• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) Di Taman Nasional Way Kambas, Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) Di Taman Nasional Way Kambas, Lampung"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1. Judul Skripsi : Studi Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) Di Taman Nasional Way Kambas, Lampung

2. Nama Mahasiswa / NPM : Rohman Riyandi / 0717021065 3. Komisi Pembimbing Skripsi

Pembimbing I : Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc. Pembimbing II : Muhammad Yunus, S.Si. Pembahas : Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. 4. Jurusan / Prog. Studi : Biologi / S1 Biologi

5. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 6. Bidang Keilmuan (a) : Biologi

7. Abstrak Skripsi (b)

ABSTRAK

Satwa liar merupakan salah satu kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang sebagian dari ekosistem alam itu semakin terdesak oleh kehidupan manusia. Babi hutan (Sus scrofa)

termasuk satwa liar yang merupakan hewan mangsa utama dari harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan keberadaannya di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) hampir di seluruh tipe habitat, mulai dari hutan campuran, hutan sekunder, padang rumput dan daerah rawa. Babi hutan mempunyai tanda-tanda sekunder berupa jejak, kotoran, kubangan dan sarang. Sarang babi hutan digunakan sebagai tempat melahirkan dan pengasuhan. Keberadaan sarang babi hutan sangat diperlukan untuk memahami aspek ekologis dalam ekosistem.

Penelitian tentang studi keberadaan sarang babi hutan telah dilaksanakan di area pemantauan intensif harimau Sumatera (TIMA, Tiger Intensif Monitoring Area), Taman Nasional Way Kambas pada bulan April-Juni 2011. Penelitian ini di bawah program Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) dan bekerjasama dengan Taman Nasional Way Kambas. Metode yang digunakan survei langsung dan metode Rapid assessment merupakan modifikasi dari habitat assessment yang dipergunakan untuk mengetahui gambaran umum lokasi keberadaan sarang. Pengamatan langsung di lapangan dengan mencatat semua tanda sekunder babi hutanyang berupa jejak, kotoran, bekas mencari makan, kubangan dan sarang. Sarang babi hutan dicatat jumlahnya kemudian diukur diameter sarang, perkiraan umur, tipe habitat, tumbuhan yang digunakan, tanda sekunder satwa lain yang berada di sekitar sarang, jarak sarang dengan jalur aktif harimau sumatera, diameter tumbuhan dan sisa tegakan tumbuhan yang digunakan untuk membuat sarang. Lokasi ditemukankeberadaan sarang dicatat titik koordinatnya berdasarkan GPS (global positioning system). Data dari GPS dianalisis denganGIS (general information system) dan ditampilkan dalam bentuk peta pengamatan.

(2)

(a) bidang keilmuan diisi sesuai dengan konsentrasi bidang ilmu skripsi (b) abstrak diisi sesuai dengan yang tercantum diskripsi. Minimal 500 kata.

(3)

