PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH
ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH:
RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH
ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH:
RINA ASLINA LUBIS 070304068 AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh:
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS) (Ir. Thomson Sebayang, M.T)
NIP : 130 365 300 NIP : 19571115 19860110 01
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.
Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
DAFTAR ISI……….. ii
DAFTAR TABEL……….. iv
DAFTAR GRAFIK……….. vi
DAFTAR GAMBAR………. vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Identifikasi Masalah……….. 7
1.3 Tujuan Penelitian……… 7
1.4 Kegunaan Penelitian………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka……… 8
2.2 Landasan Teori………... 10
2.3 Kerangka Pemikiran………... 16
2.4 Hipotesis………... 19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penenentuan Daerah Penelitian…………... 20
3.2 Metode Penentuan Sampel……… 20
3.2.1 Petani………... 20
3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran…… 21
3.3 Teknik Pengumpulan Data……… 21
3.4 Metode Analisis Data………. 21
3.5 Definisi Operasional……… 26
3.5.1 Defenisi ……….. 26
3.5.2 Batasan Operasional………... 28
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian………... 28
4.1.3 Perekonomian Desa……… 31
4.1.4 Sarana dan Prasarana……… 31
4.2 Karakteristik Sampel Penelitian……….……… 32
4.2.1 Petani... 32
4.2.2 Pedagang………. 33
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen………. 36
5.2 Struktur Pasar..……… 40
5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar... 43
5.2.2. Diferensiasi Produk... 43
5.2.3 Hambatan Keluar Masuk... 43
5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga... 44
5.3 Efisiensi Pemasaran……… 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 58
6.2 Saran………... 58
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Tabel Halaman
1 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap)………. 4
2 Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara)………….. 5
3 Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran... 21`
4 Nilai Korelasi Menurut Guilford……….. 26
5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan………... 29
6 Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Kelompok Umur……… 30
7 Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian……… 32
8 Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan... 33
9 Karakteristik Pedagang Pengumpul... 34
10 Karakteristik Agen……… 35
11 Karakteristik Pedagang Pengecer... 35
12 Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi ……….. 44
14 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran II ……….. 53
15 Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran III ………. 54
16 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan, dan Efisiensi
Pemasaran……… 56
17 Biaya Pemasaran, Nilai Penjualan dan Efisiensi
Pemasaran Per Petani Sawi………... 57
18 Analisis Korelasi Efisiensi Pemasaran Dengan
Luas Tanam Komoditi Sawi………... 58
DAFTAR GRAFIK
No. Grafik Judul Grafik Halaman
1 Harga Komoditi Sawi Di Tingkat Petani Dan
Konsumen………. 38
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran... 19
2. Salurah Pemasaran Komditi Sawi di Kelurahan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Uraian
1. Karakteristik Petani
2. Karakteristik Pedagang Pengumpul
3. Karakterisrik Agen
4. Karakteristik Pedagang Pengecer
5. Luas Lahan dan Produksi Petani Sawi
6. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam
7. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam
8. Input Produksi Pupuk Sawi per Musim Tanam
9. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam
10. Biaya Produksi Sawi per Musim Tanam
11. Harga Petani Sawi
12. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengumpul
13. Harga Jual dan Beli Agen
14. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer
15. Rata-Rata Harga Jual dan Beli Pedagang Pengecer
16. Analisis Usaha Tani Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam
Ratus
17. Output Regresi
18. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah
Keuntungan per petani
19. Efisiensi Pemasaran dan Luas Lahan
ABSTRAK
RINA ASLINA LUBIS (070304068) dengan judul skripsi Pemasaran Komoditi Sawi Di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT yang bertujuan untuk (1) Menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi didaerah penelitan, (2) Menganalisis struktur sawi didaerah penelitian, (3) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran komoditi sawi didaerah penelitian kemudian di hubungkan dengan luas tanam.
Penelitian ini dilaksanakan pada April-Juni 2011 di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan secara sengaja. Jumlah responden petani sebanyak 30 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dan metode penelusuran untuk lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah responden pedagang pengumpul 5 sampel, agen 6 sampel dan pedagang pengecer 7 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk harga jual petani dan beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga, analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi. Diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat tiga saluran pemasaran di lokasi penelitian, yaitu : (1) petani-pedagang pengumpul- agen, (2) petani-agen, (3) petani- pedagang pengecer-konsumen. Harga jual petani di daerah penelitian berfluktuasi, diperoleh dari hasil analisis deskriptif. Melalui hasil analisis transmisi harga diperoleh bahwa struktur pasar di daerah penelitian berbentuk oligopsoni dengan Et sebesar 1.231 (Et>1). Sedangakan melalui analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi diperoleh bahwa pemasaran sudah efisien dengan nilai tingkat efisiensi sebesar 5.76 % pada saluran I, 5.09% pada saluran II dan 2.92 % pada saluran III dan tidak ada hubungan efisiensi pemasaran dengan luas tanam.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan
berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar
negeri. Hal tersebut menyebabkan Indonesia ditinjau dari aspek klimatologis
sangat potensial dalam usaha bisnis sayur-sayuran.
Di antara sayur–sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah
salah satu komoditas yang memiliki nilai komersial dan prospek yang lumayan.
Selain ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, ekonomis serta sosialnya
juga sangat mendukung, sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di
Indonesia (Haryanto dkk, 1996).
Tanaman sawi, seperti halnya produk pertanian pada umumnya merupakan
komoditas yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu
masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu
mendapat perhatian dalam pengolahan tataniaga komoditi ini. Hal-hal tersebut
perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi
akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat
mengakibatkan kerugian (Haryanto dkk, 1996).
Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem agribisnis.
Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu peran lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari
lainnya menjadi amat penting. Biasanya pada negara berkembang, lembaga
pemasaran untuk pemasaran hasil pertanian masih lemah. (Soekartawi, 2003).
Dalam perdagangan komoditas pertanian umumnya dilibatkan berbagai
kelompok pedagang seperti pedagang desa, pedagang kecamatan, pedagang
kabupaten, pedagang antara provinsi dan pedagang pengecer di daerah konsumen.
Di tingkat desa sistem pasar yang terbentuk seringkali mengarah pada pasar yang
bersifat monopsoni atau oligopsoni. Pasar monopsoni dan oligopsoni merupakan pasar yang mempunyai pedagang lebih sedikit dari produsen. Sistem pasar
demikian terjadi akibat kurangnya kompetisi diantara pedagang akibat jumlah
pedagang yang terbatas. Kalaupun jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak,
tetapi dalam kegiatannya para pedagang tersebut seringkali dikendalikan oleh
satu atau beberapa pedagang tertentu. Hal ini menyebabkan terbentuknya pasar
monopsoni atau oligopsoni yang terselubung, dimana walaupun keadaan pasar
tampaknya bersaing sempurna karena jumlah pedagang yang banyak tetapi
sebenarnya dikuasai aleh pedagang-pedagang tertentu.
