PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP
PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA LAKI-LAKI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
Yunita Zahra
041301042
FAKULTAS PSIKOLOGI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan. Adapun judul skripsi ini adalah: “Pengaruh Kecerdasan Emosional tehadap Perilaku Delinkuen pada Remaja Laki-laki”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp.A (K), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Sukaesi Marianti, M.Si, selaku dosen penguji seminar dan dosen eksperimen yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi dan memberi motivasi dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Hasnida, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan ibu selama penulis berada di psikologi.
6. Dosen-dosen Psikologi USU atas semua ilmu yang telah diberikan, mudah-mudahan ilmu-ilmu ini dapat berguna dan diterapkan dengan baik. Kepada seluruh staf pegawai Psikologi USU yang membantu penulis dalam hal administrasi.
7. Terima kasih yang tak terkira kepada kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak pernah putus. Terima kasih kepada papa tersayang Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan mama tercinta Nurma atas dukungan, cinta, kasih sayang dan doa yang diberikan sepanjang waktu yang tiada henti. Skripsi ini sebagai persembahan untuk papa dan mama tersayang.
8. Abang, kakak dan adik terbaik yang penulis miliki; Bang Hakim, I’an dan Rivi yang terus memberi semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih untuk dukungan dan doa yang selalu menemani saat merampungkan skripsi ini.
9. Sahabat yang selalu menjadi tempat berbagi ketika senang dan sedih, tempat menumpahkan kekesalan, selalu menemani dengan tawa, yang selalu memberikan nasehat, dukungan, semangat, sehingga dapat kembali tersenyum dalam mengerjakan tugas akhir ini hingga selesai.
10. Kepala Sekolah SMP Negeri 23 Medan beserta para guru, staf dan siswa. 11. Kepala Sekolah SMP Swasta An-Nizam Medan beserta para guru, staf dan
iii
12. Kepala Sekolah SMP Swasta Kebangsaan Medan beserta para guru, staf dan siswa.
13. Kepala Sekolah SMP Swasta Kesatria Mandiri Medan beserta para guru, staf dan siswa.
14. Para pelajar SMP yang telah bersedia untuk menjadi subjek dalam uji coba alat ukur penelitian ini.
15. Teman-teman penulis, Alfarisi, Je, Yuni yang telah cukup banyak membantu dalam merampungkan skripsi ini.
16. Misbah, teman yang selalu siap memberikan bantuannya. Semoga pertemanan semakin erat terjaga.
17. Bang Mardian dan bang Manaf yang dengan sabar dan meluangkan waktu dan tenaga dalam mendukung merampungkan skripsi ini.
18. Kak Aci (03), kak Ika (02), Renny, Sukma, Sumitro, Nesya yang telah membantu memberi bahan-bahan tambahan dalam penyusunan skripsi ini. 19. Teman-teman seperjuangan angkatan 2004 lainnya dan seluruh mahasiswa
Psikologi USU
20. Teman-teman yang pernah dekat dengan penulis, penulis ucapkan terimakasih atas kebaikan dan pengertian yang pernah diberikan.
Selain itu penulis juga memohon maaf bila dalam usaha menyelesaikan skripsi ini, penulis telah melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan pihak yang terkait.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juni 2008
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional... 12
1. Pengertian kecerdasan emosional ... 12
2. Komponen-komponen kecerdasan emosional ... 13
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional ... 19
B. Perilaku Delinkuen ... 19
1. Pengertian perilaku delinkuen ... 19
2. Wujud perilaku delinkuen ... 22
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen ... 22
C. Remaja ………...………….. 25
1. Pengertian remaja ..……….……….. 25
3. Perkembangan emosi remaja ………..…. 27
D. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Delinkuen pada Remaja Laki-laki ... 29
E. Hipotesa ... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33
B. Defenisi Operasional ... 33
1. Kecerdasan emosional ... 33
2. Perilaku delinkuen ... 37
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 38
1. Populasi dan sampel ... 38
2. Teknik pengambilan sampel ... 39
D. Alat Pengumpulan Data ... 40
1. Skala kecerdasan emosional ... 40
2. Skala perilaku delinkuen ... 42
E. Validitas Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem ... 44
1. Uji validitas ... 44
2. Reliabilitas ... 45
3. Uji daya beda aitem ... 45
4. Hasil uji coba alat ukur ……… 46
vii
b. Skala perilaku delinkuen ……… 48
F. Prosedur Penelitian ... 50
1. Tahap persiapan penelitian ... 50
2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 52
3. Tahap pengolahan data ... 52
G. Metode Analisa Data ... 52
BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 55
1. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... 55
2. Gambaran subjek penelitian berdasarkan kelas ... 56
B. Hasil Penelitian ... 56
1. Uji asumsi ... 56
a. Uji normalitas sebaran ………. 56
b. Uji linieritas hubungan ………. 57
2. Hasil analisa data ... 58
a. Hasil perhitungan korelasi ………... 58
b. Hasil perhitungan regresi ………. 58
3. Deskripsi data penelitian ... 59
a. Variabel kecerdasan emosional ……….. 60
b. Variabel perilaku delinkuen ……… 62
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Cara Penilaian Skala Kecerdasan Emosional 41 Tabel 2 Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan
emosional sebelum uji coba 42
Tabel 3 Cara Penilaian Skala Perilaku Delinkuen 43 Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala perilaku delinkuen
sebelum uji coba 44
Tabel 5 Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan emosi setelah uji coba 47 Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan emosional
yang digunakan saat penelitian 48 Tabel 7 Distribusi aitem-aitem skala perilaku delinkuen
setelah uji coba 49
Tabel 8. Distribusi aitem-aitem skala perilaku dellinkuen
yang digunakan saat penelitian 50 Tabel 9 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia 55 Tabel 10 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas 56 Tabel 11 Uji Sebaran Normal Variabel dengan
Tes Kolmogorov-Smirnov 57
Tabel 12 Skor Emprik dan Skor Hipotetik Kecerdasan Emosional 60 Tabel 13 Kategorisasi Kecerdasan Emosional
Berdasarkan Mean Hipotetik 61 Tabel 14 Kategorisasi Kecerdasan Emosional
Berdasarkan Mean Empirik 61
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Linieritas Hubungan Kecerdasan Emosional
Abstraksi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Juni 2008 Yunita Zahra : 041301042
Judul : Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Delinkuen pada Remaja Laki-laki
69 halaman; 17 tabel; 1 gambar + lampiran Bibliografi : 1982 – 2007
Isi Kata kunci : kecerdasan emosional, perilaku delinkuen
Masalah kenakalan remaja, saat ini sudah cukup banyak terjadi, baik di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Kenakalan remaja merupakan perilaku remaja yang melanggar hukum yang apabila dilakukan oleh orang dewasa termasuk kategori kejahatan, dalam hal ini termasuk perilaku pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Kenakalan remaja ini dikenal dengan istilah perilaku delinkuen. Kenakalan remaja ini terkait pada kemampuan remaja dalam mengelola emosi. Hal inilah yang dikenal dengan kecerdasan emosional.
