PENGARUH KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS
SKRIPSI
Disusun Oleh :
LUKTRI ARSHEILA
110922018
DEPARTEMEN EKSTENSI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS
(Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina
Di SMA Harapan Mandiri Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
LUKTRI ARSHEILA
110922018
DEPARTEMEN EKSTENSI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : LUKTRI ARSHEILA
NIM : 110922018
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis
Medan, Juli 2013
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan
benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran
(plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Nama :...
Nim :...
Tanda Tangan :...
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : LUKTRI ARSHEILA
NIM : 110922018
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan
Hubungan yang Harmonis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ... (...)
Penguji : ... (...)
Penguji Utama : ... (...)
Ditetapkan di : ...
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis dengan subjudul studi kuantitatif antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa/Cina di SMA Harapan Mandiri Medan. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Tujuannya adalah untuk menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa dari etnis yang berlainan serta menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri Medan.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori, diantaranya seperti teori komunikasi antarbudaya, teori efektivitas komunikasi antarbudaya, teori masyarakat majemuk, dan teori etnosentris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan cara mengambil beberapa orang siswa sebagai sampel yang mewakili dari keseluruhan populasi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus Correlation Rank Spearman’s melalui software SPSS 20. Dimana harga r yang diperoleh adalah sebesar 0,468. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi antara kedua variabel, digunakan skala Guilford yang nilai korelasi 0,468 berada pada tingkat ≥ 0,40 → < 0,70. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi syarat
untuk mendapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh
Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis”.
Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak
kekurangan baik dalam tata bahasa maupun isi pembahasan. Oleh karena itu peneliti
menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Peneliti juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapka banyak terima
kasih kepada :
1. Teristimewa kepada kedua orang tua peneliti, Ayahanda H. Lukman Muliawan dan
Ibunda Hj. Nurlailati Arbaiyah serta abang peneliti Lucki Armanda dan kakak peneliti
Lufti Arlini yang selalu memberikan doa dan dorongan baik material maupun
spiritual.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departeman Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang
membimbing peneliti dalam pengerjaan skripsi ini melalui arahan, saran dan waktu
6. Seluruh Dosen khususnya yang bernaung di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah mengajarkan
banyak ilmu kepada peneliti agar berguna di masyarakat.
7. Bapak Kepala Sekolah SMA Harapan Mandiri Medan beserta wakilnya, guru-guru
pengajar, dan siswa-siswa yang telah memberikan izin dan waktu bagi peneliti untuk
melakukan penelitian di lingkungan sekolah SMA Harapan Mandiri Medan.
8. Bapak Firman, selaku pimpinan tempat peneliti bekerja yang selalu memberikan izin
dan dukungan demi kelangsungan skripsi peneliti.
9. Muhammad Reza Sitompul, selaku orang terkasih yang selalu membantu, menjaga,
dan memotivasi peneliti hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman seperjuangan angkatan terakhir ekstensi Komunikasi FISIP USU, Kak
Nensi, Lidya, Deni, Wuri, Iin, Nayla, Ando, Kak Ita, Kak Marta, Bang Amar, dan
yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita semua dapat
mencapai garis finish bersama-sama dan akan selalu kompak.
11.Staff Administrasi Departeman Ilmu Komunikasi, Kak Maya, Kak Icut dan yang
lainnya yang telah membantu selama peneliti kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
12.Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Kontribusi semua pihak
baik aktif maupun pasif, telah membuat skripsi ini akhirnya terselesaikan.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya atas
segala bantuan dan dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan. Akhir kata,
peneliti mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam
meningkatkan wawasan pengetahuan dibidang komunikasi.
Medan, Juli 2013
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Luktri Arsheila
NIM : 110922018
Departeman : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Universitas Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif
ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan,
mengelola dalam bentuj pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di :
Pada Tanggal :
Yang Menyatakan
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... I LEMBAR PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR... III LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... VIII BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah... 5
1.3 Pembatasan Masalah... 5
1.4 Tujuan Penelitian... 5
1.5 Manfaat Penelitian... 5
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 6
2.2 Kerangka Konsep... 12
2.3 Variabel Penelitian... 14
2.4 Definisi Operasional... 15
2.5 Hipotesis... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 18
3.2 Metode Penelitian... 22
3.3 Populasi dan Sampel... 23
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 25
3.5 Teknik Analisi Data... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Pelaksanaan Penelitian... 29
4.2 Analisis Tabel Tunggal... 30
4.3 Analisis Tabel Silang... 66
4.4 Pengujian Hipotesis... 73
4.5 Pembahasan... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 78
5.2 Saran Responden Penelitian... 79
5.3 Saran dalam Kaitan Akademis... 79
5.4 Saran dalam Kaitan Praktis... 79
Tabel 2.2 Operasional Variabel... 14
Tabel 3.1 Data Staff di SMA Harapan Mandiri Medan... 19
Tabel 3.2 Besar Sampel Per Jenjang Kelas... 24
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden... 31
Tabel 4.2 Jenjang Kelas Responden... 31
Tabel 4.3 Agama Responden... 32
Tabel 4.4 Etnis Responden... 33
Tabel 4.5 Frekuensi Siswa Berkomunikasi dengan Sesama Etnis... 35
Tabel 4.6 Frekuensi Siswa Berkomunikasi dengan Berbeda Etnis... 36
Tabel 4.7 Frekuensi Lamanya Waktu Berkomunikasi dengan Sesama Etnis... 37
Tabel 4.8 Frekuensi Lamanya Waktu Berkomunikasi dengan Berbeda Etnis... 38
Tabel 4.9 Frekuensi Membicarakan Masalah Pribadi dengan Berbeda Etnis... 39
Tabel 4.10 Frekuensi Membicarakan Soal Pelajaran... 40
Tabel 4.11 Frekuensi Membicarakan Keadaan Sekolah (Gosip)... 42
Tabel 4.12 Frekuensi Membicarakan Hal-Hal Kecil (Basa-Basi)... 43
Tabel 4.13 Frekuensi Bercanda (Mengejek dan Saling Mencela)... 44
Tabel 4.14 Frekuensi Berkomunikasi di Luar Sekolah dengan yang Berbeda Etnis.... 45
Tabel 4.15 Frekuensi Berkomunikasi di Kelas... 46
Tabel 4.16 Frekuensi Berkomunikasi di Kantin Sekolah ... 47
Tabel 4.17 Frekuensi Berkomunikasi di Kamar Mandi... 48
Tabel 4.18 Frekuensi Berkomunikasi di Koridor... 49
Tabel 4.19 Frekuensi Berkomunikasi Saat Jam Pelajaran... 50
Tabel 4.20 Frekuensi Berkomunikasi Saat Jam Istirahat... 51
Tabel 4.21 Frekuensi Berkomunikasi Saat Pulang Sekolah... 52
Tabel 4.22 Frekuensi Berkomunikasi Saat Ujian... 53
