan

nilai tambah yang diterima barang maupun penurunan biaya pemasaran bila

ditangani lembaga pemasaran telah meningkatkan harga jual di tingkat konsumen.

Sehingga pendapatan petani terus meningkat.

Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran. Sehingga tingkat

efisiensi pemasaran (Ep) ini di ukur dengan rumus:

Ep =

x 100 %

Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi jika:

− Biaya pemasaran semakin besar, dan

− Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika:

− Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat

lebih tinggi.

− Persentasi perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak

terlalu tinggi.

− Tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan − Adanya kompetisi pasar yang sehat.

(Soekartawi, 2002).

Selain itu indikator empirik yang sering digunakan dalam pengkajian

efisiensi pemasaran di antaranya adalah margin pemasaran dan transmisi harga

dari pasar konsumen kepada petani atau ke pasar produsen. Sistem pemasaran

(26)

biaya pemasaran dan keuntungan pedagang semakin kecil. Dengan kata lain,

perbedaan antara harga yang diterima petani dan harga yang dibayar konsumen

semakin kecil.

Adapun transmisi harga yang rendah mencerminkan inefisiensi pemasaran

karena hal itu menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat

konsumen tidak seluruhnya diteruskan kepada petani, dengan kata lain transmisi

harga berlangsung secara tidak sempurna. Pola transmisi harga seperti ini

biasanya terjadi jika pedagang memiliki kekuatan monopsoni sehingga mereka

dapat mengendalikan harga beli dari petani (Irawan, 2007).

Pada pasar persaingan sempurna, selisih antara harga yang dibayar

konsumen dan harga yang diterima petani lebih rendah dibanding pada kondisi

pasar monopsoni, dengan kata lain, margin pemasaran akan semakin besar jika

terdapat kekuatan monopsoni. Pada kondisi pasar monopsoni transmisi harga dari

pasar konsumen kepada petani juga berlangsung secara tidak sempurna. Pola

transmisi harga seperti ini menyebabkan korelasi harga di tingkat konsumen dan

di tingkat petani akan semakin rendah dan fluktuasi harga di pasar produsen akan

lebih rendah daripada di pasar konsumen.

Pasar monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai

pembelian atau menjadi pembeli tunggal barang atas jasa dipasar komoditas. Jadi

monopsoni memiliki kekuatan pembeli untuk mempengaruhi harga. Monopsoni

memungkinkan pembeli membeli harga lebih rendah daripada dengan pasar

kompetitif (Satia, 2007).

Pasar oligopsoni adalah sebuah kondisi pasar dimana produsen atau

(27)

(seperti pengijon, rentenir, dan juga supplier besar). Hal ini membuat para petani

hanya dapat menerima harga yang ditetapkan oleh beberapa pembeli tersebut,

kecuali pemerintah turun langsung menentukan harga eceran terendah

(Satia, 2007).

2.3 Kerangka Pemikiran

Usaha tani merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi petani. Setelah

melaksanakan usaha tani, petani akan melaksakan fungsi pemasaran. Pemasaran

didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk

memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

Dalam proses pemindahan barang dari produsen ke konsumen tercipta

beberapa saluran pemasaran. Dalam penyaluran produk–produk pertanian

dilibatkan lembaga–lembaga pemasaran. Saluran pemasaran terbagi tiga yaitu

petani sawi ke pedagang pengumpul, petani sawi ke pedagang pengecer dan

petani sawi langsung ke konsumen.

Tiap lembaga pemasaran melibatkan fungsi–fungsi pemasaran yang

berbeda. Adapun fungsi–fungsi pemasaran yang terlibat dalam pemasaran sawi

yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, sortir, pengepakan,

penyusutan dan pengolahan.

Dengan melaksanakan fungsi–fungsi pemasaran maka akan terbentuk

biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran maka akan menentukan tingkat harga

yang diterima produsen dan lembaga pemasaran. Selain itu biaya pemasaran akan

menentukan tingkat keuntungan yang diterima produsen dan lembaga pemasaran.

(28)

digunakan dalam pengukuran tingkat efisiensi tataniaga. Margin pemasaran terdiri

dari price spread dan share margin. Semakin banyak lembaga tataniaga yang

berperan dalam pemasaran sawi, maka sistem pamasaran sawi tidak efisien.

Kemudian petani menerima harga yang diberikan oleh pasar. Setelah di

dapat harga penjualan maka akan di hitung margin pemasaran dan elastisitas

transmisi harga pada komoditi sawi. Nilai elastisitas pemasaran akan digunakan

untuk menentukan bentuk struktur pasar yang terjadi di daerah penelitian.

Selanjutnya dihitung tingkat efisiensi pemasaran sawi di daerah penelitian. Secara

(29)

Keterangan :

= Menyatakan Pengaruh = Saluran Pemasaran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran PETANI

Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang

Biaya Pemasaran

Harga Jual

Margin Pemasaran

Efisiensi Pemasaran

(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Harga jual komoditi sawi di tingkat petani dan konsumen cenderung

berfluktuasi

2. Struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian berbentuk pasar

monopsoni.

