• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untukmemenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

AGISKA OSTAVIA TARIGAN 091301060

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

bahwa skripsi saya yang berjudul:

“Pengaruh Spiritualitas pada Kepuasan Hidup Pensiunan”

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 10 Februari 2015

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SpiritualitaspadaKepuasan Hidup Pensiunan. Kepuasan Hidup merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penilaian subjektif individu secara kognitif atas kehidupannya, meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai. Spiritualitas didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup, yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktivitas keagamaan kepada sesama manusia. Pensiunan, yang menjadi sampel penelitian ini, merupakan para pensiunan yang telah pensiun maksimal selama 7 tahun. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil utama dari penelitian menunjukkan bahwaSpiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dengan sumbangan sebesar 10,2% (R2=0,102), dimana 89,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan hidup pensiunan dilihat berdasarkan lamanya masa pensiun dan jabatan, dan terdapat perbedaan tingkat spiritualitas berdasarkan latar belakang pendidikan pensiunan. Spiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dimana semakin tinggi Spiritualitas berkontribusi terhadap meningkatnya Kepuasan Hidup Pensiunan.

(5)

Agiska Ostavia Tarigan and Arliza Juairiani Lubis

ABSTRACT

This research is purposed to give insight about the influence of spirituality for the life satisfaction on the retired people. Life satisfaction is the term used for giving individual subjective evaluation of his or her own life, which consisting of feelings of contentment, at peace, and satisfied in the margin of what he or she wants and what he or she achieved.Spirituality is defined as a faith of non – physical forces which is more powerful than a person force; an understanding which connect a person to God, or as something that give meanings to a person life, which also comes with all kind of service or religious actions toward other human being. The retired people who act as the sample for this research, are they who already retired for maximum 7 years duration. The method used in this research is the kuantitative method, with simple linear regression technique for analyzing the data. The main result of the this research shows that spirituality is indeed impacting the life satisfaction, with impact as big as 10.2% (R2=0.102), which 89.8% explained by other factors. Results of additional research showing that difference in retired people life satisfaction is also taking impact from the duration of retirement time and level, and also there is difference resulted from retiree educational background. Spirituality is impacting the life satisfaction, where the higher level of spirituality means higher level of retiree life satisfaction.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Bapa di surga, yang atas ijin, berkat serta bantuan-Nya sajalah, saya dapat menyelesaikan penelitian ini yang

berjudul ‘Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan’.

Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua saya, Bapak dan Mamak yang sangat saya cintai. Terima kasih telah selalu sabar mendidik serta membesarkan saya dengan sangat baik dari segala aspek. Terima kasih karena selalu mendukung dan menyemangati saya hingga saat ini.

2. Abang saya, Anugerah Tarigan, yang selalu mengingatkan saya untuk tidak malas-malasan dan selalu mengajari apa yang tidak saya mengerti. Adik saya, Arko Tarigan, yang selalu bisa saya minta tolongi. Adik kecil saya, Aginta Karina Tarigan, yang selalu mengingatkan saya untuk mengerjakan skripsi dan selalu menghibur saya.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(7)

pikiranserta memberikan petunjuk dan saran untuksaya dapatmenyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Kak Rahma Yurliani, M.Psi, psikolog, selaku dosen PA (Pembimbing Akademik), yang dengan sabar telah mendampingi saya selama menjadi mahasiswi fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

6. Sahabat-sahabat saya yang tersayang, dr.Fany Ervina, yang selalu paling bisa diandalkan. Kurnia Lumbanbatu, S.Psi, yang selalu bisa ditanya-tanyain segala hal, dan jago ngajarin hitung-hitungan. Chika Sitepu, S.Psi, yang selalu mau diminta tolongin dan jago sekali dalam tata tulis. Juli Siahaan, S.Psi dan Serefhy Silaen, S.Psi, yang selalu mendukung saya menjalani kehidupan dan bisa bikin ketawa sampai ngakak ngga bisa berhenti. Santa Samosir, S.Psi, teman saya yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba lenyap, tapi selalu menyemangati saya. Sarah Situmorang, S.Psi, yang bisa ditanyain dan ngasi jawaban lengkap. Rismaya ‘Iyo’ Saragih, S.Psi, kalau yang ini adalah teman saya yang bisa diajak membahas hal-hal yang tidak mungkin alias diluar akal wkwkw. Jeremy Ginting, S.Psi dan Andry Sony, teman saya yang selalu tentang makanan.

7. Teman-teman saya yang tersayang, D’Bams, yang selalu saya ingat dan rindukan.

(8)

selalu perhatian dan peduli terhadap saya. Almika Tarigan, Devita Yola Hutapea, Lolha Brahmana, Prita Bahroeny, Febrina Nathasya, dan Sherendeep, yang saya rindukan.

9. Teman-teman Fakultas Psikologi USU, terkhusus angkatan 2009 yang telah memberikan semangat, waktu, dan dukungan.

10.Seluruh keluarga besar Tarigan dan Randhawa yang sedikit banyak telah memberikan bantuan baik moril maupun materil.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, dan dengan kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini, serta peneliti berharap kiranya hasil dari penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi.

Medan, 10 Februari 2015

(9)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1. Latar Belakang ...1

2. Perumusan Masalah ...10

3. Tujuan Penelitian ...10

4. Manfaat Penelitian ...10

5. Sistematika Penulisan ...11

BAB II LANDASAN TEORI ...12

A. Kepuasan Hidup ...12

1. Definisi Kepuasan Hidup ...12

2. Komponen Kepuasan Hidup ...13

3. Struktur Kepuasan Hidup ...14

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hidup ...15

B. Spiritualitas ...17

1. Definisi Spiritualitas ...17

2. Aspek-aspek Spiritualitas ...19

(10)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Masalah

pada Masa Pensiun ...26

D. Hubungan Spiritualitas pada Kepuasan Hidup Pensiunan ...30

E. Hipotesis ...31

BAB III METODE PENELITIAN ...32

1. Identifikasi Variabel Penelitian ...32

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...32

a. Kepuasan Hidup ...32

b. Spiritualitas ...33

3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ...33

1. Populasi ...33

2. Teknik Pengambilan Sampel ...34

4. Metode Pengumpulan Data ...34

5. Uji Coba Alat Ukur ...36

1. Validitas Alat Ukur ...36

2. Uji Reliabilitas ...37

6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...39

1. Tahap Persiapan Penelitian ...39

(11)

3. Uji Korelasi ...42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...43

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...43

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...43

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...44

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku ...45

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama ...46

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun ...46

6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun ...47

7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun...48

8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ...49

9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal ...50

10.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...51

11.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini ...52

B. Hasil Penelitian ...52

1. Hasil Uji Asumsi ...52

2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ...54

3. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ...57

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...67

1. Kesimpulan ...67 2. Saran ...68

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tingkat Penilaian Pengukuran Kepuasan Hidup ... 35

