• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gizi Kurang pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gizi Kurang pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arlim, SM. 2002. Pengaruh Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga

terhadap Status Gizi Murid Kelas I pada Beberapa SD di Kota Padang. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Almatsier Sunita. 2007. Penuntun Diet. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Azwar, Azrul. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa

Datang.

http://xa.yimg.com/kq/groups/86933359/1296990461/name/yodium+1.pdf . Akses tanggal 22 Maret 2015.

Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Budiyanto, Agus Krisno. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Penerbit UMM Press. Surabaya.

Bumi, Cindar. 2005. Pengaruh Ibu Yang Bekerja Terhadap Status Gizi Anak

Balita Di Kelurahan Mangunjiwan Kabupaten Demak Tahun 2005.

Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. lib.unnes.ac.id. Akses tanggal 20 Maret 2015.

Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional, Pencegahan dan Penanggulangan

Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta.

Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia

Tahun 2007. Jakarta

Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. http://www.depkes.go. id. Akses 19 Maret 2012

Dianna, Fivi Melva. 2006. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak

Batita di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Masyarakat I (I).

Dinas Kesehatan Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Sumatera Utara

Tahun 2008. http://www.depkes.go.id. Akses 19 Maret 2012.

(2)

Ernawati, Aeda. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi

Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang Tahun 2003. Tesis Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Farida, Y. dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fauzi, Risky Teresia, dkk. 2013. Hubungan Kecacingan dengan Status Gizi

Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Pelayangan Jambi. Skripsi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Festi, Pipit. 2010. Hubungan antara Penyakit Cacingan dengan Status Gizi

pada Anak Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Dasar Al Mustofa Surabaya. http://Hubungan-Antara-Penyakit-Cacingan-Dengan-Status-Gizi....Pdf.

Gandahusada, Sriasi. 2000. Parasitologi Kedokteran 3EK, Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Gibney, Michael J, dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap

Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. http://lib.ugm.ac.id.

Akses 21 Maret 2015.

Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi Dan Diet Rumah Sakit. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hermansyah. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP

Anak Umur 6-59 Bulan pada Keluarga Miskin di Kota Sawahlunto Tahun 2002. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia. http://digilib.ui.ac.id/. Akses 20 Maret 2015.

Istiono, Wahyudi. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi

Balita. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25 No.3: 150-155.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS 2013. Badan Litbangkes. Jakarta

(3)

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta

Kristianti, Devi, dkk. 2013. Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan Ibu

dengan Status Gizi Anak Usia 4-6 Tahun di TK Salomo Pontianak.

Skripsi Universitas Tanjung Pura. Pontianak.

Lutviana, Evi & Budiono, Irwan. 2009. Prevalensi dan Determinan Kejadian

Gizi Kurang pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat 5(2) (2010)

138-144. http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas.

Masdiarti, E. 2000. Gambaran Status Gizi Anak Balita Ditinjau Dari Pola

Pengasuh Pada Ibu Pekerja Dan Bukan Pekerja. Skripsi Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Meikawati, W & Wikanastari, H. 2008. Hubungan Karakteristik Ibu dan

Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kasus Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang. Jurnal

Kesehatan Unimus vol. 1 no. 1 : 148-157. http://jurnal.unimus.ac.id. Akses 28 November 2014.

Mitehel, Richard N. 2006. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Moehji, Sjahmin. 2002. Ilmu Gizi. Penerbit Papas Sinar. Jakarta.

Ninik, A.R. 2005. Hubungan antara Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh

Gizi dengan Status Gizi Anak Balita di Bentokan Demak. Skripsi

Sarjana Kesehatan Masyarakat. Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Nofelia, Marizza. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita di URJ RSU. Dr. Soetomo, Surabaya. Skripsi Universitas Airlangga. Surabaya.

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak (Untuk Perawat

Dan Bidan). Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Puspitasari, Dwi Anggraeni. 2012. Perubahan Status Gizi pada Anak Balita

Gizi Kurus yang Mengikuti Pemulihan Gizi Buruk di Klinik Gizi PTTK dan EK. Skripsi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

http://digilib.ui.ac.id. Akses 10 juni 2015.

Putri, Dwi S. dan Wahyono, Tri Y. 2013. Faktor Langsung dan Tidak

(4)

Umur 6-59 Bulan di Indonesia Tahun 2010. Media Litbangkes Vol 23

No. 3: 110-121.

Rosary, Alania, dkk. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di

Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas 2(3): 111-115.

Rosmana, D. 2003. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia

6-24 Bulan di Kabupaten Serang Provinsi Banten Tahun 2003. Tesis

Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. http://digilib.ui.ac.id. Akses 20 Maret 2015.

Riduwan. 2007. Pengantar Statistika. CV Alfabeta: Bandung

Rimelfhi, Lisbeth, dkk. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial

Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 3 (2) : 182-187

Riyadi, Hadi, dkk. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak

Balita di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Pangan 6(1): 66-73.

Sedioetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

Singarimbun, Masri. 1998. Metode Penelitian Survei .Penerbit PT LP3ES Indonesia. Jakarta.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi Dan Aplikasinya. Penerbit Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sudjasmin, dkk. 1994. Profil Anak Balita Gizi Buruk di Daerah Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 17: 79-88

Sugimah. 2009. Status Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi Di

Kelurahan Labuhan Deli Medan Tahun 2009. Skripsi. FKM USU.

Medan.

Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

2003. Perencanaan Pangan Dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Suryono, Supardi. 2004. Risiko Penyakit ISPA Dan Diare Pada Balita

(5)

Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi Dengan Antropometri Gizi. http://www.eurekaindonesia.org. Akses 22 Maret 2012.

