ABSTRACT
THE CONSUMPTION PATERN ANALYSIS OF BEEF BY HOUSEHOLD IN BANDAR LAMPUNG
By Joni Parulian
The study aims to know: (1) the pattern of consumption of beef, (2) factors that affect the demand of beef, (3) elasticity of the demand of beef. Location of the research conducted in the city of Bandar Lampung was determined on purpose, based on the class of Prasejahtera households to Sejahtera III +, namely upper class in the District Kemiling at Kemiling Permai Village, middle class in the District Kedaton at Labuhan Ratu Village and lower classes in the District of Southern Teluk Betung at Pesawahan Village. The sample in the study was 54 housewives. Data collection was carried out from October-November 2013. Data analysis included qualitative analysis using the tabulation, multiple linear regression and analysis of the elasticity of demand. The results showed as follows. (1) The greatest amount of beef demand in the period of July–September 2013 was 0.5-3 kg / for 3 month, pieces of beef that was being the most widely consumed was chuck of 43.61 kg / for 3 month, frequency of beef consumption as much as 1-3 times in the period of July to September 2013, and a total of 76.64% of households chose the traditional market to buy beef. (2) Factors affecting beef demand by households in the city of Bandar Lampung were chicken prices, level of education, income and place of purchase. (3) Cross elasticity between broiler chicken and domestic chickens was positive, it meant that beef was substitution stuff; and income elasticity of the demand of beef worth positive; so that beef was normal stuff.
ABSTRAK
ANALISIS POLA KONSUMSI DAGING SAPI OLEH RUMAHTANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh Joni Parulian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pola konsumsi daging sapi. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi, dan (3) elastisitas permintaan daging sapi. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung yang ditentukan secara sengaja, berdasarkan kelas rumahtangga prasejahtera sampai dengan sejahtera III+. Kecamatan Kemiling Kelurahan Kemiling Permai mewakili kelas atas, kelas menengah di Kecamatan Kedaton Kelurahan Labuhan Ratu dan kelas bawah di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kelurahan Pesawahan. Jumlah responden penelitian ini 54 ibu rumahtangga. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013. Analisis data menggunakan tabulasi, regresi linear berganda, dan analisis elastisitas permintaan. Penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut. (1) Jumlah terbesar konsumsi daging sapi dalam periode Juli-September rata-rata 0,5-3 kg/per 3 bulan, jenis potongan daging sapi yang paling banyak dikonsumsi adalah daging paha depan sebesar 43,61 kg/per 3 bulan, frekuensi konsumsi daging sapi sebanyak 1-3 kali dalam periode Juli-September, serta sebanyak 76,64% rumahtangga memilih pasar tradisional untuk membeli daging sapi. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh rumahtangga di Kota Bandar Lampung adalah harga ayam ras, harga ayam kampung, pendidikan, pendapatan dan tempat pembelian. (3) Elastisitas silang ayam ras dan ayam kampung bertanda positif sehingga ayam ras dan ayam kampung bersifat barang subtitusi terhadap daging sapi dan elastisitas pendapatan atas permintaan daging sapi bernilai positif sehingga daging sapi bersifat barang normal.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sekincau, Lampung Barat, pada tanggal 11 November 1990,
sebagai anak ke dua dari 5 bersaudara, pasangan M. Sinaga dan L. Br Marbun
Banjarnahor.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN I Sekincau Lampung Barat
tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 16 Bandar Lampung
pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAK BPK Penabur
Bandar Lampung tahun 2008, secara akademik penulis lulus lewat jalur ujian
Paket-C (setara SMA) di PKBM Al-Jauhar Bandar Lampung. Penulis diterima di
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian
Mandiri pada tahun 2008.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Rebang
Tinggi Kecamatan Banjit Kabupaten Way Kanan pada tahun 2012. Praktik Umum
pada tahun 2011 (PU) selama 30 hari dilakukan di PT. GGL Terbanggi Besar
Lampung Tengah. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen
mata kuliah Teknologi Informatika dan Multimedia (TIM), dan aktif dalam
organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(Himaseperta) periode 2009-2010, aktif dalam Persekutuan Oikumene Mahasiswa
SANWACANA
Puji syukur hormat pujian kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa yang telah
mencurahkan kasih karunia dan damai sejahtera sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Analisis Pola Konsumsi Daging Sapi
Oleh Rumahtangga di Kota Bandar Lampung”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Allah Bapa yang memberikan kekuatan, kesehatan rohani maupun jasmani
untuk dapat menyelesaikan skripsi.
2. Dr.Ir. Dyah Aring H.L, M.Si. selaku Dosen Pembimbing utama atas bimbingan,
saran, serta motivasi yang telah diberikan.
3. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si. selaku Dosen Pembimbing kedua atas bimbingan,
saran, serta motivasi yang telah diberikan.
4. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. selaku Dosen Pembahas atas saran, bahasan,
dan arahan yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
6. Dr.Ir. F. Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
pengajaran, dan pelayanan yang telah diberikan.
9. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak M. Sinaga dan Mama L. Marbun
Banjarnahor atas doa, kasih sayang, dukungan, baik moril maupun materiil,
serta kesabarannya yang senantiasa diberikan kepada penulis.
10. Teman-teman AGB 2008, AGB 2009, AGB 2010 yang telah memberikan
bantuan, saran, kritik dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat Altersingers : Mas Christian Astho Nugroho, Kak Ina Hotria Sitompul,
Theo. Teman sejawat : Febe, Toni, Merry, Patrick, Martha, Shari, Anggy,
Ruth, Ikha, Nico, Torang, Tofer, Rivan. Sahabat NHKBP TanKa :
Neilmansyah, Tiar, Selly, Ina, Judika, Rere, Choky, Jurec, Merry, Kak Juli,
M.R Sagala. Teman-teman BnF : Hendra Swarsof, Boy, Beber, Evan, Ardul,
Rully, Nelian NATW Seluruh jemaat GJKI Bethania dan HKBP TANKA atas
doa dan semangat yang diberikan.