Tabel 4.23 Frekuensi Berkomunikasi Saat Mengikuti Ekstrakurikuler... 54
Tabel 4.24 Frekuensi Suasana yang Terjadi Saat Berkomunikasi... 55
Tabel 4.25 Frekuensi Berkomunikasi Secara Langsung (Tatap Muka)... 56
Tabel 4.26 Frekuensi Berkomunikasi Menggunakan Handphone... 57
Tabel 4.27 Frekuensi Berkomunikasi Menggunakan Internet... 58
Tabel 4.28 Frekuensi Bahasa Indonesia Digunakan dalam Berkomunikasi... 59
Tabel 4.29 Frekuensi Bahasa Mandarin Digunakan dalam Berkomunikasi... 60
Tabel 4.30 Frekuensi Bahasa Inggris Digunakan dalam Berkomunikasi... 61
Tabel 4.31 Frekuensi Keterbukaan Siswa... 62
Tabel 4.32 Frekuensi Saling Mendukung Siswa... 63
Tabel 4.33 Frekuensi Berpikir Positif Siswa... 64
Tabel 4.34 Frekuensi Berpikir Negatif Siswa... 65
Tabel 4.35 Frekuensi Rasa Empati Siswa... 65
Tabel 4.36 Hubungan antara Tingkat Keseringan Berkomunikasi dengan Keterbukaan... 67
Tabel 4.37 Hubungan antara IntensitasBerkomunikasi dengan Tingkat Supportiveness... 69
Tabel 4.38 Hubungan antara Suasana Saat Berkomunikasi dengan Tingkat Empati... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Teoritis... 13 Gambar 3.1 Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis dengan subjudul studi kuantitatif antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa/Cina di SMA Harapan Mandiri Medan. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Tujuannya adalah untuk menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa dari etnis yang berlainan serta menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri Medan.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori, diantaranya seperti teori komunikasi antarbudaya, teori efektivitas komunikasi antarbudaya, teori masyarakat majemuk, dan teori etnosentris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan cara mengambil beberapa orang siswa sebagai sampel yang mewakili dari keseluruhan populasi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus Correlation Rank Spearman’s melalui software SPSS 20. Dimana harga r yang diperoleh adalah sebesar 0,468. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi antara kedua variabel, digunakan skala Guilford yang nilai korelasi 0,468 berada pada tingkat ≥ 0,40 → < 0,70. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis
Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina
atau lebih dikenal dengan etnis Tionghoa di Indonesia membuat lingkungannya sendiri
untuk dapat hidup secara “eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau
tradisi leluhur. Etnis Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat non-pribumi
yang bermigrasi ke Indonesia.
Hal itu ditunjukkan oleh kunjungan Fa-Hsien, seorang pendeta Budha ke
Indonesia pada abad awal tarikh masehi (Kwartanada, 2011). Semenjak berabad-abad
lalu, etnik Tionghoa berada di Indonesia dengan jumlah cukup besar. Persoalan
menyangkut etnis masih dianggap peka, oleh karena itu sebelum tahun 2000, jumlah
suku bangsa/etnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk
Republik Indonesia.
Masa pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru terlihat berbagai kebijakan
yang mengatur sendi-sendi kehidupan Etnis Cina di Indonesia. Hal itu terlihat dari
pemerintahan Orde Lama dengan adanya Peraturan Presiden (PP) 10/1959 dengan
kebijakan yang mengatur etnis Cina di Indonesia dan pada pemerintahan Orde Baru
dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967, yaitu pemerintah telah memberikan
garis-garis kebijaksanaannya mengenai “Masalah Cina” . Indonesia hanya mengenal
Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA).
Etnis Cina mulai mendapatkan tempatnya di Indonesia pada masa
pemerintahan Orde Reformasi. Angin Reformasi telah mengubah nasib etnis Tionghoa
di Indonesia. Hal ini ditandai dengan mereka dapat lebih bebas berekspresi di berbagai
bidang kehidupan. Sekat-sekat yang membatasi kiprah mereka diranah politik, budaya,
dan jabatan publik menguap seiring dengan dihapusnya kebijakan pembatasan yang
berlaku sejak akhir 1950-an dan, terutama, selama Orde Baru.
Etnis Cina memiliki kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki pada umumnya masyarakat di Indonesia, dan khususnya
Para pemimpin di era Reformasi tampaknya lebih toleran dibandingkan
pemimpin masa Orde Baru. Sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi
Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan
Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi
menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk
keturunan Tionghoa dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada
perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas
saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Cina dan lain sebagainya.
Pada masa pemerintahan Gusdur, Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 yang
melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf Cina
dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid
memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa.
Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui
sebagai agama resmi dan sah. Berbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai
politik, LSM dan ormas.
Pada dasarnya banyak usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam
rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan antara warga negara Indonesia asli
(pribumi) dengan warga negara Indonesia keturunan asing (non-pribumi) yang dalam
hal ini etnis Cina. Namun dalam praktiknya, interaksi sosial etnis Cina dengan orang
pribumi pada dasarnya kurang harmonis.
Etnis Cina, khususnya yang berada di Kota Medan, lebih memilih hidup secara
ekslusif ketimbang berbaur dengan warga sekitar dalam hal ini etnis Pribumi. Hal ini
dapat dibuktikan dengan banyaknya kita lihat sekarang ini komplek-komplek
perumahan mewah dan komplek ruko 90% dimiliki oleh etnis Tionghoa. Belum lagi
bila kita berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau tempat-tempat umum lainnya seperti
pasar dan lain-lainnya, etnis Cina seenaknya berbicara dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri, tidak peduli apakah disebelahnya ada temannya yg warga Pribumi yg
bisa dipastikan ingin sekali mengetahui apa yg sedang mereka bicarakan.
Kita juga bisa melihat di sekolah-sekolah pembauran yg pada awal
didirikannya bertujuan untuk memperlancar proses pembauran ternyata sekarang
menjadi sekolah ekslusif bagi etnis Cina. Bahasa pengantar yg mereka gunakan
sehari-hari disekolah pun bahasa ibu mereka. Padahal guru yg mengajar disekolah tersebut
Jika kita melihat pada uraian di atas, kita akan beranggapan bahwa komunikasi
yang harmonis tidak berhasil dijalankan di kota Medan ini. Pembauran etnis Cina dan
etnis Pribumi di kota Medan tidak sepenuhnya gagal. Hal ini terbukti dengan
terpilihnya orang dari etnis Cina masuk keputaran kedua pada pemilihan Walikota
Medan tahun 2010. Walaupun pada akhirnya dia tidak memenangkan pemilihan, hal
ini sudah membuktikan adanya kesempatan yang sama bagi etnis Cina untuk dapat
memegang kekuasaan yang sama besar dengan etnis Pribumi.
Kita bisa melihat kepada sekolah-sekolah pembauran di Medan ini, etnis Cina
juga sudah mendapat pendidikan yang sama dengan etnis Pribumi. Bahkan
dikebanyakan sekolah-sekolah yang disebut sebagai sekolah Cina, mayoritas
siswa-siswa yang bersekolah di sana adalah dari kalangan etnis Cina itu sendiri. Hal ini
memang tidak mengherankan karena sekolah itu sendiri bisa disebut sebagai sekolah
Cina karena penilaian masyarakat melihat banyak etnis Cina yang bersekolah di sana
atau karena memang pemilik yayasan sekolah itu berasal dari etnis Cina.