WHO. 2007. Health Situation In The South-East Asia Region, 2001-2007. http://apps.searo.who.int/PDS_DOCS/B3226.pdf. Akses 22 Maret 2012.

WHO. 2009. Diarrhoea Disease. www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/. Akses tanggal 8 Desember 2014.

Widodo, Rahayu. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen, Dan Obat Pada

Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

OUTPUT

Frequency Perc ent Valid Percent

Cumulative

Frequency Perc ent Valid Percent

(11)

Total 98 100,0 100,0

Frequency Perc ent Valid Percent

Cumulative

Frequency Perc ent Valid Percent

Cumulative

Frequency Perc ent Valid Percent

Cumulative

Frequency Perc ent Valid Percent

Cumulative Perc ent

(12)

Crosstab

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Umur Balita (bulan)

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Umur Balita (bulan)

% within Status Gizi Balita % of Total

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,50.

b.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Umur Balita

(13)

For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang 1,250 ,357 4,379

For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang ,978 ,862 1,109

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Jenis Kelamin Balita

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Jenis Kelamin Balita

(14)

Chi-Square Tests

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,41.

b.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Jenis Kelamin Balita (Laki-Laki /

Perempuan) ,818 ,206 3,249

For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang ,833 ,238 2,919

For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang 1,019 ,898 1,155

N of Valid Cases 98

(15)

Crosstab % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Kejadian Diare % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Kejadian Diare % within Status Gizi Balita % of Total

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1,47.

b.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kejadian

Diare (Ya / Tidak) 31,111 5,594 173,032 For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang 17,938 4,094 78,590 For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang ,577 ,374 ,889

(16)

ISPA % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Kejadian ISPA % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Kejadian ISPA % within Status Gizi Balita % of Total

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,22.

(17)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kejadian

ISPA (Ya / Tidak) 8,182 ,982 68,162

For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang 7,077 ,920 54,461 For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang ,865 ,764 ,979

N of Valid Cases 98

Konsumsi Obat Cacing

Crosstab

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expected Count

% within Konsumsi Obat Cacing

% within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expected Count

% within Konsumsi Obat Cacing

(18)

Chi-Square Tests

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 3,77.

b.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Konsumsi

Obat Cacing (Ya / Tidak) ,324 ,076 1,381 For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang ,360 ,095 1,355

For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang 1,110 ,964 1,277

(19)

Pendidikan % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Pendidikan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Pendidikan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1,93.

(20)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Pendidikan

Ibu (Rendah / Tinggi) 9,867 2,217 43,906

For cohort Status Gizi

Balita = Gizi Kurang 7,333 2,000 26,887 For cohort Status Gizi

Balita = Tidak Gizi Kurang ,743 ,565 ,978 % within Status Gizi Balita % of Total

Count

Expec ted Count % within Pekerjaan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total

Count

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan menggunakan desain

cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan

Marelan. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa angka

kejadian gizi kurang masih tinggi, tercatat pada tahun 2011 ada 39 anak balita

yang mengalami gizi kurang dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai

faktor yang berhubungan dengan gizi kurang pada anak balita di wilayah tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli

2015. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini meliputi survei pendahuluan,

studi literatur, penulisan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan

pengolahan data, dan ujian skripsi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh anak balita yang berumur 12-59 bulan,

yang bertempat tinggal di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan

(22)

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian anak balita (12-59 bulan) yang

tinggal di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.

a. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus Taro Yamane, pengambilan sampel

berdasarkan populasi yang diketahui (Riduwan, 2007) di bawah in :

Keterangan :

n : besar sampel minimum

N : Jumlah populasi

d : presisi ditetapkan (d=0,1)

b. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara purposive

sampling. Hal ini karena area lingkungan yang terlalu luas dan jumlah lingkungan

yang terlalu banyak, sehingga untuk menghemat waktu dan biaya digunakan

(23)

35 lingkungan yaitu lingkungan 19 dan 31 yaitu lingkungan yang dipilih

berdasarkan jumlah anak balita yang paling banyak dan yang memiliki masalah

kesehatan yang cukup tinggi. Peneliti menjalankan kuesioner dengan mendatangi

ke setiap rumah penduduk di lingkungan tersebut. Pada tahap awal peneliti

mendatangi satu rumah dan bertanya kepada anggota keluarga yaitu ibu dalam

rumah tersebut, apabila terdapat anak balita maka peneliti melanjutkan penelitian

dengan memberikan pertanyaan melalui kuesioner yang sudah disediakan.

Apabila tidak terdapat anak balita dan keluarga yang bersangkutan tidak ada di

tempat maka peneliti melanjutkan ke rumah selanjutnya sampai peneliti

mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang di kumpulkan langsung dari hasil

wawancara dengan responden mengenai pekerjaan ibu, pendidikan ibu,

pendapatan kepala keluarga, jumlah anak, umur anak balita, jenis kelamin anak

balita, mengalami diare dalam 1 bulan terakhir, mengalami kejadian ISPA dalam

1 bulan terakhir, dan mengonsumsi obat cacing (antelmitik) dalam 6 bulan

terakhir. Juga dilakukan pengukuran terhadap berat badan anak balita dengan

menggunakan timbangan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diambil dari Puskesmas Desa Terjun

(24)

3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Status gizi pada anak balita adalah jika berat badan menurut umur (BB/U) < -2 SD, yang diperoleh dari standar baku antropometri WHO-2005 yaitu :

- Gizi buruk (BB/U < -3 SD)

- Gizi kurang (BB/U ≥ -3 s/d < -2 SD) - Gizi baik (BB/U ≥ -2 s/d ≤ 2 SD) - Gizi lebih (BB/U >2 SD)