Kondisi pasar seperti diatas tidak menguntungkan bagi petani karena harga
yang diterima petani akan dikendalikan oleh pedagang yang memilliki kekuatan
monopsoni. Pada kondisi pasar tersebut petani cenderung menerima harga yang
rendah akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungan.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemasaran komoditas dengan
kekuatan monopsoni/oligopsoni tidak efisien karena kepentingan petani sebagai
produsen dapat dirugikan (Irawan, 2007).
Selain itu ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk komoditas
pengetahuan petani, kendala lain yang dominan adalah harga produk hortikultura
yang rendah dan sangat berfluktuasi, prasarana transportasi yang kurang
mendukung dan belum berkembangnya agroindustri yang memanfaatkan hasil
tanaman hortikultura sebagai bahan baku (Lakitan, 1995).
Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi
dan palawija dengan kata lain ketidak seimbangan antara volume pasokan dan
kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran
juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari
daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi
upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran
yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan
efisien (Irawan, 2007).
Sumatera Utara merupakan salah satu sentra pertanian di Indonesia. Di
daerah ini banyak diusahakan berbagai jenis sayuran. Salah satu diantaranya
adalah sawi. Luas dan produksi sawi/ petsai di Sumatera Utara dapat dilihat pada
Tabel 1.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Petsai / Sawi Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Angka Tetap) Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi komoditas sawi/ petsai Kota
Medan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi sawi/ petsai
Sumatera Utara pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,532 ton. Kota Medan menempati
posisi ke-6, sehingga Kota Medan masih termasuk dalam 10 besar produsen sawi
di Sumatera Utara.
Tabel 2.Luas Tanam, Panen, Produktivitas Dan Produksi Sawi/ Petsai Per Kecamatan Per Bulan Tahun 2010 Kota Medan (Dalam Angka Sementara)
Sumber: Dinas Pertanian Dan Perikanan Kota Medan
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa di Kota Medan tidak semua kecamatan
menghasilkan sawi. Ada beberapa kecamatan yang memproduksi sawi seperti
Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Selayang,
Medan Johor, Medan Amplas dan Medan Marelan, akan tetapi yang memiliki
produksi tertinggi adalah kecamatan Medan Marelan sebesar 704 ton. Walaupun
Adapun masalah yang dihadapi petani di daerah penelitian dalam
pemasaran adalah bagaimana agar hasil–hasil pertanian dapat memberikan
keuntungan di saat para petani melakukan panen. Pada umumnya sering terjadi
adalah fluktuasi harga komoditi sawi dan ketika panen raya harga biasanya jatuh.
Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan
harga.
Sering kali ditemukan bahwa karena petani sangat memerlukan uang
kontan selekas mungkin (untuk membayar utang, biaya sekolah anak dan lainnya),
maka petani menjual produk pertaniannya walaupun pada kondisi yang kurang
menguntungkan. Namun ada pula dijumpai petani yang menjual hasil
pertaniannya karena adanya peraturan yang mengharuskan walaupun kondisi
harga tidak menguntungkan (Soekartawi, 2003).
Masalah yang dihadapi petani ini menyebabkan rendahnya keuntungan
yang diperoleh petani, karena itu diperlukan strategi untuk memperkecil berbagai
masalah tersebut dengan program terpadu. Untuk itu diperlukan paket teknologi
budidaya yang tangguh, informasi pasar yang benar, sarana dan prasarana
termasuk transportasi pemasaran serta tersedianya sistem kelembagaan usaha tani,
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan harga jual komoditi sawi pada tingkat petani didaerah
penelitian?
2. Bagaimana struktur pasar komoditi sawi didaerah penelitian?
3. Bagaimana hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan luas tanam
komoditi sawi di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan keadaan harga jual komoditi sawi di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian.
3. Untuk menganalisis hubungan tingkat efisiensi pemasaran sawi dengan
luas lahan sawi di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan pemasaran komoditi sawi
didaerah penelitian.
2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan untuk perbaikan dan
pengembangan pemasaran komoditi sawi.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari
dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan
maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang
mirip satu sama lain (Anonimous, 2011).
Sawi bukan tanaman asli Indonesia. Menurut asalnya sawi banyak di
budidayakan di Asia tepatnya di Cina, akan tetapi keadaan alam Indonesia
dengan iklim dan cuaca serta keadaan tanah yang memungkinkan tanaman luar
dapat dikembangkan dengan baik.
Tanaman Sawi dapat tumbuh dengan mudah di dataran rendah sampai
dataran tinggi. Tempat tumbuh yang dibutuhkan yaitu tanahnya gembur, banyak
mengandung bahan organik, drainase yang baik dan derajat keasaman tanahnya
(pH) antara 6-7. Tanaman ini tahan naungan dan tahan kekeringan. Waktu tanam
yang tepat yaitu pada ahir musim hujan atau awal musim kemarau. Selama
pertumbuhannya tanaman ini harus cukup air. Tanaman dapat berbunga, sehingga
benihnya mudah diperoleh. Tanaman ini dapat diusahankan secara monokultur
dan secara hidroponik (Sutarya dan Grubben, 1995).
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter
sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya
meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam
sepanjang tahun (Margianto, 2007).
Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan
pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah,
memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan.
Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak,
karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C
(Anonimousc, 2010).
Tanaman sawi , seperti halnya produk pertanian pada umunya merupakan
komoditi yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu,
masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan pemasaran komoditi ini. Hal-hal tersebut
perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi
akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat
menyebabkan kerugian.
Pendukung dalam tataniaga sawi mempunyai peranan penting dalam
sistem distribusinya adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya
mempunyai fungsi dan peranan masing-masing dalam rentetan jalur tataniaga
komoditi ini.
Petani sebagai produsen sawi merupakan orang yang langsung
berhubungan dengan proses produksi. Mutu sawi yang secara langsung juga
menentukan tinggi rendahnya harga, merupakan tanggung jawab yang di
pegangnya. Pemilihan jalur tataniaga selanjutnya juga sangat menentukan lancar
Sawi kebanyakan ditanam di daerah pinggiran atau luar kota. Untuk bisa
menyalurkan semua hasil panen kepada konsumen diperlukan pedagang-pedagang
perantara, di samping ada sebagian yang langsung dipasarkan kepada konsumen.
Jumlah yang langsung dipasarkan kepada konsumen sangat sedikit dibandingkan
dengan yang dijual melalui pedagang perantara. Para konsumen yang langsung
membeli kepada petani biasanya bertempat tinggal tidak jauh dari lahan
penanaman (Haryanto dkk, 1996).
Setelah sawi sampai pada konsumen, ada yang langsung
mengkonsumsinya sendiri. Ada pula yang melakukan pengolahan terlebih dahulu
kemudian dijual lagi pada konsumen lainnya.
2.2 Landasan Teori
Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau
keinginan serta mau atau mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan itu. Jadi besarnya pasar tergantung dari jumlah orang
yang memiliki kebutuhan , punya sumberdaya yang diminati orang lain, dan mau
menawarkan sumber daya itu untuk ditukar supaya dapat memenuhi keinginan
mereka (Yasin dan Dilham, 2008).
Pemasaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang
dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik
konsumen. Pemasaran merupakan kegiatan produktif karena menciptakan
kegunaan (utility) baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun milik.