3. Ada hubungan yang nyata antara efisiensi pemasaran dengan luas tanam

komoditi sawi di daerah penelitian.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian di tentukan secara purposive, yaitu di

kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki potensi tanaman sawi terbesar di

Kecamatan Marelan. Daerah ini memiliki lahan seluas 55 Ha yang potensial untuk

ditanami sawi.

Tabel 3. Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran No

JENIS KOMODITI POTENSI PERTANIAN (HA)

Padi Palawija SAYURAN Jumlah

Sawi Kangkung Bayam Timun Terong Kacang Cabe

Sumber : Kantor Camat Marelan

3.2 Metode Penentuan Sampel

3.2.1 Petani

Metode penentuan sampel petani sebagai produsen sawi di Kelurahan

Tanah Enam Ratus dilakukan dengan metode Simple Random Sampling dengan

memilih 30 petani secara acak sebagai sampel populasi. 30 sampel tersebut

dianggap mewakili populasi. Penentuan sampel yang hanya 30 dilakukan untuk

(32)

3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran

Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam

mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Sampel pedagang

ditentukan dengan Metode Penelusuran yaitu dengan menelusuri semua pedagang

yang terlibat dalam proses distribusi sawi dari petani produsen ke konsumen

akhir, termasuk di dalamnya pedagang besar, pedagang pengumpul dan pengecer.

Pedagang atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam mendistribusikan

komoditas sawi dari produsen ke konsumen akhir ada 18 pedagang yang terdiri

dari 5 pedagang pengumpul, 6 agen dan 7 pedagang pengecer.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan

petani dan pedagang dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun

sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Utara, Dinas

Pertanian Kota Medan, Kantor Camat Kecamatan Medan Marelan dan Badan

Pusat Statistik. Data sekunder yang diambil berupa data produksi, luas tanam,

Volume penjualan, daerah tujuan dan lain-lainnya yang terkait dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara

sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

Untuk identifikasi masalah (1) akan di jelaskan dengan analisis deskriptif

(33)

Untuk identifiksi masalah (2) akan di analisis dengan menggunakan

elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga digunakan untuk

mengetahui struktur pasar antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat

konsumen, Perhitungan elastisitas transmisi harga dapat dilakukan dengan

penerapan fungsi Cobb Douglas. Dengan fungsi Cobb Douglas maka dapat

diperoleh dugaan dari koefisien/parameter hubungan ekonomi. Nilai

koefisien/parameter dugaan adalah nilai elastisitas transmisi harga konsumen

terhadap harga petani. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Y = aXb... .(1)

Et = Elastisitas transmisi

b = Koefisien/ parameter

Subtitusikan persamaan (1) ke persamaan (2)

(34)

AP =

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa elastisitas transmisi harga merupakan

koefisien Fungsi Cobb Douglas. Tarigan (2004) menjelaskan bahwa fungsi Cobb

Douglas dapat diubah dalam bentuk linear, yaitu :

ln Y = b0 + b1 ln X1+ u

Dengan menggunakan data logaritma, maka persamaannya :

Y = b0 + b1X1+ u

Persamaan di atas merupakan modifikasi model yang digunakan oleh Backus

(2006). Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk mengetahui nilai elastisitas

transmisi harga diuji dengan menggunakan pendekatan ekonometrika yaitu regresi

linear sederhana dengan menggunakan data logaritma,

Persamaan yang digunakan adalah :

P.petani = a + Et P.konsumen + u

Y = b0 + b1X1+ u

Dimana :

(35)

b0 = Konstanta

X1 = Harga sawi pada konsumen

b1 = Koefisien/parameter elastisitas transmisi harga

Dengan hipotesis :

Ho : b1 ≠ 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah

tidak elastis

H1 : b1 = 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah

elastis

Menurut Sudiyono (2004) Jika elastisitas transmisi lebih kecil dari satu

(Et<1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen

akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1% ditingkat petani.Jika b1 <1,

persentase kenaikan harga tingkat konsumen lebih kecil dibanding tingkat

produsen, sehingga terbentuk pasar yang mengarah pada pasar monopsoni atau

oligopoli.

Jika elastisitas transmisi sama dengan satu (Et=1), maka perubahan harga

sebesar 1% ditingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1%

ditingkat petani. Jika b1 = 1, berarti perbedaan harga tingkat produsen dan

konsumen hanya dibedakan oleh margin pemasaran sehingga terbentuk pasar

persaingan sempurna

Jika elastisitas transmisi lebih besar dari satu (Et>1), maka perubahan

(36)

besar dari 1% di tingkat petani. Jika b1 >1, persentase kenaikan harga di tingkat

konsumen lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat produsen, sehingga pasar

mengarah ke bentuk pasar monopoli atau oligopsoni.