Penelitian menggunakan pendekatan korelasional yaitu untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap perilaku delinkuen pada remaja laki-laki. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 155 orang remaja laki-laki berusia 12 – 15 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala kecerdasan emosional yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bar-On dan skala perilaku delinkuen berdasarkan teori Bynum&Thompson.
Abstraksi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Juni 2008 Yunita Zahra : 041301042
Judul : Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Delinkuen pada Remaja Laki-laki
69 halaman; 17 tabel; 1 gambar + lampiran Bibliografi : 1982 – 2007
Isi Kata kunci : kecerdasan emosional, perilaku delinkuen
Masalah kenakalan remaja, saat ini sudah cukup banyak terjadi, baik di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Kenakalan remaja merupakan perilaku remaja yang melanggar hukum yang apabila dilakukan oleh orang dewasa termasuk kategori kejahatan, dalam hal ini termasuk perilaku pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Kenakalan remaja ini dikenal dengan istilah perilaku delinkuen. Kenakalan remaja ini terkait pada kemampuan remaja dalam mengelola emosi. Hal inilah yang dikenal dengan kecerdasan emosional.
Penelitian menggunakan pendekatan korelasional yaitu untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap perilaku delinkuen pada remaja laki-laki. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 155 orang remaja laki-laki berusia 12 – 15 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala kecerdasan emosional yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bar-On dan skala perilaku delinkuen berdasarkan teori Bynum&Thompson.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar masa di mana individu duduk di bangku sekolah menengah (Ali&Asrori, 2004). Monks (1999) membagi masa remaja awal dalam rentang 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan dalam rentang 15 – 18 tahun dan masa remaja akhir dalam rentang 18 – 21 tahun. Umumnya di Indonesia usia 12-15 tahun merupakan usia bagi pelajar Sekolah Menengah Pertama.
Perubahan-perubahan selama masa awal masa remaja terjadi dengan pesat, salah satunya adalah meningginya emosi. Hurlock (1999) menyatakan bahwa keadaan emosi remaja berada pada periode badai dan tekanan (storm and stress) yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena para remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi dan harapan baru. Keadaan ini menyebabkan remaja mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga masa remaja sering dikatakan sebagai usia bermasalah. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi juga dikarenakan para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan keluarga, orangtua dan guru. Selain itu, remaja juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pengendalian perilaku sosialnya sendiri, sesuai dengan harapan sosial (Hurlock, 1999). Jadi, dengan kata lain dapat dikatakan bahawa dalam berperilaku remaja dipengaruhi oleh emosi dan lingkungan sekitarnya.
3 dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan
waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, seperti tawuran dan lainnya. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya (Mu’tadin, 2002).
Menurut Feldman & Elliot (1990), pada saat remaja berhubungan dengan lingkungannya, remaja banyak dihadapkan pada hal-hal yang penuh resiko dan godaan. Hal tersebut lebih banyak terjadi dan lebih kompleks pada remaja dewasa ini daripada sebelumnya. Terdapat sebagian remaja yang dapat bertahan dengan lingkungan yang penuh bahaya dan godaan. Walaupun demikian, terdapat remaja yang tidak dapat bertahan dari godaan-godaan tersebut sehingga mereka putus sekolah, hamil di luar nikah, dan terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang (Santrock, 1998). Keadaan- keadaan seperti ini sering dianggap oleh orang dewasa sebagai kenakalan remaja atau delinkuensi.
tersebut diartikan sebagai perilaku yang diterima oleh orang lain sebagai ancaman terhadap harapan orang banyak dan harapan tersebut telah dilegitimasi oleh masyarakat luas.
Perilaku delinkuen menurut Bynum dan Thompson (1996) dapat dibatasi dalam beberapa kategori yaitu, bolos sekolah, membeli atau mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan, bergaul dengan orang-orang yang suka melanggar peraturan, lari dari rumah, melawan aturan orang tua dan melanggar jam malam. Menurut Santrock (1998) kenakalan remaja merupakan masalah perilaku yang luas mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (acting out in school), status offenses (running away), sampai pada perbuatan kriminal
(pencurian). Menurut Kartono (2006), delinkuen lebih mengacu pada suatu bentuk perilaku menyimpang yang merupakan hasil dari pergolakan mental serta emosi yang sangat labil. Maka dari itu kenakalan-kenakalan seperti itu sering dilakukan oleh para remaja.
5 masih aktif belajar di sekolah-sekolah lanjutan, akademi, dan perguruan tinggi
(Kartono, 2006).
Sekitar tahun 1980-an ke atas gejala kenakalan remaja semakin meluas, baik dalam frekuensi maupun dalam keseriusan kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peredaran dan penggunaan ganja serta bahan-bahan psikotropika di tengah masyarakat yang juga memasuki kampus dan ruang sekolah, dan semakin meningkatnya jumlah remaja yang terbiasa meminum minuman keras, penjambretan dan keberandalan di jalan, tindakan kekerasan oleh kelompok remaja, penganiayaan berat, perkosaan, pembunuhan, pemerasan atau pengkompasan di sekolah-sekolah terhadap murid yang lemah, juga banyak terjadi pelanggaran terhadap norma-norma susila lewat praktek seks bebas, gadis yang melacurkan diri tanpa imbalan uang, serta perkelahian massal antar kelompok dan antar sekolah. Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja ini merupakan wujud dari perilaku delinkuen atau delinkuensi (Kartono, 2006).
mengeluh tentang kecemasan yang dirasakan. Dua tahun belakangan guru tersebut melihat peningkatan pelajar yang tidak betah di rumah. Mereka betah di sekolah, tetapi tidak untuk belajar. Pelajar-pelajar seperti ini biasa ditemui di depan sekolah atau di kios rokok dekat sekolah (dalam Indonesian Nutrition Network, 2007). Para guru dan kepala sekolah menganggap remaja berperilaku buruk bila remaja tersebut mengganggu pelajaran di kelas, melanggar aturan sekolah, mengancam keamanan sekolah dan para siswa, seperti merusak dan mencuri (Kelly et al., 1997).