Sistem pemasaran hasil pertanian adalah suatu kompleks sistem dalam berbagai
pemasaran. Dengan demikian lima subsistem yaitu sektor produksi, saluran
pemasaran, sektor konsumsi, aliran (flow), dan fungsional berinteraksi satu sama
lain dalam subsistem keenam, yaitu lingkungan (Anonimousb, 2008).
Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan
lembaga-lembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi–fungsi pemasaran untuk
memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen
akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang
tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga–lembaga
pemasaran, baik dari konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam sistem
komoditas (Gumbira dan Harizt, 2001).
Menurut Hutauruk (2003) dalam mempelajari marketing ada beberapa
metode yang digunakan yaitu:
− Pendekatan fungsi (Fungsional Approach), dimana dipelajari
bermacam – macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing,
bagaimana dan siapa yang melaksanakannya.
− Pendekatan dari segi lembaga (Intitusional Approach), dipelajari
bermacam – macam perantara, bagaimana masing – masing
berusaha , fungsi – fungsi yang dilaksanakannya.
− Pendekatan komoditi barang (komodity approach), mempelajari
bagaiman macam – macam barang dipasarkan dan lembaga mana
yang mengendalikannya.
Saluran pemasaran / saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga
yang melakukan semua kegiatan dan fungsi yang digunakan untuk produksi dan
pemasaran selalu terdiri dari produsen dan konsumen akhir, termasuk di
dalamnya para pialang yeng terlibat dalam pemindahan produk ke konsumen.
Para pialang dan agen juga merupakan bagian dari saluran distribusi meskipun
mereka tidak memiliki hak atas barang. Hal ini biasanya terjadi karena
memainkan peran yang aktif dalam pemindahan hak kepemilikan.
Dalam proses tataniaga terdapat fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh
produsen dan lembaga pemasaran. Yaitu, pembeli (buying) dimana pengumpulan
atau assembling dapat dikelompokkan ke dalamnya., penjualan (selling)
penyebaran distribusi termasuk di dalamnya, pengangkutan (transportation),
penyimpanan (storage), pengolahan, pembiayaan (financing), resiko ( risk taking),
informasi pasar (market information) (kartasapoetra,1992).
Biaya pemasaran merupakan bentuk konsekuensi logis dari pelaksanaan
fungsi–fungsi pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran merupakan bagian tambahan
harga dari barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Oleh sebab itu
biaya pemasaran yang tinggi akan membawa efek pada harga beli konsumen. Di
samping itu biaya pemasaran yang tinggi juga akan membuat sistem pemasaran
tidak efisien (Gultom,1996).
Komponen biaya pemasaran terdiri atas semua pengeluaran yang di
keluarkan oleh setiap middleman dan lembaga pemasaran yang berperan secara
langsug dan tidak langsung dalam proses pemindahan barang, dan keuntungan
yang diambil oleh middleman atau lembaga tataniaga atas modal dan jasa
tenaganya dalam menjalankan aktivitas pemasaran tersebut. Setelah
disebut price spread. Jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga
beli konsumen, maka di peroleh share margin (Gultom,1996).
Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi
mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang
rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang
dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan
kesejahtraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).
Harga produk dibidang pertanian berbeda dengan produk di bidang
industri, dimana harga produk di bidang industri relatif lebih konstan atau lebih
banyak ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan harga produk pertanian relatif
berfluktuatif, karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat, yaitu:
1. Keadaaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama, penyakit dan
iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak
kontinu.
2. Adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditi pertanian.
3. Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan
tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya
harga di bidang pertanian.
4. Dampak dari institusi, seperti Bulog dan komitmen perdagangan (antara
lain pengurangan tarif dan lain-lain)
(Anindita, 2008).
Lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap barang.
Sehingga barang memperoleh nilai tambah (Value Added). Di samping itu
Sebab jika petani melakukan sendiri fungsi pemasaran maka efisiensi pemasaran
lebih tinggi dibandingkan bila ditangani oleh lembaga pemasaran. Peningkatan
nilai tambah yang diterima barang maupun penurunan biaya pemasaran bila
ditangani lembaga pemasaran telah meningkatkan harga jual di tingkat konsumen.
Sehingga pendapatan petani terus meningkat.
Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran. Sehingga tingkat
efisiensi pemasaran (Ep) ini di ukur dengan rumus:
Ep =
x 100 %
Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi jika:
− Biaya pemasaran semakin besar, dan
− Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika:
− Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat
lebih tinggi.
− Persentasi perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak
terlalu tinggi.
− Tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan − Adanya kompetisi pasar yang sehat.
(Soekartawi, 2002).
Selain itu indikator empirik yang sering digunakan dalam pengkajian
efisiensi pemasaran di antaranya adalah margin pemasaran dan transmisi harga
dari pasar konsumen kepada petani atau ke pasar produsen. Sistem pemasaran
biaya pemasaran dan keuntungan pedagang semakin kecil. Dengan kata lain,
perbedaan antara harga yang diterima petani dan harga yang dibayar konsumen
semakin kecil.
Adapun transmisi harga yang rendah mencerminkan inefisiensi pemasaran
karena hal itu menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat
konsumen tidak seluruhnya diteruskan kepada petani, dengan kata lain transmisi
harga berlangsung secara tidak sempurna. Pola transmisi harga seperti ini
biasanya terjadi jika pedagang memiliki kekuatan monopsoni sehingga mereka
dapat mengendalikan harga beli dari petani (Irawan, 2007).
Pada pasar persaingan sempurna, selisih antara harga yang dibayar
konsumen dan harga yang diterima petani lebih rendah dibanding pada kondisi
pasar monopsoni, dengan kata lain, margin pemasaran akan semakin besar jika
terdapat kekuatan monopsoni. Pada kondisi pasar monopsoni transmisi harga dari
pasar konsumen kepada petani juga berlangsung secara tidak sempurna. Pola
transmisi harga seperti ini menyebabkan korelasi harga di tingkat konsumen dan
di tingkat petani akan semakin rendah dan fluktuasi harga di pasar produsen akan
lebih rendah daripada di pasar konsumen.
Pasar monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai
pembelian atau menjadi pembeli tunggal barang atas jasa dipasar komoditas. Jadi
monopsoni memiliki kekuatan pembeli untuk mempengaruhi harga. Monopsoni
memungkinkan pembeli membeli harga lebih rendah daripada dengan pasar
kompetitif (Satia, 2007).
Pasar oligopsoni adalah sebuah kondisi pasar dimana produsen atau
(seperti pengijon, rentenir, dan juga supplier besar). Hal ini membuat para petani
hanya dapat menerima harga yang ditetapkan oleh beberapa pembeli tersebut,
kecuali pemerintah turun langsung menentukan harga eceran terendah
(Satia, 2007).
2.3 Kerangka Pemikiran
Usaha tani merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi petani. Setelah
melaksanakan usaha tani, petani akan melaksakan fungsi pemasaran. Pemasaran
didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk
memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.