Tabel 2. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 3. Tingkat Penilaian Pengukuran Spiritualitas ... 35

Tabel 4. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sebelum Uji Coba ... 36

Tabel 5. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sesudah Uji Coba ... 38

Tabel 6. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sesudah Uji Coba ... 39

Tabel 7. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Usia ... 43

Tabel 8. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 9. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Suku... 45

Tabel 10. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama ... 46

Tabel 11. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun ... 46

Tabel 12. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun ... 47

Tabel 13. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun ... 48

Tabel 14. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Pernikahan ... 49

Tabel 15. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal .... 50

Tabel 16. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 51

Tabel 17. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini ... 52

Tabel 18. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 53

Tabel 19. Uji Linearitas ... 54

(14)

Tabel 21. Model Summary ... 56

Tabel 22. Anovaa ... 56

Tabel 23. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Spiritualitas ... 57

Tabel 24. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kepuasan Hidup ... 58

Tabel 25. Kategorisasi Data Hipotetik Spiritualitas ... 59

Tabel 26. Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Hidup ... 60

Tabel 27. Cross Tabulasi Data Spiritualitas dan Kepuasan Hidup ... 60

(15)

Lampiran 2. Reliabilitas Dan Daya Beda Aitem Uji Coba Alat Ukur Kepuasan

Hidup

Lampiran 3. Uji Asumsi

Lampiran 4. Uji Hipotesa

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SpiritualitaspadaKepuasan Hidup Pensiunan. Kepuasan Hidup merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penilaian subjektif individu secara kognitif atas kehidupannya, meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai. Spiritualitas didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup, yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktivitas keagamaan kepada sesama manusia. Pensiunan, yang menjadi sampel penelitian ini, merupakan para pensiunan yang telah pensiun maksimal selama 7 tahun. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil utama dari penelitian menunjukkan bahwaSpiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dengan sumbangan sebesar 10,2% (R2=0,102), dimana 89,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan hidup pensiunan dilihat berdasarkan lamanya masa pensiun dan jabatan, dan terdapat perbedaan tingkat spiritualitas berdasarkan latar belakang pendidikan pensiunan. Spiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dimana semakin tinggi Spiritualitas berkontribusi terhadap meningkatnya Kepuasan Hidup Pensiunan.

(17)

Agiska Ostavia Tarigan and Arliza Juairiani Lubis

ABSTRACT

This research is purposed to give insight about the influence of spirituality for the life satisfaction on the retired people. Life satisfaction is the term used for giving individual subjective evaluation of his or her own life, which consisting of feelings of contentment, at peace, and satisfied in the margin of what he or she wants and what he or she achieved.Spirituality is defined as a faith of non – physical forces which is more powerful than a person force; an understanding which connect a person to God, or as something that give meanings to a person life, which also comes with all kind of service or religious actions toward other human being. The retired people who act as the sample for this research, are they who already retired for maximum 7 years duration. The method used in this research is the kuantitative method, with simple linear regression technique for analyzing the data. The main result of the this research shows that spirituality is indeed impacting the life satisfaction, with impact as big as 10.2% (R2=0.102), which 89.8% explained by other factors. Results of additional research showing that difference in retired people life satisfaction is also taking impact from the duration of retirement time and level, and also there is difference resulted from retiree educational background. Spirituality is impacting the life satisfaction, where the higher level of spirituality means higher level of retiree life satisfaction.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bekerja merupakan aktivitas yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan, baik fisik maupun psikis, mengisi waktu luang serta mencari identitas sehingga bekerja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan individu (Ermayanti & Abdullah). Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi physiological need, safety need, love and belongingness need, self esteem need, dan self actualization, maka alasan manusia bekerja untuk dapat memenuhi salah satu dari kelima hierarki kebutuhan tersebut (Eliana, 2003).

(19)

Meskipun demikian, pekerjaan yang bersifat formal tidak akan berlangsung di sepanjang masa kehidupan. Hal ini dibatasi oleh ruang dan waktu, berkaitan dengan waktu kapan individu tersebut diangkat, dipromosikan maupun berbagai hal sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti mencapai batas usia maksimum, atau yang dikenal dengan istilah pensiun (Tarigan dalam Rahmi, 2013).

(20)

Individu yang berada dalam masa pensiun dihadapkan dengan berbagai perubahan. Hurlock dan Kimmel menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pensiun merupakan masa perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya kekuasaan dan prestise, berkurangnya interaksi sosial yang mencakup teman bekerja dan relasi serta meningkatnya waktu luang (Purnamawati, 2007).

Serangkaian perubahan tersebut merupakan keadaan dari ada menjadi tidak ada, sehingga perasaan kehilangan merupakan kondisi utama yang menyertai pensiun. Oleh karena itu, diharapkan individu harus ikhlas ketika waktu pensiun tiba. Namun tidak jarang, kata pensiun diasosiasikan dengan gambaran

‘menakutkan’. Hal itu biasanya muncul pada awal-awal masa pensiun, sekitar 3-6 bulan pertama masa pensiun tersebut terlewati (Widiarni, 2013).

(21)

Individu dapat mengalami stres dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi pada masa pensiun. Terlebih lagi bagi pensiunan yang masih harus membiayai anak-anak mereka, padahal dengan status pensiun pemasukan keuangan menjadi berkurang (Rahmi, 2013). Kondisi tersebut dapat mengarah kepada gangguan psikologis dan menurunnya tingkat kesehatan mental seperti cemas, depresi dan bunuh diri. Hal ini sesuai dengan Piedmont Heart Institute and National Women’s Health Information (2011) dan Holmes dan Rahe (1976) menyatakan bahwa pensiun menduduki ranking ke sepuluh dalam daftar pemicu stress dalam kehidupan seseorang. Selain mengalami gangguan psikologis, masa pensiun juga dapat mempengaruhi kondisi fisik seperti, peningkatan berat badan, munculnya penyakit terutama gastrointestinal, gangguan saraf, dan berkurangnya kepekaan. Penyakit diatas sering disebut dengan retirement syndrome.

(22)

cepat lupa, penampilan tidak menarik serta yang terasa kejam adanya anggapan bahwa masa pensiun adalah merupakan tanda seseorang sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas menurun (Widiarni, 2013).