Perguruan Harapan Mandiri yang terletak di jalan Brigjend Hamid No. 40
Medan, adalah salah satu sekolah pembauran di kota Medan. Sekolah ini terletak
sangat strategis di depan jalan besar dan dikelilingi banyak ruko-ruko milik etnis Cina.
Sekolah ini terkenal sebagai sekolah etnis Cina karena pemilik yayasan sekolah ini
adalah keturunan dari Cina. Hal-hal yang membedakannya dengan sekolah-sekolah
etnis Cina kebanyakan, di sini siswa-siswa dari etnis Cina tidak menjadi mayoritas,
tetapi malah menjadi minoritas. Jumlah siswa etnis Cina di SMA Harapan Mandiri
adalah 30% dari keseluruhan jumlah siswanya.
SMA Harapana Mandiri adalah sekolah dengan gedung yang megah dan jika
kita melihat kedalam sekolahnya, SMA Harapan Mandiri terkenal karena disiplinnya
yang kuat. Guru-guru dan siswa-siswanya diterapkan disiplin yang ketat dan harus
mau mengikuti semua peraturan-peraturan yang ada di Harapan Mandiri. Hal ini juga
yang membuat etnis Cina tertarik untuk memasukkan anak-anak mereka di sekolah ini.
Siswa-siswa yang melanggar peraturan dengan sengaja ataupun tidak sengaja akan
menerima sanksi yang tegas.
Etnis cina terkenal sangat patuh terhadap peraturan dan disiplin, karena taat
peraturan dan disiplin adalah kunci sukses bagi mereka. Mereka tentu ingin
memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Hal inilah yang
Kita masuk ke pembahasan kita tentang hubungan yang harmonis di SMA
Harapan Mandiri ini. Di SMA Harapan Mandiri ini, kita akan melihat toleransi yang
sangat kental yang diterapkan di SMA Harapan Mandiri ini. Hari Raya Imlek, yang
adalah merupakan tahun baru di kalender etnis Cina, di SMA Harapan Mandiri ini
mereka meliburkan siswa-siswanya selama hampir 2 minggu. Hal ini dikarenakan
untuk menghormati dan menghargai keragaman etnis dan agama dari siswa-siswanya.
SMA Harapan Mandiri mengatur kalender akademiknya dengan sangat adil dengan
memberikan libur kepada siswa-siswanya untuk menghormati Hari Raya Islam,
Lebaran diberi libur 2 minggu, untuk menghormati Hari Raya Kristen, Natal dan
Tahun Baru diberi libur 2 minggu, dan untuk menghormati Hari Raya Budha (etnis
Cina), Imlek juga diberi libur 2 minggu.
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Harapan Mandiri ini
karena selain kedisiplinan yang diterapkannya sangat ketat, juga karena peneliti
melihat SMA Harapan Mandiri ini memiliki banyak extra kurikuler di sekolahnya
yang wajib diikuti oleh siswa-siswanya. Extra kurikuler yang ada di SMA Harapan
Mandiri bukan hanya sekedar mengikuti extra kurikuler saja sesuai dengan jadwal
yang telah disepakati, tetapi extra kurikuler di sini juga menekankan kedisiplinan.
Extra kurikuler juga memiliki absen kehadirannya sendiri. Selain itu juga ada nilai
tersendiri untuk extra kurikuler ini. SMA Harapan Mandiri juga sering mengikuti
perlombaan-perlombaan yang dapat lebih memotivasi siswanya dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan extra kurikuler di sekolahnya ini.
SMA Harapan Mandiri ini berbeda dengan SMA-SMA etnis Cina lain yang
banyak di Medan dikarenakan di SMA Harapan Mandiri ini kita tidak hanya
menemukan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran, tetapi juga dia termasuk dalam
extra kurikuler. Bahasa Mandarin, yang pada dasarnya adalah bahasa yang resmi yang
digunakan di Negara Cina, tidak hanya menarik minat dari etnis itu sendiri untuk
mempelajarinya. Sebaliknya di SMA Harapan Mandiri ini yang mengambil extra
kurikuler bahasa Mandarin ini sebagian besar berasal dari etnis Pribumi.
SMA Harapan Mandiri juga rajin mengadakan festival-festival untuk
menunjukkan bakat-bakat dari siswa-siswanya. SMA Harapan Mandiri secara rutin
setiap tahunnya mengadakan festival band atau yang lebih dikenal dengan pensi di
lapangan Basket sekolahnya sendiri. Hal ini diadakan di sekolah sebagai bentuk
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai beriku :
“ Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara
siswa Pribumi dan siswa Cina di SMA Harapan Mandiri Medan? “
1.3 Tujuan Penelitian
Dilihat dari pemilihan judul (pokok pemikiran), ada beberapa tujuan yang akan
dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
1. Menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa
dari etnis yang berlainan.
2. Menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis
antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan
memperkaya penelitian kuantitatif dalam bidang Ilmu Komunikasi.
2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya
khasanah penelitian mengenai Komunikasi Antarbudaya sebagai bagian dari
Ilmu Komunikasi.
3. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk
menangani masalah-masalah komunikasi antarbudaya, khususnya kegiatan
belajar mengajar di SMA Harapan Mandiri, maupun masyarakat lainnya
yang memiliki keragaman etnis sehingga dapat memelihara adanya hubungan
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori
Penelitian dilakukan dengan landasan teori yang berperan sebagai dasar
pemikiran untuk mendukung suatu permasalahan dengan jelas dan sistematis.
Landasan teori ini juga diperlukan untuk pengembangan penelitian.
Penelitian ini mengggunakan teori-teori agar permasalahan lebih jelas dimana
teori-teori yang digunakan adalah : Teori Komunikasi Antarbudaya, Teori Efektivitas
Komunikasi Antarbudaya, Teori Masyarakat Majemuk, dan Teori Etnosentrisme.
a. Teori Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi
yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Pada awalnya, studi antarbudaya
berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga kajiannya lebih bersifat
depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Pengertian komunikasi antarbudaya telah banyak diuraikan oleh beberapa ahli,
diantaranya Fred. E. Jandt (2004) yang mengartikan bahwa “komunikasi antarbudaya
sebagai interaksi tatap muka diantara orang yang berbeda-beda budaya”. Menurut
Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam Liliweri (2003) menjelaskan bahwa
“komunikasi antarbudaya terjadi diantara orang-orang yang memiliki budaya yang
berbeda (ras, etnik, sosial ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu)”.