1. Nama Mahasiswa / NPM : Rohman Riyandi / 0717021065

2. Tempat /Tanggal Lahir : Way Huwi / 06 April 1990

3. Jurusan / Program Studi : Biologi / S1 Biologi

4. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

5. Alamat Mahasiswa : Jl. Ratudibalau No.42 Rt.16 Rw.07

: Kelurahan Way Huwi / Kecamatan Jati Agung

: Kabupaten Lampung Selatan / Provinsi Lampung

10. Alamat Orang Tua : Jl. Ratudibalau No.42 Rt.16 Rw.07

: Kelurahan Way Huwi / Kecamatan Jati Agung

: Kabupaten Lampung Selatan / Provinsi Lampung

: Kode Pos 35143

11. Asal SMA / Sekolah Sederajat : SMA Negeri 12 Bandar Lampung

12. Rata-rata Nilai UN : 6,97 (enam koma sembilan puluh tujuh)

13. Masuk FMIPA (1) : PKAB SMPTN UM lain-lain ...

14. IPK terakhir : 3,13 (tiga koma tiga belas)

15. Tanggal Skripsi

Seminar Usul : 25 Februari 2011

Seminar Hasil : 11 November 2011

Ujian Skripsi : 06 Januari 2012

Lama Penyusunan Skripsi (2) : 10 (sepuluh) Bulan

16. SK Pembimbingan Skripsi : ... /H.26/7.3/DT/20...

17. Nilai TOEFL : 460 (empat ratus enam puluh)

18. Tanggal Test TOEFL : 22 September 2011

19. Periode / Tanggal Wisuda : Ketiga / 14 Maret 2012

(1) pilih salah satu 

(2) dihitung dari tanggal seminar usul sampai ujian skripsi

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Satwa liar merupakan salah satu kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang sebagian semakin terdesak oleh aktivitas manusia yang

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Satwa liar banyak diperdagangkan secara langsung, diburu dan dimanfaatkan anggota tubuhnya (Alikodra, 1990). Gangguan manusia berupa penyempitan habitat dan perburuan dapat menyebabkan penurunan populasi satwa liar secara drastis atau wilayah teritorial satwa liar semakin sempit sehingga intensitas konflik dengan manusia semakin meningkat (Nugroho, 2003).

Keberadaan satwa liar seperti hewan mangsa dalam suatu ekosistem sangat penting, karena penurunan populasi hewan mangsa merupakan salah satu faktor yang dapat mengancam kelangsungan hidup predator seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Babi hutan (Sus scrofa) adalah salah satu hewan mangsa harimau Sumatera yang dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature)dikategorikan ke dalam status “least

concern”yang berarti mempunyai resiko yang rendah terhadap kepunahan.

(5)

upaya konservasi harimau Sumatera. Di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) keberadaan babi hutan hampir di seluruh habitat, mulai dari hutan campuran, hutan sekunder, padang rumput dan daerah rawa (Rustiati, 2000).

Populasi spesies mangsa yang terus meningkat dapat disebabkan oleh kualitas dan kuantitas makanan yang ada di hutan, tingginya laju reproduksi dan menurunnya populasi predator alami. Peningkatan tersebut dapat menyebabkan kerusakan vegetasi hutan, namun dengan adanya predator alami kemelimpahan hewan mangsa dapat dikendalikan (Ros et al., 1970; Johnson dan Cook, 1968).

Babi hutan merupakan hewan terestrial dan hidup secara berkelompok. Babi hutan jantan yang telah dewasa melakukan pergerakan sendiri (soliter). Keberadaan babi hutan secara langsung dapat diketahui dari kotoran, jejak, garukan di tanah (untuk mencari cacing, umbi-umbian dan lain lain) serta adanya tumpukan ranting dan daun atau sarang (Rustiati dan Sriyanto, 1997). Sarang pada babi hutan digunakan sebagai tempat untuk melahirkan dan pengasuhan anaknya (Eisenberg, 1981). Data keberadaan sarang babi hutan di habitat alaminya sangat diperlukan untuk dapat memahami aspek

ekologisnya terhadap ekosistem di sekitarnya.

B. Tujuan

(6)

C. Kerangka Pikir

Hilangnya habitat alami satwa atau terpotongnya kawasan hutan yang luas menjadi bagian kecil yang terpisah-pisah disebabkan oleh alih fungsi kawasan hutan secara besar-besaran. Faktor utama yang menyebabkan turunnya populasi harimau di Asia disebabkan karena adanya kompetisi ruang dan sumber pakan antara manusia dan harimau yang mendorong adanya konflik dengan masyarakat. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa dari harimau diketahui sebagai salah satu penyebabnya (Karanth dan Sunquist, 1995).