12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini. Semoga Allah Bapa
senantiasa memberkati kalian selama ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 16 Oktober 2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 12
A. Tinjauan Pustaka ... 12
1. Daging Sapi ... 13
2. Pola Konsumsi Pangan ... 19
3. Perilaku Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 24
4. Permintaan dan Konsep Elastisitas ... 28
B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 34
C. Kerangka Pikir ... 38
D. Hipotesis ... 39
III. METODE PENELITIAN ... 41
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 41
B. Lokasi, Waktu, dan Responden ... 45
D. Metode Analisis Data ... 50
1. Analisis Konsumsi ... 50
2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Daging yang dikonsumsi ... 50
3. Analisis Elastisitas ... 56
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 57
A Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 57
B. Keadaan Ekonomi Secara Umum ... 61
C. Kelurahan Kemiling Permai Kecamatan Kemiling ... 65
C. Kelurahan Labuhan Ratu Kecamatan Kedaton ... 67
D. Kelurahan Pesawahan Kecamatan Teluk Betung Selatan ... 68
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A. Karakteristik Umum Responden ... 70
1. Umur ... 70
2. Pendidikan ... 71
3. Pekerjaan ... 72
4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga... 73
5. Jumlah Anggota Keluarga ... 75
B. Pola Konsumsi Daging Sapi Segar dan Produk Olahan ... 77
1. Jenis Potongan Daging Segar ... 77
2. Jumlah Daging Sapi ... 79
3. Tempat Pembelian ... 81
4. Frekuensi Pembelian Daging Sapi... 82
5. Jenis Masakan Olahan ... 83
6. Perilaku Konsumsi Daging Sapi ... 84
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Kota Bandar Lampung ... 87
D. Elastisitas Permintaan Daging Sapi ... 97
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Rata-rata konsumsi ikan, daging, dan telur per kapita sehari di
Indonesia (gram) tahun 2009-2012 ... 4
2.
Produksi daging sapi di kabupaten dan kota Provinsi Lampung
(kg) tahun 2010-2012 ... 5
3.
Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari
(gram) tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung ... 6
4.
Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari
(gram) menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan
(Rupiah) 2011di Provinsi Lampung ... 7
5.
Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2011 ... 9
6.
Komposisi daging sapi per 100 gram bahan yang dimakan ... 12
7.
Komposisi nutrisi daging sapi berdasarkan letak karkasnya ... 14
8.
Ciri-ciri dan karakteristik daging sapi berdasarkan golongan ... 16
9.
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
per-kecamatan di Kota Bandar Lampung tahun 2011 ... 59
10.
Bagian wilayah Kota Bandar Lampung berdasarkan fungsinya
(BWK) ... 60
11.
Daftar nama pasar tradisional di Kota Bandar Lampung ... 63
13.
Daftar trayek angkutan dalam kota yang beroperasi di Kota
Bandar Lampung ... 66
14.
Sebaran ibu rumahtangga menurut umur di Kota Bandar
Lampung ... 71
15.
Sebaran ibu rumahtangga menurut tingkat pendidikan di Kota
Bandar Lampung ... 66
16.
Sebaran ibu rumahtangga menurut pekerjaan di Kota Bandar
Lampung... 67
17.
Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan pendapatan rumahtangga
di Kota Bandar Lampung ... 68
18.
Sebaran ibu rumah tangga menurut jumlah anggota keluarga di
Kota Bandar Lampung ... 69
19.
Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan etnis di Kota Bandar
Lampung... 77
20.
Jenis dan jumlah potongan daging sapi segar berdasarkan kelas
sosial ekonomi ibu rumahtangga per Juli-September 2013 ... 78
21.
Jumlah daging sapi yang dikonsumsi rumahtangga per
Juli-September 2013 (Kg) ... 80
22.
Rata-rata dan jumlah pembelian daging sapi menurut kelas tiap
rumahtangga periode Juli-September 2013 ... 81
23.
Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan tempat pembelian dan
kelas sosial ekonomi per Juli-September 2013 ... 82
24.
Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan frekuensi pembelian
daging sapi dalam periode Juli-September 2013... 83
25.
Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan jenis masakan yang dipilih
di Kota Bandar Lampung ... 84
26.
Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan perilaku mengkonsumsi
daging sapi... 85
27.
Harga rata-rata daging sapi dan barang lainnya periode Bulan
28.
Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan daging sapi pada ibu rumahtangga di Kota Bandar
Lampung... 89
29.
Hasil pengujian multikolinieritas ... 92
30.
Hasil uji
White
dengan
Eviews
... 93
31.
Harga rata-rata daging sapi periode Juli-September ... 107
32.
Harga rata-rata ikan periode Juli-September ... 108
33.
Harga rata-rata ayam ras periode Juli-September ... 109
34.
Harga rata-rata telur ayam periode Juli-September ... 110
35.
Harga rata-rata ayam kampung periode Juli-September ... 111
36.
Hasil jawaban kuisioner pola konsumsi daging sapi ... 112
37.
Jenis masakan ... 113
38.
Jenis potongan daging sapi ... 114
39.
Variabel dalam regresi ... 115
40.
Pengeluaran pangan dan nonpangan rumahtangga di Kota Bandar
Lampung... 116
41.
Hasil Uji
White ...
117
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Bagian karkas sapi ... 13
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ... 21
3.
Kerangka pikir analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi daging sapi tingkat rumah tangga di Kota
Bandar Lampung ... 37
4.
Banyaknya pentahapan keluarga sejahtera di Kota
Bandar Lampung 2011. ... 45
5.
Kurva
Engel
antara pendapatan terhadap jumlah permitaan
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat
kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam
menilai keberhasilan pembangunan. Pola konsumsi suatu masyarakat
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut, terutama bidang
perekonomian yang mengakibatkan perbedaan pola konsumsi antar masyarakat
secara umum dan tingkat rumahtangga secara khusus. Perbedaan kuantitas dan
kualitas konsumsi antar rumahtangga dikarenakan berbedanya pendapatan,
jumlah tanggungan, jabatan, kebutuhan tiap-tiap rumahtangga.
Konsumsi rumahtangga yang besar sejalan dengan pendapatan tinggi terhadap
pemenuhan kebutuhan konsumsi tersebut, bila kebutuhan rumahtangga dalam hal
ini konsumsi tidak didukung dengan pendapatan , maka akan terjadi kemunduran
ekonomi dan penurunan konsumsi suatu rumahtangga. Tingkat pendapatan yang
tinggi mempengaruhi keragaman bahan pangani, semakin beragam susunannya
Persediaan bahan pangan akan mempengaruhi perubahan konsumsi yang
ditentukan oleh faktor demografi dan sosial ekonomi, ketersediaan yang sesuai
dengan permintaan akan membuat pilihan pangan yang utuh untuk masyarakat
atau rumah tangga dalam membeli dan mengkonsumsi. Faktor sosial ekonomi
akan menekan distribusi dari sentra produksi saat konsumsi menjadi budaya dan
secara ekonomi tingkat rumah tangga mampu untuk membeli (Suhardjo, 2003).
Rumahtangga secara alami akan memilih dan mengkonsumi jenis pangan sebagai
respon dari proses pemenuhan kebutuhan. Memilih dan mengkonsumsi jenis
pangan dengan melalui berbagai proses menentukan pilihan adalah kegiatan
individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan pangannya yang didasarkan
kepada faktor-faktor sosial dan budaya (Guthe dan Mead, 1945 dalam Sayuti dan
Efendi 2004).
