DAFTAR PUSTAKA
Arlim, SM. 2002. Pengaruh Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga
terhadap Status Gizi Murid Kelas I pada Beberapa SD di Kota Padang. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang.
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Almatsier Sunita. 2007. Penuntun Diet. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Azwar, Azrul. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa
Datang.
http://xa.yimg.com/kq/groups/86933359/1296990461/name/yodium+1.pdf . Akses tanggal 22 Maret 2015.
Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Budiyanto, Agus Krisno. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Penerbit UMM Press. Surabaya.
Bumi, Cindar. 2005. Pengaruh Ibu Yang Bekerja Terhadap Status Gizi Anak
Balita Di Kelurahan Mangunjiwan Kabupaten Demak Tahun 2005.
Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. lib.unnes.ac.id. Akses tanggal 20 Maret 2015.
Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional, Pencegahan dan Penanggulangan
Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta.
Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia
Tahun 2007. Jakarta
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. http://www.depkes.go. id. Akses 19 Maret 2012
Dianna, Fivi Melva. 2006. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak
Batita di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Masyarakat I (I).
Dinas Kesehatan Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Sumatera Utara
Tahun 2008. http://www.depkes.go.id. Akses 19 Maret 2012.
Ernawati, Aeda. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi
Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang Tahun 2003. Tesis Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Farida, Y. dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fauzi, Risky Teresia, dkk. 2013. Hubungan Kecacingan dengan Status Gizi
Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Pelayangan Jambi. Skripsi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Festi, Pipit. 2010. Hubungan antara Penyakit Cacingan dengan Status Gizi
pada Anak Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Dasar Al Mustofa Surabaya. http://Hubungan-Antara-Penyakit-Cacingan-Dengan-Status-Gizi....Pdf.
Gandahusada, Sriasi. 2000. Parasitologi Kedokteran 3EK, Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gibney, Michael J, dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. http://lib.ugm.ac.id.
Akses 21 Maret 2015.
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi Dan Diet Rumah Sakit. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hermansyah. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP
Anak Umur 6-59 Bulan pada Keluarga Miskin di Kota Sawahlunto Tahun 2002. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. http://digilib.ui.ac.id/. Akses 20 Maret 2015.
Istiono, Wahyudi. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi
Balita. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25 No.3: 150-155.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS 2013. Badan Litbangkes. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta
Kristianti, Devi, dkk. 2013. Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan Ibu
dengan Status Gizi Anak Usia 4-6 Tahun di TK Salomo Pontianak.
Skripsi Universitas Tanjung Pura. Pontianak.
Lutviana, Evi & Budiono, Irwan. 2009. Prevalensi dan Determinan Kejadian
Gizi Kurang pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat 5(2) (2010)
138-144. http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas.
Masdiarti, E. 2000. Gambaran Status Gizi Anak Balita Ditinjau Dari Pola
Pengasuh Pada Ibu Pekerja Dan Bukan Pekerja. Skripsi Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Meikawati, W & Wikanastari, H. 2008. Hubungan Karakteristik Ibu dan
Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kasus Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang. Jurnal
Kesehatan Unimus vol. 1 no. 1 : 148-157. http://jurnal.unimus.ac.id. Akses 28 November 2014.
Mitehel, Richard N. 2006. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Moehji, Sjahmin. 2002. Ilmu Gizi. Penerbit Papas Sinar. Jakarta.
Ninik, A.R. 2005. Hubungan antara Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh
Gizi dengan Status Gizi Anak Balita di Bentokan Demak. Skripsi
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Nofelia, Marizza. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita di URJ RSU. Dr. Soetomo, Surabaya. Skripsi Universitas Airlangga. Surabaya.
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak (Untuk Perawat
Dan Bidan). Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
Puspitasari, Dwi Anggraeni. 2012. Perubahan Status Gizi pada Anak Balita
Gizi Kurus yang Mengikuti Pemulihan Gizi Buruk di Klinik Gizi PTTK dan EK. Skripsi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
http://digilib.ui.ac.id. Akses 10 juni 2015.
Putri, Dwi S. dan Wahyono, Tri Y. 2013. Faktor Langsung dan Tidak
Umur 6-59 Bulan di Indonesia Tahun 2010. Media Litbangkes Vol 23
No. 3: 110-121.
Rosary, Alania, dkk. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas 2(3): 111-115.
Rosmana, D. 2003. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia
6-24 Bulan di Kabupaten Serang Provinsi Banten Tahun 2003. Tesis
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. http://digilib.ui.ac.id. Akses 20 Maret 2015.
Riduwan. 2007. Pengantar Statistika. CV Alfabeta: Bandung
Rimelfhi, Lisbeth, dkk. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial
Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 3 (2) : 182-187
Riyadi, Hadi, dkk. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak
Balita di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Pangan 6(1): 66-73.
Sedioetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Singarimbun, Masri. 1998. Metode Penelitian Survei .Penerbit PT LP3ES Indonesia. Jakarta.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi Dan Aplikasinya. Penerbit Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sudjasmin, dkk. 1994. Profil Anak Balita Gizi Buruk di Daerah Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 17: 79-88
Sugimah. 2009. Status Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi Di
Kelurahan Labuhan Deli Medan Tahun 2009. Skripsi. FKM USU.
Medan.
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
2003. Perencanaan Pangan Dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Suryono, Supardi. 2004. Risiko Penyakit ISPA Dan Diare Pada Balita
Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi Dengan Antropometri Gizi. http://www.eurekaindonesia.org. Akses 22 Maret 2012.