Perilaku delinkuen pada remaja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor penyebabnya yaitu identitas diri negatif, pengendalian diri yang rendah, usia, jenis kelamin (laki-laki), harapan terhadap pendidikan (rendah dan sedikit komitmen), tingkat sekolah ( prestasi yang rendah di tingkat awal), pengaruh teman sebaya, status sosial ekonomi (rendah), peran orangtua, dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (Santrock, 1998).
7 (1997) yang menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki resiko yang lebih besar
untuk munculnya perilaku merusak (dalam Gracia, et al., 2000).
Perilaku delinkuen pada remaja dapat terjadi karena gagalnya mengembangkan pengendalian diri. Remaja tersebut gagal untuk memilih perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, atau mereka gagal untuk membuat kontrol yang tepat dalam perbuatan mereka. Perilaku delinkuen juga berkembang dari standard perilaku yang tidak tepat. Menurut Feldman & Weinberger (1994), pengendalian diri (self-control) memainkan peranan yang penting dalam perilaku delinkuen. Berkaitan dengan hal tersebut, pengasuhan orangtua yang efektif diasosiakan dengan kemahiran dalam kemampuan pengaturan diri (self-regulatory). Terdapatnya kemampuan pengaturan diri yang merupakan sifat internal berhubungan dengan rendahnya perilaku delinkuen yang dilakukan oleh remaja (Santrock, 1998). Selain itu, perilaku delinkuen juga merupakan hasil dari pergolakan emosi yang sangat labil (Kartono, 2006).
individu yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang merugikan diri sendiri (Goleman, 2001). Sehingga diperlukan adanya suatu kemampuan dalam manajemen emosi. Hal inilah yang dikenal dengan emotional intelligence (selanjutnya dalam penelitian ini hanya digunakan istilah kecerdasan
emosional). Berkaitan dengan kecerdasan emosional ini, Bar-On menggunakan istilah pengendalian impuls yaitu kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan godaan untuk bertindak (dalam Goleman, 2000). Sehingga dengan adanya kecerdasan emosional, individu lebih mudah mengendalikan diri dan dorongan-dorongan dalam diri individu tersebut dalam melakukan suatu tindakan.
Pengendalian diri merupakan bagian dari pengaturan diri, yaitu kemampuan mengelola emosi dan impuls merusak dengan efektif. Pengaturan diri berarti pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan, agar dapat terungkap dengan tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Bar-On yang telah dijelaskan sebelumnya.
9 untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk
memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik serta untuk memimpin.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa salah satu hal yang terpenting dari kecerdasan emosional adalah pengaturan diri yang di dalamnya terdapat pengendalian diri ataupun pengendalian impuls. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku delinkuen yang dilakukan oleh remaja. Hal ini sesuai dengan penjelasan Gottman & DeClaire (1998) bahwa remaja yang cerdas emosinya akan menerima perasaan-perasaan mereka sendiri, mampu memecahkan masalahnya sendiri, lebih banyak mengalami sukses di sekolah maupun dalam hubungannya dengan rekan-rekan sebaya, dan terlindung dari resiko penggunaan obat terlarang juga tindak kriminal (dalam Sari, 2005). Cooper dan Sawaf menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu fenomena manusiawi yang secara mendasar ada dalam diri manusia. Seseorang dapat mencapai keberhasilan hidup semaksimal mungkin melalui kecerdasan emosional, oleh karena itu kecerdasan emosional sangat diperlukan terutama pada remaja yang sangat rentan dengan segala tindakan negatif (dalam Djuwarijah, 2002).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap perilaku delinkuen pada remaja laki-laki?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung sesuai dengan permasalahan di atas yaitu mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap perilaku delinkuen pada remaja laki-laki.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan wacana dalam pengetahuan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan.
b. Memperkaya kajian empiris mengenai kecerdasan emosional dalam kaitannya dengan perilaku delinkuen.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi orangtua dan guru dalam mendidik anak dan remaja yang ditujukan dalam perkembangan perilaku dan emosi mereka.
11 E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori kecerdasan emosional , perilaku delinkuen, remaja, pengaruh antara kecerdasan emosional dan perilaku delinkuen serta mengemukakan hipotesa penelitian.
Bab III: Metode Penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
Bab IV: Analisa data dan Interpretasi
Bab ini menguraikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan deskripsi data penelitian.
Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian kecerdasan emosional
Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (dalam Goleman, 2000).
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional lebih kepada kemampuan mental daripada kompetensi sosial dalam arti luas. Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti emosi, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran, mengenal emosi dan maknanya, dan untuk mengarahkan emosi secara reflektif sehinga menuju pada perkembangan emosi dan intelektual (dalam Prawitasari, 1998).
13 Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta mampu untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik serta untuk memimpin.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan atau mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun ketika berhadapan dengan orang lain, dan menggunakannya secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan pada tekanan, serta mengendalikan diri untuk mencapai hubungan yang produktif.