Untuk identifikasi masalah (3) akan di analisis dengan menggunakan

analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran kemudian dianalisis

dengan analisis korelasi

Menurut Sudiyono (2004) rumus untuk menghitung margin pemasaran:

M = + t

Dimana:

M = Margin pemasaran

Cij = Biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga

pemasaran ke-j

j = Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j

m = Jumlah jenis biaya pemasaran

n = Jumlah lembaga pemasaran

Semakin besar margin pemasaran, maka semakin tidak efisien proses

pemasaran.

Price spread dapat diperoleh dengan mengelompokkan biaya-biaya tata

niaga menurut komponen biaya yang sama.

Share margin dihitung dengan rumus:

Sm =

x 100%

Dimana:

(37)

: Harga beli konsumen (Rp)

Menurut Soekartawi (2002) rumus untuk menghitung efisiensi pemasaran :

Ep =

x 100 %

Bila nilai Ep < 50% artinya pemasaran di daerah penelitian sudah efisien.

Bila nilai Ep ≥ 50%, artinya pemasaran di daerah penelitian belum efisien.

Analisis korelasi di analisis dengan menggunakan alat analisis SPSS,

kemudian dilihat nilai korelasinya menurut Guilford.

Tabel 4. Nilai Korelasi Menurut Guilford

Koefisien Korelasi Keterangan

< 0,2 Tidak terdapat korelasi

0,2 s/d 0,4 Korelasi kedua variabel lemah 0,4 s/d 0,7 Korelasi Kedua variabel sedang 0,7 s/d 0,9 Korelasi kedua variabel kuat 0,9 s/d 1 Korelasi kedua variabel sangat kuat

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah–istilah yang terdapat

dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi

1. Sawi adalah produk pertanian yang diusahakan petani dimana diperlukan

saluran pemasaran untuk menyampaikan produk tersebut ke konsumen.

2. Petani adalah petani sampel yang mengusahakan lahan dengan komoditi Sawi

(38)

3. Luas lahan adalah luas daerah yang diusahakan petani atau produsen dengan

komoditi Sawi yang diukur dalam hektar (Ha) di daerah penenlitian.

4. Konsumen adalah pembeli sawi yang merupakan pengguna akhir yang

langsung membeli sawi dari produsen ataupun dari pedagang perantara.

5. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan

menyalurkan sawi kepada pedagang perantara berikutnya.

6. Pedagang pengecer adalah mereka yang membeli sawi dari pedagang besar

maupun petani dan menjualnya langsung kepada konsumen.

7. Biaya pemasaran adalah biaya yang di keluarkan oleh lembaga pemasaran

dalam menyalurkan sawi dari produsen hingga ke konsumen akhir.

8. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima produsen

dengan harga yang dibayar konsumen.

9. Price spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah

yang diperlukan untuk menutupi biaya barang–barang di dua tingkat pasar.

10.Share margin adalah angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga

beli konsumen.

11.Elastisitas transmisi adalah perbandingan perubahan nisbi dari harga di

tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani dinyatakan dalam

persen (%).

12.Efisiensi pemasaran adalah nisbah antara biaya yang dikeluarkan untuk

memasarkan tiap unit produk dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan,

(39)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan

Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel adalah petani yang mengusahakan komoditi sawi dan pedagang yang

memasarkan komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan

Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan,

Provinsi Sumatera Utara berada pada ketinggian ±3m di atas permukaan laut,

dengan luas wilayah 342 Ha. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki curah hujan

rata- rata 600mm/tahun, dengan keadaan suhu rata-rata 310C. Kelurahan Tanah

Enam Ratus terletak ±3.5 Km dari kantor camat Medan Marelan, dan ±14 Km dari

Kota Medan. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 11 lingkungan.

Ditinjau dari letak geografisnya Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki

batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau Kec. Medan

Marelan.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Menunggal Kab. Deli Serdang. • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Klumpang Kab. Deli Serdang dan

Kel. Terjun Kec. Medan Marelan Kota Medan.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Titi Papan Kec. Medan Deli

Kota Medan.

4.1.1 Penggunaan Lahan

Luas lahan Kelurahan Tanah Enam Ratus menurut penggunaannya adalah

(41)

Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Sawah dan Ladang 169,5

2 Pemukiman 145,5

3 Bangunan dan Sarana Umum 25

4 Lapangan Sepak Bola 1,5

5 Kolam 0,5

Jumlah 342

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010

Tabel 5 menunjukkan bahwa lahan paling luas di Kelurahan Tanah Enam Ratus

digunakan untuk sawah dan ladang yakni seluas 169.5 Ha (49,5%) dan yang

terkecil adalah untuk kolam sebesar 0,5 Ha (0,14%).