WHO. 2007. Health Situation In The South-East Asia Region, 2001-2007. http://apps.searo.who.int/PDS_DOCS/B3226.pdf. Akses 22 Maret 2012.
WHO. 2009. Diarrhoea Disease. www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/. Akses tanggal 8 Desember 2014.
Widodo, Rahayu. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen, Dan Obat Pada
Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
OUTPUT
Frequency Perc ent Valid Percent
Cumulative
Frequency Perc ent Valid Percent
Total 98 100,0 100,0
Frequency Perc ent Valid Percent
Cumulative
Frequency Perc ent Valid Percent
Cumulative
Frequency Perc ent Valid Percent
Cumulative
Frequency Perc ent Valid Percent
Cumulative Perc ent
Crosstab
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Umur Balita (bulan)
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Umur Balita (bulan)
% within Status Gizi Balita % of Total
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,50.
b.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Umur Balita
For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang 1,250 ,357 4,379
For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang ,978 ,862 1,109
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Jenis Kelamin Balita
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Jenis Kelamin Balita
Chi-Square Tests
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,41.
b.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Jenis Kelamin Balita (Laki-Laki /
Perempuan) ,818 ,206 3,249
For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang ,833 ,238 2,919
For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang 1,019 ,898 1,155
N of Valid Cases 98
Crosstab % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Kejadian Diare % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Kejadian Diare % within Status Gizi Balita % of Total
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1,47.
b.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Kejadian
Diare (Ya / Tidak) 31,111 5,594 173,032 For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang 17,938 4,094 78,590 For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang ,577 ,374 ,889
ISPA % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Kejadian ISPA % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Kejadian ISPA % within Status Gizi Balita % of Total
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4,22.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Kejadian
ISPA (Ya / Tidak) 8,182 ,982 68,162
For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang 7,077 ,920 54,461 For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang ,865 ,764 ,979
N of Valid Cases 98
Konsumsi Obat Cacing
Crosstab
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expected Count
% within Konsumsi Obat Cacing
% within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expected Count
% within Konsumsi Obat Cacing
Chi-Square Tests
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 3,77.
b.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Konsumsi
Obat Cacing (Ya / Tidak) ,324 ,076 1,381 For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang ,360 ,095 1,355
For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang 1,110 ,964 1,277
Pendidikan % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Pendidikan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Pendidikan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1,93.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Pendidikan
Ibu (Rendah / Tinggi) 9,867 2,217 43,906
For cohort Status Gizi
Balita = Gizi Kurang 7,333 2,000 26,887 For cohort Status Gizi
Balita = Tidak Gizi Kurang ,743 ,565 ,978 % within Status Gizi Balita % of Total
Count
Expec ted Count % within Pekerjaan Ibu % within Status Gizi Balita % of Total
Count
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan menggunakan desain
cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan
Marelan. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa angka
kejadian gizi kurang masih tinggi, tercatat pada tahun 2011 ada 39 anak balita
yang mengalami gizi kurang dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai
faktor yang berhubungan dengan gizi kurang pada anak balita di wilayah tersebut.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli
2015. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini meliputi survei pendahuluan,
studi literatur, penulisan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan
pengolahan data, dan ujian skripsi.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh anak balita yang berumur 12-59 bulan,
yang bertempat tinggal di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian anak balita (12-59 bulan) yang
tinggal di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
a. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus Taro Yamane, pengambilan sampel
berdasarkan populasi yang diketahui (Riduwan, 2007) di bawah in :
Keterangan :
n : besar sampel minimum
N : Jumlah populasi
d : presisi ditetapkan (d=0,1)
b. Teknik Pengambilan Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara purposive
sampling. Hal ini karena area lingkungan yang terlalu luas dan jumlah lingkungan
yang terlalu banyak, sehingga untuk menghemat waktu dan biaya digunakan
35 lingkungan yaitu lingkungan 19 dan 31 yaitu lingkungan yang dipilih
berdasarkan jumlah anak balita yang paling banyak dan yang memiliki masalah
kesehatan yang cukup tinggi. Peneliti menjalankan kuesioner dengan mendatangi
ke setiap rumah penduduk di lingkungan tersebut. Pada tahap awal peneliti
mendatangi satu rumah dan bertanya kepada anggota keluarga yaitu ibu dalam
rumah tersebut, apabila terdapat anak balita maka peneliti melanjutkan penelitian
dengan memberikan pertanyaan melalui kuesioner yang sudah disediakan.