2. Komponen-komponen kecerdasan emosional
Bar-On (dalam Goleman, 2000) menjabarkan kecerdasan emosional menjadi lima kemampuan pokok yaitu :
a. Kemampuan intrapersonal, meliputi : 1. Kesadaran diri emosional
Yaitu kemampuan untuk mengakui atau mengenal perasaan diri, memahami hal yang sedang dirasakan dan mengetahui penyebabnya
2. Asertivitas
a. kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
b. kemampuan mengungkapkan keyakinan dan gagasan secara terbuka c. kemampuan mempertahankan kebenaran dengan cara yang tidak
destruktif 3. Harga diri
Yaitu kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri sebagai sesuatu yang baik, atau kemampuan mensyukuri berbagai aspek positif dan kemampuan yang ada dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri dan tetap menyukai diri sendiri
4. Aktualisasi diri
Yaitu kemampuan menyadari kapasitas potensial yang dimiliki. Aktualisasi diri adalah suatu proses dinamis dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan bakat secara maksimal
5. Kemandirian
Yaitu kemampuan mengatur atau mengarahkan diri dan mengendalikan diri dalam berfikir dan bertindak serta tidak tergantung pada orang lain secara emosional
b. Kemampuan interpersonal, meliputi : 1. Empati
15 2. Hubungan interpersonal
Yaitu kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan yang saling memuaskan yang dicirikan dengan keakraban serta memberi dan menerima kasih sayang
3. Tanggungjawab sosial
Yaitu kemampuan menunjukkan diri sendiri dengan bekerjasama, serta berpartisipasi dalam kelompok sosialnya. Komponen-komponen kecerdasan emosional ini meliputi bertindak secara bertanggungjawab, meskipun tidak mendapatkan keuntungan apapun secara pribadi
c. Penyesuaian diri, meliputi : 1. Pemecahan masalah
Yaitu kemampun mengenali masalah serta menghasilkan dan melaksanakan solusi yang secara potensial efektif. Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak menghindari masalah tetapi dapat menghadapi masalah dengan baik
2. Uji realitas
Yaitu kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami atau dirasakan dan kenyataan yang ada secara objektif dan sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang diinginkan atau diharapkan
3. Fleksibilitas
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak terduga dinamis
d. Penanganan stres, meliputi : 1. Ketahanan menanggung stres
Yaitu kemampuan menahan peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi stres dan dengan aktif serta sungguh-sungguh mengatasi stres tersebut. Ketahanan menanggung stres ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar
2. Pengendalian impuls
Yaitu kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan godaan untuk bertindak
e. Suasana hati, meliputi : 1. Kebahagiaan
Yaitu kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan bersenang-senang
2. Optimisme
17 Goleman (2001) membagi kecerdasan emosi atas lima komponen, yang dapat menjadi pedoman untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
a. Kesadaran diri
Kesadaran diri adalah kemampuan dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri sendiri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri dikuasai oleh perasaan, sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya dan akhirnya berakibat dalam pengambilan keputusan yang salah. Kesadaran diri terdiri atas tiga kecakapan yaitu kesadaran emosional, penilaian diri secara akurat, dan percaya diri.
b. Pengaturan diri
c. Motivasi
Dengan kemampuan memotivasi diri sendiri yang dimilikinya, seseorang akan cenderung memiliki pandangan positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
d. Empati
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi diri sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia terampil membaca emosi orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial merupakan seni dalam membina hubungan dengan orang lain yang mendukung keberhasilan dalam bergaul dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Keterampilan sosial yaitu mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
19 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Menurut Goleman (dalam Ifham, 2002) terdapat dua faktor yanng mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:
1. Faktor internal, merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.
2. Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
B. Perilaku Delinkuen
1. Pengertian perilaku delinkuen
Menurut Kartono, (2006) delinkuen mengacu pada suatu bentuk perilaku menyimpang yang merupakan hasil dari pergolakan mental serta emosi yang sangat labil. Menurut Santrock (1998) perilaku delinkuen merupakan masalah perilaku yang luas mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (acting out in school), status offenses (running away), sampai pada perbuatan
kriminal (pencurian).
a. Index offenses, adalah perbuatan kriminal yang dilakukan oleh remaja ataupun orang dewasa, seperti pencurian, penyerangan, perkosaan dan pembunuhan.
b. Status offenses, perbuatan seperti lari dari rumah (running away), bolos, meminim minuman keras, pelacuran dan perbuatan yang tidak terkontrol yang merupakan masalah yang tidak terlalu serius. Perbuatan ini dilakukan oleh pelaku di bawah umur, yang dikategorikan sebagai remaja.
Bynum & Thompson (1996) membuat delinkuen dalam tiga kategori : 1. The Legal Definition
Secara legal definisi delinkuen adalah segala perilaku yang dapat menjadi kejahatan jika dilakukan oleh orang dewasa atau perilaku yang dianggap tidak sesuai oleh pengadilan anak dan anak tersebut dapat dianggap melakukan perilaku delikuan berdasarkan larangan yang diberlakukan dalam undang-undang status perilaku kriminal dari pemerintah pusat, negara dan pemerintah daerah. Untuk remaja, perlaku delinkuen didefinisikan sebagai perilaku yang melanggar peraturan yang diberlakukan bagi anak seusianya, seperti bolos sekolah, atau mengkonsumsi alkohol di mana perilaku tersebut ilegal
2. The Role Definition
21 mendeskripsikan perilaku delinkuen yaitu status sosial dan peran sosial. Status sosial merupakan pengaruh posisi seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam kelompok sosial atau masyarakat. Peran sosial merupakan perilaku yang memiliki status dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat.
3. The Societal Response Definition
Definisi social response menekankan pada konsekuensi sebagai akibat kelanjutan dari suatu tindakan seorang pelaku yang merupakan suatu bentuk menyimpang atau delinkuen, di mana audience mengamati dan memberi penilaian terhadap perilaku menjadi anggotanya atau ingin menjadi anggota.
Berdasarkan tiga kategori definisi tersebut, maka Bynum & Thompson (1996) mendefinisikan perilaku delinkuen dengan mengkombinasikan tiga definisi tersebut.
Perilaku delinkuen merupakan tindakan ilegal yang merefleksikan adanya peran delinkuen (role delinquent) dan berakibat pada anggapan masyarakat bahwa pelaku (offender) sebagai penyimpangan (deviant) yang serius.
2. Wujud perilaku delinkuen
Menurut Bynum & Thompson (1996) yang termasuk dalam status offenses meliputi school truancy (bolos sekolah), alcoholic beverages (mengkonsumsi alkohol), running away (pergi dari rumah), ungovernability (ketidakpatuhan, menentang aturan dan perintah orangtua/figur otoritas), curfew violation (melanggar jam malam), crimes (bergaul dengan penjahat dan terlibat, melakukan tindakan kriminal seperti penyerangan dan mencuri).