Namun, beberapa orang beranggapan positif terhadap masa pensiun. Mereka menilai bahwa pensiun dapat meningkatkan kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi, setelah pensiun akan lebih banyak waktu dan kesempatan kebersamaan bagi keluarga dan pasangan (Ermayanti & Abdullah). Masa pensiun juga bisa menjadi masa yang menyenangkan baik secara jasmani maupun rohani, karena individu menemukan kebebasan dalam hidupnya. Atchley mengungkapkan bahwa masa pensiun merupakan kesempatan individu untuk dapat mengembangkan hobi yang sempat tertunda (Rachman, 2013). Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan seseorang menjadi cepat tua dan mudah sakit karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena semakin bisa mengatur waktu untuk berolahraga (Ermayanti & Abdullah).

(23)

misalnya untuk berwirausaha. Selain itu juga mungkin dikarenakan yang bersangkutan sudah memiliki rencana kegiatan pasti yang telah dirintis sebelum pensiun. Selain fenomena psikologis yang muncul, beberapa peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan hidup yang disebabkan oleh pensiun. Hal ini masih ditambah oleh persepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi fisiknya.

Bonsang & Klein (2011) bahwa pensiun berdampak negatif terhadap kepuasan hidup pensiunan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Diener & Biswar-Diener bahwa bekerja merupakan area penting dalam penentuan kepuasan hidup individu (Sihombing, 2011). Argyle menambahkan bahwa individu dengan status bekerja merasa lebih puas daripada individu yang tidak bekerja (Nasution, 2012). Kepuasan hidup secara eksplisit menggambarkan kondisi yang bersifat khas pada orang yang mempunyai semangat hidup dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan kondisi dalam diri maupun perubahan kondisi di lingkungannya (Datan & Lohman dalam Purnama, 2009).

(24)

terlihat dari sikap dan pemikirannya yang positif mengenai masa pensiun serta dapat melakukan tugas perkembangannya dengan baik (Minaswari, 2007).

Altson & Dudley menyatakan bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan yang timbul dari pemenuhan kebutuhan atau harapan dan merupakan sarana untuk menikmati suatu hal. Kepuasan hidup berkaitan juga dengan beberapa karakteristik internal, salah satunya spiritualitas (Khan dkk, 2011). Hal ini sesuai dengan berbagai penelitian (Kelley & Miller, 2007 ; Zullig, Ward & Horn, 2006 dalam Khan dkk, 2011) yang menyatakan bahwa spiritualitas dan religiusitas berkorelasi positif dengan subjective well being dan kepuasan hidup. Selain itu, Wilkerson (2005) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan variabel prediktor kepuasan hidup. Diener & Biswas Diener (2008) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup adalah hubungan, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan jabatan. Lebih lanjut, Starks & Hughey (2003) menyatakan bahwa spiritualitas secara signifikan berkorelasi dengan kepuasan hidup.

(25)

merupakan keterhubungan manusia dengan sosok ‘supreme power’. Spiritualitas mendorong manusia untuk hidup dan tumbuh dengan cara yang positif. Spiritualitas adalah kualitas yang melebihi religiusitas, yang berusaha untuk mencapai inspirasi, kehormatan, kagum, berarti dan memiliki tujuan, walaupun pada individu yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Dimensi spiritual mencoba untuk selaras dengan alam semesta, berjuang demi jawaban yang tak terbatas, dan menjadi fokus ketika individu dalam menghadapi stress emosional, penyakit fisik dan kematian (Munro, 2011).

(26)

religiusitas/spiritualitas, chanting, yoga, berkebun, kegiatan pemeliharaan, pekerjaan administratif, memasak, dan rekreasi.

Sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa spiritualitas merupakan variabel prediktor kepuasan hidup, maka dapat dikatakan bahwa pensiunan yang tergabung dalam komunitas spiritual dan dengan aktif melakukan kegiatan spiritual mempengaruhi kepuasan hidupnya.

(27)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti

merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu ‘Sejauh

mana spiritualitas mempengaruhi kepuasan hidup pensiunan ?’

3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.

4. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi terutama yang berkaitan dengan topik pensiunan dan lansia, khususnya melalui sudut pandang psikologi positif yang sedang berkembang saat ini.

b. Manfaat praktis

1. Bagi masyarakat umum

Mendapatkan gambaran dan pemahaman ilmiah mengenai pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.

2. Bagi pensiunan

(28)

5. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Memuat landasan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Mencakup teori mengenai spiritualitas, kepuasan hidup, pensiunan.

Bab III : Metodologi penelitian

Menjelaskan mengenai metode penelitian kuantitatif, partisipan, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV : Hasil Analisa Data

Menjabarkan hasil dari analisis data ke dalam penjelasan yang terperinci disertai dengan data pendukung.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Hidup

1. Defenisi kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan dimensi kognitif subjective well-being. Kepuasan hidup (life satisfaction) merupakan penilaian kognitif seseorang mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas, dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse, dan Rodgers (dalam Diener, 1994) menyatakan bahwa komponen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak.

Neugarten & Havighurst menyatakan bahwa kepuasan hidup erat kaitannya dengan kualitas moral, dimana menjelaskan kualitas kepuasan hidup secara baik (McDowell, 2006). Menurut pendekatan quality of life, kepuasan hidup mengacu pada evaluasi subjektif mengenai seberapa banyak kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang kita punya telah terpenuhi dalam kehidupan. Sehingga, kesenjangan yang dirasakan antara apa yang kita miliki dan apa yang kita inginkan menjadi penentu tingkat kepuasan hidup atau ketidakpuasan seseorang.

(30)

meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai.

2. Komponen kepuasan hidup

Neugarten (McDowell, 2006) menyatakan bahwa terdapat lima komponen dalam kepuasan hidup yaitu :

a. Zest vs apathy

Berkaitan dengan antusiasme respon terhadap kehidupan secara umum dan tidak berhubungan dengan jenis kegiatan tertentu, seperti kegiatan sosial atau intelektual.

b. Resolution & fortitude

Mengukur penerimaan aktif individu akan tanggung jawab pribadi untuk kehidupan mereka, bukan secara pasif menerima atau memaafkan apa yang telah terjadi pada mereka. Konsep integritas oleh Erikson mirip dengan konseptualisasi dan berhubungan dengan kebermaknaan hidup dan kurangnya rasa takut akan kematian. Terlalu banyak menyalahkan diri sendiri atau menempatkan terlalu banyak tanggung jawab pada orang lain dan dunia pada umumnya akan menghasilkan nilai yang rendah pada komponen ini.

c. Congruence between desired and achieved goals

(31)

d. Positive self concept

Penetapan penilaian konsep diri termasuk di dalamnya dimensi emosional, fisik, dan intelektual individu. Individu yang tidak merasa dirinya tua namun memperhatikan penampilan dan menuntut diri menjadi bijaksana dan kompeten cenderung memiliki self concept yang lebih baik. Selain itu, kesuksesan hidup di masa lalu juga turut berkontribusi terhadap self concept individu namun secara tidak langsung. Individu yang merasa berada di belakang orang lain dan menganggap diri tidak berharga akan memiliki self concept yang buruk.

e. Mood tone

Berkaitan dengan optimism dan kebahagiaan serta respon afektif positif lainnya. Depresi, kesedihan karena kesendirian, mudah marah, dan pesimisme merupakan perasaan yang menyebabkan rendahnya tingkat mood tone individu. Penilaian akan kepuasan hidup memang lebih kompleks daripada penilaian akan kebahagiaan, namun kebahagiaan akan kehidupan saat ini merupakan kontributor penting dalam pengukuran kepuasan hidup.