Apabila tidak terdapat anak balita dan keluarga yang bersangkutan tidak ada di
tempat maka peneliti melanjutkan ke rumah selanjutnya sampai peneliti
mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang di kumpulkan langsung dari hasil
wawancara dengan responden mengenai pekerjaan ibu, pendidikan ibu,
pendapatan kepala keluarga, jumlah anak, umur anak balita, jenis kelamin anak
balita, mengalami diare dalam 1 bulan terakhir, mengalami kejadian ISPA dalam
1 bulan terakhir, dan mengonsumsi obat cacing (antelmitik) dalam 6 bulan
terakhir. Juga dilakukan pengukuran terhadap berat badan anak balita dengan
menggunakan timbangan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil dari Puskesmas Desa Terjun
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Status gizi pada anak balita adalah jika berat badan menurut umur (BB/U) < -2 SD, yang diperoleh dari standar baku antropometri WHO-2005 yaitu :
- Gizi buruk (BB/U < -3 SD)
- Gizi kurang (BB/U ≥ -3 s/d < -2 SD) - Gizi baik (BB/U ≥ -2 s/d ≤ 2 SD) - Gizi lebih (BB/U >2 SD)
Pada penelitian ini, status gizi anak balita dikategorikan atas: 1. Gizi kurang, yaitu terdiri dari gizi buruk dan gizi kurang 2. Tidak gizi kurang, yaitu terdiri dari gizi baik dan gizi lebih
3.5.2 Pendidikan Ibu adalah jenjang terakhir pendidikan formal yang telah dicapai ibu, yaitu :
- Tidak Sekolah - Sekolah Dasar
- Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) atau Sederajat - Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA)
- Akademik atau Perguruan Tinggi
Pada penelitian ini, pendidikan ibu dikategorikan atas:
1. Rendah, yaitu terdiri dari tidak sekolah, tamatan Sekolah Dasar, dan tamatan SLTP
2. Tinggi, yaitu terdiri dari tamatan SLTA dan Akademik ataupun Perguruan Tinggi
3.5.3 Pekerjaan Ibu adalah kegiatan Ibu yang menghasilkan pendapatan, yaitu: - Pegawai Negeri Sipil (PNS)
- Wiraswasta
- Karyawan
- Petani
- Ibu Rumah Tangga
Pada penelitian ini, Pekerjaan ibu dikategorikan atas:
3.5.4 Pendapatan kepala keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan kepala keluarga per bulan dalam satuan rupiah, yang dikelompokkan berdasarkan
Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2012.
Pada penelitian ini, pendapatan keluarga dikategorikan atas:
1. Pendapatan < Rp. 1.200.000,00 2. Pendapatan ≥ Rp. 1.200.000,00
3.5.5 Jumlah anak adalah jumlah anak kandung ataupun tidak yang dibiayai oleh keluarga.
3.5.6 Umur anak balita adalah usia balita dalam hitungan bulan 12-59 bulan.
3.5.7 Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita yang merupakan objek penelitian.
3.5.8 Kejadian diare adalah anak balita yang mengalami diare (defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah dan lendir dalam tinja) dalam
waktu satu bulan terakhir.
3.5.9 Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah penyakit infeksi saluran pernafasan dengan gejala batuk, pilek, dan disertai demam ataupun
tidak dalam waktu satu bulan terakhir.
3.6 Aspek Pengukuran
Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian ini adalah :
No Variabel Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Wawancara 1. Rendah
2. Tinggi
5 Jenis Kelamin Wawancara 1. Laki-laki
2. Perempuan
Wawancara 1. Tidak
2. Ya
Ordinal
3.7 Teknik Analisa Data 3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi
frekuensi variable independen yang meliputi faktor ibu (pendidikan dan
pekerjaan) dan faktor anak balita (umur, jenis kelamin, kejadian diare, kejadian
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Analisis ini digunakan dengan menggunakan
uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), sehingga apabila
ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka variabel tersebut dinyatakan
berhubungan secara signifikan.
Untuk mengetahui risiko, pengukuran yang digunakan adalah dengan
rumus :
RP = A/(A+B) : C/(C+D)
Keterangan :
A/(A+B) : proporsi gizi kurang yang mempunyai faktor risiko
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografis
Kelurahan rengas pulau merupakan salah satu kelurahan dari lima (5)
kelurahan yang teremasuk ke dalam wilayah Kecamatan Medan Marelan dengan
luas wilayah 1.050 Ha. Dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan
: Jln. Kapt. Rahmad Buddin, Jln. Titi
Pahlawan
- Sebelah selatan berbatasan dengan
: Kelurahan Tanah Enam Ratus
- Sebelah timur berebatasan dengan
: Sei Deli
- Sebelah barat berbatasan dengan
: Kelurahan Terjun
Kelurahan rengas pulau terletak di utara Kota Medan dan diperuntukkan
sebagai pemukiman penduduk, pertokoan, dan juga perdagangan.
4.1.2 Demografi
Kelurahan Rengas Pulau terdiri dari 35 lingkungan dengan jumlah
(80,2%) memiliki mata pencaharian sebagai karyawan pabrik, sebesar 1.039 orang
(sebesar 715 orang (6,9%) bermata pencaharian sebagai Pedagang,
Tabel 4.1 Distribusi Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011
No Pekerjaan f %
1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 302 2,9
2 TNI, POLRI 45 0,4
3 Pensiunan PNS/ABRI/POLRI 287 2,8
4 Pegawai Swasta 313 3,0
5 Wiraswasta 715 6,9
6 Pertukangan 125 1,2
7 Petani 274 2,6
8 Karyawan Pabrik 8.327 80,2
JUMLAH 10.388 100,0
Sumber: Profil kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan tahun 2011
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Anak Balita Per Lingkungan di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011
No Nama Lingkungan Jumlah Balita
1 Lingkungan 1 156
2 Lingkungan 2 138
3 Lingkungan 3 122
4 Lingkungan 4 132
5 Lingkungan 5 129
7 Lingkungan 7 142
8 Lingkungan 8 124
9 Lingkungan 9 145
10 Lingkungan 10 119
11 Lingkungan 11 137
12 Lingkungan 12 140
13 Lingkungan 13 154
14 Lingkungan 14 142
15 Lingkungan 15 146
16 Lingkungan 16 125
17 Lingkungan 17 150
18 Lingkungan 18 156
19 Lingkungan 19 236
20 Lingkungan 20 134
21 Lingkungan 21 137
22 Lingkungan 22 128
23 Lingkungan 23 135
24 Lingkungan 24 140
25 Lingkungan 25 126
26 Lingkungan 26 147
27 Lingkungan 27 138
28 Lingkungan 28 143
29 Lingkungan 29 132
31 Lingkungan 31 135
32 Lingkungan 32 148
33 Lingkungan 33 132
34 Lingkungan 34 96
35 Lingkungan 35 92
JUMLAH 4.914
Sumber: Profil kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan tahun 2011
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi proporsi dari
variabel-variabel independen yang berhubungan dengan gizi kurang pada anak
balita. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang dianalisis secara
univariat adalah sebagai berikut:
4.2.1 Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Status Gizi f %
Gizi Kurang
Tidak Gizi Kurang
9
89
9,2
90,8
Jumlah 98 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi prevalens status gizi
anak balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
4.2.2 Deskripsi Karakteristik Anak Balita a. Umur dan Jenis Kelamin
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Karakteristik Anak Balita f %
Umur (bulan)
12-36
37-59
49
49
50
50
Jumlah 98 100
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
48
50
49
51
Jumlah 98 100
Berdasarkan tabel di atas, proporsi anak balita berdasarkan umur yaitu
pada umur 12-36 bulan terdapat 49 orang (50%) dan pada umur 37-59 bulan
terdapat 49 orang (50%). Dan proporsi anak balita berdasarkan jenis kelamin yaitu
b. Kejadian Diare dan Kejadian ISPA
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Diare Dan ISPA di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Kejadian Penyakit f %
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare pada
anak balita selama 1 bulan terakhir sebesar 16 orang (16,3%) dan kejadian ISPA
pada anak balita selama 1 bulan terakhir sebesar 52 orang (53,1%).
