• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lamk) Melalui Uji Toksisitas Akut Oral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lamk) Melalui Uji Toksisitas Akut Oral"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Gaharu, Serbuk Simplisia Daun Gaharu (Aquilaria malacensis)

Pohon Gaharu

(3)

Lampiran 5. Perhitungan Pemberian Dosisi

Dosis pemberian seduhan teh pada mencit yaitu 130 mg/kgbb, di dapat dari 1 gram simplisia dengan konversi 0,0026 pada mencit, maka di dapat dosis 130 mg/kgbb

1 gram simplisia = 1000 mg simplisia 1000 mg x 0,0026 = 2,6 mg

Dengan berat badan mencit 20 gram

2,6 ��

20 �1000 = 130 ��

Dosis yang diberikan pada masing-masing mencit berbeda, sehingga pemberian dosisnya menggunakan 1 % berat badan mencit.

(4)

Oral sonde dan squite

(5)

Mencit

Mencit yang telah di bedah

(6)

Kontrol Dosis 130 mg/kgbb

Dosis 260mg/kgbb Dosis 390mg/kgbb

(7)

Gambar Organ ginjal

kontrol 130 mg/kgbb

260 mg/kgbb

390 mg/kgbb

(8)

Lampiran 10. Berat Badan Mencit Betina

Multiple Comparisons Tukey HSD

Dependent Variable (I) dosis (J) dosis

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

(9)

1.000 -.90000 2.23338 .994 -8.2502 6.4502 3.000 -.16667 2.23338 1.000 -7.5169 7.1836 4.000 -2.06667 2.23338 .881 -9.4169 5.2836 3.000 0 7.76667* 2.23338 .037 .4164 15.1169 1.000 -.73333 2.23338 .997 -8.0836 6.6169 2.000 .16667 2.23338 1.000 -7.1836 7.5169 4.000 -1.90000 2.23338 .908 -9.2502 5.4502 4.000 0 9.66667* 2.23338 .010 2.3164 17.0169 1.000 1.16667 2.23338 .983 -6.1836 8.5169 2.000 2.06667 2.23338 .881 -5.2836 9.4169 3.000 1.90000 2.23338 .908 -5.4502 9.2502

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. BBharike0 Between Groups 26.444 4 6.611 .838 .531

Within Groups 78.873 10 7.887

Total 105.317 14

BBharike7 Between Groups 52.623 4 13.156 1.913 .185

Within Groups 68.767 10 6.877

Total 121.389 14

BBharike14 Between Groups 176.636 4 44.159 5.902 .011

Within Groups 74.820 10 7.482

(10)
(11)

BBharike0 Between Groups 183.978 4 45.994 4.137 .019

Data Awal Berat Badan

(12)

Lampiran Ginjal Kanan Mencit Betina

Lampiran Berat Organ Hati Mencit Betina

(13)

Lampiran Organ Ginjal Kiri Mencit Betina

Berat Awal Organ Mencit Betina

Kelompok Hati Ginjal kanan Ginjal kiri

(14)

Lampiran Organ Hati Mencit Jantan

ANOVA hati

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .130 4 .033 . .

Within Groups .000 0 .

Total .130 4

Lampiran Organ Ginjal Kiri Mencit Jantan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

dosis 5 .00 4.00 2.0000 1.58114

ginjalkiri 5 .12 .16 .1400 .01871

Valid N (listwise) 5

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

dosis 5 .00 4.00 2.0000 1.58114

hati 5 1.12 1.55 1.3680 .18061

(15)

ANOVA

Kelompok Hati Ginjal kanan Ginjal kiri

(16)

DATAR PUSTAKA

Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilisasi.

Anonim. 2013. Teh gaharu dan manfaatnya bagi kesehatan. http://www.bibitgaharu.com [11 Mei 2014].

Aziz, F., dkk., 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dan Gangguan Ginjal. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Batrisyiahherbal. 2012. Cara cepat aman dan alami menurunkan berat badan dengan teh daun gaharu. http://www.batrisyiaherbal.com. [29 mei 2014].

Cambridge Communication Limited, 1999. Anatomi Fisiologi, Sistem Perkemihan dan Sistem Pencernaan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Cheville, N. F. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd Ed. Blackwell Publishing. USA.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, Jakarta, Departemen Kesehatan RI, 2002, p.17.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan P ertama. DepartemenKesehatan RI. Jakarta. Hal.9-11.

Ditjen POM. 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan MakananRepublik IndonesiaNomor 7 Tahun 2014TentangPedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo.Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. Halaman 3-4, 9,11-12,28-32.

Elya, B., Amin, J., dan Emiyanah. 2010. Toksisitas Akut Daun Justicia gendarussa Burm. Makara Sains. 14(2): 129-134

Gupa,D., dan Bhardwaj, S. 20012. Study of Acute, Subacute and Chronic Toxiciy Test. Internasionak Journal of Advanced Research in Pharmaceutical and Bio Sciences (IJARPB). 1(2): 103-110.

Hernani dan Rahardjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan: Berbagai Jenis Tanaman Penangkal Racun. Penebar Swadaya. Jakarta.

(17)

Iwuanyanwu K.C.V., Amadi, U., Charles, I.A., dan Ayalogu, E.O. 2012. Evaluation of Acute and Subcronic Oral Toxicity Suti of Baker Cleancer Bitters A Polyherbal Drug on Exprimental Rat. EXCLI Journal11(1): 632-640.

Junqueira,L.C., dan Corneiro,J.2005. Basic Histology Text and Atlas Edisi XI. Jakarta: EGC. Halaman 71-75.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksida danAlami, PenangkalRadikalBebas: Sumber, Manfaat, Cara PenyediaandanPengolahan. TrubusAgrisana. Surabaya. Hal.4-5, 24, 43.

Lu, F. C., 1995, Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi Kedua, UI Press, Jakarta.

MacFarlane PS, Robin R, Robin C. 2000. Pathology Illustrated. 5th ed. United Kingdom: Churchill Livingstone

Misra, H., D. Mehta, B.K. Mehta, M. soni, D.C dan Jain. 2008. Study Of Extraction and HPTLC-UVMethod for Estimation Of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules. International Journal of Green Pharmacy: 47-51.

OECD. 2001. Acute Oral Toxicity – Acute Toxic Class Method. OECD Guidelines for Testing Chemicals. 423(1) : 1-6

Prasta, B, P. 2010. Pengaruh Pemberian Dekstrometorfan Dosis Bertingkat Per Oral Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Wistar. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Price S.A dan Wilson, Lorraine M.C, 2005. Patofisiologi Clinical Concept Of Desiace Procces, Edisi 6, Vol 2, Alih Bahasa Brahm U. Jakarta: EGC.

Retnomurti, D. Anggraini. 2008. Gambaran Makroskopik dan Makroskopik Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Tesis. Medan: Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.

Santoso, H.B., dan Nurliani, A. 2006. Efek Doksisiklin Selama Masa Organogenesis Pada Struktur Histology Organ Hati Dan Ginjal Fetus Mencit. Bioscientiae

Silaban, S. 2014. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksi dan Ekstrak Etanol Daun G aharu (Aquilaria malaccensis Lamk). Skripsi. USU Press. Medan

(18)

Soehartono,T. 2001. Gaharu, Kegunaan dan Pemanfaatan. Proseding LokakaryaPengembangan Gaharu, Mataram 4-5 September 2001. Direktorat Bina UsahaPerhutanan Rakyat. Ditjen RLPS. Jakarta.