3. Struktur kepuasan hidup

(32)

mempengaruhi domain kepuasan seseorang. Seseorang yang umumnya puas dengan kehidupannya juga akan mengevaluasi domain penting dalam kehidupan dengan lebih positif, meskipun kepuasan hidup secara umum tidak hanya didasarkan pada kepuasan terhadap domain tersebut saja.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan dimensi kognitif subjective well-being, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener yaitu:

a. Perbedaan jenis kelamin

Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan subjective well being yang signifikan antara pria dan wanita. b. Tujuan

Emmons (dalam Diener, 1999) menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada emotional dan cognitive well being. c. Kepribadian

(33)

Campbell (dalam Diener, 1984) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup.

d. Kualitas hubungan sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Seligman (dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukkan bahwa individu dengan kepuasan hidup tinggi memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik, biasanya berhubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan.

e. Agama dan spiritualitas

Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung memiliki tingkat well being yang lebih tinggi. Partisipasi dalam pelayanan relijius, kegiatan keagamaan bersama, berhubungan dengan Tuhan biasanya melalui berdoa dikaitkan dengan tingkat well being yang lebih tinggi. Diener (2009) juga menyatakan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan religiusitas dengan subjective well being berkaitan dengan terciptanya kelompok dan dukungan sosial oleh kelompok keagamaan.

(34)

dengan istilah ‘agama’ yang apabila dipahami maka seseorang akan dapat mencapai kepuasan hidup Agama merupakan doktrin kepercayaan yang diatur secara formal yang merupakan sumber dukungan dan dapat membantu penyembuhan (Singh, 2005). Spiritualitas, diyakini menjelaskan hubungan intim dan pribadi antara manusia dengan Illahi, dan sejumlah kebaikan sebagai hasil dari hubungan tersebut (Peterson & Seligman, 2004).Penelitian ini akan berfokus pada spiritualitas yang akan dibahas pada sub bab berikut.

B. Spiritualitas

1. Defenisi spiritualitas

Spiritualitas diartikan sebagai ‘respon manusia terhadap panggilan Tuhan

yang baik untuk dapat membangun hubungan dengan-Nya’, ‘pengalaman

subjektif terkait sesuatu yang suci’, ‘alam luas yang berisi kemampuan manusia

untuk bertransaksi dengan atau mencapai tujuan utama, dengan kesatuan yang

lebih tinggi, dengan Tuhan, dengan cinta, dengan iba, dengan tujuan’ (Benner,

Vaughan & Tart dalam Zinnbauer, dkk, 1997). Hill menambahkan bahwa spiritualitas merupakan sisi personal dan pengalaman akan hubungan kita dengan sesuatu yang suci atau maha.

(35)

Menurut Dossey, et al. (dalam Young & Koopsen, 2007) spiritualitas adalah hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia dan dikatakan juga spiritualitas amat penting bagi kehidupan manusia. Young & Koopsen (2007) juga menambahkan bahwa spiritualitas merupakan ekspresi dari motif dan dorongan dalam diri manusia yang diarahkan pada kedalaman hidupnya dan pada Tuhan, serta usaha seseorang dalam mencari makna, tujuan dan arah hidup. Spiritualitas juga dapat didefinisikan sebagai kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah

‘sesuatu yang lebih besar dari manusia’ adalah sesuatu yang diluar diri manusia

dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal :

- Komponen vertikal, merujuk pada adanya sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi (maha), sumber,kesadaran yang luar biasa, biasanya disebut Tuhan. Schreurs (2002) menambahkan bahwa spiritualitas merupakan hubungan personal dengan sosok transenden. - Komponen horizontal, yaitu melayani manusia secara

(36)

Dari berbagai definisi diatas, definisi spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup , yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktifitas keagamaan kepada sesama manusia.

2. Aspek-aspek spiritualitas

Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional :

a. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk ‘mematikan’ bagian dari dirinya yang bersifat egosentrik dan defensive. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).

(37)

c. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.

3. Dimensi kunci spiritualitas

Dimensi kunci spiritualitas (Underwood dalam Fetzer Institude, 1999) antara lain:

a. Connection with the Transcendent

Seperti halnya hubungan individu dengan orang lain, kualitas keintiman dengan sosok transcendental juga sangat penting. Hal ini ditujukan baik kepada individu yang mwmiliki pengalaman hubungan dengan sosok transcendental secara pribadi dan individu yang menggambarkan pengertian yang lebih umum akan hubungan dengan sosok transenden.

b. Sense of Support from the Transcendent Dimensi ini dinyatakan dalam 3 cara yakni

- Strength and support : dinyatakan dalam bentuk dukungan sosial dan rasa nyaman dari sosok transendental.

(38)

Tuhan berbeda dengan cinta manusia akan sesamannya, dan ada banyak jenis cinta yang ditujukan kepada Tuhan. Kasih Tuhan dapat sebagai penegasan, serta dapat berkontribusi terhadap rasa percaya diri dan harga diri.