Keberadaan babi hutan di Taman Nasional Way Kambas perlu dipelajari, karena berdasarkan analisis kotoran harimau Sumatera, babi hutan merupakan mangsa utamanya (Rustiati, 2000; Yunus et al, 2008). Salah satu cara

inventarisasi satwa liar yang sering dilakukan adalah dengan pengenalan tanda-tanda tidak langsung keberadaan satwa seperti jejak, kotoran, gesekan, kubangan, dan sarang. Metode tersebut sesuai untuk diterapkan di hutan tropis yang memilki vegetasi hutan yang sangat rapat dan menyebabkan frekuensi perjumpaan langsung dengan satwa rendah dengan jarak pandang yang terbatas.

(7)

D. Manfaat Penelitian

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Distribusi dan Klasifikasi

Distribusi populasi babi hutan meliputi benua Eropa, Afrika Utara, Mediterania (termasuk pegunungan Atlas di Afrika Tengah) dan Asia hingga daerah paling Selatan di Indonesia (Lekagul dan McNeely, 1988).

Babi hutan yang ada di Indonesia terdiri dari babi hutan Jawa (Sus verrucosus), jenis hewan endemik Pulau Jawa (bagian Barat, Tengah dan Timur) ditemukan di daerah dataran rendah di daratan utama Pulau Jawa, Madura dan Bawean. Babi hutan Jawa endemik dan babi hutan liar (S. scrofa), memiliki perbedaan dalam hal bentuk, ukuran, warna dan ekologinya. Babi hutan Jawa memiliki tiga pasang kutil pada bagian wajah babi hutan jantan dewasa yaitu pada sudut rahangnya, di bawah mata dan pada moncongnya, sementara pada babi hutan liar tidak memiliki tiga pasang kutil pada bagian wajahnya. Babi berjenggot (S. barbatus) memiliki jenggot pada bagian bawah moncongnya yang dapat membedakan dengan jenis babi hutan lainnya dan terdapat di Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan (Ramdhani, 2008).

(9)

menembus bagian wajahnya (Ramdhani, 2008). Menurut Lekagul dan McNeely (1988) babi hutan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Suidae Genus : Sus

Spesies : S. scrofa L.

B. Biologi

Babi hutan pada umumnya mempunyai rambut berwarna hitam, namun ada juga yang berwarna hitam kemerah-merahan (Gambar 1). Pada masing-masing sudut mulut memiliki rambut yang lebih tebal, ekornya tidak berambut dan lurus. Pada bagian dadanya memilki lima pasang kelenjar susu. Babi hutan yang baru lahir, memilki kulit yang berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis putih yang memanjang secara longitudinal di sepanjang tubuhnya (Lekagul dan McNeely, 1988).

(10)

Gambar 1. Babi hutan

C. Ekologi dan Perilaku

Populasi babi hutan dapat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan. Jumlah individu dalam satu populasi babi hutan dapat mencapai 20 individu dan setiap populasi umumnya terdiri dari betina dan anakan. Individu jantan dewasa hidup secara sendiri (soliter), kecuali pada saat musim kawin (Lekagul dan McNeely, 1988).

(11)

Babi hutan dapat bersifat agresif saat terkejut atau terancam , terutama bila betina dewasa sedang melindungi anaknya (pertahanan diri). Babi betina dewasa berumur 6-8 tahun. Umur dari babi hutan dapat mencapai hingga 20 tahun, namun rata-rata umur babi hutan adalah 10-12 tahun (Lekagul dan Mc Neely, 1988).

Menurut Eisenberg (1981) salah satu pola antipredator dari babi adalah pola menyerang aktif dengan menggunakan gigi taringnya. Babi hutan memiliki penglihatan yang kurang baik, namun memiliki penciuman yang sangat baik. Babi hutan memiliki rambut yang kasar pada bagian badannya dan berwarna kehitaman pada individu dewasa. Babi hutan memiliki kebiasaan berkubang di lumpur yang berfungsi untuk menghindari gangguan serangga. Jumlah anak babi yang dapat dilahirkan dalam sekali kelahiran (litter size) adalah 4-8 individu (Anonim, 2011). Menurut Diong (1973), masa gestasi babi adalah 101-130 hari dengan jarak kelahiran minimal 230 hari.