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus sampai akhir tahun 2010

tercatat sebanyak 26.552 jiwa atau 6.000 kepala keluarga (KK), terdiri dari 12.654

(42)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan

Tanah Enam Ratus berada pada usia produktif (16-59) yakni sebesar 63.35 %. Hal

ini menggambarkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kelurahan Tanah Enam

Ratus relatif banyak. Selebihnya berada pada usia muda (0-15) yaitu sebesar

36.61% dan pada usia lanjut (>60) sebesar 2.91%.

Rasa kekeluargaan antara keluarga masih sangat erat dalam masyarakat di

Kelurahan Tanah Enam Ratus. Bahasa sehari–hari yang digunakan adalah bahasa

(43)

4.1.3 Perekonomian Desa

Mata pencarian utama penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus adalah

buruh tani (83.77%). Buruh tani ini adalah orang –orang yang bekerja di ladang

atau sawah petani sebagai pekerja dan tidak mempunyai lahan sendiri. Selain itu,

sebagian masyarakat berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, tukang, pedagang,

ABRI, petani dan nelayan. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian dapat

dilihat di tabel 7.

Tabel 7. Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 PNS 238 3.07

2 ABRI 50 0.65

3 Wiraswasta/Pedagang 278 3.58

4 Petani 143 1.84

5 Nelayan 3 0.05

6 Buruh Tani 6497 83.77

7 Pertukangan 546 7.04

Jumlah 7755 100

Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2011

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana Kelurahan Tanah Enam Ratus pada saat ini sudah

cukup memadai meskipun prasarana jalan penghubung antar lingkungan masih

(44)

kemajuan masyarakat. Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Tanah Enam

Ratus berupa sarana pendidikan, sarana transportasi, kios saprodi, penyuluh

pertanian lapangan dan kelompok tani.

Sarana pendidikan merupakan salah satu sarana penunjang dalam

pembangunan pertanian. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki sarana

pendidikan berupa gedung SD (7 unit), SMP (1 unit), SMU (1 unit) dan Madrasah

(2 unit).

Untuk memperlancar proses pemindahan hasil produksi dari produsen

hingga ke konsumen diperlukan sarana transportasi yang memadai. Jalan

penghubung antara lingkungan di Kelurahan Tanah Enam Ratus masih kurang

memadai. Jalan penghubung antar lingkungan masih terbuat dari batu dan pasir,

ada juga sebagian yang masih berupa jalan tanah. Alat transportasi yang

digunakan berupa sepeda, sepeda motor, becak, mobil angkutan umum dan mobil

pribadi.

Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 4 kelompok tani dan 1 orang

penyuluh pertanian lapangan. Kelurahan ini memiliki 1 kios saprodi yang di

gunakan untuk menyalurkan bantuan subsidi dari pemerintah.

4.2 Karakterisrik Sampel Penelitian

4.2.1 Petani

Karakteristik petani sampel atau responden dalam penelitian ini

digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah

(45)

Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan

No Uraian Rataan Range

1 Luas Lahan (Ha) 0.16 0.08 – 0.5

2 Umur ( Tahun) 38.5 29 – 53

3 Pendidikan (Tahun) 8.1 6-12

4 Pengalaman Bertani (Tahun) 14.93 4-27

5 Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) 3.37 2-6

Sumber :Lampiran 1,2

Tabel 8 menunjukkan rata-rata luas lahan yang dikelola petani sampel

untuk mengusahakan sawi adalah seluas 0.16 Ha, dengan luas terkecil 0.08 Ha

dan terluas adalah sebesar 0.5 Ha. Rerata umur termuda 29 tahun dan paling tua

53 tahun. Tingkat pendidikan petani sampel rata-rata 8.1 tahun, dengan kata lain

rata-rata pendidikan petani sampel adalah SMP. Pendidikan terendah adalah SD

(6 tahun) dan pendidikan tertinggi adalah SMA (12 tahun). Pengalaman bertani

petani sampel rata-rata 14.93 tahun, dengan pengalaman terendah 4 tahun dan

pengalaman terlama 27 tahun. Jumlah anggota keluarga petani sampel rata-rata 3

orang, dengan jumlah tersedikit 2 orang dan terbanyak 6 orang.

4.2.2 Pedagang

Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam

mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Pedagang yang terlibat

dalam penyampaian sawi hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul,

(46)

Pedagang pengumpul adalah orang yang mengumpulkan dan membeli

sayuran sawi dari petani langsung dan kemudian menjualnya kembali kepada agen

atau kepada pedagang pengecer.

Tabel 9. Karakteristik Pedagang Pengumpul

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 39.6 34 -46

2 Lama Berdagang 7.42 4-10

Sumber : Lampiran 3

Pedagang pengumpul sampel dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang

dengan umur rata-rata 39,6 tahun, umur termuda 34 tahun dan tertua 46 tahun.

Dan rata-rata lama berdagang 7,42 tahun dengan paling lama 10 tahun dan palin

sebentar 4 tahun.