National Center for Juvenile Justice (NCJJ) mengidentifikasikan beberapa status offenses yaitu runaway, truancy, perilaku tidak terkendali (ungovernable
behavior), liquor law violation (minum minuman keras), melanggar jam malam
(miscellaneos offenses and curfew violation) (dalam Steinhart, 1996).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen
Santrock (1998), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen pada remaja, yaitu:
a. Identitas negatif
23 kenakalan (delinkuensi) adalah suatu usaha untuk membangun suatu identitas, walaupun identitas tersebut adalah negatif.
b. Pengendalian diri rendah
c. Usia
Tingkah laku antisosial di usia dini (anak-anak) berhubungan dengan perilaku delinkuen yang lebih serius di masa remaja. Namun, tidak semua anak bertingkah laku seperti itu nantinya akan menjadi pelaku delinkuen d. Jenis kelamin (laki-laki)
Anak laki-laki lebih banyak melakukan perilaku antisosial daripada anak perempuan. Kartono (2006), mengungkapkan perbandingan perilaku delinkuen anak laki-laki dengan perempuan diperkirakan 50 : 1. Berdasarkan data statistik, jumlah anak laki-laki yang melakukan kejahatan dan perilaku delinkuen lebih banyak daripada perempuan, kecuali dalam hal lari dari rumah (Bynum & Thompson, 1996). Anak laki-laki pada umumnya melakukan perilaku delinkuen dengan jalan kekerasan, perkelahian, penyerangan, perusakan, pengacauan, perampasan dan agresivitas. Hal ini didukung oleh Kelly et al., (1997) yang menyatakan anak laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk munculnya perilaku merusak (dalam Gracia, et al., 2000). e. Harapan dan nilai yang rendah terhadap pendidikan
Remaja pelaku delinkuen seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-nilai yang rendah di sekolah
f. Pengaruh orangtua dan keluarga
25 g. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.
h. Status sosial ekonomi
Penyerangan lebih sering dilakukan oleh laki-laki dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah.
i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Terdapat di mana individu tinggal dapat membentuk perilaku individu tersebut, masyarakat dan lingkungan yang membentuk untuk berperilaku baik atau buruk.
C. Remaja
1. Pengertian remaja
Masa remaja sering disebut adolesensi yang berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere dan adultus yang berarti menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Monks,1999).
yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Lazimnya masa remaja dianggap dimulai pada saat secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai ia menjadi matang secara hukum.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berada dalam perkembangan menjadi dewasa, ditandai dengan kematangan secara seksual dan matang secara hukum.
2. Pembagian usia remaja
Menurut Monks (2001) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu :
1. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun 2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3. Fase remaja akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun
27 3. Perkembangan emosi remaja
Menurut Ali dan Asrori (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung pada masa individu duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
Perkembangan emosi individu pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja, yaitu :
a. Perubahan jasmani
b. Perubahan pola interaksi dengan orangtua
Pola asuh orangtua terhadap anak termasuk remaja sangat bervariasi. Perbedaan pola asuh orangtua dapat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebaya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Pada masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk melawan otoritaas atau melakukan perbuatan yang tidak baik atau bahkan kejahatan bersama.
d. Perubahan pandangan luar
Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Terkadanng mereka dianggap dewasa dan terkadang dianggap sebagai anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan ini dapat berubah menjadi tingkah laku emosional. Selain itu, pihak luar yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan kekosongan remaja dengan melibatkan remaja ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak diri seperti penggunaan obat terlarang, minum minuman keras, serata bertindak kriminal dan kekerasan. e. Perubahan interaksi dengan sekolah
29 peserta didiknya. Peristiwa semacam ini sering tidak disadari oleh para guru. Hal seperti ini akan memberikan stimulus negatif bagi perkembangan emosi remaja.
D. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Delinkuen pada Remaja Laki-laki
Masalah kenakalan remaja, saat ini sudah cukup banyak terjadi, baik di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Menurut Hadisuprapto (1997), kenakalan remaja (juvenile delinquency) merupakan perilaku remaja yang melanggar hukum yang apabila dilakukan oleh orang dewasa termasuk kategori kejahatan, dalam hal ini termasuk perilaku pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang khusus diperuntukkan bagi mereka.
remaja yang masih aktif belajar di sekolah-sekolah lanjutan, akademi, dan perguruan tinggi (Kartono, 2006).
Sekitar tahun 1980-an ke atas gejala kenakalan remaja semakin meluas, baik dalam frekuensi maupun dalam keseriusan kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peredaran dan penggunaan ganja serta bahan-bahan psikotropika di tengah masyarakat yang juga memasuki kampus dan ruang sekolah, dan semakin meningkatnya jumlah remaja yang terbiasa meminum minuman keras, penjambretan dan keberandalan di jalan, tindakan kekerasan oleh kelompok remaja, penganiayaan berat, perkosaan, pembunuhan, pemerasan atau pengkompasan di sekolah-sekolah terhadap murid yang lemah, juga banyak terjadi pelanggaran terhadap norma-norma susila lewat praktek seks bebas, gadis yang melacurkan diri tanpa imbalan uang, serta perkelahian massal antar kelompok dan antar sekolah. Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja ini merupakan wujud dari perilaku delinkuen atau delinkuensi (Kartono, 2006).
31 Perilaku delinkuen pada remaja dapat terjadi karena kegagalan untuk mengembangkan pengendalian diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Para remaja tersebut mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang tepat dalam perbuatan mereka. Menurut Feldman & Weinberger (1994), pengendalian diri (self control) mempunyai peranan penting dalam perilaku delinkuen. Pengasuhan yang efektif pada masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya kemahiran dalam pengaturan diri (self regulatory) oleh anak. Terdapatnya kemampuan ini yang merupakan atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat perilaku delinkuen yang dilakukan remaja (Santrock, 1998). Selain itu, perilaku delinkuen tersebut merupakan hasil dari pergolakan emosi yang sangat labil (Kartono, 2006).
buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang merugikan diri sendiri (Goleman, 2001). Sehingga dapat dikatakan bahwa diperlukan adanya suatu kemampuan dalam manajemen emosi. Dalam hal ini, Bar-On menggunakan istilah pengendalian impuls yaitu kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan godaan untuk bertindak (dalam Goleman, 2000). Kemampuan ini merupakan hal yang berkaitan erat dengan emotional intelligence (selanjutnya dalam penelitian ini hanya digunakan istilah kecerdasan emosional). Dapat dikatakan bahwa dengan adanya kecerdasan emosional yang tinggi, individu lebih mudah mengendalikan diri dan dorongan-dorongan dalam diri individu tersebut dalam melakukan suatu tindakan.
E. Hipotesa
33 BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian
ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan
apakah hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).