Berdasarkan defenisi di atas, komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses yang
mempengaruhi perilaku sumber (komunikator) dan penerimanya (komunikan) dengan
sengaja menyandi (to code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka
salurkan lewat suatu saluran (channel) guna merangsang atau memperoleh
sikap/perilaku tertentu (Lubis, 2012 : 13). Komunikasi antarbudaya juga adalah suatu
tindak komunikasi dimana para partisipan berbeda latar belakang budayanya
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi
sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan
secara mensejarah. Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi
tentang kebudayaan komunikasi antarbudaya, ada 3 dimensi menurut Young Yun Kim (dalam
Lubis, 2012) , yaitu :
a. Partisipasi dalam berkomunikasi
b. Konteks sosial
c. Saluran yang digunakan
Menurut Samovar dan Porter (1993 : 19-22) komunikasi antarbudaya terjadi
apabila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan
(komunikan) adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki
dua aspek, yaitu komunikasi intrabudaya dan komunikasi lintas budaya (Senjaya. 2007:
7.10-7.11). Sitaram dan Cogdell (Shadid, 2007) mengidentifikasi komunikasi
intrabudaya sebagai komunikasi yang berlangsung antara para anggota kebudayaan
yang sama namun tetap menekankan pada sejauh mana perbedaan pemahaman dan
penerapan nilai-nilai budaya yang mereka miliki bersama.
Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi
komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar
antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya,
jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi
dan makna yang dimilikinya. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa
dengan bentuk budaya tersebut. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh
budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk yang mempengaruhinya. Ini
menunjukkan dua hal, pertama, ada pengaruh-pengaruh lain disamping budaya yang
membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang
mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat
Kenyataan dan kehidupan sosial telah membuktikan bahwa manusia di muka
bumi tidak dapat hidup sendiri. Mereka pasti melakukan interaksi sosial dan selalu
berhubungan satu sama lain. Dan interaksi itu tidak akan terjadi tanpa adanya proses
komunikasi. Itu artinya, dalam komunikasi antarbudaya, interaksi antarbudaya pun
tidak akan pernah ada jika tidak ada komunikasi antarbudaya. Segala keefektivan dalam
interaksi antarbudaya tergantung pada komunikasi antarbudaya. Gudykunst (2003)
menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan
komunikasi pada situasi antarbudaya.
Konsep di atas sekaligus menekankan bahwa segala tujuan komunikasi
antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk hubungan
antarbudaya menggambarkan upaya dari peserta komunikasi untuk memperbaharui
relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah
manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan semangat kesetiakawanan,
persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada pengurangan konflik antar
keduanya.
Pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya dan bagaimana komunikasi dapat
dilakukan, dengan ini maka kita dapat melihat bagaimana komunikasi dapat
mewujudkan perdamaian dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan
komunikasi yang intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik,
membatasi dan mengurangi kesalahpahaman, komunikasi dapat mengurangi konflik
sosial. Usaha meredam konflik dan mendorong terciptanya perdamaian tergantung
bagaimana cara kita mendefinisikan situasi orang lain agar kita dapat mencapai
perdamaian dan kerjasama.
Kehidupan makhluk hidup terutama kita sebagai manusia tak bisa meninggalkan
yang namanya komunikasi. Baik antar individu, kelompok atau organisasi. Bila diteliti
banyak kegagalan dari komunikasi yang kita lakukan. Joseph de Vito (2012)
mengemukakan kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi yang efektif
antara lain :
- Openese : adanya keterbukaan
- Supportiveness : adanya suasana saling mendukung
- Empathy : memahami perasaan orang lain
- Equality : kesetaraan.
Komunikasi yang berjalan baik dan lancar sangatlah penting. Agar komunikasi
berjalan baik dan lancar, kondisi di atas sangat penting untuk di perhatikan. Karena
sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih
perhatian, cinta kasih, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang
lain.
Untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, individu seharusnya mengembangkan kompetensi antarbudaya; merujuk pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif Jandt (2004) mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antarbudaya, yaitu personality strength, communication skills, psychological adjustment and cultural awareness. Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antarbudaya adalah sebuah hal yang sangat penting saat ini. Seperti halnya pendatang sementara yang disebut sojourners, yaitu sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal.
Komunikasi efektif membantu kita untuk lebih memahami seseorang dan
situasinya sehingga memungkinkan kita untuk menyelesaikan perbedaan, membangun
kepercayaan dan rasa hormat, serta menciptakan lingkungan di mana kita bisa berpikir
kreatif, memecahkan masalah, menumbuhkan kasih sayang dan dan meningkatkan
kepedulian antarmanusia.
Menurut Wahyudin (2010) menjelaskan bahwa “masyarakat ideal dan harmonis terjadi jika adanya kesadaran akan hak dan kewajiban pada interaksi seluruh anggota masyarakat yang berperan sebagai peserta komunikasi. Dengan kata lain, masyarakat ideal atau harmonis adalah kesesuaian tingkah laku seluruh anggota masyarakat dengan norma-norma umum masyarakat dan adat istiadat, terintegrasi dengan tingkah laku umum, serta dapat mengetahui jati dirinya dan mengorganisasikannya sebagai satu kesatuan yang utuh dari sistem sosial”.
Kunci dari komunikasi yang harmonis ini adalah komunikasi efektif. Komunikasi
yang harmonis dapat dengan mudah kita capai bila komunikasi yang kita lakukan sudah
efektif. Biasanya komunikasi yang harmonis ini akan sulit kita capai bila kita sudah
memiliki persepsi yang buruk tentang suatu etnis, sehingga memperburuk hubungan
dan cara pandang kita terhadap etnis tertentu.
Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh J.S. Furnivall,
menurutnya ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat
berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah-pisah
karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuah unit politik (Liliweri, 2004 :
166). Terdapat kehendak kuat mengganti asumsi beragamnya primordial Indonesia
dengan tidak lagi menggunakan denotasi majemuk melainkan multikultural. Dalam
multikultural, etnis-etnis yang berbeda setara posisinya dalam proses hidup dan
berpolitik di dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya konsepsi
masyarakat majemuk menyiratkan bias konsep dominasi salah satu etnis atau ras dalam
kehidupan sosial dan politik Indonesia.
Menurut Clifford Gertz (1963) masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial. Sementara menurut Nasikun (2011) masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara struktur memiliki sub-subkebudayaan yang bersifat deverseyang ditandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya muncul konflik-konflik sosial.
Ciri-ciri masyarakat majemuk ataupun multikultural menurut Van den Berghe (dalam Prasetyono dan Piliang, 2002) adalah :
1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akan mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah.
cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.
d. Teori Etnosentrisme
Etnosentris sangat erat hubungannya dengan apa yang disebut in group feeling (keikut sertaan dalam kelompok) tinggi (Purwasito, 2003). Biasanya dalam suatu kelompok sosial sering kita melihat perang antar desa, perang antar suku ataupun perang dalam agama dan sebagainya. Tapi entosentris lebih kepada anggapan suatu kelompok sosial bahwa kelompoknyalah yang paling unggul. Jadi, yang dimaksud dengan etnosentris adalah suatu anggapan dari kelompok sosial bahwa kelompoknyalah yang paling unggul (Budiman, 2005). Dari definisi di atas kita dapat memahami bahwa dalam suatu masyarakat majemuk terdapat suatu kelompok yang beranggapan bahwa kelompoknyalah yang paling unggul dari kelompok-kelompok sosial lain.