Babi merupakan hewan omnivora yang memangsa bermacam-macam

(12)

D. Perilaku Antipredator

Hewan mangsa cenderung akan menghindari hewan predator untuk dapat bertahan hidup. Beberapa contoh perilaku yang dilakukan hewan mangsa terhadap kehadiran predator adalah:

1. Flight initiation distance, yaitu melarikan diri untuk menjaga jarak dari predator potensial

2. Menjaga jarak terhadap naungan atau predator

3. Mengawasi predator untuk mendapatkan informasi tentang resiko penyerangan dan pengusiran (Rustiati, 2010).

Mobbing behavior, merupakan perilaku agresif untuk mempertahankan kelompok, keturunan dan sarangnya. Perilaku ini merupakan pendekatan adaptif untuk menyelamatkan keturunannya, mengalihkan perhatian predator dan meningkatkan status stamina pada induk (Rustiati, 2010; Vaughan et al, 2000).

(13)

E. Habitat

Babi hutan jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut. Habitat yang disukai oleh babi hutan adalah hutan dataran rendah dengan vegetasi hutan sekunder yang luas dan terdapat campuran pohon-pohon dengan umur pertumbuhan yang berbeda dan tanah berumput dengan semak-semak belukar atau hutan dengan kerusakan tinggi (Payne et al, 2000).

Babi hutan dapat hidup hampir di seluruh tipe hutan, namun umumnya lebih sering dijumpai di tipe habitat hutan yang rapat dengan tekstur tanah basah, misalnya tepi rawa atau di rawa-rawa yang hampir kering (Rustiati dan Sriyanto, 1997). Menurut Lekagul dan McNeely (1988), keberadaan babi hutan umumnya ditemukan di hutan hujan, namun pada saat musim kemarau, babi hutan sering ditemukan di sepanjang aliran sungai.

F. Sarang

Menurut Ickes et al. (2005), pada sarang babi hutan terdapat ranting dan sebagian dari ranting tersebut ada yang mencuat ke atas dan sebagian lagi dalam kondisi tertanam (Gambar 2). Sarang babi hutan terdiri dari tumpukan rumput, kayu-kayu kecil, rotan dan daun yang membentuk gundukan yang dapat menyembunyikan anakan babi hutan dari predator.

(14)

rendah. Setelah sarang terbentuk, babi betina akan melahirkan pada lubang yang terdapat di dalam sarang dan akan meninggalkan anaknya di dalam sarang selama mencari pakan (Lekagul dan McNeely, 1988).

Gambar 2. Sarang babi hutan di Taman Nasional Way Kambas

Pembuatan sarang babi hutan dapat menyebabkan kematian dan kerusakan pada pohon yang dimanfaatkannya. Babi hutan lebih memilih tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae dibandingkan tumbuhan dari famili yang lain sebagai bahan pembuatan sarang. Aktifitas pembuatan sarang babi hutan menjadi penyebab utama kematian dan kerusakan pepohonan di dalam hutan dan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengganggu kelangsungan komunitas pepohonan (Ickes et al., 2005).

(15)

G. Taman Nasional Way Kambas

Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu kawasan yang terletak di wilayah Timur Provinsi Lampung. Pada tahun 1991 dinyatakan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 144/Kpts/II/1991 pada tanggal 13 Maret 1991 dan dikelola oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas yang bertanggung jawab langsung kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997, kawasan ini ditetapkan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas yang merupakan salah satu dari dua kawasan taman nasional yang berada di Provinsi Lampung (Gambar 3), dan salah satu kawasan hutan taman nasional yang memiliki keanekaragaman hayati yang beragam (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2009).