Pada penelitian ini, status gizi anak balita dikategorikan atas: 1. Gizi kurang, yaitu terdiri dari gizi buruk dan gizi kurang 2. Tidak gizi kurang, yaitu terdiri dari gizi baik dan gizi lebih

3.5.2 Pendidikan Ibu adalah jenjang terakhir pendidikan formal yang telah dicapai ibu, yaitu :

- Tidak Sekolah - Sekolah Dasar

- Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) atau Sederajat - Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA)

- Akademik atau Perguruan Tinggi

Pada penelitian ini, pendidikan ibu dikategorikan atas:

1. Rendah, yaitu terdiri dari tidak sekolah, tamatan Sekolah Dasar, dan tamatan SLTP

2. Tinggi, yaitu terdiri dari tamatan SLTA dan Akademik ataupun Perguruan Tinggi

3.5.3 Pekerjaan Ibu adalah kegiatan Ibu yang menghasilkan pendapatan, yaitu: - Pegawai Negeri Sipil (PNS)

- Wiraswasta

- Karyawan

- Petani

- Ibu Rumah Tangga

Pada penelitian ini, Pekerjaan ibu dikategorikan atas:

(25)

3.5.4 Pendapatan kepala keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan kepala keluarga per bulan dalam satuan rupiah, yang dikelompokkan berdasarkan

Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2012.

Pada penelitian ini, pendapatan keluarga dikategorikan atas:

1. Pendapatan < Rp. 1.200.000,00 2. Pendapatan ≥ Rp. 1.200.000,00

3.5.5 Jumlah anak adalah jumlah anak kandung ataupun tidak yang dibiayai oleh keluarga.

3.5.6 Umur anak balita adalah usia balita dalam hitungan bulan 12-59 bulan.

3.5.7 Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita yang merupakan objek penelitian.

3.5.8 Kejadian diare adalah anak balita yang mengalami diare (defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah dan lendir dalam tinja) dalam

waktu satu bulan terakhir.

3.5.9 Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah penyakit infeksi saluran pernafasan dengan gejala batuk, pilek, dan disertai demam ataupun

tidak dalam waktu satu bulan terakhir.

(26)

3.6 Aspek Pengukuran

Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian ini adalah :

No Variabel Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Wawancara 1. Rendah

2. Tinggi

5 Jenis Kelamin Wawancara 1. Laki-laki

2. Perempuan

Wawancara 1. Tidak

2. Ya

Ordinal

3.7 Teknik Analisa Data 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi

frekuensi variable independen yang meliputi faktor ibu (pendidikan dan

pekerjaan) dan faktor anak balita (umur, jenis kelamin, kejadian diare, kejadian

(27)

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Analisis ini digunakan dengan menggunakan

uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), sehingga apabila

ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka variabel tersebut dinyatakan

berhubungan secara signifikan.

Untuk mengetahui risiko, pengukuran yang digunakan adalah dengan

rumus :

RP = A/(A+B) : C/(C+D)

Keterangan :

A/(A+B) : proporsi gizi kurang yang mempunyai faktor risiko

(28)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografis

Kelurahan rengas pulau merupakan salah satu kelurahan dari lima (5)

kelurahan yang teremasuk ke dalam wilayah Kecamatan Medan Marelan dengan

luas wilayah 1.050 Ha. Dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan

: Jln. Kapt. Rahmad Buddin, Jln. Titi

Pahlawan

- Sebelah selatan berbatasan dengan

: Kelurahan Tanah Enam Ratus

- Sebelah timur berebatasan dengan

: Sei Deli

- Sebelah barat berbatasan dengan

: Kelurahan Terjun

Kelurahan rengas pulau terletak di utara Kota Medan dan diperuntukkan

sebagai pemukiman penduduk, pertokoan, dan juga perdagangan.

4.1.2 Demografi

Kelurahan Rengas Pulau terdiri dari 35 lingkungan dengan jumlah

(29)

(80,2%) memiliki mata pencaharian sebagai karyawan pabrik, sebesar 1.039 orang

(sebesar 715 orang (6,9%) bermata pencaharian sebagai Pedagang,

Tabel 4.1 Distribusi Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011

No Pekerjaan f %

1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 302 2,9

2 TNI, POLRI 45 0,4

3 Pensiunan PNS/ABRI/POLRI 287 2,8

4 Pegawai Swasta 313 3,0

5 Wiraswasta 715 6,9

6 Pertukangan 125 1,2

7 Petani 274 2,6

8 Karyawan Pabrik 8.327 80,2

JUMLAH 10.388 100,0

Sumber: Profil kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan tahun 2011

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Anak Balita Per Lingkungan di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011

No Nama Lingkungan Jumlah Balita

1 Lingkungan 1 156

2 Lingkungan 2 138

3 Lingkungan 3 122

4 Lingkungan 4 132

5 Lingkungan 5 129

(30)

7 Lingkungan 7 142

8 Lingkungan 8 124

9 Lingkungan 9 145

10 Lingkungan 10 119

11 Lingkungan 11 137

12 Lingkungan 12 140

13 Lingkungan 13 154

14 Lingkungan 14 142

15 Lingkungan 15 146

16 Lingkungan 16 125

17 Lingkungan 17 150

18 Lingkungan 18 156

19 Lingkungan 19 236

20 Lingkungan 20 134

21 Lingkungan 21 137

22 Lingkungan 22 128

23 Lingkungan 23 135

24 Lingkungan 24 140

25 Lingkungan 25 126

26 Lingkungan 26 147

27 Lingkungan 27 138

28 Lingkungan 28 143

29 Lingkungan 29 132

(31)