Sumarna, Y. 2002. BudidayaGaharu. Cet. Ke-1.PenebarSwadaya. Jakarta. Hal. 80.

Sumarna, Y.2007. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. Temu Pakar Pengem bangan Gaharu. Direktorat Jendral RLPS. Jakarta.

Tarigan, K. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Wicaksono, S. 2002. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Cermin Dunia Kesehatan No 135. Halaman 33.

Wirasuta, M.A.G., dan Niruri, R. 2006. Toksikologi Umum. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Halaman 22, 60. Bali

(19)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2016.

Pengambilan sampel dilakukan di Langkat, Sumatra Utara. Pembuatan teh, dan

pengujian akut oral dilakukan di Laboratorium Farmakologi di Laboratorium

Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara, Histopatologi Organ

dilakukan di Labolatorium Histopatologi Fakultas Kedokteran, Universitas

Sumatra Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah daun gaharu (A.malaccensis Lamk.) segar

non induksi yang telah dikeringkan selama 1 bulan, mencit (M. Musculus ),Histo

organ hati dan ginjal, akuades, dan air panas. Bahan kimia yang digunakan adalah

adalah etanol 96% dan air suling (akuades), Na2HPO4, NaH2PO4, dan

Formaldehyd, infus NaCl.

Alat yang digunakan adalah kandang mencit, dot, botol vial, oral sonde,

spuit, kaca arloji, batang pengaduk, tisu, kertas saring, kertas perkamen, lemari

pengering, lemari penyimpan, desikator, kamera digital dan lemari pengering,

mikroskop, timbangan, alat tulis, pot, gelas ukur, baker glass, plastikpolietilen.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sample dilakukan secara purposive tanpa membandingkan dengan

tanaman yang sama dari daerah yang lain. Pengambilan sampel ini dilakukan berdasarkan

pohon yang belum diinduksi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

(20)

Pembuatan Teh

1. Dibersihkan sampel daun gaharu dari kotoran yang menempel dengan air

mengalir

2. Dilayukan dengan disebarkan di atas kertas perkamen hingga airnya

terserap

3. Dilakukan pengeringan di lemari pengering pada temperatur ± 40°C

sampai kering (ditandai bila diremas rapuh)

4. Diblender daun yang sudah kering

5. Dimasukkan ke dalam plastikpolietilen

6. Diseduh teh daun gaharu menjadi minuman teh dengan ukuran teh

sebanyak 2 g dan air panas 150 ml

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%,

sebanyak 100 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam wadah kaca, di tuangi

dengan 1000 ml etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindungi dari

cahaya dan sesekali diaduk, setelah 5 hari campuran tersebut diserkai (saring).

Ampas dicuci dengan etanol 96% secukupnya sehingga diperoleh 1000 ml, lalu

dipindahkan dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk terlindung dari

cahaya selama 2 hari, kemudian dituangkan lalu disaring. Maserat dipekatkan

menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 40°C sampai diperoleh maserat

pekat kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga dapat diperoleh

ekstrak kering (Ditjen POM, 1979).

(21)

Hewan uji toksik oral yang digunakan adalah mencit jantan dan betina

galur ddY berumur lebih kurang dua bulan dengan berat badan 20-30 g

masing-masing 50 ekor yang diperoleh dari Bagian Nonruminansia Fakultas Farmasi,

Universitas Sumatra Utara.

Persiapan Hewan Uji

Mencit diaklimatisasi selama dua minggu dengan tujuan untuk

mengadaptasikan terhadap lingkungan kandang percobaan. Pada tahap ini

dilakukan pengamatan keadaan umum hewan uji. Penelitian ini menggunakan 25

ekor mencit jantan dan 25 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 5 kelompok

perlakuan. Pengelompokan hewan coba dilakukan secara acak lengkap yaitu

masing-masing terdiri dari 5 ekor.

Penetapan Dosis.

Dosis teh gaharu adalah 1 g. Faktor konversi dari manusia ke mencit, yaitu

0,0026, maka dosis sediaan uji untuk mencit adalah = 2,6 g/20 g bb mencit=

0,13g/kg bb mencit. Dosis ini ditetapkan sebagai dosis terendah yang akan

diberikan. Penentuan dosis terbesar dilakukan dengan uji pendahuluan untuk

mengetahui dosis terbesar yang dapat disondekan kepada mencit, diperoleh dosis

0,52g/kg bb mencit. Untuk mendapatkan hasil yang baik digunakan dosis secara

berturut-turut yang akan mengikuti progresi geometris yaitu :

YN = Y1 x RN-1

dengan

Y1 = Dosis pertama,

(22)

R = Faktor geometris ≠ 0 atau 1 kelipatan dosis. Dengan memasukkan dosis

terendah (dosis ke-1) dan dosis tertinggi (dosis ke-4) ke dalam persamaan, maka

diperoleh faktor geometris 0,52 = 0,13 x R4-1, sehingga diperoleh R = 2.

Berdasarkan perhitungan tersebut, untuk mendapatkan 4 dosis digunakan

kelipatan antar dosis sebesar 2, sehingga perhitungan dosis yang akan diberikan

sebagai

Untuk penentuan nilai LD50, digunakan dosis bertingkat yang terdiri dari

empat variasi dosis. Pemberian ekstrak dilakukan dalam satu kali pemberian

secara oral menggunakan sonde, mencit diamati selama 4 jam untuk melihat

apakah ada gejala toksik yang muncul atau tidak. Pengamatan pada

mencit kembali dilakukan pada 24 jam setelah pemberian larutan uji dengan

menghitung jumlah mencit yang mati dari tiap kelompok. Nilai LD50 dihitung

dengan menggunakan rumus Weil.

Pemberian Sediaan uji

Hewan harus dipuasakan sebelum di berikan perlakuan (mencit

dipuasakan selama 14-18 jam, mencit dipuasakan selama 3-4 jam, air boleh

diberikan), setelah dipuasakan, hewan ditimbang dan di berikan sediaan uji.

(23)

keadaan yang tidak memungkinkan untuk diberikan dosis dengan satu kali

pemberian, sediaan uji dapat di berikan dalam beberapa kali dalam jangka waktu

pemberiaan zat tidak lebih dari 24 jam, setelah di berikan perlakuan, pakan boleh

di berikan kembali setelah 3-4 jam untuk tikus dan 1-2 jam untuk mencit. Bila

sediaan uji diberikan beberapa kali, maka pakan boleh di berikan setelah

perlakuan tergantung pada lama periode pemberian sediaan uji tersebut.

Pada umumnya sediaan uji diberikan dalam volume yang tetap selama

pengujian (konsentrasi berbeda), akan tetapi jika bahan sediaan uji berupa cairan

atau campuran cairan, sebaiknya digunakan dalam bentuk tidak diencerkan

(konsentrasi tetap).

Pembuatan Preparat Hepar

Hepar direndam dalam larutanfiksatif yaitu formalin 10%.

Kemudiandirendam lagi dalam etanol 70%, dilanjutkandengan perendaman dalam

etanol 80% yangmasing-masing perlakuan berlangsungselama 2 jam. Perendaman

kembali dalametanol 90%, lalu etanol 95%, dilanjutkandalam etanol absolut yang

masing-masingperendaman dilakukan selama 20 menit.Selanjutnya, hepar

dicelupkan dalam paraffin cair yang dituang dalam wadah. Setelahbeberapa saat,

parafin akan memadat danhepar berada dalam blok parafin (embeding).Hasil

embeding hepar dipotong denganketebalan irisan 5-10 mikrometer. Irisan tersebut

diambil dengan kuas dan dimasukkan dalam air hangat untuk membuka lipatan

yang mungkin terjadi pada preparat, direntangkan sempurna pada object glass.

