• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koordinasi Camat Dalam Melaksanakan Pembangunan di Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Koordinasi Camat Dalam Melaksanakan Pembangunan di Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI CAMAT DALAM MELAKSANAKAN

PEMBANGUNAN DI KECAMATAN

SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosila dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Oleh:

Hartoko Boang Manalu

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Diawali dengan nama tuhan yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusnan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses penilian untuk menyelesaikan

program pendidikan S1 pada Departemen ilmu administrasi Negara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan

dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Teristimewa

penulis ucapkan rasa cinta, sayang dan terimakasih kepada Mama (R.bintang)

yang tiada henti berdo’a agar anaknya menjadi manusia yang berhasil, perhatian

yang luar biasa tekunnya, kelembutan kasih yang menenangkan, dan mama yang

sangat memahami saya melebih dari diri saya sendiri. Terimakasih untuk sang

Ayah (L. Boang Manalu) atas segala kepercayaannya untuk memberikan saya

kesempatan bersekolah lebih tinggi, membiayai dan memotivasi terus untuk kelak

menjadi manusia yang tangguh ditengah-tengah masyarakat.

Tak lupa juga seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

(3)

2. Bapak Drs. Rasudin Ginting, M.Si, Selaku ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Kariono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Penulis yang Sudah

begitu banyak membantu Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan

kepada penulis.

4. Ibu Dra. Elita Dewi, MSP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas ILmu Sosial dan Politik Universitas

Sumatera Utara Yang telah memberikan didikan dan ilmu yang bermanfaat

kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Pegawai-pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara khususnya buat kak Kak

Dian dan Kak Mega yang membantu penulis untuk melengkapi urusan

Administrasi.

7. Bapak Kadir Boang Manalu selaku camat, dan beserta seluruh staff

pegawai dikantor camat silima pungga-pungga atas dukungannya dalam

menyelesaikan tugas skripsi ini.

8. Spesial untuk teman-teman “Jangkrik Colony” yang selalu siap mendengar

(4)

Anak gunung yang selalu sama-sama mengurusi skripsi, Andrianus si lucu

dan mengerikan terimakasih atas kesenangannya, Andre Hutagalung

teman kopi, Wandi Napitupulu teman Stay Cool, Wandi Siagian teman

problem solver jangkrik, Basana Virginia sahabat yang hilang, Laza

Gunawan sinuhaji teman yang punya jiwa melindungi temannya)

9. Semua Sahabat Pramuka sanggar USU yang turut memberikan indahnya

persahabatan.

10.Spesial terimakasih juga untuk kak Sutan Sori Nasution yang menjadi

Bapak Angkatku, Terimakasih nasehat dan motivasinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan

penulis mengharapkan saran, kritik, dan arah yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

“Cinta Untuk Berbagi”

NJUAH-NJUAH BANTA KARINA

Medan, Juni 2015 Penulis

(5)

ABSTRAK

Dosen Pembimbing : Drs. Kariono M.Si

Koordinasi adalah upaya yang dilakukan untuk menselaraskan

kinerja tim agar menciptakan kegiatan yang harmonis diantara

orang-orang atau lembaga untuk memudahkan mencapai tujuan yang

sama-sama disepakati sebelumnya. Koordinasi menjadi instrument yang

sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Camat adalah

seorang pemimpin yang berperan sebagai coordinator dalam

menyelenggarakan pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana

pelaksanaan koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan di

wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.

Penelitian ini akan menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan

hasil observasi. Hasil analisis dari data penelitian ini menunjukkan

bahwa koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan

dikecamatan Silima Pungga-pungga belum maksimal.

(6)

Kata kunci: Koordinasi, Camat, Pembangunan

DAFATAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 LATAR BELAKANG... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH... 7

1.3 TUJUAN PENELITAN... 7

1.4 MANFAAT PENELITIAN... 7

1.5 KERANGAKA TEORI... 8

1.5.1 KONSEP KOORDINASI... 9

1.5.1.1 PENGERTIAN KOORDINASI... 9

1.5.1.2 FUNGSI KOORDINASI... 10

1.5.1.3 SYARAT-SYARAT KOORDINASI... 11

1.5.1.4 SIFAT DAN ASAS KOORDINASI... 11

1.5.1.5 UNSUR-UNSUR KOORDINASI... 12

1.5.1.6 TUJUAN KOORDINASI... 13

1.5.1.7 MANFAAT KOORDINASI... 13

(7)

1.5.1.9 CARA MENJALANKAN KOORDINASI... 16

1.5.1.10 MEKANISME KOORDINASI... 17

1.5.1.11 TIPE-TIPE KOORDINASI... 18

1.5.1.12 TAHAP-TAHAP KOORDINASI... 19

1.5.2 KONSEP PEMBANGUNAN... 21

1.5.2.1 PENGERTIAN PEMBANGUNAN... 21

1.5.2.2 KARAKTERISTIK PEMBANGUNAN... 24

1.5.2.3 CIRI-CIRI PEMBANGUNAN... 26

1.5.2.4 TUJUAN PEMBANGUNAN... 28

1.5.2.5 VISI DAN MISI PEMBANGUNAN... 29

1.5.2.6 MODEL-MODEL PEMBANGUNAN... 31

1.5.2.7 KONSEP PEMBANGUNAN YANG IDEAL... 34

1.5.2.8 FAKTOR PENGHAMBAT PEMBANGUNAN... 35

1.6 DEFENISI KONSEP... 36

BAB II METODOLOGI PENELITIAN... 37

2.1 PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN... 37

2.2 LOKASI PENELITIAN………... 37

(8)

2.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 38

2.5 TEKNIK ANALISA DATA... 40

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 41

3.1 KEADAAN GEOGRAFIS... 41

3.2 BATAS-BATAS KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA.... 42

3.3 PENDUDUK DAN TENAGA KERJA... 43

3.4 BANYAKNYA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA ... 44

3.5 VISI-MISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 45

3.5.1 VISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNG... 45

3.5.2 MISI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 45

3.6 URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA MASING-MASING JABATAN DIKANATOR CAMAT SILIMA PUNGGA-PUNGGA... 46

3.6.1. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS CAMAT... 46

3.6.2. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS SEKRETARIS 48

3.6.3. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SUB BAGIAN UMUM... 52

(9)

3.6.5. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SUB

BAGIAN PROGRAM DAN PELAPORAN... 57

3.6.6. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI TATA PEMERINTAHAN... 59