Mengkonsumsi daging dan ikan dalam upaya mencukupi kebutuhan protein
hewani dalam tubuh manusia secara tidak langsung akan membentuk pola
konsumsi, oleh karena kegemaran atau sadar gizi. Kebiasaan mengkonsumsi
daging dapat terbentuk oleh gaya hidup yang berkaitan dengan pembentukan
kebiasaan makan. Beberapa faktor yang menyusun gaya hidup yang berkaitan
dengan pembentukaan kebiasaan makanan dan pola konsumsi adalah : (1)
Pendapatan, (2) Pendidikan Lingkungan hidup Perkotaan atau Perdesaan, (3)
Susunan keluarga, (4) Pekerjaan, (5) Suku Bangsa, (6) Kepercayaan dan Agama,
(7) Pengetahuan tentang kesehatan, (8) Pengetahuan akan Gizi, (9) Produksi
Menurut Harper dkk, (1986) proses pemenuhan kebutuhan protein hewani erat
kaitannya dengan pola konsumsi pangan, dimana pola konsumsi pangan adalah
upaya seseorang atau sekelompok manusia memilih makanan dan memakannya
sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial.
(Sayuti dan Efendi 2004 ).
Jenis dan jumlah pangan secara mikro dipengaruhi produksi, ketersediaan pangan
secara nasional dan domestik, ketersediaan pasar, alur distribusi yang memadai,
kesukaan, pendidikan, nilai sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat.
Secara riil pendapatan rumahtangga adalah salah satu faktor yang menentukan
konsumsi tiap-tiap rumahtangga. Bahan pangan yang akan dikonsumsi juga
dipengaruhi oleh harga, karena fluktuatif harga pangan yang terjadi akan
mempengaruhi perilaku konsumsi tiap-tiap rumahtangga, terutama masyarakat
miskin (Soekirno,1991 dalam Ariani 1993).
Masyarakat dalam hal ini rumahtangga memilih pangan terlebih dahulu
mempertimbangkan salah satu atau lebih diantara aspek berikut ini : aspek teknis,
aspek ekonomis, aspek gizi dan kesehatan, aspek sosial budaya, dan aspek
agama. Berbagai aspek tersebut bisa dikombinasi berdasarkan hal-hal yang
mendukung dan menjadi acuan dalam memilih pangan (Aritonang, 2000 dalam
Pencapaian konsumsi protein hewani secara nasional masih jauh dari standar
yang ditetapkan, untuk protein hewani perhari yaitu sebanyak 6,5 gram.
Rata-rata tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia hanya mencapai 4,7 gram/
orang/hari, sedangkan di Malaysia, Thailand dan Philipina rata-rata telah di atas
10 gram/orang/hari, sementara di negara maju seperti Jepang, Australia, dan New
Zealand konsumsi rata-rata telah mencapai di atas 20 gram/kapita/hari. (LIPI,
2004)
Tabel 1. Rata-rata konsumsi ikan, daging dan telur perkapita sehari di Indonesia
(gram) Tahun 2009-2012.
Komoditi
Tahun
2009 2010 2011 2012 Rata-rata
Ikan
7.28 7.63 8.02 8.12 7.76Daging
2.22 2.55 2.75 2.64 2.54Telur dan susu
2.96 3.27 3.25 3.22 3.17Jumlah
12.46 13.45 14.02 13.98 13.47Sumber : Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012.
Konsumsi protein hewani khususnya daging mengalami perubahan naik dan
turun tiap tahun. Jumlah konsumsi rata-rata protein hewani yang berasal dari
daging dalam 4 tahun sebanyak 2.54 gram dan jumlah rata-rata konsumsi protein
hewani untuk keseluruhan dalam 4 tahun terakhir sebanyak 13.47 gram perhari.
Konsumsi ini menunjukan rendahnya tingkat konsumsi terhadap daging
dengan jumlah 7.76 gram perhari serta telur dan susu sebanyak 3.17 gram
perhari.
Ketersediaan daging sapi secara umum tidak ada masalah, untuk semua daerah
kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Produksi daging sapi di Provinsi
Lampung secara terperinci dijelaskan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Produksi daging sapi per kabupaten dan kota di Provinsi Lampung
tahun 2010-2012
Kabupaten/Kota
Produksi Daging Sapi (kg)
2010
2011
2012*
1 Lampung Barat
488.240
505.118
519.851
2 Tanggamus
3.395.893
2.136.024
2.295.413
3 Lampung selatan
2.086.882
3.669.075
3.768.372
4 Lampung Timur
3.085.229
4.854.424
4.933.082
5 Lampung Tengah
14.308.935
7.269.114
7.344.845
6 Lampung Utara
4.496.636
5.963.237
6.088.062
7 Way Kanan
2.115.856
2.664.727
2.689.159
8 Tulang Bawang
1.351.345
1.197.837
1.227.973
9 Pesawaran
9.446.245
9.637.298
9.800.570
10 Pringsewu
2.086.575
3.889.536
3.971.935
11 Mesuji
2.426.877
4.014.983
4.086.853
12 Tulang Bawang Barat
811.866
1.443.856
1.455.539
13 Bandar Lampung
19.058.475 11.284.198 11.473.904
14 Metro
2.002.260
2.379.950
2.395.174
Jumlah
67.161.314 60.909.377 62.050.732
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kota Bandar Lampung memiliki produksi daging sapi tertinggi tahun
2010-2012, produksi mengalami penurunan pada tahun 2011 disebabkan oleh berbagai
Konsumsi akan protein hewani khususnya daging di perkotaan dan perdesaan
berbeda, dan untuk Provinsi Lampung masih tergolong rendah, Besaran
konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung dapat di lihat di Tabel. 3
Tabel 3. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu perkapita sehari (gram)
tahun 2010- 2011 di Provinsi Lampung.
Jenis Makanan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
2010 2011 2010 2011 2010 2011
1 Ikan 6.88 6.88 6.58 6.44 6.66 6.56
2 Daging 2.76 2.71 1.74 2.00 2.01 2.18
3 Telur dan Susu 3.84 4.29 2.48 2.68 2.84 3.10 Jumlah 13.48 13.88 10.8 11.12 11.51 11.48
Sumber : Badan Pusat Statistik 2012
Konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung pada tahun 2010-2011 untuk
wilayah perkotaan dan perdesaan mengalami perbuhan naik turun untuk kategori
ikan, daging, telur dan susu. Berdasarakan Tabel.3 konsumsi daging pada
perkotaan mengalami penurunan sebanyak 0.05 gram, sedangkan di perdesaan
konsumsi daging mengalami kenaikan sebanyak 0.26 gram. Penurunan yang
dialami tidak begitu besar sehingga diasumsikan masyarakat mengubah kuantitas
konsumsi daging dengan bahan pangan subtitusi lainnya. Dengan berbagai
faktor masyarakat Lampung akan memutuskan untuk memilih dan
mengkonsumsi bahan pangan protein hewani berupa daging khususnya daging
Kemampuan membeli daging akan dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran yang
dialokasikan terhadap bahan pangan. Rata-rata konsumsi pangan hewani
berdasarkan golongan pengeluaran yang digunakan untuk membeli jenis pangan
protein hewani dijelaskan pada Tabel.4 terhadap ikan, daging, telur dan susu.