c. Konsumsi Obat Cacing (antelmintik)
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Perilaku Konsumsi Obat Cacing di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Konsumsi Obat Cacing f %
Tidak 41 41,8
Ya 57 58,2
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang
mengonsumsi obat cacing (antelmintik) yaitu 57 orang (58,2%) sedangkan yang
4.2.3 Deskripsi Karakteristik Ibu
≤ 2 anak 74 75,5
Jumlah 98 100,0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi responden berdasarkan
karakteristik ibu untuk tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tamat SLTA
yaitu 67 orang (68,4%) dan responden yang tidak tamat SD adalah 1 orang
(1,0%). Dari segi pekerjaan ibu yang paling besar adalah tidak bekerja/IRT yaitu
42 orang (43,9%) dan yang paling sedikit adalah petani dan PNS yaitu
masing-masing 2 orang (2,0%).
Berdasarkan pendapatan keluarga, yang memiliki pendapatan lebih dari
Rp. 1.200.000,00 adalah 85 orang (86,7%) sedangkan pendapatan kurang atau
sama dengan Rp. 1.200.000,00 adalah 13 orang (13,3%). Dari jumlah anak,
diketahui bahwa yang mempunyai anak kurang atau sama dengan dua yaitu
sebesar 74 orang (75,5%) dan lebih dari 2 anak yaitu sebesar 24 orang (24,5%).
4.3 Analisis Bivariat
4.3.1 Hubungan Umur dengan Status Gizi Pada Anak Balita
37-59 4 8,2 45 91,8 49 100 0,727 (0,357-
4,379)
*RP : Ratio Prevalens
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan umur 12-36 bulan adalah 10,2%, sedangkan pada
anak dengan umur 37-59 bulan adalah 8,2%. Hasil analisis statistic dengan
menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena
terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5, kemudian dilanjutkan
dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada hubungan
4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Jenis Kelamin
Status Gizi
Total x2/p RP*
(95% CI)
Gizi Kurang Tidak Gizi Kurang
f (%) f (%) f (%)
Laki-laki 4 8,3 44 91,7 48 100 0,082/
0,775
0,833
(0,238-
2,919)
Perempuan 5 10,0 45 90,0 50 100
*RP : Ratio Prevalens
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan jenis kelamin laki-laki adalah 8,3%, sedangkan
pada anak dengan jenis kelamin perempuan adalah 10%. Hasil analisis statistic
dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan
karena terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5, kemudian
dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak
ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak balita dengan status gizi
4.3.3 Hubungan Kejadian Diare dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.10 Tabulasi Silang Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak
Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan yang pernah menderita diare dalam satu bulan
terakhir adalah 43,8%, sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare adalah
2,4%. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi
syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected
count <5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat diare dengan status
gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita
diare dalam satu bulan terakhir dan tidak menderita diare sebesar 17,938 dengan
4.3.4 Hubungan Kejadian ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.11 Tabulasi Silang Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita
di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita yang menderita ISPA dalam satu bulan terakhir adalah
15,4%, sedangkan pada anak balita yang tidak menderita ISPA adalah 2,2%.
Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat
untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (50%) yang mempunyai expected count <5,
kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat ISPA dengan status
gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita
ISPA dalam satu bulan terakhir dan tidak menderita ISPA sebesar 7,077 dengan
4.3.5 Hubungan Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Tabel 4.12 Tabulasi Silang Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Konsumsi
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita yang tidak mengonsumsi obat cacing adalah 14,6%,
sedangkan pada anak yang mengonsumsi obat cacing adalah 5,3%. Hasil analisis
statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,
kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi obat cacing
4.3.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Balita Tabel 4.13 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak
Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens
status gizi kurang pada anak balita dengan pendidikan ibu rendah adalah 28,6%,
sedangkan pada anak dengan pendidikan ibu tinggi adalah 3,9%. Hasil analisis
statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,
kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status
gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita pada ibu yang
4.3.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Tabel 4.14 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Pekerjaan Ibu
Status Gizi Total
x2/p RP*
(95% CI)
Gizi Kurang Tidak Gizi Kurang
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan ibu yang bekerja adalah 7,1%, sedangkan pada
anak bakita dengan ibu yang tidak bekerja adalah 11,9%. Hasil analisis statistic
dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan
karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5, kemudian
dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada
4.3.8 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Tabel 4.15 Tabulasi Silang Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Pendapatan Keluarga
Status Gizi Total
x2/p RP*
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan pendapatan keluarga > 1.200.000 adalah 23,1%,
sedangkan pada anak dengan pendapatan keluarga ≥ 1.200.000 adalah 7,1%. Hasil
analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5,
kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga
4.3.9 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Tabel 4.16 Tabulasi Silang Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens status gizi
kurang pada anak balita dengan jumlah anak dalam keluarga > 2 orang adalah
20,8%, sedangkan pada anak dengan jumlah anak dalam keluarga ≤ 2 orang
adalah 5,4%. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi-square tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai
expected count <5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai
p<0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan
status gizi anak balita. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita pada jumlah
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Proporsi prevalens Status Gizi
Proporsi prevalens status gizi anak balita di Kelurahan Rengas Pulau
Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 5.1 Diagram Pie Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita BB/U di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa proporsi prevalens gizi
kurang sebesar 9,2%. Pada Tahun 2008, tercatat balita yang dinyatakan gizi
kurang di Desa Bajomulyo sebesar 24% dengan jumlah 12 balita dari 50 balita
dan buruk di daerah Timor Tengah Utara masih tinggi yaitu sebesar 3,3% (Riyadi,
dkk, 2011)
Persentase tersebut ternyata lebih rendah dari penelitian Ninik tahun 2005
di Bentokan Demak Semarang dengan prevalensi gizi kurang sebesar 25,5%.
Meskipun demikian, kejadian gizi kurang tetaplah menjadi masalah kesehatan di
masyarakat yang dapat mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan di masa
yang akan datang (Ninik, 2005).
5.1.2 Karakteristik Anak Balita a. Umur Balita
Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Umur Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu
anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Umur anak mempengaruhi
kuantitas ibu untuk pengasuhan. Pada anak di bawah dua tahun perhatian dan
kasih saying ibu lebih tercurah kepada anak tersebut karena anak belum mandiri
tahun anak makin mandiri dan mempunyai jaringan social yang lebih luas dan
ketergantungan dengan sosok ibu mulai berkurang (Sudjasmin, 1993).
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa proporsi umur balita tidak
memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu pada umur 12-36 bulan sebesar 50%
dan laki-laki juga sebesar 50%. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok
umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan
mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (Azrul,
2004). Hal ini diasumsikan bahwa proporsi berdasarkan umur tidak bervariasi.
b. Jenis Kelamin
Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Jenis Kelamin Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa proporsi laki-laki dan
perempuan relatif sama banyaknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Hermansyah (2002) di Kota Sawah Lunto didapatkan bahwa perempuan 53% dan
Dari hasil penelitian Puspitasari tahun 2012 menunjukkan bahwa proporsi
balita gizi kurus lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Dalam (Soetjiningsih, 1995) menyatakan bahwa pada masyarakat tradisional
anak perempuan mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan dengan
laki-laki (Puspitasari, 2012).
c. Diare
Gambar 5.4 Diagram Pie Proporsi Kejadian Diare pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Menurut Arisman, penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi
melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah dan
diare sehingga menurunkan nafsu makan. Menurut Scrimshaw dalam penelitian
Ernawati Menyatakan bahwa dampak diare terhadap keadaan gizi dan
pertumbuhan lebih dahsyat dari pada infeksi lain karena selama diare terjadi
gangguan masukan, gangguan absorbs, dan gangguan metabolism secara
Diare menjadi penyebab kematian terbanyak nomor dua pada anak berusia
di bawah lima tahun dengan 1,5 juta anak meninggal tiap tahunnya. Diare juga
merupakan penyebab utama kejadian malnutrisi pada anak berusia di bawah lima
tahun ( WHO, 2009).
Prevalensi diare pada kelompok umur 1 - 4 tahun di Indonesia sebanyak
16,7% dan merupakan prevalensi terbanyak dibandingkan kelompok umur
lainnya. Data yang dilaporkan dalam Riskesdas 2007 menunjukkan diare sudah
menjadi penyebab kematian terbanyak pada balita di Indonesia dengan proporsi
25,2% ( Riskesdas, 2007).
d. ISPA
Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Kejadian ISPA pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Menurut penelitian Tarigan tahun 2001, penyakit infeksi dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi pada anak. Akibat dari infeksi adalah
menurunnya nafsu makan anak sehingga anak menolak makanan yang diberikan.