Taman Nasional Way Kambas adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai peranan dalam pengelolaan satwa liar, yaitu di antaranya :

1. Untuk mempertahankan ekosistem dan kondisi alaminya

2. Mempertahankan keanekaragaman ekologi dan pengaturan lingkungan 3. Melestarikan sumberdaya plasma nutfah

4. Menyediakan sarana untuk pemanfaatan ilmiah, penelitian, ilmu pengetahuan, budidaya, pariwisata dan rekreasi

5. Melestarikan kondisi kawasan tangkap air

6. Untuk mengendalikan erosi, sedimentasi dan juga melindungi investasi kawasan hilir

(16)

8. Mendorong pemanfaatan secara rasional dan berkelanjutan dari kawasan marginal dan juga pembangunan pedesaan.

Gambar 3. Lokasi Taman Nasional Way Kambas di Sumatera

Taman Nasional Way Kambas memiliki satu spektrum ekosistem yang besar, di dalamnya dapat ditemukan formasi-formasi hutan seperti hutan bakau, hutan pantai, vegetasi riparian, hutan rawa, dan hutan dataran rendah. Vegetasi pantai sebagian besar terdiri dari rumput dan jenis semak-semak seperti kangkung (Ipomoea pescaprae), Cyperus sp, Fimbristylis sp. Mengarah ke daratan dapat ditemukan asosiasi Barringtonia, seperti cemara pantai, kelapa, ketapang, nyamplung, pandan, nipah, nibung (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2008).

(17)

Satwa yang dimiliki oleh Taman Nasional Way Kambas antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak Sumatera (Dicerorhinus

Sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), beruang madu (Helarctos malayanus), kancil (Tragulus javanicus), anjing hutan (Cuon alpinus), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing emas (Felis temminckii), siamang (Symphalangus syndactylus), beruk (Macaca

nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Prebytis cristata), lutung merah (Presbytis rubicunda), mentok rimba (Cairina scuttulata), burung sempindan biru (Lophuraignita), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus) dan babi hutan (Sus scrofa) (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2008).

H. Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS)

(18)

Kegiatan Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera termasuk pengoperasian jebakan kamera dan survei tanda tidak langsung harimau, patroli rutin dan membantu penegakan hukum, penyuluhan kepada masyarakat serta pendidikan. Program PKHS-BTNWK adalah monitoring jangka panjang harimau Sumatera liar, satwa mangsa dan habitatnya, perlindungan harimau Sumatera, satwa mangsa dan habitat, penyadaran masyarakat dalam bidang konservasi harimau Sumatera, satwa mangsa dan habitatnya (PKHS, 2008).

Kegiatan penelitian harimau Sumatera oleh PKHS lebih difokuskan di lokasi

Tiger Intensive Monitoring Area (TIMA) merupakan area pemantauan intensif satwa di Taman Nasional Way Kambas dengan luas 160 km2 yang merupakan habitat alami harimau Sumatera. Menurut Sari (2011), vegetasi hutan yang ada di TIMA terdiri dari satu spesies pada hutan alang-alang, 10 spesies pada hutan campuran dan 16 spesies pada hutan sekunder (Tabel 1).

Tabel 1. Vegetasi di habitat hutan sekunder, hutan campuran dan hutan alang-alang pada TIMA

Tipe habitat No Jenis Nama Ilmiah Hutan Sekunder 1 Mentru Scima wallichia

2 Ki apit Pleicarpidia enneandra

12 Parutan Cleistanthus Sumatranus

13 Teluntum Syizigium sp

(19)

Lanjutan Tabel 1.