Dalam memperoleh dan mengumpulkan sawi, pedagang pengumpul ada

yang langsung ke ladang petani dan ada yang datang ke pasar tradisional tempat

petani menjual hasil panennya. Komoditi sawi yang dibeli kemudian di jual

kembali ke pedagang pengecer atau agen.

Agen adalah pihak pedagang yang menampung sawi dalam jumlah besar

yang diperoleh dari pedagang pengumpul maupun dari petani langsung kemudian

menjualnya kembali ke pedagang di daerah lain maupun ke pedagang pengecer

dalam jumlah cukup besar.

Pedagang agen sampel dalam penelitian ini ada 6 orang dengan lama

berdagang rata-rata 10.17 tahun. Agen menjual kembali barang dagangannya di

pusat pasar dan ada juga yang menjual kembali di sepanjang pasar tradisional di

(47)

Tabel 10. Karakteristik Agen

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 36.17 26 -53

2 Lama Berdagang 10.17 5-20

Sumber : Lampiran 4

Pedagang pengecer adalah pihak yang menjual sawi secara eceran, yang

biasanya terdapat di pasar-pasar tradisional dan menjual sawi langsung kepada

konsumen.

Tabel 11. Karakteristik Pedagang Pengecer

No Uraian Rataan Range

1 Umur Pedagang (Tahun) 40.71 25 -54

2 Lama Berdagang 12.71 5-20

Sumber : lampiran 5

Pedagang pengecer memperoleh sayuran sawi dari petani langsung dan

ada juga beberapa yang dari pedagang. Pedagang pengecer yang menjadi sampel

rata-rata 40.71 tahun dengan umur termuda 25 tahun dan paling tua 54 tahun.

Pedagang pengecer ini berdagang di pasar tradisional Marelan yaitu pasar V.

Pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang kira-kira 12.71 tahun

dengan pengalaman terendah 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Pedagang

pengecer memasarkan dagangan sawinya di pasar tradisional Marelan. Sawi dijual

pedagang pengecer bersama-sama dengan sayuran lainnya seperti kangkung,

(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen

Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi

mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang

rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang

dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan

kesejahteraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).

Harga komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus tergolong sangat

fluktuatif. Selama 60 hari penelitian terdapat perubahan harga setiap harinya. Hari

pertama harga jual tingkat petani sebesar Rp.2000/ Kg, kemudian turun menjadi

sebesar Rp.1900/Kg, keesokan harinya berubah kembali menjadi Rp.2200/Kg.

Setiap harinya harga komoditi sawi per Kgnya terus naik turun. Petani tidak bisa

memprediksi harga. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh

Anindita (2008) yang menyatakan bahwa harga produk pertanian relatif fluktuatif

karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat seperti mudah rusak dan

adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditas pertanian yang

berpengaruh pada keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai

anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya

harga di bidang pertanian.

Keadaaan harga Komoditi sawi yang berfluktuasi menyebabkan

penerimaan dan keuntungan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya

(49)

kelebihan pasokan maka harga akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan

pasokan harga akan kembali naik. Dalam proses pembentukan harga, perilaku

petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur

volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Petani

belum terlalu mahir dalam melakukan pemilihan pola tanam sehingga terjadi

produksi sawi yang berlimpah dan menyebabkan harga turun dan sebaliknya

ketika persediaan produksi habis, harga langsung melonjak naik. Keadaan harga

(50)

Grafik 1. Harga Komoditi Sawi di Tingkat Petani Dan Konsumen

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59

Harga Petani

Harga Konsumen

(51)

Dari grafik 1 dapat dilihat keadaan harga pada tingkat petani selama 60

hari sangat fluktuatif. Setiap harinya harga terus berubah, meskipun

perubahannya sangat sedikit. Namun pada hari ke 31 terjadi penurunan harga

yang cukup tajam di tingkat petani. Penurunan harga ini berlangsung selama 22

hari atau sekitar 3 minggu. Harga pada tingkat petani turun dari Rp.2000/Kg

menjadi sekitar Rp.1000/Kg. Hal ini disebabkan karena terjadinya kelebihan

pasokan sawi, sehingga pedagang tidak bisa menampungnya. Pada hari ke 53

terjadi kenaikan harga yang sangat drastis, yaitu dari kisaran harga Rp.1500/Kg

menjadi Rp.3300/Kg dan selanjutnya terjadi kenaikan harga secara perlahan

hingga mencapai Rp4000/Kg. Perubahan harga ini disebabkan karena

ketersediaan sawi yang sedikit dan ketidak mampuan produsen meramalkan

permintaan.

Lain halnya dengan harga pada tingkat konsumen. Pada tingkat konsumen

harga cenderung konstan. Perubahan harga hanya terlihat pada hari ke 53 dan ke

58. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan harga yang tajam pada tingkat

petani sehingga mempengaruhi harga konsumen.