Adanya infeksi mengakibatkan terjadinya penghancuran jaringan tubuh, baik oleh
diperlukan oleh tubuh. Penyakit infeksi akan memperburuk keadaan gizi,
sebaliknya keadaan gizi yang buruk akibat infeksi akan memperlemah
kemampuan anak untuk melawan infeksi. Siklus udara yang tidak sehat di sekitar
balita akan memicu munculnya ISPA maka berat badan anak akan turun dan ini
akan berpengaruh pada status gizi balita tersebut (Puspitasari, 2012)
Menurut Riskesdas 2007, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dan
propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang mempunyai prevalensi
di atas angka nasional yaitu 29,08%. Prevalensi tertinggi pada balita (>35%),
sedangkan prevalensi terendah pada kelompok umur 15-24 tahun. Begitu juga
dengan prevalensi ISPA yang tertera pada diagram di atas, sebesar 53,1% balita
mengalami ISPA, sehingga angka tersebut berada di atas angka nasional
e. Konsumsi Obat Cacing
Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Konsumsi Obat Cacing di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Cacing yang tinggal di usus manusia memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap kejadian penyakit, misalnya kurang gizi (Fauzi, dkk, 2013). Dari
diagram di atas terlihat bahwa sebesar 58,2% anak balita telah mengonsumsi obat
cacing. Hal ini dapat diasumsikan bahwa telah adanya kesadaran dari orang tua
5.1.3 Karakteristik Ibu a. Pendidikan Ibu
Gambar 5.7 Diagram Bar Proporsi Pendidikan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Dapat diketahui dari diagram di atas bahwa sebesar 68,4% ibu memiliki
pendidikan tamat SLTA. Meningkatnya pendidikan wanita menimbulkan
kesadaran untuk mengembangkan diri maupun mengaktualisasi potensi dalam
bentuk merintis karier maupun melakukan kegiatan sosial. Di era globalisasi
tuntutan kebutuhan akan ekonomi yang semakin meningkat membuat para ibu
harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga (Engle, 2000). Ibu yang
berpendidikan lebih baik cenderung lebih mudah menerima informasi gizi dan
menerapkan pengetahuannya dalam mengasuh anak dan dalam praktek pemberian
makan pada anak. Apalagi di Indonesia, biasanya ibu yang mengambil peranan
berpengaruh terhadap status gizi anak dibandingkan dengan tingkat pendidikan
bapak ( Putrid an Wahyono, 2013).
b. Pekerjaan Ibu
Gambar 5.8 Diagram Bar Proporsi Pekerjaan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Salah satu dampak negative yang ditimbulkan sebagai akibat dari
bekerjanya ibudi luar rumah adalah ketelantaran anak, sebab anak balita bergantng
pada pengasuhnya. Demikian juga yang dikemukakan Luciasari bahwa ibu yang
bekerja di luar rumah cenderung memiliki waktu yang lebih terbatas untuk
melaksanakan tugas rumah tangga dibnadingkan ibu yang tidak bekerja, oleh
karena itu pola pengasuhan anak akan berpengaruh dan pada akhirnya
pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan tergnggu
Besar proporsi Ibu yang bekerja dan tidak bekerja relatif sama besar, hal
ini sejalan dengan penelitian dari Kristianti, dkk tahun 2013 di Pontianak yaitu
c. Pendapatan Keluarga
Gambar 5.9 Diagram Pie Proporsi Pendapatan Keluarga di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Menurut (Dini Latief, dkk, 2000) bahwa kemiskinan sebagai penyebab
gizi kurang dengan menduduki posisi pertama pada kondisi umum masyarakat.
Masalah utama penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada
pendapatan per hari yang pada umumnya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar
secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan pangan
karena daya belinya rendah ( Puspitasari, 2006).
Berdasarkan diagram di atas, diketahui bahwa sebagian besar keluarga
memiliki pendapatan di atas Rp. 1.200.000,00, tetapi bukan berarti keluarga
d. Jumlah Anak
Gambar 5.10 Diagram Pie Proporsi Jumlah Anak Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamtan Medan Marelan Tahun 2012
Jumlah anggota keluarga juga berperan dalam pertumbuhan, yaitu pada
keluarga kecil pertumbuhan anak lebih baik dibandingkan pada keluarga besar.
Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan jika anggota keluarga
sedikit. Dari penelitian Rimelfhi, menyatakan bahwa gizi kurang sebesar 85,5%
diderita oleh keluarga dengan jumlah anak lebih dari dua orang (Rimelfhi, dkk,
2013).
Dapat dilihat dari diagram di atas bahwa jumlah anak ≤ 2 orang dalam satu
keluarga sebesar 75,5%. Sedangkan berdasarkan penelitian Rosmana tahun 2003
di Serang Banten adalah sebesar 58,4% mempunyai anak ≤ 2 orang dan 41,6%
5.2 Analisi Bivariat
5.2.1 Hubungan Umur Balita dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.11 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Pada penelitian ini dihasilkan bahwa umur balita dan status gizi tidak
memiliki hubungan yang signifikan tetapi persentase gizi kurang pada umur 12-36
bulan lebih besar dibandingkan umur 37-59 yaitu secara berurutan sebesar 10,2%
dan 8,2%.
Hal ini sejalan dengan teori bahwa usia balita terutama pada usia 1-3 tahun
merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak
sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan
masa-masa berikutnya. Pada masa-masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila
kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan mudah terjadi
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Balita dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.12 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi kurang pada
perempuan sebesar 10% sedangkan pada laki-laki sebesar 8,3%. Mengenai ada
atau tidaknya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi
balita, penelitian ini sama dengan penelitian dari Istiono, dkk yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin dengan
status gizi anak balita (Istiono, 2009).
Menurut Almatsier, tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih banyak
jika dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi,
sehingga laki-laki mempunyai peluang untuk menderita KEP yang lebih tinggi
daripada perempuan apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak terpenuhi
dibandingkan dengan anak perempuan sehingga membutuhkan gizi yang tinggi
(Almatsier, 2004).