Tabel 4. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari (gram)
menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan (Rupiah) tahun 2011
di Provinsi Lampung
Golongan Pengeluaran perKapita Sebulan (Rp, 000)
Jenis
<100 100
150
200
300
500
750
1000
Rata-rata
Perkapita
-
-
-
-
-
-
-
100
149
199
299
499
749
999
>1000
1
Ikan
3.48
1.8
3.2 4.77
6.95
8.6
8.75
9.32
5.85875
2Daging
-
-
0.11 0.72
1.55
4.02
5.64
5.96
2.25
3Telur dan
Susu
-
0.31 1.06 1.74
2.99
4.34
5.52
6.51
2.80875
Jumlah
3.48 2.11 4.37 7.23 11.49 16.96 19.91
21.79
10.9175
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011
Pengeluaran tiap-tiap rumah tangga diasumsikan dipengaruhi oleh pendapatan
dan banyaknya kebutuhan, banyaknya kebutuhan akan mempengaruhi besarnya
pengeluaran. Berdasarkan Tabel.4 dijelaskan bahwa masyarakat di Provinsi
Lampung akan mengkonsumsi daging bila pengeluaran diatas Rp 150.000.
Pengeluaran tiap-tiap rumahtangga terhadap daging juga dipengaruhi oleh
ketersedian daging itu sendiri. Ketersediaan daging sapi pada kwartal pertama
tahun 2013 mengalami mengalami penurunan. Pasokan daging sapi yang
tersedia secara ideal seharusnya 300 kg per hari, namun di lapangan hanya
2013). Penurunan pasokan daging mengakibatkan kenaikan harga dasar daging
segar di pasaran.
Bandar Lampung sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung merupakan pusat kegiatan
bisnis dan aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk sekitar 881.801 jiwa pada
Sensus Penduduk tahun 2010 ( BPS, 2012). Keadaan ekonomi dan taraf hidup
yang lebih beragam dibandingkan kabupaten dan kota lainnya, menjadikan Kota
Bandar Lampung sangat memadai untuk dikaji atau dipelajari dalam mejawab
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi daging sapi. Selain
ekonomi, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan informasi yang begitu
cepat, diduga masyarakat Kota Bandar Lampung akan memiliki lebih banyak
faktor yang mempengaruhi dalam menkonsumsi daging sapi.
Berdasarkan capaian Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar
Lampung tahun 2013, konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung pada
tahun 2009 sebesar 1,2 kg/perkapita, tahun 2010 sebesar 1.06 kg/perkapita, tahun
2011 sebesar 1,45 kg/perkapita dan pada tahun 2012 sebesar 1.66 kg/kapita. Kota
Bandar Lampung mengalami konsumsi daging sapi tertinggi pada tahun 2012.
Kota Bandar Lampung memiliki 13 kecamatan sebagai infrastruktur jalannya
pemerintahan di Kota Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik mendata jumlah
penduduk di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2011 (jiwa).
No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
1
Teluk Betung Barat
60,041
2
Teluk Betung Selatan
93,156
3
Panjang
64,194
4
Tanjung Karang Timur
90,295
5
Teluk Betung Utara
63,342
6
Tanjung Karang Pusat
73,169
7
Tanjung Karang Barat
64,439
8
Kemiling
72,248
9
Kedaton
89,273
10
Rajabasa
43,727
11
Tanjung Seneng
41,672
12
Sukarame
71,530
13
Sukabumi
64,288
Jumlah
881.801
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Secara statistik penduduk terbanyak berada di Kecamatan Teluk Betung
Selatan, yaitu sebanyak 93.156 jiwa, dan penduduk yang paling sedikit di Kota
Bandar Lampung berada di Kecamatan Tanjung Seneng yaitu sebanyak 41.672
B.
Perumusan Masalah
Ketersediaan daging sapi di Kota Bandar Lampung secara umum tidak ada
masalah, namun tingkat konsumsi yang masih rendah secara garis besar
dipengaruhi oleh harga sapi yang relatif mahal. Daging sapi segar menjadi
alternatif yang paling baik dibanding daging sapi olahan, secara tidak langsung
berhubungan dengan tingkat pendidikan dan Informasi gizi yang berkembang di
masyarakat secara umum dan ibu rumahtangga secara khusus. Besaran konsumsi
yang dilakukan merupakan respon dari pendidikan gizi dan kemampuan untuk
membeli masyarakat guna mengkonsumsi dalam jenis, frekuensi, jumlah dan
tempat dimana daging sapi diperoleh.
Pola konsumsi adalah kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi dalam jenis,
frekuensi, jumlah dan tempat dimana daging sapi diperoleh. Pola konsumsi yang
akan di teliti adalah pola konsumsi daging sapi pada rumahtangga yang ada di
Kota Bandar Lampung. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging
sapi dan elastisitas permintaan daging sapi. Oleh karena itu, penelitian ini
mempunyai batasan permasalahan untuk mengetahui :
1)
Bagaimana pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada
rumahtangga di Kota Bandar Lampung ?
2)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada
3)
Bagaimana elastisitas permintaan untuk daging sapi pada rumahtangga di
Kota Bandar Lampung ?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian
ini bertujuan :
1)
Menganalisis pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada
rumahtangga di Kota Bandar Lampung
2)
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada
rumahtangga di Kota Bandar Lampung
3)
Mengetahui elastisitas permintaan daging sapi pada rumahtangga di Kota
Bandar Lampung
D.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1)
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan informasi sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam
menentukan kebijakan harga khususnya harga daging sapi bagi ibu
rumahtangga
2)
Peniliti lain, sebagai referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pola
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Daging Sapi
Daging adalah sekumpulan sejumlah otot yang melekat pada tulang atau
kerangkanya. Biasanya daging berasal dari hewan ternak yang sudah
disembelih, istilah daging berbeda dengan karkas, daging adalah bagian yang
tidak mengandung tulang sedangkan karkas adalah daging-daging yang
belum dipisahkan dari tulang kerangka. Daging sapi merupakan salah satu
sumber bahan pangan protein hewani, mengandung unsur gizi yang cukup
tinggi berupa protein dan energi.
Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19 % protein, 5%lemak, 70% air, 3,5 % zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al.
1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) dalam Suhairi (2007) terdiri
atas 75% air, 18% protein, 3,5 % lemak dan 3,5% zat-zat non protein, 9 %
lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukan yang
akan menurunkan presentasi air dan protein serta meningkatkan presentase
Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi.
Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein
sarkoplasam adalah protein larut air karena pada umumnya dapat diekstrak
oleh air dan larutan garam encer. Protein myofibril terdiri atas aktin dan
myosin, serta jumlah sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan
ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat
merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas kalogen, elastin, dan
retikulin (Muchtadi dan Sugiono 1992 dalam Suhairi 2007). Komposisi 100
gram daging sapi dan jumlah kandungan didalamnya akan dijelaskan dalam
Tabel. 6
Tabel 6. Komposisi daging sapi per 100 gram bahan yang dapat dimakan.