31 Lingkungan 31 135

32 Lingkungan 32 148

33 Lingkungan 33 132

34 Lingkungan 34 96

35 Lingkungan 35 92

JUMLAH 4.914

Sumber: Profil kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan tahun 2011

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi proporsi dari

variabel-variabel independen yang berhubungan dengan gizi kurang pada anak

balita. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang dianalisis secara

univariat adalah sebagai berikut:

4.2.1 Kejadian Gizi Kurang Pada Balita

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Status Gizi f %

Gizi Kurang

Tidak Gizi Kurang

9

89

9,2

90,8

Jumlah 98 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi prevalens status gizi

anak balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

(32)
(33)

4.2.2 Deskripsi Karakteristik Anak Balita a. Umur dan Jenis Kelamin

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Karakteristik Anak Balita f %

Umur (bulan)

12-36

37-59

49

49

50

50

Jumlah 98 100

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

48

50

49

51

Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel di atas, proporsi anak balita berdasarkan umur yaitu

pada umur 12-36 bulan terdapat 49 orang (50%) dan pada umur 37-59 bulan

terdapat 49 orang (50%). Dan proporsi anak balita berdasarkan jenis kelamin yaitu

(34)

b. Kejadian Diare dan Kejadian ISPA

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Diare Dan ISPA di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Kejadian Penyakit f %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare pada

anak balita selama 1 bulan terakhir sebesar 16 orang (16,3%) dan kejadian ISPA

pada anak balita selama 1 bulan terakhir sebesar 52 orang (53,1%).

c. Konsumsi Obat Cacing (antelmintik)

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Perilaku Konsumsi Obat Cacing di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Konsumsi Obat Cacing f %

Tidak 41 41,8

Ya 57 58,2

(35)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang

mengonsumsi obat cacing (antelmintik) yaitu 57 orang (58,2%) sedangkan yang

(36)

4.2.3 Deskripsi Karakteristik Ibu

(37)

≤ 2 anak 74 75,5

Jumlah 98 100,0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi responden berdasarkan

karakteristik ibu untuk tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tamat SLTA

yaitu 67 orang (68,4%) dan responden yang tidak tamat SD adalah 1 orang

(1,0%). Dari segi pekerjaan ibu yang paling besar adalah tidak bekerja/IRT yaitu

42 orang (43,9%) dan yang paling sedikit adalah petani dan PNS yaitu

masing-masing 2 orang (2,0%).

Berdasarkan pendapatan keluarga, yang memiliki pendapatan lebih dari

Rp. 1.200.000,00 adalah 85 orang (86,7%) sedangkan pendapatan kurang atau

sama dengan Rp. 1.200.000,00 adalah 13 orang (13,3%). Dari jumlah anak,

diketahui bahwa yang mempunyai anak kurang atau sama dengan dua yaitu

sebesar 74 orang (75,5%) dan lebih dari 2 anak yaitu sebesar 24 orang (24,5%).

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Umur dengan Status Gizi Pada Anak Balita

(38)

37-59 4 8,2 45 91,8 49 100 0,727 (0,357-

4,379)

*RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan umur 12-36 bulan adalah 10,2%, sedangkan pada

anak dengan umur 37-59 bulan adalah 8,2%. Hasil analisis statistic dengan

menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena

terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5, kemudian dilanjutkan

dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada hubungan

(39)

4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Jenis Kelamin

Status Gizi

Total x2/p RP*

(95% CI)

Gizi Kurang Tidak Gizi Kurang

f (%) f (%) f (%)

Laki-laki 4 8,3 44 91,7 48 100 0,082/

0,775

0,833

(0,238-

2,919)

Perempuan 5 10,0 45 90,0 50 100

*RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan jenis kelamin laki-laki adalah 8,3%, sedangkan

pada anak dengan jenis kelamin perempuan adalah 10%. Hasil analisis statistic

dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan

karena terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5, kemudian

dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak

ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak balita dengan status gizi

(40)

4.3.3 Hubungan Kejadian Diare dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.10 Tabulasi Silang Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak

Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan yang pernah menderita diare dalam satu bulan

terakhir adalah 43,8%, sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare adalah

2,4%. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi

syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected

count <5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat diare dengan status

gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita

diare dalam satu bulan terakhir dan tidak menderita diare sebesar 17,938 dengan

(41)

4.3.4 Hubungan Kejadian ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.11 Tabulasi Silang Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita

di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita yang menderita ISPA dalam satu bulan terakhir adalah

15,4%, sedangkan pada anak balita yang tidak menderita ISPA adalah 2,2%.

Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat

untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5,

kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat ISPA dengan status

gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita

ISPA dalam satu bulan terakhir dan tidak menderita ISPA sebesar 7,077 dengan

(42)

4.3.5 Hubungan Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Konsumsi

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita yang tidak mengonsumsi obat cacing adalah 14,6%,

sedangkan pada anak yang mengonsumsi obat cacing adalah 5,3%. Hasil analisis

statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,

kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi obat cacing

(43)

4.3.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.13 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak

Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens

status gizi kurang pada anak balita dengan pendidikan ibu rendah adalah 28,6%,

sedangkan pada anak dengan pendidikan ibu tinggi adalah 3,9%. Hasil analisis

statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,

kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status

gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita pada ibu yang

(44)

4.3.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Pekerjaan Ibu

Status Gizi Total

x2/p RP*

(95% CI)

Gizi Kurang Tidak Gizi Kurang

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan ibu yang bekerja adalah 7,1%, sedangkan pada

anak bakita dengan ibu yang tidak bekerja adalah 11,9%. Hasil analisis statistic

dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan

karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5, kemudian

dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada

(45)