Dalam proses pemindahan barang dari produsen ke konsumen tercipta
beberapa saluran pemasaran. Dalam penyaluran produk–produk pertanian
dilibatkan lembaga–lembaga pemasaran. Saluran pemasaran terbagi tiga yaitu
petani sawi ke pedagang pengumpul, petani sawi ke pedagang pengecer dan
petani sawi langsung ke konsumen.
Tiap lembaga pemasaran melibatkan fungsi–fungsi pemasaran yang
berbeda. Adapun fungsi–fungsi pemasaran yang terlibat dalam pemasaran sawi
yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, sortir, pengepakan,
penyusutan dan pengolahan.
Dengan melaksanakan fungsi–fungsi pemasaran maka akan terbentuk
biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran maka akan menentukan tingkat harga
yang diterima produsen dan lembaga pemasaran. Selain itu biaya pemasaran akan
menentukan tingkat keuntungan yang diterima produsen dan lembaga pemasaran.
digunakan dalam pengukuran tingkat efisiensi tataniaga. Margin pemasaran terdiri
dari price spread dan share margin. Semakin banyak lembaga tataniaga yang
berperan dalam pemasaran sawi, maka sistem pamasaran sawi tidak efisien.
Kemudian petani menerima harga yang diberikan oleh pasar. Setelah di
dapat harga penjualan maka akan di hitung margin pemasaran dan elastisitas
transmisi harga pada komoditi sawi. Nilai elastisitas pemasaran akan digunakan
untuk menentukan bentuk struktur pasar yang terjadi di daerah penelitian.
Selanjutnya dihitung tingkat efisiensi pemasaran sawi di daerah penelitian. Secara
Keterangan :
= Menyatakan Pengaruh = Saluran Pemasaran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran PETANI
Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang
Biaya Pemasaran
Harga Jual
Margin Pemasaran
Efisiensi Pemasaran
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Harga jual komoditi sawi di tingkat petani dan konsumen cenderung
berfluktuasi
2. Struktur pasar komoditi sawi di daerah penelitian berbentuk pasar
monopsoni.
3. Ada hubungan yang nyata antara efisiensi pemasaran dengan luas tanam
komoditi sawi di daerah penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian di tentukan secara purposive, yaitu di
kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara.
Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki potensi tanaman sawi terbesar di
Kecamatan Marelan. Daerah ini memiliki lahan seluas 55 Ha yang potensial untuk
ditanami sawi.
Tabel 3. Potensi Pertanaman Padi, Palawija dan Sayuran No
JENIS KOMODITI POTENSI PERTANIAN (HA)
Padi Palawija SAYURAN Jumlah
Sawi Kangkung Bayam Timun Terong Kacang Cabe
Sumber : Kantor Camat Marelan
3.2 Metode Penentuan Sampel
3.2.1 Petani
Metode penentuan sampel petani sebagai produsen sawi di Kelurahan
Tanah Enam Ratus dilakukan dengan metode Simple Random Sampling dengan
memilih 30 petani secara acak sebagai sampel populasi. 30 sampel tersebut
dianggap mewakili populasi. Penentuan sampel yang hanya 30 dilakukan untuk
3.2.2 Pedagang atau Lembaga Pemasaran
Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam
mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Sampel pedagang
ditentukan dengan Metode Penelusuran yaitu dengan menelusuri semua pedagang
yang terlibat dalam proses distribusi sawi dari petani produsen ke konsumen
akhir, termasuk di dalamnya pedagang besar, pedagang pengumpul dan pengecer.
Pedagang atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam mendistribusikan
komoditas sawi dari produsen ke konsumen akhir ada 18 pedagang yang terdiri
dari 5 pedagang pengumpul, 6 agen dan 7 pedagang pengecer.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan
petani dan pedagang dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun
sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Utara, Dinas
Pertanian Kota Medan, Kantor Camat Kecamatan Medan Marelan dan Badan
Pusat Statistik. Data sekunder yang diambil berupa data produksi, luas tanam,
Volume penjualan, daerah tujuan dan lain-lainnya yang terkait dengan penelitian.
3.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara
sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.
Untuk identifikasi masalah (1) akan di jelaskan dengan analisis deskriptif
Untuk identifiksi masalah (2) akan di analisis dengan menggunakan
elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga digunakan untuk
mengetahui struktur pasar antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat
konsumen, Perhitungan elastisitas transmisi harga dapat dilakukan dengan
penerapan fungsi Cobb Douglas. Dengan fungsi Cobb Douglas maka dapat
diperoleh dugaan dari koefisien/parameter hubungan ekonomi. Nilai
koefisien/parameter dugaan adalah nilai elastisitas transmisi harga konsumen
terhadap harga petani. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Y = aXb... .(1)
Et = Elastisitas transmisi
b = Koefisien/ parameter
Subtitusikan persamaan (1) ke persamaan (2)
AP =
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa elastisitas transmisi harga merupakan
koefisien Fungsi Cobb Douglas. Tarigan (2004) menjelaskan bahwa fungsi Cobb
Douglas dapat diubah dalam bentuk linear, yaitu :
ln Y = b0 + b1 ln X1+ u
Dengan menggunakan data logaritma, maka persamaannya :
Y = b0 + b1X1+ u
Persamaan di atas merupakan modifikasi model yang digunakan oleh Backus
(2006). Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk mengetahui nilai elastisitas
transmisi harga diuji dengan menggunakan pendekatan ekonometrika yaitu regresi
linear sederhana dengan menggunakan data logaritma,
Persamaan yang digunakan adalah :
P.petani = a + Et P.konsumen + u
Y = b0 + b1X1+ u
Dimana :
b0 = Konstanta
X1 = Harga sawi pada konsumen
b1 = Koefisien/parameter elastisitas transmisi harga
Dengan hipotesis :
Ho : b1 ≠ 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah
tidak elastis
H1 : b1 = 1, elastisitas transmisi harga konsumen terhadap harga petani adalah
elastis
Menurut Sudiyono (2004) Jika elastisitas transmisi lebih kecil dari satu
(Et<1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen
akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1% ditingkat petani.Jika b1 <1,
persentase kenaikan harga tingkat konsumen lebih kecil dibanding tingkat
produsen, sehingga terbentuk pasar yang mengarah pada pasar monopsoni atau
oligopoli.
Jika elastisitas transmisi sama dengan satu (Et=1), maka perubahan harga
sebesar 1% ditingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1%
ditingkat petani. Jika b1 = 1, berarti perbedaan harga tingkat produsen dan
konsumen hanya dibedakan oleh margin pemasaran sehingga terbentuk pasar
persaingan sempurna
Jika elastisitas transmisi lebih besar dari satu (Et>1), maka perubahan
besar dari 1% di tingkat petani. Jika b1 >1, persentase kenaikan harga di tingkat
konsumen lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat produsen, sehingga pasar
mengarah ke bentuk pasar monopoli atau oligopsoni.
Untuk identifikasi masalah (3) akan di analisis dengan menggunakan
analisis margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran kemudian dianalisis
dengan analisis korelasi
Menurut Sudiyono (2004) rumus untuk menghitung margin pemasaran:
M = + t
Dimana:
M = Margin pemasaran
Cij = Biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga
pemasaran ke-j
j = Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m = Jumlah jenis biaya pemasaran
n = Jumlah lembaga pemasaran
Semakin besar margin pemasaran, maka semakin tidak efisien proses
pemasaran.