Komposisi Kandungan
Kalori (Kal) 207
Protein(gram) 18,8
Air (gram) 66
Lemak (gram) 14,0
Kalsium (mg/gram) 11,0
Fosfor (mg/gram) 170
Besi (mg/gram) 3,0
Vitamin A (µg/gram) 30
Vitamin B (µg/gram) 0,08
Sumber : Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI, 2012
Air merupakan senyawa yang paling berlimpah sistem kehidupan dan
mencakup 70 % atau lebih dari bobot tubuh. Menurut Winanrno (1997),
bahwa kadar air yang dimiliki oleh semua bahan bangan berbeda-beda.
Kebutuhan protein bagi manusia digolongkan berdasarkan umur. Rata-rata
sedangkan rata-rata kebutuhan orang dewasa yang berumur 10-60 tahun
membutuhkan 49 gr per-orang per-hari.
Gambar 1. Bagian karkas sapi
Sumber : Badan Informasi Pertanian DKI Jakarta 1993
Keterangan :
1. Daging punuk (blade) 2. Daging paha depan (chuck) 3. Daging lemusir (cub roll) 4. Has luar (sirloin)
5. Has dalam (fillet)
6. Penutup + tanjung (top slide + rump) 7. Pendasar + gandik (Silver side) 8. Daging kelapa (inside)
Tiap-tiap bagian karkas memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda
sehingga harga dari tiap-tiap bagian akan berbeda-beda karkas, dapat
diklasifikasikan berdasarkan nutrisi, dan tekstur daging. Daging sapi
merupakan bagian dari karkas sapi, secara garis besar kasrkas sapi dibagi
menjadi 6 kelompok daging utama. Berikut di jelaskan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi nutirisi daging sapi berdasarkan letak karkasnya
Jenis Potongan
Komposisi Nutrisi Daging
Protein (%)
Air (%)
Lemak
(%)
Abu
(%)
Kalsium
(mg/100g)
Fosfor
(mg/100g)
Chuck 18,6 65 16 0,9 11 167
Flank 19,9 61 18 0,9 12 186
Loin 16,7 57 25 0,8 10 182
Rib 17,4 59 23 0,8 10 149
Roun 19,5 69 11 1,0 11 180
Rump 16,2 55 28 0,8 9 131
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting menjaga tubuh
manusia. Selain itu lemak juga merupakan sumber energy yang lebih efektif
dibanding dengan karbonhidrat dan protein. Satu gram lemak atau minya
dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. (Winarno, 1997)
Menurut Winarno (1997), tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium
daripada mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau
sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium. Kebutuhan tubuh akan kalsium atau
Berdasarkan Standar Perdagangan (SP) 144-1982 dalam BIP DKI Jakarta
(1993) yang ditetapkan Departemen Perdagangan Indonesia, penggolongan
daging sapi menurut kelasnya adalah sebagai berikut :
Golongan (kelas) I, meliputi daging bagian
1. Has dalam (fillet) 2. Tanjung (rump) 3. Has luar (sirloin) 4. Lemusir (cube roll)
- Kelapa (inside) - Penutup
- Pendasar + gandik (silver side)
Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian
1. Paha depan
- Sengkel (shank)
- Daging paha depan (chuck) 2. Daging iga (rib meat) 3. Daging punuk (blade)
Golongan (kelas) III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I
dan golongan II, yaitu :
1. Samsan (flank)
2. Shandung lamur (brisket) 3. Daging bagian lainnya
Penggolongan daging sapi secara visual memiliki karakteristik yang tidak
jauh berbeda. Tabel.8 akan menjelaskan karakteristik visual dari daging sapi
Tabel 8. Ciri-ciri dan karakteristik daging sapi berdasarkan golongan.
Karakteristik Ciri-ciri
Golongan I Golongan II Golongan III Warna merah khas
daging segar
merah khas daging segar
merah khas daging segar
Bau khas daging
segar
khas daging segar
khas daging segar
Penampakan kekenyalan
kering kenyal lembab kurang kenyal
basah lembek
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010
Produk-produk olahan yang berasal dari daging sapi banyak tersebar, yaitu
berupa baso, abon, cornet, dan sosis. Macam-macam produk olahan ini telah
mengalami perubahan dan penambahan dari bentuk aslinya yaitu daging sapi.
(Wikipedia. 2013).
Tubuh sangat membutuhkan protein, karena protein berfungsi menyediakan
bahan-bahan yang penting dimana bahan-bahan yang tersedia dari protein
dapat memelihara jaringan tubuh. Protein bekerja sebagai pengatur
kelangsungan proses didalam tubuh serta memberikan tenaga bila
korbonhidrat dan lemak tak mampu mencukupi kebutuhan.
Protein sebagai zat pembangun, yaitu merupakan bahan pembangun jaringan
baru. Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf kehidupan
mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang bertumbuh, juga pada masa
hamil dan menyusui pada wanita dewasa, kondisi masa penyembuhan,
demikian juga untuk orang yang lanjut usia. Tubuh yang menerima cukup
makanan bergizi akan mempunyai simpanan-simpanan protein untuk
menu seimbang atau mencukupi kebutuhan tubuh berlanjut terus, maka
gejala-gejala kurang protein akan timbul.
Protein sebagai pengatur, yaitu pemeliharaan serta pengaturan proses-proses
yang berlangsung di dalam tubuh. Hormon yang mengatur proses pencernaan
dalam tubuh adalah terdiri dari protein. Protein membantu mengatur keluar
masuknya cairan, nutrient (zat gizi) dan metabolit dari jaringan masuk ke
saluran darah. Protein sebagai bahan bakar, karena protein mengandung unsur
karbon. Protein menyediakan energy bagi kelangsungan aktifitas tubuh,
protein akan dibakar sebagai sumber energi (Suhardjo dan Kusharto, 1992).
Kebutuhan protein dalam tubuh sangatlah penting, karena protein adalah
sumber energi dalam tubuh serta sumber kalori yang relatif sangat mahal
dibandingkan dengan karbonhidrat dan lemak. Sebanyak 4 kkalori energi
dapat dihasilkan dari 1 gram protein. Protein dibagi menjadi dua yaitu
protein nabati dan protein hewani. Protein nabati dapat dihasilkan dari
kacang-kacangan dan protein hewani didapat dari bahan makanan berupa
daging, ikan , telur dan organ hewan.
Kebutuhan protein dalam tubuh sangatlah penting, karena protein adalah
sumber energi dalam tubuh serta sumber kalori yang relatif sangat mahal
dibandingkan dengan karbonhidrat dan lemak. Sebanyak 4 kkalori energi
dapat dihasilkan dari 1 gram protein. Protein dibagi menjadi dua yaitu
protein nabati dan protein hewani. Protein nabati dapat dihasilkan dari
kacang-kacangan dan protein hewani didapat dari bahan makanan berupa
Pada umunya bahan makanan yang menghasilkan protein nabati mengandung
asam amino yang kurang lengkap, sedangkan protein hewani mengandung
asam amino yang lengkap. Apabila bahan makanan terdiri dari berbagai
macam, maka kekurangan salah satu asam amino dalam suatu bahan makanan
akan ditutupi oleh kelebihan asam amino yang sama dari bahan makanan
lainnya (Indriani, 2007).
Protein berdasarkan asam amino pembentuknya, dikelompokkan manjadi
protein sempurna, protein tidak sempurna, dan protein kurang sempurna.
Kasein pada susu, albumin pada telur merupakan protein sempurna.
Berdasarkan sumber pangannya, protein dibedakan atas protein hewani dan
protein nabati. Protein hewani banyak terdapat pada daging, telur, ikan dan
susu yang merupakan protein sempurna berasal dari sumber pangan protein
hewani (Tejasari, 2005).
2. Pola Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal
maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan atau untuk
memperolah zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah
untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut
Harper et al (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat
konsumsi (Sediaoetama, 1996), lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan, sedangkan
kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan
pangan. Untuk mencapai gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas
harus terpenuhi.
Pola pangan adalah suatu kegiatan mengkonsumsi pangan yang dilakukan
sebagai bentuk respon dari pengaruh fisiologis, psikhologis, sosial dan
budaya. Pola pangan indentik sama dengan pola makan dan kebiasaan
pangan. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam pangan dan hasil
olahannya yang dimakan dengan berpola dan bersiklus oleh orang dan
dicerminkan dalam jumlah, jenis, dan sumber bahan makanan (Harper dkk,
1986).
Pola konsumsi pangan yang dinilai secara kualitatif secara garis besar
meliputi jenis, jumlah, frekuensi yang dimakan. Pangan dalam aspek
kebutuhan hidup seseorang menjadi sangat penting dalam mempertahankan
hidup, dan pangan menjadi kebutuhan pokok yang wajib untuk dipenuhi.
Berbeda dengan kebutuhan hidup lainnya, kebutuhan pangan harus terpenuhi
secara cukup. Terpenuhi secara cukup ialah terpenuhi sesuai kebutuhan dan
taraf yang kurang akan menimbulkan masalah gizi dan penyakit (Suhardjo,
1989).
Rumahtangga merupakan naungan didalam proses pola konsumsi pangan.
BPS mendefinisikan rumahtangga sebagai seorang atau kelompok orang yang
mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus, dan
biasanya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur. Rumahtangga
yang umumnya didiami oleh bapak, ibui, anak disebut rumahtangga biasa.
Kepala rumah tangga adalah seorang seseorang atau sekelompok anggota
rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan sehari-hari atau
konsumsi rumahtangga atau orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab.
Anggota rumahtangga adalah orang yang umumnya mendiami rumahtangga
(BPS, 2008). Rumahtangga merupakan akumulasi dari berbagai keputusan
yang lahir dari berbagai aspek yang mempengaruhi rumahtangga dalam
menkonsumsi.
Seseorang akan mengkonsumsi suatu pangan karena di sebabkan dengan dua
faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam dirinya (intrinsik) dan faktor yang
berasal dari luar dirinya (ekstinsik). Faktor sosial dan budaya masuk kedalam
faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik meliputi hal-hal yang berasal dari
Menurut Indriani (2007), pola konsumsi yang dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Faktor dari luar (ekstrinsik)
a. Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan yang beragam akan cenderung menstimulan orang
dalam melakukan pilihan pangan. Ketersedian mencakup jumlah, jenis dan
waktu dalam penyediaan bahan pangan, sangat erat kaitannya dengan sektor
penyediaan dan jalur distribus. Jarak dari kumpulan produsen menuju areal
konsumen. Kondisi jalan dan fasilitas transportasi yang memadai.
Ketersediaan juga dipengaruhi oleh bahan pangan itu sendiri, apakah
diproduksi sendiri dalam hal ini ikan telur daging dan susu untuk kajian
protein hewani, apaka di impor, hal ini akan berdampak pada harga
komoditas atau bahan pangan di konsumen.
b. Pola sosial dan budaya
Pola sosial budaya yang berkembang dari adat istiadat setempat dapat
mempengaruhi cara makan seseorang. Pola sosial merupakan suatu tatanan
(pola) mengenai kehidupan masyarakat. Adapun kata budaya mengandung
arti pikiran, yang merupakan hasil budi manusia. Sehingga menurut Suhardjo
(1989), budaya merupakan cara hidup manusia, yang mengajarkan bagaimana
orang bertingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dasar biologisnya.
Budaya membentuk cara makan seseorang dalam hal : (1) apa yang
(3) siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas
anggota tertentu dalam pola pembagian pangan, (4) hubungan antara besarnya
keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi, (5)
larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan, (6) kapan
seorang boleh atau tidak memakannya, (7) apa saja yang dianggap tabu.
Pada kenyataan budaya dapat mengkaji sesuatu yang dianggap tabu dan
berimbas pada keputusan untuk tidak memakannya.
2. Faktor dari dalam (instrinsik)
Dalam memilih berbagai pangan untuk dikonsumsi, apabila memungkinkan
secara pribadi seseorang akan memilih pangan yang sudah dikenal dan
disukai. Dengan istilah kesukaan, seseorang akan emberi nilai berbeda untuk
merespon pangan tersebut. Perkembangan mental dan pengetahuan
seseorang yang di pengaruhi sosial dan budaya, akan mencoba memilih diluar
dari apa yang sudah dibentuk didalam budaya keluarga seperti warna, bentuk,
dan komposisi pangan.
Di samping, reaksi indra perasa terhadap makanan sangat berbeda dari
tiap-tiap orang. Faktor dari dalam juga mencakup pengetahuan gizi dan status
kesehatan yang didapat dan dipahami, dengan taraf pengetahuan akan gizi
yang baik akan memperngaruhi keputusan dalam mengkonsumsi sebuah
bahan pangan.
Menurut Suhardjo (1989) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pola
keperluan rumah tangga, (2) pengeluaran untuk keperluan rumah tangga, dan (3)
pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan.
3. Perilaku Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
A. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi konsumen yang ingin
merubah perilakunya. Kepentingan khusus tersebut meliputi pemasaran,
pendidikan, dan perlindungan konsumen serta kebijakan umum. Pemasar
harus mengkaji apa yang menjadi sasaran pelanggan, maka tugas pemasar
adalah memahami perilaku konsumen (Kotler, 2000).
Menurut Engel et’al (1994), perilaku konsumen adalah respon langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan
tersebut. Tindakan membeli dilihat dari pilihan konsumen terhadap merek,
jumlah produk, tempat, dan frekuensi pembelian.