4.3.8 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Pendapatan Keluarga

Status Gizi Total

x2/p RP*

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan pendapatan keluarga > 1.200.000 adalah 23,1%,

sedangkan pada anak dengan pendapatan keluarga ≥ 1.200.000 adalah 7,1%. Hasil

analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,

kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga

(46)

4.3.9 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Jumlah

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi

kurang pada anak balita dengan jumlah anak dalam keluarga > 2 orang adalah

20,8%, sedangkan pada anak dengan jumlah anak dalam keluarga ≤ 2 orang

adalah 5,4%. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak

memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai

expected count <5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai

p<0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan

status gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita pada jumlah

(47)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Proporsi prevalens Status Gizi

Proporsi prevalens status gizi anak balita di Kelurahan Rengas Pulau

Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 5.1 Diagram Pie Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita BB/U di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa proporsi prevalens gizi

kurang sebesar 9,2%. Pada Tahun 2008, tercatat balita yang dinyatakan gizi

kurang di Desa Bajomulyo sebesar 24% dengan jumlah 12 balita dari 50 balita

(48)

dan buruk di daerah Timor Tengah Utara masih tinggi yaitu sebesar 3,3% (Riyadi,

dkk, 2011)

Persentase tersebut ternyata lebih rendah dari penelitian Ninik tahun 2005

di Bentokan Demak Semarang dengan prevalensi gizi kurang sebesar 25,5%.

Meskipun demikian, kejadian gizi kurang tetaplah menjadi masalah kesehatan di

masyarakat yang dapat mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan di masa

yang akan datang (Ninik, 2005).

5.1.2 Karakteristik Anak Balita a. Umur Balita

Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Umur Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu

anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Umur anak mempengaruhi

kuantitas ibu untuk pengasuhan. Pada anak di bawah dua tahun perhatian dan

kasih saying ibu lebih tercurah kepada anak tersebut karena anak belum mandiri

(49)

tahun anak makin mandiri dan mempunyai jaringan social yang lebih luas dan

ketergantungan dengan sosok ibu mulai berkurang (Sudjasmin, 1993).

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa proporsi umur balita tidak

memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu pada umur 12-36 bulan sebesar 50%

dan laki-laki juga sebesar 50%. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok

umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan

mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (Azrul,

2004). Hal ini diasumsikan bahwa proporsi berdasarkan umur tidak bervariasi.

b. Jenis Kelamin

Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Jenis Kelamin Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa proporsi laki-laki dan

perempuan relatif sama banyaknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Hermansyah (2002) di Kota Sawah Lunto didapatkan bahwa perempuan 53% dan

(50)

Dari hasil penelitian Puspitasari tahun 2012 menunjukkan bahwa proporsi

balita gizi kurus lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan dengan

laki-laki. Dalam (Soetjiningsih, 1995) menyatakan bahwa pada masyarakat tradisional

anak perempuan mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan dengan

laki-laki (Puspitasari, 2012).

c. Diare

Gambar 5.4 Diagram Pie Proporsi Kejadian Diare pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Menurut Arisman, penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi

melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah dan

diare sehingga menurunkan nafsu makan. Menurut Scrimshaw dalam penelitian

Ernawati Menyatakan bahwa dampak diare terhadap keadaan gizi dan

pertumbuhan lebih dahsyat dari pada infeksi lain karena selama diare terjadi

gangguan masukan, gangguan absorbs, dan gangguan metabolism secara

(51)

Diare menjadi penyebab kematian terbanyak nomor dua pada anak berusia

di bawah lima tahun dengan 1,5 juta anak meninggal tiap tahunnya. Diare juga

merupakan penyebab utama kejadian malnutrisi pada anak berusia di bawah lima

tahun ( WHO, 2009).

Prevalensi diare pada kelompok umur 1 - 4 tahun di Indonesia sebanyak

16,7% dan merupakan prevalensi terbanyak dibandingkan kelompok umur

lainnya. Data yang dilaporkan dalam Riskesdas 2007 menunjukkan diare sudah

menjadi penyebab kematian terbanyak pada balita di Indonesia dengan proporsi

25,2% ( Riskesdas, 2007).

d. ISPA

Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Kejadian ISPA pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Menurut penelitian Tarigan tahun 2001, penyakit infeksi dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi pada anak. Akibat dari infeksi adalah

menurunnya nafsu makan anak sehingga anak menolak makanan yang diberikan.

Adanya infeksi mengakibatkan terjadinya penghancuran jaringan tubuh, baik oleh

(52)

diperlukan oleh tubuh. Penyakit infeksi akan memperburuk keadaan gizi,

sebaliknya keadaan gizi yang buruk akibat infeksi akan memperlemah

kemampuan anak untuk melawan infeksi. Siklus udara yang tidak sehat di sekitar

balita akan memicu munculnya ISPA maka berat badan anak akan turun dan ini

akan berpengaruh pada status gizi balita tersebut (Puspitasari, 2012)

Menurut Riskesdas 2007, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dan

propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang mempunyai prevalensi

di atas angka nasional yaitu 29,08%. Prevalensi tertinggi pada balita (>35%),

sedangkan prevalensi terendah pada kelompok umur 15-24 tahun. Begitu juga

dengan prevalensi ISPA yang tertera pada diagram di atas, sebesar 53,1% balita

mengalami ISPA, sehingga angka tersebut berada di atas angka nasional

(53)

e. Konsumsi Obat Cacing

Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Konsumsi Obat Cacing di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Cacing yang tinggal di usus manusia memberikan kontribusi yang sangat

besar terhadap kejadian penyakit, misalnya kurang gizi (Fauzi, dkk, 2013). Dari

diagram di atas terlihat bahwa sebesar 58,2% anak balita telah mengonsumsi obat

cacing. Hal ini dapat diasumsikan bahwa telah adanya kesadaran dari orang tua

(54)