Potongan dikeringkan dan diletakkan di atas hot plate (38 – 40ºC). Preparat

(24)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan tiap hari selama sekurang-kurangnya 14 hari

terhadap sistem kardiovaskular, pernafasan, somatomotor, kulit, dan bulu,

mukosa, mata dan sebagainya. Perhatian khusus diberikan akan adanya tremor,

kejang, salvias, diare, alergi, lemah, tidur dan koma. Hewan coba yang sekarat

dikorbankan dan dimasukkan dalam perhitungan sebagai hewan yang mati.

Hewan ditimbang sedikitnya 2 kali dalam seminggu.

Analisis Data

Data jumlah hewan uji dianalisa secara statistic menggunakan SPSS

dengan metode One Way Analisis Of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji

Post Hoc Tukaey untuk mengetahui perbedaan signifikan berat badan, berat organ

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Daun Gaharu

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 90% yang bertujuan untuk menarik senyawa metabolit skunder

yang terdapat dalam serbuk daun gaharu. Hasil masrasi dari 100 gram serbuk

simplisia diperoleh ekstrak kental 11,97 gram

Hasil Pengujian Toksisitas Akut

Hasil uji pendahuluan selama 14 hari tidak di temukan adanya gejala

toksik dan kematian pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dosis

130, 260, 390, 520 mg/kgbb.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Thomson dan Weil dengan

menggunakan kelipatan dosis. Hasil uji pendahuluan dari seduhan teh 1 gram

maka didapatkan dosis untuk pengujian toksisitas akut yaitu dosis 130, 260, 390

dan 520 mg/kg bb. Pengamatan dilakukan selama 14 hari meliputi gejala klinis,

kematian hewan, berat badan dan makropatologi.

Hasil Pengamatan Gejala Toksik

Hasil pengamatan yang dilakukan setiap hari selama 14 hari terhadap

adanya kejang, diare, salvias, lemas, tidur, dan koma (OECD, 2001) dapat dilihat

pada Tabel 1 dan 2

Tabel 1. Hasil Pengamatan Gejala Toksis Pada Mencit Betina

Kelompok Kejang Diare Salivasi Lemas Tidur Koma

(26)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Gejala Toksis Pada Mencit Jantan

Keterangan : (-) = tidak menunjukkan gejala; (+) = menunjukkan adanya gejala

Berdasarkan tabel 1 dan 2 terlihat bahwa pemberian seduhan the tidak

ditemukan adanya gejala toksik yang menyerang sistem saraf pusat dan sistem

pencernaan, ditandai dengan tidak terjadinya tremor dan diare pada kelompok

kontrol dan perlakuan pada dosis 130, 260, 390 dan 520 mg/kgbb. Dari hasil

pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa mencit jantan dan mencit betina yang

diberi seduhan teh terlihat lebih aktif dibandingkan dengan mencit yang tidak di

beri seduhan teh.

Evaluasi toksisitas akut tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap

kelainan tingkah laku, stimulasi dan aktivitas motorik hewan uji untuk

mendapatkan gambaran tentang sebab kematian (Retnomurti, 2008).

Hasil Pengamatan Kematian

Hasil pengamatan uji kuantitatif selama 14 hari, berupa jumlah mencit

yang mati ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4

Tabel 3.Jumlah Mencit Betina Yang Mati Setelah Diberi Seduhan Teh Selama 14 Hari

Kelompok Jumlah Mencit Jumlah Kematian

Kontrol 3 0

Dosis 130 mg/kgbb 3 0

Dosis 260 mg/kgbb 3 0

Dosis 390 mg/kgbb 3 0

(27)

Tabel 4.Jumlah Mencit Jantan Yang Mati Setelah Diberi Seduhan Teh Selama 14 Hari

Kelompok Jumlah Mencit Jumlah Kematian

Kontrol 3 0

Dosis 130 mg/kgbb 3 0

Dosis 260 mg/kgbb 3 0

Dosis 390 mg/kgbb 3 0

Dosis 520 mg/kgbb 3 0

Keterangan P = perlakuan; 1,2,3, dan 4 = dosis 130,260,390 dan 520 mg/kgbb; bb = berat badan

Berdasarkan tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa pemberian seduhan teh

pada kelompok kontrol, dosis 130, 260, 390 dan 520 mg/kgbb tidak terdapat

mencit jantan dan mencit betina yang mati. Bila toksisitas akutnya rendah LD50

tidak perlu ditentukan secara tepat dan suatu angka perkiraan sudah dapat

memberi manfaat (Retnomurti, 2008). Berdasarkan kesepakatan para ahli, bila

pada dosis maksimal tidak ada kematian pada hewan coba, maka jelas senyawa

tersebut termasuk dalam kriteria “praktis tidak toksik” (Jenova, 2009;

Iwuanyanwu, et al., 2012).

Hasil Pengamatan Berat Badan

Hasil rata-rata berat badan tiap kelompok mencit sebelum dan sesudah

diberi seduhan teh di tunjukkan pada Tabel 5 dan 6

Tabel 5. Hasil Rata-Rata Berat Badan Mencit Betina

(28)

Tabel 6. Hasil Rata-Rata Berat Badan Mencit Jantan

Keterangan : bb = berat badan, SD = standart deviasi, P = angka kebermaknaan, a= signifikan, b= tidak signifikan

Berdasarkan tabel 5 dan 6 terlihat bahwa hasil uji statistic menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan antara kenaikan berat badan mencit jantan

dan betina dengan pemberian seduhan teh (p > 0.05). hal ini dapat dinyatakan

bahwa pemberian seduhan teh tidak berpengaruh terhadap perkembangan berat

badan mencit jantan dan mencit betina. Tetapi pada dosis 520 mg/kgbb pada hari

ke 14 terdapat perbedaan berat badan mencit betina yang signifikan pada

pemberian seduhan teh (p < 0.05). Hewan uji diamati setiap hari untuk gejala

klinis dan berat badan diukur skala berkala (Gupta dan Bhardwaj, 2012).

Pengamatan Berat Organ Relatif

Hasil berat organ relative hati, ginjal kanan, dan ginjal kiri dapat dilihat

pada Tabel 7 dan 8

Tabel 7. Hasil Rata-Rata Berat Organ Relatif Mencit Betina

Kelompok Hati Ginjal kanan Ginjal kiri

Kontrol 1,14 ± 0,16 0,12 ± 0,02 0,14 ± 0,02

Dosis 130 mg/kgbb 1,51 ± 0,16 0,11 ± 0,02 0,12 ± 0,02

Dosis 260 mg/kgbb 1,32 ± 0,16 0,14 ± 0,02 0,15 ± 0,02

Dosis 390 mg/kg bb 1,50 ± 0,16 0,16 ± 0,02 0,15 ± 0,02

(29)

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa pemberian seduhan teh berpengaruh

terhadap perubahan berat organ. Pada organ hati mengalami kenaikan pada semua

perlakuan dibandingkan control. Sedangkan pada organ ginjal kanan dan ginjal

kiri pada perlakuan 260 mg/kgbb mengalami penurunan dibandingkan dengan

kontrol.