Hutan sekunder 15 Soka Ixora coccinea

16 Amplasan

Hutan campuran 1 Jambon Eugenia sp

2 Rengas Gluta renghas

3 Mentru Scima wallichia

4 Alang-alang Imperata clindrica

5 Deluak Grewia acuminata

6 Menggris Koompassia malaccensis

7 Berasan Memecylon edule

8 Meranti Shorea sp

9 Jelutung Dyera costulata

10 Sempu Air Dillenia excelsa

Hutan

(20)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April–Juni 2011 di Area Pemantauan Intensif Harimau (Tiger Intensive Monitoring Area, TIMA). Penelitian ini dilakukan di bawah Program Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) dan bekerjasama dengan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

B. Alat dan Bahan

(21)

C. Metode

Pengamatan di lapangan dilakukan dengan metode langsung dan metode tidak langsung. Pengamatan dengan metode langsung yaitu observasi lapangan dan pengamatan dengan metode tidak langsung menggunakan jebakan kamera. Pengambilan data di lapangan dalam pelaksanaannya dilakukan bersama dengan tim PKHS dan polisi hutan dari Balai Taman Nasional Way Kambas.

C.1 Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan untuk survei lokasi keberadaan babi hutan berdasarkan data jebakan kamera. Data hasil jebakan kamera yang telah didapat dipergunakan untuk mencari lokasi tanda sekunder babi hutan dan keberadaan sarang babi hutan di Area Pemantauan Intensif Harimau Sumatera (TIMA, Tiger Intensive Monitoring area). Dari survei

pendahuluan didapat 361 babi hutan tertangkap kamera pada hutan sekunder, 94 pada hutan campuran dan 177 pada hutan alang-alang. Untuk harimau Sumatera ada yang tertangkap kamera pada tiga tipe hutan yaitu hutan sekunder (n=70), hutan campuran (n=18) dan hutan alang-alang (n=6). Empat sarang babi hutan ditemukan di luar jalur aktif harimau Sumatera.

(22)

sarang babi hutan. Daerah jelajah minimum harimau Sumatera dijadikan sebagai dasar peletakan jebakan kamera. Jarak antar jebakan kamera sekitar 2-4 km2 dengan 23 titik pemasangan kamera. Data koordinat

setiap titik jebakan kamera dan lokasi sarang babi dicatat dalam buku lapangan.

C.2 Pengambilan Data di Lapangan

Berdasarkan data survei pendahuluan, pengambilan data di lapangan yaitu dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan membagi menjadi 3 vegetasi hutan, yaitu hutan sekunder (hutan yang lantai dasarnya ditumbuhi liana, tepus-tepusan dan alang-alang), hutan

campuran (hutan yang merupakan peralihan dari hutan sekunder ke hutan alang-alang ataupun sebaliknya) dan hutan alang-alang (hutan yang sebagian besar tumbuhan penyusunnya adalah alang-alang). Pada masing-masing tipe hutan dibuat 3 jalur pengamatan sepanjang 1 km, kemudian dicatat semua data tanda sekunder keberadaan babi hutan dan tanda sekunder satwa lain yang berupa jejak, kotoran, bekas pakan, kubangan dan sarang yang terdapat di sepanjang jalur pengamatan.

Rapid assessment dipergunakan untuk mengetahui gambaran umum lokasi keberadaan sarang dan merupakan modifikasi dari habitat assessment (Meerman, et al., 2003). Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran secara umum tipe hutan atau vegetasi

(23)

babi hutan. Data yang diperoleh, dianalisis dengan GIS (Geographic Information System) dengan menggunakan titik koordinat yang telah disimpan dalam GPS.

C. 3. Identifikasi Sarang

Sarang babi hutan yang ditemukan dicatat titik koordinatnya berdasarkan GPS, diukur diameternya lalu ditentukan perkiraan umur sarang (dengan cara melihat warna daun dari tumbuhan penyusun sarang), tipe habitat (ditentukan dengan menggunakan rapid assessment), jenis tumbuhan yang digunakan (dengan cara mengambil sampel tumbuhan untuk diidentifikasi jenisnya), tanda sekunder dari satwa lain yang berada di sekitar sarang dan jarak sarang dengan jalur aktif harimau Sumatera (diukur dengan menggunakan GPS). Jenis tumbuhan yang ditemukan di sarang babi hutan dicatat jenisnya dan dibuat herbarium untuk

diidentifikasi di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dengan dibantu oleh Apriawan (Taman Nasional Way Kambas / pendamping PKHS) dan Identifikasi Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta)

(Tjitrosoepomo, 1993). Diameter dan tinggi sisa tegakan tumbuhan yang berada di sekitar sarang dicatat kemudian disusun dalam bentuk distribusi frekuensi tumbuhan yang digunakan dengan cara:

1. Mencari nilai tertinggi (H) dan nilai terendah (L) dari data yang didapat. 2. Menetapkan jumlah kelas (k)

(24)

Keterangan: k = Jumlah kelas n = Jumlah data

3. Menentukan interval kelas (I)

I =�−�

C. 4. Pembuatan Peta Pengamatan

Peta pengamatan dibuat dengan menggunakan GIS yang merupakan sistem yang dipergunakan untuk memanipulasi dan menyimpan

informasi-informasi geografis untuk dapat dianalisis. Hasil dari GIS bisa ditampilkan dalam beberapa bentuk, seperti cetakan peta, tabel, grafik, diagram atau dikonversikan ke dalam format lain sehingga dapat dibaca pada program-program lainnya seperti microsoft office dan program-program publishing (Purastuti, 2003).

(25)
(26)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Huwi, pada tanggal 06 April 1990 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sahari dan Ibu Rossuni. Penulis hidup pada lingkungan keluarga yang taat kepada agama dan hidup dengan kesederhanaan.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) pada tahun 2001 di MI Nurul Islam 1 Way Huwi, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Negeri 2 Tanjung Karang pada tahun 2001 sampai dengan 2004. Pendidikan sekolah menengah atas (SMA) diselesaikan penulis pada tahun 2007 di SMA Negeri 12 Bandar Lampung. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di

Universitas Lampung melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(27)

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas MIPA, Jurusan Biologi, maka penulis menyusun skripsi yang berjudul “Studi

Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) di Taman Nasional Way

(28)

Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan rasa puji syukur kepada Allah SWT

yang telah memberikan nikmat kesehatan jasmani, rohani serta Rahmat dan Hidayah-Nya dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Studi Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) di

Taman Nasional Way Kambas, Lampung” adalah syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Universitas Lampung. Dalam penyusunan skripsi ini penulis bekerjasama dengan Taman Nasional Way Kambas dan dibawah Program

Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS). Penulis ucapkan terimakasih kepada semua yang telah membantu sampai terselesaikannya skripsi ini, yaitu kepada:

1. Kedua orang tuaku, Ayah Sahari dan Ibu Rossuni yang telah memberikan doa dan dukungan tanpa mengenal lelah walaupun dalam keadaan sakit. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Ridho-Nya untuk Ayah dan Ibuku. Amin.

(29)

4. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Pembahas, Pembimbing Akademik dan Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unila atas bimbingan, arahan, kritik, saran dan motivasi yang besar kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bpak Prof. H. Suharso Ph. D. selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung. 6. Bapak Sumianto, S.Sos. selaku koordinator Yayasan Penyelamatan dan

Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) di Taman Nasional Way Kambas atas perhatian dan kerjasamanya.

7. Balai Taman Nasional Way Kambas atas izin penelitian yang telah diberikan.

8. Keluarga besar PKHS : Pak Rustanto, Pak Ali Mashuri, Pak Sunarwanto, Pak Nur Alim, Pak Apriawan atas ilmu, arahan, suka duka selama

pendampingan di Lapangan dan Pak Ponadi.

9. Teh Lina, Teh ida, Kak Agung, Kak Sugi dan keponakanku tersayang Naysila dan Anggara atas kebersamaan dan kecerianya. Serta

sahabat-sahabatku angkatan ’07, Koko, Ndru, Mis, Lia, Desi, Anjar, Wiwi, Nci,

Heni, Gege, Mpud, Ara, Eni, Iu, Muti, Nina dan yang lainya yang tak dapat disebutkan semua atas kebersamaan, dukungan dan keceriaannya. Love you all.

(30)

11.Seluruh dosen, karyawan dan staf FMIPA Unila. Wadya Balad Himbio.

Semoga Allah SWT membalas budi baik mereka dan akhirnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, Januari 2012

(31)

idup itu merupakan perjuangan

dan perngorbanan dimana pada

suatu saat kita akan melakukan

perjuangan untuk memberikan hal yang

terbaik dan pengorbanan untuk

seseorang yang kita sayangi

Manusia itu ibarat ikan yang hidup di

sungai yang berarus

Ikan hidup adalah ikan yang berenang

melawan arus demi memperoleh habitat

yang tepat untuk menunjang

kehidupannya

karena ikan yang mengikuti arus sungai

bukan ikan yang hidup, melainkan ikan

yang telah mati

(32)









Kupersembahkan karyaku ini untuk:

Ayah dan Ibuku tercinta atas kasih sayang

yang telah diberikan serta dukungan yang

tiada hentinya dalam keadaan sehat maupun

(33)
(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sarang babi hutan lebih banyak ditemukan pada vegetasi hutan sekunder (n=15).

2. Rata-rata jarak sarang babi hutan dengan jalur aktif harimau Sumatera adalah 510,73 m dan rata-rata diameter sarang babi hutan adalah 247,47 cm.

3. Terdapat 6 ordo tumbuhan yang dipergunakan untuk membuat sarang babi hutan di hutan sekunder, hutan campuran dan hutan alang-alang yang ada di TIMA yaitu ordo Polygalales, Myrtales, Malvales, Rubiales,

Euphorbiales dan Poales.

4. Tinggi sisa tegakan tumbuhan yang dipotong adalah 12-61 cm, sementara diameter tumbuhan yang dipotong adalah 0,3-2 cm.

(35)

B. Saran

(36)

ABSTRAK

STUDI KEBERADAAN SARANG BABI HUTAN (Sus scrofa) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG

Rohman Riyandi 0717021065

Satwa liar merupakan salah satu kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang sebagian dari ekosistem alam itu semakin terdesak oleh

kehidupan manusia. Babi hutan (Sus scrofa) termasuk satwa liar yang merupakan hewan mangsa utama dari harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan keberadaannya di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) hampir di seluruh tipe habitat, mulai dari hutan campuran, hutan sekunder, padang rumput dan daerah rawa. Babi hutan mempunyai tanda-tanda sekunder berupa jejak, kotoran, kubangan dan sarang. Sarang babi hutan digunakan sebagai tempat melahirkan dan pengasuhan. Keberadaan sarang babi hutan sangat diperlukan untuk memahami aspek ekologis dalam ekosistem.

(37)

933 m dengan diameter sarang antara 190-300 cm. Terdapat 6 ordo tumbuhan yang digunakan untuk membuat sarang babi hutan, yaitu Polygalales, Myrtales, Malvales, Rubiales, Euphorbiales dan Poales. Umur sarang yang ditemukan diperkirakan lebih dari satu bulan dengan tinggi sisa tegakan tumbuhan antara 12-61 cm dan diameter tumbuhan yang digunakan untuk membuat sarang berkisar 0,3-2 cm. Tanda-tanda sekunder yang ditemukan disekitar sarang babi hutan diantaranya jejak, bekas mencari makan, kaisan, kotoran dan kubangan dari hewan babi, rusa, kijang, badak, gajah dan harimau.

Gambar

Gambar 1.  Babi hutan
Gambar 2.  Sarang babi hutan di Taman Nasional Way Kambas
Gambar 3. Lokasi Taman Nasional Way Kambas di Sumatera

Referensi

Dokumen terkait