ABSTRACT
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE BETWEEN POLYPROPYLENE AND
CHITOSAN USING SOLID STATE METHOD
By
Indah RN Pramudita
The research has been carried out about of polypropylene and chitosan using solid state method. In this project plastics were made into long film sheets using different compositions with are 5%, 10% and 20% of chitosan in 40 grams total sample with and whithout addition of stearic acid. The result of the IR spectrum of functional group analysis with FTIR to change wavelength. It is because interaction polar-polar and interaction nonpolar-nonpolar among PP, chitosan and stearic acid. In this ptoject, SEM was used to identify the morphology of PP/Chitosan plastics with and whitout addition of stearic acid. The result of analysis by using SEM showed the plastic surface without the addition of steraic acid was less homogenous but blends with the addition of steraic acid showed more homogenous. To know the thermal properties of plastics was observed using DSC and TGA analysis. DSC and TGA results showed adding stearic acid in the PP/Chitosan mixture will decrease a melting temperature (Tm) and the rate of decomposition.
ABSTRAK
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILEN DAN KITOSAN
MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT
Oleh
Indah RN Pramudita
Telah dilakukan penelitian pembuatan plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen (PP) dan kitosan menggunakan metode tanpa pelarut. Plastik dibuat dalam bentuk lembaran film panjang. Untuk mendapatkan film plastik campuran PP dan kitosan telah dilakukan dengan memvariasikan komposisi kitosan sebesar 5%, 10% dan 20% dari jumlah total sampel yang digunakan yaitu sebanyak 40 gram dengan dan tanpa penambahan asam stearat. Hasil analisis FTIR menunjukkan terjadi pergeseran bilangan gelombang sebelum dan sesudah penambahan asam stearat yang menunjukkan adanya interaksi polar-polar dan nonpolar-polar-nonpolar-polar antara PP, kitosan dan asam stearat. Sedangkan untuk mengetahui morfologi plastik campuran PP/Kitosan tanpa dan dengan penambahan asam stearat dilakukan analisis menggunakan SEM. Hasil analisis SEM menunjukkan permukaan plastik tanpa penambahan asam stearat tidak homogen sedangkan campuran dengan penambahan asam stearat menunjukkan permukaan plastik lebih homogen. Untuk mengetahui sifat termal plastik dilakukan analisis menggunakan DSC dan TGA. Hasil analisis DSC dan TGA memperlihatkan adanya penambahan asam stearat sebagai pendispersi pada film plastik PP/Kitosan dapat menurukan nilai Tm dan laju dekomposisi masing-masing plastik.
DAFTAR ISI
1. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 23
2. Scanning Elektron Microscopy (SEM) ... 24
4. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric
b. Persiapan Sampel Limbah Plastik Polipropilen ... 29
2. Isolasi Kitosan ... 29
a. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR ... 31
b. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dan Limbah Plastik PP dan PVA dengan DSC ...……... 32
c. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dan Limbah Plastik PP dan PVA dengan TG/DTA ... 32
4. Pembuatan Plastik Kitosan-Limbah Plastik Polipropilen ... 32
a. Pembuatan Plastik PP dengan Penambahan PVA dan Asam Stearat ... 32
b. Pembuatan Film Plastik PP/Kitosan Tanpa Penambahan Pendispersi ... 33
c. Pembuatan Film Plastik PP/Kitosan dengan Penambahan Pendispersi ... 33
5. Karakterisasi Plastik dengan FTIR ... 34
6. Karakterisasi Plastik dengan SEM ... 34
7. Karakterisasi Plastik dengan DSC ... 34
8. Karakterisasi Plastik dengan TG/DTA ..………... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN . ... 36
B.Karakterisasi Kitin dan Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR ... 40
1. Karakterisasi Kitin dengan FTIR ……….. 40
2. Karakterisasi Kitosan dengan FTIR ……….. 41
C.Penentuan Kondisi Optimum PP, Kitosan dan PVA ……….. 43
D.Pembuatan Plastik ………... 46
1. Pemilihan Plasticizer dan Pendispersi ..……… 46
3. Pembuatan Plastik Limbah PP/Kitosan dengan Penambahan
Asam Stearat ……….. 49
E.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan FTIR ………….. 50
F.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan SEM ………….. 53
G.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan DSC …………... 55
H.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan TGA ………….. 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………..……….. 63
A. Kesimpulan ………..……… 63
B. Saran ……….... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi polimer yang berkembang saat ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik. Berbagai keunggulan yang dimiliki plastik di antaranya transparan, fleksibel, tidak mudah pecah, dapat dilaminasi, tidak korosif dan harga relatif murah, menyebabkan plastik banyak digunakan untuk berbagai aplikasi, baik dalam industri pangan maupun non-pangan. Selain keunggulan tersebut, plastik juga dapat menimbulkan permasalahan berskala global, baik bagi lingkungan maupun kesehatan.
Di sisi lain, produksi udang dan ekspor udang Indonesia terus meningkat, sehingga menambah akumulasi limbah cangkang udang. Hal ini dikarenakan udang yang diekspor berupa udang tanpa kulit. Limbah kulit udang yang
dihasilkan mencapai 35-50% dari total berat udang, sedangkan kadar kitin dalam berat cangkang udang berkisar antara 60-70% dan jika diproses menjadi kitosan akan menghasilkan yield sebesar 15-20% (Chen, et al., 2009).
Adapun upaya untuk mengurangi permasalahan kedua limbah tersebut yaitu dengan mengolah limbah plastik polipropilen dan kitosan (limbah kulit udang) menjadi plastik yang mudah terurai di alam (biodegradable). Pemilihan kitosan sebagai salah satu alternatif untuk membuat plastik ramah lingkungan
dikarenakan kitosan memiliki sifat biodegradasi yang baik. Akan tetapi
pencampuran tersebut cenderung tidak homogen, karena PP dan kitosan memiliki kepolaran yang berbeda sehingga menghasilkan polimer yang tidak kompatibel. Peningkatan kompatibilitas campuran polimer dapat dilakukan dengan
penambahan bahan pendispersi misalnya asam stearat, parafin dan minyak kacang kedelai yang berfungsi sebagai pemlastis dan pembasah pada matriks polimer (Wirjosentono,1997).
Fauzi (2013) telah melaporkan bahwa plastik biodegradable dapat dihasilkan dari campuran kitosan dan polipropilen dengan penambahan gliserol menggunakan extruder menghasilkan plastik yang tidak homogen. Amir (1999) telah
juga telah melaporkan pembuatan plastik biodegradable dari campuran kitosan dan PVA (Stevano, 2013), serta campuran PP/ PLA (Supriadi, 2013)
menggunakan extruder dan metode tanpa pelarut.
Pada penelitian ini, telah dilakukan pembuatan plastik biodegradable dengan campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan tanpa penambahan pendispersi dan dengan penambahan pendispersi. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik produk plastik yang dihasilkan, dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR, SEM, DSC dan TGA
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membuat plastik biodegradable dari limbah plastik polipropilen dan kitosan tanpa dan dengan penambahan pendispersi menggunakan metode tanpa pelarut.
2. Mengetahui karakteristik plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan menggunakan FTIR dan SEM.
3. Mengetahui sifat termal plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan menggunakan DSC dan TGA.
C. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang
sederhana. Polimer dapat ditemukan di alam dan dapat disintesis di laboratorium (Steven, 2001). Polimer tinggi terdapat di alam seperti pati, selulosa, protein, dan kitosan serta dapat disintesis di laboratorium seperti polivinil klorida, polivinil alkohol, polimetil metakrilat dan polietilena
Polimer terbentuk dari susunan monomer-monomer melalui proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari monomernya. Reaksi tersebut akan menghasilkan polimer dengan susunan ulang tertentu. Proses pembentukan polimer (polimerisasi) dibagi menjadi dua golongan, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Cowd, 1991).
1. Polimerisasi Adisi
polietilen, polipropilen dan polivinil klorida. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi
terkadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti H2O, NH3 atau HCl. Contoh dari polimerisasi kondensasi ini adalah pembentukan protein dari asam amino. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino
B. Plastik
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah daripada serat dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Plastik memiliki suhu
transisi glass diatas temperatur ruang, jika tidak banyak bersambung silang. Plastik dapat dicetak dan dicetak ulang sesuai dengan bentuk yang diinginkan dengan menggunakan proses injection molding dan ekstrusi. Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Plastik dapat terbentuk melalui reaksi kondensasi organik dan penambahan polimer atau zat lain untuk meningkatkan kualitas atau harga dari plastik. Plastik dapat dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Plastik yang umum digunakan saat ini merupakan polimer sintetik dari bahan baku minyak yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat
diperbaharui (Ronald, 1986). Klasifikasi jenis plastik berdasarkan bahan baku dan kemampuan degradasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan kemampuan degradasi
Jenis bahan baku
Biodegradable Non-biodegradable Renewable Bahan berbasis pati, bahan
berbasis selulosa, poli asam laktat (PLA), poli hidroksi alkanoat (PHA)
Polietilena (PE) dan
Polivinil klorida (PVC) dari bioetanol, poliamida
Non-renewable Polikaprolakton (PCL), poli butilena suksinat (PBS), polivinil alkohol (PVA)
Polietilena (PE),
polipropilen (PP), polivinil klorida (PVC)
Sumber : (Narayan, 2006).
1. Plastik Konvensional
sangat besar dan inert, serta memiliki berat molekul ratusan ribu hingga jutaan, sehingga sukar diuraikan oleh mikroorganisme ataupun membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendegradasi plastik tersebut (Koswara, 2006).
Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti cacing dan mikorganisme tanah yang hidup pada area tanah tersebut, dikarenakan sulitnya untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu, kadar O2 dalam tanah semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas dan akhirnya mati. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup di area tersebut. Dimana tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahman dan Dorgan, 2007).
2. Biodegradable Plastic
Biodegradable diartikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi
karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis mikroorganisme dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu. Biodegradable merupakan salah satu mekanisme degradasi material, selain compostable, hydrobiodegradable, photobiodegradable, dan bioerodable (Nolan-ITU, 2002).
Biodegradable plastic adalah plastik yang dapat digunakan seperti plastik
lingkungan (Pranamuda 2001). Biodegradable plastic merupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan alga. Biodegradable plastic dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi
senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami (Latief, 2001).
Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik.
Pada dasarnya terminologi biodegradable plastic, merupakan salah satu pengertian turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai: 1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya (biobased)
- Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
- Meningkatkan konsumsi sumber daya alam yang dapat diperbaharui
- Mempromosikan sumber daya alam lokal
2. Sifat biodegradabilitas atau kompostabilitas (biodegradable plastic) - Dapat dibuang dan hancur terurai
- Segmentasi produk untuk kemasan pangan
Biodegradable plastic yang didapat langsung dari sintesis alam memiliki
keunggulan ketersediaan dalam jumlah besar dan murah, namun memiliki
kelemahan dalam hal penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan bahan aditif (Budiman, 2003).
Jenis biodegradable plastic lain yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah plastik campuran dari bahan non-biodegradable dengan bahan biodegradable, misalnya polipropilen dicampurkan dengan kitosan. Pencampuran tersebut merupakan salah satu alternatif yang mungkin untuk diterapkan walaupun tidak terdegradasi sempurna.
Biodegradable plastic merupakan salah satu solusi alternatif yang sangat
prospektif untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan pemanfaatan optimal sumber daya alam lokal. Saat ini di negara luar, penggunaan tray dan container untuk buah, sayuran, telur dan daging, botol-botol untuk softdrinks dan
produk-produk dari susu, blister foil untuk buah-buahan dan produk-produk catering termasuk yang menggunakan perishable plastic, disposable crockery dan cutlery, pot, cawan, pack foils untuk hamburger dan sedotan untuk minum mulai
diproduksi secara luas menggunakan bioplastik. Beberapa aplikasi bioplastik untuk outside packaging seperti casing handphone (oleh NEC Jepang), serat karpet (oleh Dupont Sorona) dan interior mobil oleh Mazda). Tahun 2005, Fujitsu Jepang telah membuat case komputer dari bioplastik. Tahun 2007, Brazil
C. Polipropilen (PP)
Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena. Polipropilen mempunyai titik leleh yang cukup tinggi, yaitu 190-200 oC. Polipropilen memiliki daya renggang tinggi, kaku dan keras, hal ini dikarenakan polipropilen memiliki sifat kristalinitas yang tinggi (Almaika, 1983). Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Adapun struktur polipropilen dapat dilihat pada Gambar 4.
CH2=CH CH2 CH
CH3 CH3 n
Gambar 3. Struktur Polipropilen
Polipropilen mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) yang rendah. Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan,dengan densitas 0,90-0,92g/ml dan memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier.
Polipropilen merupakan salah satu jenis plastik konvensional yang banyak digunakan saat ini. Polimer ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah yang dapat dipakai berulang-ulang, perlengkapan
ini dikarenakan selain harganya yang relatif murah, proses produksi yang relatif mudah, polipropilen juga merupakan jenis plastik yang memiliki kualitas tinggi.
Polipropilen dapat didaur ulang sebanyak tiga kali. Pengolahan lelehan
polipropilena bisa dicapai melalui ekstruksi dan pencetakkan, dan akhirnya dapat digunkan untuk membuat berbagai produk yang berguna seperti masker muka, penyaring, popok dan lap.
D. Kitosan
Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan merupakan polimer kationik yang tidak larut dalam air dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat (Mekawati dkk, 2000). Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balley, et al., 1977). Akan tetapi, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan karena kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.
Kitosan mempunyai berat molekul 1,2 X 10-5. Sifat biologi kitasan adalah biocompatible, yaitu tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat
dicerna, dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, mampu meningkatkan
dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat (Mekawati dkk, 2000). Selain itu, kitosan banyak digunakan di berbagai industri kimia, antara lain dipakai sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis benih yang akan ditanam, adsorben ion logam, komponen tambahan pakan ternak, sebagai lensa kontak, pelarut lemak, dan pengawet makanan (Majeti, 2000).
Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugus asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-60% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan kitosan dari kitin.
Kualitas kitosan bergantung pada derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu yang menunjukkan gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitosan (Knoor, 1984). Semakin besar derajat deasetilasinya maka semakin bagus kualitas kitosan. Secara umum derajat deasetilasi kitosan sekitar 60% dan 90-100 % untuk kitosan yang mengalami deasetilasi penuh. Harga ini tergantung dari bahan baku kitin yang digunakan dan proses yang dijalankan (Suhardi, 1992).
plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kitosan
E. Isolasi Kitosan
Isolasi kitosan meliputi tiga tahap, yaitu deproteinasi yang merupakan proses pemisahan protein dari kulit udang, demineralisasi yang merupakan proses pemisahan mineral, depigmentasi yang merupakan proses penghilangan warna pada kitin yang terdiri atas karotenoid dan astakantin, dan kitin merupakan
prekursor kitosan yang dapat diperoleh melalui proses deasetilasi yang merupakan proses penghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan.
1. Deproteinasi
2. Demineralisasi
Mineral utama yang terkandung dalam kulit udang adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang berikatan secara fisik dengan kitin. Kulit udang mengandung mineral yang beratnya mencapai 30-50% berat kering, sehingga dalam proses pemurnian kitin, demineralisasi penting untuk dilakukan. Demineralisasi dapat dilakukan dengan mudah melalui perlakuan dalam asam klorida (HCl) encer pada suhu kamar (Suhardi, 1992).
3. Depigmentasi
Depigmentasi merupakan tahap penghilangan warna yang sebenarnya telah mulai hilang pada pencucian yang dilakukan setelah proses deproteinasi dan
demineralisasi. Proses ini dilakukan dengan penambahan etanol. Etanol dapat mereduksi karotenoid dan astaksantin dari kitin. Dapat juga dilakukan proses pemutihan (bleaching) menggunakan agen pemutih berupa natrium hipoklorit (NaOCl) atau peroksida (Suhardi, 1992), jika diinginkan penambahan warna putih.
4. Deasetilasi
secara kimiawi dengan melarutkan kitin dalam larutan NaOH 60% (Hirano, 1986).
F. Asam stearat
Asam stearat merupakan jenis dari asam lemak yang memiliki rantai karbon 18 dan mengandung gugus karboksil dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh karena tidak ada ikatan rangkap antara karbon bertetangga, sehingga rantai hidrokarbon fleksibel dan dapat berputar menjadi siklis atau lurus dan menjadi rantai zig-zag yang panjang (Winarno, 1992). Pada suhu ruang, asam stearat berbentuk padatan dan memiliki titik didih 361oC.
Asam stearat banyak digunakan sebagai sebagai bahan dalam membuat lilin, plastik, suplemen makanan, pastel minyak dan kosmetik dan untuk melunakkan karet. Ini juga dipergunakan untuk mengeraskan sabun khususnya yang dibuat dari minyak sayur.
Molekul asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang atau mempunyai sifat amfipatik karena mengandung gugus karboksilat ionik yang hidrofilik (suka air) pada satu ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik (benci air). Dalam suasana air,
molekul-molekul asam stearate dapat mengatur persentuhan antara gugus-gugus hidrofobik dan air sedikit mungkin, struktur-struktur tersusun untuk memperkecil
Sebaliknya gugus karboksilnya yang bersifat polar, cenderung untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air (Page,1985).
G. Bahan Pendispersi
Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila ditambahkan dalam bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu substrak resin polimer melalui gugus nonpolar dengan permukaan suatu substrak melalui gugus polarnya. Mekanisme pembasah berlangsung dengan cara interaksi antara pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dan dengan matriks polimer melalui gugus nonpolar, akibatnya akan terbentuk ikatan yang lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi (Risnawaty, 1999). Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau pelarut yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk pengisi, sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi dan menghasilkan campuran yang kompatibel.
Kompatibilitas dapat diguakan untuk menjelaskan pencampuran satu polimer dengan polimer lain atau pencampuran polimer dengan bahan aditif yang menyatakan hasil campuran yang dapat bercampur atau tidak. Bila suatu bahan pengisi dengan kompatibilitas tinggi terhadap bahan polimer maka menunjukkan terjadinya pencampuran yang sempurna antara kedua bahan yang bercampur. Kompatibilitas suatu campuran polimer akan meningkat oleh zat yang
yang tidak mantap (polimer dan pemlastis tidak kompatibel) dan menghasilkan sifat fisik polimer berkualitas rendah. (Wirjosentono,1995).
H. Ekstruder
Ekstrusi adalah proses secara continue pada material sampai meleleh akibat panas di luar panas gesekan dan yang kemudian dialirkan ke die oleh screw yang kemudian dibuat produk sesuai bentuk yang diinginkan. Teknik ini dapat digunakan untuk memproses sebagian besar polimer termoplastik dan beberapa jenis polimer termoset. Proses ini dapat menghasilkan beberapa produk seperti, film plastik, tali rafia, pipa, peletan, lembaran plastik, fiber, filamen, selubung kabel dan beberapa produk dapat juga dibentuk. Alat untuk proses ekstrusi disebut ekstruder. Ekstruder mampu melakukan proses pencampuran dengan baik yang bertujuan agar bahan homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994). Prinsip dasar kerja ekstruder adalah memasukkan bahan-bahan mentah yang akan diolah kemudian didorong keluar melalui suatu lubang cetakan die dalam bentuk yang diinginkan. Adapun bagian dari mesin ekstruder antara lain terdiri dari Hopper/feeder, Barrel/screw dan Die.
1. Hopper
Semua ekstruder mempunyai masukan untuk bahan biji/pellet plastik yang
melalui lubang yang nantinya mengalir dalam dinding dinding ekstruder tersebut. Hopper biasanya terbuat dari lembaran baja atau stainless steel yang berbentuk
pemrosesan. Hopper ada yang disediakan pemanas awal jika diperlukan proses pellet yang memerlukan pemanasan awal sebelum pellet memasuki ekstruder.
2. Screw
Screw adalah jantungnya ekstruder, screw mengalirkan polimer yang telah
meleleh ke kepala die setelah mengalami proses pencampuran dan homogenisasi pada lelehan polimer tersebut. Adapun parameter srew dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Parameter Screw (Ariyanto, 2009)
Ada beberapa pertimbangan dalam mendesign sebuah screw untuk jenis material tertentu, yang paling penting adalah Depth of Chanel (kedalaman kanal). Walaupun screw memiliki fungsi sama secara umum, namun untuk mendapakan hasil yang terbaik harus dirancang sesuai tipe material yang digunakan.
3. Die
Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk ekstrusi terletak pada bagian die, dimana dari sinilah bahan atau sampel akan didorong keluar. Fungsi die dalam pembuatan produksi polimer adalah untuk menghasilkan produk
Berdasarkan konstruksi alatnya, ekstruder dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (Twin Screw Extruder/TSE).
a. Ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE)
Bagian ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE) antara lain: 1. Feed section, suatu bagian dimana bahan-bahan yang akan diekstrusi
dimasukkan ke dalam ekstruder melalui suatu lubang masukan (inlet). 2. Compression section atau transition section, dimana terdapat ulir (screw)
terletak dalam dinding selubung (barrel) mesin ekstruder dan pada umumnya memiliki ukuran yang semakin mengecil ke arah bahan keluar (tergantung spesifikasi ekstruder). Ulir akan berputar menggerakkan adonan makanan yang masih mengandung air dan menggilingnya, dalam waktu yang sama gerakan tersebut akan menyebabkan bahan adonan menjadi panas. Pada bagian ini tekanan dihasilkan dari menurunnya luas ukuran jalur selubung ekstruder yang dilalui bahan adonan tersebut. Biasanya panjang bagian ini menempati sekitar setengah dari panjang keseluruhan ekstruder.
3. Metering section yang merupakan bagian yang paling dekat dengan lubang tempat bahan keluar (die) dari ekstruder. Seringkali bagian ini memiliki luas jalur yang sempit/kecil yang akan menyebabkan daya tekan mekanis pada bahan berlangsung efektif dan meningkat kemampuannya hingga batas tertentu sesuai dengan tingkat kecepatan putaran dari ulir ekstruder tersebut.
perubahan energi mekanik menjadi energi panas. Suhu menunjukkan peningkatan yang hampir linier dibandingkan dengan tahap pencampuran adonan. Peningkatan suhu yang tajam sesaat sebelum bahan keluar dari bagian die yang diikuti oleh penurunan suhu yang cepat setelah bahan keluar dari die
akan menyebabkan terjadinya pengembangan adonan makanan yang diekstrusi (Baianu, 1992). Bentuk ekstruder ulir tunggal disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Gambar ekstruder ulir tunggal (Ariyanto, 2009)
b. Ekstruder ulir ganda (Twin screw extruder/TSE)
Bagian ekstruder ulir ulir ganda (Twin screw extruder/TSE) antara lain : 1. Feed Zone, dimulai dengan memasukan bahan mentah ke dalam ekstruder
secara terus menerus. Ketika ulir mulai berputar, ekstruder akan menggiling bahan dan mencampur bahan secara menyeluruh. Bahan cair, biasanya lemak/minyak, air atau bahan lainnya, ditambahkan melalui sebuah lubang masukan pada barrel untuk menambah kelembaban atau membasahi partikel-partikel granula sebelum dimasak (bila diperlukan). Pada zona ini bahan-bahan dibentuk menjadi suatu adonan yang merata oleh proses penggilingan ulir ganda (twin screw).
spesifikasi mesin. Panas mekanis dalam barrel dihasilkan dengan cara mengatur konfigurasi ulir. Kepadatan gerigi-gerigi dan jarak ulir, pengaturan arah putaran dan tekanan dapat menghasilkan panas mekanis. Panas konveksi dihantarkan langsung dari dinding barrel pada adonan. Penghantaran panas secara konveksi merupakan metode penghantaran panas yang sangat efektif. Panas uap, bila dibutuhkan dapat diberikan pada adonan melalui suatu lubang masukan pada barrel.
3. Forming Zone, dimana produk akan dibentuk sesuai dengan keinginan pengolah. Kita dapat memperoleh produk yang bentuknya mengembang atau padat tergantung pada tingkat kelembaban, suhu, tekanan dan bentuk
geometris dari die (piringan pencetak bahan). Untuk membuat produk yang mengembang (expanded product), suhu dan tekanan ditingkatkan sementara tingkat kelembaban harus dikendalikan dengan akurat. Ketika produk keluar dari ekstruder melalui die, perubahan dari tekanan atmosfir akan
Gambar 7. Ekstruder ulir ganda (Ariyanto, 2009)
I. Karakterisasi
1. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan suatu teknik
pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi elektromagnetik. Fungsi dari FT-IR adalah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven, 2001). Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Rabek, 1980).
meneliti polipaduan polimer. Salah satu penggunaan FT-IR adalah penentuan gugus molekul pada asam laktat.
Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994).
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang menghasilkan
seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan
secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum system).
elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007). Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dengan penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.
3. Differential Scanning Calorimetry (DSC)
Differential Scanning Calorimetry (DSC ) merupakan salah satu metode analisis
termal yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan entalpi dari suatu sampel. Teknik DSC merupakan teknik analisa untuk mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan pembanding sebagai fungsi temperatur. Terdapat dua tipe DSC yang umum digunakan , yaitu power-compensation DSC dan heat flux DSC.
Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cair dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.
4. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA)
Thermogravimetric Analisys (TGA) adalah suatu teknik analisis untuk
menentukan stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen volatile dengan menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur. Seperti analisis ketepatan yang tinggi pada tiga pengukuran, yaitu berat, temperatur, dan perubahan temperatur. Suatu kurva hilangnya berat dapat digunakan untuk mengetahui titik hilangnya berat (Steven, 2001).
TGA biasanya digunakan dalam riset dan pengujian untuk menentukan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel limbah kulit udang di Restoran Seafood Jumbo Kakap, Teluk Betung, pembuatan kitosan, pembuatan produk, DSC dan TGA dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Biomassa Terpadu, Universitas Lampung, analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada dan SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN Serpong Jakarta.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, penangas air, mortar, magnetic stirrer (Wiggen Hauser), neraca digital (Wiggen Hauser), satu set peralatan soklet, termometer, blender, grinding, Extruder HAAKE Rheomex OS, Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) tipe varian 2000
X-DSC7000 dan Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Type 7000 with Autosampler.
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu standar kitin dan kitosan produksi WAKO Jepang, kulit udang, natrium hidroksida, asam klorida, ammonium oksalat, natrium hipoklorit, etanol, akuades, limbah plastik polipropilen (kemasan gelas AMDK), asam stearat, pelarut heksan, indikator universal, dan kertas saring.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
a. Persiapan Sampel Kulit Udang
Cangkang kulit udang dibersihkan dan dikeringkan, kemudian dihaluskan dan selanjutnya disebut sampel.
b. Persiapan Sampel Limbah Plastik Polipropilen
Limbah Polipropilen yang digunakan adalah limbah kemasan gelas Air Minum dalam Kemasan (AMDK). Kemasan gelas AMDK yang telah dibersihkan dipotong dengan ukuran 25 mm x 25 mm.
2. Isolasi Kitosan
cangkang kulit udang, demineralisasi yang merupakan proses pemisahan mineral, depigmentasi yang merupakan tahap pemutihan kitin, dan proses isolasi kitosan terdiri dari satu tahap yaitu tahap deasetilasi yang merupakan pemutusan gugus asetil pada kitin.
a. Deproteinasi
Sebanyak 100 gram sampel ditempatkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi pengaduk dan termometer diletakkan dalam penangas air. Kemudian sampel ditambahkan 1 L NaOH 20% dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 90 o
C (Pareira, 2004). Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Filtrat diuji dengan CuSO4. Residunya dicuci dengan akuades hingga pH netral, dikeringakan dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam.
b. Demineralisasi
c. Depigmentasi
Kitin kasar hasil demineralisasi diekstraksi menggunakan etanol dengan perbandingan 1:20 (w/v) secara sokletasi. Residunya diputihkan dengan
menggunakan bayclin selama 10 menit pada suhu kamar (Muzzarelli dkk., 1997). Kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin berupa serbuk halus berwarna putih.
d. Deasetilasi
Sebanyak 100 gram kitin ditambahkan dengan 200 ml larutan NaOH 60% dalam labu leher tiga lalu dipanaskan sampai suhu 140 oC selama 90 menit (Pareira, 2004). Setelah itu didinginkan selama 3 jam pada suhu ruang dan dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan dan cairannya. Padatannya dicuci dengan akuades sampai pH netral. Padatan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 °C selama 24 jam.
3. Karakterisasi Sampel Kitosan, PP dan PVA
a. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR
b. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi, PP dan PVA dengan DSC
Kitosan hasil isolasi, limbah plastik polipropilen dan polivinil alkohol
dikarakterisasi menggunakan DSC tipe X-DSC 7000. Sampel ditimbang sekitar 2-3 mg dan dimasukkan ke dalam alumunium pan. Sampel kemudian di crimp menggunakan crimper. Tipe pan yang sama dengan sampel disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Sampel dan reference yang telah disiapkan diletakkan ke dalam DSC menggunakan pinset. Analisis
dilakukan pada suhu 30 sampai 400 oC,dan heating rate 10 oC/min
c. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi, PP dan PVA dengan TGA
Kitosan hasil isolasi, limbah plastik polipropilen dan polivinil alkohol
dikarakterisasi menggunakan SII TG/DTA 7000. Sampel ditimbang sekitar 5-8 mg dan dimasukkan ke dalam platina pan. Tipe pan yang sama dengan sampel disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Sampel dan reference yang telah disiapkan diletakkan ke dalam TGA menggunakan pinset.
Analisis dilakukan pada suhu 30-600 oC dengan heating rate sebesar 10 oC/min.
4. Pembuatan Plastik PP/Kitosan
a. Pembuatan Plastik PP dengan Penambahan Plasticizer dan Pendispersi
Plasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah polivinil alkohol (PVA).
penambahan pendispersi yaitu asam stearat sebesar 5% dan 10% dari berat PP. Proses blending dalam ekstruder dilakukan pada daerah barrel ekstruder (TS1, TS2, dan TS3) dengan suhu yang telah disesuaikan. Sampel kemudian diekstruksi dan dikeluarkan melalui die blown film yang kemudian dicetak menjadi lembaran plastik. Komposisi pendispersi terbaik digunakan untuk pembuatan plastik campuran PP/Kitosan.
b. Pembuatan Plastik PP/Kitosan Tanpa Pendispersi
Plastik dibuat dengan variasi komposisi kitosan sebesar 5%, 10% dan 20% dari berat total sampel yang digunakan, yaitu 40 gram. Proses blending dalam ekstruder dilakukan pada daerah barrel ekstruder (TS1, TS2, dan TS3) dengan suhu yang telah disesuaikan. Sampel kemudian diekstruksi dan dikeluarkan melalui die blown film yang kemudian dicetak menjadi lembaran plastik.
c. Pembuatan Plastik PP/Kitosan dengan Penambahan Pendispersi
5. Karakterisasi Plastik dengan FTIR
Sampel plastik yang dihasilkan dihaluskan, dihomogenkan dan dibuat pelet dengan KBr, kemudian ditembakkan dengan sinar infra merah pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Hasil serapan gugus fungsional dari senyawa yang ada dalam sampel terekam sebagai spektrum IR.
6. Karakterisasi Plastik dengan SEM
Pada penelitian ini, karakterisasi menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui perubahan dan karakteristik morfologi plastik PP/kitosan sehingga dapat
ditampilkan dalam tampilan gambar 3 dimensi. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan dalam specimen holder. Sampel yang telah dipasang dalam holder dibersihkan dengan hand blower. Sampel kemudian dimasukan dalam mesin couting untuk dilapisi lapisan tipis berupa gold-poladium selama 4 menit. Kemudian sampel dimasukan ke dalam specimen chamber. Pengamatan dan pengambilan gambar pada layar SEM dengan mengatur pembesaran yang diinginkan dan penentuan spot yang akan dianalisis pada layar SEM serta pemotretan pada gambar SEM.
7. Karakterisasi Plastik dengan DSC
disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Analisis dilakulan pada suhu 30 sampai 400 oC dengan heating rate sebesar 5oC/menit .
8. Karakterisasi Plastik dengan TGA
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Derajat deasetilasi kitosan isolasi adalah 64,01 %. Nilai ini diperoleh
menggunakan instrument DSC.
2.
Analisis FTIR menunjukkan adanya pergeseran bilangan gelombang sebelum dan
sesudah penambahan asam sterat yang menandakan adanya interaksi polar-polar
dan nonpolar-nonpolar antara PP, kitosan dan asam stearat.
3.
Pencampuran PP/Kitosan menghasilkan campuran yang tidak homogen (tidak
kompatibel) bedasarkan hasil SEM.
4.
Penambahan pendispersi (asam stearat) menyebabkan terjadinya penurunan titik
leleh (Tm) film plastik.
5.
Penambahan pendispersi (asam stearat) menyebabkan terjadinya penurunan laju
B.
Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :
1.
Diperlukan modifikasi terhadap kitosan untuk mengurangi kepolaran dari kitosan.
2.
Diperlukan variasi komposisi asam stearat yang ditambahkan serta jenis
plasticizer dan pendispersi lain yang digunakan sehingga dapat mengetahui dan
memperoleh plasticizer dan pendispersi yang paling efektif.
3.
Diperlukan uji tensile strenght plastik untuk mengetahui pengaruh penambahan
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, D and Dorgan J. R., 2009. Bioengineering for Pollution Prevention through Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report, EPA/600/R-07. 28:76-78.
Almaika, S. And Scott, G. 1983. In Degradation and Stabilisation of Polyolefin. App. Sci. Publ. Ltd. London.
Amir. A., 1999. Pencampuran PP dengan pulp tandan kosong sawit sebagai pengisi dengan Pengkompatibel Asam Stearat dan Parafin. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Amria, Faisal, et al., 2010. Improved Thermal Properties of Chitosan Filled Polypropylene (PP) Composites by Chemical Modification with Acetid Acid. Proceedings of the Third International Conference on Mathematics and Natural Sciences. 794-804.
Annisa. 2007. Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap grafting kitosan pada Film Polietilen dengan Metode Grafting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Anonim. 2012. Bioplastik Ramah Lingkungan. Diakses tanggal 4 April 2012. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/bioplastik-yang-ramah-lingkungan.
Ariyanto, Novri. 2009. Prinsip-prinsip Ekstrusi. http://rewisa.files.wordpress.com/ 2010/12/ekstrusi.ppt/ Diakses pada 24 Desember 2012.
Baianu, I.C., 1992. Basic Aspect of Food Extrusion. Di dalam: Baianu, I.C (ed) Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and
Application.Textbook VNRVol.1, NewYork. http://fs512.fshn.uiuc.edu. (9 Januari 2009).
Beyler, C.L. and Hirschler, M. M. 1995. Thermal Decomposition of Polymers, Chapter 1-7 in SFPE Handbook of Fire Protection Engineering (2nd Edn). Editor-in-chief: P.J. DiNenno, pp. 1.099-1.119, NFPA, Quincy, MA. Billmeyer, F.W.Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. Third Edition. A Wiley
Inter Science Publication.
Budiman, N. 2003. Polimer biodegradable. Diakses pada 28 Juni 2003. http://www.kompas.com/0302/28/ llpeng/151875.htm-35k.
Chen, A., Haddad, D., Wang, R., 2009. Analysis of Chitosan-Alginate Bone Scaffolds. New Jersey: Rutgers University.
Clark J. 2000. Interprating an infrared spectrum. Diakses 26 Maret 2006. http://www.chemguide.co.uk. htm.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh J.G. Stark. Bandung : Penerbit ITB.
Fauzi, R. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polipropilen Menggunakan Alat Extruder. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Fitryani, F. 2010. Peranan Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Poliblen Plastik Bekas Jenis Polipropilena (PP) dengan Bahan Pengisi Kitin dan Kitosan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan
Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Springer Publisher. Diakses pada 18 Juni 2009. http://books.google.com.
Guinesi, L. S. 2006. The Use Of DSC Curves to Determine The Acetylation Degree Of Chitin/Chitosan Samples. Elsevier Applied Sciences. 128-133.
Haryanto, 1995. Deasetilasi Kitin dari Cangkang Kepiting Bakau Menjadi Kitosan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulaman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republic of Germany.
Holmes, Z. A. 2007. Extrusion. Food Resource Oregon State University Website. U.S. food.oregonstate.edu/g/extrusion. Diakses pada 9 Januari 2009. Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy. Handbook of Instrumental Techniques
for Analytical Chemistry.
Julianti, E. Nurminah, M. 2007. Teknologi Pengemasan. Diakses pada 11 April 2008. http://library.usu.ac.id /download/ fmipa/Kimia-Juliati.pdf.
Khairunizar, S. 2009. Peranan Pendispersi Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Campuran Plastik Polipropilen Bekas dengan Bahan Pengisi Dekstrin. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan
Kim, H. S. et al., 2005. Thermal properties of agro-flour filled biodegradable polymer bio-composites. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Seri-a 81 : 299-306.
Knoor, D. 1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. Journal Food Science 48 : 31
Komariah. 2006. Penggunaan Kitosan Sebagai Bahan Penyalut Fiber Glass dan Filter Paper Untuk Penyerap Logan Ni dan Cr dengan system Aquatic. (Disertasi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Koswara, S., 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. e-book pangan.
Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradabel. Diakses pada 23 Juni 2003. http://www. hayati_ipb. com/users/rudyct/individu
2001/rindam_latief.htm-87k.
Majeti, N. V., and R. Kumar. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive Function of Polymer 46 : 1-27.
Matthias. 2007. Thermo Fisher Scientific, “Process Instruments”. Germany: Karlsruhe.
Mekawati, F. E., dan D. Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil Tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal. Jurnal Sains and Matematika 8 : 51-54.
Muzzarelli, et al., 1997. Methods for the determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Inc
Narayan, R. 1996. Biobased and Biodegradable Plastic. Diakses pada 24 Agustus 2009. http://www. plasticsindustry.org/files/events/pdfs/bio-narayan-061906.pdf.
Nolan-ITU. 2002. Environment Australia: Biodegradable Plastics-Development and Environment Impact. Melbourne: Nolan-ITU Pty Ltd.
Pengaruh Penambahan Polivinil Alkohol Dan Perbedaan RasioCampuran Ampok Jagung Dan Tapioka Terhadap Perbedaan Karakteristik
Biodegredable Foam. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Osiris, W.G. and Moselhey, M.T.H. 2011. Optical study of poly (vinyl alcohol) /hydroxypropyl methylcellulose blends. Journal of Materials Science 46 : 5775-5789.
Page, D.S., R. Soendoro. 1995. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta Paramawati, R. 2001. Properties of Plasticized-Zein Film as Affected by
Plasticizer Treatments. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pareira, B.M., 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan. Diakses pada
tanggal 2 September 2010. http://www.chem-is-try.org.
Purnawan, C. dkk., 2008. Kajian Analisis Termal Kitin-Kitosan Cangkamg Udang menggunakan Thermogravimetric Analysis dan Differtial Thermal
Analysis (TGA-DTA). Sains dan Terapan Kimia 2. : 44-52.
Pranamuda. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable Berbahan Baku Pati Tropis. Biodegradable untuk Abad 21. Jakarta.
Rabek, J.F. 1980. Experimental Methods in Polymer Chemistry. Swedia : John Wiley and Sons.
Risnawaty, L., 1999. Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Campuran PE dan Karet Alam SIR 20 dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan
Ronald . J. B. 1986. Industrial Plastik. The Goodheart – Willcox Company. Inc. New York.
Shujun, W., Y.jiugao dan Y. Jinglin. 2005. Preparation dan Caracterization of Compatible Thermoplastic starch/Polyethyeene. Polym Degrad Stab 47 : 165-173.
Stevano, R. 2013. Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polivinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya Paramita. Jakarta. Hlm. 33-35.
Sunarti, T.C., U.M. Yuliasih. 2008. Makalah Seminar: Aplikasi Pati sebagai Campuran Plastik: Peluang dan Tantangan. dalam Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri Yogjakarta. Yogyakarta
Supriadi, TB. D., 2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Plastik Campuran Polipropilen (PP)/Poli Asam Laktat (PLA) dengan Penambahan Plasticizer Menggunakan Metode Non Solution Casting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung
Winarno, F.G., 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Wirjosentono, B., 1995. Perkembangan Industri Polimer di Indonesia, Orasi Ilmiah Lustrum 6. Universitas Sumatera Utara. Medan.