KOORDINASI CAMAT DALAM MELAKSANAKAN
PEMBANGUNAN DI KECAMATAN
SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosila dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Oleh:
Hartoko Boang Manalu
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Diawali dengan nama tuhan yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusnan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses penilian untuk menyelesaikan
program pendidikan S1 pada Departemen ilmu administrasi Negara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan
dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Teristimewa
penulis ucapkan rasa cinta, sayang dan terimakasih kepada Mama (R.bintang)
yang tiada henti berdo’a agar anaknya menjadi manusia yang berhasil, perhatian
yang luar biasa tekunnya, kelembutan kasih yang menenangkan, dan mama yang
sangat memahami saya melebih dari diri saya sendiri. Terimakasih untuk sang
Ayah (L. Boang Manalu) atas segala kepercayaannya untuk memberikan saya
kesempatan bersekolah lebih tinggi, membiayai dan memotivasi terus untuk kelak
menjadi manusia yang tangguh ditengah-tengah masyarakat.
Tak lupa juga seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu:
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
2. Bapak Drs. Rasudin Ginting, M.Si, Selaku ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Kariono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Penulis yang Sudah
begitu banyak membantu Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis.
4. Ibu Dra. Elita Dewi, MSP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas ILmu Sosial dan Politik Universitas
Sumatera Utara Yang telah memberikan didikan dan ilmu yang bermanfaat
kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Pegawai-pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara khususnya buat kak Kak
Dian dan Kak Mega yang membantu penulis untuk melengkapi urusan
Administrasi.
7. Bapak Kadir Boang Manalu selaku camat, dan beserta seluruh staff
pegawai dikantor camat silima pungga-pungga atas dukungannya dalam
menyelesaikan tugas skripsi ini.
8. Spesial untuk teman-teman “Jangkrik Colony” yang selalu siap mendengar
Anak gunung yang selalu sama-sama mengurusi skripsi, Andrianus si lucu
dan mengerikan terimakasih atas kesenangannya, Andre Hutagalung
teman kopi, Wandi Napitupulu teman Stay Cool, Wandi Siagian teman
problem solver jangkrik, Basana Virginia sahabat yang hilang, Laza
Gunawan sinuhaji teman yang punya jiwa melindungi temannya)
9. Semua Sahabat Pramuka sanggar USU yang turut memberikan indahnya
persahabatan.
10.Spesial terimakasih juga untuk kak Sutan Sori Nasution yang menjadi
Bapak Angkatku, Terimakasih nasehat dan motivasinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan
penulis mengharapkan saran, kritik, dan arah yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
“Cinta Untuk Berbagi”
NJUAH-NJUAH BANTA KARINA
Medan, Juni 2015 Penulis
ABSTRAK
Dosen Pembimbing : Drs. Kariono M.Si
Koordinasi adalah upaya yang dilakukan untuk menselaraskan
kinerja tim agar menciptakan kegiatan yang harmonis diantara
orang-orang atau lembaga untuk memudahkan mencapai tujuan yang
sama-sama disepakati sebelumnya. Koordinasi menjadi instrument yang
sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Camat adalah
seorang pemimpin yang berperan sebagai coordinator dalam
menyelenggarakan pembangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana
pelaksanaan koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan di
wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.
Penelitian ini akan menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan
hasil observasi. Hasil analisis dari data penelitian ini menunjukkan
bahwa koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan
dikecamatan Silima Pungga-pungga belum maksimal.
Kata kunci: Koordinasi, Camat, Pembangunan
DAFATAR ISI
KATA PENGANTAR……….. i
ABSTRAK... iv
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 LATAR BELAKANG... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH... 7
1.3 TUJUAN PENELITAN... 7
1.4 MANFAAT PENELITIAN... 7
1.5 KERANGAKA TEORI... 8
1.5.1 KONSEP KOORDINASI... 9
1.5.1.1 PENGERTIAN KOORDINASI... 9
1.5.1.2 FUNGSI KOORDINASI... 10
1.5.1.3 SYARAT-SYARAT KOORDINASI... 11
1.5.1.4 SIFAT DAN ASAS KOORDINASI... 11
1.5.1.5 UNSUR-UNSUR KOORDINASI... 12
1.5.1.6 TUJUAN KOORDINASI... 13
1.5.1.7 MANFAAT KOORDINASI... 13
1.5.1.9 CARA MENJALANKAN KOORDINASI... 16
1.5.1.10 MEKANISME KOORDINASI... 17
1.5.1.11 TIPE-TIPE KOORDINASI... 18
1.5.1.12 TAHAP-TAHAP KOORDINASI... 19
1.5.2 KONSEP PEMBANGUNAN... 21
1.5.2.1 PENGERTIAN PEMBANGUNAN... 21
1.5.2.2 KARAKTERISTIK PEMBANGUNAN... 24
1.5.2.3 CIRI-CIRI PEMBANGUNAN... 26
1.5.2.4 TUJUAN PEMBANGUNAN... 28
1.5.2.5 VISI DAN MISI PEMBANGUNAN... 29
1.5.2.6 MODEL-MODEL PEMBANGUNAN... 31
1.5.2.7 KONSEP PEMBANGUNAN YANG IDEAL... 34
1.5.2.8 FAKTOR PENGHAMBAT PEMBANGUNAN... 35
1.6 DEFENISI KONSEP... 36
BAB II METODOLOGI PENELITIAN... 37
2.1 PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN... 37
2.2 LOKASI PENELITIAN………... 37
2.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 38
2.5 TEKNIK ANALISA DATA... 40
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 41
3.1 KEADAAN GEOGRAFIS... 41
3.2 BATAS-BATAS KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA.... 42
3.3 PENDUDUK DAN TENAGA KERJA... 43
3.4 BANYAKNYA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA ... 44
3.5 VISI-MISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 45
3.5.1 VISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNG... 45
3.5.2 MISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 45
3.6 URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA MASING-MASING JABATAN DIKANATOR CAMAT SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 46
3.6.1. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS CAMAT... 46
3.6.2. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS SEKRETARIS 48
3.6.3. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SUB BAGIAN UMUM... 52
3.6.5. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SUB
BAGIAN PROGRAM DAN PELAPORAN... 57
3.6.6. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI TATA PEMERINTAHAN... 59
3.6.7. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA... 63
3.6.8. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM... 66
3.6.9. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN... 68
3.6.10. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI KESEJAHTERAAN RAKYAT... 72
BAB IV PENYAJIAN DATA... 75
4.1. KOMUNIKASI... 75
4.2. PENENTUAN WAKTU... 79
4.3. FLEKSIBILITAS... 81
4.4. PENGENDALIAN... 85
BAB V ANALISIS DATA……... 90
5.1. FUNGSI KOORDINASI CAMAT DALAM MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI... 91
5.1.2. PENENTUAN WAKTU... 94
5.1.3. FLEKSIBILITAS... 96
5.1.4. PENGENDALIAN... 97
BAB VI PENUTUP... 99
6.1. KESIMPULAN... 99
6.2 SARAN………..………. 101
ABSTRAK
Dosen Pembimbing : Drs. Kariono M.Si
Koordinasi adalah upaya yang dilakukan untuk menselaraskan
kinerja tim agar menciptakan kegiatan yang harmonis diantara
orang-orang atau lembaga untuk memudahkan mencapai tujuan yang
sama-sama disepakati sebelumnya. Koordinasi menjadi instrument yang
sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Camat adalah
seorang pemimpin yang berperan sebagai coordinator dalam
menyelenggarakan pembangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana
pelaksanaan koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan di
wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.