3.6.7. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA... 63

3.6.8. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM... 66

3.6.9. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN... 68

3.6.10. TUGAS POKOK DAN URAIAN TUGAS KEPALA SEKSI KESEJAHTERAAN RAKYAT... 72

BAB IV PENYAJIAN DATA... 75

4.1. KOMUNIKASI... 75

4.2. PENENTUAN WAKTU... 79

4.3. FLEKSIBILITAS... 81

4.4. PENGENDALIAN... 85

BAB V ANALISIS DATA……... 90

5.1. FUNGSI KOORDINASI CAMAT DALAM MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI... 91

(10)

5.1.2. PENENTUAN WAKTU... 94

5.1.3. FLEKSIBILITAS... 96

5.1.4. PENGENDALIAN... 97

BAB VI PENUTUP... 99

6.1. KESIMPULAN... 99

6.2 SARAN………..………. 101

(11)

ABSTRAK

Dosen Pembimbing : Drs. Kariono M.Si

Koordinasi adalah upaya yang dilakukan untuk menselaraskan

kinerja tim agar menciptakan kegiatan yang harmonis diantara

orang-orang atau lembaga untuk memudahkan mencapai tujuan yang

sama-sama disepakati sebelumnya. Koordinasi menjadi instrument yang

sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Camat adalah

seorang pemimpin yang berperan sebagai coordinator dalam

menyelenggarakan pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana

pelaksanaan koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan di

wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.

Penelitian ini akan menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan

hasil observasi. Hasil analisis dari data penelitian ini menunjukkan

bahwa koordinasi Camat dalam melaksanakan pembangunan

dikecamatan Silima Pungga-pungga belum maksimal.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara sedang berkembang dan memproklamasikan

kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Indonesia telah mengalami penderitaan yang

cukup panjang atas dudukan negara-negara kolonial di Indonsia salah satu

contohnya adalah Belanda. Segera negara Indonesia melakukan upaya

pembangunan yang cepat, negara menjadi pusat kebijakan dalam

mengkoordinasikan aparatnya Indonesia menuju perubahan yang lebih baik.

Menurut Siagian (2008) Pada hakikatnya pembangunan adalah rangkaian

usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang

ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan

bangsa (nation-building). Wujud dan tujuan akhir pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dituangkan di dalam

Undang-undang Dasar 1945 Alinea ke-4. Ditengah mewujudkan masyarakat yang

sejahtera salah satu yang menjadi tolak ukurnya adalah dari segi keberhasilan

pembangunan yang ada, baik pembangunan dalam hal membentuk karakter dan

pola pikir masyarakat, maupun dari segi pembangunan fisik atau infrastruktur

yang ada dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat adalah objek pembangunan sekaligus juga menjadi subjek

pembangunan, pembangunan dilakukan dengan pertimbangan keadaan

(13)

kemudian diajak untuk berpartisipasi dalam merencanakan pembangunan,

melaksanakan pembangunan, dan bahkan mengawasi pembangunan. Kebutuhan

masyarakat terus berkembang yang mana segala kebutuhan yang telah mendesak

dapat menjadi tuntutan yang mau tidak mau harus diusahakan oleh pemerintah.

Pengetahuan pun berkembang pula, karena terpanggil oleh tuntutan itu. Timbullah

pengetahuan yang spesialistis dan timbul pula tugas-tugas pemerintahan yang

spesialistis dengan peraturan-peraturan yang khusus pula.

Orang yang menjalankan tugas khusus itu didorong oleh keinginannya

untuk mensukseskan mission-nya, adakalanya tidak atau kurang memperhatikan orang lain yang juga mempunyai mission tertentu yang berbeda dengan dia, atau oleh karena pandangan keahlian masing-masing tidak sama. Dalam perkembangan

yang demikian itu timbullah kebutuhan adanya norma-norma atau

ketentuan-ketentuan yang memelihara keserasian dan keselarasan bagi keseluruhannya,

sebab jika tidak akan timbul suatu persaingan yang negatif.

Jika sikap pejabat atau petugas yang bersangkutan masa bodoh terhadap

tugas kewajiban, wewenang serta peranan pejabat atau petugas lain padahal ada

sangkut paut dengan tugas dia sendiri, ini akan merupakan persaingan yang

negatif. Maka jika itu terjadi berarti bahwa dalam pembinaan masyarakat ada

kesimpang siuran hambat-menghambat antara kegiatan yang sama dengan yang

lain, pemborosan waktu, tenaga dan biaya serta lebih jauh akan timbul

(14)

Ini semua merupakan ciri tidak adanya atau lemahnya koordinasi di dalam

lembaga pemerintahan negara. Lembaga pemerintahan Indonesia baik ditingkat

Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa merupakan bentuk organisasi

formal negara yang dibentuk dan berkoordinasi untuk menciptakan keteraturan

dan keharmonisan agar seluruh instansi yang saling berkaitan tidak menimbulkan

bentrokan-bentrokan dalam misi pembangunan. Sebagai lembaga perpanjangan

tangan bupati, pemerintahan yang berada diwilayah kecamatan diharapkan

membawa Visi Misi pembangunan yang diemban dalam kurung waktu tertentu

sebagai upaya pencapaian arah dan tujuan pembangunan disegala bidang.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 1

Ayat 9.

Kecamatan Silima Pungga-Pungga merupakan salah satu Kecamatan yang

berada di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Mengingat tersebarnya desa

-desa disekitar Kecamatan cukup banyak seperti -desa Lokkotan, Sapokomil,

Tung-tung Batu, Bongkaras, Pardomuan, Lae Pora, Lae Ambat, Lae Panginuman, Lae

Parira, Palipi, Sirata, Siboras, Bonian, Sumbari, dan Huta Pinang. Banyaknya

beragam persoalan-persoalan sosial yang muncul yang mana kebutuhan fisik saja

seperti sandang, pangan, dan papan tidak lagi menjadi satu-satunya tuntutan

masyarakat sebab kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan

prestise, pengakuan atas harkat dan martbatnya, serta jaminan perolehan haknya terutama yang bersifat asasi harus segera di penuhi oleh pemerintah yang mana

peran paling dominan dalam pembangunan berada di tangan pemerintah,

(15)

Ada beberapa bidang yang dibawahi oleh camat yang harus dikoordinasikan

dengan benar, yaitu kepala Sub Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Keuangan,

Kepala Sub Bagian Program dan Pealaporan, Kepala Seksi Tata Pemerintahan,

Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kepala Seksi Ketentraman

dan Ketertiban Umum, Kepala Seksi Perekonomian dan Pembangunan. Keseluruh

bidang yang dibawahi camat harus dapat diselaraskan kerjanya untuk memberikan

kontribusi terhadap pembangunan yang diharapkan oleh masyarakat.