Tabel 8. Hasil Rata-Rata Berat Organ Relatif Mencit Jantan

Kelompok Hati Ginjal kanan Ginjal kiri

Kontrol 1,37 ± 0,18 0,15 ± 0,02 0,16 ± 0,02

Dosis 130 mg/kgbb 1,53 ± 0,18 0,16 ± 0,02 0,15 ± 0,02

Dosis 260 mg/kgbb 1,27 ± 0,18 0,12 ± 0,02 0,12 ± 0,02

Dosis 390 mg/kg bb 1,12 ± 0,18 0,14 ± 0,02 0,12 ± 0,02

Dosis 520 mg/kgbb 1,55 ± 0,18 0,17 ± 0,02 0,15 ± 0,02

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa pemberian seduhan teh berpengaruh

terhadap perubahan berat organ. Pada kelompok dosis 130 mg/kgbb dan

kelompok dosis 520 mg/kgbb, organ hati mengalami kenaikan dari hati pada

perlakuan kontrol. Sedangkan perlakuan dosis 260 mg/kgbb dang 390 mg/kgbb,

organ hati mengalami penurunan dari hati pada perlakuan control. Pada kelompok

dosis 130 mg/kgbb dan kelompok dosis 520 mg/kgbb, organ ginjal kanan

mengalami kenaikan dari organ ginjal kanan pada perlakuan kontrol. Sedangkan

perlakuan dosis 260 mg/kgbb dang 390 mg/kgbb, organ ginjal kanan mengalami

penurunan dari organ ginjal kanan pada perlakuan kontrol. Sedangkan pada organ

ginjal kiri pada semua perlakuan mengalami penurunan dibandingkan dengan

kontrol.

Hasil Pengamatan Makropatologi

Hasil pengamatan makropatologi meliputi pengamatan warna dan

(30)

Tabel 9. Hasil Pengamatan Warna Organ Mencit Jantan

Organ

Warna Organ

Kontrol Dosis 130

mg/kgbb

Hati Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah KecoklatanMerah Kecoklatan Merah

Ginjal Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah Kecoklatan Merah

Tabel 10. Hasil Pengamatan Warna Organ Mencit Betina

Organ Warna Organ

Kontrol Dosis 130

mg/kgbb

Berdasarkan tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa organ hati dan ginjal

setelah diberi seduhan teh pada kelompok kontrol, dosis 130, 260, 390 dan 520

mg/kgbb masih dalam keadaan normal yang bewarna merah kecoklatan. Hasil

dari pengamatan permukaan dan konsistensi organ hati dan ginjal mencit jantan

dan betina tidak terjadi perubahan, struktur permukaan terlihat licin dan

konsistensi kenyal pada semua kelompok.

Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas seperti

perlemakan hati, atau sirosis. Biasanya berat organ merupakan petunjuk yang

sangat peka dari efek pada hati. Meski suatu efek tidak selalu menunjukkan

toksisitas, dalam kasus tertentu peningkatan berat hati merupakan criteria paling

peka untuk toksisitas (Lu, 1995).

Efek toksik segera terjadi setelah senyawa toksis mencapai organ hati dan

ginjal pada konsentrasi yang tinggi (Wirasuta dan Niruri, 2006). Oleh sebab itu,

hati menjadi organ yang sangat potensial menderita keracunan terlebih dahulu

(31)

dapat menjadi petunjuk apakah suatu zat yang diberikan bersifat toksik atau tidak

(Elya, dkk, 2010).

Kontrol dosis 130 mg/kgbb

Dosis 260 mg/kgbb dosis 390 mg/kgbb

Dosis 520 mg/kgbb

(32)

Kontrol Dosis 130 Mg/Kgbb

Dosis 260 Mg/Kgbb Dosis 390 Mg/Kgbb

Dosis 520 mg/kgbb

(33)

Histopatologi Hati dan Ginjal Mencit

Pengamatan histopatologi dilakukan pada akhir masa uji, yaitu pada hari

ke-15. Mencit yang masih hidup dibedah untuk diambil organ vitalnya yaitu

hati.Hasil pengamatan ini digunakan untuk menentukan spektrum efek toksik

pada mencit setelah pemberian sediaan uji. Melalui pengamatan histopatologi ini

dapatdilihat kerusakan organ yang tidak terlihat bila hanya diamati secara

makroskopik.

Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik

adalah hati, bahan kimia kebanyakan mengalami metabolisme dalam hati dan oleh

karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Bahan

kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik (Wicaksono, 2002).

Dalam setiap ginjalterdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya

mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat

dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut (Price dan

Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebaryakni korpuskel

renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa henle, tubulus

(34)

Betina

Jantan

Gambar 3. Histopatologi Organ Hati Kontrol Keterangan : 1 = Vena Centralis

2 = Sinosoid

1

1

2

1

(35)

Betina

Jantan

Gambar 4. Histopatologi histopatologiorgan hati perlakuan dosis 130 mg/kgbb Keterangan : 1 = Vena Centralis

2 = Vena Porta

2 1

(36)

Betina

Jantan

Gambar 5. Histopatologi histopatologiorgan hati perlakuan dosis 260 mg/kgbb Keterangan : 1 = Vena Centralis

2 = Vena Porta

2

1

1

(37)

Betina

Jantan

Gambar 6. Histopatologi histopatologiorgan hati perlakuan dosis 390 mg/kgbb Keterangan : 1 = Vena Centralis

2 = Sinosoid

2

(38)

Betina

Jantan

Gambar 7. Histopatologi histopatologi organ hati perlakuan dosis 520 mg/kgbb Keterangan : 1 = Vena Centralis

2 = Hepatosit 3 = Limfosit

2

1

(39)

Kanan Betina Kiri

Kanan Jantan Kiri

Gambar 8. Histopatologi ginjal mencit kontrol Keterangan : 1 = Glumerulus

2 = Pembuluh darah 3 = Tubulus

1

1

2

3 1

(40)

Kanan Betina Kiri

Kanan Jantan Kiri

Gambar 9. Histopatologi ginjal mencit dosis 130 mg/kgbb Keterangan : 1 = Glumerulus

2 = Pembuluh darah 1

2

1

1

1

(41)

Kanan Betina Kiri

Kanan Jantan Kiri

Gambar 9. Histopatologi ginjal mencit dosis 260 mg/kgbb Keterangan : 1 = Glumerulus

2

3 1

2

1

(42)

Kanan Betina Kiri

Kanan Jantan Kiri

Gambar 10. Histopatologi ginjal mencit dosis 390 mg/kgbb Keterangan : 1 = Glumerulus

2 1 1

1

(43)

Kanan Betina Kiri

Kanan Jantan Kiri

Gambar 11. Histopatologi Ginjal Dosis 590 mg/kgbb keterangan : 1 = glumerulus

1 1

1

(44)

Berdasarkan gambar histologi hati mencit betina dan mencit jantan di

dapatkan hasil hepatosit yang normal menunjukkan susunan sel secara radie

terhadap vena sentralis, bentuk sel bulat danoval, dan terdapat lempeng-lempeng

hepatosit.Sel terlihat memiliki satu nukleus, namun adajuga yang memiliki lebih

dari satu nucleus(binukleat) yang terdapat di tengah sel. Hepatosit merupakan

sebagian besar organ yang bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam

metabolisme.

Vena centralis pada gambar mengalami dilatasi dan hemorhage.

Hemorhage adalah terjadinya bendungan darah pada glomerulus.Hal ini

disebabkan adanya kerusakan pada badan malpghi sehingga sel-sel darah merah

dapat menembus glomerulus. Berdasarkan gambar histologi hati mencit jantan

yang di beri dosis 520 mg/kgbb mengalami limfosit atau peradangan.