Penelitian ini akan menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan
hasil observasi. Hasil analisis dari data penelitian ini menunjukkan
bahwa koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan
dikecamatan Silima Pungga-pungga belum maksimal.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara sedang berkembang dan memproklamasikan
kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Indonesia telah mengalami penderitaan yang
cukup panjang atas dudukan negara-negara kolonial di Indonsia salah satu
contohnya adalah Belanda. Segera negara Indonesia melakukan upaya
pembangunan yang cepat, negara menjadi pusat kebijakan dalam
mengkoordinasikan aparatnya Indonesia menuju perubahan yang lebih baik.
Menurut Siagian (2008) Pada hakikatnya pembangunan adalah rangkaian
usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang
ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation-building). Wujud dan tujuan akhir pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dituangkan di dalam
Undang-undang Dasar 1945 Alinea ke-4. Ditengah mewujudkan masyarakat yang
sejahtera salah satu yang menjadi tolak ukurnya adalah dari segi keberhasilan
pembangunan yang ada, baik pembangunan dalam hal membentuk karakter dan
pola pikir masyarakat, maupun dari segi pembangunan fisik atau infrastruktur
yang ada dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat adalah objek pembangunan sekaligus juga menjadi subjek
pembangunan, pembangunan dilakukan dengan pertimbangan keadaan
kemudian diajak untuk berpartisipasi dalam merencanakan pembangunan,
melaksanakan pembangunan, dan bahkan mengawasi pembangunan. Kebutuhan
masyarakat terus berkembang yang mana segala kebutuhan yang telah mendesak
dapat menjadi tuntutan yang mau tidak mau harus diusahakan oleh pemerintah.
Pengetahuan pun berkembang pula, karena terpanggil oleh tuntutan itu. Timbullah
pengetahuan yang spesialistis dan timbul pula tugas-tugas pemerintahan yang
spesialistis dengan peraturan-peraturan yang khusus pula.
Orang yang menjalankan tugas khusus itu didorong oleh keinginannya
untuk mensukseskan mission-nya, adakalanya tidak atau kurang memperhatikan orang lain yang juga mempunyai mission tertentu yang berbeda dengan dia, atau oleh karena pandangan keahlian masing-masing tidak sama. Dalam perkembangan
yang demikian itu timbullah kebutuhan adanya norma-norma atau
ketentuan-ketentuan yang memelihara keserasian dan keselarasan bagi keseluruhannya,
sebab jika tidak akan timbul suatu persaingan yang negatif.
Jika sikap pejabat atau petugas yang bersangkutan masa bodoh terhadap
tugas kewajiban, wewenang serta peranan pejabat atau petugas lain padahal ada
sangkut paut dengan tugas dia sendiri, ini akan merupakan persaingan yang
negatif. Maka jika itu terjadi berarti bahwa dalam pembinaan masyarakat ada
kesimpang siuran hambat-menghambat antara kegiatan yang sama dengan yang
lain, pemborosan waktu, tenaga dan biaya serta lebih jauh akan timbul
Ini semua merupakan ciri tidak adanya atau lemahnya koordinasi di dalam
lembaga pemerintahan negara. Lembaga pemerintahan Indonesia baik ditingkat
Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa merupakan bentuk organisasi
formal negara yang dibentuk dan berkoordinasi untuk menciptakan keteraturan
dan keharmonisan agar seluruh instansi yang saling berkaitan tidak menimbulkan
bentrokan-bentrokan dalam misi pembangunan. Sebagai lembaga perpanjangan
tangan bupati, pemerintahan yang berada diwilayah kecamatan diharapkan
membawa Visi Misi pembangunan yang diemban dalam kurung waktu tertentu
sebagai upaya pencapaian arah dan tujuan pembangunan disegala bidang.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 1
Ayat 9.
Kecamatan Silima Pungga-Pungga merupakan salah satu Kecamatan yang
berada di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Mengingat tersebarnya desa
-desa disekitar Kecamatan cukup banyak seperti -desa Lokkotan, Sapokomil,
Tung-tung Batu, Bongkaras, Pardomuan, Lae Pora, Lae Ambat, Lae Panginuman, Lae
Parira, Palipi, Sirata, Siboras, Bonian, Sumbari, dan Huta Pinang. Banyaknya
beragam persoalan-persoalan sosial yang muncul yang mana kebutuhan fisik saja
seperti sandang, pangan, dan papan tidak lagi menjadi satu-satunya tuntutan
masyarakat sebab kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan
prestise, pengakuan atas harkat dan martbatnya, serta jaminan perolehan haknya terutama yang bersifat asasi harus segera di penuhi oleh pemerintah yang mana
peran paling dominan dalam pembangunan berada di tangan pemerintah,
Ada beberapa bidang yang dibawahi oleh camat yang harus dikoordinasikan
dengan benar, yaitu kepala Sub Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Keuangan,
Kepala Sub Bagian Program dan Pealaporan, Kepala Seksi Tata Pemerintahan,
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kepala Seksi Ketentraman
dan Ketertiban Umum, Kepala Seksi Perekonomian dan Pembangunan. Keseluruh
bidang yang dibawahi camat harus dapat diselaraskan kerjanya untuk memberikan
kontribusi terhadap pembangunan yang diharapkan oleh masyarakat.