Etnosentris merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma
dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai
standar untuk mengukur dan bertingkah terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentris
menyebabkan adanya prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari
kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir, dan tidak mempunyai peradaban. Suatu
kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, yang mana
merupakan suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap
yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok (Lubis, 2012).
Poortinga (dalam Liliweri, 2005: 176-179), menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu :
a. Stereotip
b. Jarak Sosial
Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. Liliweri beranggapan semakin dekat jarak sosial seorang komunikator dari suatu etnis dengan seorang komunikan dari etnis lain, maka semakin efektif komunikasi yang terjalin diantara mereka, begitu juga sebaliknya.
c. Sikap diskriminasi
Secara teoritis menurut Doob, diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijaksanaan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukkan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok lain. Ini juga berarti bahwa sikap diskriminasi tidak lain dari suatu kompleks berpikir, berperasaan, dan kecenderungan untuk berperilaku maupun bertindak dalam suatu bentuk negatif maupun positif. Sikap ini dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi antaretnik (Liliweri, 2005 : 178).
2.2 Kerangka Konsep
Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam mendesain instrumen penelitian. Konsep harus merupakan atribut berbagai kesamaan dari fenomena yang berbeda. Dalam mendesain konsep penelitian, yang terpenting adalah peneliti harus mendesain konsep interaksi antarvariabel-variabel penelitiannya, oleh karena itu peneliti harus menentukan pilihan sebenarnya dari interaksi antarvariable-variabel penelitian itu (Bungin, 2005 : 57).
Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang digunakan, yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab dari variabel
lain atau yang mempengaruhi munculnya variabel lain (Y). Variabel X dalam penelitian
ini adalah komunikasi antarbudaya.
Variabel terikat (Y) adalah variabel yang muncul setelah adanya variabel bebas
(X) dan masih mempunyai kaitan gejala dengan variabel X. Variabel Y dalam penelitian
ini adalah hubungan yang harmonis.
2.3 Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, untuk memudahkan
kelanjutan penelitian maka dibuatlah model teoritis dengan memasukkan keseluruhan
Model teoritisnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Teoritis
Keterangan :
X : Variabel Bebas
Y : Variabel Terikat
2.4 Operasional Variabel
Operasional variabel berguna untuk memudahkan penggunaan kerangka konsep
yang telah disusun operasionalisasinya. Berdasarkan hal itu, maka operasional variabel
dalam penelitian ini adalah :
Tabel 2.2 Operasional Variabel Variabel X
Komunikasi Antarbudaya
Variabel Y
Hubungan yang Harmonis
Karakteristik Responden :
a. Etnis
b. Jenis Kelamin
c. Agama
Variabel Teoritis Variabel Operasional
1. Komunikasi Antarbudaya
(Variabel X)
1. Dimensi berkomunikasi :
a. Partisipasi siswa dalam berkomunikasi :
- Frekuensi berkomunikasi
- Pesan yang disampaikan
- Intensitas komunikasi
b. Konteks sosial :
- Tempat
- Waktu
- Suasana
c. Saluran yang digunakan :
- Komunikasi Antar Pribadi
- Komunikasi Bermedia
2. Bahasa Verbal
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa Inggris
c. Bahasa Mandarin/Hokian
2. Hubungan yang Harmonis
(Variabel Y)
1. Openese : a. Terbuka
b. Tertutup
2. Supportiveness : a. Saling Mendukung
c. Saling Menjatuhkan
3. Positiviness : a. Berpikir positif
b. Berpikir negatif
4. Empati : a. Sukacita
b. Dukacita
5. Equility : a. Setara
b. Berbeda
3. Karakteristik Responden 1. Kelas : a. Kelas 2 SMA
b. Kelas 3 SMA
2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Agama : a. Kristen Protestan
b. Kristen Katolik
c. Islam
d. Budha
2.5 Defenisi Operasional
a. Komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yan terjadi diantara
komunikator dan komunikan yang berbeda latar belakang budaya.
b. Komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses yang mempengaruhi perilaku
sumber (komunikator) dan penerimanya (komunikan) dengan sengaja menyandi (to
code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka salurkan lewat
c. Masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam
sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub-sub sistem terkait
oleh ikatan-ikatan primordial.
d. Tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika
bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya dari peserta komunikasi
untuk memperbaharui relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan
memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan
semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada
pengurangan konflik antar keduanya.
e. Partisipasi dalam berkomunikasi dilihat dari keikutsertaan seseorang dalam
berkomunikasi, apakah dia terlibat secara aktif maupun pasif.
f. Konteks sosial merupakan tempat berlangsungnya komunikasi, waktu
berlangsungnya komunikasi, maupun bagaimana suasana komunikasi itu terjadi.
g. Saluran yang digunakan penting untuk dilihat karena syarat melakukan komunikasi
salah satunya adalah menggunakan media.
h. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang-orang terhadap golongan tertentu,
golongan ras atau kebudayaan yang berlainan dengan golongannya.
i. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh seseorang untuk
menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang
dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif.
j. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu
berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain.
k. Komunikasi yang harmonis adalah komunikasi yang efektif dan iklim komunikasi
yang kondusif dapat menyelesaikan konflik secara efektif.
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai
hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan
penghubung antar teori dan dua empiris (Kriyantono, 2006).
Ho = Tidak ada pengaruh antara komunikasi antarbudaya terhadap hubungan yang
harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa.
Ha = Ada pengaruh antara komunikasi antarbudaya terhadap hubungan yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMA Harapan Mandiri, jalan Brigjend Zein Hamid No.
40 Medan. SMA Harapan Mandiri dipilih karena melihat lokasinya yang strategis,
berada dipinggir jalan raya, yang dikelilingi oleh ruko-ruko milik etnis Cina dan rumah
penduduk etnis Pribumi. Di samping sekolah terdapat mesjid yang sering digunakan
siswa-siswa muslim di sana untuk menjalankan ibadah mereka dan di sisi yang lain
terdapat banyak penjual masakan Cina yang sudah pasti mengandung babi yang haram
bagi umat islam.
Kita bisa melihat ke dalam isi sekolahnya dimana SMAny sendiri berada di lantai
4. Peraturan di sekolah ini sangat ketat, sehingga tidak menerima sembarangan tamu
saat masih jam pelajaran. Di depan gerbang sudah ada satpam penjaga sekolah yang
mengawasi siswa-siswa dan tamu-tamunya. Siswa-siswa yang terlambat menerima
hukuman sesuai dengan keterlambatannya. Tamu-tamu yang tidak berkepentingan tidak
diizinkan untuk masuk.