Berdasarkan gambar histologi hati mencit jantan yang diberi dosis 390

mg/kgbb sinusoid mengalami pelebaran. Sinusoid hati adalah saluran yang

berliku-liku dan melebar diameternya. Aliran darah sinusoid berasal dari cabang

terminal vena porta dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran

pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung.

Pengamatan yang dilakukan dari semua perlakuan didapat bahwa

pemberian ekstrak daun gaharu pada histologi ginjal kanan mencit betina pada

pemberian dosis 130 mg/kg bb Glomerulus mengalami atropi yaitu menurunnya

ukuran jaringan yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel atau berkurangnya

ukuran sel. Salah satu bentuk kerusakan pada ginjal terlihat adanya penyempitan

pada ruang bowman. Penyempitan ruang bowman disebabkan terjadinya

(45)

Pembuluh darah vena centralis dan vena porta banyak mengalami

hemorhage dan dilatasi yaitu pembuluh darah mengalami pembesaran dan

peningkatan pembuluh darah pada daerah tertentu. Hal tersebut dikarenakan pada

proses pembedahan dan pembuatan preparat yang merusak pembuluh darah.

Secara keseluruhan pemberian ekstrak daun gaharu pada semua kelompok

perlakuan tidak mengalami toksik baik pada organ ginjal dan organ hati.

Fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolism normal

dan mengkekskresi xenobiotik dan metabolitnya. Hal ini dipengaruhi oleh

produksi urin, suatu proses yang juga berperan dalam pemeliharaan status

homeostasis tubuh. Selain itu, ginjal mempunyai beberapa fungsi non-ekskretori

(Lu, 1995). Beberapa obatatau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistematik

akan dibawa ke ginjal dalam kadar yang cukup tinggi, akan terjadi proses

perubahan struktur ginjal itu sendiri terutama di tubulus ginjal (Wirasuta dan

Niruri, 2006).

Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling banyak dan mudah

mengalami kerusakan pada kasus nefrotoksik. Hal ini dapat terjadi karena adanya

akumulasi bahan-bahan toksik dan karakter tubulus proksimal yang memiliki

epitel yang lemah serta mudah bocor. Sama halnya dengan glomerulus, tubulus

paada penelitian ini tidak ada yang mengalami masalah, tubulus masih terlihat

normal dan berfungsi dengan baik. Kerusakan tubulus proksimal merupakan suatu

hasil korelasi yang sangat penting antara transpor segmental tubulus dengan

akumulasi, toksisitas, serta reaksi obat pada sel-sel target tubulus proksimal

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada pemberian seduhan teh gaharu (A. malaccensis Lamk), tidak

ditemukan gejala toksik pada perilaku, berat badan, berat organ dan pengamatan

makropatologi organ mencit jantan dan mencit betina. Pemberian seduhan teh

pada organ hati mencit jantan yang di beri dosis 520 mg/kgbb mengalami dilatasi

dan hemorhage pada pembuluh darah vena porta dan vena centralis dan

mengalami peradangan.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada

penelitian selanjutnya untuk menguji toksisitas subkronik pada organ hati, ginjal,

jantung, darah dan organ lain, menguji toksisitas khusus seperti teratogenetik dan

(47)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Gaharu (A. Malaccensis Lamk.)

Daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) merupakan pohon dari suku

Thymeleaceae (Tarigan, 2004), sudah mulai populer dimanfaatkan masyarakat

petani gaharu di Langkat sebagai minuman yang diseduh. Hasil wawancara

terhadap petani gaharu menjelaskan bahwa mengkonsumsi daun gaharu dari jenis

ini memiliki banyak manfaat diantaranya memperbaiki pencernaan.

Taksonomi tanaman gaharu (A. malaccensis Lamk.) menurut Tarigan

(2004), yaitu: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub Divisi :

Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Sub Kelas : Dialypetale, Ordo : Myrtales

Famili : Thymeleaceae, Genus : Aquilaria, Spesies : Aquilaria malaccensis

Lamk.

Teh Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)

Daun gaharu yang dijadikan teh ternyata memiliki manfaat bagi orang

yang mengonsumsinya. Manfaat dari mengonsumsi teh gaharu yaitu sebagai

peluruh lemak, tidak membakar lemak yang aktif sehingga tidak menurunkan

berat badan bagi pemilik tubuh ideal, membantu mengobati keputihan, sebagai

deodoran alami sehingga membantu mengurangi bau badan, sebagai antioksidan

yang dapat membantu membuang racun dari tubuh, mencegah insomnia karena

teh daun gaharu menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek

menenangkan sebagai obat anti mabuk, membantu menurunkan kadar kolestrol

jahat, membantu meredakan ketegangan/hipertensi/stress dan mengurangi kadar

gula dalam darah sehingga dapat membantu mengobati diabetes melitus

(48)

Bagian tanaman gaharu yang dapat digunakan untuk tujuan pengobatan

yaitu pada daun yang telah dikeringkan, gubal gaharu, serbuk kayu, akar gaharu

dan kandungan minyak atsirinya. Di Cina dan Jepang gaharu dikenal sebagai obat

reumatik, obat untuk meredakan stress, liver, radang lambung dan kanker. Di

Indonesia, secara tradisional masyarakat Papua telah menggunakan daun, kulit

dan akar gaharu sebagai obat malaria dan perawatan kulit. Kini sudah

dikembangkan daun gaharu dari genusAquilaria dan Gyrinops yang diolah

menjadi bahan baku pembuatan produk minuman herbal (teh dan sirup) karena

kandungan zat antioksidan dalam daun yang cukup tinggi (Sumarna, 2002).

Sejumlah kandungan metabolit sekunder pada daun gaharu yang telah

diketahui dari penelitian sebelumnya adalah flavonoid, glikosida, tanin dan

steroid/triterpenoid (Silaban, 2014). Steroid/triterpenoid merupakan senyawa aktif

dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penanganan penyakit termasuk

diabetes mellitus, gangguan menstruasi, kontrasepsi, patukan ular, gangguan kulit,

kerusakan hati dan malaria. Salah satu fungsi penting triterpenoid tipe steroid

pada manusia dan mamalia terutama sebagai peningkatan ataupun pengendalian

hormon seks, misalnya estradiol, progesteron dan testosteron. Tipe sterol dan

triterpen pentasiklik digunakan sebagai obat anti radang dan anti lebam serta

pengobatan ulser lambung.

Hewan Uji

Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub

phylum : Vertebrata, Class : Mammalia, Ordo : Rodentia, Family: Muridae,

(49)

Mencit (M. musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,

berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk

pemeliharaan mencit (M. musculus L.) harus senantiasa bersih, kering dan jauh

dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara

18-19ºC serta kelembaban udara antara 30-70%. Mencit betina dewasa dengan umur

35-60 hari memiliki berat badan 18-35 g. Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat

mencapai 3 tahun. Masa reproduksi mencit betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit

betina ataupun jantan dapat dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama kebuntingan

19-20 hari. Jumlah anak mencit rata-rata 6-15 ekor dengan berat lahir antara

0,5-1,5 g (Akbar, 2010).

Antioksidan Alami

Antioksidan alami merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami.

Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta

berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat antioksidan.Antioksidan atau

reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa

yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron

(Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,

kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan

meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa

antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal

bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen

(50)

Tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan menurut (Hernani dan

Rahardjo,2006) dikelompokkan atas 4 golongan yaitu:

1. Kelompok tanaman sayuran

Brokoli, kubis, lobak, wortel, tomat, bayam, cabai, buncis, pare dan

mentimun.