Untuk menciptakan kondisi kerja sama yang baik antar bidang yang
dibawahi oleh camat maka dibutuhkan sebuah softskill manajemen koordinasi yang baik pula. Oleh karena itu diantara bidang-bidang satuan kerja yang
dibawahi camat akan ditemukan kepentingan-kepentingan satu sama lainnya,
apabila ini tidak dapat dikoordinir dengan baik oleh camat maka akan
menimbulkan konflik yang berupaya saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Komitmen pembangunan yang direncanakan tidak akan sesuai seperti yang
dicita-citakan masyarakat, namun pembangunan yang ada ditengah-tengah masyarakat
adalah pembangunan yang dibuat berdasarkan kepentingan segolongan pihak saja.
Sebagaimana yang menjadi tugas pokok dan fungsi kecamatan adalah
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan di wilayah kecamtan serta melaksanakan tugas pemerintahan
lainnya yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Pembangunan yang sudah direncanakan ditingkat kecamatan oleh
aparat pemerintah kecamatan sering tidak berjalan sebagaimana yang
Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi dari pemerintah kecamatan
dalam proses pembangunan di kecamatan itu sendiri. Seperti yang terjadi di
Kecamatan Silima Pungga-pungga masih kurangnya peran aparat untuk
mewujudkan dan peran sertanya dalam proses pembangunan kecamatan serta
sistem koordinasi yang lemah meupakan salah satu kendala yang cukup serius
dalam pembangunan kecamatan. Dalam pembangunan dibutuhkan strategi yang
tepat karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran
masyarakat sehingga dapat berperan secara optimal dalam melaksanakan
pembangunan seperti yang diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi kebawah dan
melibatkan masyarakat luas melalui pemberian wewenang perencanaan
pelaksanaan pembanguan ditingkat daerah. Dari pengamatan penulis yang
terjadi di kecamatan Silima Pungga-Pungga pelaksanaan pembangunan belum
terkoordinasi secara optimal oleh aparat pemerintah.
Hal ini belum didukung oleh sarana prasarana yang representative yang sesuai dengan harapan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan belum baik
seperti jalan di kecamatan memiliki banyak kerusakan parah, Saluran air yang
kurang baik, pembuatan tempat sampah belum berjalan secara maksimal, ini
terlihat dari lambatnya pekerjaan, ketidak pastian waktu pelaksanaan dan
letak geografis kecamatan yang jauh dari pusat pemerintahan. Olehnya itu untuk
mencapai tujuan pembangunan di semua sektor diperlukan koordinasi dan
kesungguhan dari aparat dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan
dana dan daya tenaga secara efisien perlu dilakukan untuk menumbuhkan
swadaya masyarakat karena hal itu ikut menentukan keberhasilan pembangunan
sehingga dengan demikian pembangunan dengan sumber daya manusia perlu
ditingkatkan secara maksimal.
Berangkat dari pernyataan di atas lembaga pemerintahan kecamatan masih
ditemukan beberapa kelemahan dalam penyebaran pembangunan yang tentunya
dibutuhkan kesiapan dalam menjalankan berbagai aktivitas pembangunan, yang
harus dipahami bahwa aparat kecamatan dalam menjalankan fungsinya dituntut
mampu mengkoordinasikan perencanaan pembangunan agar kiranya dapat seiring
akan pelaksanaan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Aparat telah
mengembang tugas dan tanggung jawab dalam Koordinasi dengan pemerintah
baik pusat, daerah maupun pihak kecamatan dimana didalamnya terdapat
beberapa kelemahan-keleman dalam penyelenggaraannya termasuk kesadaran
aparat akan pentingnya fungsi koordinasi.
Atas dasar itulah sehingga Penulis melalui kesempatan ini, dicoba
menelusuri permasalahan Penerapan fungsi Koordinasi aparat pemerintah
Kecamatan, sehingga diangkat suatu penelitian sederhana dengan judul ”
Koordinasi Camat Dalam Melaksanakan Pembangunan Di Kecamatan Silima
Pungga Pungga Kabupaten Dairi”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan dalan latar belakang diatas maka
penelitian supaya lebih jelas dalam melakukan penelitian. Adapun perumusan
masalah yang diajukan oleh peneliti adalah “Bagaimana koordinasi camat dalam
melaksanakan pembanguanan di wilayah kecamatan Silima Pungga-Pungga,
Kabupaten Dairi”.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian maka tujuan penelitian ini adalah
:
1. Untuk mengetahui koordinasi camat dalam melaksanakan pembangunan di
kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang Menjadi kendala bagi camat dalam melakukan koordinasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat antara lain yaitu:
1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara Ilmiah, Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta
mengembangkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah.
3. Manfaat praktis, yaitu untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang
koordinasi, selain itu diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi
4. Secara teoritis dan akademis menambah khasanah ilmu tentang kajian
koordinasi
1.5 Kerangka Teori
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang
mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang
membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa
suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan
dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan
selanjutnya.
Menurut singarimbun (1989), teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
kontrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suau fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya teori,
peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang
menjadi pusat perhatiannya berdasarkan unsur ilmu dan teori. Untuk memperoleh
pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini
dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang
dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.
1.5.1 Konsep Koordinasi 1.5.1.1. Pengertian Koordinasi
Menurut Leonard D. White dalam buku Sutarto (1984). Koordinasi adalah
bagian-bagian pada saat yang tepat sehingga dapat memberikan sumbangan yang
maksimum pada hasil secara keseluruhan.
Menurut Henry Fayol dalam buku Sutarto, koordinasi berarti mengikat
bersama, menyatukan, dan menselaraskan semua kegiatan dan usaha. Dari
berbagai intisari tentang koordinasi seperti disebut diatas, maka dapat dipakai satu
istilah yaitu keselarasan. Baik kesatuan tindakan, kesatuan usaha, penyesuaian
antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkroisasi semuanya bersasaran
keselarasan.
Menurut George R.Terry dalam buku Sutarto, koordinasi adalah
sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan kepantasan
kwantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkan keselarasan
dan kesatuan tindakan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar itu dapatlah
kiranya asas koodinasi diartikan sebagai berikut yaitu di dalam organisasi harus
ada keselarasan aktivitas antar satuan organisasi atau keselarasan tugas antar
pejabat.