Price spread dapat diperoleh dengan mengelompokkan biaya-biaya tata
niaga menurut komponen biaya yang sama.
Share margin dihitung dengan rumus:
Sm =
x 100%
Dimana:
: Harga beli konsumen (Rp)
Menurut Soekartawi (2002) rumus untuk menghitung efisiensi pemasaran :
Ep =
x 100 %
Bila nilai Ep < 50% artinya pemasaran di daerah penelitian sudah efisien.
Bila nilai Ep ≥ 50%, artinya pemasaran di daerah penelitian belum efisien.
Analisis korelasi di analisis dengan menggunakan alat analisis SPSS,
kemudian dilihat nilai korelasinya menurut Guilford.
Tabel 4. Nilai Korelasi Menurut Guilford
Koefisien Korelasi Keterangan
< 0,2 Tidak terdapat korelasi
0,2 s/d 0,4 Korelasi kedua variabel lemah 0,4 s/d 0,7 Korelasi Kedua variabel sedang 0,7 s/d 0,9 Korelasi kedua variabel kuat 0,9 s/d 1 Korelasi kedua variabel sangat kuat
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah–istilah yang terdapat
dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Defenisi
1. Sawi adalah produk pertanian yang diusahakan petani dimana diperlukan
saluran pemasaran untuk menyampaikan produk tersebut ke konsumen.
2. Petani adalah petani sampel yang mengusahakan lahan dengan komoditi Sawi
3. Luas lahan adalah luas daerah yang diusahakan petani atau produsen dengan
komoditi Sawi yang diukur dalam hektar (Ha) di daerah penenlitian.
4. Konsumen adalah pembeli sawi yang merupakan pengguna akhir yang
langsung membeli sawi dari produsen ataupun dari pedagang perantara.
5. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan
menyalurkan sawi kepada pedagang perantara berikutnya.
6. Pedagang pengecer adalah mereka yang membeli sawi dari pedagang besar
maupun petani dan menjualnya langsung kepada konsumen.
7. Biaya pemasaran adalah biaya yang di keluarkan oleh lembaga pemasaran
dalam menyalurkan sawi dari produsen hingga ke konsumen akhir.
8. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima produsen
dengan harga yang dibayar konsumen.
9. Price spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah
yang diperlukan untuk menutupi biaya barang–barang di dua tingkat pasar.
10.Share margin adalah angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga
beli konsumen.
11.Elastisitas transmisi adalah perbandingan perubahan nisbi dari harga di
tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani dinyatakan dalam
persen (%).
12.Efisiensi pemasaran adalah nisbah antara biaya yang dikeluarkan untuk
memasarkan tiap unit produk dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan,
3.5.2 Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan
Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel adalah petani yang mengusahakan komoditi sawi dan pedagang yang
memasarkan komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan
Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara berada pada ketinggian ±3m di atas permukaan laut,
dengan luas wilayah 342 Ha. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki curah hujan
rata- rata 600mm/tahun, dengan keadaan suhu rata-rata 310C. Kelurahan Tanah
Enam Ratus terletak ±3.5 Km dari kantor camat Medan Marelan, dan ±14 Km dari
Kota Medan. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 11 lingkungan.
Ditinjau dari letak geografisnya Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau Kec. Medan
Marelan.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Menunggal Kab. Deli Serdang. • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Klumpang Kab. Deli Serdang dan
Kel. Terjun Kec. Medan Marelan Kota Medan.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Titi Papan Kec. Medan Deli
Kota Medan.
4.1.1 Penggunaan Lahan
Luas lahan Kelurahan Tanah Enam Ratus menurut penggunaannya adalah
Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec. Medan Marelan
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Sawah dan Ladang 169,5
2 Pemukiman 145,5
3 Bangunan dan Sarana Umum 25
4 Lapangan Sepak Bola 1,5
5 Kolam 0,5
Jumlah 342
Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010
Tabel 5 menunjukkan bahwa lahan paling luas di Kelurahan Tanah Enam Ratus
digunakan untuk sawah dan ladang yakni seluas 169.5 Ha (49,5%) dan yang
terkecil adalah untuk kolam sebesar 0,5 Ha (0,14%).
4.1.2 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus sampai akhir tahun 2010
tercatat sebanyak 26.552 jiwa atau 6.000 kepala keluarga (KK), terdiri dari 12.654
Tabel 6. Distribusi Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut
Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2010
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan
Tanah Enam Ratus berada pada usia produktif (16-59) yakni sebesar 63.35 %. Hal
ini menggambarkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kelurahan Tanah Enam
Ratus relatif banyak. Selebihnya berada pada usia muda (0-15) yaitu sebesar
36.61% dan pada usia lanjut (>60) sebesar 2.91%.
Rasa kekeluargaan antara keluarga masih sangat erat dalam masyarakat di
Kelurahan Tanah Enam Ratus. Bahasa sehari–hari yang digunakan adalah bahasa
4.1.3 Perekonomian Desa
Mata pencarian utama penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus adalah
buruh tani (83.77%). Buruh tani ini adalah orang –orang yang bekerja di ladang
atau sawah petani sebagai pekerja dan tidak mempunyai lahan sendiri. Selain itu,
sebagian masyarakat berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, tukang, pedagang,
ABRI, petani dan nelayan. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian dapat
dilihat di tabel 7.
Tabel 7. Keadaan Penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 PNS 238 3.07
2 ABRI 50 0.65
3 Wiraswasta/Pedagang 278 3.58
4 Petani 143 1.84
5 Nelayan 3 0.05
6 Buruh Tani 6497 83.77
7 Pertukangan 546 7.04
Jumlah 7755 100
Sumber : Kantor Lurah Tanah Enam Ratus 2011
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana Kelurahan Tanah Enam Ratus pada saat ini sudah
cukup memadai meskipun prasarana jalan penghubung antar lingkungan masih
kemajuan masyarakat. Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Tanah Enam
Ratus berupa sarana pendidikan, sarana transportasi, kios saprodi, penyuluh
pertanian lapangan dan kelompok tani.
Sarana pendidikan merupakan salah satu sarana penunjang dalam
pembangunan pertanian. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki sarana
pendidikan berupa gedung SD (7 unit), SMP (1 unit), SMU (1 unit) dan Madrasah
(2 unit).
Untuk memperlancar proses pemindahan hasil produksi dari produsen
hingga ke konsumen diperlukan sarana transportasi yang memadai. Jalan
penghubung antara lingkungan di Kelurahan Tanah Enam Ratus masih kurang
memadai. Jalan penghubung antar lingkungan masih terbuat dari batu dan pasir,
ada juga sebagian yang masih berupa jalan tanah. Alat transportasi yang
digunakan berupa sepeda, sepeda motor, becak, mobil angkutan umum dan mobil
pribadi.
Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 4 kelompok tani dan 1 orang
penyuluh pertanian lapangan. Kelurahan ini memiliki 1 kios saprodi yang di
gunakan untuk menyalurkan bantuan subsidi dari pemerintah.