5.1.3 Karakteristik Ibu a. Pendidikan Ibu

Gambar 5.7 Diagram Bar Proporsi Pendidikan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Dapat diketahui dari diagram di atas bahwa sebesar 68,4% ibu memiliki

pendidikan tamat SLTA. Meningkatnya pendidikan wanita menimbulkan

kesadaran untuk mengembangkan diri maupun mengaktualisasi potensi dalam

bentuk merintis karier maupun melakukan kegiatan sosial. Di era globalisasi

tuntutan kebutuhan akan ekonomi yang semakin meningkat membuat para ibu

harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga (Engle, 2000). Ibu yang

berpendidikan lebih baik cenderung lebih mudah menerima informasi gizi dan

menerapkan pengetahuannya dalam mengasuh anak dan dalam praktek pemberian

makan pada anak. Apalagi di Indonesia, biasanya ibu yang mengambil peranan

(55)

berpengaruh terhadap status gizi anak dibandingkan dengan tingkat pendidikan

bapak ( Putrid an Wahyono, 2013).

b. Pekerjaan Ibu

Gambar 5.8 Diagram Bar Proporsi Pekerjaan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Salah satu dampak negative yang ditimbulkan sebagai akibat dari

bekerjanya ibudi luar rumah adalah ketelantaran anak, sebab anak balita bergantng

pada pengasuhnya. Demikian juga yang dikemukakan Luciasari bahwa ibu yang

bekerja di luar rumah cenderung memiliki waktu yang lebih terbatas untuk

melaksanakan tugas rumah tangga dibnadingkan ibu yang tidak bekerja, oleh

karena itu pola pengasuhan anak akan berpengaruh dan pada akhirnya

pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan tergnggu

Besar proporsi Ibu yang bekerja dan tidak bekerja relatif sama besar, hal

ini sejalan dengan penelitian dari Kristianti, dkk tahun 2013 di Pontianak yaitu

(56)

c. Pendapatan Keluarga

Gambar 5.9 Diagram Pie Proporsi Pendapatan Keluarga di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Menurut (Dini Latief, dkk, 2000) bahwa kemiskinan sebagai penyebab

gizi kurang dengan menduduki posisi pertama pada kondisi umum masyarakat.

Masalah utama penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada

pendapatan per hari yang pada umumnya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar

secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan pangan

karena daya belinya rendah ( Puspitasari, 2006).

Berdasarkan diagram di atas, diketahui bahwa sebagian besar keluarga

memiliki pendapatan di atas Rp. 1.200.000,00, tetapi bukan berarti keluarga

(57)

d. Jumlah Anak

Gambar 5.10 Diagram Pie Proporsi Jumlah Anak Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012

Jumlah anggota keluarga juga berperan dalam pertumbuhan, yaitu pada

keluarga kecil pertumbuhan anak lebih baik dibandingkan pada keluarga besar.

Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan jika anggota keluarga

sedikit. Dari penelitian Rimelfhi, menyatakan bahwa gizi kurang sebesar 85,5%

diderita oleh keluarga dengan jumlah anak lebih dari dua orang (Rimelfhi, dkk,

2013).

Dapat dilihat dari diagram di atas bahwa jumlah anak ≤ 2 orang dalam satu

keluarga sebesar 75,5%. Sedangkan berdasarkan penelitian Rosmana tahun 2003

di Serang Banten adalah sebesar 58,4% mempunyai anak ≤ 2 orang dan 41,6%

(58)

5.2 Analisi Bivariat

5.2.1 Hubungan Umur Balita dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.11 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa umur balita dan status gizi tidak

memiliki hubungan yang signifikan tetapi persentase gizi kurang pada umur 12-36

bulan lebih besar dibandingkan umur 37-59 yaitu secara berurutan sebesar 10,2%

dan 8,2%.

Hal ini sejalan dengan teori bahwa usia balita terutama pada usia 1-3 tahun

merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak

sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan

masa-masa berikutnya. Pada masa-masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila

kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan mudah terjadi

(59)

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Balita dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.12 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi kurang pada

perempuan sebesar 10% sedangkan pada laki-laki sebesar 8,3%. Mengenai ada

atau tidaknya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi

balita, penelitian ini sama dengan penelitian dari Istiono, dkk yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin dengan

status gizi anak balita (Istiono, 2009).

Menurut Almatsier, tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih banyak

jika dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi,

sehingga laki-laki mempunyai peluang untuk menderita KEP yang lebih tinggi

daripada perempuan apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak terpenuhi

(60)

dibandingkan dengan anak perempuan sehingga membutuhkan gizi yang tinggi

(Almatsier, 2004).

5.2.3 Hubungan Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.13 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Diare di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Pada penelitian ini, terdapat balita yang mengalami gizi kurang lebih

banyak terjadi pada balita diare (43,8%) dan memilki hubungan yang signifikan

antara kejadian diare dengan status gizi balita dengan nilai Rasio Prevalens status

gizi kurang anak balita yang menderita diare dan tidak menderita diare sebesar

17,938 dengan 95%CI (4,094-78,590).

Telah diketahui bahwa diare merupakan penyebab kematian terbanyak

nomor dua pada anak berusia di bawah lima tahun dengan 1,5 juta anak

meninggal tiap tahunnya. Diare juga merupakan penyebab utama kejadian

(61)

hasil penelitian Rosary, balita yang mengalami gizi kurang lebih banyak terjadi

pada balita diare (18,9%) dibandingkan dengan balita tidak diare (14,8%)

(Rosary, 2013).