2. Kelompok tanaman buah

Anggur, alpukat, jeruk, semangka, markisa, apel, belimbing, pepaya dan

kelapa.

3. Kelompok tanaman rempah

Jahe, temulawak, kunyit, lengkuas, temu putih, kencur, kapulaga, temu

ireng, lada, cengkeh, pala dan asam jawa.

4. Kelompok tanaman lain

Teh, ubi jalar, kedelai, kentang, labu kuning dan petai cina.

Ekstraksi Daun Gaharu

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Senyawa aktif yang terdapat

dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,

alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai

penelitian menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen POM

(51)

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

suhu kamar. Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu.

Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyarian maserat pertama dan seterusnya. Prinsip metode ini adalah pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan,cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan (Depkes, 2000).

B. Cara panas

1. Refluksi

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

(52)

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan alat soklet dengan

pelarutyang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Toksisitas

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada

sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan

uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasimengenai

derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan padamanusia, sehingga

dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamananmanusia. Uji toksisitas

menggunakan hewan uji sebagai model berguna untukmelihat adanya reaksi

biokimia, fisiologik dan patologik pada manusiaterhadap suatu sediaan uji. Hasil

uji toksisitas tidak dapat digunakan secaramutlak untuk membuktikan keamanan

suatu bahan/ sediaan pada manusia,namun dapat memberikan petunjuk adanya

toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadi pemaparan

pada manusia (Ditjen, POM., 2014).

1.Uji toksisitas akut oral

Uji toksisitas akut oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi

efektoksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji

yangdiberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang

diberikandalam waktu 24 jam.Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji

dalam beberapa tingkatdosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan

satu dosis perkelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya

(53)

sampai akhirpercobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya

gejala-gejala toksisitas.Tujuan uji toksisitas akut oral adalah untuk mendeteksi toksisitas

intrinsik suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies, memperoleh

informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut, memperolehinformasi

awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis,merancang uji

toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan, serta

penentuan penggolongan bahan/sediaan dan pelabelan (Ditjen, POM., 2014).

2. Uji toksisitas subkronis oral

Uji toksisitas subkronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek

toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis berulang

yangdiberikan secara oral pada hewan uji selama sebagian umur hewan,

tetapitidak lebih dari 10% seluruh umur hewan.

Prinsip dari uji toksisitas subkronis oral adalah sediaan uji dalam beberapa

tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengansatu

dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari, bila diperlukanditambahkan kelompok

satelit untuk melihat adanya efek tertunda atau efekyang bersifat reversibel.

Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harusdiamati setiap hari untuk

menentukan adanya toksisitas. Hewan yang matiselama periode pemberian

sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis(kaku) segera diotopsi,dan

organ serta jaringan diamati secara makropatologidan histopatologi.

Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewanyang masih hidup

diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secaramakropatologi pada setiap

organ dan jaringan,pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi.

(54)

efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut,

informasikemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji

secaraberulangdalam jangka waktu tertentu; informasi dosis yang

tidakmenimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level / NOAEL);

danmempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut (Ditjen,

POM., 2014).

Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua

sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal

kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga

keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.Ginjal

terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua

iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan

psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak

yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah

posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, Ginjal kanan

dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiridikelilingi oleh

lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolonsedangkan di anterior (bawah)

dilindungi oleh bantalan usus yang tebal (Aziz, 2008).

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm

(4,7hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci)

danberatnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk danukuran

tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yanglebih dari 1,5 cm

(55)

besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahanstruktur (Price dan Wilson,

2006).

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Didalam setiap ginjal

terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi

yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tubulus kontraktus

proksimal, lengkung henle dan tubulus kontraktus distal yang mengosongkan diri

ke duktus pengumpul. Glomerulus bersama Kapsul Bowman juga disebut badan

Malpigi. Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi

sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel mempunyai

sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra

dengan diameter 500-1000A0 (Alatas et al., 2002).

Lengkung henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal

descenden dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontraktus proksimal; ruas

tipis descenden dan ruas tebal ascenden strukturnya sangat mirip dengan tubulus

(56)

korteks-medula yang disebut dengan nefronjukstamedula. Nefron lainnya disebut

nefron kortikal. Semua nefron turut serta dalam proses filtrasi, absorpsi dan

sekresi.

Fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolism normal

dan mengkekskresi xenobiotik dan metabolitnya. Hal ini dipengaruhi oleh

produksi urin, suatu proses yang juga berperan dalam pemeliharaan status

homeostasis tubuh. Selain itu, ginjal mempunyai beberapa fungsi non-ekskretori

(Lu, 1995). Beberapa obatatau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistematik

akan dibawa ke ginjal dalam kadar yang cukup tinggi, akan terjadi proses

perubahan struktur ginjal itu sendiri terutama di tubulus ginjal (Wirasuta dan

Niruri, 2006).

Anatomi hati

Secara anatomi hati terdiri dari beberapa lobus, tergantung pada

spesiesnya. Hepar mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang

saling berhubungan satu sama lain dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian

dorsal organ ini. Keempat lobus tersebut dapat dibedakan, yakni: sebuah lobus

median, dua lobus lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi

setengah dibagian dorsal dan setengah lainnya di bagian ventral (Covelli, 1972).

Hati merupakan organ tubuh terbesar kedua di tubuh dan kelenjar terbesar

dalam tubuh, dengan berat rata-rata sekitar 1,5 kg. Organ ini terletak dalam

rongga perut di bawah diafragma (Junqueira dan Carneiro, 2005). Salah satu

organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik adalah hati, bahan kimia

(57)

bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Bahan kimia yang dapat

mempengaruhi hati disebut hipotoksik (Wicaksono, 2002).

Fisiologi hati

Organ hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar

obat dan toksikan (Lu, 1994). Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan

kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup (Husada, 1996) yaitu :

a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu

Hal ini merupakan fungsi utama hati. Hati mengekskresikan sekitar satu

liter empedu setiap hari. Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi

lemak dalam usus halus.

b. Fungsi metabolik

Hati berperaan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein,

vitamin dan juga memproduksi energi. Hati mengubah ammonia menjadi urea,

untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus.

c. Fungsi pertahanan tubuh

Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan. Fungsi

detoksifikasi dilakukan oleh enzim- enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi,

hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan dan

mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan

dilakukan oleh sel kupfer yang terdapat di dinding sinusoid hati.

d. Fungsi vaskuler hati

Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai

1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung dan bekerja sebagai

(58)

Histologi hati

Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel

makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel

hepatosit berderet secara radial dalam lobulus hati dan membentuk lapisan

sebesar1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian

lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti

labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang

disebut sinusoid hati (Junquiera dan Carneiro, 2007).

Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya

tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh

3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupfferyang

fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang

berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler

serta kolagen.

Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri

(59)

oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira and Carneiro, 2005).Darah

yang mengandung toksin dibawa dari usus, masuk ke hati melalui vena porta

(60)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK)

yangmengandung resin atau damar wangi dan mengeluarkan aroma dengan

keharuman yang khas, sehingga diperlukan sebagai bahan baku industri parfum,

obat-obatan, kosmetik, dupa,pengawet serta untuk keperluan kegiatan agama

(Suhartono, 2001). Di Indonesia, terutama di Papua, gaharu sudah digunakan

secara tradisional oleh masyarakat setempat untuk pengobatan. Bahagian pohon

yang dimanfaatkan seperti daun, kulit batang dan akar digunakan sebagai bahan

pengobatan penyakit malaria. Air limbah dari proses penyulingan minyak gaharu

juga digunakan karena bermanfaat untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) merupakan pohon dari suku

Thymeleaceae (Tarigan, 2004) sudah mulai popular dimanfaatkan masyarakat

petani gaharu di Langkat sebagai minuman yang di seduh. Hasil wawancara

terhadap petani gaharu menjelaskan bahwa mengkonsumsi daun gaharu dari jenis

ini memiliki banyak manfaat diantaranya memperbaiki pencernaan.