4.2 Karakterisrik Sampel Penelitian
4.2.1 Petani
Karakteristik petani sampel atau responden dalam penelitian ini
digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah
Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kec.Medan Marelan
No Uraian Rataan Range
1 Luas Lahan (Ha) 0.16 0.08 – 0.5
2 Umur ( Tahun) 38.5 29 – 53
3 Pendidikan (Tahun) 8.1 6-12
4 Pengalaman Bertani (Tahun) 14.93 4-27
5 Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) 3.37 2-6
Sumber :Lampiran 1,2
Tabel 8 menunjukkan rata-rata luas lahan yang dikelola petani sampel
untuk mengusahakan sawi adalah seluas 0.16 Ha, dengan luas terkecil 0.08 Ha
dan terluas adalah sebesar 0.5 Ha. Rerata umur termuda 29 tahun dan paling tua
53 tahun. Tingkat pendidikan petani sampel rata-rata 8.1 tahun, dengan kata lain
rata-rata pendidikan petani sampel adalah SMP. Pendidikan terendah adalah SD
(6 tahun) dan pendidikan tertinggi adalah SMA (12 tahun). Pengalaman bertani
petani sampel rata-rata 14.93 tahun, dengan pengalaman terendah 4 tahun dan
pengalaman terlama 27 tahun. Jumlah anggota keluarga petani sampel rata-rata 3
orang, dengan jumlah tersedikit 2 orang dan terbanyak 6 orang.
4.2.2 Pedagang
Sampel pedagang adalah orang–orang yang terlibat dalam
mendistribusikan sawi dari petani hingga konsumen akhir. Pedagang yang terlibat
dalam penyampaian sawi hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul,
Pedagang pengumpul adalah orang yang mengumpulkan dan membeli
sayuran sawi dari petani langsung dan kemudian menjualnya kembali kepada agen
atau kepada pedagang pengecer.
Tabel 9. Karakteristik Pedagang Pengumpul
No Uraian Rataan Range
1 Umur Pedagang (Tahun) 39.6 34 -46
2 Lama Berdagang 7.42 4-10
Sumber : Lampiran 3
Pedagang pengumpul sampel dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang
dengan umur rata-rata 39,6 tahun, umur termuda 34 tahun dan tertua 46 tahun.
Dan rata-rata lama berdagang 7,42 tahun dengan paling lama 10 tahun dan palin
sebentar 4 tahun.
Dalam memperoleh dan mengumpulkan sawi, pedagang pengumpul ada
yang langsung ke ladang petani dan ada yang datang ke pasar tradisional tempat
petani menjual hasil panennya. Komoditi sawi yang dibeli kemudian di jual
kembali ke pedagang pengecer atau agen.
Agen adalah pihak pedagang yang menampung sawi dalam jumlah besar
yang diperoleh dari pedagang pengumpul maupun dari petani langsung kemudian
menjualnya kembali ke pedagang di daerah lain maupun ke pedagang pengecer
dalam jumlah cukup besar.
Pedagang agen sampel dalam penelitian ini ada 6 orang dengan lama
berdagang rata-rata 10.17 tahun. Agen menjual kembali barang dagangannya di
pusat pasar dan ada juga yang menjual kembali di sepanjang pasar tradisional di
Tabel 10. Karakteristik Agen
No Uraian Rataan Range
1 Umur Pedagang (Tahun) 36.17 26 -53
2 Lama Berdagang 10.17 5-20
Sumber : Lampiran 4
Pedagang pengecer adalah pihak yang menjual sawi secara eceran, yang
biasanya terdapat di pasar-pasar tradisional dan menjual sawi langsung kepada
konsumen.
Tabel 11. Karakteristik Pedagang Pengecer
No Uraian Rataan Range
1 Umur Pedagang (Tahun) 40.71 25 -54
2 Lama Berdagang 12.71 5-20
Sumber : lampiran 5
Pedagang pengecer memperoleh sayuran sawi dari petani langsung dan
ada juga beberapa yang dari pedagang. Pedagang pengecer yang menjadi sampel
rata-rata 40.71 tahun dengan umur termuda 25 tahun dan paling tua 54 tahun.
Pedagang pengecer ini berdagang di pasar tradisional Marelan yaitu pasar V.
Pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang kira-kira 12.71 tahun
dengan pengalaman terendah 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Pedagang
pengecer memasarkan dagangan sawinya di pasar tradisional Marelan. Sawi dijual
pedagang pengecer bersama-sama dengan sayuran lainnya seperti kangkung,
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Harga Pada Tingkat Petani dan Tingkat Konsumen
Harga adalah sinyal kelangkaan suatu barang. Harga barang yang tinggi
mengindikasikan bahwa barang tersebut langka, sedangkan harga barang yang
rendah mengindikasikan bahwa barang tersebut tersedia lebih. Harga yang
dibentuk oleh pasar bersaing sempurna adalah harga yang mampu menghasilkan
kesejahteraan tertinggi bagi para pelaku ekonomi (Sunaryo, 2001).
Harga komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus tergolong sangat
fluktuatif. Selama 60 hari penelitian terdapat perubahan harga setiap harinya. Hari
pertama harga jual tingkat petani sebesar Rp.2000/ Kg, kemudian turun menjadi
sebesar Rp.1900/Kg, keesokan harinya berubah kembali menjadi Rp.2200/Kg.
Setiap harinya harga komoditi sawi per Kgnya terus naik turun. Petani tidak bisa
memprediksi harga. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh
Anindita (2008) yang menyatakan bahwa harga produk pertanian relatif fluktuatif
karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat seperti mudah rusak dan
adanya tenggang waktu dalam memproduksi komoditas pertanian yang
berpengaruh pada keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai
anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya
harga di bidang pertanian.
Keadaaan harga Komoditi sawi yang berfluktuasi menyebabkan
penerimaan dan keuntungan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya
kelebihan pasokan maka harga akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan
pasokan harga akan kembali naik. Dalam proses pembentukan harga, perilaku
petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur
volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Petani
belum terlalu mahir dalam melakukan pemilihan pola tanam sehingga terjadi
produksi sawi yang berlimpah dan menyebabkan harga turun dan sebaliknya
ketika persediaan produksi habis, harga langsung melonjak naik. Keadaan harga
Grafik 1. Harga Komoditi Sawi di Tingkat Petani Dan Konsumen
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59
Harga Petani
Harga Konsumen
Dari grafik 1 dapat dilihat keadaan harga pada tingkat petani selama 60
hari sangat fluktuatif. Setiap harinya harga terus berubah, meskipun
perubahannya sangat sedikit. Namun pada hari ke 31 terjadi penurunan harga
yang cukup tajam di tingkat petani. Penurunan harga ini berlangsung selama 22
hari atau sekitar 3 minggu. Harga pada tingkat petani turun dari Rp.2000/Kg
menjadi sekitar Rp.1000/Kg. Hal ini disebabkan karena terjadinya kelebihan
pasokan sawi, sehingga pedagang tidak bisa menampungnya. Pada hari ke 53
terjadi kenaikan harga yang sangat drastis, yaitu dari kisaran harga Rp.1500/Kg
menjadi Rp.3300/Kg dan selanjutnya terjadi kenaikan harga secara perlahan
hingga mencapai Rp4000/Kg. Perubahan harga ini disebabkan karena
ketersediaan sawi yang sedikit dan ketidak mampuan produsen meramalkan
permintaan.