Metode penelitian merupakan unsur yang paling penting dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatf dengan metode korelasional,
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional
terhadap perilaku delinkuen pada remaja laki-laki.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosional
2. Variabel Tergantung : Perilaku Delinkuen
B. Definisi Operasional 1. Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan
sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi
tuntutan dan tekanan lingkungan. Individu yang memiliki kecerdasan emosional
34
yang baik, dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu menangani stres dan
mampu mengelola suasana hati dengan baik.
a. Kemampuan intrapersonal, meliputi :
1. Kesadaran diri emosional
Merupakan kemampuan untuk mengakui atau mengenal perasaan diri,
memahami hal yang sedang dirasakan dan mengetahui penyebabnya
2. Asertivitas
Merupakan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, kemampuan
mengungkapkan keyakinan dan gagasan secara terbuka, dan kemampuan
mempertahankan kebenaran dengan cara yang tidak destruktif
3. Harga diri
Merupakan kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri sebagai
sesuatu yang baik, atau kemampuan mensyukuri berbagai aspek positif
dan kemampuan yang ada dan juga menerima aspek negatif dan
keterbatasan yang ada pada diri kita dan tetap menyukai diri sendiri
4. Aktualisasi diri
Merupakan kemampuan menyadari kapasitas potensial yang dimiliki.
Aktualisasi diri adalah suatu proses dinamis dengan tujuan
mengembangkan kemampuan dan bakat secara maksimal
5. Kemandirian
Merupakan kemampuan mengatur atau mengarahkan diri dan
mengendalikan diri dalam berfikir dan bertindak serta tidak tergantung
35
b. Kemampuan interpersonal, meliputi :
1. Empati
Merupakan kemampuan menyadari, memahami, menghargai perasaan
orang lain dan juga kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan pikiran
orang lain
2. Hubungan interpersonal
Merupakan kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan yang
saling memuaskan yang dicirikan dengan keakraban serta memberi dan
menerima kasih sayang
3. Tanggungjawab sosial
Merupakan kemampuan menunjukkan diri sendiri dengan bekerjasama,
serta berpartisipasi dalam kelompok sosialnya. Komponen-komponen
kecerdasan emosional ini meliputi bertindak secara bertanggungjawab,
meskipun kita tidak mendapatkan keuntungan apapun secara pribadi
c. Penyesuaian diri, meliputi :
1. Pemecahan masalah
Merupakan kemampun mengenali masalah serta menghasilkan dan
melaksanakan solusi yang secara potensial efektif. Kemampuan ini juga
berkaitan dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak
menghindari masalah tetapi dapat menghadapi masalah dengan baik
36
Merupakan kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami atau
dirasakan dan kenyataan yang ada secara objektif dan sebagaimana adanya
bukan sebagaimana yang diinginkan atau diharapkan
3. Fleksibilitas
Merupakan kemampuan mengatur emosi, pikiran dan tingkah laku untuk
mengubah situasi dan kondisi sikap fleksibilitas ini juga mencakup seluruh
kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak
terduga dinamis
d. Penanganan stres, meliputi :
1. Ketahanan menanggung stres
Merupakan kemampuan menahan peristiwa yang tidak menyenangkan dan
situasi stres dan dengan aktif serta sungguh-sungguh mengatasi stres
tersebut. Ketahanan menanggung stres ini berkaitan dengan kemampuan
untuk tetap tenang dan sabar
2. Pengendalian impuls
Merupakan kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan
godaan untuk bertindak
e. Suasana hati, meliputi :
1. Kebahagiaan
Merupakan kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan, menikmati
37
2. Optimisme
Merupakan kemampuan untuk melihat sisi terang dalam hidup dan
membangun sikap positif sekalipun dihadapkan dengan kesulitan.
Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam menghadapi kesulitan
Kecerdasan Emosional akan diukur dengan menggunakan skala yang
disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bar-On (dalam
Goleman, 2000).
2. Perilaku delinkuen
Perilaku delinkuen merupakan suatu bentuk untuk berperilaku ilegal yang
dilakukan oleh orang yang belum dewasa (remaja) dan merupakan perilaku yang
tidak dapat diterima secara sosial atau masyarakat, tidak pantas dan tidak sesuai
dengan peran sosial dan status sosial pada usia tersebut. Individu yang delinkuen
melakukan perilaku seperti membolos, mabuk-mabukan, lari dari rumah, suka
berkeliaran pada malam hari dan melakukan tindakan kriminal dan tidak dapat
dikendalikan.
a. School truancy
Membolos jam pelajaran, membolos sekolah, keinginan rendah untuk berada di
sekolah, tidak betah berada di kelas untuk mengikuti pelajaran dan
mendengarkan guru
b. Alcoholic beverages
38
c. Running away
Keinginan yang rendah untuk berada di rumah, pergi dari rumah tanpa pamit
dan tanpa batas yang wajar untuk seusianya
d. Ungovernability
Tidak dapat dikontrol, ketidakpatuhan, menentang aturan dan perintah
orangtua/figur otoritas
e. Curfew violation
melanggar jam malam, keluar malam tanpa orangtua
f. Crimes
Bergaul dengan penjahat dan ikut terlibat, melakukan tindakan kriminal seperti
penyerangan dan mencuri.
Perilaku delinkuen akan diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan pengkategorian perilaku delinkuen yang dikemukakan oleh Bynum &
Thompson (1996).
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan sampel
Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai
merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah seluruh
objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek
atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000).
Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis,
39
yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang merupakan
penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai paling
sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).
Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Remaja laki-laki.
b. Berusia 12-15 tahun.
c. Bersekolah
d. Kecamatan Medan Denai Kota Medan
2. Teknik pengambilan sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk
memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Sedangkan
pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara
lain keterbatasan waktu dan dana.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan
sampel dengan random secara berkelas (cluster random sampling). Pengambilan
sampel menurut kelasnya dan bukan diambil per individu, melainkan dari
kelompok-kelompok individu atau cluster. Teknik pengambilan sampel ini
dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah, serta semua subjek memiliki
peluang yang sama besar untuk terpilih menjadi sampel (Hadi, 2000).
Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah
40
sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Sedangkan menurut Siegel
(1997) tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian.
Prosedur random pertama sekali dilakukan terhadap 21 buah sekolah yang
ada di Kecamatan Medan Denai dengan mengambil tiga buah sekolah.
Selanjutnya dilakukan prosedur random terhadap kelas-kelas yang ada pada
sekolah-sekolah yang telah terpilih.
D. Alat Pengumpulan Data
Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode.
Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat
ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2006).
Dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu dan skala kecerdasan
emosional dan skala perilaku delinkuen.