Manajer yang sukses adalah manajer yang dapat melakukan koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi dengan baik. Integrasi adalah suatu usaha untuk
menyatukan tindakan berbagai badan, instansi, unit sehingga merupakan suatu
kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang
telah ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk
menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan, tindakan, unit-unit, sehingga diperoleh
1.5.1.2. Fungsi Koordinasi
Menurut Jasin (1981) fungsi koordinasi ialah mengsinkronisasikan dan
melaraskan kegiatan semua unit departemen organisasi menuju tercapainya suatu
hasil akhir yang sama. Koordinasi menyangkut semua orang, kelompok, unit
organisasi dan semua kegiatan di dalam tiap perusahaan dimana orang bekerja
sama. Tanpa koodinasi terjadi pemborosan waktu, daya upaya, dan uang yang
sangat banyak.
Koordinasi yang baik mulai dengan pandangan yang masuk akal, sikap, dan
perencanaan. Juga memerlukan pegawai-pegawai yang cakap, saling percaya, dan
integrasi kegiatan tetap dan terus menerus dari semua anggota manajemen dan
seluruh angkatan kerja, semangat kelompok yang baik dan moral yang tinggi. Hal
ini tidak dapat tercapai jika mereka yang bersangkutan tidak merasa cocok dengan
kepemimpinan mereka. Struktur organisasi mempunyai pengaruh pasti pada
koodinasi karena menentukan kerangak yang mengurus semua garis komando,
saluran komunikasi dan pola hubungan yang harus diintegrasikan menjadi 1 hasil
gabungan yang serasi.
1.5.1.3. Syarat-syarat Koordinasi
Adapun yang menjadi syarat-syarat koordinasi menurut Hasibuan (2009)
yaitu:
b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai tujuan.
c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. d. Espirit de corps, artinya bagian-bagian yang diikut sertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
1.5.1.4. Sifat dan asas koordinasi
Adapun yang menjadi sifat-sifat dari koordinasi yaitu:
a. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
b. Koordinasi menekankan pandangan yang menyeluruh oleh seorang
koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Asas koordinasi adalah asas skala (scalar principle) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang
disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya
asas hieraki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi
bawahannya langsung.
1.5.1.5. unsur-unsur Koordinasi
Menurut Sugandha (1991), unsur-unsur yang terkandung dalam usaha
koordinasi adalah:
a. Unit-unit atau organisasi-organisasi, adalah kelompok-kelompok kerja di
b. Sumber-sumber atau potensi, yang ada pada unit-unit suatu organisasi
adalah tenaga kerja, keterampilan dan pengetahuan personilnya,
tekhnologi, anggaran, serta fasilitas kerja lainnya.
c. Gerak kegiatan, adalah segala upaya, segala sesuatu tindakan yang
dikerjakan oleh pejabat-pejabat maupun kelompok kerja dalam melakukan
tugasnya.
d. Kesatuan paduan, artinya terdapat pertautan atau hubungan diantara
sesamanya sehingga mewujudkan suatu integritas atau satu kesatuan yang
kompak.
e. Keserasian, berarti adanya urutan-urutan pengerjaan sesuatu yang tersusun
secara logis, sistematis, atau dilakukan dalam waktu yang bersamaan akan
tetapi tidak menimbulkan duplikasi (pengulangan), penjumbuhan, maupun
pertentangan.
f. Arah yang sama, dalam hal ini sebagai pedoman ialah sasaran yang sudah
diterapkan. Segala potensi itu diarahkan ke sasaran yang satu itu juga,
sehingga tak terjadi pertentangan.
1.5.1.6. Tujuan koordinasi
Adapun yang menjadi tujuan koordinasi menurut Hasibuan (2009) yaitu:
a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke
arah tercapainya sasaran perusahaan.
b. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan.
d. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
e. Untuk mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan 6M ke arah sasaran
organisasi atau perusahaan.
f. Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.
1.5.1.7. Manfaat Koordinasi
Menurut Sutarto (1984) Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi
maka ada beberapa manfaat yang dapat dipetik antara lain yaitu:
a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain antara
satuan organisasi atau antara para pejabat yang ada dalam organisasi.
b. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa
satuan organisasinya atau jabatannya merupakan paling penting.
c. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan timbulnya
pertentangan antar satuan organisasi atau antar para pejabat.
d. Dengan koordinasi dapat dihindarkan timbulnya rebutan fasilitas.
e. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemudian terjadinya kekosongan
pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organiasi atau
kekosongan pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.
f. Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya peristiwa waktu
menunggu yang memakan waktu lama.
g. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat
untuk saling bantu satu sama lain terutama diantara pejabat yang ada daam
h. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya
kekembaran pengerjaan terhadap suatu aktivitas oleh satuan-satuan
organisasi atau kekembaran pengerjaan terhadap tugas oeh para pejabat.
i. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara para pejabat
untuk saling memberitahu masalah yang dihadapi bersama sehingga dapat
dihindarkan kemungkinan terjadinya kebaikan bagi dirinya, keselamatan
bagi dirimu atas kerugian atau kejatuhan sesama pejabat lainnya.
j. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan langkah antara para
pejabat.
k. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan langkah antar para
pejabat.
l. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan kebijaksanaan antar
pejabat
.
1.5.1.8. Akibat Kurangnya Koordinasi
Kosong atau kurangnya koordinasi daam suatu organisasi akan terlihat dari
adanya gejala-gejala sebagai berikut yaitu:
a. Petugas atau satuan-satuan organisasi bertengkar menuntut suatu bidang
kerja atau wewenang yang masing-masing menganggap termasuk dalam
lingkungan tugasnya. Dalam hal ini sering terjadinya kekembaran dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan yang memboroskan tenaga, waktu, dan
b. Petugas-petugas atau satuan organisasi saling melemparkan sesuatu
tanggung jawab kepada pihak lain karena masing-masing merasa bahwa
suatu pekerjaan tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya.
Pengingkaran tanggung jawab biasanya mengakibatkan adanya
kekosongan tindakan yang semstinya dijalankan.
c. pencapaian tujuan organisasi tidak berjaan secara lancar karena suasana
organisasi terasa serba kacau, para petugas nampak serba ragu dan
pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan, ternyata serba salah, saling berbenturan
atau bahkan hasil pekerjaan yang satu sering dihapuskan oleh pekerjaan
yang lain tanpa disadari.