SMA Harapan Mandiri juga dipilih karena melihat perbandingan jumlah siswa
Pribumi dan siswa Cinanya. Biasanya di sekolah-sekolah etnis Cina lain, yang menjadi
mayoritas disekolah itu adalah yang berasal dari etnis Cina itu sendiri. Tetapi di sini
perbandingan etnis Pribumi dan etnis Cinanya adalah 3 : 1. Siswa pribuminyalah yang
mendominasi di sini. Meskipun demikian siswa Pribumi yang menjadi mayoritas, tidak
langsung mendominasi sekolah ini. Sekolah ini tetap dikenal sebagai sekolah etnis Cina
di masyarakat. Dari uraian diatas, peneliti tertarik dan memilih sekolah ini sebagai
lokasi penelitian. Bagaimana bisa etnis Cina yang di SMA Harapan Mandiri ini menjadi
minoritas, tetapi mereka tetap dipandang sebagai mayoritas. Dan bagaimana pula
hubungan yang harmonis itu dapat dicapai oleh siswa-siswa di sekolah ini.
Visi dari SMA Harapan Mandiri Medan adalah ‘Profesionalisme untuk mencapai
Misi dari SMA Harapan Mandiri Medan adalah
a. Sebagai mitra pemerintah untuk ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan
bangsa
b. Memberikan wadah dan kesempatan belajar yang maksimal bagi seluruh lapisan
masyarakat
c. Membentuk peserta didik yang berpengetahuan, berakhlak, dan berbudi pekerti
luhur.
Tabel 3.1 Data Staff di SMA Harapan Mandiri Medan
No. Staff Pendidikan Akhir Jumlah
1 Kepala Sekolah S-2 1
2 Wakil Kepala Sekolah S-2 1
3 Guru S-2 3
S-1 29
Jumlah seluruhnya 34
Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri Medan
Gambar 3.1 Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri Medan T.A 2012/2013
KETUA YAYASAN
Drs. WIRYANTO. MBA
KOORDINATOR PENDIDIKAN
H. RAMLI J. MARPAUNG, SH, S.Pd, MM
KEPALA SEKOLAH
H. RAMLI J. MARPAUNG, SH, S.Pd, MM
WAKASEK BID. SARANA & PRASARANA
KWOK HIN, ST, M.Pd.
KEPALA TU
ZAINUDDIN, SS, MBA
WALI KELAS/GURU
SISWA-SISWI DINAS PENDIDIKAN
PEMKO MEDAN
BENDAHARA
MEI-MEI
WAKASEK BID. KURIKULUM
KWOK HIN, ST, M.Pd.
STAFF TU
AZHARI
KOMITE SEKOLAH
SEKRETARIS
WIE SHIE WUJUD, SSi, SE, MBa
WAKASEK BID. KESISWAAN
KWOK HIN, ST, M.Pd.
GURU BP/BK
Daftar Prestasi yang Pernah Diraih Siswa-Siswi SMA Harapan Mandiri Medan.
1. Juara III Lomba Menulis Tingkat Nasional Tupperware “Children Helping
Children” (XI IPS 2).
2. Juara Harapan II Lomba Menulis Cerpen Buddhis Tingkat Nasional (XII IPA 2).
3. Juara I Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat SMA se-Kota Medan di SMA
Nasrani (XI IPA 1).
4. Juara IV Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat SMA se-kota Medan di SMA
Sultan Iskandar Muda ( XI IPA 1).
5. Juara IV Lomba Debat APBN Tingkat Nasional Oleh Menteri Keuangan RI (XII
IPS 1 dan XII IPA 1)
6. Juara III Lomba Cerdas Cermat Tingkat SMA se-Kota Medan di Dinas
Pendidikan Kota Medan (XII IPS 1 dan XI IPA 1)
7. Juara I Turnamen Futsal “UMA Zee Cup 2010”
8. Juara II Lomba Cheerleaders “Yamaha School Matic 2010”
9. Juara I Lomba Tenis Meja O2SN Tingkat SMA se-Kota Medan di Dinas
Pendidikan Kota Medan
10. Juara III Pertandingan Basket Tingkat SMA se-Kota Medan Pengkot Perbasi
Lanud
11. Juara III Lomba Parodi “Honda Fiesta 2010”
12. Juara III Cheerleaders Competition “Pentas Sehari” Tingkat SMA se-Kota Medan
3.2 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009 : 2), metode penelitian didefenisikan bahwa metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
merupakan suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan, atau mencatat
data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk
keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian dianalisis berdasarkan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu
kesimpulan serta kebenaran atas data yang diperoleh. Metode penelitian juga
merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif. Menurut Sarwono (2006), metode penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta
hubungan-hubungannya.
Menurut Hamidi (2004), metode penelitian kuantitatif memiliki cakupan yang sangat luas. Secara umum, metode penelitian kuantitatif dibedakan atas dua dikotomi besar, yaitu eksperimental dan noneksperimental. Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi, subjek tunggal, dan sebagainya. Sedangkan noneksperimental berupa deskriptif, komparatif, korelasional, survey, ex post facto, histories, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif noneksperimental berupa korelasional. Di sini kita akan mencari hubungan
atau pengaruh antara komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis. Penelitian
kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui
perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta
menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa,
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.
Unit analisis suatu penelitian dalam kajian komunikasi bisa berupa individu, kelompok
individu, teks media massa (Hamidi, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi
populasinya adalah siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri
Medan yang telah menjalani pendidikan selama lebih dari 1 tahun, dengan asumsi siswa
akan lebih memahami situasi lingkungannya sehingga lebih dapat menjawab
pertanyaan dengan baik. Berdasarkan hasil prapenelitian jumlah populasi adalah
sebesar 550 orang dengan rincian siswa etnis Pribumi ±380 dan etnis Cina ±170
(Sumber : daftar jumlah siswa SMA Harapan Mandiri T.A 2012/2013).
3.3.2 Sampel
Secara sederhana sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. Pada dasarnya sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian yang secara keseluruhan mempunyai sifat yang sama dengan populasi. Sampel merupakan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal pendataan (Bulaeng, 2004 : 156).
Menurut Arikunto (2002 : 112) jika populasi kurang dari 100, lebih baik diambil
semua, namun jika populasinya di atas 100 orang dapat diambil antara 10-15% atau
20-25%. Berdasarkan data populasi yang ada, maka berdasarkan rumus Arikunto tersebut
jumlah sampel penelitian ini adalah 15% x 550 = 82 orang. Dalam penelitian ini
peneliti mencoba mengambil sampel dengan teknik purposive sampling. Teknik
purposive sampling menurut Sugiono (2009 : 300) adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud di sini adalah
karakteristik responden yang telah kita tentukan di atas tadi. Karakteristik responden ini
tidak untuk diuji dalam penelitian ini, hanya sebagai pelengkap untuk mendapatkan
hasil yang lebih maksimal.
karena kelas satu masih belum dibagi-bagi berdasarkan kemampuan siswanya.
Sementara di kelas 2 dan 3 sudah ada pembagian jurusan untuk masing-masing
siswanya. Peneliti juga melihat minat dari siswa Cina ini tampaknya sedikit untuk ke
jurusan IPA. Sehingga siswa Cina di jurusan IPA sangat sedikit sekali walaupun pasti
ada.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di setiap kelas XI dan XII.