5.2.4 Hubungan Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.14 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Kejadian ISPA di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Dari hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara ISPA

dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa

balita yang mengalami ISPA sebesar 15,4% dan pada balita yang tidak mengalami

ISPA sebesar 2,2%. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita

ISPA dan tidak menderita ISPA sebesar 7,077 dengan 95%CI (0,920-54,461)

Dalam Supariasa menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara

(62)

interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi akan

mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi (Supariasa, 2001).

Anak yang tidak mendapat cukup makanan gizi seimbang memiliki daya

tahan yang rendah terhadap penyakit, sehingga mudah terserang infeksi,

sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi seperti diare dan ISPA dapat

mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap dengan baik, sehingga berakibat

pada gizi buruk (Festi, 2010).

5.2.5 Hubungan Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.15 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Konsumsi Obat Cacing di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi obat cacing dengan status gizi anak balita. Hal ini

(63)

nilai p = 0,310 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi

dengan penyakit cacingan (Festi, 2010).

Walaupun berdasarkan teori bahwa penyakit infeksi seperti kecacingan

yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya

keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi adalah akibat beberapa hal antara lain :

turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang dialami, sehingga

masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih

banyak terutama untuk mengganti jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit

penyakit itu, penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang

menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sepuluh zat gizi seperti berbagai

mineral dan sebagainya, dan adanya diare menyebabkan penyerapan zat gizi

makanan juga terganggu, sehingga keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk,

naiknnya metabolism basal akibat demam dapat menyebabkan termobilisasi nya

cadangan energi dalam tubuh. Penghancuran jaringan tubuh oleh bibit penyakit

juga akan semakin banyak dan untuk menggantinya diperlukan masukan protein

(64)

5.2.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.16 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Dari hasil penelitian didapat bahwa jumlah anak balita gizi kurang pada

ibu yang berpendidikan rendah sebesar 28,6%, sedangkan jumlah anak balita pada

ibu yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 3,9% dengan nilai Rasio Prevalens

status gizi kurang anak balita pada ibu yang berpendidikan rendah dan tinggi

sebesar 7,333 dengan 95%CI (2,000-26,887). Hal ini juga menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu terhadap status gizi anak balita.

Hasil penelitian Lisbeth Rimelfhi, dkk di daerah pusat dan pinggiran kota padang

menunjukkan bahwa status gizi anak berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu

(Rimelfhi, dkk, 2013).

Status gizi dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu secara langsung dan tidak

(65)

secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

karakteristik keluarga. Diantara karakteristik keluarga, karakteristik ibu ikut

menentukan keadaan gizi anak. Karakteristik ibu antara lain tingkat pendidikan

ibu, pengetahuan gizi, dan pekerjaan ibu (Sedioetama, 2004).

Pendidikan ibu merupakan modal penting dalam penyusunan makanan

keluarga, pengasuhan dan perawatan anak (Suhardjo, 2003). Tingkat pendidikan

turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

pengetahuan gizi dan kesehatan.Demikian juga wanita yang tidak berpendidikan

biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan lebih

tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih rendah umumnya sulit diajak memahami

dampak negatif dari bahaya mempunyai anak banyak, sehingga anaknya

kekurangan kasih sayang, kurus dan menderita penyakit infeksi (Farida, dkk,

(66)

5.2.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.17 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan pekerjaan ibu, hasil penelitian ini terlihat bahwa sebesar 7,1%

anak mengalami gizi kurang pada ibu yang bekerja dan sebesar 11,9% anak

mengalami gizi kurang pada ibu yang tidak bekerja. Setelah diuji dengan

menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa tidak ada hubungan asosiasi yang

signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi kurang. Menurut penelitian

Kristianti, dkk diperoleh nilai p = 0,805 sehingga juga menunjukkan tidak adanya

hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan status gizi (Kristianti, dkk, 2013).

Begitu juga dengan hasil penelitian dari Meikawati, bahwa status bekerja ibu

dengan status gizi balita tidak memilki hubungan yang signifikan, hal ini

(67)
(68)

5.2.8 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.18 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi kurang pada anak

balita dengan pendapatan keluarga kurang adalah 23,1% sedangkan pada

pendapatan keluarga yang lebih sebesar 7,1%. Diperoleh bahwa p = 0,075,

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita.

Hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian dari Lisbeth Rimelfhi,

dkk, yang menunjukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi rendah didapat

100% gizi kurang dan 0% status gizi kurang pada keluarga dengan status ekonomi

baik. Sehingga didapat nilai p<0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan

(69)

Kemiskinan atau pendapatan keluarga yang sangat rendah sangat

berpengaruh kepada kecukupan gizi keluarga (Arlim, 2002). Kekurangan gizi

berhubungan dengan sindroma kemiskinan. Menurut Soehardjo jumlah pangan

yang dikonsumsi keluarga dipengaruhi oleh status ekonomi. Tetapi Soehardjo

juga menambahkan bahwa pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak

menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).

5.2.9 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Anak Balita BB/U

Gambar 5.19 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

Dari hasil penelitian terdapat bahwa proporsi prevalens status gizi kurang

pada anak balita dengan jumlah keluarga ≤ 2 orang adalah 5,4% sedangkan pada

keluarga dengan jumlah keluarga > 2 orang adalah 20,8%. Dari hasil analisis

statistic menunjukkan ada hubungan asosiasi yang signifikan antara jumlah anak

dengan status gizi anak balita dengan Rasio Prevalens status gizi kurang anak

(70)

Hal ini sesuai dengan pendapat suharjo yang menyatakan dimana

anak-anak yang tumbuh dalam satu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap

kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil

biasanya paling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya

jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak

orang tua yang tidak menyadari bahwa anak –anak yang sangat muda perlu zat

gizi yang relative banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian

anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukup makanan yang memenuhi

kebutuhan gizi (Suhardjo, 2003).