Harga jual ditingkat petani tergolong variatif, tergantung pada masa

panennya dan kepada siapa produk hasil panen di jual. Apabila produsen atau

petani langsung menjualnya kepada pedagang pengecer atau agen, maka harga

yang di terima adalah harga pasar yang sedang berlaku. Tetapi harga pasar ini pun

tidak tetap dan selalu berfluktuasi. Apabila produsen atau petani menjual hasil

panennya kepada pedagang perantara maka harga yang diterima oleh produsen

lebih rendah dari pada harga pasar. Hal ini terjadi karena pedagang perantara akan

(52)

sawi pada tingkat petani di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan

(53)

Grafik 2. Variasi Harga Jual Komoditas Sawi Pada Tingkat Petani Di Kelurahan Tanah Enam Ratus

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Harga Jual (Rp/Kg)

Harga Jual (Kg)

( No. Sampel)

(54)

Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa harga jual di tingkat petani bervariasi,

hal ini disebabkan karena waktu panen para petani yang berbeda-beda. Waktu

panen yang berbeda –beda ini menyebabkan waktu penjualan yang berbeda pula.

Petani menjual hasil panennya sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Dalam

rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual petani adalah sebesar Rp.2100/Kg.

Rerata harga terendah pada tingkat petani adalah sebesar Rp.1000/Kg dan

tertinggi sebesar Rp.4000/Kg.

Harga komoditi sawi pada tingkat pedagang pengecer (harga konsumen)

bervariasi. Dalam menetapkan harga jual pedagang pengecer tidak terlalu

tergantung kepada harga beli. Meskipun harga belinya tidak stabil, tetapi harga

jual pedagang pengecer dapat dikatakan stabil.

Pedagang pengecer dapat menentukan sendiri harga jual dagangannya.

Harga jual di sesuaikan dengan harga beli pedagang dengan petani. Dalam

rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual pedagang (harga konsumen)

adalah sebesar Rp.4100/Kg. Rerata harga terendah pada harga jual pedagang

(harga konsumen) adalah sebesar Rp.3500/Kg dan tertinggi sebesar Rp.6000/Kg.

5.2 Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif yaitu dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk

dan hambatan keluar masuk pasar, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan

(55)

5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar

Pada daerah penelitian, penduduk yang sebagian besar bermata pencarian

buruh petani dan petani sudah tentu menggambarkan bahwa jumlah petani

sebagai penjual sangat banyak dibandingkan pembeli hasil atau pedagang

pengumpul. Keadaan ini juga menggambarkan bahwa struktur pasar mengarah

pada pasar oligopsoni.

Pada penelitian ini ada 125 petani sawi yang terdapat di Kelurahan Tanah

Enam Ratus dan 30 petani yang di jadikan sampel. Sedangkan lembaga pemasaran

yang terlibat berjumlah 5 orang pedagang pengumpul, 6 orang agen dan 7 orang

pedagang pengecer.

5.2.2. Diferensiasi Produk

Tidak terdapat diferensiasi produk pada komoditi sawi di daerah penelitian

yang dapat menciptakan nilai tambah dari komoditi tersebut, sehingga dapat

dikatakan produk yang dijual tersebut bersifat homogen. Serta tidak ada

perubahan bentuk pada tingkat pedagang pengumpul, agen dan pengecer.

5.2.3 Hambatan Keluar Masuk

Petani, pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer memiliki

hubungan kemitraan dalam bentuk langganan sehingga petani selalu menjual hasil

panennya kepada pedagang pengumpul atau agen langganannya. Hal ini

mengindikasikan adanya hambatan keluar masuk pada sistem perdagangan

(56)

Berdasarkan analisis kualitatif sebagaimana diuraikan sebelumnya, yaitu

jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk

maka disimpulkan bahwa struktur pasar komoditi sawi berbentuk pasar

oligopsoni.

5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga digunakan untuk menganalisis struktur pasar

antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat konsumen secara kuantitatif,

Perhitungan elastisitas transmisi harga dilakukan dengan penerapan fungsi Cobb

Douglas.

Tabel 12. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi

No Komoditi Dugaan Parameter Konstanta Koefisien Determinasi (R2) T-Hit

1 Sawi 1.231 -2950.429 0.821 16.301

Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 17)

Berdasarkan tabel 11 maka di buat persamaan

Y = -2950,429 + 1,231X1 + µ

Dari hasil analisis regresi antara harga sawi pada tingkat petani dan harga

sawi pada tingkat konsumen diperoleh koefisien regresi sebesar 1,231. Nilai

koefisien ini menunjukkan nilai elastisitas transmisi harga. Nilai elastisitas

transmisi harga yang di peroleh lebih besar dari 1 (Et>1), sehingga dapat diartikan

bahwa perubahan harga sebesar 1% pada konsumen akan mengakibatkan

perubahan harga sebesar 1,231% pada tingkat petani sawi, atau dapat juga

diartikan bahwa setiap adanya kenaikan harga pada tingkat konsumen sebesar

(57)

Nilai Et >1 memperlihatkan bahwa elastisitas transmisi harga pada

komoditi sawi bersifat inelastis, hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar yang

terbentuk mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini dikarenakan lebih banyak

petani dibandingkan pedagang. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa

hipotesis 2 di tolak karena pasar yang ada berbentuk oligopsoni, bukan berbentuk

monopsoni.