Teh merupakan minuman yang sudah dikenal dengan luas di Indonesia

dan di dunia. Minuman berwarna coklat ini umumnya menjadi minuman penjamu

tamu. Aromanya yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini

banyak dikonsumsi (Misra,et al., 2008).

Teh telah menjadi minuman favorit yang dikenal sejak dulu. Teh biasanya

diminum pagi hari dan sore hari untuk menghangatkan dan menyegarkan tubuh.

Teh yang sering dikenal saat ini adalah teh yang berasal dari daun pohon teh tetapi

(61)

kesehatan. Salah satunya yaitu teh daun gaharu. Daun yang digunakan adalah

daun yang masih muda dari pohon penghasil gaharu (Anonim, 2013).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui kandungan

dan senyawa kimia toksik yang terdapat pada teh gaharu. Daun yang digunakan

adalah pohon non-induksi.

Tujuan Penelitian

Mengetahui adanya gejala toksik yang ditimbulkan produk teh gaharu

(A. malaccencis Lamk) yang berasal dari pohon non induksi.

Hipotesis

Tidak terdapat gejala toksik yang terkandung dalam produk teh gaharu (A.

malaccencis Lamk) yang berasal dari pohon non induksi.

Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan informasi untuk mengetahui bahan kimia yang terkandung

dalam teh daun gaharu (A. malaccensis Lamk) berdasarkan pohon

non-induksi.

2) Sebagai acuan bagi masyarakat maupun petani gaharu manfaat produk teh

gaharu yang berasal dari pohon non induksi untuk dikonsumsi oleh

(62)

ABSTRACT

DINI HARDIANI HAS.“The Sefty Of Tea Aloes (Aquilaria malaccensis Lamk) ThroughAcute Oral Toxicity Test”. Under Academic Supervision of RIDWANTI BATUBARA and HERAWATI GINTING.

Aloes wood (Aquilaria malaccensis Lamk) is a tree of the tribe Thymeleaceae, has gaining popularity farming communities aloes used in Langkat as the drink is brewed. The results of interviews with farmers aloes explained that tea from the leaves of aloes of this kind has many benefits including improving digestion. For that conducted safety studies on tea leaves non-induction aloes taken from planting gaharu in Langkat, North Sumatra through oral toxic test. This study aims to determine the toxic symptoms arising from non-tea products gaharu induction.The observation of toxic symptoms showed no effect of steeping tea to their health and behavior of mice, administration of steeping is also not result in death of the entire dose, administration steeping tea also has no effect on body weight changes, observations makropatologi organs of mice was normal that is colored brownish red, surface slippery and chewy consistency. Histopathological results showed hemorhage and dilation of the blood vessels, at a dose of 520 mg/kgbw there is an inflammation of the liver, at a dose of 130 mg / kgbw of female mice experienced Bowmen space narrowing and atrophy of the right kidney. Results showed mice given steeping tea aloes non-induction starting dose of 130mg/kgbw, 260 mg/kgbw, 390 mg/kgbw and 520 mg/kgbw there are no mice died after given tea aloes non-induction into indicators of toxicity.

(63)

ABSTRAK

DINI HARDIANI HAS. “Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Melalui Uji Toksik Oral”. Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan HERAWATI GINTING.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) merupakan pohon dari suku Thymeleaceae, sudah mulai popular dimanfaatkan masyarakat petani gaharu di Langkat sebagai minuman yang di seduh.Hasil wawancara terhadap petani gaharu menjelaskan bahwa mengkonsumsi teh dari daun gaharu dari jenis ini memiliki banyak manfaat diantaranya memperbaiki pencernaan. Untuk itu dilakukan penelitian keamanan terhadap teh daun gaharu non-induksi yang diambil dari pertanaman gaharu di Langkat, Sumatra Utara melalui uji toksik oral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gejala toksik yang ditimbulkan dari produk teh gaharu non-induksi. Hasil pengamatan gejala toksik menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian seduhan teh terhadap kondisi kesehatan dan perilaku mencit, pemberian seduhan juga tidak mengakibatkan kematian terhadap keseluruhan dosis, pemberian seduhan teh juga tidak berpengaruh terhadap perubahan berat badan, pengamatan makropatologi organ mencit masih normal yaitu bewarna merah kecoklatan, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Hasil histopatologi menunjukkan adanya hemorhage dan dilatasi pada pembuluh darah, pada dosis 520 mg/kgbb terdapat peradangan pada hati,pada dosis 130 mg/kgbb mencit betina mengalami penyempitan ruang bowmen dan atropi pada ginjal kanan. Hasil penelitian menunjukkan mencit yang diberikan seduhan teh gaharu non-induksi mulai dari dosis 130 mg/kgbb, 260 mg/kgbb, 390 mg/kg bb dan 520 mg/kgbb tidak terdapat mencit yang mati setelah di beri teh gaharu non-induksi yang menjadi indikator toksisitas.

(64)

KEAMANAN TEH GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk)

MELALUI UJI TOKSISITAS AKUT ORAL

SKRIPSI

DINI HARDIANI HAS 121201103

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(65)

KEAMANAN TEH GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk)

MELALUI UJI TOKSISITAS AKUT ORAL

SKRIPSI

DINI HARDIANI HAS 121201103

Skripsi sebagai salah satu syaratuntukmemperoleh GelarsarjanaKehutanan di FakultasKehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(66)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lamk)

Melalui Uji Toksisitas Akut Oral

Nama : Dini Hardiani HAS

NIM : 121201103

Program Studi : Kehutanan

Minat : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S,Hut, MP

Ketua Anggota

Dra. Herawati Ginting, M.Si.,Apt

Mengetahui,

(67)

ABSTRACT

DINI HARDIANI HAS.“The Sefty Of Tea Aloes (Aquilaria malaccensis Lamk) ThroughAcute Oral Toxicity Test”. Under Academic Supervision of RIDWANTI BATUBARA and HERAWATI GINTING.

Aloes wood (Aquilaria malaccensis Lamk) is a tree of the tribe Thymeleaceae, has gaining popularity farming communities aloes used in Langkat as the drink is brewed. The results of interviews with farmers aloes explained that tea from the leaves of aloes of this kind has many benefits including improving digestion. For that conducted safety studies on tea leaves non-induction aloes taken from planting gaharu in Langkat, North Sumatra through oral toxic test. This study aims to determine the toxic symptoms arising from non-tea products gaharu induction.The observation of toxic symptoms showed no effect of steeping tea to their health and behavior of mice, administration of steeping is also not result in death of the entire dose, administration steeping tea also has no effect on body weight changes, observations makropatologi organs of mice was normal that is colored brownish red, surface slippery and chewy consistency. Histopathological results showed hemorhage and dilation of the blood vessels, at a dose of 520 mg/kgbw there is an inflammation of the liver, at a dose of 130 mg / kgbw of female mice experienced Bowmen space narrowing and atrophy of the right kidney. Results showed mice given steeping tea aloes non-induction starting dose of 130mg/kgbw, 260 mg/kgbw, 390 mg/kgbw and 520 mg/kgbw there are no mice died after given tea aloes non-induction into indicators of toxicity.