1. Skala kecerdasan emosional
Skala kecerdasan emosional disusun berdasarkan aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Bar-On (dalam Goleman 2000), yaitu kemampuan
intrapersonal, kemampuan interpersonal, penyesuaian diri, penanganan stres dan
suasana hati.
Skor kecerdasan emosional menunjukkan kemampuan dalam
41
seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, begitu juga sebaliknya,
skor yang rendah mengidentifikasikan seseorang memiliki kecerdasan emosional
yang rendah.
Skala ini menggunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan
empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan
favorable (mendukung aspek yang diukur) dan unfavorable (tidak mendukung
aspek yang diukur).
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala kecerdasan emosional yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Cara Penilaian Skala Kecerdasan Emosional BENTUK PERNYATAAN
Favorable Unfavorable
Respon Skor Respon Skor
STS 1 SS 1 TS 2 S 2
S 3 TS 3 SS 4 STS 4
Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, skor untuk setiap respon pada
pernyataan favorable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk skor
pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4.
Skala kecerdasan emosional disusun berdasarkan aspek-aspek dari teori
42
Tabel 2. Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan emosional sebelum uji coba
No Aspek Indikator
Aitem Jumlah %
Favorable Unfavorable Nomor Jumlah Nomor Jumlah
1. Kemampuan
c. Flexibilitas 52,62,63 3 56,64,
66,67 4
2. Skala perilaku delinkuen
Menurut Bynum & Thompson(1996) yang termasuk dalam pengkategorian
perilaku delinkuen meliputi: school truancy (bolos sekolah), alcoholic beverages
(mengkonsumsi alkohol), running away (pergi dari rumah), ungovernability
(tidakpatuh), curfew violation (melanggar jam malam), crimes (melakukan
tindakan kriminal).
Semakin tinggi skor yang dicapai oleh subjek penelitian berarti semakin
43
dicapai oleh subjek penelitian berarti semakin rendah tingkat perilaku
delinkuennya.
Skala ini menggunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan
empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan
favorable (mendukung aspek yang diukur) dan unfavorable (tidak mendukung
aspek yang diukur).
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala perilaku delinkuen yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Cara Penilaian Skala Perilaku Delinkuen BENTUK PERNYATAAN
Favorable Unfavorable
Respon Skor Respon Skor
STS 1 SS 1 TS 2 S 2
S 3 TS 3 SS 4 STS 4
Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, skor untuk setiap respon pada
pernyataan favorable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk skor
pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4.
Skala perilaku delinkuen disusun berdasarkan pengkategorian perilaku
delinkuen menurut Bynum &Thompson (1996), berikut bentuk blueprint dan
44
Tabel 4. Distribusi aitem-aitem skala perilaku delinkuen sebelum uji coba
No Aspek-Aspek
Aitem
JUMLAH % Favourable Unfavourable
Nomor Jumlah Nomor Jumlah 1. School
6 Crimes 9,17,19,37,4 2,43
6 8,18,38,39 ,41
5 11 16,67
Total 58 100
E. Validitas, Reliabilitas Alat Ukur dan Uji Daya Beda Aitem 1. Uji validitas
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam
menjalankan fungsinya. Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan
tujuan adalah : pertama, seberapa jauh alat ukur skala kecerdasan emosional dan
skala perilaku delinkuen mengukur atau mengungkap dengan tepat pada remaja
laki-laki. Kedua, seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian
pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya
(Azwar, 1997).
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional dan melalui professional judgement
(Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement
45
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat reliabilitas alat ukur yang
menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila
diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas
alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator
konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama.
Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan
hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 1997).
Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
reliabilitas konsistensi internal yaitu single trial administration dimana skala
psikologi hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu sebagai subjek.
Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar,
1997). Metode konsistensi internal yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menguji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach
yaitu tes dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitem.
3. Uji daya beda aitem
Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian
yaitu skala kecerdasan emosional dan skala perilaku delinkuen. Uji daya beda
aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara
individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang
diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan
46
tes. Dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa
yang diukur oleh tes secara keseluruhan. (Azwar, 2004).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu
skor aitem dikorelasikan dengan skor total tes. Prosedur pengujian ini akan
menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks
diskriminasi aitem (Azwar, 2004). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan
dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows.
4. Hasil uji coba alat ukur a. Skala kecerdasan emosional
Uji coba skala kecerdasan emosional dilakukan terhadap 69 orang subjek
remaja laki-laki yang bersekolah. Adapun distribusi hasil uji coba skala akan
47
Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan emosi setelah uji coba
No Aspek Indikator
Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Nomor Jumlah Nomor Jumlah
1. Kemampuan
Berdasarkan blue-print di atas, diketahui setelah uji coba dari 72 aitem
skala kecerdasan emosional dengan 69 orang subjek terdapat 31 aitem yang
memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam
penelitian (r ≥0.275) dengan reliabilitas alpha (α) sebesar 0.876. Koefisien
determinasi aitem-aitem yang reliable berkisar antara 0.285 – 0.647
Pada skala ini dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem.
Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala
penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat
48
Tabel 6. Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan emosional yang digunakan saat penelitian
No Aspek Indikator
Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Nomor Jumlah Nomor Jumlah
1. Kemampuan
b. Skala perilaku delinkuen
Uji coba skala kecerdasan emosional dilakukan terhadap 69 orang subjek
remaja laki-laki yang bersekolah. Adapun distribusi hasil uji coba skala akan
49
Tabel 7. Distribusi aitem-aitem skala perilaku delinkuen setelah uji coba
No Aspek-Aspek
Aitem
JUMLAH Favourable Unfavourable Nomor Jumlah Nomor Jumlah 1. School
Berdasarkan blue-print di atas, diketahui setelah uji coba dari 58 aitem
skala perilaku delinkuen dengan 69 orang subjek terdapat 34 aitem yang memiliki
koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian
(r ≥0.275) dengan reliabilitas alpha (α) sebesar 0.894. Koefisien determinasi
aitem-aitem yang reliable berkisar antara 0.291 – 0.629
Pada skala ini dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem.
Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala
penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat
50
Tabel 8. Distribusi aitem-aitem skala perilaku dellinkuen yang digunakan saat penelitian Nomor Jumlah Nomor Jumlah 1. School
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan penelitian a. Persiapan alat ukur
Pada tahapan ini yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat alat ukur
dan mengujicobakan alat ukur tersebut. Penelitian ini menggunakan dua skala
yang disusun oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala kecerdasan emosional
yang disusun berdasarkan teori aspek-aspek kecerdasan emosional dari (Bar-On).