Oleh karena itu untuk menentukan jumlah sampel per kelas digunakan teknik
Stratifikasi Propotional Random Sampling dengan rumus :
n =
�1���
Keterangan :
n1 =Jumlah siswa per jenjang kelas
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dirincihkan besar sampel per jenjang
kelas dalam penelitian ini, yaitu :
Tabel 3.2 Besar Sampel Per Jenjang Kelas
No. Kelas Populasi Sampel Keterangan
1 XI IPA 1 44 7 Tionghoa diambil semua
2 XI IPA 2 45 7 Tionghoa diambil semua
3 XI IPA 3 45 7 Tionghoa diambil semua
4 XI IPA 4 42 6 Tionghoa diambil semua
5 XI IPA 5 42 6 Tionghoa diambil semua
6 XI IPS 1 40 7 Tionghoa diambil semua
7 XI IPS 2 35 6 Tionghoa diambil semua
Jumlah 300 46
8 XII IPA 1 38 6 Tionghoa diambil semua
9 XII IPA 2 37 5 Tionghoa diambil semua
11 XII IPA 4 37 5 Tionghoa diambil semua
12 XII IPS 1 31 5 Tionghoa diambil semua
13 XII IPS 2 34 5 Tionghoa diambil semua
14 XII IPS 3 36 5 Tionghoa diambil semua
Jumlah 250 36
Jumlah 550 82
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu mengadakan penelitian dengan jalan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan, dan mempelajari buku-buku
yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu mengumpulkan data dilapangan yang meliputi kegiatan survey dilokasi penelitian melalui :
- Menyebarkan Kuesioner
Kuesioner atau angket adalah kertas yang berisikan beberapa pertanyaan pilihan
berganda yang harus diisi oleh sampel yang telah terpilih. Kuesioner dalam penelitian
ini adalah data pokok yang paling penting.
- Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2001 : 180).
- Observasi
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Analisis data
kuantitatif adalah pengolahan data dengan kaidah-kaidah matematik terhadap data
angka atau numerik. Angka dapat merupakan representasi dari suatu kuantita maupun
angka sebagai hasil konversi dari suatu kualita, yakni data kuantitatif yang
dikuantifikasikan. Dalam penelitian kuantitatif, analisa data merupakan kegiatan setelah
data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan
pengolahan data, ada yang menyebut data preparation, ada pula data analisis. Teknik
analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian, yaitu statistik
deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan
non parametris.
Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap
analisa, yaitu :
a. Analisa Tabel Tunggal
Analisa tabel tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan
membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar
frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri
dari 2 kolom, yaitu sejumlah frekuensi dalam kolom persentase untuk setiap kategori.
b. Analisa Tabel Silang
Analisa tabel silang adalah teknik yang digunakan untuk menganalisa dan
mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya,
sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut positif atau negatif.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis adalah pengujian data statistik untuk mengetahui apakah data
hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengukur tingkat
genjang (Rank Order Correlation Coeficient) oleh Spearman atau Spearman Rho Koefisien. Spearman Rho menunjukkan hubungan antara variabel X dan variabel Y
yang tidak diketahui sebaran datanya.
Peneliti dalam mengolah data menggunakan komputer dengan program SPSS 20
untuk menganalisa hubungan variabel X dan variabel Y, digunakan teknik analisis
Rank Spearman. Teknik ini dipilih karena data yang diteliti untuk mengukur skala ordinal.
Uji hipotesis ini menggunakan korelasi Spearman Rank karena adanya jenjang dari kedua variabel tidak harus membentuk distribusi normal. Jadi korelasi Spearman Rank bekerja dengan data berjenjang atau rangking.
Rumus Korelasi Spearman Rank :
Keterangan :
rs : Nilai Korelasi Spearman Rank
d2 : Selisih setiap pasangan Rank
n : Jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5<n<30)
Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisa data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.
Jika rs < 0, maka hipotesis ditolak
Jika rs > 0, maka hipotesis diterima
Setelah melalui pengujian hipotesis dan hasilnya signifikan, (Ho ditolak), maka
untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan Kriteria Guilford (1956), yaitu :
- 0,20 ≤ 0,40 : Hubungan yang kecil (tidak erat)
- 0,40 ≤ 0,70 : Hubungan yang cukup erat
- 0,70 ≤ 0,90 : Hubungan yang cukup erat (reliabel)
- 0,90 ≤ 1,00 : Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini peneliti akan menganalisis dan membahas hasil penelitian yang
telah dilakukan yaitu mengenai “Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan
yang Harmonis”. Adapun data yang telah terkumpul dilakukan dengan cara
menyebarkan angket kepada responden yaitu siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di
SMA Harapan Mandiri Medan. Penyebaran angket dilaksanakan sejak tanggal 9 April
sampai dengan 12 April 2013 bertempat di ruang guru lantai 5 SMA Harapan Mandiri
Medan.
Agar pembahasan yang dilakukan lebih sistematis dan terarah maka analisis hasil
penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
4.1Langkah – langkah pelaksanaan penelitian
4.2Analisis tabel tunggal
4.3Analisis tabel silang
4.4Uji hipotesa
4.5Pembahasan
4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Proses tahapan pengumpulan data penelitian ini terdiri dari kegiatan :
a. Penyebaran kuesioner atau angket penelitian kepada 82 responden yang menjadi
sampel penelitian
b. Pengumpulan data dari angket penelitian
c. Pengolahan data terhadap jawaban yang telah diberikan oleh responden dalam
angket penelitian. Adapun pengolahan data ini meliputi tahapan sebagai berikut :
1) Penomoran Kuesioner
Kuesioner yang telah dikumpulkan diberi nomor urut responden, dengan
memberikan nomor 01 – 82 dalam kotak nomor responden yang telah tersedia di atas
2) Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan proses perbaikan atau pembenahan untuk
memperjelas jawaban yang meragukan dan menghindari adanya kesalahan pengisian
data dalam kotak kode yang tersedia.
3) Coding
Proses pemindahan jawaban responden ke dalam kotak kode angka yang telah
disediakan dikuesioner dalam bentuk angka atau skor.
4) Inventarisasi variabel
Yaitu data yang diperoleh dari responden yang dimasukkan ke dalam tabel FC
(Foltron Cobol) yang memuat seluruh data dalam satu kesatuan. 5) Pengujian Hipotesa
Merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah data yang diperlukan
menolak atau menerima hipotesa penelitian yang diajukan. Dalam penelitian ini,
digunakan rumus tata uji korelasi tata jenjang “Rank Spearman” (rho/s). Untuk
mengukur tinggi atau rendahnya hubungan antara variabel menggunakan skala Guilford
yang dikutip dari buku Jalaluddin Rakhmat (2002), yang kriterianya adalah sebagai
berikut :
Karakteristik responden perlu disajikan untuk lebih mengetahui latar belakang
responden. Adapun karakteristik umum yang dianggap relevan dengan penelitian ini
meliputi jenis kelamin, kelas, agama, dan etnis. Hasil data tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.4.