1.5.1.9. Cara Menjalankan Koordinasi
Menurut Reksohadiprodjo (2000) Organisasi tentu saja ingin menjalankan
koordinasi yang efektif dan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, yaitu:
a. Menyederhanakan organisasi bagian-bagian yang secara konstan
berhubungan dan bekerja sama ditempatkan dalam suatu sistem.
b. Harus diadakan prosedur yang terang dan jelas dan setiap orang
mengetahui dan mengikutinya sehingga waktu penyelesaiannya tepat
ditentukan tangga (deadline) penyelesaian.
c. Sedapat mungkin dapat dipakai metode komunikasi tertulis.
d. Sebaiknya diadakan rencana sedini mungkin.
e. Para karyawan diminta/didorong agar mengadakan koordinasi secara
f. Koordinasi dilakukan secara formal melalui pemimpin, staf pembantu,
panitia maupun pejabat penghubung walaupun kontak tidak formal perlu
dikembangkan
Menurut Hasibuan (2009), cara-cara mengadakan koordinasi antara lain
sebagai berikut yaitu:
a. Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan
mengenai pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat
harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik.
b. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan
dicapai oleh anggota tidak menurut individu anggota dengan tujuan
bersama.
c. Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide,
saran dan lain sebagainya.
d. Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan
dan penciptaan sasaran.
e. Membina human relations yang baik antar sesama karyawan.
f. Manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan.
Kesimpulan suatu koordinasi akan lebih baik jika memperoleh dukungan dan
partisipasi dari bawahan, pihak-pihak terkait yang akan melakukan pekerjaan
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, agar mereka antusias dalam
1.5.1.10. Mekasnisme Koordinasi
Suatu organisasi biasanya menciptakan mekanisme koordinasi tertentu dalam
ruang lingkup tertentu. Menurut Reksohadiprodjo (2000), ada 3 mekanisme
koordinasi, antara lain yaitu:
a. Koordinasi hierarki, dimana berbagai kegiatan dihubungkan di bawah
satu kekuasaan pusat.
b. Koordinasi administratif, yang berhubungan dengan pekerjaan yang
rutin sifatnya.
c. Koordinasi sukarela, dimana individu atau kelompok melihat adanya
kebutuhan menciptakan program dan menerapkannya.
1.5.1.11 Tipe-Tipe Koordinasi
Menurut Hasibuan (2009), tipe-tipe koordinasi di bagi atas dua bagian
antara lain sebagai berikut yaitu:
a. Koordinasi vertikal adalah kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada
dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan
mengkoordinasi semua aparat yang ada dibawah tanggung jawabnya
secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan
karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang peru diatur.
b. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan atau kegiatan
organiasai (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini reltif sulit
dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada
pejabat yang sulit diatur sebab sebab kedudukannya setingkat. Koordinasi
Horizontal ini dibagi atas dua yaitu:
Interdisiplinary adalah satuan koordinasi dalam rangka
mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan
menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain
secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.
Interrelated adalah koordinasi antara (instansi), unit-unit yang
fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain
saling bergantungan atau mempunyai kaitan baik, secara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf.
1.5.1.12 Tahap-tahap koordinasi
Menurut Jasin (1981) tahap-tahap penting dari koordinasi anata lain
sebagai berikut yaitu:
1. Komunikasi
Salah satu hal penting yang harus selalu diingat oleh seorang pemimpin tentang
komunikasi adalah kenyataan bahwa “berkata saja tidak cukup”. Bilamana ia
memberi informasi, instruksi, penafsiran, atau petunjuk pada seorang bawahan,
dapat dicapai dengan berbagai cara “mengulang” sesuai dengan situasi.
Dimana ada kekurangan pengertian didalam satu organisasi, penyebabnya
mungkin terdapat dibidang komunikasi, dan ini akan berpengaruh langsung
terhadap keberbagai tahap koordinasi. Kemampuan organisasi untuk
mengadakan kegiatan yang kompleks tergantung pada cara bagaimana orang
mempergunakan sistem komunikasi dalam suatu organisasi. Semakin besar
toleransi atau rasa saling tergantung dan bersatu para anggota organisasi dan
semakin mudah komunikasi.
2. Penentuan waktu
Penentuan waktu tepat dan penyusunan jadwal merupakan bagian-bagian
pokok dari koordinasi. Tiap situasi memerlukan suatu analisis yang cermat dan
teknik perencanaan yang baik untuk disesuaikan dengan kebutuhan khusus.
3.Fleksibilitas
Hampir setiap prosedur senantiasa berubah. Oleh sebab itu, Manajemen harus
selalu waspada terhadap kebutuhan perubahan kegiatan dan dalam koordinasi
yang berkaitan dengan kegiatan itu, ini memerlukan fleksibilitas dalam
pandangan, kepekaan terhadap perubahan dan kerelaan. Untuk membuat
perubahan terkadang diperlukan hasil yang optimal agar dapat mencapai hasil
akhir yang dikehendaki. Penentuan waktu yang ketat, perancangan kegiatan
yang harus dijalankan bersama-sama dengan fleksibilitas dalam mengadakan
perubahan yang diperlukan agar mempertahankan koordinasi yang efektif dari
semua kegiatan.
Koordinasi dengan sendirinya bergantung pada pengendalian yang efektif.
Akan tetapi, jika orang-orang tidak ingin bekerja sama, koordinasi dalam suatu
pekerjaan akan menjadi sangat sulit, sekalipun dengan adanya pengendalian
efektif. Pengendalian biasanya baik, bila diciptakan suasana yang
menyebabkan orang-orang bekerja sama sebagai satu tim. Ini dapat dicapai
dengan memberi sasaran yang jelas, standar prestasi, kebijaksanaan, jadwal,
dan kriteria untuk mengukur prestasi. Bilamana diberi media yang tepat agar
mereka dapat mempertahankan pengendalian dan disiplin diri sendiri.
1.5.2. Konsep Pembangunan 1.5.2.1.Pengertian Pembangunan
Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam
pembangunan, sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama
bukan karena orang tidak paham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tetapi
justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak. Sehingga
hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk
rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit hal tersebut disebut
dengan pembangunan.
Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat
dipahami dan dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat
yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan, sumber perubahan internal atau
eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat dilihat dari
intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui
transformasi struktural atau tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga
dapat dilihat pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi
kewenangan dalam pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut
level pengelolaan sumber daya tersebut yaitu tingkat lokal, regional, atau nasional.
Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang
berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan
perhatian pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif
yang lain disamping kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali,
mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut
juga dengan modal sosial atau energi sosial. Bahkan dalam masing-masing
perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia juga dapat di jumpai
pandangan dan perlakuan yang berbeda. Di satu pihak dapat di jumpai perspektif
yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang
dapat di gerakkan dan di manfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan di
lain pihak melihatnya sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu
sendiri.
Pengertian pembangunan harus di lihat secara dinamis, bukan di lihat
sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan
usaha yang tanpa akhir. ”Development is not a static concept. It is continuously
changing“, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai “never ending goal”. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat
bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai
usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”, dan
proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan
hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja dan
Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009).
Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. Dalam
tulisan-tulisan mengenai pembangunan tersebut, pengertian seperti modernisasi,
perubahan sosial, industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi
pembangunan. Namun demikian, menurut para ahli, istilah tersebut di atas terasa
kurang sesuai dengan yang sesungguhnya dimaksud dengan pembangunan. Frey
dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan
(growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun dengan istilah westernisasi yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya).
Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan
diartikan sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial,
Yang paling sering di gunakan walaupun kedua pengertian istilah tersebut
dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi,
atau lebih mencakup seluruh proses analog dan seiring dalam masyarakat secara
keseluruhan. Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan
masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan,
tingkat tidak mengenal huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial yang tercantum menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution
(2004).
Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan di definisikan sebagai
rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan
sadar yang di tempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka
pembinaan bangsa (nation building).
1.5.2.2.Karakteristik Pembangunan
Berdasarkan beragamnya pengertian pembangunan di atas, maka
karakteristik pembangunan dapat dilihat dari perkembangan paradigma
pembangunan yang berlangsung dari waktu ke waktu. Berikut ini merupakan
paradigma yang aktivitas pembangunannya didasarkan pada tiga karakterstik,
yaitu integral, universal, dan partisipasi total. Karakteristik pembangunan integral
mengandung arti bahwa program pembangunan disatu sektor tidak bisa di
pisahkan dengan pembangunan di sektor lain. Pembangunan ekonomi misalnya,
tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas,
pembangunan hukum yang berkeadilan, pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang bertumpuh pada kekuatan sendiri, serta pembangunan sosial
budaya yang berakhlak.
Dalam Paradigma ini, karakteristik pembangunan yang bersifat integral
akan meniadakan ketimpangan pembangunan antara ekonomi fisik yang dominan
(mercusuaris) dengan pembangunan sumber daya manusia, ilmu pengetahun dan teknologi, kemandirian, serta sosial budaya. Karakteristik pembangunan universal
memberikan pengertian bahwa aset-aset pembangunan haruslah dipergunakan
untuk kepentingan lintas generasi, lintas teritorial, dan bahkan lintas kehidupan
(dunia akhirat). Lintas generasi berarti harus berkelanjutan (sustainable), jangan sampai pembangunan sekarang menyebabkan terpuruknya generasi-generasi yang
akan datang.
Mungkin pembangunan telah mengabaikan hal ini,
pembangunan-pembangunan fisik yang gegap gempita di masa lalu membuat generasi sekarang
menderita lantaran pembiayaannya melalui utang. Lintas teritorial maksudnya
adalah bahwa pembangunan disuatu tempat tidak menyebabkan tempat lain
terlantar atau bahkan terkena dampak negatifnya. Dalam paradigma ini, terdapat
pula visi pemerataan pembangunan dan pembangunan yang ramah lingkungan.
Sedangkan lintas kehidupan bermakna menginspirasikan pelaku-pelaku
pembangunan supaya berbuat sambil membangun pula akhirat yang lebih baik,
aktivitas dalam hal ini merupakan ekspresi relijius.
Karakteristik pembangunan partisipasi total adalah bahwa pembangunan
diperlukan pemberdayaan masyarakat agar mereka setara sebagai mitra
pemerintah dalam merumuskan kepentingan bersama. Kesetaraan ini tidak hanya
dari segi kedudukannya tetapi juga kualitasnya, sehingga diperlukan pendidikan
politik.
1.5.2.3 Ciri-ciri Pembangunan
Pada dasarnya, ciri-ciri pembangunan itu dapat dilihat dari pengertian
pembangunan itu sendiri. Ciri-ciri pembangunan yang dikemukakan disini adalah
berdasarkan tujuh ide pokok yang muncul dari definisi pembangunan yang
diberikan oleh Sondang P. Siagian (2008), yaitu:
1. Pembangunan merupakan suatu proses, berarti pembangunan merupakan
rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari
tahap-tahap yang di satu pihak independen akan tetapi di pihak lain
merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir (never ending).
Banyak cara yang dapat di gunakan untuk menentukan pentahapan
tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang
di harapkan akan di peroleh.
2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai
sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan perkataan lain, jika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terdapat kegiatan yang
sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, maka kegiatan
tersebut tidak dapat di kategorikan sebagai pembangunan.
3. Pembangunan di lakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang,
jangka menengah, dan jangka pendek. Seperti dimaklumi, merencanakan
berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan di
lakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan.
4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan.
Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara
bangsa untuk berkembang dan tidak sekedar mampu mempertahankan
kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Perubahan mengandung
makna bahwa suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif
dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari jangka waktu
tertentu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda
itu dapat di prediksikan sebelumnya atau tidak. Dengan perkatan lain,
suatu negara bangsa yang sedang membangun tidak akan puas jika hanya
mampu mempertahankan status quo yang ada.
5. Pembangunan mengarah pada moderntias. Modernitas disini diartikan
antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik daripada
sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat
tetapi fleksibel.
6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan
mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahan dan keamanan.
7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha
pembinaan bangsa, sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin
kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya.
1.5.2.4.Tujuan Pembangunan
Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan
masyarakatnya dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut
Siagian dalam Nawawi (2009), pada umumnya komponen yang dicita-citakan
dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif dan sukar membayangkan
tercapainya “titik jenuh yang absolut”, dan yang sudah tercapai tidak mungkin
ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan
yang sama dimata hukum, kesejahteraan material, mental, dan spiritual,
kebahagian untuk semua, ketentraman serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini
maka masyarakat harus lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang
meliputi keterlibatan aktif keterlibatan dalam memikul beban dan
bertanggungjawab serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat
(Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).
Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia,
komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal
adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian
sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah tujuan
yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat
direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang
ditegakkan sebagai aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir
pembangunan.
