• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014)

(Skripsi)

Oleh Arini Alhaq

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARETERHADAP KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas IX Semester Ganjil SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh Arini Alhaq

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX reguler SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas IX D dan IX F yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Desain penelitian ini adalahposttest only control group design. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih rendah daripada model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Moto

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka

apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah

bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap”

(Q.S. Al-Insyirah: 6-8)

Terkadang yang terlihat buruk belum tentu sebenarnya

buruk tetapi malah sebaliknya

(8)

PERSEMBAHAN

Segala Puji syukur ku ucapkan kepada Sang Khalik Allah SWT

Sholawat serta salam bagi Rasulullahku Muhammad SAW

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Orangtuaku tersayang, Ibunda Zaitun dan Ayahanda Budi, dua pahlawanku

yang telah mendidik dan membesarkanku dengan segala do’a terbaik mereka,

kesabaran dan limpahan kasih sayang yang selalu menguatkanku, mendukung

segala langkahku menuju kesuksesan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Adinda

Izzafia Alhaq dan Nadia Sabila Alhaq terimakasih telah terlahir sebagai

adik-adik yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.

Seluruh keluarga besar, yang terus memberikan do’a

dan semangat,

terima kasih..

Para guru dan dosenku yang selalu sabar dalam mendidikku, terimakasih atas

ilmu yang diberikan

Para sahabat terbaikku baik di kampus maupun di luar kampus yang tidak

pernah mengeluh atas banyaknya kekuranganku, terimakasih atas

kebersamaan, tawa, canda, semangat dan doa yang selalu kalian berikan.

Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga sampai kapanpun.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arini Alhaq dilahirkan pada tanggal 13 September 1992 di Kalirejo, Lampung Tengah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara buah hati dari Bapak Budi Cipto Utomo dan Ibu Zaitun Hidayatus Sholihah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 4 Kalibalangan Lampung Utara pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTs Al-Muhsin Metro pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Bandarlampung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung 2009.

(10)

ii

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (studi pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

(11)

iii 3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Ibu, Suciningsih, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Abung Selatan

beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.

9. Ibu Asima Sitinjak, S.Pd, selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

10.Siswa-siswi Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.

(12)

iv 12.Sahabat-sahabat seperjuanganku yang memberikan persaudaraan dan

kebersamaannya selama ini : Nisa, Liska, Lia, Masni, Sulis, Leo, Herry, Tina, Rika, Vindy, Risa, Vera, Adi, Yosse, Deny.

13.Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2009 A yang memberikan dukungannya selama ini : Lia, Sulis, Vindi, Ari, Dian, Vio, Hery, Leo, Yulian, Nurdin, Deni, Albert, Sri, Wiwin, Via, Tina, Rika, Weny, Suci, Caca, Maria, Neti, Fitria, Puspa, Lia, Merry, Melli, Amal, Yus, Evi, Ayu MR, Risa, Rita, Vira, Andin, Rara, Erlis, Ayu N, Ines, Eti, Purbo, Ika, Ita, Mega, Martira, Richa, Putri, Desiy.

14.Keluarga cemara ( Mas Wahyu, Vina, Malin, Rudy, Erry, Leny, Sunbae, Vera, Uning, Hartini, Deny, dan Hesti) atas kebersamaan selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

15.Pak Liyanto, penjaga Gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini.

16.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, 19 Desember 2014 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 7

C. Tujuan Penelitian ... ... 7

D. Manfaat Penelitian ... ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... ... 10

1. Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 10

2. Pembelajaran Kooperatif ... 15

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 18

4. Pembelajaran Konvensional ... 21

5. Penelitian yang Relevan ... 23

B. Kerangka Pikir ... ... 23

C. Anggapan Dasar ... 25

D. Hipotesis Penelitian ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel... ... 27

B. Jenis dan Desain Penelitian ... ... 28

C. Prosedur Penelitian ... ... 28

D. Data Penelitian ... ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data... 30

(14)

vi

1. Validitas ... 32

2. Reliabilitas Tes ... 32

3. Daya Pembeda ... 33

4. Tingkat Kesukaran ... 35

G.Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 36

1. Uji Normalitas ... 36

2. Uji Homogenitas ... 38

3. Uji Hipotesis ... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Analisis Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 43

2. Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 43

B. Pembahasan ... ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 52

B. Saran ... ... 52 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA ………... 4

3.1 Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa dan Nama Guru Matematika Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Semester Ganjil………..………...………...27

3.2 Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ... 28

3.3 Pedoman Penskoran Tes Komunikasi Matematis ... 31

3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 34

3.5 Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda ... 34

3.6 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 35

3.7 Hasil Perhitungan Nilai Tingkat Kesukaran ... 36

3.8 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 36

3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 37

3.10Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 39

4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 42

4.2 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 56

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 77

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 98

B.Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal Posttest ... 127

B.2 Soal-Soal Posttest ... 128

B.3 Rubrik Penilaian ... 129

B.4 Form Penilaian Posttest ... 132

B.5 Form Validasi Isi ... 133

C.Analisis Data C.1 Data Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 134

C.2 Uji Reliabilitas Tes Uji Coba ... 136

C.3 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ... 138

C.4 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 139

C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dengan Pembelajaran TPS ... 141

C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dengan Pembelajaran Konvensional ... 145

C.7 Uji Kesamaan Dua Variansi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 149

(17)

ix C.9 Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 152 C.10 Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 (Guza, 2009: 5):

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(19)

2 Kemampuan komunikasi matematis telah menjadi perhatian di dunia internasional. Hal ini diperkuat oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000 : 29) yang mempublikasikan standar pembelajaran matematika. NCTM identified five process standadrs that are important in a mathematics program, the process standards inclued: (1) problem solving; (2) reasoning and proof; (3) communication; (4) connections; (5) representation.

Kemampuan komunikasi matematis juga telah menjadi bagian penting dalam pembelajaran matematika di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan:

1. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, me-rancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

2. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari ma-tematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(20)

3 Berbagai studi terkait kemampuan matematika siswa telah banyak dilakukan, diantaranya adalah studi PISA (Programme for International Student Assessment). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. OECD (2009) memaparkan bahwa soal-soal yang digunakan pada studi PISA dalam bidang matematika merupakan soal-soal non-rutin yang membutuhkan kemampuan analisis, penalaran, dan kemampuan komunikasi matematis yang tinggi.

Dalam studi PISA (OECD, 2009), kompetensi yang diukur dalam ranah kognitif yaitu berpikir dan bernalar (thinking and reasoning), berargumentasi (argumentation), berkomunikasi (communication), membuat model (modeling), menyelesaikan masalah (problem solving), representasi (representation), menggunakan simbol dan operasi (using symbolic and operations). Level kecakapan matematika yang diukur dalam PISA disajikan dalam Tabel 1.1.

Hasil studi PISA tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak Indonesia adalah 375, padahal rata-rata skor untuk matematika adalah 494 (OECD, 2014).

(21)

4

Tabel 1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA Level Batas Bawah

Skor Kemampuan yang Dicapai Siswa Level 1 357,8

Menjawab pertanyaan yang semua

informasinya sudah tersaji atau definisikan dengan jelas.

Level 2 420,1

Siswa dapat menggali informasi dari sumber tunggal, menggunakan algoritma dasar, formula, dan prosedur, serta mampu melakukan penalaran dan

menginterpretasikan hasil.

Level 3 482,4

Siswa mampu memilih dan menggunakan strategi pemecahan masalah yang sederhana dan mengembangkan kemampuan

komunikasi untuk menyajikan hasil dan penalaran mereka.

Siswa dapat memilih stratgei pemecahan masalah yang tepat dan mengkomunkasikan penalaran mereka.

Level 6 669,3

Siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir matematis daan penalaran. Pada level ini siswa dapat

menggunakan pengetahuan dan pemahaman dengan penguasaam symbol dan operasi matematika. Siswa dapat memformulasikan dan mengkomunikasikan dengan tepat tindakan mereka .

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi

(22)

5 mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar konsep atau masalah. Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal, dan latihan. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Akibatnya siswa jarang melakukan komunikasi matematis seperti berdiskusi dengan teman.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga terjadi pada siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika, pembelajaran di sekolah ini masih menggunakan pembelajaran konvensional. Mayoritas siswa yang sulit mengerjakan soal-soal uraian disebabkan kurang pahamnya mereka terhadap soal matematika dan cara menuliskan jawabannya. Hal ini terjadi karena siswa hanya hafal dengan rumus-rumus tanpa memahami konsep-konsepnya. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa menyajikan suatu permasalahan ke dalam model matematika yaitu berupa gambar maupun simbol matematika masih rendah.

(23)

6 menjelaskan masalah, bertukar pikiran dengan teman dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.

Pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Pembelajaran ini melatih siswa untuk membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide matematika, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk memberikan penjelasan dari ide-ide tersebut.

Pembelajaran TPS dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir secara mandiri (think), selanjutnya siswa berpasangan (pair) sehingga siswa dapat mendiskusikan ide-ide dengan pasangannya, dan diakhiri dengan berbagi (share), memberikan penjelasan ide-ide tersebut kepada seluruh teman sekelas. Tahapan TPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dan saling tukar pendapat baik dengan teman sekelompok ataupun dengan teman sekelas. Ketika siswa saling tukar pendapat maka akan terjadi proses latihan menyajikan ide/ pendapat baik dalam bentuk lisan maupun tulisan untuk saling melengkapi informasi. Sehingga kualitas jawaban dan kemampuan komunikasi matematis siswa akan menjadi lebih baik.

(24)

7 matematika yang dimilikinya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Pembelajaran TPS yang sederhana ini cocok diterapkan pada sekolah yang belum terbiasa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis. Oleh karena itu, dilaksanakan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap kemampuan komunikasi matematis pada siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ada-lah: “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan tahun pelajaran 2013/2014?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan.

D. Manfaat Penelitian

(25)

8 Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi tentang pembelajaran matematika yang terkait dengan kemampuan komunikasi matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan diantaranya sebagai berikut :

a. Bagi guru matematika

Penggunaan model pembelajaran dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran pada guru mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.

b. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti yang ingin meneliti tentang model pembelajaran koopertaif tipe TPS dan komunikasi matematis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

(26)

9 2. Model Pembelajaran TPS adalah model pembelajaran yang mengembangkan

cara berpikir dan komunikasi siswa. Langkah-langkah pembelajarannya terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

a. Think, siswa secara individu membaca Lembar Kerja Siswa (LKS) dan mencoba memikirkan langkah penyelesaian permasalahan yang diberikan. b. Pair, siswa berdiskusi secara berpasangan untuk membahas hasil gagasan

yang diperolehnya dalam tahap sebelumnya.

c. Share, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusinya di depan kelas dan siswa lain menanggapi.

3. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah yang akan diteliti. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan ceramah tentang materi, memberikan contoh soal dan penyelesaian, sedangkan siswa menyimak dan mencatat, dilanjutkan dengan memberikan soal latihan.

4. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang diteliti adalah (1)drawing, kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram, tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, membuat model situasi matematika dengan menggunanakan tulisan dan aljabar, dan memberikan penjelasan ide

dengan bahasa sendiri.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya mem-buat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. (Stuart dalam Cangara, 2011: 18). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Lebih lanjut, Azizah (2011: 17) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan ide-ide dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui media yang menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan, dimana melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara keduanya.

(28)

11 makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Lebih lanjut Lindquist (NCTM, 1989: 2) berpendapat bahwa jika kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses matematika.

Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika, karena pembelajaran matematika pada umumnya terfokus pada pengkomunikasi-an. Menurut Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 18) mengutarakan bahwa komunikasi matematis merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis, dan (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pemikiran dan penemuan, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

Lebih lanjut, Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 19) juga mengatakan bahwa komunikasi matematis adalah kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, dan (3) mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.

(29)

12 menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelasaian suatu masalah.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo (2003: 4) adalah (1) menghubungkankan benda-benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika, (2) menjelaskan ide situasi menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, gambar, dan aljabar, dan (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemons-trasikannya serta menggambarkannya secara visual, (2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya, dan (3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyaji-kan ide, menggambarmenyaji-kan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Satriawati (Azizah, 2011:

(30)

13 gambar, diagram, tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan membuat model matematika dengan

menggunakan tulisan dan aljabar.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis, siswa diberi tes berupa soal-soal tentang materi yang diajarkan. Dengan mengacu kepada pendapat Satriawati (Azizah, 2011: 24) yaitu (1) drawing, kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram, tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan

membuat model situasi matematika dengan menggunanakan tulisan dan aljabar.

(31)

14 level pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah yang disajikan.

Berikut adalah contoh soal matematika dan pembahasannya yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi bangun ruang sisi lengkung.

Sebuah kerucut berada di dalam setengah bola, seperti tampak pada gambar. Jika volume kerucut tersebut 4 liter, berapa sisa volume setengah bola

(pada gambar yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir)? Penyelesaian:

Diketahui : = 4

Ditanyakan :Sisa volume setengah bola? Dijawab :

Misal, sisa volume bola dilambangkan dengan Dari gambar disamping, t = r dapat diketahui bahwa

(32)

15

( )

Jadi, sisa volume setengah bola adalah

2. Pembelajaran Kooperatif

Secara bahasa kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama dengan baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan bahwa kerja kelompok dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa dengan interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Isjoni (2013: 15) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Komalasari (2013: 62) juga mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboartif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

(33)

16 suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman agar dapat mencapai sukses bersama secara akademik. Hal ini seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) pembelajaran kooperatif adalah sebuah kelompok strategi mengajar yang memberikan peran terstruktur bagi siswa sambil menekankan interaksi siswa-siswa untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan semangat belajar siswa sehingga mampu berprestasi. Hal ini dikarenakan seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) bahwa guru meminta siswa bertanggung jawab secara individu atas pemahaman mereka dan siswa saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran ini akan memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan masalah, mendengar pendapat rekannya, memacu siswa untuk bekerjasama dan saling membantu menyelesaikan permasalahan. Secara tidak langsung mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama, siswa yang agresif dan siswa yang tidak peduli pada siswa lain.

(34)

17 bagi kehidupannya kelak di luar pendidikan formal (Hartono, 2013: 100). Lebih lanjut, Hartono (2013: 112) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bersikap partisipatif dalam menyelesaikan tugas. Sikap partisipatif itu tak hanya untuk tugas semata, tapi juga melatih siswa agar suatu saat kelak mampu berpartisiasi dalam realitas kehidupan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua sampai lima orang dengan struktur yang bersifat heterogen dan dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Rusman (2013: 206) menyatakan pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

(35)

18

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Think Pair Share adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Tipe TPS ini dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk. Dari Universtas Maryland pada tahun 1981. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dinilai efektif untuk mengganti suasana pola diskusi di kelas. Menurut Nurhadi (2004: 23) TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Frank Lyman dalam Trianto (2009: 82) mengemukakan bahwa langkah-langkah (fase) TPS yaitu (a) berpikir (thinking), guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah, (b) berpasangan (pairing), guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh, dan (c) berbagi (sharing), guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

(36)

19 berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari empat atau lima menit untuk berpasangan; dan yang terakhir adalah berbagi (share) yaitu guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa diberi kesempatan lebih banyak untuk berfikir, merespon, dan bekerja secara mandiri serta membantu teman lain secara positif untuk menyelesaikan tugas, sesuai dengan pendapat Lie (2004: 57) yang menyatakan bahwa TPS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada pada untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini yaitu, mampu mengoptimalkan partisipasi siswa. Lebih lanjut, menurut Kagan dalam Eggen dan Kauchak (2012: 134) TPS adalah strategi kerja kelompok yang meminta siswa individual di dalam pasangan belajar untuk pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu dengan seorang rekan.

(37)

20 kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu, guru harus mem-buat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

Dalam penerapannya, TPS akan efektif jika setiap siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran TPS. Hal ini sesuai dengan pendapat Eggen dan Kauchak (2012: 134) yang menyatakan bahwa keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat terjadi jika model pembelajaran ini dapat mengundang respons dari semua orang di dalam kelas dan dapat menempatkan semua siswa dalam peran-peran yang aktif secara kognitif, selain itu setiap anggota dari pasangan diharapkan untuk berpartisipasi sehingga strategi ini mengurangi kecenderungan

͞penumpang gratisan͟ yang bisa menjadi masalah saat menggunakan kerja

kelompok.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS diawali dengan proses Think (berpikir) yaitu siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, dilanjutkan oleh tahap pair (berpasangan), yaitu siswa diminta untuk mendiskusikan dengan pasangan-pasangannya tentang apa yang telah dipikirkannya secara individu, dan diakhiri dengan share(berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusinya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.

(38)

21 Dengan cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari ide mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam kelas.

4. Pembelajaran Konvensional

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 592) Pembe-lajaran konvensional adalah pembePembe-lajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Sedangkan menurut Djamarah (2008: 77) pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Model pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Lebih lanjut, Sukandi (2003: 31) mendefinisikan bahwa pembelajaran konven-sional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “penransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

(39)

22 media yang digunakan hanya suara guru sehingga guru leebih cepat dalam menyampaikan informasi, (2) mudah mengulangnya kembali kalau diperlukan, sebab guru sudah menguasai apa yang telah diceramahkan, (3) dengan penguasaan materi yang baik dan persiapan guru yang cermat bahan dapat disampaikan dengan cara yang sangat menarik, lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa, (4) memberi peluang kepada siswa untuk melatih pendengaran, (5) siswa dilatih untuk menyimpulkan pembicaraan yang panjang menjadi inti.

Sedangkan kekurangan pembelajaran konvensional antara lain (1) tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, sehingga akan menimbulkan verbalisme, (2) sulit bagi siswa mencerna atau menganalisis materi yang diceramahkan bersama-sama dengan kegiatan mendengarkan penjelasan atau ceramah guru, (3) tidak memberikan kesempatan siswa untuk apa yang disebut “belajar dengan berbuat”, (4) tidak semua guru pandai melaksanakan ceramah sehingga tujuan

pelajaran tidak dapat tercapai, (5) menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima, (6) menjadikan siswa malas membaca isi buku, mereka mengandalkan suara guru saja.

(40)

23

5. Penelitian yang Relevan

Peneliatian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2011: 66) dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap

Kemampuan Komunikasi Mtematis Siswa” (Skripsi). Dalam penelitiannya

diperoleh hasil bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

2. Peneliatian yang dilakukan oleh Marlina (2014: 5) dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa” (Jurnal). Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional berdasarkan keseluruhan siswa dan pengelompokan siswa.

B. Kerangka Pikir

(41)

24 komunikasi dalam matematis mengandung arti kemampuan siswa untuk mem-bahasakan matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasi, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika. Selain itu, kemampuan komunikasi matematis juga dapat berarti menempatkan matematika sebagai alat untuk mempresentasikan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan.

TPS merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan peluang kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Hal ini dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TPS. TPS diawali dengan tahap think, tahap think melatih siswa untuk menyatakan ide-ide matematika ke dalam gambar atau tabel, dan sebaliknya, mengekspresikan konsep matematika ke dalam bahasa atau simbol matematika, serta membuat model matematika dan menjelaskan ide matematika dengan bahasa sendiri secara mandiri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(42)

25 pair dengan bahasa sendiri kepada seluruh kelas, siswa yang lain akan men-dengarkan, menelaah, menghubungkan dan menyatukan berbagai ide matematika yang muncul. Sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa akan semakin meningkat.

Pada pembelajaran konvensional, siswa tidak diberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kemampuan komunikasi matematisnya secara mandiri. Kemam-puan komunikasi matematis siswa bergantung pada penjelasan gurunya. Ber-dasarkan uraian tersebut, pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS memungkinkan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang baik.

C. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam peneletian ini adalah:

a. Seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan selama ini memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

(43)

26

D. Hipotesis

1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan.

2. Hipotesis Kerja

(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Abung Selatan Kecamatan Abung Selatan Kabupaten Lampung Utara, pada kelas IX semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 6 kelas dengan karakteristik 1 kelas unggulan dan 5 kelas reguler (tidak unggulan). Populasi dalam penelitian ini adalah 5 kelas (IX D – IX F) yang tidak unggulan. 5 kelas tersebut diajar oleh 3 orang guru yang

ber-beda. Berikut tabel nilai rata-rata ulangan harian siswa dan nama guru mate-matika kelas IX.

Tabel 3.1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa dan Nama Guru Mate-matika Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Semester Ganjil

No Kelas Jumlah

Siswa

Nilai

Rata-rata Nama Guru

1 IX B 36 42,05 Sutopo, S.Pd.

2 IX C 33 43,11 Sutopo, S.Pd.

3 IX D 34 41,88 Asima Sitinjak, S.Pd.

4 IX E 36 40,00 Yusdawati, S.Pd.

5 IX F 34 41,74 Asima Sitinjak, S.Pd.

Jumlah Populasi 173 208,78

Nilai Rata-rata Populasi 41,76

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive

sampling dengan mengambil 2 dari 5 kelas yang diajar oleh guru matematika yang

(45)

28 rata-rata ulangan harian siswa. Terpilihlah kelas IX F sebagai kelas ekperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas IX D sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment (eksperimen semu). Penelitian dilakukan pada dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional. Desain penelitian yang dipergunakan adalah posttest only control group design. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Furchan (2007: 368) desain pelaksanaan penelitian digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.2 Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen Kontrol

Keterangan :

= perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS = perlakuan menggunakan model pembelajaran konvensional = posttest pada kelas eksperimen

= posttest pada kelas kontrol.

C. Prosedur Penelitian

(46)

29 a. Pada 11 Mei 2013 datang ke SMP Negeri 1 Abung Selatan untuk

menghubungi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar diberi izin melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

b. Pada 13 Mei dan 27 Agustus 2013 melakukan penelitian pendahuluan ke sekolah, yaitu observasi untuk melihat kondisi di sekolah tempat penelitian. Observasi yang dilakukan, yaitu wawancara dengan guru mata pelajaran matematika untuk mengetahui karakteristik siswa dan kemampuan awal siswa.

c. Menentukan populasi dan sampel, yaitu memilih kelas IX sebagai populasi. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, sehingga terpilih kelas IXD dan IXF sebagai sampel.

2. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eks-perimen dengan dan kelas kontrol.

b. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diberikan pada siswa.

c. Membuat instrumen penelitian berupa tes kemampuan komunikasi matematis serta aturan penskorannya.

d. Melakukan validasi instrumen

e. Melakukan uji coba instrumen tes pada 9 November 2013.

f. Menganalisis data hasil uji coba untuk menghitung reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.

3. Tahap Pelaksanaan

(47)

30 b. Pada 15 November 2013 mengadakan posttest di kelas eksperimen dan

kelas kontrol

c. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data hasil posttest. d. Membuat laporan hasil penelitian.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif tentang kemampuan komunikasi matematis siswa. Data berupa nilai yang diperoleh melalui posttest yang dilakukan di akhir pembelajaran pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Tes diberikan setelah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selesai. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Pemberian tes ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah mengikuti pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

(48)

31

texts. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis diadaptasi dari Azizah (2011: 40) yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.3 PedomanPenskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator Keterangan Skor

Menggambar

Membuat gambar namun masih salah/

menyatakan ide matematika yang terkandung dalam gambar namun salah

1

Membuat gambar namun kurang lengkap dan benar/ menyatakan ide matematika yang terkandung dalam gambar namun kurang lengkap dan benar

2

Membuat gambar secara lengkap dan benar/ menyatakan ide matematika yang terkandung dalam gambar secara lengkap dan benar. 3

Ekspresi matematika

Tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa

yang ditanyakan dari soal 0

Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal tetapi belum tepat 1 Menuliskan apa yang diketahui tetapi tidak

menuliskan apa yang ditanyakan dari soal atau sebaliknya

2

Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal dengan benar dan lengkap

Menuliskan rumus dalam menyelesaikan soal

tetapi salah 0

Benar menuliskan rumus tetapi langkah

penyelesaian salah 1

Benar menuliskan rumus dan langkah penyelesaian benar, tetapi hasil akhir salah, tidak memberikan penjelasan/ kesimpulan

2

Benar menuliskan rumus, langkah

penyelesaian benar, dan hasil akhir benar, tetapi memberikan penjelasan/ kesimpulan tetapi salah

3

Benar menuliskan rumus, langkah

penyelesaian benar, dan hasil akhir benar, dan memberikan penjelasan/ kesimpulan dengan benar

(49)

32 Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas, kemudian dilakukan uji coba, selanjutnya dilakukan analisis mengenai reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.

1. Validitas

Validitas tes yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi matematika dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Berdasarkan penilaian guru mata pelajaran matematika, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (lihat Lampiran B.5).

Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan. Uji coba dilakukan di luar sampel penelitian tetapi masih dalam populasi yaitu di kelas IX B. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda dari butir soal.

2. Reliabilitas

(50)

33

dengan Keterangan :

: nilai reliabilitas instrumen (tes) n : banyaknya butir soal

Untuk menginterpretasi nilai realibilitas instrumen digunakan kriteria indeks realibiliatas. Kriteria tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi tinggi apabila memiliki nilai realibilitas 0,70 (Sudijono, 2008: 207).

Hasil penghitungan reliabilitas tes diperoleh harga r11= 0,88, sehingga termasuk tes dengan kriteria sangat tinggi. Berdasarkan pendapat Sudijono, instrumen tes kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian sudah reliabel. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran C.2.

3. Daya Pembeda (DP)

(51)

34

Keterangan :

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Menurut Sudijiono (2008: 388) hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam tabel berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Sangat Buruk

Buruk

Agak baik, perlu revisi

Baik

Sangat Baik

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik yaitu memiliki nilai daya pembeda 0,30

Diperoleh hasil perhitungan yang tertera pada Tabel 3.5. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran C.3

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Nilai Daya Beda

Nomor Soal Nilai DP Interpretasi

1 0,34 Baik

2 0,33 Baik

3 0,31 Baik

4 0,30 Baik

(52)

35

4. Tingkat kesukaran (TK)

Setiap butir tes tentunya mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Suatu instrumen tes dikatakan baik jika memiliki tingkat kesukaran yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah (Sudijono, 2008: 372). Perhitungan tingkat kesukaran suatu butir tes digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

P : nilai tingkat kesukaran suatu butir tes

Np : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

N : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran seperti tabel berikut.

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0.00 ≤ P ≤ 0.15 Sangat sukar

0.15 < P ≤ 0.30 Sukar

0.30 < P ≤ 0.70 Sedang

0.70 < P ≤ 0.85 Mudah

0.85 < P ≤ 1.00 Sangat mudah

Kriteria yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki interpretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0,30 P 0,70.

(53)

36

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Nilai Tingkat Kesukaran

Nomor Soal Nilai TK Interpretasi

1 0,59 Sedang

2 0,46 Sedang

3 0,49 Sedang

4 0,24 Sukar

5 0,34 Sedang

Rekapitulasi hasil uji coba disajikan dalam Tabel 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No.

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran 1 Valid

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis. Namun, sebelum menguji hipo-tesis perlu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas data dilakukan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Kuadrat.

a. Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

(54)

37 c. Statistik uji Chi Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) adalah sebagai berikut.

O = frekuensi pengamatan

i

E = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya pengamat d. Keputusan uji

Tolak H0 jika x2 > x2(1 )(k– 3) dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian.

Setelah dilakukan perhitungan data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional diperoleh hasil seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.9. Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelas hitung2

2

tabel

Keterangan

Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS 7,64 7,81 Normal Pembelajaran Konvensional 4,11 7,81 Normal

Dari Tabel 3.9, terlihat bahwa data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan data kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memiliki

, maka keputusan uji normalitas pada penelitian ini adalah terima H0 yaitu

(55)

38 yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang ber-distribusi normal. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan C.6.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians homogen atau tidak. Uji homogenitas varian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji F.

a. Hipotesis

, artinya populasi mempunyai varians homogen

, artinya populasi mempunyai varians tidak homogen

b. Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan

c. Statistik Uji homogenitas menurut Sudjana (2005: 249)

d. Keputusan uji

Tolak H0 hanya jika F ≥ F1/2 α (v1,v2), dengan F1/2 α (v1,v2) didapat dari daftar

distribusi F dengan peluang 1/2 α, sedangkan derajat kebebasan v1 dan v2

masing-masing sesuai dk pembilang dan penyebut dalam rumus. Dengan

(Sudjana, 2005: 250).

(56)

39

Tabel 3.10. Rekapitulasi Uji Homogenitas Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kelas Variansi Fhitung

F1/2 α

(v1,v2)

Keterangan Pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS 216,84

1,15 1,82 Homogen Pembelajaran

Konvensional 287,84

Dari Tabel 3.10, terlihat bahwa data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS dan data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memiliki yang berarti H0 diterima, yaitu sampel berasal dari

populasi yang mempunyai varians homogen. Dapat disimpulkan bahwa data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran ko-operatif tipe TPS dan data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang mempunyai varians homogen. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran C.7.

3. Uji Hipotesis

(57)

40 a. Hipotesis:

rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih dari rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

b. Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan

c. Statistika uji-t menurut Sudjana (2005: 223) adalah sebagai berikut:

̅

̅

dengan

keterangan:

̅ = skor rata-rata posttest dari kelas eksperimen

̅ = skor rata-rata posttest dari kelas kontrol = banyaknya subyek kelas eksperimen

(58)

41

Dengan kriteria pengujian: tolak H0 jika dengan derajat kebe-basan

(59)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX semester ganjil SMPN 1 Abung Selatan tahun pelajaran 2013/2014 pada materi bangun ruang sisi lengkung. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih rendah daripada rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut:

1. Guru diharapkan dapat menggunakan berbagai macam model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran matematika, sehingga siswa berminat untuk belajar matematika dan dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. 2. Peneliti lain yang akan melakukan penelitian, diharapkan agar memilih desain

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Asmin. 2003. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik dan Kendala yang Muncul di Lapangan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 44. Azizah, Siti Maryam Noer. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 3 Tangerang Selatan). (Skripsi). [Online]. Tersedia di http://repository.uinjkt.ac.id. diakses pada 19 Juli 2013

Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo. Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka..

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:

Depdiknas

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikolog Belajar. Jakarta: Rieneka Cipta.

Eggen, Paul. dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mangajarkan Konten Dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: Indeks.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Guza, A. 2009. Undang-undang Sisdiknas dan undang-undang Guru dan dosen. Jakarta: Asa Mandiri

Hartono, Rendi. 2013. Ragam Model Mengajar yang Mudah diterima Murid. Yogyakarata: DIVA Press.

Iru, La dan Arihi, La Ode Saifiun. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-model Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo.

(61)

54 Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Marlina. 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa. [Online]. Tersedia di http://www.jurnal.unsyiah.ac.id.

diakses pada 15 September 2014

NCTM. 1989. Curriculumand Evaluation Standars For School Mathematics. Virginia: The National Council Of Teachers of Mathematics, Inc.

NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics, Inc.

Nining. 2004. Evaluasi Pembelajaran. [Online]. Tersedia di http://muhammad kholik.wordpress.com. diakses 01 November 2013.

Nurhadi, dkk. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

OECD. 2009. PISA 2009 Assessment Framework – Key Competencies in Reading, Mathematics, Reading, and Science. [Online]. Tersedia di http://www.oced.org. diakses pada 01 November 2013.

OECD. 2014. PISA 2012 Result: What 15 Years Old Know And What They Can Do With What They Know. [Online]. Tersedia di http://www.oecd.org. diakses pada 28 Juli 2014

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.

(62)

55 Pendekatan Pembelajaran. Bandung, Laporan Penelitian Pascasarjana UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan.

Suriasumantri, Jujun S. 2002. Falsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep,

Gambar

Tabel 1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA
gambar, diagram, tabel
Tabel 3.1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa dan Nama Guru Mate-
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII

Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah sebesar 64,75,

Penerapan model kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa pada materi Aritmatika Sosial di kelas VIIF SMP Negeri 9 Palu. Hal ini dilakukan

Hal-hal yang menyebabkan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada pemahaman konsep mate- matis siswa

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui gambaran kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

HASIL DAN PEMBAHASAN Data kemampuan representasi matematis awal siswa diperoleh dari hasil pretest yang dilakukan pada awal pertemuan sebelum diberikan perlakuan