No. Jenis Kelamin Frekuensi %
1 Laki-laki 37 45,12%
2 Perempuan 45 54,88%
Jumlah 82 100%
Sumber : K. 1/FC. 3
Pada tabel Jenis Kelamin Responden di atas, diperoleh 37 orang yang berjenis
kelamin laki-laki dengan persentase 45,12% dari jumlah sampel secara keseluruhan,
sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 45 orang atau
54,88% dari jumlah sampel secara keseluruhan. Tabel ini menunjukkan bahwa dalam
penelitian ini, selisih antara laki-laki dengan perempuan adalah 8 orang.
Sampel ini diambil secara acak pada awalnya, tanpa membedakan antara jumlah
laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang didapat ini adalah bukan merupakan
suatu kesengajaan. Bila kita melihat jumlah siswa laki-laki dan perempuan secara
keseluruhan, perbedaannya memang tidak terlalu besar. Jumlah wanitanya hanya lebih
banyak sekitar ±24 orang dari jumlah laki-lakinya.
Tabel 4.2 Jenjang Kelas Responden
No. Kelas Frekuensi %
Pada tabel 4.2 di atas, kita bisa melihat bahwa dalam penelitian ini sampel yang
paling banyak diambil adalah dari kelas XI IPA yaitu sebanyak 33 orang atau 40,20%
dari jumlah keseluruhan. Menyusul dibawahnya kelas XII IPA dengan 21 orang atau
25,60% dari jumlah keseluruhan. Kemudian dibawahnya kelas XII IPS dengan 15
orang atau 18,30% dari jumlah keseluruhan, dan yang paling sedikit diambil adalah
siswa-siswa dari kelas XI IPS yaitu 13 orang atau 15,90%.
semakin banyak pula sampel yang diambil dalam kelas tersebut. Kita bisa melihat pada
tabel 3.1 yang memaparkan jumlah siswa perkelas, di sana jelas terlihat bahwa
siswa-siswa dikelas IPA jauh lebih banyak dibandingkan dengan siswa-siswa-siswa-siswa dikelas IPS.
Pada tabel 3.1 juga sudah dijabarkan siswa-siswa yang diambil sebagai sampel dalam
tiap kelasnya.
Agama dirasa perlu untuk dimasukkan dalam penelitian ini karena peneliti
melihat walaupun kebanyakan masyarakat Tionghoa beragaman Budha ataupun Kong
Hu Chu, tetapi ada juga masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen ataupun
Islam. Seperti pada SMA Harapan Mandiri ini terdapat 2 orang siswa Tionghoa yang
beragama Kristen Protestan dan 1 orang keturunan Jawa Tionghoa yang beragama
Islam.
Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa penganut agama Islam yang menjadi
mayoritas yaitu sebanyak 40 orang atau 48,78% dari jumlah keseluruhan. Budha yang
menjadi terbanyak kedua yaitu sebanyak 28 orang atau 34,10% dari jumlah
keseluruhan. Pada SMA Harapan Mandiri ini tidak ada siswa yang beragama Kristen
Katolik, sedangkan yang beragaman Kristen Protestan ada sebanyak 13 orang atau
15,85%. Pemeluk agama Hindu di sekolah ini ada sebanyak 1 orang saja, namun karena
agama Hindu tidak masuk dalam mata pelajaran agama pada sekolah ini jadi siswa ini
dibebaskan memilih pada mata pelajaran agama mau mengikuti pelajaran agama mana
atau bila dia tidak ingin mengikuti pelajaran agama manapun, dia diizinkan untuk
Tabel 4.4 Etnis Responden
No. Agama Frekuensi %
1 Batak 20 24,40%
2 Jawa 15 18,30%
3 Padang 5 6,10%
4 Melayu 4 4,88%
5 Tionghoa 31 37,80%
6 Dan lain-lain 7 8,53%
Jumlah 82 100%
Sumber : K. 4/FC. 6
Keseluruhan jumlah etnis Tionghoa dari kelas XI sampai XII di SMA Harapan
Mandiri ini sebenarnya ada 42 orang siswa. Namun penyebarannya disetiap kelas tidak
merata, jadi peneliti tidak dapat mengambil keseluruhan siswa Tionghoa di SMA ini.
Siswa Tionghoa yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya 31 orang atau 37,80%
dari jumlah keseluruhan sampel.
Etnis pribumi dalam penelitian ini dibagi-bagi lagi berdasarkan sukunya. Suku
yang dipilih di sini hanya suku yang mewakili saja, yang dirasa menjadi mayoritas di
Medan ini, sehingga dipilihlah suku Batak, Jawa, Padang, dan Melayu. Suku yang lain
yang tidak terdapat pada pilihan disediakan suku Dan lain-lain.
Persentasi suku ini dapat kita lihat pada tabel 4.4 di atas ini, yaitu suku Batak
sebanyak 20 orang (24,40%), suku Jawa sebanyak 15 orang (18,30%), suku Padang
sebanyak 5 orang (6,10%), dan suku Melayu sebanyak 4 orang (4,88%). Suku-suku lain
yang menjadi minoritas disatukan dalam dan lain-lain sebanyak 7 orang (8,53%). Suku
lain-lain ini terdiri dari suku Aceh 3 orang, Mandailing 2 orang, Bugis 1 orang, dan
Jepang 1 orang.
4.2.2 Komunikasi Antarbudaya (Variabel X)
Pada bagian ini akan dipaparkan data-data yang disaring dari jawaban setiap
sesama etnis, namun itu hanya sebagai pembanding saja, tidak dibahas secara lebih
mendalam.
Komunikasi antarbudaya yang akan dibahas di sini adalah dimensi
berkomunikasinya dan bahasa yang digunakan. Kita bisa melihat pada tabel 2.1, di sana
telah dijabarkan tentang dimensi yang digunakan dalam berkomunikasi, yaitu
partisipasi siswa dalam berkomunikasi, konteks sosial, dan saluran yang digunakan.
Sedangkan untuk bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Mandarin, dan
Inggris.
Masing-masing dimensinya tadi juga akan dijabarkan satu demi satu secara
mendalam. Seperti pada partisipasi siswa dalam berkomunikasi, di sana dijelaskan lagi
tentang frekuensi berkomunikasi, isi pesan, dan intensitas berkomunikasi. Frekuensi
berkomunikasi di sini yang dimaksud adalah seberapa sering waktu siswa-siswa itu
berkomunikasi, misalnya dalam sehari. Sedangkan intensitas berkomunikasi di sini
yang dilihat adalah seberapa lama siswa itu berkomunikasi dengan teman yang berbeda
etnis. Hitungannya bisa jam, menit, ataupun detik.
Konteks sosial dijabarkan dalam tempat, waktu, dan suasana. Semua ini
berhubungan dengan pada saat terjadinya komunikasi antara siswa Pribumi dan siswa
Tionghoa. Dan yang terakhir yaitu saluran dijelaskan dengan komunikasi antarbudaya
maupun bermedia. Temuan data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 sampai dengan
tabel 4.30.
4.2.2.1 Dimensi Komunikasi
a) Partisipasi Siswa dalam Berkomunikasi
-Frekuenis Berkomunikasi