- Inspiration/Discernment : terkait dengan harapan akan campur tangan Ilahi atau inspirasi dan perasaan bahwa kekuatan Ilahi telah menginspirasi atau melakukan pertolongan.

c. Sense of Wholeness, Internal Integration

Dimensi ini mencoba menggali lebih dalam melampaui kesejahteraan psikologis seseorang.

d. Transcendent Sense of Self

Mencoba mengidentifikasi pengalaman pelayanan dan kebaktian semasa hidup dimana saat ini perhatian individu dapat dialihkan saat melakukan ibadah. Adanya sosok transcendental yang melebihi penyakit fisik dan masalah psikologis menunjukkan bahwa hidup tidak hanya terdiri dari aspek fisik dan psikologis. e. Sense of awe

(39)

f. Sense of gratitude

Aspek ini dianggap sebagai pusat spiritualitas bagi kebanyakan orang, serta kemungkinan berkoneksi dengan cara –cara positif secara psikologis dalam memandang kehidupan. Hal ini dikarenakan kemungkinan koneksi antara rasa syukur dan keadaan hidup, stressor eksternal dapat mengubah perasaan individu terkait rasa syukur. Penting untuk diingat bahwa beberapa orang menemukan berkat yang mendalam bahkan dalam situasi mengerikan sekalipun.

g. Sense of compassion

Compassion merupakan nilai dalam Buddha, Kristiani, Yahudi, dan juga dapat berguna diluar agama tersebut.

h. Sense of mercy

Membahas pengertian perasaan akan belas kasihan, bukan sekedar kesadaran kognitif bahwa belas kasihan merupakan kualitas yang baik. Mercy berkaitan erat dengan pengampunan, namun lebih dalam dari sekedar tindakan mengampuni.

i. Longing for the transcendent

(40)

C. Pensiun

1. Defenisi Pensiun

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pensiun merupakan individu yang tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Hurlock (1996) menyatakan bahwa masa pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari dan kebanyakan individu memandang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah tidak berguna dan tidak kompeten lagi. Masa pensiun, menurut Schwartz (dalam Hurlock, 1996) merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu.

Santrock (1998) mengungkapkan bahwa pensiun merupakan masa penyesuaian yang mengakibatkan pergantian peran, perubahan dalam interaksi sosial dan terbatasnya sumber keuangan. Individu yang merasa pekerjaan sebagai hidup dan identitas mereka akan merasa kehilangan saat pensiun tiba.

2. Batas Usia Pensiun

(41)

(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu : a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat fungsional Ahli

Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat fungsional Keterampilan; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang

memangku:

(1) Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya; (2) Jabatan Fungsional Apoteker;

(3) Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

(4) Jabatan Fungsional Dokter Gigi yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

(5) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Muda dan Pertama;

(6) Jabatan Fungsional Medik Veteriner; (7) Jabatan Fungsional Penilik;

(8) Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;

(9) Jabatan Fungsional Widyaiswara Madya dan Muda; atau (10)Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden. c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang

(42)

(1) Jabatan Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;

(2) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya;

(3) Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama; (4) Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi Utama; (5) Jabatan Fungsional Perekayasa Utama; (6) Jabatan Fungsional Pustakawan Utama;

(7) Jabatan Fungsional Pranata Nuklir Utama; atau

(8) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.

Menurut Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mengatur kapan saatnya pensiun dan berapa Batas Usia Pensiun (BUP) untuk pekerja sektor swasta. Dalam pasal 167 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa salah satu alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah karena pekerja telah memasuki usia pensiun. Akan tetapi tidak diatur secara jelas dan tegas pada usia berapa batas usia pensiun berlaku. Ketentuan mengenai batas usia pensiun ditetapkan dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) / Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

(43)

Ditinjau berdasarkan batas usia pensiun diatas, maka tergolong ke dalam kategori middle adulthood yakni rentang usia 40 hingga 65 tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Adapun perubahan yang terjadi pada masa ini adalah :

- Perubahan fisik : menurunnya kinerja sensoris dan psikomotor, masalah penglihatan seperti myopia dan byopia, menurunnya kemampuan pendengaran, mengalami gangguan pada metabolisme, terjadinya menopause pada wanita, dan andropause pada pria, serta kemungkinan terjadinya beberapa masalah kesehatan lainnya.

- Perubahan kognitif : berada pada masa puncak kognitif, meningkatnya kemampuan memecahkan masalah, serta menggabungkan logika dengan intuisi dan emosi.

3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah pada masa pensiun

Menurut Jacinta (2001) terdapat beberapa penentu terjadinya masalah di masa pensiun yaitu :

a. Kepuasan kerja dan pekerjaan

(44)

b. Usia

Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua maka fisik akan semakin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan tanda seseorang memasuki masa tua. Banyak orang mempersepsi secara negative dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitive dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi inilah yang akan membuat orang jadi sakit-sakitan saat pensiun tiba.

c. Kesehatan

(45)

atau penyakit yang dideritanya itu sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik terhadap hidup, maka ia akan mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran. Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan orang menjadi cepat tua dan sakit-sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena mereka semakin bias mengatur waktu untuk berolah tubuh.

d. Persepsi seseorang tentang bagaimana ia akan menyesuaikan diri dengan masa pensiunnya

(46)

dalam kegiatan seperti apa, dsb). Namun, hal ini juga tidak terlepas dari persepsinya tentang hidup dan diri sendiri. Individu yang kurang percaya pada potensi diri dan kurang memiliki kompetensi sosial yang baik cenderung akan pesimistik dalam menghadapi masa pensiunnya karena merasa cemas dan ragu, akankah ia mampu menghadapi dan mengatasi perubahan hidup dan membangun kehidupan yang baru.

e. Status sosial sebelum pensiun

(47)

D. Hubungan Spiritualitas Dengan Kepuasan Hidup Pada Pensiunan

Bekerja merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia guna memenuhi salah satu dari kelima hierarki kebutuhan Maslow yakni physiological need, safety need, love and belongingness need, self esteem need, dan self actualization (Eliana, 2003). Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya usia maka seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisik dan kognitif yang akan mempengaruhi produktivitasnya dalam bekerja. Saat memasuki batas usia tertentu, instansi tempat individu bekerja mengharuskan individu untuk berhenti dari pekerjaannya, atau disebut dengan pensiun (Tarigan dalam Rahmi, 2013).

Masa pensiun, menurut Schwartz merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru, dimana pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu (Hurlock, 1991).

(48)

E. HIPOTESIS

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional.

1. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

a. Variabel tergantung (dependentvariable) : Kepuasan Hidup b. Variabel bebas (independentvariable) : Spiritualitas

2. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Defenisi Operasional setiap variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(50)

individu akan kehidupannya. Dimana semakin tinggi skor akan menunjukkan perasaan puas yang tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan rendahnya rasa puas individu akan kehidupannya.

b. Spiritualitasmerupakan tingkat kepercayaan akan adanya kekuatan non-fisik yang Maha Besar yang menjadi sumber motivasi dalam usahanya mencapai kebermaknaan hidup, baik dalam konteks hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Spiritualitas diukur dengan menggunakan Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan back translation process. Semakin tinggi skor spiritualitas menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin rendah.

3. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN

3.1.Populasi dan sampel

(51)

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pensiunan

b. Usia 58-72 tahun

c. Maksimal batas pensiun 7 tahun

3.2.Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil secara nonrandom, dengan accidental sampling, dimana pengambilan sampel didasarkan kepada individu-individu atau grup-grup yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yang kebetulan dijumpai dan bersedia mengisi alat ukur(Hadi, 2000). Teknik ini bersifat praktis yang didasarkan dari keterbatasan waktu dan dana.