1.5.2.5. Visi dan Misi Pembangunan
Agar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang telah dituangkan dalam prioritas pembangunan, maka visi dan
misi pembangunan haruslah selaras dengan tujuan pembangunan. Sehingga dapat
menumbuhkan komitmen pelaksana pembangunan untuk mewujudkan visi
menjadi kenyataan dalam proses kreatif dan intuitif. Visi adalah rumusan umum
mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan sedangkan
misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi.
Agar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas maka haruslah
dapat menjawab pertanyaan ”berada pada pembangunan apa kita sekarang?”.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan itu adalah:
1. Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan
2. Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang
sesungguhnya dicapai dengan apa yang ingin dicapai;
3. Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan
arah dan pola organisasi di masa depan.
Visi yang hendak dicapai memerlukan penjabaran kegiatan yang selaras
dengan visi tersebut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi (2009), penjabaran dari
kegiatan inilah yang disebut dengan misi. Untuk menyatakan misi tersebut maka
harus memuat antara lain:
1. Menentukan apa yang dicita-citakan organisasi
2. Membedakan organisasi dengan organisasi lain
3. Menjadikan kerangka untuk evaluasi aktivitas kini dan yang akan datang
4. Menjamin kebulatan maksud dalam organisasi
5. Menyediakan basis untuk memotivasi sumber-sumber organisasi
6. Meyediakan standar untuk mengalokasikan sumber-sumber organisasi
7. Menentukan sifat dan iklim bisnis yang diinginkan
8. Menyediakan titik fokal untuk mengidentifikasikan tujuan dan arah
organisasi
9. Memungkinkan penerjemahan maksud organisasi ke da;am tujuan-tujuan
yang cocok
10.Memungkinkan penerjemahan tujuan ke dalam strategi dan aktivitas yang
spesifik lainnya.
Menurut Nawawi (2009), berdasarkan paradigma pembangunan yang
berkembang (Intergrating Development Paradigma) pada empat dasawarsa pertama sejak awal 1950-an hingga sekarang, sedikitnya terdapat lima
model-model pembangunan, yaitu: model-model saling hubungan, model-model pertumbuhan, model-model
pemerataan, model pembangunan manusia, dan model peningkatan daya saing.
1. Model Saling Hubungan
Model saling hubungan adalah model pembangunan yang
mempunyai relevansi antara paradigma administrasi publik dengan
paradigma pembangunan sosial ekonomi politik. Dalam model ini
tercatat perkembangan model-model pembangunan lainnya yang
mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara berkembang
dan terbagi ke dalam tiga model, yaitu: (1) Model pertumbuhan
Gross Nasional Produk (GNP); (2) Model pemerataan dan
pemenuhan kebutuhan pokok dan (3) Model pembangunan kualitas
manusia.
2. Model Pertumbuhan
Model pertumbuhan merupakan suatu model pembangunan
yang sesuai dengan paradigma pertumbuhan yang melandasi
strategi pembangunan yang berorientasi pada peningkatan
pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP). Model ini
beranggapan bahwa hal tersebut dapat dicapai dengan menempuh
semangat modernisasi dan superioritas. Untuk itu maka peranan
yang dilakukan adalah melakukan perencanaan dan
langkah-langkah kebijakan guna petumbuhan ekonomi yang diinginkan
yang mempunyai sasaran pada adanya perubahan sosiokultural dan
institusional, sehingga masyarakat memiliki orientasi dan sifat-sifat
“achievernent, universalism, dan fungtional specificity.
3. Model Pemerataan
Model pemerataan dipandang sebagai pemerataan dalam
berbagai aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan. Model ini
berawal pada pengembangan delivery service system yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi
lokal dan sektoral. Pemberantasan pengangguran dan
ketidakmerataan merupakan tujuan eksplisit pembangunan dalam
model ini. Hal tersebut disebabkan karena mekanisme pasar
terganjal oleh ketimpangan dalam pembagian pendapatan.
Pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan pemenuhan
kebutuhan pokok, termasuk kesempatan kerja dan berusaha, air
bersih dan perumahan, dipandang sebagai strategi yang lebih baik,
yang nantinya akan berdampak pada kemandirian dan keadilan
sosial.
4. Model Pembangunan Manusia
Model pembangunan manusia didasari pada paradigma
untuk membangkitkan kesadaran dan kemampuan insani (Harmon
dan Mayer dalam Nawawi, 2009) dan peningkatan sumber daya
manusia, baik secara individual maupun kolektif (UNDP dalam
Nawawi, 2009). Korten sendiri menyebutkan jenis manajemen dan
administrasi yang cocok dalam rangka pelaksanaan model
pembangunan kualitas manusia ini sebagai community based resource management.
5. Model Peningkatan Daya Saing
Model peningkatan daya saing merupakan model
pembangunan yang dilakukan melalui transformasi teknologi,
peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sistem
informasi, modernisasi manajemen usaha, serta pembaruan
kelembagaan, reinventing goverment, banishing bureauracy, deregulasi dan debirokrasi, perkembangan ek-commece, e-goverment dan lain sebagainya. Secara keseluruhan mengacu pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang didukung oleh
kemampuan dan keterampilan profesional, interaksi budaya, dan
kegiatan bisnis antar bangsa.
1.5.2.7.Konsep Pembangunan yang Ideal
Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat
yang lebih baik dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada dasarnya pembangunan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurunkan kemiskinan, mengurangi
pengangguran, dan berkeadilan sosial. Keberhasilan penyelenggaraan
pembangunan dalam semua segi kehidupan dan penghidupan bangsa menuntut
komitmen seluruh komponen masyarakat.
Berdasarkan strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh
pemerintah, semua warga masyarakat turut menjadi “pemain” dan tidak ada yang
sekedar menjadi “penonton”. Memang benar bahwa jenis, intensitas, dan
ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan,
keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki
juga beraneka ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak
menggunakan pendekatan “elitist”, namun kelompok elit dalam masyarakat harus
memberikan kontribusi yang lebih substansial dibandingkan dengan warga
masyarakat yang lain (Siagian, 2008).