Menurut Suhardjo mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar

keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota akan

menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata.

Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk

mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang

dikemukakan Berg dan Sayogyo , bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan

pada keluarga besar empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil.

Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggotakan banyak,

lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit (Berg dan

(71)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

6.1.1 Proporsi prevalens status gizi anak balita di kelurahan Rengas Pulau

Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 adalah status gizi baik 90,8% dan

status gizi kurang 9,2%.

6.1.2 Persentase jenis kelamin anak balita terbanyak pada perempuan yaitu 51%,

umur balita 12-36 bulan dan 37-59 bulan yaitu 50%, tidak menderita diare

selama satu bulan terakhir yaitu 83,7%, yang menderita ISPA selama satu

bulan terakhir yaitu 53,1%, dan konsumsi obat cacing selama 6 bulan

terakhir yaitu 58,2%. Pada karakteristik Ibu, persentase yang terbanyak

berdasarkan pendidikan adalah tamat SLTA yaitu 68,4%, pekerjaan ibu

sebagai ibu rumah tangga yaitu 43,9%, pendapatan keluarga lebih besar

dari Rp. 1.200.000,00 yaitu 86,7%, dan jumlah anak 1-2 orang yaitu

75,5%.

6.1.3 Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit diare dengan status

gizi anak balita

6.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit ISPA dengan status

gizi anak balita

6.1.5 Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi

anak balita

6.1.6 Ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan status gizi anak

(72)

6.2 Saran

6.2.1 Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk mengadakan penyuluhan

mengenai asupan gizi yang seimbang disertai dengan pencegahan dan

perawatan mengenai diare dan ISPA secara rutin.

6.2.2 Diharapkan kepada ibu balita agar menjaga kebersihan diri dan lingkungan

untuk mencegah diare dan ISPA dan pemberian obat cacing secara rutin

yaitu 6 bulan sekali.

6.2.3 Diharapkan kepada ibu balita agar selalu memperhatikan kecukupan gizi

anak dan langsung membawa anak ke petugas kesehatan ketika sakit. Pada

saat anak sakit sangat dianjurkan agar ibu harus lebih memperhatikan anak

(73)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi Kurang

Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta

mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami

proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat

tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan

tubuh (Susilowati, 2008).

Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses

kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak

terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar

daripada yang didapat. Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan masyarakat

biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria antropometrik statik atau data yang

berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada di dalam makanan, yaitu

protein dan energy (Gibney, dkk, 2009).

2.2 Deteksi Pertumbuhan Anak Berdasarkan Ukuran Antropometri

Antropometri adalah cara pengukuran status gizi yang paling sering

digunakan di masyarakat (Almatsier, 2004). Pengukuran antropometri ini

dimaksudkan untuk mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan

(74)

Ukuran antropometri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

(Nursalam, 2005) :

a. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan umur.

Dengan demikian, dapat diketahui apakah ukuran yang dimaksud tersebut

tergolong normal untuk anak seusianya.

b. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan

pengukuran lainnya tanpa memerhatikan berapa umur anak yang diukur.

Angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam

bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO

2005, yaitu :

Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-2005

No. Indeks yang dipakai

Batas Pengelompokkan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi Buruk

≥ -3 s/d < -2 SD Gizi Kurang

≥ -2 s/d ≤ 2 SD Gizi Baik

> 2 SD Gizi Lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

≥ -3 s/d < -2 SD Pendek

≥ -2 SD Normal

BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

≥ -3 s/d < -2 SD Kurus

(75)

> 2 SD Gemuk

(76)

2.3 Indeks Antropometri

2.3.1 Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran

antropometri yang sangat labil (Supariasa, 2001).

Dalam keadaan normal dimana kesehatan baik, keseimbangan antara

konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti

pertumbuhan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua

kemungkinan perkembangan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat.

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur

digunakan sebagai salah satu pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik

berat badan, maka indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini

(Supariasa, 2001).

Kelebihan indeks berat badan menurut umur (BB/U) (Supariasa, 2001) :

a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum

b. Baik untuk status gizi akut maupun kronis

c. Berat badan dapat berfluktuasi

d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil

(77)

Kekurangan indeks berat badan menurut umur (BB/U) :

a. Interpretasi yang keliru jika terdapat edema atau esites

b. Umur sering sulit ditaksir dengan tepat

c. Sering terjadi kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian atau

gerakan pada waktu penimbangan

d. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial

budaya

2.3.2 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan

umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif

terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi

zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama

(Supariasa, 2001).

Kelebihan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :

a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa

Kelemahan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :

a. Tinggi badan tidak cepat naik

b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya

Gambar

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Diare Dan ISPA di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan
Tabel 4.7  Distribusi Proporsi Responden Menurut Karakteristik Ibu di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012  Status Gizi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul &#34;Faktor-Faktor Yang

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas pertolongan dan berkat-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat- Nya yang melimpah kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, untuk segala kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang karena berkat- Nya, penulis mampu untuk membuat dan menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “EVALUASI

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, bimbingan, dan pertolongan-Nya yang sungguh besar, sehingga penulis dapat

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, sebagai Juru Selamat saya atas berkat, cinta dan kasih-Nya, serta pertolongan-Nya yang selalu menyertai saya dalam

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan pertolongan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Faktor