4. METODE PENGAMBILAN DATA

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur berbentuk inventori dimana disediakan daftar pernyataan yang harus direspon oleh responden.Alat ukur yang digunakan adalah pengukuran Spiritualitasdan pengukuran Kepuasan Hidup.

(52)

Tabel 1. Tingkat Penilaian Pengukuran Kepuasan Hidup

Setuju 1

[image:52.595.155.471.259.338.2]

Tidak Setuju 0

Tabel 2. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sebelum Uji Coba Aitem

Favorable

Aitem Unfavorable

Jumlah

1,2,4,6,8,9,11,12,13,15,16,19 3,5,7,10,14,17,18,20 20

[image:52.595.197.430.531.690.2]

Pengukuran Spiritualitas dalam penelitian ini menggunakan Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002).Alat ukur ini menggunakan model skala Likert dengan enam alternatif respon yang harus dipilih.Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Penilaian Pengukuran Spiritualitas

Banyak kali dalam sehari 6

Setiap hari 5

Kebanyakan hari 4

Beberapa hari 3

Sesekali 2

(53)
[image:53.595.118.509.141.429.2]

Tabel 4. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sebelum Uji Coba

No. Dimensi Aitem Jumlah

1. Connection with the Transcendent 1,2 2

2. Sense of Support from the Transcendent 4,5,7,8,9 5

3. Sense of Wholeness, Internal Integration 6 1

4. Transcendent Sense of Self 3 1

5. Sense of awe 10 1

6. Sense of gratitude 11 1

7. Sense of compassion 12 1

8. Sense of mercy 13 1

9. Longing for the transcendent 14,15 2

Jumlah 15

5. UJI COBA ALAT UKUR 5.1.Uji Validitas

Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengantujuan adalah : pertama, seberapa jauh alat ukur Spiritualitas dan alat ukur Kepuasan Hidup mengukur atau mengungkap tingkat Spiritualitas dan tingkat Kepuasan Hidup dengan tepat pada kelompok pensiunan. Kedua, seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitianpengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya(Azwar, 2004).

(54)

rasional dan melalui professional judgement oleh dosen pembimbing di Fakultas Psikologi USU dengan mempertimbangkan indeks daya beda item.

Uji coba pengukuran Spiritualitas dan pengukuran Kepuasan Hidup dilakukan terhadap 42 pensiunan. Nilai daya beda aitem menggunakan batasan rit ≥ 0.257 untuk N = 42, dimana aitem yang memiliki nilai daya beda di bawah

0,257 akan dievaluasi. Didapat 11 aitem yang lolos pada skala kepuasan hidup dan pada skala spiritualitas tidak terdapat aitem yang gugur.

Pada pengukuran Spiritualitas didapat 15 aitem dengan indeks daya beda aitem bergerak dari rit= 0,399 sampai 0,793, dan koefisien reliabilitas sebesar

0,892. Pada pengukuran 20 aitem kepuasan hidup didapat indeks daya beda aitem bergerak dari rit= 0,000 sampai 0,604, dan koefisien reliabilitas sebesar 0,704.

Dan setelah dilakukan evaluasi, maka hanya 11 aitem kepuasan hidup yang lolos dengan indeks daya beda aitem bergerak dari rit = 0,303 sampai 0,727, dan

koefisien reliabilitas sebesar 0,734.

5.2.Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi alat ukur yang bersangkutan biladiterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).Reliabilitasalat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indicator konsistensi item-item tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama(Azwar, 1997).

(55)

pengukuran hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu.Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar,2004). Metode konsistensi internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien Alpha Cronbach, dimana tes dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitem.

[image:55.595.115.513.521.633.2]

Reliabilitas yang baik adalah yang nilai rxx semakin mendekati 1. Dari 15 aitem spiritualitas yang diuji coba ditemukan nilai reliabilitas sebesar 0,892, dimana nilai ini dinyatakan baik. Dari 20 aitem kepuasan hidup yang diuji coba, ditemukan nilai reliabilitas sebesar 0,704, dimana nilai ini dinyatakan baik. Namun setelah dilakukan evaluasi terhadap ke 20 aitem kepuasan hidup tersebut, 9 diantaranya dinyatakan gugur sehingga tersisa 11 aitem yang layak digunakan. Maka setelah dilakukan analisa, seluruh aitem dianggap valid untuk mengukur pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan. Dengan begitu, aitem-aitem setelah uji coba akan didistribusikan sebagai berikut :

Tabel 5. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sesudah Uji Coba Aitem

Favorable

Aitem Unfavorable

Jumlah

1(1), 2(2), 6(4), 9(5), 12(6), 13(7), 15(8),

19(11)

(56)
[image:56.595.141.485.134.513.2]

Tabel 6. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sesudah Uji Coba

No. Dimensi Aitem Jumlah

1.

Connection with the

Transcendent

1,2 2

2.

Sense of Support from the Transcendent

4,5,7,8,9 5

3.

Sense of Wholeness, Internal Integration

6 1

4. Transcendent Sense of Self 3 1

5. Sense of awe 10 1

6. Sense of gratitude 11 1

7. Sense of compassion 12 1

8. Sense of mercy 13 1

9. Longing for the transcendent 14,15 2

Jumlah 15

6. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian akan diuraikan ke dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Persiapan

(57)

b. Adaptasi Alat Ukur

Pada tahapan ini yang dilakukan oleh peneliti adalah mengadaptasi alat ukur. Penelitian ini menggunakan alat ukur Spiritualitas yang diadaptasi dari Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan back translation process. Proses adaptasi dimulai dari menerjemahkan kelimabelas pernyataan dalam Daily Spiritual Experience Scale (DSES) kedalam Bahasa Indonesia. Kemudian, pernyataan yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia tersebut diterjemahkan kembali kedalam Bahasa Inggris.Total skor pada alat pengukuran akan menunjukkan tinggi rendahnya spiritualitas individu.Semakin tinggi skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin rendah.

(58)

Total skor pada alat pengukuran menunjukkan tingkat kepuasan individu akan kehidupannya, dimana semakin tinggi skor menunjukkan perasaan puas yang tinggi akan kehidupannya, dan semakin rendah skor menunjukkan perasaan puas yang rendah akan kehidupannya.

c. Uji Coba Alat Ukur

Setelah alat ukur diadaptasi, maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 15 April 2014 sampai 25 April 2014 yang melibatkan 42 orang pensiunan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan pengambilan data dengan memberikan kedua alat ukur kepada subjek penelitian sebanyak 91 pensiunan.