1.5.2.8. Faktor Penghambat Pembangunan
Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan banyak
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga
akselerasi (percepatan) pembangunan disetiap negara tidak sama. Menurut
Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), faktor yang mempengaruhi pembangunan
dan mempunyai relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain sebagai berikut
yaitu:
1. Masyarakat yang masih tradisional
3. Masyarakat maju (modern).
Menurut Didin S. Damanhuri (2010) menyatakan bahwa berdasarkan
problema empiris ekonomi politik dan pembangunan di negara-negara sedang
berkembang. Faktor-faktor yang menjadi tantangan, masalah, dan hambatan
dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat dijadikan peluang atau
ancamannya adalah:
1. Globalisasi
2. Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan
3. Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi
4. Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi
5. Utang luar negeri
6. Lingkungan (ekologi)
7. Birokrasi.
1.6Defenisi Konsep
Defenisi konsep memberikan batasan terhadap pembahasan dari
permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Menurut Singaimbun, konsep adalah
istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak,
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial. Melalui konsep ini peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan
pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events)
Berdasarkan uraian dengan kerangka teori diatas konsep yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota
itu sendiri.
2. Pembangunan adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak
menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas
sosia yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian yang berupaya
menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda,
atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.
Dengandemikian, penelitian ini akan menjelaskan gambaran realitas dari masalah
yang akan dielaborasi oleh peneliti dengan menggunakan data-data yang ada.
Bungin (2007:68).
Menurut Bogdan dan Taylor (Moeleong, 2006:3), penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat, Jalan Sisingamangaraja No.27,
Parongil dengan kode Pos 22262.
Adapun informan penelitian yang menjadi objek penelitian ini dibedaka
atas 2 jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan.
1. Informan Kunci adalah yang mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang
mengetahui secara mendalam permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini
yang menjadi informan kunci adalah Camat Silima Pungga-Pungga
2. Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial
yang diteliti. Adapun informan utama daam penelitian ini adalah kepala Sub
Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Keuangan, Kepala Sub Bagian Program
dan Pealaporan, Kepala sesksi tata pemerintahan, Kepala seksi pemberdayaan
masyarakat dan desa, Kepala seksi ketentraman dan ketertiban Umum, Kepala
seksi Perekonomian dan pembangunan
2.4Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk
itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik pengumpulan data primer
Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpuan data primer tersebut dapa
dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:
a. wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan suatu
ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh si peneliti.
b. observasi adaah pengamatan mendalam secara langsung suatu kegiatan
yang sedang dilakukan. Melalui observasi peneliti dapat memperoleh
pandangan mengenai apa yang sebenarnya dilakukan dan melihat langsung
keterkaitan yang terdapat didalamnya dan kemudian mencatat
gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
2. Teknik pengumpulan data sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpuan data yang
dilakukan melalui pengumpulan kepustakaan yang dapat mendukung data
primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen sebagai berikut:
a. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpuan data dengan menggunakan
catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada di lokasi penelitian atau
sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian.
b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
buku-buku, karya ilmiah, dan pendapat dari para ahli yang berkompetensi, serta
memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
2.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data deskriptif kualitatif dimana jenis data yang berbentuk informasi baik
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Keadaan Geografis
Kecamatan Silima Pungga-pungga adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Dairi, Sumatra Utara. Dengan Luas wilayah 83,40 km², jumlah penduduk 14775
jiwa, dengan kepadatan penduduk 177 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan ini
memiliki 15 desa dan 1 Kelurahan. Kecamatan ini berjarak 25 Km dari kantor
Bupati Dairi yang berada pada kota Sidikalang. Sebagian besar arealnya terdiri
dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang rata/data.
Berdasarkan kemiringan lahan daerahnya memiliki kemiringan berkisar
antara 0-25, ketinggian Kecamatan Silima Pungga-pungga berkisar antara
700-1.100 meter di atas permukaan laut. Kantor Camat berada pada Jalan
Sisingamangaraja No.27, Parongil dengan kode Pos 22262. Penduduk di
kecamatan ini bersuku Pak-pak, Batak, dan Jawa. Penduduk dari kecamatan ini
mempunyai mata pencaharian sebagai Petani, Pegawai Negeri, dan Wiraswasta.
Kecamatan Silima Pungga-Pungga mempunyai 15 desa dan 1 Kelurahan
Yaitu:
1. Bakal Gajah
2. Bongkaras
3. Bonian
4. Lae Ambat
5. Lae Pangaroan
7. Lae Rambong
8. Longkotan
9. Palipi
10. Parongil (Kelurahan)
11. Polling Anak-Anak
12. Siboras
13·Siratah
14·Sumbari
15·Tungtung Batu
16·Uruk Belin
3.2. Batas-Batas Kecamatan Silima Pungga-Pungga
Secara Geografi, Kecamatan Silima Pungga-pungga Memiliki Batas
Wilayah:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lae Parira
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Prop. Nanggro Aceh Darussalam
Menurut Klasifikasi desa, di Kecamatan Silima Pungga-pungga terdapat
11 desa Swasembada dan 5 desa Swakarya.
3.1 Penduduk Dan Tenaga Kerja
Kecamatan Silima Pungga-pungga sebanyak 12.657 jiwa yang terdiri dari
laki-laki sebanyak 6.227 dan perempuan sebanyak 6.430 jiwa. Kepadatan
penuduk adalah 143jiwa per Km persegi. Dengan penyebaran yang tidak merata
pada setiap desa.
Dari 16 desa yang terdapat di Kecamatan Silima PUngga-pungga terdapat
penduduk terpadat di Kelurahan Parongil yaitu sebanyak 1.160 jiwa. Dan desa
yang terjarang penduduknya adalah desa siratah yaitu 404 jiwa.
Jumlah rumah tangga di kecamatan silima pungga-pungga sebanyak 3.336
rumah tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata-rata banyaknya jiwa
per rumah tangga adalah sebanyak 4 jiwa.
b. Struktur Penduduk menurut lapangan pekerjaan
Mata pencaharian Penduduk di Kecamatan Silima Pungga-pungga masih
didominasi sector pertanian yaitu sekitar 90% dan juga cara pengolahan tanahnya
masih bersifat tradisional sehingga hasilnya masih belum sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Karakteristik Adat Istiadat
Mata Pencaharian penduduk di Kecamtan Silima Pungga-pungga
dipengaruhi oleh penduduk yang ada seperti suku pak-pak, toba, simalungn, karo,
dan lainnya srta sifatnya dipengaruhi oleh suku-suku di atas. Sehingga
3.2. Banyaknya PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) di Kecamatan Silima Pungga-Pungga
Menurut Golongan dan Instansi
Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kecamatan Silima
Pungga-Pungga
Menurut Golongan dan Instansi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kecamatan Silima
Pungga-Pungga Menurut Golongan dan Instansi