Untuk menciptakan kondisi kerja sama yang baik antar bidang yang

dibawahi oleh camat maka dibutuhkan sebuah softskill manajemen koordinasi yang baik pula. Oleh karena itu diantara bidang-bidang satuan kerja yang

dibawahi camat akan ditemukan kepentingan-kepentingan satu sama lainnya,

apabila ini tidak dapat dikoordinir dengan baik oleh camat maka akan

menimbulkan konflik yang berupaya saling menjatuhkan satu sama lainnya.

Komitmen pembangunan yang direncanakan tidak akan sesuai seperti yang

dicita-citakan masyarakat, namun pembangunan yang ada ditengah-tengah masyarakat

adalah pembangunan yang dibuat berdasarkan kepentingan segolongan pihak saja.

Sebagaimana yang menjadi tugas pokok dan fungsi kecamatan adalah

melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan

kemasyarakatan di wilayah kecamtan serta melaksanakan tugas pemerintahan

lainnya yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi

daerah. Pembangunan yang sudah direncanakan ditingkat kecamatan oleh

aparat pemerintah kecamatan sering tidak berjalan sebagaimana yang

(16)

Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi dari pemerintah kecamatan

dalam proses pembangunan di kecamatan itu sendiri. Seperti yang terjadi di

Kecamatan Silima Pungga-pungga masih kurangnya peran aparat untuk

mewujudkan dan peran sertanya dalam proses pembangunan kecamatan serta

sistem koordinasi yang lemah meupakan salah satu kendala yang cukup serius

dalam pembangunan kecamatan. Dalam pembangunan dibutuhkan strategi yang

tepat karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran

masyarakat sehingga dapat berperan secara optimal dalam melaksanakan

pembangunan seperti yang diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang

perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi kebawah dan

melibatkan masyarakat luas melalui pemberian wewenang perencanaan

pelaksanaan pembanguan ditingkat daerah. Dari pengamatan penulis yang

terjadi di kecamatan Silima Pungga-Pungga pelaksanaan pembangunan belum

terkoordinasi secara optimal oleh aparat pemerintah.

Hal ini belum didukung oleh sarana prasarana yang representative yang sesuai dengan harapan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan belum baik

seperti jalan di kecamatan memiliki banyak kerusakan parah, Saluran air yang

kurang baik, pembuatan tempat sampah belum berjalan secara maksimal, ini

terlihat dari lambatnya pekerjaan, ketidak pastian waktu pelaksanaan dan

letak geografis kecamatan yang jauh dari pusat pemerintahan. Olehnya itu untuk

mencapai tujuan pembangunan di semua sektor diperlukan koordinasi dan

kesungguhan dari aparat dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan

(17)

dana dan daya tenaga secara efisien perlu dilakukan untuk menumbuhkan

swadaya masyarakat karena hal itu ikut menentukan keberhasilan pembangunan

sehingga dengan demikian pembangunan dengan sumber daya manusia perlu

ditingkatkan secara maksimal.

Berangkat dari pernyataan di atas lembaga pemerintahan kecamatan masih

ditemukan beberapa kelemahan dalam penyebaran pembangunan yang tentunya

dibutuhkan kesiapan dalam menjalankan berbagai aktivitas pembangunan, yang

harus dipahami bahwa aparat kecamatan dalam menjalankan fungsinya dituntut

mampu mengkoordinasikan perencanaan pembangunan agar kiranya dapat seiring

akan pelaksanaan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Aparat telah

mengembang tugas dan tanggung jawab dalam Koordinasi dengan pemerintah

baik pusat, daerah maupun pihak kecamatan dimana didalamnya terdapat

beberapa kelemahan-keleman dalam penyelenggaraannya termasuk kesadaran

aparat akan pentingnya fungsi koordinasi.

Atas dasar itulah sehingga Penulis melalui kesempatan ini, dicoba

menelusuri permasalahan Penerapan fungsi Koordinasi aparat pemerintah

Kecamatan, sehingga diangkat suatu penelitian sederhana dengan judul ”

Koordinasi Camat Dalam Melaksanakan Pembangunan Di Kecamatan Silima

Pungga Pungga Kabupaten Dairi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan dalan latar belakang diatas maka

(18)

penelitian supaya lebih jelas dalam melakukan penelitian. Adapun perumusan

masalah yang diajukan oleh peneliti adalah “Bagaimana koordinasi camat dalam

melaksanakan pembanguanan di wilayah kecamatan Silima Pungga-Pungga,

Kabupaten Dairi”.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian maka tujuan penelitian ini adalah

:

1. Untuk mengetahui koordinasi camat dalam melaksanakan pembangunan di

kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang Menjadi kendala bagi camat dalam melakukan koordinasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat antara lain yaitu:

1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian

program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara Ilmiah, Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta

mengembangkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah.

3. Manfaat praktis, yaitu untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang

koordinasi, selain itu diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi

(19)

4. Secara teoritis dan akademis menambah khasanah ilmu tentang kajian

koordinasi

1.5 Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa

suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan

dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan

selanjutnya.

Menurut singarimbun (1989), teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

kontrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suau fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya teori,

peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang

menjadi pusat perhatiannya berdasarkan unsur ilmu dan teori. Untuk memperoleh

pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini

dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang

dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.

1.5.1 Konsep Koordinasi 1.5.1.1. Pengertian Koordinasi

Menurut Leonard D. White dalam buku Sutarto (1984). Koordinasi adalah

(20)

bagian-bagian pada saat yang tepat sehingga dapat memberikan sumbangan yang

maksimum pada hasil secara keseluruhan.

Menurut Henry Fayol dalam buku Sutarto, koordinasi berarti mengikat

bersama, menyatukan, dan menselaraskan semua kegiatan dan usaha. Dari

berbagai intisari tentang koordinasi seperti disebut diatas, maka dapat dipakai satu

istilah yaitu keselarasan. Baik kesatuan tindakan, kesatuan usaha, penyesuaian

antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkroisasi semuanya bersasaran

keselarasan.

Menurut George R.Terry dalam buku Sutarto, koordinasi adalah

sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan kepantasan

kwantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkan keselarasan

dan kesatuan tindakan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar itu dapatlah

kiranya asas koodinasi diartikan sebagai berikut yaitu di dalam organisasi harus

ada keselarasan aktivitas antar satuan organisasi atau keselarasan tugas antar

pejabat.