5.2.3 Hubungan Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.13 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Diare di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Pada penelitian ini, terdapat balita yang mengalami gizi kurang lebih
banyak terjadi pada balita diare (43,8%) dan memilki hubungan yang signifikan
antara kejadian diare dengan status gizi balita dengan nilai Rasio Prevalens status
gizi kurang anak balita yang menderita diare dan tidak menderita diare sebesar
17,938 dengan 95%CI (4,094-78,590).
Telah diketahui bahwa diare merupakan penyebab kematian terbanyak
nomor dua pada anak berusia di bawah lima tahun dengan 1,5 juta anak
meninggal tiap tahunnya. Diare juga merupakan penyebab utama kejadian
hasil penelitian Rosary, balita yang mengalami gizi kurang lebih banyak terjadi
pada balita diare (18,9%) dibandingkan dengan balita tidak diare (14,8%)
(Rosary, 2013).
5.2.4 Hubungan Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.14 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Kejadian ISPA di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Dari hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara ISPA
dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa
balita yang mengalami ISPA sebesar 15,4% dan pada balita yang tidak mengalami
ISPA sebesar 2,2%. Rasio prevalens status gizi kurang anak balita yang menderita
ISPA dan tidak menderita ISPA sebesar 7,077 dengan 95%CI (0,920-54,461)
Dalam Supariasa menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi akan
mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi (Supariasa, 2001).
Anak yang tidak mendapat cukup makanan gizi seimbang memiliki daya
tahan yang rendah terhadap penyakit, sehingga mudah terserang infeksi,
sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi seperti diare dan ISPA dapat
mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap dengan baik, sehingga berakibat
pada gizi buruk (Festi, 2010).
5.2.5 Hubungan Konsumsi Obat Cacing dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.15 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Konsumsi Obat Cacing di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara konsumsi obat cacing dengan status gizi anak balita. Hal ini
nilai p = 0,310 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi
dengan penyakit cacingan (Festi, 2010).
Walaupun berdasarkan teori bahwa penyakit infeksi seperti kecacingan
yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya
keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi adalah akibat beberapa hal antara lain :
turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang dialami, sehingga
masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih
banyak terutama untuk mengganti jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit
penyakit itu, penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang
menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sepuluh zat gizi seperti berbagai
mineral dan sebagainya, dan adanya diare menyebabkan penyerapan zat gizi
makanan juga terganggu, sehingga keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk,
naiknnya metabolism basal akibat demam dapat menyebabkan termobilisasi nya
cadangan energi dalam tubuh. Penghancuran jaringan tubuh oleh bibit penyakit
juga akan semakin banyak dan untuk menggantinya diperlukan masukan protein
5.2.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.16 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Dari hasil penelitian didapat bahwa jumlah anak balita gizi kurang pada
ibu yang berpendidikan rendah sebesar 28,6%, sedangkan jumlah anak balita pada
ibu yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 3,9% dengan nilai Rasio Prevalens
status gizi kurang anak balita pada ibu yang berpendidikan rendah dan tinggi
sebesar 7,333 dengan 95%CI (2,000-26,887). Hal ini juga menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu terhadap status gizi anak balita.
Hasil penelitian Lisbeth Rimelfhi, dkk di daerah pusat dan pinggiran kota padang
menunjukkan bahwa status gizi anak berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu
(Rimelfhi, dkk, 2013).
Status gizi dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu secara langsung dan tidak
secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
karakteristik keluarga. Diantara karakteristik keluarga, karakteristik ibu ikut
menentukan keadaan gizi anak. Karakteristik ibu antara lain tingkat pendidikan
ibu, pengetahuan gizi, dan pekerjaan ibu (Sedioetama, 2004).
Pendidikan ibu merupakan modal penting dalam penyusunan makanan
keluarga, pengasuhan dan perawatan anak (Suhardjo, 2003). Tingkat pendidikan
turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan gizi dan kesehatan.Demikian juga wanita yang tidak berpendidikan
biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan lebih
tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih rendah umumnya sulit diajak memahami
dampak negatif dari bahaya mempunyai anak banyak, sehingga anaknya
kekurangan kasih sayang, kurus dan menderita penyakit infeksi (Farida, dkk,
5.2.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.17 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan pekerjaan ibu, hasil penelitian ini terlihat bahwa sebesar 7,1%
anak mengalami gizi kurang pada ibu yang bekerja dan sebesar 11,9% anak
mengalami gizi kurang pada ibu yang tidak bekerja. Setelah diuji dengan
menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa tidak ada hubungan asosiasi yang
signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi kurang. Menurut penelitian
Kristianti, dkk diperoleh nilai p = 0,805 sehingga juga menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan status gizi (Kristianti, dkk, 2013).
Begitu juga dengan hasil penelitian dari Meikawati, bahwa status bekerja ibu
dengan status gizi balita tidak memilki hubungan yang signifikan, hal ini
5.2.8 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.18 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi kurang pada anak
balita dengan pendapatan keluarga kurang adalah 23,1% sedangkan pada
pendapatan keluarga yang lebih sebesar 7,1%. Diperoleh bahwa p = 0,075,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita.
Hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian dari Lisbeth Rimelfhi,
dkk, yang menunjukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi rendah didapat
100% gizi kurang dan 0% status gizi kurang pada keluarga dengan status ekonomi
baik. Sehingga didapat nilai p<0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan
Kemiskinan atau pendapatan keluarga yang sangat rendah sangat
berpengaruh kepada kecukupan gizi keluarga (Arlim, 2002). Kekurangan gizi
berhubungan dengan sindroma kemiskinan. Menurut Soehardjo jumlah pangan
yang dikonsumsi keluarga dipengaruhi oleh status ekonomi. Tetapi Soehardjo
juga menambahkan bahwa pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak
menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).