3. Tahap Pengolahan Data Penelitian

Setelah diperoleh data maka dilakukan pengolahan data dengan menganalisa korelasi serta arah korelasi penelitian.

7. METODE ANALISIS DATA

(59)

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung telah terdistribusi secara normal.Data penelitian dikatakan terdistribusi secara normal jika p > 0.05.Uji normalitas sebaran pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan Kolgomorov Smirnov, dengan bantuan SPSS version 20.0 for Windows.

b. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel Spiritualitas berkorelasi secara linear terhadap data Kepuasan Hidup. Uji linieritas dapat diketahui dengan hasil analisis statistik yaitu dengan metode statistik uji F. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000).

c. Uji korelasi

Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Momentguna melihat hubunganSpiritualitasdengan Kepuasan Hidup. Data variabel dikatakan memiliki korelasi yang sangat

(60)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Analisa data akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah pensiunan yang berusia minimal 55 tahun dan maksimal 72 tahun, dan tinggal di kota Medan. Total subjek penelitian adalah 91 orang, dan dari jumlah ini diperoleh gambaran subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, agama, kapan pensiun, tempat bekerja sebelum pensiun, jabatan sebelum pensiun, status pernikahan, status tempat tinggal, pendidikan terakhir, dan status kesehatan saat ini.

[image:60.595.181.443.592.734.2]

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel 7. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia

Usia Jumlah Persentase (%)

55-60 tahun 31 orang 34,1 % 61-66 tahun 41 orang 45 % 67-72 tahun 19 orang 20,9 %

(61)

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian dengan rentang usia 55 hingga 60 tahun sebanyak 31 orang (34,1%), subjek penelitian dengan rentang usia 61 hingga 66 tahun sebanyak 41 orang (45%), dan subjek penelitian dengan rentang usia 67 hingga 72 tahun sebanyak 19 orang (20,9%).

[image:61.595.176.446.307.422.2]

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 8. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 58 orang 63,7 % Perempuan 33 orang 36,3%

Total 91 orang 100%

(62)

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku

Tabel 9. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Suku Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Toba 8 orang 8,8 %

Karo 31 orang 34,1%

Mandailing 8 orang 8,8 % Angkola 1 orang 1,1 % Minangkabau 6 orang 6,6 %

Jawa 19 orang 20,9 %

Melayu 8 orang 8,8 %

Dll 10 orang 10,9 %

Total 91 orang 100%

(63)

4. Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Agama

Tabel 10. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Agama

Agama Jumlah Persentase (%)

Islam 52 orang 57.1 % Kristen 37 orang 40.7% Katolik 2 orang 2.2 %

Total 91 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang beragama Islam sebanyak 52 orang (57,1%), subjek penelitian yang beragama Kristen sebanyak 37 orang (40,7%), dan subjek penelitian yang beragama Katolik sebanyak 2 orang (2,2%).

[image:63.595.167.457.503.758.2]

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun

Tabel 11. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Kapan Pensiun Kapan pensiun Jumlah Persentase (%)

0-11 bulan 29 hari 11 orang 12 % 1-2 tahun 7 orang 7,7 % 2-3 tahun 14 orang 15,4 % 3-4 tahun 8 orang 8,8 % 4-5 tahun 11 orang 12,1 % 5-6 tahun 12 orang 13,2 % 6-7 tahun 28 orang 30,8 %

(64)

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 0 hingga 11 bulan 29 hari sebanyak 11 orang (12%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 1 hingga 2 tahun sebanyak 7 orang (7,7%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 2 hingga 3 tahun sebanyak 14 orang (15,4%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 3 hingga 4 tahun sebanyak 8 orang (8,8%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 4 hingga 5 tahun sebanyak 11 orang (12,1%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 5 hingga 6 tahun sebanyak 12 orang (13,2%), dan jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 6 hingga 7 tahun sebanyak 28 orang (30,8%).

6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun

Tabel 12. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun

Tempat Bekerja Jumlah Persentase (%)

PNS 43 orang 47,2 %

Swasta 21 orang 23,1 %

BUMN 27 orang 29,7 %

Total 91 orang 100 %

[image:64.595.178.446.526.671.2]
(65)

yang dulunya bekerja di instansi swasta sebanyak 21 orang (23,1%), dan subjek penelitian yang dulunya bekerja di Badan Usaha Milik Negara sebanyak 27 orang (29,7%).

7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun Tabel 13. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun

Jabatan sebelum pensiun Jumlah Persentase (%)

Pimpinan/Direktur 3 orang 3,3 %

General Manager, Manager, Kepala Bidang, Kepala Sekretaris, Vice President

38 orang 41,7 %

Sekretaris, Penata Madya, Guru, Bendahara

18 orang 19,8 %

Pegawai, Staff, Asisten Sekretaris 32 orang 35,2 %

Total 91 orang 100 %

[image:65.595.115.512.305.562.2]
(66)

dulunya menduduki jabatan Pegawai, Staf, Asisten Sekretaris sebanyak 32 orang (35,2%).

[image:66.595.132.491.250.423.2]

8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan

Tabel 14. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan Jumlah Persentase (%)

Menikah 71 orang 78 %

Bercerai 4 orang 4,4 %

Pasangan Meninggal 15 orang 16,5 % Tidak Menikah 1 orang 1,1 %

Total 91 orang 100 %

(67)
[image:67.595.106.518.168.367.2]

9. Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal

Tabel 15. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Tempat Tinggal

Status Tempat Tinggal Jumlah Persentase (%)

Hak Milik Sendiri 81 orang 89 %

Sewa 2 orang 2,2 %

Tinggal di Rumah Anak 2 orang 2,2 % Tinggal di Rumah Saudara 2 orang 2,2 %

Dll 4 orang 4,4 %

Total 91 orang 100 %

(68)
[image:68.595.120.505.167.423.2]

10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 16. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)

SLTP (SMP, MTS, dll) 2 orang 2,2 % SLTA (SMA, SMK,

MAN, dll)

14 orang 15,4 %

D-3/D-4 18 orang 19,8 %

S1 40 orang 43,9 %

S2 14 orang 15,4 %

S3 3 orang 3,3 %

Total 91 orang 100 %

(69)
[image:69.595.157.466.195.370.2]

11. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini Tabel 17. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini

Status Kesehatan Jumlah Persentase (%)

Sakit 1 orang 1,1 %

Agak Sakit 4 orang 4,4 % Agak Sehat 16 orang 17,6 %

Sehat 70 orang 76,9 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang kesehatannya tidak baik atau sakit sebanyak 1 orang (1,1%), jumlah subjek penelitian yang kesehatannya kurang baik sebanyak 4 orang (4,4%), jumlah subjek penelitian yang kesehatannya cukup baik sebanyak 16 orang (17,6%), dan jumlah subjek penelitian yang sehat sebanyak 70 orang (76,9%).