Manajer yang sukses adalah manajer yang dapat melakukan koordinasi,

integrasi, dan sinkronisasi dengan baik. Integrasi adalah suatu usaha untuk

menyatukan tindakan berbagai badan, instansi, unit sehingga merupakan suatu

kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang

telah ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk

menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan, tindakan, unit-unit, sehingga diperoleh

(21)

1.5.1.2. Fungsi Koordinasi

Menurut Jasin (1981) fungsi koordinasi ialah mengsinkronisasikan dan

melaraskan kegiatan semua unit departemen organisasi menuju tercapainya suatu

hasil akhir yang sama. Koordinasi menyangkut semua orang, kelompok, unit

organisasi dan semua kegiatan di dalam tiap perusahaan dimana orang bekerja

sama. Tanpa koodinasi terjadi pemborosan waktu, daya upaya, dan uang yang

sangat banyak.

Koordinasi yang baik mulai dengan pandangan yang masuk akal, sikap, dan

perencanaan. Juga memerlukan pegawai-pegawai yang cakap, saling percaya, dan

integrasi kegiatan tetap dan terus menerus dari semua anggota manajemen dan

seluruh angkatan kerja, semangat kelompok yang baik dan moral yang tinggi. Hal

ini tidak dapat tercapai jika mereka yang bersangkutan tidak merasa cocok dengan

kepemimpinan mereka. Struktur organisasi mempunyai pengaruh pasti pada

koodinasi karena menentukan kerangak yang mengurus semua garis komando,

saluran komunikasi dan pola hubungan yang harus diintegrasikan menjadi 1 hasil

gabungan yang serasi.

1.5.1.3. Syarat-syarat Koordinasi

Adapun yang menjadi syarat-syarat koordinasi menurut Hasibuan (2009)

yaitu:

(22)

b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai tujuan.

c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. d. Espirit de corps, artinya bagian-bagian yang diikut sertakan atau dihargai,

umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.

1.5.1.4. Sifat dan asas koordinasi

Adapun yang menjadi sifat-sifat dari koordinasi yaitu:

a. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.

b. Koordinasi menekankan pandangan yang menyeluruh oleh seorang

koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran.

c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Asas koordinasi adalah asas skala (scalar principle) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang

disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya

asas hieraki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi

bawahannya langsung.

1.5.1.5. unsur-unsur Koordinasi

Menurut Sugandha (1991), unsur-unsur yang terkandung dalam usaha

koordinasi adalah:

a. Unit-unit atau organisasi-organisasi, adalah kelompok-kelompok kerja di

(23)

b. Sumber-sumber atau potensi, yang ada pada unit-unit suatu organisasi

adalah tenaga kerja, keterampilan dan pengetahuan personilnya,

tekhnologi, anggaran, serta fasilitas kerja lainnya.

c. Gerak kegiatan, adalah segala upaya, segala sesuatu tindakan yang

dikerjakan oleh pejabat-pejabat maupun kelompok kerja dalam melakukan

tugasnya.

d. Kesatuan paduan, artinya terdapat pertautan atau hubungan diantara

sesamanya sehingga mewujudkan suatu integritas atau satu kesatuan yang

kompak.

e. Keserasian, berarti adanya urutan-urutan pengerjaan sesuatu yang tersusun

secara logis, sistematis, atau dilakukan dalam waktu yang bersamaan akan

tetapi tidak menimbulkan duplikasi (pengulangan), penjumbuhan, maupun

pertentangan.

f. Arah yang sama, dalam hal ini sebagai pedoman ialah sasaran yang sudah

diterapkan. Segala potensi itu diarahkan ke sasaran yang satu itu juga,

sehingga tak terjadi pertentangan.

1.5.1.6. Tujuan koordinasi

Adapun yang menjadi tujuan koordinasi menurut Hasibuan (2009) yaitu:

a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke

arah tercapainya sasaran perusahaan.

b. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan.

(24)

d. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.

e. Untuk mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan 6M ke arah sasaran

organisasi atau perusahaan.

f. Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.

1.5.1.7. Manfaat Koordinasi

Menurut Sutarto (1984) Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi

maka ada beberapa manfaat yang dapat dipetik antara lain yaitu:

a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain antara

satuan organisasi atau antara para pejabat yang ada dalam organisasi.

b. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa

satuan organisasinya atau jabatannya merupakan paling penting.

c. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan timbulnya

pertentangan antar satuan organisasi atau antar para pejabat.

d. Dengan koordinasi dapat dihindarkan timbulnya rebutan fasilitas.

e. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemudian terjadinya kekosongan

pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organiasi atau

kekosongan pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.

f. Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya peristiwa waktu

menunggu yang memakan waktu lama.

g. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat

untuk saling bantu satu sama lain terutama diantara pejabat yang ada daam

(25)

h. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya

kekembaran pengerjaan terhadap suatu aktivitas oleh satuan-satuan

organisasi atau kekembaran pengerjaan terhadap tugas oeh para pejabat.

i. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara para pejabat

untuk saling memberitahu masalah yang dihadapi bersama sehingga dapat

dihindarkan kemungkinan terjadinya kebaikan bagi dirinya, keselamatan

bagi dirimu atas kerugian atau kejatuhan sesama pejabat lainnya.

j. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan langkah antara para

pejabat.

k. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan langkah antar para

pejabat.

l. Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan kebijaksanaan antar

pejabat

.

1.5.1.8. Akibat Kurangnya Koordinasi

Kosong atau kurangnya koordinasi daam suatu organisasi akan terlihat dari

adanya gejala-gejala sebagai berikut yaitu:

a. Petugas atau satuan-satuan organisasi bertengkar menuntut suatu bidang

kerja atau wewenang yang masing-masing menganggap termasuk dalam

lingkungan tugasnya. Dalam hal ini sering terjadinya kekembaran dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan yang memboroskan tenaga, waktu, dan

(26)

b. Petugas-petugas atau satuan organisasi saling melemparkan sesuatu

tanggung jawab kepada pihak lain karena masing-masing merasa bahwa

suatu pekerjaan tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya.

Pengingkaran tanggung jawab biasanya mengakibatkan adanya

kekosongan tindakan yang semstinya dijalankan.

c. pencapaian tujuan organisasi tidak berjaan secara lancar karena suasana

organisasi terasa serba kacau, para petugas nampak serba ragu dan

pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan, ternyata serba salah, saling berbenturan

atau bahkan hasil pekerjaan yang satu sering dihapuskan oleh pekerjaan

yang lain tanpa disadari.