Lain halnya dengan harga pada tingkat konsumen. Pada tingkat konsumen
harga cenderung konstan. Perubahan harga hanya terlihat pada hari ke 53 dan ke
58. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan harga yang tajam pada tingkat
petani sehingga mempengaruhi harga konsumen.
Harga jual ditingkat petani tergolong variatif, tergantung pada masa
panennya dan kepada siapa produk hasil panen di jual. Apabila produsen atau
petani langsung menjualnya kepada pedagang pengecer atau agen, maka harga
yang di terima adalah harga pasar yang sedang berlaku. Tetapi harga pasar ini pun
tidak tetap dan selalu berfluktuasi. Apabila produsen atau petani menjual hasil
panennya kepada pedagang perantara maka harga yang diterima oleh produsen
lebih rendah dari pada harga pasar. Hal ini terjadi karena pedagang perantara akan
sawi pada tingkat petani di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan
Grafik 2. Variasi Harga Jual Komoditas Sawi Pada Tingkat Petani Di Kelurahan Tanah Enam Ratus
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Harga Jual (Rp/Kg)
Harga Jual (Kg)
( No. Sampel)
Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa harga jual di tingkat petani bervariasi,
hal ini disebabkan karena waktu panen para petani yang berbeda-beda. Waktu
panen yang berbeda –beda ini menyebabkan waktu penjualan yang berbeda pula.
Petani menjual hasil panennya sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Dalam
rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual petani adalah sebesar Rp.2100/Kg.
Rerata harga terendah pada tingkat petani adalah sebesar Rp.1000/Kg dan
tertinggi sebesar Rp.4000/Kg.
Harga komoditi sawi pada tingkat pedagang pengecer (harga konsumen)
bervariasi. Dalam menetapkan harga jual pedagang pengecer tidak terlalu
tergantung kepada harga beli. Meskipun harga belinya tidak stabil, tetapi harga
jual pedagang pengecer dapat dikatakan stabil.
Pedagang pengecer dapat menentukan sendiri harga jual dagangannya.
Harga jual di sesuaikan dengan harga beli pedagang dengan petani. Dalam
rentang 60 hari penelitian, rata–rata harga jual pedagang (harga konsumen)
adalah sebesar Rp.4100/Kg. Rerata harga terendah pada harga jual pedagang
(harga konsumen) adalah sebesar Rp.3500/Kg dan tertinggi sebesar Rp.6000/Kg.
5.2 Struktur Pasar
Struktur pasar dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif yaitu dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk
dan hambatan keluar masuk pasar, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan
5.2.1 Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar
Pada daerah penelitian, penduduk yang sebagian besar bermata pencarian
buruh petani dan petani sudah tentu menggambarkan bahwa jumlah petani
sebagai penjual sangat banyak dibandingkan pembeli hasil atau pedagang
pengumpul. Keadaan ini juga menggambarkan bahwa struktur pasar mengarah
pada pasar oligopsoni.
Pada penelitian ini ada 125 petani sawi yang terdapat di Kelurahan Tanah
Enam Ratus dan 30 petani yang di jadikan sampel. Sedangkan lembaga pemasaran
yang terlibat berjumlah 5 orang pedagang pengumpul, 6 orang agen dan 7 orang
pedagang pengecer.
5.2.2. Diferensiasi Produk
Tidak terdapat diferensiasi produk pada komoditi sawi di daerah penelitian
yang dapat menciptakan nilai tambah dari komoditi tersebut, sehingga dapat
dikatakan produk yang dijual tersebut bersifat homogen. Serta tidak ada
perubahan bentuk pada tingkat pedagang pengumpul, agen dan pengecer.
5.2.3 Hambatan Keluar Masuk
Petani, pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer memiliki
hubungan kemitraan dalam bentuk langganan sehingga petani selalu menjual hasil
panennya kepada pedagang pengumpul atau agen langganannya. Hal ini
mengindikasikan adanya hambatan keluar masuk pada sistem perdagangan
Berdasarkan analisis kualitatif sebagaimana diuraikan sebelumnya, yaitu
jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk
maka disimpulkan bahwa struktur pasar komoditi sawi berbentuk pasar
oligopsoni.
5.2.4 Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas transmisi harga digunakan untuk menganalisis struktur pasar
antara pasar tingkat produsen dan pasar tingkat konsumen secara kuantitatif,
Perhitungan elastisitas transmisi harga dilakukan dengan penerapan fungsi Cobb
Douglas.
Tabel 12. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Sawi
No Komoditi Dugaan Parameter Konstanta Koefisien Determinasi (R2) T-Hit
1 Sawi 1.231 -2950.429 0.821 16.301
Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 17)
Berdasarkan tabel 11 maka di buat persamaan
Y = -2950,429 + 1,231X1 + µ
Dari hasil analisis regresi antara harga sawi pada tingkat petani dan harga
sawi pada tingkat konsumen diperoleh koefisien regresi sebesar 1,231. Nilai
koefisien ini menunjukkan nilai elastisitas transmisi harga. Nilai elastisitas
transmisi harga yang di peroleh lebih besar dari 1 (Et>1), sehingga dapat diartikan
bahwa perubahan harga sebesar 1% pada konsumen akan mengakibatkan
perubahan harga sebesar 1,231% pada tingkat petani sawi, atau dapat juga
diartikan bahwa setiap adanya kenaikan harga pada tingkat konsumen sebesar
Nilai Et >1 memperlihatkan bahwa elastisitas transmisi harga pada
komoditi sawi bersifat inelastis, hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar yang
terbentuk mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini dikarenakan lebih banyak
petani dibandingkan pedagang. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa
hipotesis 2 di tolak karena pasar yang ada berbentuk oligopsoni, bukan berbentuk
monopsoni.
5.3 Efisiensi Pemasaran
Dalam menganalisis efisiensi pemasaran, hal yang paling perlu diketahui
adalah saluran pemasaran, margin pemasarannya dan fungsi-fungsi apa saja yang
terlibat dalam proses penyampaian komoditi tersebut hingga sampai pada
konsumen.
Pemasaran komoditi sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan
Medan Marelan terdapat 3 saluran pemasaran yang melibatkan petani sebagai
produsen, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pengecer dan
: Tidak Dianalisis : Dianalisisi
Gambar 2. Saluran Pemasaran Komoditi Sawi di Kelurahan Tanah Enam Ratus
1. Saluran I: Petani–Pedagang Pengumpul–Agen–Pedagang Besar-Pedagang
Pengecer-Konsumen.
Pada saluran I, petani menjual sawi ke pedagang pengumpul dalam bentuk
sayuran segar. Pada umumnya komoditi sawi di jual per bal (Per 10 kg).