5.3 Efisiensi Pemasaran

Dalam menganalisis efisiensi pemasaran, hal yang paling perlu diketahui

adalah saluran pemasaran, margin pemasarannya dan fungsi-fungsi apa saja yang

terlibat dalam proses penyampaian komoditi tersebut hingga sampai pada

konsumen.

Pemasaran komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan

Medan Marelan terdapat 3 saluran pemasaran yang melibatkan petani sebagai

produsen, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pengecer dan

(58)

: Tidak Dianalisis : Dianalisisi

Gambar 2. Saluran Pemasaran Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus

1. Saluran I: Petani–Pedagang Pengumpul–Agen–Pedagang Besar-Pedagang

Pengecer-Konsumen.

Pada saluran I, petani menjual sawi ke pedagang pengumpul dalam bentuk

sayuran segar. Pada umumnya komoditi sawi di jual per bal (Per 10 kg).

Pada umunya, harga jual petani ke pedagang pengumpul lebih rendah dari

harga pasar. Biasanya harga jual per kg sawi di jual petani pada harga

normal sekitar Rp.2000-Rp.2500/Kg. Namun apabila petani menjual

langsung kepada Pedagang Pengumpul harganya lebih rendah. Sehingga

harganya berada di sekitar Rp.1800–Rp.2300/Kg. Saluran I merupakan

(59)

saluran paling panjang. Namun pada dasarnya banyak petani yang tidak

menggunakan saluran I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya harga

pada tingkat petani dan jumlah pedagang pengumpul di Kelurahan Tanah

Enam Ratus masih sedikit. Selain itu, lokasi pasar V yang dekat dengan

Kelurahan Tanah Enam Ratus membuat para petani lebih banyak memilih

menjual langsung kepada agen. Oleh pedagang pengumpul sawi akan

dijual kembali ke agen-agen di pasar V Kecamatan Medan Marelan dan

ada juga yang langsung menjual ke agen–agen yang berada di luar

Kecamatan Medan Marelan. Dari agen–agen tersebut kemudian sawi di

salurkan ke pedagang–pedagang besar di pusat pasar. Dan biasanya jalur

pemasaran I ini sayur sawinya untuk di konsumsi oleh konsumen diluar

daerah Kecamatan Medan Marelan.

2. Saluran II: Petani–Agen–Pedagang Besar- Pedagang Pengecer-Konsumen.

Pada saluran II, petani menjual sawi langsung kepada agen. Harga jual

sawi kepada agen berkisar Rp.2000–Rp.2500/Kg. Harga jual ini memang

lebih tinggi dibandingkan harga jual pertani pada saluran I. Hal ini

dikarenakan pedagang pengumpul mengambil keuntungan dari petani.

Agen akan menjual kembali sawi ke pedagang besar di luar Kecamatan

Medan Marelan. Agen akan menjual kembali sekitar

Rp.3500-Rp.4500/Kg. Pada umumnya saluran II untuk konsumsi sawi di luar

Kecamatan Medan Marelan.

3. Saluran III: Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen

Pada saluran III, Petani menjual sawi kepada pedagang pengecer di pasar

(60)

sama dengan harga jual kepada agen yaitu pada kisaran harga

Rp.2000-Rp.2500/Kg. Biasanya petani yang menjual sawi kepada pedagang

pengecer karena jumlah panennya sedikit. Pedagang pengecer tidak

menerima sawi dalam jumlah yang banyak. Pada saluran ini, pedagang

pengecer akan menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga

sekitar Rp.3500–Rp.6000/Kg. Pada umumnya saluran III ini, untuk

konsumsi di daerah Kecamatan Medan Marelan.

Lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam proses

penyampaian sawi dari produsen sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran

yang dilakukan oleh lembaga pemasaran adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik,

dan fungsi pelancar.

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pemasaran dapat

diuraikan secara berikut :

a. Petani

Pada saluran pemasaran I, II, dan III, petani sawi melakukan fungsi pertukaran

yaitu kegiatan penjualan dengan menjual sawi kepada pedagang pengumpul, agen

dan pedagang pengecer di Kecamatan Medan Marelan. Petani juga melakukan

fungsi fisik pengangkutan yaitu pengangkutan dari lokasi produsen ke agen atau

pedagang pengecer. Model transportasi yang mereka gunakan pada umumnya

adalah sepeda motor, becak atau mobil pick-up. Ketika proses pemanenan sawi

dilakukan, proses penyortiran juga ikut dilaksanakan, karena sawi yang ikut di

jual hanya sawi yang masih muda dan segar. Oleh sebab itu, sortasi sebagai fungsi

(61)

b. Pedagang Pengumpul

Pada saluran pemasaran I, Pedagang pengumpul membeli sawi dari petani.