1.5.1.9. Cara Menjalankan Koordinasi

Menurut Reksohadiprodjo (2000) Organisasi tentu saja ingin menjalankan

koordinasi yang efektif dan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, yaitu:

a. Menyederhanakan organisasi bagian-bagian yang secara konstan

berhubungan dan bekerja sama ditempatkan dalam suatu sistem.

b. Harus diadakan prosedur yang terang dan jelas dan setiap orang

mengetahui dan mengikutinya sehingga waktu penyelesaiannya tepat

ditentukan tangga (deadline) penyelesaian.

c. Sedapat mungkin dapat dipakai metode komunikasi tertulis.

d. Sebaiknya diadakan rencana sedini mungkin.

e. Para karyawan diminta/didorong agar mengadakan koordinasi secara

(27)

f. Koordinasi dilakukan secara formal melalui pemimpin, staf pembantu,

panitia maupun pejabat penghubung walaupun kontak tidak formal perlu

dikembangkan

Menurut Hasibuan (2009), cara-cara mengadakan koordinasi antara lain

sebagai berikut yaitu:

a. Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan

mengenai pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat

harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik.

b. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan

dicapai oleh anggota tidak menurut individu anggota dengan tujuan

bersama.

c. Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide,

saran dan lain sebagainya.

d. Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan

dan penciptaan sasaran.

e. Membina human relations yang baik antar sesama karyawan.

f. Manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan.

Kesimpulan suatu koordinasi akan lebih baik jika memperoleh dukungan dan

partisipasi dari bawahan, pihak-pihak terkait yang akan melakukan pekerjaan

diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, agar mereka antusias dalam

(28)

1.5.1.10. Mekasnisme Koordinasi

Suatu organisasi biasanya menciptakan mekanisme koordinasi tertentu dalam

ruang lingkup tertentu. Menurut Reksohadiprodjo (2000), ada 3 mekanisme

koordinasi, antara lain yaitu:

a. Koordinasi hierarki, dimana berbagai kegiatan dihubungkan di bawah

satu kekuasaan pusat.

b. Koordinasi administratif, yang berhubungan dengan pekerjaan yang

rutin sifatnya.

c. Koordinasi sukarela, dimana individu atau kelompok melihat adanya

kebutuhan menciptakan program dan menerapkannya.

1.5.1.11 Tipe-Tipe Koordinasi

Menurut Hasibuan (2009), tipe-tipe koordinasi di bagi atas dua bagian

antara lain sebagai berikut yaitu:

a. Koordinasi vertikal adalah kegiatan penyatuan, pengarahan yang

dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada

dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan

mengkoordinasi semua aparat yang ada dibawah tanggung jawabnya

secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan

karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang peru diatur.

b. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan atau kegiatan

(29)

organiasai (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini reltif sulit

dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada

pejabat yang sulit diatur sebab sebab kedudukannya setingkat. Koordinasi

Horizontal ini dibagi atas dua yaitu:

Interdisiplinary adalah satuan koordinasi dalam rangka

mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan

menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain

secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.

Interrelated adalah koordinasi antara (instansi), unit-unit yang

fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain

saling bergantungan atau mempunyai kaitan baik, secara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf.

1.5.1.12 Tahap-tahap koordinasi

Menurut Jasin (1981) tahap-tahap penting dari koordinasi anata lain

sebagai berikut yaitu:

1. Komunikasi

Salah satu hal penting yang harus selalu diingat oleh seorang pemimpin tentang

komunikasi adalah kenyataan bahwa “berkata saja tidak cukup”. Bilamana ia

memberi informasi, instruksi, penafsiran, atau petunjuk pada seorang bawahan,

(30)

dapat dicapai dengan berbagai cara “mengulang” sesuai dengan situasi.

Dimana ada kekurangan pengertian didalam satu organisasi, penyebabnya

mungkin terdapat dibidang komunikasi, dan ini akan berpengaruh langsung

terhadap keberbagai tahap koordinasi. Kemampuan organisasi untuk

mengadakan kegiatan yang kompleks tergantung pada cara bagaimana orang

mempergunakan sistem komunikasi dalam suatu organisasi. Semakin besar

toleransi atau rasa saling tergantung dan bersatu para anggota organisasi dan

semakin mudah komunikasi.

2. Penentuan waktu

Penentuan waktu tepat dan penyusunan jadwal merupakan bagian-bagian

pokok dari koordinasi. Tiap situasi memerlukan suatu analisis yang cermat dan

teknik perencanaan yang baik untuk disesuaikan dengan kebutuhan khusus.

3.Fleksibilitas

Hampir setiap prosedur senantiasa berubah. Oleh sebab itu, Manajemen harus

selalu waspada terhadap kebutuhan perubahan kegiatan dan dalam koordinasi

yang berkaitan dengan kegiatan itu, ini memerlukan fleksibilitas dalam

pandangan, kepekaan terhadap perubahan dan kerelaan. Untuk membuat

perubahan terkadang diperlukan hasil yang optimal agar dapat mencapai hasil

akhir yang dikehendaki. Penentuan waktu yang ketat, perancangan kegiatan

yang harus dijalankan bersama-sama dengan fleksibilitas dalam mengadakan

perubahan yang diperlukan agar mempertahankan koordinasi yang efektif dari

semua kegiatan.

(31)

Koordinasi dengan sendirinya bergantung pada pengendalian yang efektif.

Akan tetapi, jika orang-orang tidak ingin bekerja sama, koordinasi dalam suatu

pekerjaan akan menjadi sangat sulit, sekalipun dengan adanya pengendalian

efektif. Pengendalian biasanya baik, bila diciptakan suasana yang

menyebabkan orang-orang bekerja sama sebagai satu tim. Ini dapat dicapai

dengan memberi sasaran yang jelas, standar prestasi, kebijaksanaan, jadwal,

dan kriteria untuk mengukur prestasi. Bilamana diberi media yang tepat agar

mereka dapat mempertahankan pengendalian dan disiplin diri sendiri.

1.5.2. Konsep Pembangunan 1.5.2.1.Pengertian Pembangunan

Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam

pembangunan, sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang.

Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama

bukan karena orang tidak paham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tetapi

justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak. Sehingga

hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk

rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit hal tersebut disebut

dengan pembangunan.

Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat

dipahami dan dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat

(32)

yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan, sumber perubahan internal atau

eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat dilihat dari

intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui

transformasi struktural atau tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga

dapat dilihat pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi

kewenangan dalam pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut

level pengelolaan sumber daya tersebut yaitu tingkat lokal, regional, atau nasional.

Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang

berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan

perhatian pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif

yang lain disamping kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali,

mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut

juga dengan modal sosial atau energi sosial. Bahkan dalam masing-masing

perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia juga dapat di jumpai

pandangan dan perlakuan yang berbeda. Di satu pihak dapat di jumpai perspektif

yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang

dapat di gerakkan dan di manfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan di

lain pihak melihatnya sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu

sendiri.

Pengertian pembangunan harus di lihat secara dinamis, bukan di lihat

sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan

(33)

usaha yang tanpa akhir. ”Development is not a static concept. It is continuously

changing“, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai “never ending goal”. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat

bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai

usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”, dan

proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan

hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja dan

Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009).

Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. Dalam

tulisan-tulisan mengenai pembangunan tersebut, pengertian seperti modernisasi,

perubahan sosial, industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi

pembangunan. Namun demikian, menurut para ahli, istilah tersebut di atas terasa

kurang sesuai dengan yang sesungguhnya dimaksud dengan pembangunan. Frey

dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan

(growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun dengan istilah westernisasi yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya).

Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan

diartikan sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial,

(34)

Yang paling sering di gunakan walaupun kedua pengertian istilah tersebut

dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi,

atau lebih mencakup seluruh proses analog dan seiring dalam masyarakat secara

keseluruhan. Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan

masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan,

tingkat tidak mengenal huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial yang tercantum menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution

(2004).

Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan di definisikan sebagai

rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan

sadar yang di tempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka

pembinaan bangsa (nation building).

1.5.2.2.Karakteristik Pembangunan

Berdasarkan beragamnya pengertian pembangunan di atas, maka

karakteristik pembangunan dapat dilihat dari perkembangan paradigma

pembangunan yang berlangsung dari waktu ke waktu. Berikut ini merupakan

paradigma yang aktivitas pembangunannya didasarkan pada tiga karakterstik,

yaitu integral, universal, dan partisipasi total. Karakteristik pembangunan integral

mengandung arti bahwa program pembangunan disatu sektor tidak bisa di

pisahkan dengan pembangunan di sektor lain. Pembangunan ekonomi misalnya,

tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas,

(35)

pembangunan hukum yang berkeadilan, pembangunan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang bertumpuh pada kekuatan sendiri, serta pembangunan sosial

budaya yang berakhlak.

Dalam Paradigma ini, karakteristik pembangunan yang bersifat integral

akan meniadakan ketimpangan pembangunan antara ekonomi fisik yang dominan

(mercusuaris) dengan pembangunan sumber daya manusia, ilmu pengetahun dan teknologi, kemandirian, serta sosial budaya. Karakteristik pembangunan universal

memberikan pengertian bahwa aset-aset pembangunan haruslah dipergunakan

untuk kepentingan lintas generasi, lintas teritorial, dan bahkan lintas kehidupan

(dunia akhirat). Lintas generasi berarti harus berkelanjutan (sustainable), jangan sampai pembangunan sekarang menyebabkan terpuruknya generasi-generasi yang

akan datang.

Mungkin pembangunan telah mengabaikan hal ini,

pembangunan-pembangunan fisik yang gegap gempita di masa lalu membuat generasi sekarang

menderita lantaran pembiayaannya melalui utang. Lintas teritorial maksudnya

adalah bahwa pembangunan disuatu tempat tidak menyebabkan tempat lain

terlantar atau bahkan terkena dampak negatifnya. Dalam paradigma ini, terdapat

pula visi pemerataan pembangunan dan pembangunan yang ramah lingkungan.

Sedangkan lintas kehidupan bermakna menginspirasikan pelaku-pelaku

pembangunan supaya berbuat sambil membangun pula akhirat yang lebih baik,

aktivitas dalam hal ini merupakan ekspresi relijius.

Karakteristik pembangunan partisipasi total adalah bahwa pembangunan

(36)

diperlukan pemberdayaan masyarakat agar mereka setara sebagai mitra

pemerintah dalam merumuskan kepentingan bersama. Kesetaraan ini tidak hanya

dari segi kedudukannya tetapi juga kualitasnya, sehingga diperlukan pendidikan

politik.

1.5.2.3 Ciri-ciri Pembangunan

Pada dasarnya, ciri-ciri pembangunan itu dapat dilihat dari pengertian

pembangunan itu sendiri. Ciri-ciri pembangunan yang dikemukakan disini adalah

berdasarkan tujuh ide pokok yang muncul dari definisi pembangunan yang

diberikan oleh Sondang P. Siagian (2008), yaitu:

1. Pembangunan merupakan suatu proses, berarti pembangunan merupakan

rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari

tahap-tahap yang di satu pihak independen akan tetapi di pihak lain

merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir (never ending).

Banyak cara yang dapat di gunakan untuk menentukan pentahapan

tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang

di harapkan akan di peroleh.

2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai

sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan perkataan lain, jika dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terdapat kegiatan yang

(37)

sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, maka kegiatan

tersebut tidak dapat di kategorikan sebagai pembangunan.

3. Pembangunan di lakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang,

jangka menengah, dan jangka pendek. Seperti dimaklumi, merencanakan

berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan di

lakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan.

4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan.

Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara

bangsa untuk berkembang dan tidak sekedar mampu mempertahankan

kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Perubahan mengandung

makna bahwa suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif

dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari jangka waktu

tertentu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda

itu dapat di prediksikan sebelumnya atau tidak. Dengan perkatan lain,

suatu negara bangsa yang sedang membangun tidak akan puas jika hanya

mampu mempertahankan status quo yang ada.

5. Pembangunan mengarah pada moderntias. Modernitas disini diartikan

antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik daripada

sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat

tetapi fleksibel.

6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan

(38)

mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi

bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahan dan keamanan.

7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha

pembinaan bangsa, sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin

kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya.

1.5.2.4.Tujuan Pembangunan

Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan

masyarakatnya dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut

Siagian dalam Nawawi (2009), pada umumnya komponen yang dicita-citakan

dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif dan sukar membayangkan

tercapainya “titik jenuh yang absolut”, dan yang sudah tercapai tidak mungkin

ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan

yang sama dimata hukum, kesejahteraan material, mental, dan spiritual,

kebahagian untuk semua, ketentraman serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini

maka masyarakat harus lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang

meliputi keterlibatan aktif keterlibatan dalam memikul beban dan

bertanggungjawab serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat

(Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).

Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia,

komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal

(39)

adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian

sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah tujuan

yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat

direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang

ditegakkan sebagai aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir

pembangunan.

1.5.2.5. Visi dan Misi Pembangunan

Agar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang telah dituangkan dalam prioritas pembangunan, maka visi dan

misi pembangunan haruslah selaras dengan tujuan pembangunan. Sehingga dapat

menumbuhkan komitmen pelaksana pembangunan untuk mewujudkan visi

menjadi kenyataan dalam proses kreatif dan intuitif. Visi adalah rumusan umum

mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan sedangkan

misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk

mewujudkan visi.

Agar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas maka haruslah

dapat menjawab pertanyaan ”berada pada pembangunan apa kita sekarang?”.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan itu adalah:

1. Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan

(40)

2. Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang

sesungguhnya dicapai dengan apa yang ingin dicapai;

3. Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan

arah dan pola organisasi di masa depan.

Visi yang hendak dicapai memerlukan penjabaran kegiatan yang selaras

dengan visi tersebut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi (2009), penjabaran dari

kegiatan inilah yang disebut dengan misi. Untuk menyatakan misi tersebut maka

harus memuat antara lain:

1. Menentukan apa yang dicita-citakan organisasi

2. Membedakan organisasi dengan organisasi lain

3. Menjadikan kerangka untuk evaluasi aktivitas kini dan yang akan datang

4. Menjamin kebulatan maksud dalam organisasi

5. Menyediakan basis untuk memotivasi sumber-sumber organisasi

6. Meyediakan standar untuk mengalokasikan sumber-sumber organisasi

7. Menentukan sifat dan iklim bisnis yang diinginkan

8. Menyediakan titik fokal untuk mengidentifikasikan tujuan dan arah

organisasi

9. Memungkinkan penerjemahan maksud organisasi ke da;am tujuan-tujuan

yang cocok

10.Memungkinkan penerjemahan tujuan ke dalam strategi dan aktivitas yang

spesifik lainnya.

(41)

Menurut Nawawi (2009), berdasarkan paradigma pembangunan yang

berkembang (Intergrating Development Paradigma) pada empat dasawarsa pertama sejak awal 1950-an hingga sekarang, sedikitnya terdapat lima

model-model pembangunan, yaitu: model-model saling hubungan, model-model pertumbuhan, model-model

pemerataan, model pembangunan manusia, dan model peningkatan daya saing.

1. Model Saling Hubungan

Model saling hubungan adalah model pembangunan yang

mempunyai relevansi antara paradigma administrasi publik dengan

paradigma pembangunan sosial ekonomi politik. Dalam model ini

tercatat perkembangan model-model pembangunan lainnya yang

mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara berkembang

dan terbagi ke dalam tiga model, yaitu: (1) Model pertumbuhan

Gross Nasional Produk (GNP); (2) Model pemerataan dan

pemenuhan kebutuhan pokok dan (3) Model pembangunan kualitas

manusia.

2. Model Pertumbuhan

Model pertumbuhan merupakan suatu model pembangunan

yang sesuai dengan paradigma pertumbuhan yang melandasi

strategi pembangunan yang berorientasi pada peningkatan

pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP). Model ini

beranggapan bahwa hal tersebut dapat dicapai dengan menempuh

(42)

semangat modernisasi dan superioritas. Untuk itu maka peranan

yang dilakukan adalah melakukan perencanaan dan

langkah-langkah kebijakan guna petumbuhan ekonomi yang diinginkan

yang mempunyai sasaran pada adanya perubahan sosiokultural dan

institusional, sehingga masyarakat memiliki orientasi dan sifat-sifat

achievernent, universalism, dan fungtional specificity.

3. Model Pemerataan

Model pemerataan dipandang sebagai pemerataan dalam

berbagai aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan. Model ini

berawal pada pengembangan delivery service system yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi

lokal dan sektoral. Pemberantasan pengangguran dan

ketidakmerataan merupakan tujuan eksplisit pembangunan dalam

model ini. Hal tersebut disebabkan karena mekanisme pasar

terganjal oleh ketimpangan dalam pembagian pendapatan.

Pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan pemenuhan

kebutuhan pokok, termasuk kesempatan kerja dan berusaha, air

bersih dan perumahan, dipandang sebagai strategi yang lebih baik,

yang nantinya akan berdampak pada kemandirian dan keadilan

sosial.

4. Model Pembangunan Manusia

Model pembangunan manusia didasari pada paradigma

(43)

untuk membangkitkan kesadaran dan kemampuan insani (Harmon

dan Mayer dalam Nawawi, 2009) dan peningkatan sumber daya

manusia, baik secara individual maupun kolektif (UNDP dalam

Nawawi, 2009). Korten sendiri menyebutkan jenis manajemen dan

administrasi yang cocok dalam rangka pelaksanaan model

pembangunan kualitas manusia ini sebagai community based resource management.

5. Model Peningkatan Daya Saing

Model peningkatan daya saing merupakan model

pembangunan yang dilakukan melalui transformasi teknologi,

peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sistem

informasi, modernisasi manajemen usaha, serta pembaruan

kelembagaan, reinventing goverment, banishing bureauracy, deregulasi dan debirokrasi, perkembangan ek-commece, e-goverment dan lain sebagainya. Secara keseluruhan mengacu pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang didukung oleh

kemampuan dan keterampilan profesional, interaksi budaya, dan

kegiatan bisnis antar bangsa.

1.5.2.7.Konsep Pembangunan yang Ideal

Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat

yang lebih baik dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada dasarnya pembangunan

(44)

peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurunkan kemiskinan, mengurangi

pengangguran, dan berkeadilan sosial. Keberhasilan penyelenggaraan

pembangunan dalam semua segi kehidupan dan penghidupan bangsa menuntut

komitmen seluruh komponen masyarakat.

Berdasarkan strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh

pemerintah, semua warga masyarakat turut menjadi “pemain” dan tidak ada yang

sekedar menjadi “penonton”. Memang benar bahwa jenis, intensitas, dan

ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan,

keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki

juga beraneka ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak

menggunakan pendekatan “elitist”, namun kelompok elit dalam masyarakat harus

memberikan kontribusi yang lebih substansial dibandingkan dengan warga

masyarakat yang lain (Siagian, 2008).

1.5.2.8. Faktor Penghambat Pembangunan

Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan banyak

dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga

akselerasi (percepatan) pembangunan disetiap negara tidak sama. Menurut

Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), faktor yang mempengaruhi pembangunan

dan mempunyai relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain sebagai berikut

yaitu:

1. Masyarakat yang masih tradisional

(45)

3. Masyarakat maju (modern).

Menurut Didin S. Damanhuri (2010) menyatakan bahwa berdasarkan

problema empiris ekonomi politik dan pembangunan di negara-negara sedang

berkembang. Faktor-faktor yang menjadi tantangan, masalah, dan hambatan

dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat dijadikan peluang atau

ancamannya adalah:

1. Globalisasi

2. Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan

3. Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi

4. Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi

5. Utang luar negeri

6. Lingkungan (ekologi)

7. Birokrasi.

1.6Defenisi Konsep

Defenisi konsep memberikan batasan terhadap pembahasan dari

permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Menurut Singaimbun, konsep adalah

istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak,

kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu

sosial. Melalui konsep ini peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan

pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events)

(46)

Berdasarkan uraian dengan kerangka teori diatas konsep yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim agar kegiatan itu

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota

itu sendiri.