(68)

ABSTRAK

DINI HARDIANI HAS. “Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Melalui Uji Toksik Oral”. Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan HERAWATI GINTING.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) merupakan pohon dari suku Thymeleaceae, sudah mulai popular dimanfaatkan masyarakat petani gaharu di Langkat sebagai minuman yang di seduh.Hasil wawancara terhadap petani gaharu menjelaskan bahwa mengkonsumsi teh dari daun gaharu dari jenis ini memiliki banyak manfaat diantaranya memperbaiki pencernaan. Untuk itu dilakukan penelitian keamanan terhadap teh daun gaharu non-induksi yang diambil dari pertanaman gaharu di Langkat, Sumatra Utara melalui uji toksik oral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gejala toksik yang ditimbulkan dari produk teh gaharu non-induksi. Hasil pengamatan gejala toksik menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian seduhan teh terhadap kondisi kesehatan dan perilaku mencit, pemberian seduhan juga tidak mengakibatkan kematian terhadap keseluruhan dosis, pemberian seduhan teh juga tidak berpengaruh terhadap perubahan berat badan, pengamatan makropatologi organ mencit masih normal yaitu bewarna merah kecoklatan, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Hasil histopatologi menunjukkan adanya hemorhage dan dilatasi pada pembuluh darah, pada dosis 520 mg/kgbb terdapat peradangan pada hati,pada dosis 130 mg/kgbb mencit betina mengalami penyempitan ruang bowmen dan atropi pada ginjal kanan. Hasil penelitian menunjukkan mencit yang diberikan seduhan teh gaharu non-induksi mulai dari dosis 130 mg/kgbb, 260 mg/kgbb, 390 mg/kg bb dan 520 mg/kgbb tidak terdapat mencit yang mati setelah di beri teh gaharu non-induksi yang menjadi indikator toksisitas.

(69)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Balai, 23 September 1994 dari ayah Hairun

Sibarani dan ibu Suarni Simanjuntak. Penulis merupakan putri tunggal.

Tahun 2006 penulis lulus dari MIN Kisaran.Tahun 2009 penulis lulus dari

SMP Negeri 1 Kisaran. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran,

pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

melaluli jalur Uian Masuk Bersama. Penulis memilih Fakultas Kehutanan

Selain mengikuti perkulihan, penulis juga aktif sebagai anggota Rain

Forest Community. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosisten Hutan

(P2EH) pada tahun 2014 di pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu,

Kabupaten Sumatera Utara. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di

(70)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Keamanan Teh Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)

Melalui Uji Toksik Oral” Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak

terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Hairun Sibarani dan Ibunda Suarni Simanjuntak yang telah

memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan harapan kepada penulis, serta

membesarkan dan mendidik penulis segingga penulis dapat menyelesaikan

program sarjana ini.

2. Ridwanti Batubara, S.Hut.,MP dan Dra. Herwati Ginting, M.Si.,Apt selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan

memberikan berbagai masukan serta kesabaran dalam proses penyusunan

skripsi.

3. dr. Radita Ginting, dr. Nafiah dan Tiwi, Friska yang telah membanntu kami

dalam menyelesaikan penelitian saya di laboratorium farmakologi dan

laboratorium histopatologi

3. Rekan Tim penelitian dan rekan mahasiswa/i Fakultas Kehutanan USU Tahan

(71)

Nurlan, Dilla Ersyahdes Riski, Lucky Swetta Sinulingga, Fatma Safira, Horas

Simanjuntak serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berkontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2017

(72)

DAFTAR ISI

ProsedurPenelitian ... 16

Pengambilan Sample Tanaman ... 16

(73)
(74)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Hasil Pengamatan Gejala Toksik Pada Mencit Betina. ... 22

2. Hasil Pengamatan Gejala Toksik Pada Mencit Jantan ... 23

3. Jumlah Mencit Betina Yang Mati Setelah Pemberian Seduhan Teh Gaharu Selama 14 Hari ... 23

4. Jumlah Mencit Jantan Yang Mati Setelah Pemberian Seduhan Teh Gaharu Selama 14 Hari ... 24

5. Hasil Rata-Rata Berat Badan Mencit Betina ... 24

6. Hasil Rata-Rata Berat Badan Mencit Jantan ... 25

7. Hasil Rata-Rata Berat Organ Relative Mencit Betina... 25

8. Hasil Rata-Rata Berat Organ Relative Mencit Jantan ... 26

9. Hasil Pengamatan Warna Organ Mencit Betina ... 27

(75)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Anatomi Ginjal ... 11

2. Anatomi Hati ... 14

3. Makropatologi Organ Hati ... 28

4. Makropatologi Orgn Ginjal ... 29

5. Histopatologi Organ Hati Kontrol ... 31

6. Histopatologi Organ Hati Dosis 130 Mg/Kgbb ... 32

7.Histopatologi Organ Hati Dosis 260 Mg/Kgbb ... 33

8. Histopatologi Organ Hati Dosis 390 Mg/Kgbb ... 34

7.Histopatologi Organ Hati Dosis 520 Mg/Kgbb ... 35

8. Histopatologi Organ Ginjal Kontrol ... 36

9. Histopatologi Organ Ginjal Dosis 130 Mg/Kgbb ... 37

10.Histopatologi Organ Ginjal Dosis 260 Mg/Kgbb ... 38

11.Histopatologi Organ Ginjal Dosis 390 Mg/Kgbb ... 39

(76)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Surat Izin Penelitian Di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatra Utara ... 46

2. Gambar Tumbuhan Gaharu, Serbuk Simplisis Daun Gaharu ... 47

3. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Dauan Gaharu ... 48

4. Bagan Alur Penelitian Uji Toksisitas Akut Oral ... 49

5. Perhitungan Pemberian Dosis ... 50

6. Alat Yang Digunakan Dalam Pemberian Seduhan Teh ... 51

7. Hewan Percobaan Yang Digunakan ... 52

8. Gambar Perbandingan Organ Antar Kelompok ... 53

Gambar

Gambar Organ Hati
Gambar Organ ginjal
Tabel 1. Hasil Pengamatan Gejala Toksis Pada Mencit Betina
Tabel 2. Hasil Pengamatan Gejala Toksis Pada Mencit Jantan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hiperbola adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang sengaja dibesar- besarkan dan dibuat berlebihan. Contohnya pada kutipan cerpen Rumah Bambu karya Mangun Wijaya

Apabila pajak dividen lebih tinggi dari pada capital gain maka investor tidak akan. tertarik karena dividen yang akan diperoleh para investor akan semakin

Menurut William Brownell (1935) bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Ia mengemukakan bahwa belajar matematika itu harus merupakan

siklus I dan II sudah dilaksanakan.Kemudian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja guru pada saat data awal hingga siklus III mengalami kenaikan secara

Praktik pembiayaan konsumtif di Bank Syariah Mandiri menggunakan akad Bahwa pembeliaan barang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembeliaan barang ditanggung oleh bank

Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari empat bagian sesuai dengan desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart, yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap

Dari Gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa dengan menggunakan jumlah neuron sebesar 40 maka proses pelatihan dapat mencapai target setelah iterasi 473. Hal ini

orang siswa yang mencapai KKM yaitu 74 dan persentase ketuntasannya yaitu 15%.Dilihat dari hasil evaluasi yang tidak memenuhi tujuan tersebut, hal ini disebabkan oleh