Pada umunya, harga jual petani ke pedagang pengumpul lebih rendah dari
harga pasar. Biasanya harga jual per kg sawi di jual petani pada harga
normal sekitar Rp.2000-Rp.2500/Kg. Namun apabila petani menjual
langsung kepada Pedagang Pengumpul harganya lebih rendah. Sehingga
harganya berada di sekitar Rp.1800–Rp.2300/Kg. Saluran I merupakan
saluran paling panjang. Namun pada dasarnya banyak petani yang tidak
menggunakan saluran I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya harga
pada tingkat petani dan jumlah pedagang pengumpul di Kelurahan Tanah
Enam Ratus masih sedikit. Selain itu, lokasi pasar V yang dekat dengan
Kelurahan Tanah Enam Ratus membuat para petani lebih banyak memilih
menjual langsung kepada agen. Oleh pedagang pengumpul sawi akan
dijual kembali ke agen-agen di pasar V Kecamatan Medan Marelan dan
ada juga yang langsung menjual ke agen–agen yang berada di luar
Kecamatan Medan Marelan. Dari agen–agen tersebut kemudian sawi di
salurkan ke pedagang–pedagang besar di pusat pasar. Dan biasanya jalur
pemasaran I ini sayur sawinya untuk di konsumsi oleh konsumen diluar
daerah Kecamatan Medan Marelan.
2. Saluran II: Petani–Agen–Pedagang Besar- Pedagang Pengecer-Konsumen.
Pada saluran II, petani menjual sawi langsung kepada agen. Harga jual
sawi kepada agen berkisar Rp.2000–Rp.2500/Kg. Harga jual ini memang
lebih tinggi dibandingkan harga jual pertani pada saluran I. Hal ini
dikarenakan pedagang pengumpul mengambil keuntungan dari petani.
Agen akan menjual kembali sawi ke pedagang besar di luar Kecamatan
Medan Marelan. Agen akan menjual kembali sekitar
Rp.3500-Rp.4500/Kg. Pada umumnya saluran II untuk konsumsi sawi di luar
Kecamatan Medan Marelan.
3. Saluran III: Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen
Pada saluran III, Petani menjual sawi kepada pedagang pengecer di pasar
sama dengan harga jual kepada agen yaitu pada kisaran harga
Rp.2000-Rp.2500/Kg. Biasanya petani yang menjual sawi kepada pedagang
pengecer karena jumlah panennya sedikit. Pedagang pengecer tidak
menerima sawi dalam jumlah yang banyak. Pada saluran ini, pedagang
pengecer akan menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga
sekitar Rp.3500–Rp.6000/Kg. Pada umumnya saluran III ini, untuk
konsumsi di daerah Kecamatan Medan Marelan.
Lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam proses
penyampaian sawi dari produsen sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran
yang dilakukan oleh lembaga pemasaran adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik,
dan fungsi pelancar.
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pemasaran dapat
diuraikan secara berikut :
a. Petani
Pada saluran pemasaran I, II, dan III, petani sawi melakukan fungsi pertukaran
yaitu kegiatan penjualan dengan menjual sawi kepada pedagang pengumpul, agen
dan pedagang pengecer di Kecamatan Medan Marelan. Petani juga melakukan
fungsi fisik pengangkutan yaitu pengangkutan dari lokasi produsen ke agen atau
pedagang pengecer. Model transportasi yang mereka gunakan pada umumnya
adalah sepeda motor, becak atau mobil pick-up. Ketika proses pemanenan sawi
dilakukan, proses penyortiran juga ikut dilaksanakan, karena sawi yang ikut di
jual hanya sawi yang masih muda dan segar. Oleh sebab itu, sortasi sebagai fungsi
b. Pedagang Pengumpul
Pada saluran pemasaran I, Pedagang pengumpul membeli sawi dari petani.
Pedagang pengumpul langsung mendatangi ladang petani. Pembayaran dilakukan
secara tunai sehingga petani langsung memperoleh uang. Meskipun harga jual
kepada pedagang pengumpul lebih murah, banyak petani yang menjual sawinya
kepada pedagang pengumpul karena tidak sempat menjualnya ke pasar V.
Pedagang pengumpul akan menjual sawi kembali ke agen di pasar V, sehingga
pedagang pengumpul telah melakukan fungsi fisik pengangkutan, yaitu
pengangkutan dari ladang petani ke agen.
c. Agen
Pada saluran pemasaran I dan II, agen membeli sawi dari petani dan
pedagang pengumpul. Pembayaran dilakukan secara tunai, sehingga petani
maupun pedagang pengumpul langsung memperoleh uang. Kebanyakan petani
langsung menjual sawinya ke agen. Hal ini disebabkan harga di agen lebih tinggi
dari harga pedagang pengumpul. Setalah agen membeli sawi dari petani dan
pedagang pengumpul, agen akan menjualnya kembali ke pedagang besar di pusat
pasar. Sehingga agen telah melakukan fungsi-fungsi penjualan, pembelian dan
pengangkutan.
d. Pedagang Pengecer
Pada saluran pemasaran III, pedagang pengecer membeli sawi dari petani.
Sehingga pedagang pengecer melakukan fungsi-fungsi penjualan dan pembelian.
Analisis marjin pemasaran banyak digunakan sebagai indikator efisiensi
pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran dapat
aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh
lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Pada tabel berikut ini dapat
dilihat hasil analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah
Tabel 13. Analisis Marjin, Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Keuntungan Saluran pemasaran I
Lembaga Tataniaga (Rp/kg) %
I Petani produsen
Harga jual petani produsen 1900 59.37
• Biaya Produksi 724.02
Marjin keuntungan 1175.98
II Pedagang pengumpul
Harga beli PP 1900
Harga jual PP 2100
Biaya tataniaga
• $Biaya transportasi 19.66 0.61
• Packing 39.33 1.23
• Perlengkapan 15 0.47
*Total Biaya 74.29
Marjin keuntungan 126.01 3.94
Nisbah marjin keuntungan 1.7
III Agen
Marjin keuntungan 990 30.93
Nisbah marjin keuntungan 9
Marketing margin 1300
IV Harga P. Besar 3200 100
Sumber: Olah Data Primer ( Lampiran 13 dan 14)
Pada tabel 13 saluran pemasaran I hanya di analisis sampai agen saja, hal
ini disebabkan karena rantai pemasaran yang terjadi di Kecamatan Medan
Marelan hanya sampai di tingkat agen saja. Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa
nilai tunai yang di terima petani sebesar Rp. 1900/Kg atau 59.37% dari harga
pengumpul sebesar Rp.74,29/Kg dengan share margin sebesar 2.31%. Sehingga
keuntungan yang diterima pedagang pengumpul sebesar Rp.126,01 dengan share
sebesar 3,94%. Sedangkan untuk agen, jumlah biaya keseluruhan yang
dikeluarkan sebesar Rp.110/Kg dengan share margin sebesar 3,44%. Keuntungan
yang diperoleh agen sebesar Rp.990/Kg. Nisbah margin keuntungan sebesar 1.7
pada tingkat pengumpul dan 9 pada tingkat agen. Penyebaran nisbah margin yang
tidak merata menggambarkan adanya kesenjangan tingkat kepuasan anatara
lembaga pemasaran.
Sedangkan analisis marjin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan