• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN GEDUNG KULIAH 21 LANTAI DI UNIVERSITAS TRUNOJOYO BANGKALAN MADURA TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN GEDUNG KULIAH 21 LANTAI DI UNIVERSITAS TRUNOJOYO BANGKALAN MADURA TAHUN 2016"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

i

DESAIN GEDUNG KULIAH 21 LANTAI

DI UNIVERSITAS TRUNOJOYO BANGKALAN

MADURA TAHUN 2016

TUGAS AKHIR

diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil S1

Oleh

Muhammad Eko Prasetyo NIM.5113412073 Damar Wicaksono NIM.5113412080

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto dan Persembahan dari Muhammad Eko Prasetyo

MOTTO :

1. Yang tidak punya ilmu dan prinsip akan mudah tergerus degradasi jaman. 2. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan

kesiapan.

3. Bila pondasi adalah tiang penyangga bangunan, maka harapanku adalah tiang penyangga dunia.

PERSEMBAHAN :

1. Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya.

2. Untuk bapak dan ibu tercinta, Bapak Khamidi dan Ibu Wasidah yang telah memberikan dukungan moril dan materi serta doa sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Untuk keluarga, adik adik saya (Hendy Waluyo dan Irba Rizqi Aufa) yang telah memberikan dukungan dan semangat.

4. Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Drs. Henry Apriyatno,M.T dan Bapak Ir. Agung Sutarto,M.T. , Dosen Penguji Ibu Endah Kanti Pangestuti,S.T., MT. terima kasih untuk bimbingan, nasehat dan kesabaran selama proses penyusunan tugas akhir ini.

5. Dosen wali Bapak Hanggoro Tri Cahyo A, S.T., M.T dan seluruh Dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Unnes, terima kasih untuk ilmu yang telah diajarkan.

(6)

vi

Motto dan Persembahan dari Damar Wicaksono

MOTTO :

1. Sesungguhnya setelah sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al-Insyirah:6). 2. Hanya seseorang yang bijak yang dapat mengamalkan ilmunya kepada orang

lain. Karena kepintaran tak akan ada artinya jika tak ada gunanya untuk orang lain.

3. Janganlah memikirkan akhirnya, jika memulai saja tak berani.

PERSEMBAHAN :

1. Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya.

2. Untuk bapak (Sarwono) dan ibu saya (Sutijah) yang telah memberikan dukungan moril dan materiil serta mendoakan saya sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Untuk saudara-saudara saya ( Permanita Putrisari, Setyo Ardi P, Elfara Dewi R, dan Novida Ayu S) yang telah memberikan dukungan dan semangat.

4. Untuk keluarga, sahabat,dan kekasih tercinta (Artika Biasutra) yang selalu menemani, membantu, serta memberikan motivasi dan semangat dalam penyusunan tugas akhir.

5. Rekan tugas akhir saya M. Eko Prasetyo, teman-teman satu bimbingan Intan, Bima, Esti, Ulin, Nathali, Shinta, Rosa, Distya, Ririn, Kijul, teman-teman Cremona rombel dua, teman-teman Teknik Sipil Unnes 2012. Terima kasih canda tawa, tangis dan perjuangan yang kita lewati bersama.

6. Untuk teman suka dan duka pepy,cipi,agil,rian dan rivan.

(7)

vii

ABSTRAK

Oleh

Muhammad Eko Prasetyo dan Damar Wicaksono

Desain Gedung Kuliah 21 Lantai di Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura Tahun 2016

Teknik Sipil S1 – Jurusan Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

2016

Kebutuhan gedung tinggi menjadi sangat penting seiring perkembangan jaman saat terbatasnya lahan untuk mendirikan bangunan. Suatu bangunan gedung yang berlantai banyak perlu direncanakan dengan tepat dan teliti agar memenuhi kriteria kekuatan, kenyamanan, keselamatan dan umur rencana bangunan.

Gedung didesain dengan tingkat daktilitas tinggi, agar saat terjadi gempa kuat struktur gedung tidak runtuh. Dengan menentukan kategori seismik berdasarkan kategori resiko gempa, bangunan masuk kategori D. Gedung termasuk ke dalam kategori resiko IV dengan faktor keutamaan gempa Ie = 1,5. Tanah di lokasi yang tergolong tanah lunak didapat dari hasil penyelidikan tanah dengan N-SPT kedalaman sampai 30 meter. Parameter percepatan gempa, spektrum respons percepatan dan respons spektrum desain dapat diketahui secara detail melalui situs online Dinas PU di link: http://puskim.go.id/Aplikasi/desainspektraindonesia2011/. Struktur didesain menggunakan Sistem Ganda yaitu gabungan dari sistem rangka pemikul momen dengan dinding geser dengan nilai koefisien modifikasi respons (R) 7. Rangka pemikul momen sekurang-kurangnya mampu menahan 25% dari gaya lateral total dan sisanya ditahan oleh dinding geser. Faktor kegempaan dirancang menggunakan statik ekivalen dan dinamik respons spektrum.

Periode maksimum untuk syarat batas periode gedung adalah 3,12 detik. Waktu getar gedung untuk mode satu didapatkan sebesar 1,373 detik dan mode dua sebesar 1,234 detik, sehingga batasan periode terpenuhi. Persentase base shear rangka pemikul momen telah memenuhi syarat minimum yaitu 25% dari gaya lateral total gedung. Simpangan antar lantai baik gempa statik dan dinamik arah x dan y tidak melebihi simpangan yang diijinkan sehingga struktur tahan terhadap gempa.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah YME, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir, yang berjudul “Desain Gedung Kuliah 21 Lantai Di Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura Tahun 2016”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir jaman. Amiin

Penulisan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada program studi S1 Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna baik teori dan metodologinya tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rockman,M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Nur Qudus, M.T., Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang 3. Dra. Sri Handayani, M.Pd. Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri

Semarang

4. Dr. Rini Kusumawardani, S.T.,M.T.,M.Sc. Ketua Prodi Teknik Sipil S1 Universitas Negeri Semarang

5. Hanggoro Tri Cahyo A,S.T,M.T., dosen wali rombel dua Prodi Teknik Sipil S1 Universitas Negeri Semarang

(9)

ix

7. Endah Kanti Pangestuti, S.T., M. T., selaku penguji sidang tugas akhir , yang telah memberikan saran dan masukkan dalam perbaikan tugas akhir.

8. Bapak Ibu tercinta atas semangat dan kasih sayangnya, serta yang tiada hentinya memanjatkan doa untuk kebahagiaan dan keberhasilan penulis. 9. Seseorang yang selalu ada, yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan

dan semangat dalam penyusunan tugas akhir.

10. Semua teman – teman teknik sipil 2012 yang selalu mendukung, memberikan semangat, motivasi, dan membantu dalam penulisan tugas akhir semua pihak yang telah berkenan membantu penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga masukan, kritik, dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Semarang, September 2016

Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

DAFTAR LAMPIRAN xxiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Maksud dan Tujuan 4

1.5 Sistematika PenyusunanTugas Akhir 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah 6

2.1.1 Definisi Tanah 6

2.2 Gempa 9

2.2.1 Definisi Gempa 9

2.2.2 Gaya Gempa 9

2.2.3 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan 10

2.2.3.1 Kategori Risiko Gempa 10

2.2.3.2 Faktor Keutamaan Gempa 12

(11)

xi

2.5.1.3 Kapasitas Dukung Tiang Pancang 16

2.5.1.3.1 Jumlah Tiang 16

2.5.1.3.2 Jarak Tiang 17

2.5.1.3.3 Susunan Tiang 17

2.5.1.3.4 Efisiensi Kelompok Tiang 17

2.5.2 Tie Beam 18

2.6.4.1 Definisi Shearwall 20

2.6.4.2 Sistem Dinding Geser 21

2.7 Beban beban pada struktur bangunan bertingkat 22

2.7.1 Beban pokok yang bekerja 22

2.7.1.1 Beban Vertikal (Gravitasi) 22

2.7.1.2 Beban Horizontal (Lateral) 23

2.7.2 Kombinasi Pembebanan 24

2.8 ETABS v9.6.0 25

2.9 MathCad v.14 25

2.10 Syarat syarat umum perencanaan struktur gedung 25

2.10.1 Syarat Stabilitas 25

(12)

xii

2.10.3 Syarat Daktailitas 27

2.10.3.1 Elastik 27

2.10.3.2 Daktailitas Parsial 28

2.10.3.3 Daktailitas Penuh 28

2.10.4 Syarat Layak Pakai dalam keadaan Layan 28

2.10.4.1 Arti Lendutan 28

2.10.4.2 Kontrol Lendutan 28

2.10.4.3 Simpangan bangunan dan Simpangan antar Tingkat 29

2.10.4.4 Retakan 30

2.10.4.5 Kontrol Retak Lentur 31

2.10.5 Syarat Durabilitas 32

2.10.5.1 Kuat Tekan Minimum Beton 32

2.10.5.2 Tebal Selimut Beton 32

2.10.5.3 Jenis dan Kandungan Semen 34

2.10.5.4 Tinjauan Korosi 34

2.10.6 Syarat Ketahanan terhadap Kebakaran 35 2.10.6.1 Dimensi Minimum Elemen/ Komponen Struktur 35

2.10.7 Syarat Intergritas 36

2.10.8 Syarat yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Konstruksi 37

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 Diagram Alur Perencanaan 38

3.2 Tahap Pngumpulan Data 39

3.2.1 Data Tanah 39

3.2.2 Data Lokasi Perencanaan 39

3.2.3 Pemilihan Kriteria Desain 40

3.2.4 Perencanaan Dimensi 41

3.2.4.1 Perencanaan Dimensi Balok 41

3.2.4.2 Perencanaan Dimensi Kolom 41

(13)

xiii

3.2.5 Pembebanan 41

3.2.5.1 Kombinasi Pembebanan 41

3.2.5.2 Beban Gempa 42

3.3 Rumus Perhitungan Desain Struktur 44

3.3.1 Perencanaan Pelat Lantai 44

3.3.1.1 Menentukan Pembebanan Pelat Lantai 44 3.3.1.2 Perencanaan Tulangan Pelat Lantai 45

3.3.2 Perencanaan Tangga dan Bordes 48

3.3.2.1 Perhitungan Dimensi Tangga 48

3.3.2.2 Pembebanan Tangga 49

3.3.2.3 Perencanaan Tulangan Pelat Tangga 49 3.3.2.4 Perencanaan Tulangan Pelat Bordes 50 3.3.2.5 Perencanaan Balok Bordes Tangga 51

3.3.3 Perencanaan Balok 54

3.3.3.1 Menentukan Persyaratan Komponen Struktur Balok 54 3.3.3.2 Perhitungan Tulangan utama secara Manual 54 3.3.3.3 Penulangan Balok Daerah Tumpuan dan Lapangan 55

3.3.3.4 Perencanaan Tulangan Geser 59

3.3.3.5 Perhitungan Gaya Geser 60

3.3.3.6 Perencanaan Tulangan Torsi 63

3.3.3.7 Perencanaan Tulangan Badan 63

3.3.3.8 Perencanaan Panjang Penyaluran(Ld) 64

3.3.4 Perencanaan Kolom 64

3.3.4.1 Gaya dalam pada Kolom 64

3.3.4.2 Penentuan Stuktur Rangka Portal Bergoyang atau Tidak

Bergoyang 65

3.3.4.3 Perhitungan Faktor Panjang Tekuk Efektif Kolom 65

3.3.4.4 Faktor Pembesaran Momen 68

3.3.4.5 Perhitungan Tulangan Geser 69

(14)

xiv

3.3.5 Perencanaan Hubungan Balok- Kolom 73

3.3.5.1 Tinjauan hunbungan Balok-Kolom di tengah portal 73 3.3.6 Perencanaan Dinding Geser (Shearwall) 75

3.3.6.1 Penentuan Tebal Dinding Geser 75

3.3.6.2 Menentukan Kuat Geser sesuaiSNI 03-2847-2013 Pasal 11.9.6

(Ketentuan untuk Dinding) 75

3.3.6.3 Ketentuan Tambahan Khusus untuk Shearwall Penahan Gempa 76

3.3.7 Perencanaan Pondasi Tiang Pancang 76

3.3.7.1 Menghitung Daya Dukung Ujung Tiang Ultimate 76 3.3.7.2 Penentuan Kapasitas Tiang Group 76 3.3.7.3 Menentukan Jumlah tiang dan Konfigurasi titik tiang 77

3.3.7.4 Cek terhadap geser Pons 77

3.3.7.5 Cek terhadap geser Lentur 78

3.3.7.6 Perhitungan Penulangan Pile Cap 78

3.3.8 Perencanaan Tie Beam 79

3.3.8.1 Gaya Aksial 79

3.3.8.2 Pembebanan Tie Beam 79

3.3.8.3 Perhitungan Tulangan Utama 80

3.3.8.4 Perhitungan Tulangan Transversal (Sengkang) 80

BAB IV DESAIN STRUKTUR

4.1 Permodelan Struktur 81

4.1.1 Material Struktur 82

4.1.1.1 Beton 82

4.1.1.2 Baja Profil 82

4.1.2 Pembebanan Gedung 82

4.1.2.1 Kombinasi Pembebanan 83

4.1.2.2 Perhitungan Beban Mati (Dead Load) 84 4.1.2.3 Perhitungan Beban Hidup (Live Load) 86

4.1.3 Analisis Beban Gempa 87

(15)

xv

4.1.3.1.1 Menentukan Katagori Resiko Struktur Bangunan dan

Faktor Keutamaan 87

4.1.3.1.2 Menentukan Kelas Situs 87

4.1.3.1.3 Menentukan Parameter Percepatan Gempa (Ss,S1) 89 4.1.3.1.4 Menentukan Koefisien Situs dan Parameter Respons

Spectra Percepatan Gempa 90

4.1.3.1.5 Menentukan Spektrum Respon Desain 91 4.1.3.1.6 Menentukan Kategori Desain Seismik 91 4.1.3.1.7 Menghitung Periode Struktur 92

4.1.3.2 Gempa Statik Ekivalen 96

4.1.3.2.1 Menghitung Berat Struktur 96 4.1.3.2.2 Menghitung Koefisien Respons Seismik 100 4.1.3.2.3 Menghitung Gaya Geser Dasar 101 4.1.3.3 Gempa Dinamik Respons Spektrum 101 4.1.3.3.1 Input Respons Spektrum Gempa Rencana 101 4.1.3.3.2 Menentukan Tipe Analisis Ragam Respons Spektrum 103 4.1.3.3.3 Kontrol Partisispasi Massa 103 4.1.3.3.4 Gaya Geser Dasar Nominal, V (Base Shear) 101

4.1.3.3.5 Kontrol Sistem Ganda 105

4.1.3.3.6 Simpangan Antar Lantai 106

4.2 Perhitungan Praktis Dengan ETABS v9.6.0 109

4.2.1 Perhitungan Plat Lantai 110

4.2.2 Perhitungan Balok Induk 112

4.2.2.1 Perhitungan Tulangan Utama 112

4.2.2.2 Desain Tulangan Geser Balok 113

4.2.2.3 Desain Tulangan Torsi 115

4.2.3 Perhitungan Kolom 118

4.2.3.1 Desain Tulangan Utama Kolom 118

(16)

xvi

4.3.1 Perencanaan Plat Lantai 122

4.3.1.1 Menentukan Pembebanan Pelat Lantai 122 4.3.1.2 Perencanaan Tulangan Pelat Lantai 123

4.3.1.2.1 Menentukan syarat- syarat batas dan bentang perencanaan

plat lantai 123

4.3.1.2.2 Menentukan tulangan pokok daerah lapangan dan tumpuan 127

4.3.2 Perencanaan Tangga dan Bordes 135

4.3.2.1 Perhitungan Dimensi Tangga 135

4.3.2.2 Pembebanan Tangga 136

4.3.2.3 Perencanaan Tulangan Plat Tangga 137 4.3.2.3.1 Desain penulangan plat tangga untuk arah X 137 4.3.2.3.2 Desain penulangan plat tangga untuk arah Y 139 4.3.2.4 Perencanaan Tulangan Plat Bordes 140 4.3.2.4.1 Desain penulangan plat bordes untuk arah X 140 4.3.2.4.2 Desain penulangan plat bordes untuk arah Y 141 4.3.2.5 Perencanaan Balok Bordes Tangga 143 4.3.2.5.1 Pembebanan Balok Tangga 143 4.3.2.4.2 Perhitungan Tulangan Balok Bordes Tangga 143

4.3.3 Perencanaan Balok 148

4.3.3.1 Menentukan Persyaratan Komponen Struktur Balok 148

4.3.3.2 Perhitungan Tulangan utama 150

4.3.3.3 Penulangan Balok Daerah Tumpuan 151 4.3.3.4 Penulangan Balok Daerah Lapangan 154

4.3.3.5 Perhitungan Tulangan Geser 157

4.3.3.6 Perhitungan Gaya Geser 160

4.3.3.7 Perencanaan Tulangan Torsi 164

4.3.3.8 Perencanaan Tulangan Badan 165

4.3.3.9 Perencanaan Panjang Penyaluran(Ld) 166

4.3.4 Perencanaan Kolom 168

(17)

xvii

4.3.4.2 Gaya dalam pada Kolom 169

4.3.4.3 Penentuan Stuktur Rangka Portal Bergoyang atau Tidak

Bergoyang 169

4.3.4.4 Perhitungan Faktor Panjang Tekuk Efektif Kolom 169

4.3.4.5 Faktor Pembesaran Momen 175

4.3.4.6 Diagram Interaksi Kolom 179

4.3.4.7 Perhitungan Tulangan Geser 180

4.3.4.8 Panjang Penyaluran pada Tulangan Kolom 185

4.3.5 Perencanaan Hubungan Balok- Kolom 187

4.3.5.1 Tinjauan hunbungan Balok-Kolom di tengah portal 187

4.3.6 Perencanaan Shearwall 191

4.3.6.1 Menentukan Kuat Geser sesuaiSNI 03-2847-2013 Pasal 11.9.6

(Ketentuan untuk Dinding) 191

4.3.6.2 Ketentuan Tambahan Khusus untuk Shearwall Penahan Gempa193

4.3.7 Perencanaan Pondasi Tiang Pancang 195

4.3.7.1 Pekerjaan Penyelidikan Tanah 195

4.3.7.2 Spesifikasi Pondasi Tiang Pancang 195 4.3.7.3 Prediksi Kapasitas Dukung Tiang Tunggal (Q) 197 4.3.7.4 Cek terhadap Kekuatan Bahan Tiang Pancang 198 4.3.7.5 Penentuan Kapasitas Tiang Group 198 4.3.7.6 Menentukan Jumlah tiang dan Konfigurasi titik tiang 199 4.3.7.7 Distribusi beban kolom ke masing masing tiang 199 4.3.7.8 Kapasitas Ijin Tiang Tunggal Terhadap Beban Horizontal 201 4.3.7.9 Menghitung Tinggi pile cap dan Penulangannya 204

4.3.7.10 Cek Terhadap geser Pons 204

4.3.7.11 Cek Terhadap geser Lentur 205

4.3.7.12 Perhitungan Penulangan Pile Cap 205

4.3.8 Perencanaan Tie Beam 209

4.3.8.1 Gaya Aksialyang bekerja pada tie beam diambil dari kolom

(18)

xviii

4.3.8.2 Pembebanan Tie Beam 210

4.3.8.3 Perhitungan Tulangan Longitudinal 210 4.3.8.4 Perhitungan Tulangan Transversal (Sengkang) 211

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 214

5.2 Saran 216

DAFTAR PUSTAKA... 217

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Kelas Tanah ... 7

Tabel 2.2 Nilai SPT rata-rata dari titik BH2 ... 8

Tabel 2.3 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa ... 10

Tabel 2.4 Faktor keutamaan gempa ... 12

Tabel 2.5 Perhitungan lendutan maksimum yang diizinkan ... 29

Tabel 2.6 Tabel selimut beton ... 33

Tabel 2.7 Tebal minimum pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung ... 36

Tabel 3.1 Klasifikasi Kelas Tanah ... 43

Tabel 4.1 Kombinasi Pembebanan pada Struktur Gedung ... 84

Tabel 4.2 Jenis Beban Mati pada Gedung ... 85

Tabel 4.3 Nilai N-SPT data tanah ... 88

Tabel 4.4 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada periode pendek ... 91

Tabel 4.5 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Perioda 1 detik ... 92

Tabel 4.6 Nilai Parameter Pendekatan untuk Ct dan x ... 93

Tabel 4.7 Koefisien Batas Atas Periode yang Dihitung ... 95

Tabel 4.8 Berat Struktur Gedung ... 99

Tabel 4.9 Nilai Kurva Spektrum gempa ... 102

Tabel 4.10 Besarnya gaya geser dasar (Base Shear) Nominal untuk masing-masing Gempa ... 104

Tabel 4.11 Nilai Cek Persentase antara Base Shear SRPM dan Shearwall dari kombinasi beban Gempa... 105

Tabel 4.12 Simpangan Struktur Akibat Gempa Statik arah X dan Y ... 107

Tabel 4.13 Simpangan Struktur Akibat Gempa Dinamik arah X dan Y ... 108

(20)

xx

Tabel 4.15 Momen pada tangga ... 137

Tabel 4.16 Momen pada Bordes ... 140

Tabel 4.17 Tabel Momen Balok B1-40x80 (B114-Lantai 4) ... 148

Tabel 4.18 Posisi Garis Netral dan Nilai Momen Nominal Tumpuan ... 152

Tabel 4.19 Posisi Garis Netral dan Nilai Momen Nominal Lapangan ... 155

Tabel 4.20 Kebutuhan Tulangan Utama (B1-40x80)... 156

Tabel 4.21 Data Spesifikasi Pondasi Tiang Pancang ... 196

Tabel 4.22 Nilai SPT untuk perhitungan Q friksi BH2 ... 197

Tabel 4.23 Gaya- gaya Terfaktor output ETABS v9.6.0 point 91... 198

Tabel 4.24 Nilai distribusi beban ke tiang ... 201

(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kelompok tiang ... 16

Gambar 2.2 Ilustrasi simpangan ... 30

Gambar 3.1 Diagram Alur Perencanaan ... 38

Gambar 3.2 Lokasi Perencanaan di Bangkalan Madura ... 39

Gambar 3.3 Lokasi Perencanaan di Lingkungan Universitas Trunojoyo, Bangkalan Madura ... 40

Gambar 3.4 Diagram Regangan -Tegangan Balok ... 55

Gambar 3.5 Rangka Bergoyang Akibat Gempa Arah Kanan ... 61

Gambar 3.6 Rangka Bergoyang Akibat Gempa Arah Kiri ... 61

Gambar 3.7 Hubungan Balok-Kolom di Tengah Portal ... 73

Gambar 4.1 Rencana Pemodelan Struktur Gedung Kuliah 21 Lantai ... 81

Gambar 4.2 Input Data Kota pada Website puskim pu.go.id ... 89

Gambar 4.3 Ouput Desain Spektra pada Website puskim.pu.go.id ... 90

Gambar 4.4 Respons Spektrum Desain Berdasarkan Website puskim.pu.go.id ... 91

Gambar 4.5 Peristiwa Bergetarnya Struktur dalam 1 Periode ... 92

Gambar 4.6 Waktu Getar Struktur Mode 1 (arah Y) dengan T1 = 1,3739 detik ... 94

Gambar 4.7 Waktu Getar Struktur Mode 2 (arah X) dengan T2 = 1,2345 detik ... 94

Gambar 4.8 Berat dan massa bangunan tiap lantai ... 96

Gambar 4.9 Nilai Partisipasi Massa unruk Arah X dan Arah Y ... 104

Gambar 4.10 Pendefinisian Struktur Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada ETABS ... 109

Gambar 4.11 Analysis Option pada ETABS ... 110

Gambar 4.12 Tegangan yang Terjadi pada Plat Akibat Beban Mati dan Hidup ... 111

(22)

xxii

Gambar 4.14 Tampak Luas Tulangan Geser (sengkang) Arah

Memanjang (Satuan : mm) ... 114 Gambar 4.15 Tampak Luas Tulangan Torsi Arah Memanjang (Satuan :

mm) ... 116 Gambar 4.16 Diagram Momen Akibat Beban Mati dan Beban Hidup ... 117 Gambar 4.17 Diagram Momen Akibat Beban Mati, Beban Hidup dan

gempa Statik ... 118 Gambar 4.18 Diagram Momen Akibat Beban Mati, Beban Hidup dan

gempa Dinamik ... 119 Gambar 4.19 Tampak Luas Tulangan Utama Kolom Arah Memanjang ... 119 Gambar 4.20 Detail Informasi Luas Tulangan, Momen, Gaya Geser, dan

Torsi, Kolom yang Ditinjau ... 120 Gambar 4.21 Diagram Interaksi Kolom yang diinjau ... 120 Gambar 4.22 Tampak Luas Tulangan Geser (sengkang) Kolom Arah

Memanjang ... 121 Gambar 4.23 Momen arah 1-1 (M11) ... 125 Gambar 4.24 Momen arah 2-2 (M22) ... 126 Gambar 4.25 Penulangan Plat Lantai Tipe S2 ... 134 Gambar 4.26 Detail Potongan A-A Penulangan Memanjang Pelat

Lantai Tipe S2 ... 134 Gambar 4.27 Detail Potongan B-B Penulangan Melintang Pelat

Lantai Tipe S2 ... 134 Gambar 4.28 Permodelan Tangga dengan SAP ... 137 Gambar 4.29 Detail Penulangan Tangga ... 142 Gambar 4.30 Detail Penulangan Balok Bordes ... 147 Gambar 4.31 Diagram bidang momen pada balok yang ditinjau

(23)

xxiii

Gambar 4.38 Kolom yang ditinjau ... 168 Gambar 4.39 Gaya Dalam yang bekerja pada ujung-ujung Kolom ... 176 Gambar 4.40 Diagram Interaksi Kolom Kolom... 180 Gambar 4.41 Potongan Melintang dan Detail Kolom K1-100x120 ... 186 Gambar 4.42 Gaya-gaya yang Bekerja pada Hubungan Balok-Kolom

(24)

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Tanah Lampiran 2. Gambar Kerja

(25)

BAB I - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan dalam jumlah banyak menyebabkan semakin sempitnya lahan yang dapat digunakan. Pembangunan gedung ke arah vertikal di kota-kota besar menjadi solusi masalah keterbatasan lahan. Suatu bangunan gedung yang berlantai banyak perlu direncanakan dengan tepat dan teliti agar memenuhi kriteria kekuatan (strength), kenyamanan (serviceability), keselamatan (safey), dan umur rencana bangunan (durability) (Hartono,1999).

Gempa bumi sering terjadi di wilayah Indonesia, baik yang bersifat tektonik maupun vulkanik menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit khususnya pada sarana dan prasarana maupun infrastruktur secara umum. Salah satu kerusakan yang sering terjadi adalah pada bangunan sarana pendidikan terutama gedung perkuliahan lantai tinggi. Bangkalan Madura menjadi lokasi berdirinya salah satu Universitas Negeri di Indonesia yaitu Universitas Trunojoyo.

Sebelum mendirikan bangunan, harus diketahui dahulu jenis tanah yang akan menentukan jenis pondasi yang dipilih untuk mentransfer beban ke lapisan yang lebih dalam untuk mencapai kedalaman tertentu sampai didapat jenis tanah yang mendukung daya beban struktur bangunan. Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain.

(26)

BAB I - 2 Rangka pemikul momen sekurang-kurangnya mampu menahan 25% dari gaya lateral total dan sisanya ditahan oleh dinding geser.

Bangunan tahan gempa merupakan bangunan yang mampu meredam energi gempa yang terjadi, melalui kombinasi gaya dalam bangunan yang dihasilkan dari komponen struktur dan non struktur bangunan. Syarat-syarat bangunan tahan gempa sebagai berikut : Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali ; Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural (dinding, plafon, penutup atap, dll), tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur ; Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat, bangunan tersebut dapat mengalami dua kondisi: bangunan tidak mengalami keruntuhan baik sebagian maupun keseluruhan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, bangunan boleh mengalami kerusakan, tetapi kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.

Dari latar belakang maka Tugas Akhir diambil dengan judul

“DESAIN GEDUNG KULIAH 21 LANTAI DI UNIVERSITAS

TRUNOJOYO BANGKALAN MADURA TAHUN 2016”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan dari gagasan-gagasan latar belakang, maka didapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

(27)

BAB I - 3 2. Bagaimana merencanakan dimensi komponen struktur atas dan bawah

secara praktis dengan Program ETABS v9.6.0 dan secara manual dengan bantuan Mathcad v.14?

3. Bagaimana merencanakan Rencana Anggaran Biaya dari bangunan gedung kuliah 21 lantai serta Rencana Kerja dan Syarat dari rencana gedung yang akan dibuat?

1.3. Batasan Masalah

Agar penulisan tugas akhir dapat terarah dan terencana, maka dibuat suatu batasan masalah sebagai berikut:

1. Struktur gedung yang ditinjau adalah Gedung Kuliah 21 lantai direncanakan tahan gempa dengan menggunakan Program ETABS v9.6.0.

2. Perancangan meliputi struktur bawah yaitu pondasi tiang pancang dan dan tie beam , serta struktur atas yaitu kolom, balok, plat lantai, shearwall, tangga serta hubungan balok-kolom menggunakan struktur beton bertulang yang ditinjau hanya satu titik saja.

3. Struktur dirancang dengan menggunakan Sistem Ganda yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Dinding Geser

4. Perancangan elemen struktur menggunakan analisis yang mengacu pada Persyaratan Beton Struktur untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2013

5. Analisis perencanaan ketahanan gempa mengacu pada Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2012.

6. Analisis pembebanan menggunakan beban mati, beban hidup, dan beban gempa sesuai dengan Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain SNI 1727:2015

(28)

BAB I - 4 8. Perhitungan pengecekan manual dimensi dan penulangan

menggunakan bantuan Program Mathcad v.14

1.4. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penyusunan Tugas Akhir adalah:

1. Merencanakan struktur gedung bertingkat berdasarkan SNI 03-1726-2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) dan SNI 03-2847-2013 (Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung).

2. Merencanakan dimensi komponen struktur atas dan struktur bawah dari output gaya-gaya dalam pada struktur secara praktis dengan Program ETABS versi 9.6.0 dan secara manual dengan bantuan Program Mathcad v.14

3. Merencanakan Rencana Anggaran Biaya yang dibutuhkan serta Rencana Kerja dan Syarat.

1.5. Sistematika Penyusunan Tugas Akhir

1. BAB I (Pendahuluan)

Berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat Tugas Akhir, serta sistematika penulisan.

(29)

BAB I - 5 Berisi uraian tentang teori-teori tanah, pondasi, gempa, beton, mutu baja, struktur atas, tie beam, Syarat bangunan tinggi, syarat bangunan tahan gempa, ETABS versi 9.6.0, MathCad versi 14.

3. BAB III (Metodologi Perencanaan)

Berisi mengenai langkah-langkah perncanaan struktur, aturan-aturan, dan rumus yang dipakai dalam perhitungan gedung tinggi meliputi perhitungan pondasi, tie beam, kolom, balok, plat lantai, shearwall, tangga serta hubungan balok-kolom.

4. BAB IV (Desain Struktur)

Berisi uraian perhitungan perencanaan gedung kuliah 21 lantai. Pemodelan Struktur gedung, perhitungan struktur yang didapat dari software ETABS versi 9.6.0 dan pengecekan manual dimensi struktur menggunakan sortware MathCAD versi 14, meliputi perhitungan pondasi, tie beam, kolom, balok, plat lantai, shearwall, tangga dan hubungan balok-kolom yang hanya ditinjau satu titik saja, perhitungan Rencana Anggaran Biaya desain struktur gedung serta Rencana Kerja dan Syarat.

5. BAB V (Penutup)

(30)
(31)

BAB III - 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

2.1.1 Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tersementasi satu sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1991:68)

Secara umum tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak kohesif adalah tanah yang berada dalam keadaan basah akibat gaya tarik permukaan di dalam air, contohnya adalah tanah berpasir. Tanah berkohesif adalah tanah apabila karakteristik fisis yang selalu terdapat pembasahan dan pengeringan yang menyusun butiran tanah bersatu sesamanya sehingga sesuatu gaya akan diperlakukan untuk memisahkan dalam keadaan kering, contohnya pada tanah lempung (Bowles, 1991:72)

Getaran yang disebabkan oleh gempa cenderung membesar pada tanah lunak dibandingkan pada tanah keras atau batuan. Proses penentuan klasifikasi tanah berdasarkan atas data tanah pada kedalaman hingga 30 m, karena menurut penelitian hanya lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman 30 m saja yang menentukan pembesaran gelombang gempa (Wangsadinata, 2006).

(32)

BAB III - 39 parameter tersebut, minimal harus dipenuhi 2 (dua), dimana data yang terbaik adalah Vs (shear wave velocity) dan data yang digunakan harus dimulai dari permukaan tanah, bukan dari bawah basement.

Tanah keras yang bergetar akibat gempa, getarannya cenderung mempunyai kandungan frekuensi tinggi. Getaran frekuensi tinggi tersebut akan mempunyai panjang gelombang yang relatif pendek. Menurut ilmu fisika bahwa kemampuan suatu material untuk menyerap energi akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Oleh karena itu gelombang frekuensi tinggi relatif lebih mudah diserap energinya oleh media yang dilalui oleh gelombang gempa. Dengan demikian pada tanah keras, intensitas gempa akan beratenuasi lebih cepat atau amplifikasi spektrum semakin besar pada tanah yang lunak.

Berikut merupakan klasifikasi jenis tanah menurut SNI 03-1726-2012

Tabel 2.1 Klasifikasi Kelas Tanah

Kelas situs ῡs (m/detik) N atau Nch Su (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SA (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan

batuan lunak) 350 sampai 750 >50 ≥100 SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 60 50 sampai 60

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :

(33)

BAB III - 40

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 kPa

CATATAN : N/A = tidak dapat dipakai

Jenis tanah di lokasi perencanaan yaitu tanah lunak yang didapat dari perhitungan data SPT dengan hasil nilai N kurang dari 15.

Tabel 2.2 Nilai SPT rata-rata dari titik BH2

(34)

BAB III - 41

2.2. Gempa

2.2.1 Definisi Gempa

Gempa bumi merupakan sebagian dari proses alam yang membentuk permukaan bumi dan terbentuknya gunung, bukit dan lembah-lembah. Gempa bumi yang sering terjadi adalah gempa tektonik yaitu terlepasnya energi pada kerak bumi yang dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menimbulkan arah gaya yang tidak beraturan.

Pada prinsipnya gempa bekerja sebanding dengan berat massa bangunan dan dapat dirumuskan dengan hukum newton F=m.a (m=massa bangunan ; a=percepatan yang dihasilkan). Sehingga semakin berat massa bangunan semakin besar gaya yang bekerja pada bangunan tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada konsep dasar perencanaan bangunan untuk dapat bertahan terhadap gaya gempa yang timbul.

2.2.2 Gaya Gempa

Gaya gempa yang bekerja pada elemen struktur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

2.2.2.1 Gaya vertikal yang berpengaruh terhadap elemen bangunan pedukung gaya normal, seperti kolom, jenis balok kantilever dan dinding pendukung.

(35)

BAB III - 42

2.2.3 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

2.2.3.1 Kategori Risiko Gempa

Untuk kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai dengan SNI 03-1726-2012 ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan bangunan yang ditunjukkan dengan Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa.

Jenis Pemanfaatan Kategori

Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara - Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung Apartemen/rimah susun - Pusat perbelanjaan/mall

- Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

- Gedung pertemuan - Stadion

- Fasilitas kesehatan yang memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

(36)

BAB III - 43 - Fasilitas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegaga;an, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, prosses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya,atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannyamelebihi nilai batas yab=ng diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, setta garasi kendaraan darurat lainya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

- Struktur tambahan (temasuk menara telekominikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk operasi pada saat keadaan darurat Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

(37)

BAB III - 44

2.2.3.2 Faktor Keutamaan Gempa

Tabel 2.4 Faktor keutamaan gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Dari tabel 2.4 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa, dengan jenis pemanfaatan bangunan sebagai gedung sekolah dan fasilitas pendidikan dengan kategori risiko IV maka faktor keutamaan gempa (Ie) yaitu 1,50 yang dapat dilihat dari tabel 2.4.

2.3. Beton

2.3.1 Definisi Beton

Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir dan angregat kasar, serta air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan (Winter, 1993).

(38)

BAB III - 45 campuran tersebut sejak saat ditempatkannya campuran tersebut dalam cetakan hingga mengeras sepenuhnya (Winter,1993)

Modulus Elastisitas beton yaitu perbandingan antara tegangan dan regangan. Nilai Modulus elastisitas dapat ditentukan secara empiris, yaitu dari nilai kuat tekan beton. Semakin besar kuat tekan beton, semakin besar pula nilai modulus elastisitasnya . hubungan modulus elastisitas terdapat kuat tekan beton menurut SNI 03-2847-2013 pasal 8.5.1 adalah sebagai berikut:

E = 4700√fc

Mutu Beton yang digunakan dalam perencanaan adalah fc:30 Mpa untuk struktur pondasi, balok, plat lantai, tangga, dan tie beam, fc:35 Mpa untuk struktur kolom dan shearwall.

2.4. Mutu Baja

Baja tulangan merupakan material berkekuatan tinggi, yang memiliki kekuatan tarik maupun tekan, kekuatan lelehnya kurang lebih sepuluh kali dari kekuatan tekan struktur beton yang umum, atau seratus kali dari kekuatan tariknya. (Winter,1993)

Baja Tulangan yang dipakai ada 2 jenis, yaitu 1. Baja Tulangan Polos (BJTP)

2. Baja Tulangan Ulir atau Deform (BJTD)

(39)

BAB III - 46 mempunyai tegangan leleh (fy) 400 Mpa dengan ukuran diameter ≥ 13 mm.

Salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap perilaku plastifikasi yang dihasilkan pada elemen struktur tahan gempa adalah kondisi permukaan baja tulangan yang digunakan. Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan struktur dapat memberi dampak yang negatif terhadap kinerja plastifikasi yang dihasilkan. Kuat lekatan baja tulangan polos pada beton, yang pada dasarnya hanya terdiri atas mekanisme adhesi dan friksi, diketahui hanyalah sekitar 10% kuat lekatan tulangan ulir. Selain itu, degradasi lekatan akibat beban bolak-balik disaat terjadi gempa pada tulangan polos sangatlah derastis dibandingkan dengan degradasi lekatan pada tulangan ulir. SNI 03-2847-2013 hanya mengijinkan penggunaan baja tulangan polos pada tulangan spiral. Sedangkan untuk penulangan lainnya, disyaratkan untuk menggunakan baja tulangan ulir.

2.5. Struktur Bawah

Komponen – komponen struktus bawah gedung antara lain:

2.5.1. Pondasi

2.5.1.1. Definisi Pondasi

(40)

BAB III - 47 Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain: (Hardiyatmo, 2011:76)

1) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas tanah lunak, ke pendukung yang kuat.

2) Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan tanah disekitarnya. 3) Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya

miring.

Pondasi sebagai struktur bawah tidak boleh gagal dari struktur atas. Desain detail kekuatan (strength) struktur bawah harus memenuhi persyaratan beban gempa rencana berdasarkan kombinasi beban untuk metode ultimit (Indarto,2013:58)

Analisis deformasi dan analisis lain seperti likuifaksi, rambatan gelombang, penurunan total dan diferensial, tekanan tanah lateral, deformasi tanah lateral, reduksi kuat geser, reduksi daya dukung akibat deformasi, reduksi daya dukung aksial dan lateral pondasi tiang pengapuran (flotation) struktur bawah tanah, dan lain-lain, dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan beban kerja (working stress) yang besarnya minimum sesuai dengan kombinasi beban untuk metode tegangan ijin (Indarto, 2013:76)

(41)

BAB III - 48 atau pengekangan oleh batu yang memenuhi syarat, tanah kohesif keras, tanah berbutir sangat padat, atau cara lainnya yang disetujui (Indarto,2013:76)

2.5.1.2.Tipe Pondasi

Penggunaan tipe pondasi dalam disesuaikan dengan besarnya beban, kondisi lingkungan, dan lapisan tanah. Klasifikasi tiang yang didasarkan pada metode pelaksanaan adalah sebagai berikut: Tiang pancang (driven pile), dipasang dengan cara membuat bahan berbentuk nulat atau bujur sangkar memanjang yang dicetak lebih dulu dan kemudian dipancang atau ditekan ke dalam tanah. (Hardiyatmo, 2011:77).

2.5.1.3. Kapasitas Dukung Tiang Pancang

Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang, ada bebarapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu kelompok, jarak tiang, susunan tiang dan efisiensi kelompok tiang. Kelompok tiang dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Kelompok tiang

(42)

BAB III - 49 Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang.

2.5.1.3.2. Jarak Tiang (S)

Jarak antar tiang pancang didalam kelompok tiang sangat mempengaruhi perhitungan kapasitas dukung dari kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang dipakai adalah menurut peraturan – peraturan bangunan pada daerah masing–masing. Menurut K. Basah Suryolelono (1994), pada prinsipnya jarak tiang (S) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak langsung biaya lebih murah. Tetapi bila pondasi memikul beban momen maka jarak tiang perlu diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen.

2.5.1.3.3. Susunan Tiang

Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah besar sehingga biaya konstruksi membengkak (K. Basah Suryolelono, 1994).

2.5.1.3.4. Efisiensi Kelompok Tiang

Efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.

b. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).

(43)

BAB III - 50 e. Macam tanah.

f. Waktu setelah pemasangan.

g. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah. h. Arah dari beban yang bekerja.

2.5.2. Tie Beam

Tie Beam merupakan konstruksi pengaku yang mengikat atau menghubungkan pondasi satu dengan pondasi yang lainnya. Fungsi dari Tie Beam adalah untuk mengurangi penurunan akibat pembebanan pada struktur, khususnya beban lateral akibat gempa bumi dan apabila terjadi penurunan, maka penurunanya pun seimbang/bersamaan.

2.6. Struktur Atas

Komponen – komponen struktus atas gedung antara lain:

2.6.1 Kolom

Kolom merupakan komponen yang memiliki peran penting dalam suatu bangunan. Fungsi kolom adalah penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup.

Menurut SNI 03-2847-2013, kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari bahan terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberikan rasio momen maksimum terhadap beban aksial harus juga ditinjau.

(44)

BAB III - 51 kolom interior dan eksterior serta dari pembebanan eksentris akibat penyebab lainnya (SNI 03-2847-2013)

2.6.2 Balok

Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menopang lantai di atasnya serta sebagai penyalur momen ke kolom – kolom yang menopangnya. Balok yang bertumpu langsung pada kolom disebut dengan balok induk, sedangkan yang bertumpu pada balok induk disebut balok anak. Tulangan rangkap pada perancangan balok pada umumnya ditujukan untuk meningkatkan daktilitas tampang, pengendalian defleksi jangka panjang akibat adanya rangkak dan susut. (McCormac,2003).

Berdasarkan jenis keruntuhannya ada beberapa keruntuhan yang terjadi pada balok diantaranya:

1. Penampang seimbang (balance)

Tulangan tarik beton mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batas dan akan hancur karena tekan. Pada saat awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diijinkan pada serat tepi yang tertekan adalah 0,003 sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu Ey = fy/Ec .

2. Penampang over reinforced

(45)

BAB III - 52 terjadi apabila tulangan yang digunakan lebih banyak dari yang diperlukan dalam keaadaan balance.

3. Penampang under reinforced

Keruntuhan terjadi ditandai dengan lelehnya tulangan baja. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi seimbang.

2.6.3 Plat Lantai

Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, jadi merupakan lantai tingkat. Plat lantai ini didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan.

Ketebalan plat lantai di tentukan oleh : a. Besar lendutan yang diijinkan.

b. Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung.

c. Bahan konstruksi dan plat lantai.

2.6.4 ShearWall

2.6.4.1. Definisi ShearWall

(46)

BAB III - 53 Pada umumnya dinding geser dikategorikan berdasarkan geometrinya, yaitu :

1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/l= 2, dimana desain dikontrol terhadap perilaku lentur,

2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw=2, dimana desain dikontrol terhadap perilaku lentur, 3. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling

yang terjadi akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding geser yang dihubungkan dengan balok-balok penghubung sebagai gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar dinding tersebut.

Dalam merencanakan dinding geser, perlu diperhatikan bahwa dinding geser yang berfungsi untuk menahan gaya lateral yang besar akibat beban gempa tidak boleh runtuh akibat gaya lateral, karena apabila dinding geser runtuh karena gaya lateral maka keseluruhan struktur bangunan akan runtuh karena tidak ada elemen struktur yang mampu menahan gaya lateral. Oleh karena itu, dinding geser harus didesain untuk mampu menahan gaya lateral yang mungkin terjadi akibat beban gempa, dimana berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 14.5.3.1, tebal minimum dinding geser (td) tidak boleh kurang dari 100 mm.

2.6.4.2. Sistem Dinding Geser

(47)

BAB III - 54 momen dan dinding geser merupakan suatu keadaan khusus, dimana dua struktur yang berbeda sifat dan perilakunya digabungkan sehingga diperoleh struktur yang lebih ekonomis. Kerja sama ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam sistem struktur berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.2.5.1, namun yang digunakan dalam perencanaan yaitu:

Sistem ganda yaitu sistem struktur yang merupakan gabungan dari sistem rangka pemikul momen dengan dinding geser atau bresing. Rangka pemikul momen sekurang-kurangnya mampu menahan 25% dari gaya lateral dan sisanya ditahan oleh dinding geser. Nilai koefisien modifikasi respons (R) yang direkomendasikan untuk sistem ganda dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) adalah 7.

2.7. Beban-beban pada Struktur Bangunan Bertingkat

Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya.

2.7.1 Beban Pokok yang Bekerja

Beban-beban pada struktur bangunan bertingkat, menurut arah bekerjanya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

2.7.1.1 Beban Vertikal (Gravitasi).

2.7.1.1.1 Beban mati (Dead Load).

(48)

BAB III - 55 Beban mati merupakan berat sendiri bangunan yang senantiasa bekerja sepanjang waktu selama bangunan tersebut ada atau sepanjang umur bangunan. Pada perhitungan berat sendiri ini, seorang analisis struktur tidak mungkin dapat menghitung secara tepat seluruh elemen yang ada dalam konstruksi, seperti berat plafond, pipa-pipa ducting, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam menghitung berat sendiri konstruksi ini dapat meleset sekitar 15 % - 20 %

2.7.1.1.2 Beban Hidup (Live Load).

Beban hidup adalah berat dari penghuni dan atau barang-barang yang dapat berpindah, yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Sedangkan pada atap, beban hidup termasuk air hujan yang menggenang.

2.7.1.2 Beban Horizontal (Lateral).

2.7.1.2.1 Beban Gempa (Earthquake).

Beban gempa adalah besarnya getaran yang terjadi di dalam struktur Pada dasarnya ada dua metode Analisa Perencanaan Gempa, yaitu :

a. Analisis Beban Statik Ekuivalen (Equivalent Static Load Analysis).

(49)

BAB III - 56 b. Analisis Dinamik (Dynamic Analysis).

Metode ini digunakan untuk bangunan dengan struktur yang tidak beraturan. Perhitungan gempa dengan analisis dinamik ini terdiri dari :

a) Analisa Ragam Spektrum Respons.

Analisa Ragam Spektrum Respons adalah suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu model dari matematik struktur diberlakukan suatu spektrum respons gempa rencana, dan ditentukan respons struktur terhadap gempa rencana tersebut.

b) Analisa Respons Riwayat Waktu.

Analisa Respons Riwayat Waktu adalah suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu model matematik dari struktur dikenakan riwayat waktu dari gempa-gempa hasil pencatatan atau gempa-gempa tiruan terhadap riwayat waktu dari respons struktur ditentukan.

2.7.2 Kombinasi Pembebanan

Struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban terfaktor dalam kobinasi berikut : (SNI 03-1726-2012)

(50)

BAB III - 57

2.8. ETABS v9.6.0

ETABS (Extended Three dimension Analysis of Building Systems) adalah program komputer yang digunakan untuk membantu dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi dengan konstruksi beton bertulang, baja, dan komposit. Program komputer ini dikembangkan oleh perusahaan CSI (Computers and Structures Inc) yaitu salah satu perusahaan software untuk perencanaan struktur.

2.9. MathCad v.14

MathCAD merupakan suatu software perhitungan matematika. MathCAD mempunyai kemampuan untuk menurunkan rumus yang masih dinyatakan dalam variabel dengan bantuan symbolic evaluation. Software ini dikembangkan oleh MathSoft.Inc. MathCAD berbeda dengan software perhitungan matematika lainnya, karena pengguna seolah-olah berhadapan dengan kertas-kertas buram dimana-mana, pengguna dapat menempatkan sembarang simbol matematis, operasi aritmetika, satuan sebuah besaran, serta memasukkan gambar ke dalam kalkulasi.

2.10. Syarat-syarat Umum Perencanaan Struktur Gedung

2.10.1 Syarat Stabilitas

Kestabilan memiliki arti bangunan tidak akan runtuh (collapse) jika mendapat pengaruh gaya-gaya dari luar. Setidaknya ada 3 cara yang bisa dilakukan untuk membuat struktur yang stabil:

(51)

BAB III - 58 Pemasangan pengaku, selain untuk membuat struktur stabil, dilakukan untuk membantu mencegah struktur mengalami deformasi yang besar pada arah horizontal. Pengaku banyak dipasang pada strukur yang terbuat dari kayu atau baja. Pada struktur bangunan tinggi (lebih dari 30 meter), pemasangan pengaku lebih sering dilakukan dibandingkan dengan struktur bangunan yang rendah dengan alasan struktur yang rendah masih sangat rigid (deformasinya kecil) dan tidak membutuhkan bantuan bracing.

b. Pembuatan bidang rangka yang kaku (diaphragm)

Bidang rangka kaku atau biasa disebut diaphragm adalah sistem di mana dinding atau pelat lantai dipasang sangat kaku pada rangka struktur. Hal ini menyebabkan sambungan (joint) tidak lagi berperilaku sebagai sendi, namun sambungan ini akan kaku dan berubah fungsi sebagai jepit.

c. Pemasangan sambungan yang kaku (rigid)

Jika pada sistem diaphragm memasang bidang yang akan mengubah perilaku sambungan, maka pada cara yang ketiga ini, sambungan secara langsung dipasang dengan kaku tanpa perlu bantuan dinding atau pelat. Biasanya sistem seperti ini bisa dilakukan pada sambungan las baja atau sambungan balok kolom pada beton bertulang.

(52)

BAB III - 59

2.10.2 Syarat Kekuatan

Syarat kekuatan ini mencakup seluruh elemen struktur baik plat, kolom, balok, dan shearwall. Cara mengeceknya pun sesuai dengan perilaku elemen-elemen tersebut. Misalnya kolom, cari terlebih dahulu diagram interaksi dan tentukan dimana titik Pu, Mu maksimum pada diagram interaksi tersebut, jika titik tersebut berada di luar dan di bawah keadaan balance, maka terjadi kegagalan tarik. Jika berada di luar sebelah atas keadaan balance maka terjadi kegagalan tekan. Sedangkan pada balok dan plat, di cek dengan mengukur kemampuan balok dengan ukuran dan tulangan terpasang kemudian bandingkan dengan momen yang terjadi. Bila momen kapasitas balok di atas momen yang terjadi di lapangan, baik itu tekan maupun tarik, maka balok dan pelat tersebut aman. Sedangkan pada shearwall, ada beberapa pakar yang mengasumsikan shearwall sebagai kolom pendek karena itu pengecekannya pun sama dengan kolom, yaitu dengan mencari diagram interaksi tersebut.

2.10.3 Syarat Daktilitas

Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2012, memberikan pengertian daktilitas dan faktor daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.

(53)

BAB III - 60

2.10.3.1 Elastik (Fully Elastic)

Elastik adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas sebesar 1,0.

2.10.3.2 Daktilitas Parsial

Daktilitas parsial adalah seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilias diantara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3

2.10.3.3 Daktilitas Penuh (Full Ductility)

Daktilitas penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3

2.10.4 Syarat Layak Pakai dalam keadaan Layan

2.10.4.1 Arti Lendutan

(54)

BAB III - 61

2.10.4.2 Kontrol Lendutan

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi lendutan adalah dengan meningkatkan ketebalan struktur. Spesifikasi beton bertulang biasanya membatasi lendutan dengan cara menentukan batas maksimum lendutan hasil perhitungan yang diizinkan.

Tabel 2.5 Perhitungan lendutan maksimum yang diizinkan

Jenis batang struktur Lendutan yang harus diperhitungkan

Batas lendutan Atap datar yang tidak menopang atau

menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak karena lendutan besar

Lendutan yang segera terjadi karena beban hidup L

L/180

Lantai yang tidak menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak karena lendutan besar

Lendutan yang segera terjadi karena beban hidup L

L/360

Konstruksi atap atau lantai yang menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang dapat rusak karena lendutan besar

Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah

L/480

Konstruksi atap atau lantai yang menopang atau menempel pada batang nonstruktural yang tidak akan rusak karena lendutan besar

L/240

2.10.4.3 Simpangan Bangunan dan Simpangan Antar Lantai

Suatu struktur harus memiliki kekakuan yang cukup sehingga pergerakkannya dapat dibatasi. Kekakuan struktur dapat diukur dari besarnya simpangan antar lantai (drift) bangunan, semakin kecil simpangan struktur maka bangunan tersebut akan semakin kaku

(55)

BAB III - 62 bahan itu sendiri dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan dan ukuran elemen tersebut. Dan modulus elastisitas berbanding lurus dengan kekuatan bahan, maka semakin kuat bahan maka bahan tersebut juga semakin kaku. Namun bahan yang terlalu kaku bisa menjadi getas (patah seketika).

SNI 03-1726-2012 pasal 7.12.1 dengan kategori resiko IV mensyaratkan simpangan antar lantai yang terjadi tidak boleh melampaui 0,015 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. SNI 03-1726-2012 menetapkan ini untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non struktural dan ketidaknyamanan penghuni. Hal ini diperlukan untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang akan membawa korban jiwa manusia (Purwono, 2005:77).

Gambar 2.2 Ilustrasi simpangan

2.10.4.4 Retakan

(56)

BAB III - 63 retak akan sangat dekat, dengan sebagian retak terjadi bersamaan sampai di atas tulangan, dan sebagian lagi tidak sampai ke tulangan. Retak ini akan lebih lebar di pertengahan balok daripada di bagian dasarnya (McCormac,2003:175)

Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau perpanjangan retak lentur. Kadang-kadang retak miring akan berkembang secara bebas pada balok meskipun tidak ada retak lentur pada daerah tersebut. Retak ini, yang disebut retak geser web, kadang-kadang terjadi pada web– web penampang prategang, terutama penampang dengan flens yang besar dan web yang tipis.

Retak puntir (tension crack), cukup mirip dengan retak geser terkecuali retak puntir ini melingkar di sekeliling balok. Jika sebuah batang beton tanpa tulangan menerima torsi murni, batang tersebut akan retak dan runtuh di sepanjang garis spiral 45º karena tarik diagonal yang disebabkan tegangan puntir. Meskipun tegangan puntir sangat mirip dengan tegangan geser, namun tegangan puntir terjadi di seluruh permukaan batang. Akibatnya, tegangan puntir ini menambah tegangan geser pada satu sisi dan mengurangi tegangan geser pada sisi yang lain.

Retak juga dapat terjadi pada beton akibat penyusutan, perubahan temperatur, penurunan, dan sebagainya.

2.10.4.5 Kontrol Retak Lentur

(57)

BAB III - 64 Meskipun retak tidak dapat dicegah, namun ukurannya dapat dibatasi dengan menyebar atau mendistribusikan tulangan. Dengan kata lain, retak akan lebih kecil dihasilkan jika beberapa tulangan kecil digunakan dengan jarak yang sedang ketimbang menggunakan lebih sedikit tulangan besar dengan jarak yang yang lebar. Praktek seperti ini biasanya akan menghasilkan kontrol retak yang memuaskan bahkan untuk baja mutu 60 atau 75. Acuan yang benar mengenai retak adalah jangan menggunakan tulangan lebih besar dari 9 in. (McCormac,2003:177)

Lebar retak maksimum yang dapat diterima bervariasi dari sekitar 0,004 sampai 0,016 in. Tergantung lokasi, jenis struktur, tekstur permukaan beton, iluminasi, dan faktor-faktor lain. Lebar retak yang lebih kecil mungkin diperlukan untuk batang yang terekspos dengan lingkungan yang sangat agresif, seperti larutan bahan kimia,dan percikan air asin (McCormac,2003:177)

2.10.5 Syarat Durabilitas

2.10.5.1 Kuat Tekan Minimum Beton

Kuat tekan beton (fc) sesuai pasal 21.1.4 SNI 2847-2013 untuk rangka momen khusus,dinding struktur khusus, dan semua komponen dinding struktur khusus termasuk balok kopel dan pier dinding tidak boleh kurang dari 20 Mpa. Kuat tekan beton 20 MPa atau lebih dipandang menjamin kualitas perilaku beton. Pemakaian beton ringan harus memenuhi syarat yang tercantum di pasal 21.4.3

(58)

BAB III - 65 Berdasarkan SNI 03-2847 2013 pasal 7.5.2.1 Toleransi untuk d dan untuk selimut beton minimum pada struktur lentur, dinding, dan komponen struktur tekan harus sebagai berikut:

Tabel 2.6 Tabel selimut beton

Kecuali bahwa ketentuan toleransi untuk jarak bersih ke sisi bawah (soffits) harus minus 6 mm. Sebagai tambahan, toleransi untuk selimut tidak boleh melampaui minus 1/3 beton yang disyaratkan.

Berdasarkan SNI 03 2847-2013 Tebal selimut beton untuk beton non-prategang tidak boleh kurang dari berikut:

a. Beton yang di cor selalu berhubungan dengan tanah : 75 mm b. Beton yang berhubungan dengan tanah dan cuaca:

Batang tulangan D-19 hingga D-57 : 50 mm

Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil : 40 mm

c. Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:

Slab, dinding, balok usuk:

Batang tulangan D-44 san D-57 : 40 mm

Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil : 20 mm Balok, Kolom:

Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral : 40 mm Komponen struktur cangkang, pelat lipat:

Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar : 20 mm

(59)

BAB III - 66

2.10.5.3 Jenis dan Kandungan Semen

Berdasarkan SNI 03 2847-2013, material semen harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:

a. Semen Portland: ASTM C150M

b. Semen hidrolis blended: ASTM C595M Kecuali tipe IS (≥70), yang tidak diperuntukan sebagai unsur pengikat utama beton struktural

c. Semen hidrolis ekspansif: ASTM C845 d. Semen hidrolis: ASTM C1157M

e. Abu terbang (fly ash) dan pozzolan alami: ASTM C618 f. Semen flag: ASTM C989

g. Silica fume: ASTM C1240

2.10.5.4 Tinjauan Korosi

(60)

BAB III - 67

2.10.6 Syarat Ketahanan terhadap Kebakaran

Dimana standar ini mensyaratkan tebal selimut beton untuk perlindungan terhadap kebakaran sebih besar dari tebal minimum selimut beton diatas, tebal yang lebih besar tersebut harus disyaratkan.

2.10.6.1 Dimensi minimum Elemen/Komponen Struktur

a. Pelat

Tinggi minimum pelat satu arah

Tabel 2.7 Tebal minimum pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung

Komponen

Struktur Tebal minimum h

Tertumpu

Komponen struktur tidak menumpu atau tidak berhubungan dengan partisi atau konstruksi lainnya

yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar

Pelat masif

satu arah l/20 l/24 l/28 l/10

Balok atau pelat rusuk

(61)

BAB III - 68 Luasan tulangan susut dan suhu harus menyediakan paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014:

a. Batang tulangan ulir mutu 280 atau 350, Asmin= 0,002 b h b. Batang tulangan ulir mutu 420, Asmin = 0,0018 b h c. Batang tulangan ulir mutu >420, Asmin =b h Spasi tulangan utama, dipilih nilai yang terkecil dari: a. s < 3 h ( h = tebal pelat )

b. s < 450 mm.

Spasi tulangan susut dan suhu, dipilih nilai yang terkecil dari: c. s < 5 h ( h = tebal pelat )

d. s < 450 mm.

b. Balok

Menentukan nilai h (pembulatan keatas kelipatan 50 mm) dengan: a. Tinggi balok minimum yang disyaratkan agar lendutan tidak

diperiksa.

b. Bila haktual < hmin balok, lendutan perlu diperiksa sesuai dengan

tabel 9.5(a) SNI 2847:2013.

c. bw > 0,3 h atau bw ≥ 250 mm (Pasal 21.5.1.3 SNI 2847:2013).

c. Kolom

Estimasi dimensi kolom ditentukan berdasarkan beban aksial yang bekerja diatas kolom tersebut. Beban yang bekerja meliputi beban mati dan hidup balok, pelat, serta berat dari lantai di atas kolom tersebut. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan sengkang berdasarkan pasal 10.3.6.2 SNI 2847:2013:

ФPn(max)= 0,8 Ф [ 0,85 f’ c (Ag– Ast) + fy Ast ]

(62)

BAB III - 69

2.10.7 Syarat Integritas

Dalam pendetailan tulangan dan sambungan, komponen struktur harus diikat secara efektif bersama untuk meningkatkan integritas struktur secara menyeluruh.

Persyaratan minimum untuk konstruksi cor di tempat:

a. Pada konstruksi balok usuk, paling sedikit terdapat satu batang tulangan bawah yang menerus atau harus disambung lewatan dengan sambungan lewatan tarik kelas B atau sambungan mekanis atau las yang memenuhi paling sedikit 1,25fy dan pada tumpuan tak menerus harus diangkur untuk mengembangkan fy pada muka tumpuan menggunakan kait standar yang memenuhi penyaluran kait satandar dalam kondisi tarik atau batang tulangan ulir berkepala

b. Balok sepanjang perimeter struktur harus memiliki tulangan menerus melebihi panjang bentang yang melalui daerah yang dibatasi oleh tulangan longitudinal

c. Tulangan menerus diperlukan pada poin (b) harus dilingkupi oleh tulangan transversal yang tidak perlu diteruskan melalui kolom d. Bilamana sambungan tulangan diperlukan poin (b) pada ujung

(63)

BAB III - 70

2.10.8 Syarat yang berhubungan dengan Pelaksanaan Konstruksi

(64)

BAB III - 71 ya

BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Diagram Alur Perencanaan

Alur Perencanaan Desain Gedung Kuliah 21 lantai dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alur Perencanaan Analisis Gempa

Perhitungan Praktis dengan ETABS versi 9.6.0 meliputi Plat, Balok, dan

Kolom

Gambar Kerja,RAB, RKS

tidak Mulai

Data Tanah berupa N-SPT, Kriteria desain, Penentuan kelas Gempa, Parameter input data,

pembebanan

Selesai

Pembuatan model struktur di software ETABS versi 9.6.0 dan menentukan balok

terlemah

Perhitungan manual dengan bantuan Mathcad versi 14 meliputi perhitungan

Pondasi Tiang Pancang, Plat lantai, Tangga, Balok, Kolom, tie beam, dan

(65)

BAB III - 72

3.2. Tahap Pengumpulan Data

3.2.1 Data Tanah

Pekerjaan Bor dan Tes SPT

Pada rencana lokasi perencanaan gedung kuliah 21 lantai, yang berlokasikan di Bangkalan Madura dapat dikemukakan sebagai berikut:

Pada data tanah BH-2

0.0 – 02.10 dengan jenis tanah Lempung (CH) 02.10 – 06.00 dengan jenis tanah Lempung (CL) 06.00 – 12.00 dengan jenis tanah Lanau

12.00 – 30.00 dengan jenis tanah lempung (CH)

3.2.2. Data Lokasi Perencanaan.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Kelas Tanah
Tabel 2.2 Nilai SPT rata-rata dari titik BH2
Tabel 2.3 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk
Gambar 3.2 Lokasi Perencanaan di Bangkalan Madura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi adalah merupakan suatu struktur pendukung utama dari struktur bangunan yang berfungsi meneruskan dan menyebarkan beban yang diterimanya dari struktur atas bangunan ke

Keberadaan pondasi tidak dapat dipisahkan dari struktur bangunan karena pondasi berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya atau beban yang bekerja pada struktur atas ke

Pondasi merupakan bagian struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah berfungsi untuk memikul bangunan diatasnya dan mendistribusikan beban tersebut

Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan (sub- structure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur

Pondasi adalah elemen bangunan yang berada dibawah permukaan tanah, sebagai konstruksi yang berfungsi memikul beban diatasnya dan meneruskan ke tanah

Pekerjaan struktur berfungsi untuk mendirikan struktur yang dapat meneruskan beban dari bangunan dan disebarkan ke tanah. Pekerjaan struktur merupakan pekerjaan struktur beton,

Pondasi merupakan bagian struktur yang berfungsi untuk meneruskan semua beban yang bekerja pada bangunan tanah dasara. Stabilitas suatu bangunan sangat tergantunag pada pondasi

Detail sloof Gambar Pondasi Pengertian Pondasi adalah bagian dari elemen bangunan yang berfungsi meletakkan dan meneruskan beban ke dasar tanah yang kuat mengimbangi dan