2. Pembangunan adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia,

baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak

menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun

(47)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu

penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk

menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas

sosia yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian yang berupaya

menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda,

atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

Dengandemikian, penelitian ini akan menjelaskan gambaran realitas dari masalah

yang akan dielaborasi oleh peneliti dengan menggunakan data-data yang ada.

Bungin (2007:68).

Menurut Bogdan dan Taylor (Moeleong, 2006:3), penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat, Jalan Sisingamangaraja No.27,

Parongil dengan kode Pos 22262.

(48)

Adapun informan penelitian yang menjadi objek penelitian ini dibedaka

atas 2 jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan.

1. Informan Kunci adalah yang mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang

mengetahui secara mendalam permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini

yang menjadi informan kunci adalah Camat Silima Pungga-Pungga

2. Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti. Adapun informan utama daam penelitian ini adalah kepala Sub

Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Keuangan, Kepala Sub Bagian Program

dan Pealaporan, Kepala sesksi tata pemerintahan, Kepala seksi pemberdayaan

masyarakat dan desa, Kepala seksi ketentraman dan ketertiban Umum, Kepala

seksi Perekonomian dan pembangunan

2.4Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk

itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan

secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpuan data primer tersebut dapa

dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan suatu

(49)

ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya

oleh si peneliti.

b. observasi adaah pengamatan mendalam secara langsung suatu kegiatan

yang sedang dilakukan. Melalui observasi peneliti dapat memperoleh

pandangan mengenai apa yang sebenarnya dilakukan dan melihat langsung

keterkaitan yang terdapat didalamnya dan kemudian mencatat

gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang

diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpuan data yang

dilakukan melalui pengumpulan kepustakaan yang dapat mendukung data

primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan

menggunakan instrumen sebagai berikut:

a. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpuan data dengan menggunakan

catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada di lokasi penelitian atau

sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari

buku-buku, karya ilmiah, dan pendapat dari para ahli yang berkompetensi, serta

memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

2.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data deskriptif kualitatif dimana jenis data yang berbentuk informasi baik

(50)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Keadaan Geografis

Kecamatan Silima Pungga-pungga adalah sebuah kecamatan di Kabupaten

Dairi, Sumatra Utara. Dengan Luas wilayah 83,40 km², jumlah penduduk 14775

jiwa, dengan kepadatan penduduk 177 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan ini

memiliki 15 desa dan 1 Kelurahan. Kecamatan ini berjarak 25 Km dari kantor

Bupati Dairi yang berada pada kota Sidikalang. Sebagian besar arealnya terdiri

dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang rata/data.

Berdasarkan kemiringan lahan daerahnya memiliki kemiringan berkisar

antara 0-25, ketinggian Kecamatan Silima Pungga-pungga berkisar antara

700-1.100 meter di atas permukaan laut. Kantor Camat berada pada Jalan

Sisingamangaraja No.27, Parongil dengan kode Pos 22262. Penduduk di

kecamatan ini bersuku Pak-pak, Batak, dan Jawa. Penduduk dari kecamatan ini

mempunyai mata pencaharian sebagai Petani, Pegawai Negeri, dan Wiraswasta.

Kecamatan Silima Pungga-Pungga mempunyai 15 desa dan 1 Kelurahan

Yaitu:

1. Bakal Gajah

2. Bongkaras

3. Bonian

4. Lae Ambat

5. Lae Pangaroan

(51)

7. Lae Rambong

8. Longkotan

9. Palipi

10. Parongil (Kelurahan)

11. Polling Anak-Anak

12. Siboras

13·Siratah

14·Sumbari

15·Tungtung Batu

16·Uruk Belin

3.2. Batas-Batas Kecamatan Silima Pungga-Pungga

Secara Geografi, Kecamatan Silima Pungga-pungga Memiliki Batas

Wilayah:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lae Parira

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Prop. Nanggro Aceh Darussalam

Menurut Klasifikasi desa, di Kecamatan Silima Pungga-pungga terdapat

11 desa Swasembada dan 5 desa Swakarya.

3.1 Penduduk Dan Tenaga Kerja

(52)

Kecamatan Silima Pungga-pungga sebanyak 12.657 jiwa yang terdiri dari

laki-laki sebanyak 6.227 dan perempuan sebanyak 6.430 jiwa. Kepadatan

penuduk adalah 143jiwa per Km persegi. Dengan penyebaran yang tidak merata

pada setiap desa.

Dari 16 desa yang terdapat di Kecamatan Silima PUngga-pungga terdapat

penduduk terpadat di Kelurahan Parongil yaitu sebanyak 1.160 jiwa. Dan desa

yang terjarang penduduknya adalah desa siratah yaitu 404 jiwa.

Jumlah rumah tangga di kecamatan silima pungga-pungga sebanyak 3.336

rumah tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata-rata banyaknya jiwa

per rumah tangga adalah sebanyak 4 jiwa.

b. Struktur Penduduk menurut lapangan pekerjaan

Mata pencaharian Penduduk di Kecamatan Silima Pungga-pungga masih

didominasi sector pertanian yaitu sekitar 90% dan juga cara pengolahan tanahnya

masih bersifat tradisional sehingga hasilnya masih belum sesuai dengan yang

diharapkan.

c. Karakteristik Adat Istiadat

Mata Pencaharian penduduk di Kecamtan Silima Pungga-pungga

dipengaruhi oleh penduduk yang ada seperti suku pak-pak, toba, simalungn, karo,

dan lainnya srta sifatnya dipengaruhi oleh suku-suku di atas. Sehingga

(53)

3.2. Banyaknya PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) di Kecamatan Silima Pungga-Pungga

Menurut Golongan dan Instansi

Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kecamatan Silima

Pungga-Pungga

Menurut Golongan dan Instansi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kecamatan Silima

Pungga-Pungga Menurut Golongan dan Instansi

Gambar

Tabel 3.1 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kecamatan Silima

Referensi

Dokumen terkait

If the force developed by the contrac- tile component of a muscle is continu- ously changing due to the varying degrees of cross-bridge overlap, how can a muscle ever produce an

[r]

Speci®cally, we evaluate the e€ects of inappropriate obedience and conformity pressures generated from within the accounting ®rm on auditors' decisions to sign-o€ on ®nancial

Guru memimpin diskusi kelas untuk mengungkap pengetahuan siswa mengenai perbedaan antara larutan, koloid, dan suspensi. Mendeskripsikan perbedaan antara larutan, koloid,

The costing task group, was headed by Harry and consisted of two other accountants, the BIP manager (Kerry), a second industrial engineer, a business analyst (Glen), an

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian

[r]

Sistem Informasi geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam Buku 1 Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source..