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi

(70)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Field, 2009).

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SP KH

Kolmogorov-Smirnov Z 0,998 1,252 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,273 0,087 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Dari tabel diatas, diperoleh pada variabel spiritualitas nilai Kolmogorov-Smirnov Zsebesar 0,998 dengan nilai p sebesar 0,273 (>0,05) dan pada variabel kepuasan hidup adalah sebesar 1,252 dengan nilai p sebesar 0,087 (>0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua dataterdistribusi secara normal.

b. Uji Linearitas

(71)
[image:71.595.109.517.150.421.2]

TABEL UJI LINEARITAS ANOVA Table

KH*SP

Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

Between Groups

(Combined) 81,576 27 3,021 0,737 0,807 Linearity 34,541 1 34,541 8,428 0,005 Deviation

from Linearity

47,036 26 1,809 0,441 0,988

Within Groups 258,182 63 4,098

Total 339,758 90

Dari hasil analisa pada tabel, diperoleh nilai Sig. (p) pada kolom linearity sebesar 0,005 (< 0,05), dan nilai Sig.Deviation sebesar 0,988 (> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel spiritualitas memiliki hubungan bersifat linear dengan kepuasan hidup.

Dari kedua uji diatas, ditemukan bahwa data pada penelitian ini bersifat normal dan memiliki hubungan yang linear. Oleh karena itu, uji hipotesis yang akan dilakukan adalah uji parametrik.

2. Hasil uji hipotesis penelitian

(72)

spiritualitas terhadap kepuasan hidup pensiunan’. Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode regresi linear sederhana.

KOEFISIEN KORELASI ANALISIS REGRESI

Coefficients

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std.Error Beta

1 (Constant) 1,783 1,779 1,002 0,319

SP 0,080 0,025 0,319 3,174 0,002

a. Dependent Variable: KH

Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa angka signifikansi yang dihasilkan adalah 0,002. Signifikansi atau probabilitas < 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Dengan kata lain, variabel spiritualitas memiliki pengaruh yang signifikan dengan kepuasan hidup.

(73)

Model Summary

Mode l

R R

Squar e

Adjuste d R Square Std. Error of the Estimat e Change Statistics R Square Chang e F Chang e df 1 df 2

Sig. F Chang e

1 0.319

a

0,102 0,092 1,852 0,102 10,072 1 89 0,002

a. Predictors: (Constant), SP

Dari tabel diketahui nilai koefisien korelasi antara spiritualitas dengan kepuasan hidup (R) adalah sebesar 0,319. Hasil koefisien determinasi (R Square/R2) sebesar 0,102 menunjukkan bahwa variabel spiritualitas mempengaruhi kepuasan hidup sebesar 10,2%, sedangkan sisanya 89,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 34,541 1 34,541 10,072 0,002b Residual 305,217 89 3,429

Total 339,758 90 a. Dependent Variable: KH

(74)

Dari tabel diatas diketahui nilai F hitung sebesar 10,072 (F hitung> F tabel) dan taraf signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05) menunjukkan bahwa model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi kepuasan hidup, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh positif antara spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.

3. Nilai empirik dan nilai hipotetik data penelitian a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Spiritualitas

Jumlah item yang digunakan untuk mengungkap variabel spiritualitas adalah sebanyak 14 item yang diformat dengan skala Likert dalam enam alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel Nilai Empirik Nilai Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Spiritualitas 44 84 69,79 7,704 14 84 49 11,67

[image:74.595.115.508.474.562.2]
(75)

b. Nilai empirik dan nilai hipotetik kepuasan hidup

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap variabel kepuasan hidupsebanyak 11 aitem yang diformat dengan dua alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel Nilai Empirik Nilai Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Kepuasan hidup

2 11 7,40 1,943 0 11 5,5 1,83

Perbandingan mean empirik (X) dan mean hipotetik (µ) dari variabel kepuasan hidup X(7,40) >µ(5,5) menunjukkan tingkat kepuasan hidup subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata tingkat kepuasan hidupyang diperkirakan alat ukur.

C. KATEGORISASI DATA PENELITIAN

(76)

1. Kategorisasi Data Spiritualitas

Berdasarkan deskripsi nilai hipotetik Spiritualitas yang dapat di lihat pada di halaman sebelumnya, maka dapat dihitung norma kategorisasi jenjang. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Kategorisasi Data Hipotetik Spiritualitas

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Spiritualitas 14 - 46 Rendah 1 1,1 %

52 - 69 Tinggi 50 54,9 %

70 - 84 Sangat Tinggi 40 44 %

Total 91 100 %

Berdasarkan kategorisasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian termasuk ke dalam kategori tinggi yakni 50 orang (54,9%) dan untuk kategori sangat tinggi sebanyak 40 orang (44%) dan hanya 1 subjek yang tergolong ke dalam kategori rendah (1,1%).

2. Kategorisasi Data Kepuasan Hidup

(77)

Gambar

Tabel 3. Tingkat Penilaian Pengukuran Spiritualitas
Tabel 4. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sebelum Uji Coba
Tabel 5. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sesudah Uji Coba
Tabel 6. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sesudah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa remaja adalah masa individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, masa pada individu tidak lagi merasa dibawah

Masa pensiun bisa m em pengaruhi konsep diri, karena pensiun m enyebabkan seseorang kehilangan peran ( role) , ident it as dalam m asyarakat yang dapat m em pengaruhi harga diri

Masa bekerja juga dapat mempengaruhi penerimaan diri dalam menghadapi pensiun karena selama subyek bekerja dari awal karirnya hingga purnatugas atau masa

Raz(2009) kemudian memperjelas bahwa pensiun adalah proses pemisahan individu dari pekerjaannya, terjadinya sebuah perubahan, adanya masa transisi dari bekerja dan

Menurut Hurlock (1980), masa remaja memiliki ciri-ciri yang terdiri dari: a) Masa remaja sebagai periode penting, remaja mengalami perubahan penting dalam

Hasil penelitian ini juga menegaskan bahwa bekerja merupakan faktor yang sangat penting dalam me- nentukan kualitas hidup pada individu dewasa awal.. Dalam penelitian ini

Itulah mengapa flourish penting untuk dicapai agar individu bekerja dengan lebih optimal, karena flourishing yang tinggi dapat mengurangi risiko gangguan suasana hati dan gangguan

Kehidupan yang penuh dengan kebermaknaan hidup akan membawa seseorang kepada kehidupan yang lebih sehat baik secara mental maupun fisik .7 Memiliki makna hidup berarti dapat