5.2.9 Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi Anak Balita BB/U
Gambar 5.19 Diagram Bar Proporsi prevalens Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
Dari hasil penelitian terdapat bahwa proporsi prevalens status gizi kurang
pada anak balita dengan jumlah keluarga ≤ 2 orang adalah 5,4% sedangkan pada
keluarga dengan jumlah keluarga > 2 orang adalah 20,8%. Dari hasil analisis
statistic menunjukkan ada hubungan asosiasi yang signifikan antara jumlah anak
dengan status gizi anak balita dengan Rasio Prevalens status gizi kurang anak
Hal ini sesuai dengan pendapat suharjo yang menyatakan dimana
anak-anak yang tumbuh dalam satu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap
kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil
biasanya paling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya
jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak
orang tua yang tidak menyadari bahwa anak –anak yang sangat muda perlu zat
gizi yang relative banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian
anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukup makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi (Suhardjo, 2003).
Menurut Suhardjo mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar
keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota akan
menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata.
Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang
dikemukakan Berg dan Sayogyo , bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan
pada keluarga besar empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil.
Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggotakan banyak,
lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit (Berg dan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
6.1.1 Proporsi prevalens status gizi anak balita di kelurahan Rengas Pulau
Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 adalah status gizi baik 90,8% dan
status gizi kurang 9,2%.
6.1.2 Persentase jenis kelamin anak balita terbanyak pada perempuan yaitu 51%,
umur balita 12-36 bulan dan 37-59 bulan yaitu 50%, tidak menderita diare
selama satu bulan terakhir yaitu 83,7%, yang menderita ISPA selama satu
bulan terakhir yaitu 53,1%, dan konsumsi obat cacing selama 6 bulan
terakhir yaitu 58,2%. Pada karakteristik Ibu, persentase yang terbanyak
berdasarkan pendidikan adalah tamat SLTA yaitu 68,4%, pekerjaan ibu
sebagai ibu rumah tangga yaitu 43,9%, pendapatan keluarga lebih besar
dari Rp. 1.200.000,00 yaitu 86,7%, dan jumlah anak 1-2 orang yaitu
75,5%.
6.1.3 Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit diare dengan status
gizi anak balita
6.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit ISPA dengan status
gizi anak balita
6.1.5 Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi
anak balita
6.1.6 Ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan status gizi anak
6.2 Saran
6.2.1 Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk mengadakan penyuluhan
mengenai asupan gizi yang seimbang disertai dengan pencegahan dan
perawatan mengenai diare dan ISPA secara rutin.
6.2.2 Diharapkan kepada ibu balita agar menjaga kebersihan diri dan lingkungan
untuk mencegah diare dan ISPA dan pemberian obat cacing secara rutin
yaitu 6 bulan sekali.
6.2.3 Diharapkan kepada ibu balita agar selalu memperhatikan kecukupan gizi
anak dan langsung membawa anak ke petugas kesehatan ketika sakit. Pada
saat anak sakit sangat dianjurkan agar ibu harus lebih memperhatikan anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gizi Kurang
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami
proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat
tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan
tubuh (Susilowati, 2008).
Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses
kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak
terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar
daripada yang didapat. Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan masyarakat
biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria antropometrik statik atau data yang
berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada di dalam makanan, yaitu
protein dan energy (Gibney, dkk, 2009).
2.2 Deteksi Pertumbuhan Anak Berdasarkan Ukuran Antropometri
Antropometri adalah cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan di masyarakat (Almatsier, 2004). Pengukuran antropometri ini
dimaksudkan untuk mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan
Ukuran antropometri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
(Nursalam, 2005) :
a. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan umur.
Dengan demikian, dapat diketahui apakah ukuran yang dimaksud tersebut
tergolong normal untuk anak seusianya.
b. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan
pengukuran lainnya tanpa memerhatikan berapa umur anak yang diukur.
Angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam
bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO
2005, yaitu :
Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-2005
No. Indeks yang dipakai
Batas Pengelompokkan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi Buruk
≥ -3 s/d < -2 SD Gizi Kurang
≥ -2 s/d ≤ 2 SD Gizi Baik
> 2 SD Gizi Lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
≥ -3 s/d < -2 SD Pendek
≥ -2 SD Normal
BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
≥ -3 s/d < -2 SD Kurus
> 2 SD Gemuk
2.3 Indeks Antropometri
2.3.1 Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran
antropometri yang sangat labil (Supariasa, 2001).
Dalam keadaan normal dimana kesehatan baik, keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti
pertumbuhan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur
digunakan sebagai salah satu pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik
berat badan, maka indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(Supariasa, 2001).
Kelebihan indeks berat badan menurut umur (BB/U) (Supariasa, 2001) :
a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
b. Baik untuk status gizi akut maupun kronis
c. Berat badan dapat berfluktuasi
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
Kekurangan indeks berat badan menurut umur (BB/U) :
a. Interpretasi yang keliru jika terdapat edema atau esites
b. Umur sering sulit ditaksir dengan tepat
c. Sering terjadi kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian atau
gerakan pada waktu penimbangan
d. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial
budaya
2.3.2 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi
zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama
(Supariasa, 2001).
Kelebihan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :
a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa
Kelemahan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :
a. Tinggi badan tidak cepat naik
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,
sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya