• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK

PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh FEBRI IRAWAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap

pemahaman konsep matematis siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian

ini adalah post-test only control design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang bukan kelas unggulan di SMP Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013. Sampel penelitian dipilih dua kelas dari delapan kelas dengan teknik purposive random sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP

Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 6

C. Tujuan Penelitian ... ... 6

D. Manfaat Penelitian ... ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... ... 8

1. Belajar Matematika... ... 8

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... ... 9

3. Pembelajaran Konvensional ... ... 12

4. Pemahaman Konsep Matematis ... 13

B. Kerangka Pikir ... ... 15

(6)

viii

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel... ... 18

B. Desain Penelitian ... ... 19

C. Prosedur Penelitian ... ... 20

D. Data Penelitian ... ... 20

E. Teknik Pengumpulan Data... 20

F. Instrumen Penelitian ... 21

G. Teknik Analisis Data ... 25

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 29

1. Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa... 29

2. Uji Hipotesis ... 30

3. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 31

B. Pembahasan ... ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 36

B. Saran ... ... 36 DAFTAR PUSTAKA

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan

mengem-bangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat

mengembangkan potensi yang dimiliki guna mencapai tujuan hidup yang

diinginkan. Seperti yang tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional bahwa:

Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertak-wa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tujuan pendidikan nasional dioperasionalkan menjadi tujuan pembelajaran di

sekolah melalui mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Salah satu mata

pelajaran yang diberikan di sekolah adalah matematika. Matematika merupakan

salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan

mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Seperti yang termuat dalam

Badan Satuan Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu mata pelajaran matematika

perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk

(8)

2

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu, tujuan pembelajaran

matematika menurut BSNP, antara lain:

1) Memahami konsep matematika dan mengaplikasikan konsep tepat dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut jelas bahwa siswa dituntut

untuk memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep matematis. Oleh

karena itu, dalam proses pembelajaran matematika di sekolah guru harus

berorientasi pada pemahaman konsep matematis siswa.

Akan tetapi pada kenyataannya kemampuan pemahaman konsep siswa dalam

mata pelajaran matematika belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini

ditunjukan dengan hasil studi internasional TIMSS (Trends in International

Mathematics and Science Study). TIMSS adalah studi internasional tentang

prestasi matematika dan sains siswa sekolah menengah pertama. Pada bulan

Desember tahun 2012, TIMSS telah mempublikasikan hasil studi terbarunya yang

dilakukan pada tahun 2011. Berdasarkan hasil survei Mullis et al (2012) pada

hasil studi TIMSS tersebut, Indonesia berada di peringkat 38 dari 45 negara

dengan skor 386. Skor ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun

2007, dimana pada saat itu Indonesia menempati peringkat 33 dari 49 negara

dengan skor 397.

Pengukuran terhadap ranah kognitif TIMSS menurut Mullis et al (2012) dibagi

menjadi tiga domain yaitu knowing (mengetahui), applying (mengaplikasikan) dan

reasoning (penalaran). Domain knowing mencakup fakta, konsep, dan prosedur

(9)

yaitu domain applying yang berfokus pada kemampuan siswa untuk menerapkan

pengetahuan dan pemahaman konsep untuk memecahkan masalah atau menjawab

pertanyaan. Sedangkan pada domain reasoning, lebih dari sekedar menemukan

solusi dari masalah rutin tetapi juga mencakup situasi asing, konteks yang

kompleks, dan multistep problems.

Sementara itu, salah satu poin dalam tujuan mata pelajaran matematika Indonesia

adalah memahami konsep matematis dan menjelaskan keterkaitan antar konsep.

Poin tersebut termasuk ke dalam domain knowing dan applying TIMSS, dimana

rata-rata persentase jawaban benar siswa Indonesia pada survey TIMSS tahun

2011 adalah: 31% untuk knowing, 23% untuk applying dan 17% untuk reasoning.

Rata-rata tersebut pun jauh dibawah rata-rata persen jawaban benar international

yaitu: 49% untuk knowing, 39% untuk applying, dan 30% untuk reasoning.

Rendahnya persentase pada domain knowing dan applying menunjukkan bahwa

kemampuan pemahaman konsep matematissiswa di Indonesia masih rendah.

Salah satu hal yang menyebabkan pemahaman konsep matematis siswa masih

rendah adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Model pembelajaran

mempunyai peranan penting dalam menciptakan keberhasilan proses belajar

mengajar. Selain itu, model pembelajaran juga merupakan komponen utama

dalam menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Pada situasi

pembelajaran yang terjadi di dalam kelas sebaiknya tidak hanya didominasi oleh

guru saja tetapi juga melibatkan peranan siswa sehingga siswa tidak lagi menjadi

(10)

4

dan tidak lagi menjadi sumber informasi. Oleh sebab itu, guru harus mampu

selektif dalam memilih model pembelajaran yang tepat.

Model pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru dalam pembelajaran

matematika di kelas masih menggunakan paradigma lama yaitu berpusat pada

guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Marpaung (2010) yang menyatakan bahwa,

pembelajaran matematika lama yang sampai sekarang umumnya masih

berlangsung di sekolah, masih didominasi oleh paradigma mengajar dengan

ciri-ciri:

1. guru aktif mentransfer pengetahuan ke dalam pikiran siswa (guru mengajari siswa),

2. siswa menerima pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafalkan pengetahuan yang diterima),

3. pembelajaran dimulai oleh guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa,

4. memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa.

Dalam hal ini, interaksi belajar hanya terjadi satu arah yaitu dari guru sebagai

sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi sehingga membuat siswa

kurang optimal dalam memahami konsep yang disampaikan oleh guru.

Kondisi pembelajaran dengan interaksi pembelajaran yang didominasi oleh guru

juga terjadi di SMP Negeri 7 Bandarlampung, dimana guru mengawali

pembelajaran dengan memberikan terlebih dahulu defenisi, prinsip dan konsep

materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh. Kemudian siswa diberikan

soal latihan dan guru memantaunya. Dengan pembelajaran seperti ini siswa

cenderung pasif dan hanya memahami langkah-langkah penyelesaian soal saja,

(11)

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan dapat

mengkondisikan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model

pembelajaran kooperatif. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang

dapat meminimalisir kelemahan-kelemahan model pembelajaran saat ini adalah

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Pembelajaran ini

dapat merangsang aktivitas siswa untuk berfikir dan mendiskusikan hasil

pemikirannya dengan siswa lainnya, serta merangsang keberanian siswa untuk

mengemukakan pendapatnya di depan kelas.

Beberapa hal yang mendasari digunakannya pembelajaran kooperatif tipe TPS

sesuai dengan pendapat Lie (2004: 58) yaitu: 1) Pada pembelajaran kooperatif tipe

TPS siswa akan melaksanakan tahap berpikir secara mandiri sebelum berdiskusi

dengan pasangannya sehingga siswa lebih siap dengan hal yang akan didiskusikan

dan diskusi menjadi lebih efektif. 2) Setelah tahap berpikir secara mandiri siswa

menentukan pasangan dalam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari dua

siswa sehingga tanggungjawab tiap siswa menjadi lebih besar dan kesempatan

untuk mengandalkan siswa lain dapat diminimalisir. 3) Setelah siswa berdiskusi

dengan pasangannya beberapa pasangan diminta untuk mempresentasikan hasil

diskusinya di depan dan siswa lain menanggapi. Dengan tahapan pembelajaran

tersebut, pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan peluang kepada

(12)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS

berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa?”

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dijabarkan pertanyaan penelitian “apakah

pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran

kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran konvensional?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modelpembelajaran

kooperatif tipe TPS terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

teoritis dalam pembelajaran matematika terkait model pembelajaran TPS dan

hubungannya dengan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

guru dan peneliti.

a. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan informasi tentang model

pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kaitannya dengan pemahaman

(13)

b. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi referensi tentang model

pembelajaran kooperatif tipe TPS.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh adalah daya yang ditimbulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe

TPS dikatakan berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis jika

pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif

tipe TPS lebih baik dibandingkan dengan pemahaman konsep matematis

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah suatu model diskusi

kooperatif dengan cara memproses informasi dengan mengembangkan cara

berfikir dan komunikasi, dengan tahapan sebagai berikut: pertama siswa

diberi kesempatan untuk berpikir (Thinking) atas informasi yang diberikan

guru, kemudian berpasangan (Pairing) dengan teman sebangku untuk

berdiskusi, dan berbagi (Sharing) dengan seluruh kelas atas hasil diskusinya.

3. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa digunakan

oleh guru seperti ceramah, tanya jawab, dan latihan soal. Penerapannya

dalam pembelajaran matematika adalah guru menjelaskan materi pelajaran

kemudian siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan.

4. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam menerjemahkan,

menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep berdasarkan pembentukan

pengetahuannya sendiri, bukan sekadar menghafal, serta siswa dapat

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar Matematika

Belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku

karena adanya reaksi terhadap situasi tertentu atau adanya proses internal yang

terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Slameto (2003: 2) yang menyatakan bahwa belajar merupakan

suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Gagne dalam Slameto (2003: 13) belajar merupakan suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah

laku. Sedangkan Hamalik (2005: 27) mengartikan bahwa belajar adalah suatu

modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku dan

merupakan suatu proses perubahan secara sadar, bersifat kontinu dan positif,

(15)

Belajar matematika memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar

secara umum. Belajar matematika juga melibatkan struktur heirarki yang

mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah

ada sehingga belajar matematika tidak dapat dilakukan secara terputus-putus

karena dapat mengganggu pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hudoyo (1990: 4) yang menyatakan bahwa belajar

matematika harus bertahap dan berurutan secara sistematis serta harus didasarkan

pada pengalaman belajar sebelumnya. Seseorang akan mampu mempelajari

matematika yang baru apabila didasarkan kepada pengetahuan yang telah

dipelajari. Pengajaran yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi

matematika berikutnya yang tersusun secara heirarkis. Belajar matematika

menurut Bruner dalam Hudoyo (1990: 48) merupakan belajar tentang

konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta

mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur

matematika itu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

matematika merupakan proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur,

dan pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, kreatif, dan

sistematis dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Menurut Baharuddin & Nur (2008: 128) Pembelajaran kooperatif adalah strategi

(16)

10

secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan

siswa lainnya tentang problem yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan pendapat

Trianto (2009: 58) yang menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif merupakan

sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama sedangkan Nurhadi (2004: 112)

mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran

yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut Lie (2004: 31) terdapat lima unsur model pembelajaran kooperatif yang

harus diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal, yaitu saling

ketergan-tungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar

anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dari beberapa pendapat diatas, dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa macam tipe diantaranya

adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). TPS atau

berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model pembelajaran

kooperatif tipe TPS pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya

di Universitas Maryland sesuai yang dikutip oleh Arends, yang menyatakan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan suatu cara yang

(17)

semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam model pembelajaran kooperatif

tipe TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan

saling membantu.

Menurut Nurhadi (2004: 23), model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan

struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa

agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan

akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk

memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan

saling membantu satu sama lain.

Menurut Lie (2004: 58), model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah salah

satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk

menunjukkan partisipasi kepada orang lain. Adapun langkah-langkah dalam

pembelajaran TPS yang pertama adalah tahap thinking (berpikir), yaitu tahapan

dimana guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran.

Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk

beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah

informasi yang dia dapat. Kemudian tahap yang kedua adalah pairing

(berpasangan), pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan

siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama.

Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya.

Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Kemudian tahap

(18)

12

berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan.

Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan

dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan

untuk melaporkan hasil diskusinya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi

suasana pola diskusi kelas dengan cara memproses informasi dengan

mengembangkan cara berpikir dan komunikasi siswa. Siswa diberi kesempatan

untuk berpikir (think) atas pertanyaan atau masalah yang diberikan guru secara

individu, berpasangan (pair) untuk berdiskusi, dan berbagi (share) dengan

mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

3. Pembelajaran Konvensional

Menurut Ridwan dalam Trisna (2008) pembelajaran konvensional merupakan

pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan proses

pem-belajaran. Pembelajaran konvensial masih mengalami krisis paradigma. Krisis

yang dimaksud adalah seharusnya telah berlangsung model kontruktivisme di

mana pemerintah telah berusaha menciptakan suatu model pembelajaran yang

inovatif yang dituangkan dalam peraturan menteri nomor 41 tahun 2007, namun

hal ini belum dijalankan sepenuhnya oleh guru.

Salah satu metode mengajar yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran

konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Wina (2006 : 179) metode

ekspositori adalah metode mengajar yang menekankan kepada proses

(19)

dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Menurut Suyitno dalam Solihin (2012), metode ekspositori adalah cara

penyampaian materi pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas

dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal

disertai tanya jawab.

Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran konvensional menurut Trianto dalam

Trisna (2008) adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan pendahuluan pembelajaran, guru mengkonsentrasikan siswa pada materi yang akan dipelajari dengan memberikan apersepsi. Peran siswa pada tahap ini adalah mendengarkan penjelasan guru.

2. Kegiatan inti pembelajaran, terdapat proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Proses tersebut diterapkan guru dengan memberikan informasi kepada siswa. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimak informasi yang diberikan guru. Terkadang siswa membentuk kelompok untuk melaksanakan praktikum dan mendiskusikan hasil praktikum.

3. Kegiatan penutup pembelajaran, guru mengajak siswa untuk

menyimpulkan hasil pembelajaran dan memberikan tes. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan hasil pembelajaran dan menjawab tes yang diberikan guru.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat ceramah yaitu siswa

menerima semua materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa kurang aktif

dalam kegiatan pembelajaran dan pemahaman siswa dibangun berdasarkan

hafalan, metode yang digunakan berupa ceramah, contoh, dan latihan soal.

4. Pemahaman Konsep Matematis

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat,

(20)

14

adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek

atau peristiwa-peristiwa termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut.

Menurut Soedjadi (2000: 14) konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan

untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. Sebagai

contoh, segitiga adalah nama dari suatu konsep abstrak dan bilangan asli adalah

nama suatu konsep yang lebih kompleks karena terdiri dari beberapa konsep yang

sederhana, yaitu bilangan satu, bilangan dua, dan seterusnya. Konsep

berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi

konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran

atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang

dimaksud konsep tertentu.

Menurut Sadiman (2008: 42) pemahaman atau comprehension dapat diartikan

menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh sebab itu, belajar harus mengerti secara

makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga

menyebabkan siswa memahami suatu situas. Pemahaman menurut Skemp dalam

Herdian (2010) dibagi menjadi dua, yaitu pemahaman instrumental dan

pemahaman relasional. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman

konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana.

Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat

digunakan pada penjelasan masalah yang lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih

bermakna.

Pemahaman siswa terhadap konsep matematis menurut NCTM dalam Herdian

(21)

yaitu mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan, membuat contoh dan

bukan contoh, menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu

konsep, mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya, mengenal

berbagai makna dan interpretasi konsep, mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep

dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep, serta membandingkan dan

membedakan konsep-konsep.

Ada beberapa indikator khusus yang membedakan antara soal pemahaman konsep

dengan soal untuk aspek penilaian yang lain. Berikut indikator siswa yang

memahami suatu konsep menurut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

tahun 2006:

1. menyatakan ulang sebuah konsep.

2. mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

3. memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep

matematis adalah kemampuan siswa dalam menerjemahkan, menafsirkan, dan

menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan pembentukan

pengetahuanya sendiri, bukan sekedar menghafal. Selain itu, siswa dapat

menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya.

B. Kerangka Pikir

Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam meningkatkan

(22)

16

model pembelajaran kooperatif yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan

pemahaman konsep matematis siswa. Model pembelajaran kooperatif berpusat

pada siswa, sehingga guru hanya menjadi fasilitator yang mengarahkan siswa

belajar secara mandiri.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

kooperatif tipe TPS yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu thinking, pairing, dan

sharing. Pada tahap thinking (berpikir), siswa secara mandiri mencoba untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi, hal ini membuat siswa lebih terbiasa

dalam mengungkapkan kembali konsep-konsep yang telah dimiliki terkait dengan

masalah tersebut sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan pemahaman

konsepnya dan sebagai bekal diskusi pada tahap selanjutnya. Kemudian pada

tahap Pairing (berpasangan), siswa secara berpasangan mendiskusikan hasil

pemikiran atau gagasan yang telah mereka kembangkan pada tahap thinking.

Tahap ini mempunyai peranan penting karena adanya diskusi siswa akan lebih

mudah bertukar ide atau pendapat masing-masing kepada pasangannya sehingga

setiap permasalahan matematika yang umumnya dipandang sulit oleh para siswa

terlihat lebih mudah dan membuat pemahaman konsep matematis mereka semakin

matang. Selanjutnya pada tahap Sharing (berbagi), siswa saling berbagi ide atau

pendapat dengan kelompok lain, sehingga jawaban yang didapatkan lebih

sempurna daripada tahap sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kajian teori yang

telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS

dapat membuat siswa aktif untuk mencari jawaban dari masalah yang diberikan

melalui tahapan-tahapan pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS, sehingga

(23)

tahap pair dan share siswa dilatih untuk berani mengemukakan pendapat dan

berdiskusi dengan pasanganya untuk memperoleh jawaban yang lebih sempurna

dan membuat pemahaman konsep matematis siswa menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dapat berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis

siswa.

B.Hipotesis

1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS

ber-pengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

TPS lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

(24)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Bandarlampung. Populasi dari

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Bandarlampung

tahun pelajaran 2012/2013 yang tidak berada dalam kelas unggulan. Populasi

terdiri dari delapan kelas yang diajar oleh tiga guru matematika berbeda.

Berdasarkan nilai rata-rata ujian semester ganjil siswa kelas VIII SMP Negeri 7

Bandarlampung yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika, diketahui

bahwa delapan kelas tersebut memiliki kemampuan berbeda. Berikut nilai

rata-rata ujian semester ganjil kelas VIII SMP Negeri 7 Bandarlampung tahun

pelajaran 2012/2013yang disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rata-Rata Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMPN 7 Bandarlampung

Kelas Rata-Rata Nilai

VIII A 34,7

VIII B 38,8

VIII D 33,4

VIII E 34,2

VIII F 34,6

VIII G 33,7

VIII H 34,2

VIII I 40,6

Rata-rata populasi 35,5

(25)

Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive random sampling,

yaitu siswa dari populasi yang ada diambil dua kelas yang memiliki kemampuan

relatif sama berdasarkan rata-rata nilai ujian akhir semester ganjil, yaitu kelas VIII

H dan VIII E. Kemudian dipilih secara acak kelas VIII H sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol. Berdasarkan perhitungan

data kemampuan awal menggunakan uji-t, kedua kelas memiliki kemampuan awal

yang sama, sehingga kedua kelas dapat dijadikan sebagai sampel penelitian.

B. Desain Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi

experiment) menggunakan post-test only control group design dengan kelompok

pengendali yang tidak diacak sebagaimana dikemukakan Furchan (1982: 368).

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

E X1 O1

P X2 O2

Keterangan:

E = Kelas eksperimen

P = Kelas pengendali atau kontrol

X1 = Perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS

X2 = Perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran

konvensional

O1 = Skor posttest pada kelas ekperimen

(26)

20

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian pendahuluan, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas

yang ada, jumlah siswanya, karateristik siswa, dan cara mengajar guru

matematika selama pembelajaran.

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar kerja Siswa

(LKS) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS, sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan

pembelajaran konvensional.

3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep dan aturan

penskorannya.

4. Melakukan validasi instrumen.

5. Melaksanakan pembelajaran

6. Melakukan uji coba instrumen

7. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

8. Menganalisis data.

9. Membuat laporan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa yang

diperoleh dari tes pemahaman konsep matematis. Data ini berupa data kuantitatif.

E. Teknik Pengumpulan Data

(27)

digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis.

Pemberian tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami

konsep garis singgung lingkaran yang diberikan. Pemberian tes dilakukan

sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen tes yang digunakan untuk memperoleh data pemahaman konsep

matematis siswa adalah tes. Penyusunan soal tes diawali dengan pembuatan

kisi-kisi yang disusun dengan memperhatikan indikator pemahaman konsep.

Sebelum diujicobakan, terlebih dahulu dilakukan uji validasi perangkat tes.

Dalam penelitian ini validitas tes yang digunakan adalah validitas isi, yakni

ditinjau dari kesesuaian isi tes dengan isi kurikulum yang hendak diukur.

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih

dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas

VIII SMP Negeri 7 Bandarlampung. Penilaian dosen dan guru menyatakan

bahwa perangkat tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator sehingga

tes tersebut dikategorikan valid.

Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih

dalam populasi. Uji coba tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat reliabilitas

tes dan tingkat kesukaran tes. Kriteria penilaian pemahaman konsep, disajikan

(28)

22

Tabel 3.3 Skoring Tes Pemahaman Konsep

No Indikator Jawaban Skor

1.

Menyatakan ulang suatu konsep

Tidak menjawab 0

Menyatakan ulang suatu konsep tetapi

salah 1

Menyatakan ulang suatu konsep dengan

benar 2

sifat-sifat tertentu tetapi salah. 1

Mengklarifikasikan objek-objek menurut

sifat-sifat tertentu dengan benar. 2

3.

representasi matematika tetapi salah. 1

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematika dengan benar. 2

5.

Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup suatu konsep tetapi salah. 1

Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup suatu konsep dengan benar. 2

6.

memilih prosedur atau operasi tertentu tetapi salah.

1

Menggunakan, memanfaatkan dan

memilih prosedur atau operasi tertentu dengan benar.

Mengaplikasikan konsep atau pemecahan

masalah tetapi salah. 1

Mengaplikasikan konsep atau pemecahan

masalah dengan benar. 2

(29)

a. Reliabilitas Tes

Perhitungan koefisien reliabilitas tes yang didasarkan pada pendapat Sudijono

(2008: 207) menggunakan rumus Alpha, yaitu :

Keterangan :

r11 = koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya item tes yang dikeluarkan dalam tes

∑ = jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item

= varians total

Menurut Sudijono (2008:207), suatu tes dikatakan baik apabila koefisien

reliabilitasnya sama dengan atau lebih dari 0,70. Setelah dilakukan perhitungan

instrumen tes (Lampiran C.1) diperoleh r11= 0,73 sehingga instrumen memiliki

reliabilitas yang baik.

b. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak

terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan Sudijono dalam

Noer (2010 : 23) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan

rumus :

TK =

r = n

n−1 1− ∑S

(30)

24

Keterangan :

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

indeks kesukaran sebagai berikut :

Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Berdasarkan perhitungan tingkat kesukaran soal, diketahui bahwa butir soal

nomor 1, 3, 4, 5, dan 6 memiliki tingkat kesukaran dengan interpretasi sedang,

sedangkan pada butir soal nomor 2 memiliki tingkat kesukaran dengan interpretasi

mudah. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran C.2.

Rekapitulasi hasil tes uji coba disajikan dalam Tabel 3.5 sebagai berikut:

Tabel 3.5. Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba

(31)

Dari Tabel 3.5, terlihat bahwa keenama butir soal tersebut telah memenuhi kriteria

yang ditentukan, sehingga keenam butir soal tersebut dapat digunakan untuk

mengukur pemahaman konsep matematis siswa.

G.Teknik Analisis Data

Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji

normalitas data dan uji homogenitas varians.

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi

berdistribusi normal atau tidak. Statistik yang digunakan dalam uji normalitas ini

dengan menggunakan chi-kuadrat yang dikemukakan oleh Sudjana (2005: 273)

dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis Uji:

H0 : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Statistik uji:

Keterangan:

x2 hitung = harga Chi-kuadrat

Oi = frekuensi observasi

Ei = frekuensi harapan

(32)

26

k = banyaknya kelas interval

Kriteria uji : tolak H0 jika ( ) ( ) dengan derajat kebebasan dk = k - 3

dan taraf signifikan 5%.

Berdasarkan hasil perhitungan data pemahaman konsep matematis siswa pada

kelas yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas yang mengikuti

pembelajaran konvensional diperoleh secara berurut adalah 5,57 dan

5,65 sedangkan pada kelas yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

TPS adalah 7,81 dan pada kelas yang mengikuti pembelajaran

konvensional adalah 9,49. Berdasarkan keputusan uji, karena χ < χ

maka terima Ho, sehingga data kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

pada kelas yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas yang

mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi

normal, untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.11 dan

C.12.

2. Uji Kesamaan Dua Varians (Uji Homogenitas)

Uji homogenitas varians menggunakan uji F pihak kanan untuk mengetahui

apakah dua sampel yang diambil berasal dari populasi yang memiliki varians

homogen atau sebaliknya. Adapun Hipotesis untuk uji ini adalah:

H0: σ12= σ22 (variansi kedua populasi homogen)

H1 : σ12≠ σ22 (variansi kedua populasi tidak homogen)

Statistik uji :

(33)

Keterangan :

S = varians terbesar

S = varians terkecil

Keputusan uji menurut Sudjana (2005: 251) adalah Tolak H0 jika

( , , ), dimana ( , , ) didapat dari daftar distribusi F dengan taraf

signifikan 5% dan derajat kebebasan masing-masing sesuai dengan dk pembilang

dan penyebut. .

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Fhitung= 1,56 dan nilai ( , ) = 1,80

dengan taraf nyata α = 5%. Berdasarkan kriteria pengujian maka terima Ho,

sehingga variansi kedua populasi homogen. Perhitungan selengkapnya pada

Lampiran C.13.

3. Uji Hipotesis

Karena data berdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, maka

statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah uji-t, dengan hipotesis

sebagai berikut:

(pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan

pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional).

H1 :

1 

2 (pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

(34)

28

pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional).

Karena

1

2 tetapi tidak diketahui, maka statistik yang digunakan untuk uji ini

adalah:

= rata-rata skor tes pemahaman konsep pada kelas yang mengikuti

pembelajaran kooperatif tipe TPS.

= rata-rata skor tes pemahaman konsep pada kelas yang mengikuti

(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep

matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 7 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut :

1. Bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam tentang model

pembelajaran kooperatif tipe TPS, sebaiknya sebelum melaksanakan

penelitian, siswa diperkenalkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS

terlebih dahulu sehingga saat penelitian berlangsung siswa dapat beradaptasi

dengan baik. Dengan demikian, data hasil belajar benar-benar merupakan

hasil dari suatu pembelajaran yang optimal.

2. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, guru hendaknya

memahami dan melaksanakan ketiga tahapan model ini dengan pengelolaan

kelas yang baik dan pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar

(36)

37

3. Sebaiknya sebelum melaksanakan penelitian, diadakan tes awal kemampuan

pemahaman konsep untuk mengukur kemampuan awal pemahaman konsep

siswa, sehingga sampel yang diperoleh memiliki kemampuan pemahaman

konsep yang relatif sama.

4. Sebaiknya dilakukan pengukuran terhadap perkembangan karakter siswa

sesuai dengan RPP berkarakter yang digunakan, sehingga perubahan karakter

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Nur, Esa. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar-Ruzzmedia.

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (21 September 2012)

Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Marpaung. 2010. Paradigma Pembelajaran. [on line]. Tersedia:

http://p4mriusd.blogspot.com/2011_12_01_archive.html. (06 Mei 2013)

Mullis et al. 2012. Assessment Framework and Field Test Development.TIMSS 2011.

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nuryanto, Solihin. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tps Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi Pada Siswa Kelas XI IPA Semester genap SMA YP UNILA Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012). Bandar Lampung: Unila.

(38)

39

Sastradi, Trisna. 2008. Model Pembelajaran Konvensional. [on line]. Tersedia: http://mediafunia.blogspot.com/2013/01/model-pembelajaran-konvensional. html. (06 Mei 2013)

Sadiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling Disukai. [on line]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/ pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/.

(21 Agustus 2011)

Suyitno. 2004. Menjelajahi Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Mass Media Buana Pustaka.

Tim Penyusun. 2006. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003. Jakarta: Sinar Grafika.

Gambar

Tabel 3.1.  Rata-Rata Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMPN 7
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Tabel 3.3  Skoring Tes Pemahaman Konsep
Tabel 3.4.  Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Referensi

Dokumen terkait

Pokja ULP PB-24/POKJA SKPD09pada Pemerintah Kabupaten Banjar akan melaksanakan Pelelangan Umumdengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan barang

[r]

Hasil penelitian pada permasalahan hukum terhadap perkawinan poligami yang tidak dicatatkan yang dilakukan oleh pejabat Negara dihubungkan dengan Undang-Undang No.1

Alas sebuah prisma tegak segitiga berbentuk segitiga siku-siku.. Panjang sisi siku- sikunya 7 cm dan

menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleran, gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan

Di dalam form menu utama terdapat menu kelola arsip yang berfungsi untuk mengelola data pegawai dan data surat, pencarian berfungsi dalam pencarian arsip, dan

Maka jumlah plastik paling banyak yang bisa digunakan adalah sebanyak .... Sinta membeli kue bolu dan kue donat untuk sajian

Perhatikanlah salah satu akar yang sudah diketahui adalah berupa bilangan irasional(bilangan bentuk akar), maka salah satu akar yang lainpun juga akan berupa bilangan irasional