Skala yang kedua yaitu skala perilaku delinkuen disusun berdasarkan teori
pengkategorian perilaku delinkuen dariBynum & Thompson (1996). Penyusunan
skala ini didahului dengan membuat blue print yang kemudian dilanjutkan dengan
operasionalisisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan yang jumlah aitemnya
51
b. Perizinan
Untuk melakukan penelitian ini, maka terlebih dahulu yang dilakukan
adalah proses persiapan dalam hal perizinan untuk melakukan penelitian. Proses
perizinan dimulai dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dalam hal ini pihak Program Studi Psikologi atas nama
koordinator pendidikan Program Studi Psikologi, mengajukan surat permohonan
izin penelitian kepada pihak Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Surat
permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak kecamatan yaitu
Camat Kecamatan Medan Denai.
Setelah diperoleh data mengenai sekolah-sekolah yang terdapat di
Kecamatan Medan Denai, maka dipilih beberapa sekolah yang akan menjadi
sampel dalam penelitian ini. Pihak Fakultas Psikologi atas nama koordinator
pendidikan Fakultas Psikologi, mengajukan surat permohonan izin penelitian
kepada pihak Dinas Pendidikan agar dapat mengambil data atau melakukan
penelitian di beberapa sekolah. Setelah mendapat izin dari pihak Dinas
Pendidikan, maka peneliti meminta izin kepada pihak sekolah yang terpilih
menjadi sampel untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, yaitu SMP
Negeri 23, SMP Swasta An-Nizam dan SMP Swasta Kebangsaan Medan.
c. Uji coba alat ukur
Sebelum skala kecerdasan emsosional dan skala perilaku delinkuen
dijadikan alat ukur yang sebenarnya dalam penelitian, maka terlebih dahulu skala
52
maka data tersebut diolah untuk menentukan aitem-aitem mana saja yang dapat
dijadikan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian diadakan dengan mulai menyebarkan skala pada
remaja laki-laki yang telah memenuhi karakteristik populasi yang telah ditentukan
sebelumnya. Para remaja diberikan skala kecerdasan emosi dan skala perilaku
delinkuen. Pengambilan data dilakukan pada siswa lak-laki SMP Negeri 23
Medan pada tanggal 25 April 2008, SMP Swasta An-Nizam Medan pada tanggal
26 April 2008 dan SMP Swasta Kebangsaan Medan pada tanggal 28 April 2008.
3. Tahap pengolahan data
Pengolahan data pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan
program SPSS version 13.0 for Window.
G. Metode Analisa Data
Semua analisa data diperoleh melalui program SPSS version 13.0 for
windows.Metode analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Uji daya beda aitem
Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau
konsistensi antara fungsi aitem dgn fungsi skala secara keseluruhan yang disebut
dengan konsistensi aitem-total. Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak
dari 0 – 1 dengan tanda (+) atau (-). Semakin baik daya diskriminasi aitem maka
53
aitem berdasar korelasi aitem-total, biasanya digunakan batasan r ≥ 0,30 (Azwar,
2006). Namun aitem yang lolos ternyata tidak mencukupi jumlah yang diinginkan,
maka peneliti menurunkan sedikit batas kriteria menjadi r ≥ 0,275.
2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha
Cronbach. Pada umumnya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila
koefisiennya mencapai minimal r = 0,90. Namun koefisien yang tidak setinggi itu
masih dapat dianggap cukup berarti (Azwar, 2006).
3. Uji normalitas sebaran.
Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian masing-masing variabel yakni kecerdasan emosional dan perilaku
delinkuen telah terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan one sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi
normal jika nilai p > 0,01 (Hadi, 2000).
4. Uji linearitas hubungan.
Uji linearitas hubungan dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel
kecerdasan emosi berkorelasi secara linear terhadap data variabel perilaku
delinkuen. Data variabel dikatakan linear jika p < α, dimana α = 0.01.
5. Uji korelasi
Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson product
moment guna melihat hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen
pada remaja laki-laki. Data variabel dikatakan memiliki korelasi yang sangat
54
6. Analisa regresi
Analisa regresi dilakukan untuk menguji hipotesa penelitian guna mengetahui
seberapa besar pengaruh kecerdasan emosi terhadap perilaku delinkuen pada
55
BAB IV
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
Bab ini akan menguraikan analisa data dan interpretasi hasil sesuai dengan
data yang diperoleh pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum
subjek penelitian dan hasil penelitian.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah remaja laki-laki di kecamatan medan denai.
Subjek penelitian adalah siswa SMP Negeri 23, SMP Swasta An-Nizam dan SMP
Swasta Kebangsaan Medan yang dipilih secara random yang berjumlah 155 orang
yang memenuhi karakterisitik populasi penelitian.
Melalui 155 orang yang terpilih, maka diperoleh gambaran subjek
berdasarkan usia dan kelas.
1. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia
Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek
penelitian seperti yang tertera pada tabel 9.
Tabel 9.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) 12 tahun 30 19,35
13 tahun 44 28,39 14 tahun 55 35,48 15 tahun 26 16,77
Total 155 100
Berdasarkan data pada tabel 9, jumlah subjek yang berusia 12 tahun sebanyak 30
subjek yang berusia 14 tahun sebanyak 55 orang (35,48%) dan subjek berusia 15
tahun sebanyak 26 orang (16,77%).
2. Gambaran subjek penelitian berdasarkan kelas
Berdasarkan kelas subjek penelitian maka dapat digambarkan penyebaran subjek
penelitian seperti yang tertera pada tabel 10.
Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas Kelas Jumlah (N) Persentase (%)
7 57 36,77 8 51 32,9 9 47 30,32
Total 155 100
Berdasarkan data pada tabel 10, jumlah subjek yang duduk di kelas 7 sebanyak 57
orang (36,77%), subjek yang duduk di kelas 8 sebanyak 51 orang (32,9%), dan
subjek yang duduk di kelas 9 sebanyak 47 orang (30,32%).
B. Hasil Penelitian 1. Uji asumsi
Jumlah skala yang disebarkan kepada sampel penelitian adalah sebanyak
162 buah skala dan dari 162 skala hanya 155 skala yang semua pernyataan
dijawab oleh sampel penelitian yang memenuhi kriteria populasi.
Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan
terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel
penelitian, baik variabel terikat (perilaku delinkuen) dan variabel bebas