Pedagang pengumpul langsung mendatangi ladang petani. Pembayaran dilakukan

secara tunai sehingga petani langsung memperoleh uang. Meskipun harga jual

kepada pedagang pengumpul lebih murah, banyak petani yang menjual sawinya

kepada pedagang pengumpul karena tidak sempat menjualnya ke pasar V.

Pedagang pengumpul akan menjual sawi kembali ke agen di pasar V, sehingga

pedagang pengumpul telah melakukan fungsi fisik pengangkutan, yaitu

pengangkutan dari ladang petani ke agen.

c. Agen

Pada saluran pemasaran I dan II, agen membeli sawi dari petani dan

pedagang pengumpul. Pembayaran dilakukan secara tunai, sehingga petani

maupun pedagang pengumpul langsung memperoleh uang. Kebanyakan petani

langsung menjual sawinya ke agen. Hal ini disebabkan harga di agen lebih tinggi

dari harga pedagang pengumpul. Setalah agen membeli sawi dari petani dan

pedagang pengumpul, agen akan menjualnya kembali ke pedagang besar di pusat

pasar. Sehingga agen telah melakukan fungsi-fungsi penjualan, pembelian dan

pengangkutan.

d. Pedagang Pengecer

Pada saluran pemasaran III, pedagang pengecer membeli sawi dari petani.

Sehingga pedagang pengecer melakukan fungsi-fungsi penjualan dan pembelian.

Analisis marjin pemasaran banyak digunakan sebagai indikator efisiensi

pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran dapat

(62)

aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh

lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Pada tabel berikut ini dapat

dilihat hasil analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah

(63)

Tabel 13. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran I

Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %

I Petani produsen

Harga jual petani produsen 1900 59.37

• Biaya Produksi 724.02

Marjin keuntungan 1175.98

II Pedagang pengumpul

Harga beli PP 1900

Harga jual PP 2100

Biaya tataniaga

• $Biaya transportasi 19.66 0.61

• Packing 39.33 1.23

• Perlengkapan 15 0.47

*Total Biaya 74.29

Marjin keuntungan 126.01 3.94

Nisbah marjin keuntungan 1.7

III Agen

Marjin keuntungan 990 30.93

Nisbah marjin keuntungan 9

Marketing margin 1300

IV Harga P. Besar 3200 100

Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 13 dan 14)

Pada tabel 13 saluran pemasaran I hanya di analisis sampai agen saja, hal

ini disebabkan karena rantai pemasaran yang terjadi di Kecamatan Medan

Marelan hanya sampai di tingkat agen saja. Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa

nilai tunai yang di terima petani sebesar Rp. 1900/Kg atau 59.37% dari harga

(64)

pengumpul sebesar Rp.74,29/Kg dengan share margin sebesar 2.31%. Sehingga

keuntungan yang diterima pedagang pengumpul sebesar Rp.126,01 dengan share

sebesar 3,94%. Sedangkan untuk agen, jumlah biaya keseluruhan yang

dikeluarkan sebesar Rp.110/Kg dengan share margin sebesar 3,44%. Keuntungan

yang diperoleh agen sebesar Rp.990/Kg. Nisbah margin keuntungan sebesar 1.7

pada tingkat pengumpul dan 9 pada tingkat agen. Penyebaran nisbah margin yang

tidak merata menggambarkan adanya kesenjangan tingkat kepuasan anatara

lembaga pemasaran.

Sedangkan analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan

Gambar

Tabel 1.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per   Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka   Tetap)
Tabel 2.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai       Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka  Sementara)
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 3. Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat dua skenario berbeda dimana pada skenario pertama akan dilakukan pengujian terhadap bandwidth dengan menggunakan transmisi jaringan BLE melalui protokol MQTT

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh peran kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap disiplin kerja guru SMKN

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Sistem Penjadwalan

Algoritma yang digunakan adalah alogaritma contrast stretching untuk meningkatkan kualitas citra, serta untuk klasifikasi batu boulder (batu gajah) menggunakan

Inflasi gabungan 3 kota di Riau pada bulan November 2018 sebesar 0,49 persen terjadi karena adanya kenaikan indeks harga konsumen pada enam kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan

Perhitungan EE yang telah penulis lakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1 yang berisi uraian pekerjaan untuk proyek pembangunan kantor kontainer, workshop , dan

Takhrij al- furu’ ‘ala al-ushul oleh Shihabuddin al-Zanjani, (Kitab ini adalah kitab pertama yang menerangkan tentang Takhrij al-Furu’ ala al-Ushul. Membahas

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 006/UPT Manyaran/VII/2017 tanggal 03 Juli 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan