• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR GRABEN KABUPATEN NGADA NTT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK, GPR, DAN GRAVITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR GRABEN KABUPATEN NGADA NTT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK, GPR, DAN GRAVITY"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

iv

GRAVITY

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh

derajat Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

Oleh:

Ristika Wulandari

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK

(2)

ii

GRABEN STRUCTURE ANALYSIS AT NGADA NTT USING GEOELECTRIC, GPR, AND GRAVITY

by

Ristika Wulandari

ABSTRACT

Trikora Village place’s in Ngada NTT. This area has indicated rainwater infiltration rate is high, subsidence, and a strong vibration on the surface. Therefore, the three geophysical methods used to determine the profile of the surface area of research. Geophysical methods used were GPR method, geoelectric, and gravity. Of the three methods it was found that the Trikora Village and the surrounding area has constituent rock layers are less compact and has pores over medium-high, thus forming cracks as the entry of rainwater into the subsurface. The composition of the rock in the form of sandstone and limestone distraction caused vibrations on the surface of the soil in the study area. As for the subsidence may occur in view of the subsurface structure of the research areas that from the graben.

(3)

iii

oleh

Ristika Wulandari

ABSTRAK

Kelurahan Trikora terletak pada Kabupaten Ngada NTT. Daerah ini diindikasikan memiliki laju infiltrasi air hujan yang tinggi, amblesan, dan getaran yang kuat di permukaan. Oleh karena itu, digunakan tiga metode geofisika untuk mengetahui profil bawah permukaan daerah penelitian tersebut. Metode geofisika yang digunakan yaitu metode GPR, geolistrik, dan gravity. Dari ketiga metode tersebut diketahui bahwa Kelurahan Trikora dan sekitarnya memiliki batuan penyusun lapisan yang kurang kompak dan memiliki pori-pori sedang-besar, sehingga membentuk rekahan sebagai jalan masuknya air hujan ke bawah permukaan. Susunan batuan berupa selingan batupasir dan gamping menyebabkan getaran tanah di permukaan pada daerah penelitian. Sedangkan untuk amblesan mungkin terjadi di lihat dari struktur bawah permukaan daerah penelitian yang membentuk graben.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang membahas tentang Analisis Struktur Graben Kabupaten Ngada NTT

Menggunakkan Metode Geolistrik, GPR, dan Gravity” sebagai salah satu

persyaratan menempuh program Sarjana strata satu pada Jurusan Teknik Geofisika.

Dalam mencari informasi mengenai gejala geologi yang terjadi pada Kabupaten Ngada NTT, digunakan tiga metode geofisika yaitu geolistrik, GPR, dan gravity sebagai sarana untuk mengetahui kondisi perlapisan bawah permukaan. Hal ini dilakukan sebagai cara tanggap darurat terhadap bencana yang mungkin dan akan terjadi pada wilayah tersebut.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, semoga Skripsi ini dapat membawa manfaat bagi bagi penulis dan yang membacanya.

(9)

ix

Ristika Wulandari dilahirkan di Raman Aji pada tanggal 13 Januari 1991, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rajiyo S.pd. dengan Ibu Suyatmi. Penulis memulai pendidikan pertamanya pada Taman Kanak-kanak LKMD pada tahun 1995, selanjutnya melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Raman Aji dan selesai pada tahun 2002, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Raman Utara yang diselesaikan pada tahun 2005, sedangkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di MAN 1 METRO di sertai pembelajaran di Ma’had Al-kahfi pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geofisika melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

(10)

x

(11)

xi

Allah akan memberikan kelapangan dan kemudahan sesudah kesempitan dan

kesusahan

(Qs. Ath Thalaq: 7)

Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau, dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari

hati yang tidak tenang, dari do a yang tak di dengar, dan dari nafsu yang tidak

pernah kenyang.

(H.R. An-Nasa i)

Hidup tiada bermakna tanpa adanya pengorbanan dalam mencapai apa yang kita

inginkan. Dalam perahu waktu yang sedang kita naiki ini, jangan hanya

memanfaatkan adanya angin yang akan menuntun jalan kapal kita. Cobalah

mendayung untuk mengarahkan kapal menuju impian yang telah kita patri dalam

hati. Percayalah, usaha maksimal akan membawa perahu ini tepat pada tujuan.

Dengan impian, usaha, dan semangat yang terus berkobar dalam diri kita, tidak

ada yang tidak mungkin di raih atas seizin-Nya.

(12)

xii

PERSEMBAHAN

Atas segala rahmat dan kebesaran-Nya, ku persembahkan karya ilmiah ini untuk:

Bapakku Rajiyo, S.pd. dan Ibuku Suyatmi, atas kasih sayang yang tulus, semangat

luar biasa yang diberikan, do a sepenuh hati, kesabaran dan pengorbanan yang

begitu besar, serta pengertian yang selalu tercurahkan sepenuh jiwa untukku.

Adikku Mega Utami tersayang beserta keluarga yang telah memberikan support

yang tiada henti.

Tempatku bernaung dalam menuntut ilmu dan mencari jati diri

(13)

xiii

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta Rajiyo S.Pd. dan Suyatmi serta Adik Mega tersayang atas dukungan, do’a dan semangat yang telah diberikan selama ini. 2. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang telah memberikan data

untuk penelitian Tugas Akhir.

3. Bapak Rustadi, S.Si, M.T. selaku Pembimbing I yang telah memberikan do’a, pengarahan, serta dukungannya.

4. Bapak Dr. Ahmad Zaennudin, S.Si, M.T. selaku Pembimbing II sekaligus dosen Pembimbing Akademik di kampus yang telah memberikan banyak pengarahan, do’a, dan dukunganya.

5. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.S., M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang membangun.

(14)

xiv

7. Bapak Yunara Dasa Triana, S.T., M.T., mas Imam Catur Priambodo, S.Si. dan Bapak Ir. Herry Purnomo, M.T. selaku pembimbing lapangan dalam melaksanakan penelitian Tugas Akhir atas bantuan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi.

8. Mbak Ratna, Murdani, Nofra, Kak Indra, Lestari, Ferdi, Pandu, cicha, tiwi, nikmah atas semangat dan waktu yang selalu di berikan.

9. Teman-teman seperjuangan yaitu Kak Gamal, Putri H., Irfan, Imam, Geo Agung, Rian, Nani, Yu’on, Cantika, Fitri, Aldo, Asep oppa, Mamet, Zaivan, Andri, Alfian, Alhada, Ferra, Didi, Alfareza, Adi, Putri R., Aan, Samsul, Pippy, Ayu, Akroma, bela, Lucy, dan Mispha atas motivasi yang tercipta selama kita berjuang.

10. Kakak dan adek tingkat 2007, 2009, 2010, 2011, dan 2012 atas semangat yang selalu diberikan.

11. Almamater tercinta yang telah mengajarkan dan menyadarkan arti perjuangan.

Juga untuk puluhan orang lainnya yang telah banyak memberikan sumbangsih dan inspirasi. Semoga Allah SWT memberikan limpahan Rahmat-NYA sesuai dengan setiap kebaikan yang ditanam.

Bandar Lampung, 25 Januari 2013 Penulis,

(15)

ii

by

Ristika Wulandari

ABSTRACT

Trikora Village place’s in Ngada NTT. This area has indicated rainwater infiltration rate is high, subsidence, and a strong vibration on the surface. Therefore, the three geophysical methods used to determine the profile of the surface area of research. Geophysical methods used were GPR method, geoelectric, and gravity. Of the three methods it was found that the Trikora Village and the surrounding area has constituent rock layers are less compact and has pores over medium-high, thus forming cracks as the entry of rainwater into the subsurface. The composition of the rock in the form of sandstone and limestone distraction caused vibrations on the surface of the soil in the study area. As for the subsidence may occur in view of the subsurface structure of the research areas that from the graben.

(16)

iii

ANALISIS STRUKTUR GRABEN KABUPATEN NGADA NTT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK, GPR, DAN GRAVITY

oleh

Ristika Wulandari

ABSTRAK

Kelurahan Trikora terletak pada Kabupaten Ngada NTT. Daerah ini diindikasikan memiliki laju infiltrasi air hujan yang tinggi, amblesan, dan getaran yang kuat di permukaan. Oleh karena itu, digunakan tiga metode geofisika untuk mengetahui profil bawah permukaan daerah penelitian tersebut. Metode geofisika yang digunakan yaitu metode GPR, geolistrik, dan gravity. Dari ketiga metode tersebut diketahui bahwa Kelurahan Trikora dan sekitarnya memiliki batuan penyusun lapisan yang kurang kompak dan memiliki pori-pori sedang-besar, sehingga membentuk rekahan sebagai jalan masuknya air hujan ke bawah permukaan. Susunan batuan berupa selingan batupasir dan gamping menyebabkan getaran tanah di permukaan pada daerah penelitian. Sedangkan untuk amblesan mungkin terjadi di lihat dari struktur bawah permukaan daerah penelitian yang membentuk graben.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Ngada adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Flores dengan Ibukota Bajawa (Gambar 1.1). Hampir keseluruhan wilayah di Kabupaten Ngada dikelilingi oleh barisan pegunungan. Beberapa obyek wisata yang dapat dikunjungi di Kabupaten Ngada sangat variatif, dari obyek wisata budaya, alam, dan minat khusus. Kabupaten ini terletak dekat dengan Gunung Inerie dan Gunung Ebulobo, sehingga jenis batuan di daerah ini sebagian besar tersusun atas batuan vulkanik.

Lokasi daerah Penelitian

(18)

2

Dari sekian banyak keindahan alam di Kabupaten Ngada tersebut, ada hal yang meresahkan bagi penduduk yang bermukim di sekitar daerah tersebut. Hal ini dikarenakan pada Kabupaten Ngada tepatnya di Kelurahan Trikora dan sekitarnya diindikasikan terdapat lubang yang cukup besar dan dalam di jalan sekitar rumah warga. Setiap terjadi hujan, air masuk ke lubang tersebut dengan laju infiltrasi air yang tinggi. Selain itu,terdapat getaran yang cukup kuat di permukaan ketika dilalui oleh kendaraan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penyelidikan geofisika untuk mengetahui penyebab dari gejala geologi tersebut agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan apakah daerah tersebut berbahaya bagi permukiman warga.

Untuk menganalisis kondisi bawah permukaan Kelurahan Trikora dan sekitarnya, digunakan tiga metode penyelidikan geofisika yaitu geolistrik, GPR (Ground Penetrating Radar), dan gravity.

(19)

dengan akurasi yang cukup tinggi dalam menafsirkan distribusi dari atenuasi bawah permukaan yang menggambarkan batas dan dispersi untuk mengidentifikasi pembentukan fisis perlapisan (Endres dan Redman, 1996). Untuk metode gravity digunakan untuk studi geodinamika dan eksplorasi dalam estimasi struktur geologi (Sarkowi, 2010). Interpretasi geofisika dengan didukung interpretasi geohidrologi dan geoteknik dapat menghasilkan identifikasi penyebab infiltrasi air yang tinggi dan getaran tanah yang dihasilkan di Kelurahan Trikora tersebut.

I.2 Perumusan Masalah

Jika dibandingkan metode geofisika lain, metode geolistrik dan metode GPR adalah metode yang sering digunakan dalam teknik lingkungan (Steward dan Unterberger, 1976). Sedangkan penerapan gravity pada sumber anomaly dekat permukaan yang berhubungan dengan lingkungan belum banyak digunakan. Korelasi ketiga metode tersebut, diharapkan akan menghasilkan pencitraan lapisan dangkal dengan resolusi tinggi serta litologi perlapisan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan Kelurahan Trikora dan sekitarnya. Adapun beberapa permasalahan yang menjadi kajian adalah:

1. Terjadinya resapan air hujan yang cepat.

2. Getaran tanah yang cukup tinggi di beberapa lokasi ketika kendaraan melintas.

(20)

4

4. Menelaah indikasi struktur graben dari data gravity.

1.3 Batasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada analisis graben pada Kabupaten Ngada, tepatnya pada Kelurahan Trikora dan sekitarnya menggunakan metode geolistrik,GPR, dan gravity. Data geolistrik dan GPRyang digunakan adalah data sekunder hasil akuisisi data yang telah dilakukan oleh tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sedangkan data gravity merupakan data sekunder berupa peta anomaly Bouguer.

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa kondisi bawah permukaan pada kedalaman dangkal menggunakkan korelasi antara metodeGPR dan metode geolistrik pada Kelurahan Trikora Kabupaten Ngada NTT.

2. Menganalisa penyebab infiltrasi, getaran tanah, dan kemungkinan dampak bahaya geologi yang dapat terjadi.

(21)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Dapat mengetahui karakteristik batuan bawah permukaan Kelurahan Trikora dan sekitarnya.

2. Memberikan rekomendasi mitigasi terhadap bencana geologi yang mungkin terjadi.

(22)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lokasi Penelitian

Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120°48’36’ BT -121°11’7’ BT dan 8°20’32’ LS - 8°57’25’ LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores, bagian Selatan dengan Laut Sawu, bagian Timur dengan kabupaten Nagekeo, dan bagian Barat dengan kabupaten Manggarai Timur (Gambar 2.1). Luas wilayah daerah ini adalah 3.037,9 km² dengan jumlah penduduk ± 250.000 jiwa (sumber: www.nttprov.go.id).

(23)

2.2. Tinjauan Geologi Regional

Kusumadinata, dkk., (1997), menyebutkan bahwa sejarah geologi daerah Bajawa dan sekitarnya diawali sejak Miosen Tengah. Posisi tektonik daerah ini termasuk ke dalam cekungan belakang busur (back arc basin). Batu pasir dengan lensa batu gamping, bersisipan oleh napal dan breksi yang dikenal sebagai Formasi Nangapanda, diendapkan di daerah ini, dan kemudian diikuti oleh akivitas vulkanis yang ditunjukan oleh adanya kelompok batuan yang bersifat dasitis, andesitik, dan basaltis. Pada saat yang sama, diendapkan batu gamping yang berselingan dengan batu gamping pasiran dan batu pasir gampingan dari Formasi Baki.

Pada daerah dengan formasi berselingan antara batu pasir dan batu gamping akan dapat terbentuk rongga-rongga di bawah permukaan. Sehingga rongga-rongga yang terbentuk menyebabkan laju infiltrasi air hujan yang tinggi. Bahaya geologi yang dapat terjadi adalah amblesan akibat keberadaan rongga-rongga tersebut.

(24)

8

kegiatan vulkanisme yang menghasilkan gunungapi berkomposisi andesit. Kegiatan gunungapi Pliosen-Plistosen menghasilkan Satuan Gunungapi Tua (QTv). Pada Plistosen Akhir daerah ini merupakan daratan. Hasil gunungapi muda (Qhv) menutupi sebagian batuan yang lebih tua. Seluruh daerah Flores terangkat dengan membentuk daratan pada zaman Plistosen Akhir dengan diikuti oleh pensesaran, perlipatan, dan pengaktifan kembali sesar-sesar yang ada (Gambar 2.2) dan (Gambar 2.3).

(25)

Gambar 2.3.Stratigrafi regional Pulau Flores (Purnomo, 2011).

Di sisi lain, sejarah geologi yang ikut berpengaruh terhadap keadaan stratigrafi daerah Bajawa yaitu Gunung Inielika. Gunung ini merupakan salah satu kerucut gunungapi yang terbentuk akibat adanya letusan yang sangat kuat dari gunungapi tua berukuran besar, Gunung Wolo Ngada atau Gunung Bajawa. Letusan hebat dari Gunung Bajawa tersebut, menghasilkan kaldera dan block faulting di dalam dasar kaldera tersebut, dengan arah relatif utara-selatan. Zona lemah yang terbentuk memudahkan magma naik ke permukaan dengan membentuk titik-titik erupsi muncul disepanjang jalur sesar yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Kartadinata, dkk., 1999).

(26)

10

Kabupaten Ngada termasuk bagian dari Pulau Flores yang terletak di bagian tengah agak ke selatan. Secara fisiografi, termasuk ke dalam Zona Fisiografi Kepulauan Sunda Lesser, yang termasuk dalam Busur Vulkanik Dalam Bagian Timur (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut disusun oleh batuan sedimen, batuan beku ekstrusi dan intrusi. Susunan batuan tersebut membentuk morfologi yang berupa perbukitan vulkanik, kerucut vulkanik, dan lembah (dataran rendah). Mempunyai kemiringan relatif ke selatan, dengan kemiringan lereng berkisar antara 5° - 70°.

2.3. Klimatologi Daerah Penelitian 2.3.1. Temperatur

Temperatur atau sering disebut suhu merupakan hal yang sangat penting dalam menentukkan Water Balance (Kesetimbangan Neraca air) (Purnomo, 2011). Keberadaan suhu menentukkan air permukaan laut, berikut ini merupakaan suhu bulanan kota Bajawa antara tahun 2004-2008 yang tertera padaTabel 2.1.

Tabel 2.1.Suhu udara rata-rata Bajawa 2004-2008 ( Sumber: Pos Pengamatan Gunungapi Inerie).

No Tahun

Suhu Bulanan dalam …..º C

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

1 2004 24,6 25,6 24,6 25,6 25,6 24,6 24,6 24,6 24,6 24,6 24,6 24,6

2 2005 23,6 23,6 22,6 23,6 23,6 22,6 22,6 23,6 22,6 22,6 23,6 23,6

3 2006 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 23,6 22,6

4 2007 23,6 22,6 22,6 22,6 22,6 22,6 22,6 22,6 23,6 23,6 23,6 23,6

(27)

Dilihat dari tabel di atas, diketahui bahwa suhu udara rata–rata Bajawa selama 4 tahun yaitu pada tahun 2004–2008 berkisar antara 22,6–25,6.

2.3.2 Curah hujan

Curah hujan yang terjadi selama lima tahun terakhir membentuk sebuah pola, mulai dari bulan Januari sampai Juni merupakan bulan dengan curah hujan yang tinggi. Kemudian bulan Juli sampai Oktober merupakan bulan jarang hujan. Sedangkan musim hujan kembali terjadi pada akhir tahun yaitu pada bulan November dan Desember. Curah hujan pada daerah Bajawa yang diamati dari pos pengamatan Gunungapi Inerie diperlihatkan padaTabel 2.2.

Tabel 2.2. Curah hujan Kota Bajawa 2004-2008 (Sumber: Pos Pengamatan Gunungapi Inerie)

No Tahun

Curah Hujan

Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agts Sep Okt Nov Des Total

Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm) Jmlh hujan (mm)

1 2004 303 270 188 33 62 0 8 0 0 0 69 246 1179

2 2005 292 331 348 114 11 17 13 27 0 105 342 324 1924

3 2006 295 336 409 246 217 71 0 0 0 0 50 490 2114

4 2007 124 171 315 215 20 103 0 0 0 0 100 323 1371

(28)

12

2.3.3. Muka air tanah dangkal

Di lokasi sekitar indikasi amblesan muka air tanah berkisar antar 10 – 20 meter. Kedalaman muka air tanah pada sumur penduduk berkisar > 10 meter, tetapi pada saat musim penghujan muka air pada beberapa sumur penduduk berkisar 5 -10 meter. Alur sungai yang ada umumnya berstadia muda, dengan lembah sungai yang dalam.

2.4. Geologi Teknik Daerah Penelitian

Kondisi geologi teknik daerah penelitian sangat tergantung pada kondisi geologi, morfologi/kemiringan lereng, stratigrafi, struktur geologi, kondisi bawah permukaan, tanah pelapukan, sifat fisik batuan, serta pengaruh geologi atau bencana geologi yang berkembang di daerah tersebut.

Berdasarkan hasil pemetaan geologi teknik, daerah ini disusun oleh :

• Satuan Pasir Kerucut Parasiter, terdiri dari : batu pasir, tuf, aglomerat, abu gunung api, breksi gunungapi, bersifat lepas, tidak kompak, bersifat sarang (porus), mudah longsor.

• Satuan Breksi Laharik, terdiri dari : breksi gunung api, batu pasir dan batu pasir tufaan, bersifat sarang, lepas - agak kompak, padat–sangat padat, setempat mudah longsor. .

(29)

lepas - agak kompak, padat – sangat padat, bagian permukaan terlapukkan (tebal 0,5 - > 1,5 meter).

Daerah Bajawa dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan geologi teknik. Hal yang menjadi acuan dalam pembagian wilayah geologi teknik ini didasarkan pada : jenis dan sifat fisik batuan penyusun, kemiringan lereng serta kekuatan batuan atau kondisi teknis batuannya. Adapun 3 (tiga) kelompok/satuan geologi teknik tersebut terlihat padaGambar 2.5.

Gambar 2.5. Peta geologi teknik daerah penelitian dan sekitarnya (sumber: Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Pemerintah Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, 2011).

(30)

BAB III

TEORI DASAR

3.1. MetodaGPR(Ground Penetrating Radar) 3.1.1. Pengertian

Ground Penetrating Radar (GPR) adalah salah satu metode survey untuk soil, bangunan dan kondisi bawah permukaan (dalam interval beberapa centimeter hingga kedalaman 60 meter). Metode GPR ini menggunakan analisa refleksi/pantulan dari gelombang elektromagnetik yang dihasilkan akibat dari perbedaan sifat /konstanta dielektrik benda-benda di bawah permukaan.

(31)

3.1.2. Prinsip dasarground penetrating radar(GPR)

Ground Penetraling Radar (GPR) terdiri dari control unit,transmitter, receiver, note book, kabel serat optik dan tambahan alat lain untuk trigger (Gambar 3.1

dan Gambar 3.2). Dengan frekuensi antenna yang bermacam-macam, seperti ; 25 MHz, 50 MHz, 100 Mhz, 200 MHz, 500 Mhz dan 1000 MHz (Lane, dkk., 1996).

[image:31.595.204.431.300.483.2]

Gambar 3.1.Komponen/peralatanGPR/RAMAC(Lane, dkk., 1996).

(32)

☎✆

Control unit berfungsi sebagai pengatur pengumpulan data. Komputer memberikan informasi lengkap bagaimana prosedur yang harus dilakukan, dan saat sistem diaktifkan, control unit mengatur transmitter dan receiver. Control unitmenyimpan data mentah dalam sebuah buffersementara dan saat dibutuhkan, dapat diambil dan ditransfer ke komputer.

Transsmitter menghasilkan energi elektromagnetik dan mengirimnya pada daerah sekitar, khususnya ke dalam medium yang diobservasi. Energi dalam bentuk pulsa pada amplitudo tinggi (370 V) yang dipindahkan ke bagian antena.

Receiver mengkonversi sinyal yang diterima oleh antena menjadi nilai integer. Dalam unit receiver terdapat dua konektor optik, pertama digunakan untuk mentransfer sinyal terkontrol dari control unit(bertanda R) dan lainnya mengirim data yang diperoleh ke control unit (bertanda D). Antenna receiver menerima pulsa yang tidak terabsorbsi oleh bumi tetapi dipantulkan dalam domain waktu tertentu.

Mode konfigurasi antenna transmitter dan receiver pada GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila transmitter dan receiver digabung dalam satu antena sedangkan mode bistatik bila kedua antena memiliki jarak pemisah.

(33)

tersebut (10 Mhz-4Ghz).Receiverdiset untuk melakukan scan yang secara normal mencapai 32 – 512 scan per detik. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor sebagai fungsi waktu two-way time travel time, yaitu waktu tempuh gelombang elektromagnetik menjalar daritranmitter–target–receiver. Tampilan ini disebut dengan radargram (Lane, dkk., 1996).

3.1.3. Persamaan yang mendasari pengukuranGPR

Persamaan yang menghubungkan sifat fisik medium dengan medan yang timbul pada medium tersebut dapat dinyatakan dengan (Vasco, 1997):

= (1)

= (2)

= = (3)

dimana; adalah pergeseran vector dielektrik, adalah rapat fluks magnet, merupakan kepadatan saat vektor, c yaitu kecepatan cahaya, dan t adalah waktu masing-masing vektor.

Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropi). Untuk pendekatan tersebut, persamaan Maxwell dapat ditulis sebagai berikut (Yee, 1966):

(34)

✟✠

× = + / (5)

. = 0 (6)

. = 0 (7)

dimana merupakan intensitas medan magnet dengan satuan ampere/m, adalah perpindahan listrik yang memiliki satuan coulomb/m2, ε merupakan permitivitas listrik dengan satuan farad/m, dan σ yaitu konduktivitas dengan

satuan 1/ohm-m.

Persamaan Maxwel ini adalah landasan teori dari perambatan gelombang elektromagnet. Pada material dielektrik murni, suseptibilitas magnetik (μ ), dan permitivitas listrik (ε) adalah konstan dan tidak terdapat atenuasi dalam perambatan gelombang. Tidak sama halnya jika berhadapan dengan material dielektrik (Reynolds, 1996).

Sifat-sifat dari material bumi bergantung dari komposisi dan kandungan air material tersebut. Kedua hal ini mempengaruhi cepat rambat perambatan gelombang dan atenuasi gelombang elektromagnet.

(35)

=

( )

( ) (8)

=

(9)

dimana V1 merupakan cepat rambat geombang elektromagnet pada lapisan 1, V2 adalah cepat rambat geombang elektromagnet pada lapisan 2 , dan V1 < V2, sedangkan

ε1

dan

ε2

yaitu konstanta dielektrik relatif lapisan 1 dan lapisan 2.

Dalam semua kasus, besarnya R terletak antara -1 dan 1. Bagian dari energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R. Persamaan di atas daplikasikan untuk keadaan normal pada permukaan bidang datar. Dengan asumsi tidak ada sinyal yang hilang sehubungan dengan amplitudo sinyal.

Jejak yang terdapat pada rekaman GPR merupakan konvolusi dari koefisien refleksi dan impulse GPR ditunjukkan oleh persamaan (Kunz dan Luebbers, 1993):

A (t) = r(t)*F(t)*n(t)

(10)

Dimana r(t) adalah koefisien refleksi, A(t) yaitu amplitudo rekaman GPR, F(t) adalah impulse radar, dan n(t) merupakan noise radar.

(36)

☞✌

elektromagnet maka benda ini menyebabkan penyebaran energi secara acak. Absorbsi ( mengubah energi elektromagnet menjadi energi panas ) dapat menyebabkan energi hilang. Penyebab yang paling utama hilangnya energi karena atenuasi fungsi kompleks dari sifat lstrik dan dielektrika media yang dilalui sinyal radar. Atenuasi (α) tergantung dari konduktivitas (σ), permeabilitas magnetik (μ ), dan permitivitas (ε) dari media yang dilalui oleh sinyal dan frekuensi dari sinyal itu sendir (2πf). Sifat bulk dari material ditentukan oleh sifat fisik dari unsur pokok yang ada dan komposisinya (Reynolds, 1996).

3.1.4. Akuisisi dataGPR

Ada tiga cara penggunaan sistem radar yaitu: reflection profiling (antena monostatik ataupun bistatik), wide-angle reflection and refraction (WARR) atau common-mid point (CMP) sounding, dan transillumination atau radar tomography. Pemilihan cara tersebut di atas tergantung kepada tujuan survei.

3.1.4.1. Radar reflection profiling

Cara ini dilakukan dengan membawa antenna radar bergerak bersamaan diatas permukaan tanah di mana nantinya hasil tampilan pada radargram merupakan kumpulan tiap titik pengamatan(Gambar 3.3).

T R

reflector

[image:36.595.119.533.597.765.2]

Trace 1 Trace n

Gambar 3.3. Radar Reflection Profiling(Reynolds, 1997)

(37)

3.1.4.2. Wide agle reflection and refraction(WARR) ataucommon mid point

Cara Wide Angle Reflection and Refraction (WARR) Sounding ini dilakukan dengan menaruhtransmitterpada posisi yang tetap dan receiver dibawa pada area penyelidikan (Gambar 3.4). WARR sounding diterapkan pada kasus dimana bidang reflector relatif datar atau memiliki kemiringan yang rendah, karena asumsi ini tidak selalu benar pada kebanyakan kasus maka digunakan CMP sounding untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada CMP sounding kedua antenna bergerak menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada posisi yang tetap (Gambar 3.5).

[image:37.595.158.519.364.497.2]

Tx

Gambar 3.4.Wide Angle Reflection and Refraction(Reynolds, 1997)

Gambar 3.5.Common Mid Point(Reynolds, 1997)

Rx Rx Rx Rx

T1 T2

[image:37.595.135.521.556.698.2]
(38)

22

3.1.4.3. Transilluminationatau radar tomography

Metoda ini dilakukan dengan cara menempatkan transmitter dan receiver pada posisi yang berlawanan. Sebagai contoh jika transmitter diletakan pada satu sisi, maka receiver diletakan pada sisi yang lain dan saling berhadapan. Umumya metoda ini digunakan pada kasus non-destructive testing (NDT) dengan menggunakan frekuensi antenna yang tinggi sekitar 900 MHz (Gambar 3.6).

Pemilihan frekuensi antena ditentukan oleh tujuan survei yaitu tergantung pada kedalaman atau resolusi yang dibutuhkan dan kondisi material setempat. Semakin

T R1

R2

R3

[image:38.595.185.477.290.532.2]

R4

(39)
[image:39.595.133.493.176.373.2]

tinggi resolusi yang dibutuhkan maka frekuensi antena yang digunakan semakin tinggi (Tabel 3.1 dan Tabel 3.2).

Tabel 3.1. Penentuan frekuensi antena yang digunakan (Lehmann dan Green, 1999). Frekuensi Antena (MHz) Ukuran Target (m) Batas Kedalaman (m) Kedalaman Penetrasi Maksimum (m)

25 ≥ 1 5–30 35–60

50 ≥ 0.5 5–20 20–30

100 0.1 - 1.0 2–15 15–25

200 0.05 - 0.50 1–10 5–15

400 ≈ 0.05 1–5 3–10

1000 Cm 0.05–2 0.5–4

Tabel 3.2.Rekomendasi penggunaan sampling frekuensi (Lehmann dan Green, 1999). Frekuensi Antena (MHz) Rekomendasi Sampling Frekuensi (MHz) Rekomendasi Trace Interval (m)

25 150–600 0.30 - 0.75

50 400–800 0.20 - 0.50

100 800–1800 0.10 - 0.30

200 1600–3500 0.03 - 0.10

400 3200–5000 0.02 - 0.10

1000 25000–110000 0.01 - 0.05

Proses trigging pada RAMAC/GPR dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Pemilihantriggerbergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Tujuan survei 2. Jenis antena

[image:39.595.179.475.438.575.2]
(40)

24

RAMAC/GPRmemberikan 4 macam cara untuk prosestriggingini, yaitu:

1. Dengan menggunakan alat pengukur panjang (Hip Chain atau Measuring Wheel)

2. MelaluikeyboardPC eksternal (dengan menekan tombolenter) 3. Dengan menggunakan kotaktrig

4. Dengan pembacaan pada interval waktu tertentu.

Untuk pengalihan data dari control unit ke dalam external PC, bisa digunakan penghubung secara paralel atau secara serial. Mode paralel dapat mentransfer data lebih cepat dibanding mode serial (www.malags.com).

3.1.5. ProcessingdataGPR

Terkadang terdapat beberapa komponen yang dapat merusak sinyal yang di perlukan, sinyal-sinyal ini menyebar secara acak. oleh Karena itu, sinyal tersebut harus di hilangkan untuk meningkatkan mutu hasil pencitraan (Daniels, 1996). Sehingga digunakan beberapa sekuen filtering dalam penerapannya. Sekuen filteringyang akan digunakan untuk pengolahan dataGPRini antara lain:

1. Static correction

Proses filtering pertama adalah static correction, filter ini digunakan untuk setiap trace, tidak bergantung satu sama lain. Filter ini digunakan untuk mengoreksi

(41)

2. subtract-mean(dewow)

Dewow merupakan salah satu noise frekuensi rendah yang terekam oleh system. Hal ini terjadi karena instrumen elektronik tersaturasi oleh nilai amplitude besar dari gelombang langsung dan gelombang udara (Van overmeeren, 1997).

3. Gain

Filter ini digunakan karena pada lapisan tanah, frekuensi tinggi diserap lebih cepat dibandingkan dengan frekuensi rendah dan terjadi jugaspherical divergensi, yaitu energi gelombang yang menjalar berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat dari sumber dan hal ini sejalan dengan jarak dan waktu, maka untuk menghilangkannya dilakukan penguatan kembali amplitude yang hilang sehingga seolah-olah di setiap titik energinya sama. Tampilan setelah static correction merupakan Manual Gain yang menggunakkan proses energy decay (Pasasa, 1999).

4. Background Removal

Proses pengolahan data dilanjutkan dengan filter Background Removal yang bertindak atas angka terpilih dari lintasan. Filter satu mengurangi lintasan rata-rata (tracerange) yaitu memberi jarak jangkauan secara aktual pada suatu bagian . Filter melaksanakan pembersihan latar belakang. Untuk itu, hal ini didefinisikan sebagai waktu / pemberian jarak jangkauan rata-rata.

5. Bandpass butterworth

(42)

26

6. F-K filter

Dan proses terakhir yaitu F-K filter. Filteringini berfungsi untuk membatasi area yang akan di filter, dimana Amplitudo spectrum F-K yang terpilih akan memperlihatkan profil asli (Sandmeier, 2012).

Sekuen tersebut merupakan sekuen filter standar untuk dataGPRyang merupakan data mentah (raw data). Seluruh proses pengolahan data ini dilakukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.

3.1.6. InterpretasiGPR

Pekerjaan akhir dalam penyelidikan geofisika adalah menerjemahkan data-data sinyal yang telah diperoleh dari akuisisi untuk kemudian diplot ke dalam suatu bentuk konfigurasi agar dapat dibaca dan diambil kesimpulan, pekerjaan ini adalah interpretasi. Beberapa hal yang lazim diperhatikan dalam penginterpretasian adalah :

a) Interpretasi grafik

(43)

b) Analisa kuantitatif

Dengan menggunakan beberapa analisa, kedalaman interpretasi sinyal juga kedalaman target atau reflektor dapat dideterminasi tergantung kepada cukup tidaknya nilai yang diketahui dari analisa kecepatan juga variasi konstanta dielektrik relatif material yang dilewati, juga kepada analisa amplitude dan koefisian refleksi.

3.2. Metoda Geolistrik 3.2.1. Pengertian

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat memberikan gambaran tentang susunan litologi atau struktur bawah permukaan suatu daerah serta kedalaman lapisan batuan berdasarkan sifat kelistrikan batuan (Telford dkk, 1990). Tujuan survey geolistrik tahanan jenis adalah mengetahui perbedaan tahanan jenis (resistivitas) bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi.

3.2.2. Prinsip dasar geolistrik 3.2.2.1. Hukum Coulomb

(44)

28

=

(11)

dimana merupakan gaya Coulomb (N), Qadalah muatan sumber (Coulomb),q merupakan muatan uji (Coulomb), r yaitu jarak antar kedua muatan (meter), dan ε0adalah konstanta permitivitas ruang hampa dengan nilai 8.854 *10-12C2/Nm2.

3.2.2.2. Medan listrik

Besarnya medan listrik yang ditimbulkan oleh muatan sumberQadalah:

=

(12)

Besar medan listrik dapat dihitung dari persamaan di atas. Sedangkan arahnya yaitu jika muatan sumber Q bermuatan positif, maka arah medan listrik meninggalkan sumber, sebaliknya jika muatan sumber Q bermuatan negative, maka arah medan listrik menuju sumber.

3.2.2.3. Potensial listrik

Energi potensial suatu benda adalah kemampuan benda tersebut melakukan kerja. Energi potensial listrik adalah usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan qdari titik tak berhingga ke titik tersebut.

=

.

=

(13)
(45)

(14) Energi potensial dan potensial listrik merupakan besaran skalar, sedangkan gaya Coulomb dan medan listrik merupakan besaran vector.

3.2.2.4. Hukum Ohm

Kemampuan benda untuk menahan arus listrik berbeda-beda. Hukum Ohm memberikan gambaran hubungan antara besarnya beda potensial listrik (V), kuat arus (I), dan besarnya tahanan listrik kawat penghantar (R). Hal ini diperlihatkan padaGambar 3.7.

Gambar 3.7.Resistansi (sumber:http://www.predict.its.ac.id). Hubungan tersebut adalah

[image:45.595.221.408.378.439.2]

(15) Sedangkan resistivitas (ρ) berhubungan dengan luas (A) dan panjang (L) mediumnya (Gambar 3.8.).

(46)

30

Resistivitas merupakan turunan dari resistansi, yaitu:

=

(16)

3.2.2.5. Dua sumber titik arus pada permukaan

Sumber arus ganda pada permukaan memungkinkan bagi kita untuk menganalisa sifat kelistrikan batuan yang ada diantara dua sumber arus tersebut sebagaimana diperlihatkan padaGambar 3.9.

Gambar 3.9. Arus listrik yang di timbulkan oleh dua sumber (Telford, dkk., 1990).

Potensial di setiap titik terdekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus, sehingga equipotensial yang dihasilkan dari dua titik sumber dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda tersebut. Secara jelas dapat dilihat padaGambar 3.10.

(47)

Dari Gambar 3.10, maka di dapatkan persamaan berikut ini:

1 2 1 2

2

1 1 1 1

V I

r r R R π ρ               (17)

1 2 1 2

2

1 1 1 1

K

r r R R π              (18)

dimanaV merupakan beda potensial antara P1 dan P2 (volt), K adalah faktor geometri yang merupakan besaran yang berubah terhadap jarak spasi elektroda dan bergantung pada susunan elektroda, I adalah kuat arus yang dialirkan melalui elektroda arus C1 dan C2 (ampere), r1 yaitu jarak antara C1 dan P1

(meter), r2 adalah jarak antara C2 dan P1 (meter), R1 merupakan jarak antara C1 dan P2(meter), danR2adalah jarak antara C2dan P2(meter).

V K

I

ρ  (19)

3.2.3. Akuisisi data geolistrik 3.2.3.1. Teknik pengukuran

Teknik pengukuran dalam geolistrik adalah sebagai berikut (Barker, 1981):

1. Sounding : untuk informasi bawah permukaan secara vertikal (model bumi berlapis)

(48)

32

3. Offset Sounding : untuk informasi bawah permukaan profil sounding yang kontinyu secara lateral

3.2.3.2. Tahapan akusisi

Tahapan dalam akuisisi geolistrik adalah:

1. Tentukan konfigurasi elektroda yang ingin dipakai. Dalam pelaksanaan survey dikenal beberapa metoda pengambilan data sesuai dengan peletakan eloktroda yang dilakukan (Drecun, 1976). Hal ini berpengaruh terhadap faktor geometri peneletian resistivity yang kita lakukan. Adapun aturan/metoda tersebut antara lain :

a. MetodaWenner b. Metoda Gradien c. MetodaSchlumberger d. Metoda Dipole-dipole e. Metoda Pole-dipole

2. Pasang elektroda sesuai dengan konfigurasi yang di pilih. Pada hal ini, konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi wenner-schlumberger. Dimana konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah perbandingan

(49)

resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus.

Gambar 3.11. Pengaturan elektroda konfigurasiWenner-Schlumberger

3. Ukur besar resistivity semunya. Dalam hal ini Resistivitymeter memberikan nilairesistansiR = V/I sehingga nilairesistivitasdapat dihitung dengan:

Gambar 3.12.Bentuk konfigurasiWenner-Schlumberger

(50)

34

3.2.4. Processingdata geolistrik

Dalam bagian ini perangkat lunak yang akan digunakan untuk pengolahan data

geolistrik adalah Res2dinv, yang meliputi langkah – langkah penginputan data,

read data, inversi, sampai pada pencetakan hasil inverse, dan tampilan topografi

(Grifiths, 1993). Namun, sebelum itu dilakukan pengolahan data geolistrik hasil

pengukuran di lapangan terlebih dahulu dengan menggunakanMs. Excel.

Selanjutnya buat worksheet baru kemudian copy dp (datum point), a (spasi

terkecil), dan Rho ke worksheet baru sebagai sarana dalam pembacaan di

RES2DINV( Loke, 1997). Sebelum proses inversi dilakukan maka terlebih dahulu

dilakukan proses pembacaan data dengan langkah–langkah:file-read data file.

Untuk melakukan inverse data maka pada menu inversion, pilih "use logarithm of apparent resistivity" sehingga muncul kotak dialog “use logarithm of apparent resistivity”, pilih “Use apparent resistivity” kemudian “OK” untuk memulai proses inversi.

Pada jendela yang baru ini, pada kolom “file name” input data yang telah diread

data file tadi (latihan.inv), kemudian “save”maka akan muncul 3 model, dimana

model pertama adalah data awal, model kedua adalah data inverse, dan model

ketiga adalah hasil inversi. Jika tampilan yang didapat tidak sesuai dengan kondisi

geologi yang ada, dapat melakukan editing data dengan cara klik pada Edit /

terminate bad datum points / OK.

Penghilangan data ini dimaksudkan untuk menghilangkan data yang kurang baik

(51)

Jika model yang diperoleh sudah memuaskan kita dapat menyimpannya dalam file

gambar (*.bmp) secara permanen.

3.2.5. Interpretasi hasil pengolahan data geolistrik

[image:51.595.176.451.348.684.2]

Langkah dalam menentukkan jenis batuan yang terlihat pada tampilan hasil processing data geolistrik yaitu dengan mengkorelasikan nilai resistivitas yang didapat dengan tabel resistivitasyang ada(Tabel 3.3).

Tabel 3.3.Resistivitas material-material bumi (Telford, dkk., 1990)

Material Resistivity (Ohm-meter)

Pyrite (Pirit) 0,01–100

Quartz (Kwarsa) 500–800.000 Calcite (Kalsit) 1 x 1012–1 x 1013 Rock Salt (Garam Batu) 30–1 x 1013

Granite (Granit) 200–100.000 Andesite (Andesit) 1,7 x 102–45 x 104

Basalt (Basal) 200- 100.000 Limestones (Gamping) 500–10.000 Sandstones (Batu Pasir) 200–8.000

Shales (Batu Tulis) 20–2.000

Sand (Pasir) 1–1.000

Clay (Lempung) 1–100

Ground Water (Air Tanah) 0.5–300

Sea Water (Air Asin) 0.2

Magnetite (Magnetit) 0.01–1.000 Dry Gravel (Kerikil Kering) 600–10.000

Alluvium (Aluvium) 10–800

(52)

36

3.3. Metode Gravity 3.3.1. Pengertian

Metoda Gravity merupakan suatu metoda eksplorasi geofisika yang didasarkan atas adanya anomali medan gravitasi bumi, akibat adanya variasi densitas batuan ke arah lateral maupun vertikal dibawah titik ukur. Pemodelan pada metoda ini dilakukan berdasarkan atas fungsi variasi densitas  (density) dan kedalaman z (Sarkowi, 2010).

3.3.2. Pengukuran gravity

1. Pengukuran absolut biasanya dilakukan di laboratorium-laboratorium, sukar untuk mendapatkan harga gravity absolut yang akurat, karena banyak kendala-kendala yang sangat mempengaruhi hasil pengukuran. Oleh karena itu, pengukuran secara absolut jarang sekali dilakukan karena terlalu sukar dan melibatkan banyak faktor maupun alat (Grant dan West, 1969).

(53)
[image:53.595.117.505.106.346.2]

Gambar 3. 13. Pengukuran gravity secara relatif

3.3.3. Koreksi gravity

a. Koreksi tide

Koreksi tidal (koreksi pasang surut) koreksi ini timbul disebabkan efek tarikan massa yang disebabkan oleh benda-benda langit, terutama bulan dan matahari. Harga koreksi ini berubah-ubah setiap waktu secara periodik tergantung dari kedudukan benda-benda langit tersebut. Jika koreksi ini merupakan gaya tarik bulan dan matahari pada permukaan bumi maka harga baca tersebut ditambahkan pada harga baca dan pengamatan. Dan jika koreksi tersebut merupakan lawan dari gaya tarik maka perlu dikurangkan (Goodkind, 1986).

Grav+Tide = Grav.Observasi + Koreksi Tide (20)

A

B

Pembacaan alat s1

Pada Titik A yang telah di ketahui harga gayaberatnya (ga)

Pembacaan alat s2

(54)

38

b. Koreksi Drift

Nilai bacaan gayaberat pada titik yang sama setelah dikoreksi pasang surutgravity, kadang memberikan nilai yang berbeda baik lebih kecil maupun lebih besar (Longman, 1959). Perbedaan nilai bacaan setelah dikoreksi pasang surut ini biasanya disebut dengan koreksi drift. Perbedaan ini disebabkan oleh sensor pegas pada gravimeter mengalami kelelahan akibat goncangan, pemakaian terlalu lama dan lain-lain. Untuk menghindari atau mengoreksi perbedaan ini :

 Pengukuran gravity dilakukan pada lintasan tertutup  Koreksi Drift diasumsikan linier terhadap waktu.

c. Koreksi gravity observasi

Untuk mendapatkan gravity observasi maka nilai gayaberat hasil pengukuran setelah dikoreksi tide dan drift harus diikatkan pada suatu titik yang sudah diketahui nilai gravitynya.

Gobs = g obs base st + Δ g mGal (21)

d. Koreksi lintang

Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak bulat sempurna, terdapat perbedaan antara jari-jari bumi di kutub dengan di katulistiwa. Nilai gravity dikutub akan lebih besar dibandingkan nilai gravity di katulistiwa. Nilai gravity teoritik pada lintang menurut Moritz (1980) :

) ϕ φ

φ 978.032,7(1 5.302410 Sin 5,810 Sin 2

(55)

e. Koreksi udara bebas (Free Air Correction)

Koreksi udara bebas ini dilakukan terhadap titik-titik pengukuran yang terletak pada ketinggian h dari permukaan air laut. Koreksi gravity yang dihitung dari persamaan gravity normal bumi dengan bentuk ellipsoid, Sehingga koreksi udara bebas di permukaan bumi memiliki nilai :

FAC = -0.308765 h (23)

f. Koreksi Bouger

Pada koreksi udara bebas perhitungan dilakukan dengan menghitung selisih ketinggian titik amat dengan datum tanpa memperhitungkan adanya massa di antara titik tersebut. Untuk itu diperlukan koreksi untuk menghilangkan pengaruh adanya massa dari datum sampai ketinggian titik tersebut. Nilai koreksi Bouguer untuk model slab tak hingga diberikan oleh persamaan :

h gB 41.93ρφ

 (24)

dimana: gB adalah koreksi bouguer dengan satuan microGall,  merupakan densitas permukaan dengan satuan gr/cc, φ adalah porositas, dan h merupakan ketinggian dengan satuan cm.

g. Koreksi terrain

(56)

40

sehingga akan mengurangi g(R), demikian juga lembah akan mengurangi tarikan ke bawah padag(R) yang berarti mengurangig(R).

CBA = SBA + TC (25)

(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat di dapat dari penelitian tugas akhir adalah:

1. Pengukuran GPR dan geolistrik menunjukkan adanya rekahan dan pola penyebaran bongkahan batu breksi maupun breksi gunungapi hanya pada lapisan bagian dangkal sampai pada kedalaman 15-20 m. Lapisan batuan terdiri darisoil, clay, batuan resistif.

2. Air yang masuk ke bawah permukaan mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada lapisan bawah permukaan yang kurang kompak, dan memiliki pori menengah-tinggi. Sedangkan, laju infiltrasi yang cepat diindikasikan karena adanya struktur graben di daerah penelitian.

(58)

✏ ✑

6.2. Saran

Dari hasil pengolahan dan identifikasi tersebut di atas, maka saran yang dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Diperlukan data GPR dan geolistrik di sekitar gawir gerakan tanah untuk mengidentifikasi batas-batas secara lebih jelas,. kemungkinan keberadaan gawir menjadi penyebab tingginya laju infiltrasi dan gerakan tanah.

2. Tidak diperkenankan melakukan penambangan di sekitar jalan dan wilayah pemukiman karena dapat membuat air permukaan dengan kapasitas besar mengalir ke bawah tanah, sehingga tidak menutup kemungkinan air dengan kapasitas besar tersebut sampai ke struktur graben yang di indikasikan terdapat pada daerah penelitian. Jika hal ini di biarkan terus menerus akan menyebabkan bencana geologi dengan skala besar.

(59)

(Skripsi)

Oleh

RISTIKA WULANDARI

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(60)

xv

DAFTAR ISI

Halaman

COVER ……… i

ABSTRACT ……….. ii

ABSTRAK ……… iii

HALAMAN JUDUL ……….. iv

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. v

LEMBAR PENGESAHAN ………. vi

LEMBAR PERNYATAAN……… vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

RIWAYAT HIDUP ……… ix

MOTTO ……… xi

PERSEMBAHAN ………... xii

SANWACANA ………... xiii

DAFTAR ISI ………... xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvii

DAFTAR TABEL ……….... xix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 3

1.3. Batasan Masalah ……… 4

1.4. Tujuan Penelitian ………. 4

1.5. Manfaat ………. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

(61)

xvi

III. TEORI DASAR

3.1. MetodaGPR ... 14 3.2. Metoda Geolistrik ... 27

3.3. Metoda Gravity ……….. . 36

IV METODOLOGI PRAKTEK KERJA LAPANGAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 41 4.2 Alat dan Bahan ... 41 4.3 Pengukuran ... 42 4.4. Pengolahan dan penafsiran ……….. 43 4.5 Diagram alir ... ... 45

4.6. Jadwal penyusunan skripsi ……… 46

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Kajian Pendahuluan ……… 47

5.2. Hasil pendugaanGPRdan geolistrik ……… 48

5.3. Pembahasan ………. 58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ……….. 74

6.2. Saran ……….. 75

(62)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1. Lokasi daerah penelitian ………... 1

2.1. Peta Kabupaten Ngada ……… 6

2.2. Peta geologi daerah bencana dan sekitarnya ... 8 2.3. Stratigrafi regional Pulau Flores ... 9 2.4. Sketsa evolusi komplek gunungapi,………..……. 9 2.5. Peta geologi teknik daerah penelitian dan sekitarnya……… 13 3.1. Komponen/peralatanGPR/RAMAC ... 15

3.2.Diagram kerjaGPR ……… 15

3.3. Radar Reflection Profiling………..…………. 20 3.4.Wide Angle Reflection and Refraction ……... 21 3.5.Common Mid Point ……….…….. 21

3.6. Radar Tomografi ………...….... 22

3.7. Resistansi ... 29 3.8. Resistivitas ... 29 3.9. Arus listrik yang ditimbulkan dua sumber ... 30 3.10. Dua elektroda pada medium homogen ... 30 3.11. Pengaturan elektroda konfigurasi

Wenner-Schlumberger ... 33 3.12. Bentuk konfigurasiWenner-Schlumbergerbeserta faktor

geometrik ... 32 3.13. Pengukuran relatif gravity ……………………...….. 37

5.1. Peta Geohidrologi ……… 49

5.2. Peta Geologi ………..……….. 50

5.3. Peta lintasanGPRdan geolistrik………..….. 51 5.4. Lintasan 1 geolistrik ………..……….. 52

5.5. Lintasan 2 geolistrik ………. 52

5.6. Lintasan 3 geolistrik ……….…… 53

5.7. Profil-6GPR ……….…… 53

5.8. Profil-7GPR ………. 54

5.9. Profil-10GPR ……… 54

5.10. Lintasan 4 geolistrik ……… 55

5.11. Lintasan 5 geolistrik ……… 55

5.12. Lintasan 6 geolistrik ……… 56

5.13. Profil-24GPR ……… 56

(63)

xviii

5.19. Peta kontur anomali Bouguer ….….………..… 65

5.20. SVD anomali Bouguer ……….... 66

5.21. overlay data peta anomali Bouguer ………. 67

5.22. Peta kontur data topex ………. 68

5.23. SVD data topex ……….... 69

(64)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

(65)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kajian Pendahuluan

Berdasarkan pada peta geohidrologi diketahui siklus air pada daerah penelitian berada pada discharge area ditunjukkan oleh warna kuning pada peta, wilayah ini merupakan titik akumulasi air yang biasanya membentuk suatu zona jenuh air. Sedangkan untuk daerah recharge area ditunjukkan oleh gradasi warna hijau, merupakan wilayah resapan, tersusun oleh breksi vulkanik, algomerat, lava dengan keadaan lapuk, pasir, dan soil (Gambar 5.1).Pada saat musim penghujan, muka air pada beberapa sumur penduduk berkisar 5-10 meter. Daerah penelitian pada umumnya berstadia muda dengan lembah sungai yang dalam memungkinkan air mengalir menuju tempat dengan topografi rendah.

(66)

48

dan gamping, sehingga memungkinkan adanya getaran di permukaan. Batuan breksi gunungapi yang bersifat porous dapat menyebabkan aliran air lebih cepat masuk ke bawah permukaan. Sedangkan batupasir tufaan yang terbentuk merupakan bagian dari formasi dari Qhv sehingga batuan tidak lunak pada saat dilalui aliran air.

5.2. Hasil PendugaanGPRdan geolistrik

Pengukuran geolistrik dan GPR dilakukan pada lokasi amblesan dan di luar amblesan. Lintasan ukur geolistrik danGPRdi area amblesan terdapat pada lintasan 1 geolistrik, lintasan 2 geolistrik, lintasan 3 geolistrik, profil-6 GPR, profil-7 GPR, dan profil-10 GPR. Sedangkan lintasan ukur di luar amblesan terdapat pada lintasan 4 geolistrik, lintasan 5 geolistrik, lintasan 6 geolistrik, profil-24 GPR, profil-25 GPR, dan profil-30GPR(Gambar 5.3).

(67)
(68)
(69)
(70)

52

5.2.1. Di sekitar area amblesan

[image:70.612.115.506.433.664.2]

Hasil pendugaan geolistrik di area amblesan disajikan pada Gambar 5.4, Gambar 5.5, danGambar 5.6.

Gambar 5.4. Tampilan hasil pengolahan data lintasan 1 geolistrik

(71)
[image:71.612.115.521.81.314.2]

Gambar 5.6.Hasil pengolahan data geolistrik lintasan 3

[image:71.612.115.524.437.668.2]

Sedangkan hasil pendugaan GPRdiperlihatkan pada Gambar 5.7, Gambar 5.8, dan Gambar 5.9.

(72)
[image:72.612.116.509.86.308.2]

54

Gambar 5.8.Hasil pengolahan data profil-7GPR

Gambar 5.9.Hasilprocessingprofil-10GPR

[image:72.612.115.508.352.584.2]
(73)

5.2.2. Di luar daerah amblesan

[image:73.612.116.524.184.387.2] [image:73.612.116.515.439.659.2]

Hasil pendugaan geolistrik di luar area amblesan diperlihatkan pada Gambar 5.10, Gambar 5.11, danGambar 5.12.

Gambar 5.10.Tampilan pengolahan data lintasan 4 geolistrik

(74)
[image:74.612.116.515.82.288.2]

56

Gambar 5.12.Hasil pengolahan data lintasan 6 geolistrik

Sedangkan hasil pendugaan GPR diperlihatkan oleh Gambar 5.13, Gambar 5.14, danGambar 5.15.

[image:74.612.115.512.416.668.2]
(75)
[image:75.612.117.524.88.344.2]

Gambar 5.14.HasilProcessingdata profil-25GPR

[image:75.612.112.529.402.671.2]
(76)

58

Pengukuran yang sama dilakukan pada pendugaan geolistrik Lintasan 4 dan profil-24 GPR.

5.3. Pembahasan 5.3.1. Di area amblesan

Hasil pengolahan data geolistrik pada area amblesan menunjukkan perlapisan batuan yang baik. Pada Lintasan 1 terlihat bahwa terdapat suatu lapisan dengan resistivitas 14-15.2 ohm m (di tandai dengan lingkaran pada model Lintasan 1) yang di indikasikan soil di apit oleh perlapisan dengan resistivitas tinggi. Lapisan dengan resistivitas tinggi dengan nilai ρ > 70 menurut data geologi merupakan breksi. Densitas kompak pada Lintasan 1 geolistrik terlihat pada nilai resistivitas >69,8 ohm m. Untuk Lintasan 2 geolistrik densitas yang kompak berada pada nilai >77,8 ohm m. Terdapat perlapisan dengan nilai resistivitas 20-40 ohm m, Berdasarkan geologi kemungkinan perlapisan tersebut berupa pasir. Pada Lintasan 3 geolistrik, nilai-nilai yang sangat kecil terkait clay dan lapisan tanah yang belum kompak berada pada nilai resistivitas 2,29-14,5 ohm m. Resistivitas tinggi pada lintasan ini dengan nilai >111 ohm m menurut data geologi teknik merupakan tuff.

(77)

GPR di ambil pada arah timur-barat pada sekitar lokasi amblesan. Model yang dihasilkan hanya menunjukkan beberapa rekahan dengan kedalaman 2-5 m yang menjadi celah untuk jalan masuknya air ke bawah permukaan.

Menurut peta geohidrologi daerah penelitian merupakan daerahdischarge area, curah hujan pada daerah ini juga tergolong tinggi dengan nilai 1869,4 mm/tahun. Hal ini dapat menyebabkan infiltrasi air yang cepat, namun hasil pengolahan GPR pada lapisan bagian atas dan bongkah batu dengan pola penyebaran yang jarang.

Pengukuran yang sama antara lintasan 1 geolistrik dengan profil-6 GPR (Gambar 5.16) dan lintasan 2 geolistrik dengan profil-7 GPR (Gambar 5.17) menunjukkan hasil pemodelan yang tidak jauh berbeda yang menunjukkan pola perlapisan yang hampir sama, namun zona akumulasi tidak terlihat pada hasil pemodelan. Secara keseluruhan dari 2 korelasi lintasan ini, hasil dari pemodelan geolistrik lebih unik daripada tampilan radagram GPR. Strukur perlapisan pada lintasan ini yaitu: soil, clay, dan clay resistif.

(78)

60

dan pada tampilan profil GPR 23 m. Walaupun kedalaman yang pada profil GPR lebih dalam namun refleksi sinyal yang terlihat cukup baik hanya pada kedalaman 1-10 m. Zona dengan resistivitas rendah pada tampilan model geolistrik terlihat sebagai batuan lunak pada profilGPR.

Korelasi antara lintasan 2 geolistrik dan profil-7 GPR memperlihatkan adanya hasil yang cukup selaras. Namun, tampilan radagram profil-7 menunjukkan pola reflector yang rumit. GPR Dari gambar korelasi tersebut terlihat bahwa akuisisi panjang lintasanGPRhanya setengah dari panjang lintasan geolistrik.

Panjang lintasan 7 GPR adalah 44,8 m dan lintasan 2 geolistrik sepanjang 115m. Kedalaman refleksi sinyal yang dapat terbaca oleh profil GPR adalah 11 m. Garis yang di terlihat pada profil radagram GPR merupakan indikasi perbedaan layer dan jika di hubungkan dengan model geolistrik, perbedaan layer ini di tunjukkan pada nilai resistivitas 19-25.1 ohm m dengan gradasi warna biru-hijau muda dan pada kedalaman 3,5 m.

(79)
(80)

62

Namun, dari data geologi regional daerah ini tuff yang terbentuk adalah tuff dari formasi gunung api tua (Qhv) yang terbentuk pada zaman miosen, sehingga lapisan dengan batuan penyusun berupa tuff pada area ini tidak menyebabkan terjadinya laju infiltrasi yang cepat akibat lapisan yang lunak. Sedangkan untuk getaran yang terjadi di permukaan, sebagian besar terjadi karena formasi pasir berselingan gamping yang terbentuk di lapisan bagian atas area ini.

5.3.2. Di luar area amblesan

Menurut hasil pemodelan data geolistrik lintasan 4 dan 6 geolistrik memiliki pola perlapisan yang hampir sama, dimana terdapat resistivitas dengan nilai antara 18-38 ohm m yang menurut data geologi merupakan pasir. Pada kedua lintasan ini terdapat batuan keras dengan resistivitas > 90 ohm m pada lintasan 4 dan nilai resistivitas > 100 ohm m pada lintasan 6 yang menurut data geologi teknik merupakan tuff. Sedangkan pada lintasan 5 geolistrik terdapat perlapisan dengan resistivitas tinggi bernilai ρ> 85 ohm m yang menurut data geologi di tafsirkan sebagai breksi.

Perlapisan breksi pada lintasan ini berada pada jarak 40-80 m.

(81)

pula beberapa rekahan yang tersebar pada lapisan bagian atas dengan kedalaman 1-3m. Sedangkan untuk hasil pengolahan data profil-30 GPR menunjukkan bahwa batuan penyusun pada tampilan radagram sebelah kanan atas lebih kompak jika di bandingkan dengan bagian kiri atas. Terlihat juga beberapa zona rekahan pada kedalaman 1-4 m.

Daerah di luar zona amblesan masih merupakan wilayah discharge area, dengan curah hujan tinggi yang mencapai 155,784 mm/tahun yang dapat memicu laju infiltrasi yang cepat sehingga dapat menimbulkan rongga di bawah permukaan yang berakhir kepada bencana geologi berupa amblesan. Namun, data GPR hanya memperlihatkan beberapa bongkah batu dan sedikit rekahan pada kedalaman 1-6 m. Berdasarkan hasil pengolahan data GPR dan geolistrik daerah penelitian memiliki pola perlapisan yang baik dan batuan penyusun perlapisan yang baik berupa tuff, breksi, dan pasir.

Sedangkan Pengukuran dengan posisi lintasan yang sama terdapat pada lintasan 4 geolistrik dan profil-24 GPR menunjukkan pola perlapisan yang sama(Gambar 5.18). Namun, tampilanGPRhanya dapat terlihat jelas pada kedalaman 1-10 m.

(82)

64

[image:82.612.116.546.210.461.2]

lintasan geolistrik sepanjang 115 m. Dari kedua model tidak menunjukkan adanya zona lemah ataupun zona akumulasi. Di sisi lain, menurut data geologi teknik daerah pada luar area amblesan memiliki morfologi datar sehingga memiliki low risk terhadaplandslide.

Gambar 5.18. Korelasi lintasan 4 geolistrik dan profil-24GPR

5.3.3. Struktur graben dari data gravity

(83)

lingkup lebih luas dalam arti batas area yang digunakan sama, hanya kedalaman yang diperluas.

5.3.3.1. Hasil digitasi dan SVD peta anomali Bouguer

Digitasi peta anomali Bouguer dilakukan untuk menentukkan batas daerah yang akan di buat kontur dan diolah lebih lanjut. Digitasi ini dilakukan pada ketinggian kontur yang berbeda, penentuan titik digit dilakukan sebanyak 91 point. Hasil dari digitasi ini ditunjukkan olehGambar 5.19.

Pada hasil digitasi di atas daerah penelitian terdapat pada anomali negatif yang mengindikasikan adanya struktur graben. Kelurahan Trikora dan sekitarnya berada

[image:83.612.115.522.338.600.2]

(ms-2)

Gambar 5.19. Hasil digitasi peta anomali Bouguer lembar Ruteng

Anomali Bouguer

(84)

66

pada daerah kontur dengan ketinggian 820 dengan gradasi warna biru. Jika di telaah lebih lanjut, di dapat kemungkinan bahwa air dari permukaan mengalir dari ketinggian ke topografi yang lebih rendah. Hal ini dapat menyebabkan adanya zona akumulasi pada daerah dengan topografi rendah.

Untuk melihat keberadaan gawir pergerakan tanah pada Kelurahan Trikora dan sekitarnya dapat di lihat pada tampilan hasil pengolahan data SVD pada Gambar 5.20.

(85)

Pada tampilan hasil pengolahan SVD memperlihatkan ketinggian 0 yang di tunjukkan oleh garis putus-putus merah dan adanya 2 struktur gawir yang ditunjukkan oleh garis warna ungu.

[image:85.612.114.513.269.618.2]

Dalam mencari korelasi antara ketinggian, keberadaan gawir, dan cakupan luasan indikasi graben maka di buat overlay antara data digitasi peta dengan SVD peta anomali Bouguer(Gambar 5.21).

(86)

68

Menurut analisa, Kelurahan Trikora dan sekitarnya termasuk ke dalam wilayah graben (di tunjukkan oleh tanda biru ). Cakupan luasan graben menurut tampilan di atas adalah 18 km.

5.3.3.2. Hasil digitasi dan SVD data topex

[image:86.612.113.513.378.661.2]

Data topex digunakan sebagai pembanding data yang di olah dari peta anomali Bouguer. Pembuatan peta kontur pada data topex diberikan perlakuan yang sama, yaitu dengan melakukan digitasi area yang menjadi fokus dalam analisa graben. Hasil dari pembuatan kontur dari data topex diperlihatkan pada Gambar 5.22. Pemodelan ini juga digunakan untuk memperkirakan aliran air ke bawah permukaan.

Gambar 5.22. Peta kontur lokasi penelitian data topex

(m)

Topografi

(87)

Tampilan kontur berdasarkan data topex sedikit berbeda dengan hasil digitasi pada peta anomali Bouguer, dimana kontur yang terbentuk tidak sepenuhnya elips namun tetap membentuk struktur graben. Daerah penelitian berada pada kontur 120 yang ditunjukkan dengan gradasi warna kuning.

[image:87.612.116.518.266.673.2]

Dalam menentukkan keberadaan gawir, dilakukan pembuatan SVD yang diolah pada softwaresurfer sehingga menghasilkan tampilan padaGambar 5.23.

(88)

70

Tampilan hasil SVD data topex menunjukkan 2 area gawir yang ditunjukkan oleh garis orange. Dimana kedua gawir terletak di bagian sebelah timur pada tampilan hasil SVD kontur data topex.

[image:88.612.112.530.258.590.2]

Dalam menentukkan keterkaitan antara daerah penelitian terhadap gawir pergerakan tanah yang ada, digunakan data overlay antara kontur daerah penelitian dengan SVD yang dihasilkan dari data topex(Gambar 5.24).

Gambar 5.24.Hasil overlay kontur dan SVD data topex

Lokasi penelitian pada hasil overlay kontur dan SVD dari data topex di tunjukkan oleh tanda warna ungu. Indikasi gawir pada hasil overlay terdiri dari 2 area pada Topografi

(m)

(89)

gradasi warna kuning dengan ketinggian > 120. Dapat terlihat luasan dari graben mencapai 18 km.

5.3.3.3. Model 3D struktur graben

[image:89.612.115.527.301.569.2]

Dalam penentuan luasan cakupan graben ke bawah permukaan belum terlihat jelas pada hasil overlay kontur dan SVD, sehingga digunakan tampilan 3D untuk melihat bentuk graben dan cakupan yang jelas di bawah permukaan (Gambar 5.25).

Gambar 5.25.Tampilan 3D bagian atas

Tampilan 3D yang di lihat dari bagian atas menunjukkan adanya 4 indikasi gawir yang di tunjukkan oleh garis hitam. Penentuan letak posisi gawir ini mengacu pada

gr/cm3

(90)

72

hasil overlay kontur dan SVD, kerapatan kontur dan ketinggian yang terlihat pada peta geologi dan data sekunder yang memperlihatkan letak gawir di permukaan. Sedangkan untuk penarikan luas cakupan graben, di buat dengan menghubungkan gawir-gawir yang terlihat dengan garis. Daerah penelitian berada pada densitas rendah dengan nilai -0.195 – 0.24. Daerah penelitian di tandai warna hijau, yang berarti daerah penelitian masuk ke dalam area graben. Luas cakupan graben ditandai dengan garis putus-putus warna orange dengan diameter berdasarkan hasil overlay sebesar 18 km.

[image:90.612.113.514.427.657.2]

Untuk lebih memahami bentuk graben bawah permukaan dapat di lihat dengan melihat struktur bawah permukaan dari hasil pengolahan 3D gravity(Gambar 5.26).

Gambar 5.26.Tampilan graben pada 3D gravity

(91)

Dari hasil pemodelan 3D terlihat pola graben yang tidak terlihat pada hasil pemodelan geolistrik dan GPR. Rekahan yang terlihat pada sebagian hasil pemodelan GPRdi dindikasikan karena termasuk ke dalam batas luasan graben, sehingga dengan batuan penyusun perlapisan menurut data geologi teknik berupa tufa

Gambar

Gambar 3.2. Diagram kerja GPR (Arisona, 2009)
Gambar 3.3. Radar Reflection Profiling (Reynolds, 1997)
Gambar 3.5. Common Mid Point (Reynolds, 1997)
Gambar 3.6. Radar Tomografi (Reynolds, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.5.1 Lintasan 1 Pada lintasan 1 panjang lintasan 150 meter berada di sebelah timur dari gunung lumpur Bujhel Tasek Bini hasilnya setelah dikorelasi dengan data geologi

Kalinko 1964 bedasarkan banyak data, gunung lumpur terbentuk dalam sebuah sistem klasifikasi berdasarkan pada karakter dari aktivitas gunung lumpur dengan tindakan morfologinya

Lapisan yang mempunyai nilai resistivitas sedang yaitu 11 – 89 Ohm.m merupakan tuff vulkanik berselingan dengan batugamping yang berada pada kedalaman variasi  2 – 30

Penamaan satuan ini didasarkan atas ciri-ciri litologi, yaitu berupa batuan produk hasil erupsi gunung api, yang terdiri dari breksi vulkanik, tuff kristal, dan

Merupakan  batuan  gunung  api  tua,  yang  tersusun  dari  bahan  tuf  batuapung  (Qvb)  dan  dibawahnya  berupa  formasi  Nyalindung  berupa  (Tmjt)  yang 

Sejarah geologi dimulai pada Kala Miosen Tengah yang berupa Formasi Kerek, dimana pada saat itu masih berbentuk lingkungan laut dangkal (Continent Shelf) yang terdiri dari

Lapisan dengan nilai hambatan jenis 30Ωm-100Ωm dengan faktor formasi &gt;1,5 diduga merupakan lapisan aquifer yang terdapat pada seluruh lintasan yang berada dekat

Lapisan yang mempunyai nilai resistivitas sedang yaitu 11 – 89 Ohm.m merupakan tuff vulkanik berselingan dengan batugamping yang berada pada kedalaman variasi  2 – 30