Menurut Robert East dalam Hady (2008), secara garis besar keputusan
konsumen dalam membeli beragam, maka jenis-jenis konsumsi dapat
digolongkan menjadi pembelian penting, konsum rutin, konsumsi karena
terpaksa dan konsumsi group.
a). Pembelian penting, jenis konsumsi biasanya hanya terjadi sekali saja
dalam pengambilan keputusan karena kurangnya pengalaman sebagai
dasar pembuatan keputusan.
b). Konsumsi rutin, pembelian yang dilakukan secara berulang, yaitu jika
seseorang yang berbelanja ke pasar dan membeli kembali produk yang
sama pada saat kunjungan terkahir di pasar tersebut.
c). Konsumsi karena terpaksa, jenis konsumsi yang dilakukan konsumen
karena tidak ada pilihan selain membeli dan mengkonsumsi.
d). Konsumsi grup, jenis konsumsi yang dilakukan secara individual dan
secara berkelompok.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (2000)
adalah pengaruh internal dan pengaruh eksternal dari konsumen yang
[image:39.612.135.518.407.626.2]melakukan pembelian.
Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Sumber : Kotler. (2000)
Budaya
• Kultur • Subkultur • Kelas
sosial
• Etnis
Sosial
• Kelompok
acuan
• Keluarga • Peran dan
status
• Pemasaran
Pribadi
• Usia • Pekerjaan
• Keadaan
ekonomi
• Gaya Hidup • Kepribadian
Psikologi
• Motivasi • Presepsi
• Pengetahuan • Keyakinan
dan Pendirian
Eksternal Internal
(1) Faktor Ekternal
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan perilaku yang paling mendasar.
Menurut Engel at’al (1994) budaya mengacu pada serangkaian nilai, gagasan, sikap dan simbol lain sebagai media komunikasi, membuat tafsiran dan
mengevaluasi sebagian anggota masyrakat.
Menurut Stanton, (1996) dalam Hady, (2008) menjelaskan kultur atau
kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh
manusia sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam
bermasyarakat. Etnis adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup dengan
budaya dari leluhurnya yang merupakan batasan-batasan spiritual, bercocok
tanam, serta hidup bermasyarakat. Kelas sosial adalah pembagian
masyarakat yang relative homogen dan permanen, yang tersususn secara
hirarki dan memiliki anggota dengan nilai-nilai, minat, dan perilaku yang
sama. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga
indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Kelas sosial
dapat dicirikan dengan berbeda dalam busana, cara berbicara, preferensi
rekreasi dan lain-lain (Kotler, 2000).
b. Sosial
Kelompok acuan adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung
terhadap atau tidak langsung terhadap sikap yang tercipta atau keputusan
terhadap pemakaian barang. Keluarga adalah organisasi pembelian
objek penelitian yang ekstentif. Anggota keluarga merupakan kelompok
acuan primer yang paling berpengaruh. Pemasaran adalah suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai.
(2). Faktor Internal.
a. Pribadi
Keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi yang menyangkut
usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta
kepribadian dan konsep diri pembeli. Kepribadian sangat melekat terhadap
unsure pembentuk respon tiap manusia, dan kepribadian tuap-tiap orang
berbeda. Kepribadian menunjukkan karakteristik psikologis yang berbeda
dari seseorang yang menyebabkan tanggapan konsisten dan relatif lama untuk
berubah dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Secara garis besar
kepribadian dijelaskan dengan cirri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri,
dominasi, otonomi, kemampuan beradaptasi.
b. Psikologi
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri yang menjadi dasar untuk bertindak
dan memutuskan. Sesuatu kebutuhan akan dipilih berdasarkan motivasi
apabila hal itu didorong dari dalam diri hingga mencapai tingkat intensitas
yang memadai. Presepsi adalah proses bagaimana seorang individu memilih,
mendapatkan gambaran yang memiliki arti, dengan kata lain pemahaman
terhadap produk yang akan dibeli. Pengetahuan dapat merubah perilaku yang
timbul dari pengalaman sebelumnya. Pembelajaran yang menghasilkan
pengetahuan berawal dari petunjuk, tanggapan respon dan informasi yang
dimiliki. Keyakinan merupakan suatu gagasan deskriptif yang dianut oleh
seseorang tentang sesuatu. Pendirian menggambarkan penilain kognitif yang
baik maupun tidak baik, perasaan emosional, kecendrungan berbuat yang
bertahan selama waktu tertentu terhadap beberapa objek atau gagasan.
4. Permintaan dan Konsep Elastisitas
a. Permintaan
Teori dasar yang digunakan adalah teori permintaan yang menyatakan bahwa
suatu rumahtangga atau individu sebagai konsumen akan selalu berusaha untuk
memperoleh kepuasan maksimum dari barang yang dikonsumsinya. Kepuasan
maksimum dimaksudkan sebagai nilai daya guna yang diberikan oleh barang
yang dikonsumsi. Namun demikian untuk mencapai kepuasan maksimum,
konsumen dibatasi oleh pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan
berbagai barang yang dibutuhkannya. Hal ini berarti bahwa ada pengalokasian
pendapatan yang optimum oleh konsumen untuk memperoleh sejumlah barang
yang memberikan daya guna (utilitas) maksimum.
Menurut Lipsey dkk., (1995), beberapa variabel yang mempengaruhi jumlah
barang yang diminta adalah harga komoditi/barang itu sendiri, harga komoditi
lain, pendapatan, rata-rata penghasilan rumah tangga (distribusi pendapatan),
Secara matematis variabel-variabel tersebut dapat dibentuk dalam suatu fungsi
berikut :
Qdx = f (Px, Py, I, T, N) ……….(1)
Keterangan :
Qdx = jumlah barang x yang diminta Px = harga barang x
Py = harga barang y I = pendapatan T = selera N = populasi
Perubahan faktor-faktor diatas akan mempengaruhi kurva permintaan. Kurva
permintaan menggambarkan hubungan fungsional antara harga dan jumlah yang
diminta. Perubahan harga barang itu sendiri akan menyebabkan perpindahan
sepanjang kurva permintaan, dengan demikian kuantitas yang diminta akan
menurun. Oleh karena itu, perubahan pendapatan, perubahan harga barang lain,
perubahan selera, perubahan populasi akan menggeser seluruh kurva permintaan
kearah kiri atau kearah kanan (Lipsey dkk., 1995).
Dalam menganalisis suatu fungsi permintaan harus dibedakan antara
permintaan dan jumlah komoditas yang diminta. Permintaan menggambarkan
keadaan keseluruhan daripada hubungan diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan jumlah komoditas yang diminta. Oleh karena itu,
jumlah komoditas yang diminta menggambarkan banyaknya jumlah komoditas
yang diminta pada suatu tingkat harga tertentu.
Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat atas suatu barang ditentukan
oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah (1)
erat denganbarang tersebut, (3) pendapatan rumah tangga dan pendapatan
rata-rata masyarakat, (4) corak ditribusi pendapatan dalam masyarakat, (5) cita rasa
masyarakat, (5) jumlah penduduk, (6) ramalan mengenai keadaan mendatang
(Sukirno, 2003).
b. Konsep Elastisitas
Menurut Sukirno (2003), elastisitas adalah kepekaan komoditas yang diminta
terhadap salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan. Elastisitas
permintaan adalah suatu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai
dimana responsif perubahan harga terhadap perubahan permintaan.
Menurut Lipsey dkk., (1995), elastisitas permintaan cenderung dipengaruhi
oleh perubahan harga, sehingga sering disebut elastisitas harga. Perubahan
jumlah barang yang diminta dpat dipengaruhi oleh perubahan harga barang itu
sendiri, dapat diukur dengan elastisitas harga.
Ukuran kuantitatif yang menyebabkan besar kecilnya pengaruh perubahan
harga atau faktor-faktor lain diluar perubahan harga yang mengakibatkan
perubahan permintaan disebut elastisitas. Dengan mengetahui bagaimana
harga dan julmah komoditas yang diperjualbelikan berubah (Sugiarto,2000)
Elastisitas permintaan dibedakan menjadi tiga konsep yaitu (a) elastisitas
(a). Elastisitas harga
Dalam menganalisis akibat perubahan harga keatas perubahan jumlah barang
yang diminta adalah penghitungan koefesien elastisitas permintaan atau Ed.
Koefisien tersebut adalah angka penunjuk yang menggambarkan seberapa
besarkah perubahan jumlah barang yang diminta bila dibandingkan dengan
tingkat perubahan harga.
Secara matematis koefesien elastisitas permintaan terhadap harga (Ed)
menggunakan rumus :
Ed Persentasi perubahan jumlah barang yang diminta Persentasi perubahan harga
Ed
……….. (2)Ed ∆Q
Q ∆P
P
Ed ∆Q Q X
P ∆P
Bila angka elastisitas permintaan (Ed) lebih kecil dari pada satu (Ed<1), maka
permintaan dikatakan inelastis. Inelastis menunjukkan bahwa presentasi
perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentasi perubahan harga.
Menurut Sukirno (2004), hal ini desebabkan karena harga dan jumlah barang
yang diminta mengalami perubahan kearah berbalikan dan merupakan kondisi
Bila angka elastisitas permintaan (Ed) lebih besar dari pada satu (Ed>1), maka
permintaan dikatakan elastis. Bila angka elastisitas permintaan sama dengan
satu (Ed=1), maka permintaan dikatakan elastis uniter. Elastis uniter adalah
presentase perubahan sama antara perubah harga dan jumlah barang yang
diminta. Semakin peka jumlah yang diminta terhadap perubahan harga, maka
semakin besar angka elastisitas permintaannya (Lipsey dkk., 1995).
(b). Elastisitas permintaan silang
Menurut Sukirno (2003), elastisitas permintaan silang adalah koefesien yang
menunjukkan sampai di mana besarnya perubahan permintaan ke atas sesuatu
barang apabila terjadi perubahan keatas hargabarang lain atau dengan ringkas
disebut elastisitas silang. Secara matematis koefesien elastisitas silang (Ec)
menggunakan rumus :
Ec Persentasi perubahan jumlah barang Y yang diminta Persentasi perubahan harga barang X
Ec
X1 X X Y1 Y
Y
… … … "3$
Ec ∆X
X ∆Y
Y
Ed ∆X X X
Y ∆Y
Bila angka elastisitas silang positif (Ec>1) maka barang A dan B adalah
subtitusi, karena peningkatan harga barang B akan membuat jumlah barang A
barang A dan B adalah komplementer, karena harga barang B akan mebuat
barang A yang diminta menurun (Lipsey, 1995).
(c). Elastisitas permintaan pendapatan
Elastisitas permintaan pendapatan atau diringkas dengan elastisitas pendapatan
adalah koefisien yang menunjukkan seberapa besar perubahan permintaan
keatas suatu barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli atau
konsumen. Secara matematis koefesien elastisitas pendapatan (Ei)
menggunakan rumus :
Ei Persentasi perubahan jumlah barang yang diminta Persentasi perubahan pendapatan
Ei
% %
%
& &
&
………(4)
Ec ∆X
X ∆i
i
Ed ∆X X X
i ∆i
Bila angka elastisitas pendapatan kurang dari satu (Ei<1), maka disebut tidak
elastis,artinya apabila perubahanpendapatan menimbulkan perubahan yang
kecil saja keatas jumlah yang diminta (barang inferior). Bila angka elastisitas
pendapatan adalah sama dengan nol (Ei=0), maka terjadi kenaikan pendapatan
yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah barang yang diminta (barang netral).
Elastis pendapatan dikatakan elastis jika angka koefisien elastisitas pendapatan
lebih dari satu (Ei>1), hal ini terjadi apabila perubahan pendapatan
menimbulkan pertambahan permintaan yang lebih besar daripada perubahan
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Metode Analisis Hasil
1 Arianto (2011) Pola Makan Mie Instan Strukturalisme Levi-
Strauss
1. Nilai-nilai pada mahasiswa yang mengolah dan mengkonsumsi mie istan adalah: kreatif, sosial, ekonomi, dan bersih.
2. Mahasiswa percaya bila makan mie instan dapat menghindari resiko kegemukan maupun
kolesterol
3. Terdapat enam variasi pola makan mie instan menurut waktu serta tiga variasi pola makan mie instan menurut kualitas hari.
2 Burhanuddin dan
Atmakusuma (2002)
Analisis Preferensi dan Pola Konsumsi Kerbau Pada Konsumen Rumahtangga di Kabupaten Pandeglang
Regresi Linier Berganda
1. Tingkat kesukaan masyarakat diPandeglang dalam mengkonsumsi daging kerbau selain masih sangat dipengaruhi adat-istiadat.
2. Jumlah permintaan daging kerbau dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga dan tidak dipengaruhi oleh harga daging kerbau, harga daging ayam dan jumlah anggota keluarga.
3 Kahar (2010) Analisis Pola Konsumsi Daerah Perkotaan dan Perdesaan Serta Keterkaitannya Dengan
Karakteristik Sosial Ekonomi Di Provinsi Banten
Almost Ideal Demand System
1. Didaerah perkotaan konsumsi telur, daging, susu cenderung lebih tinggi, dan berpengaruh
terhadapa karakteristik sosial ekonomi.
4 Laily dan Zaini (2006)
Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Untuk Makanan Berprotein dengan Menggunakan Regresi Tobit
Regresi Tobit 1. Pengeluaran konsumsi untuk makanan berprotein secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah
anggota keluarga, proporsi pengeluaran pangan dan pegeluarn pangan.
2. Pengeluaran konsumsi untuk makanan berprotein di daereah perdesaan dipengaruhi secara
signifikan oleh jumlah anggota keluarga, umur kepala rumahtangga dan proporsi pengeluaran pangan. Sedangankan untuk perkotaan
dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota rumahtangga, proporsi pengeluaran dan pengeluaran perbulan perkapita.
5 Purba (2004) Analisis Perubahan Pola Konsumsi Daging di Indonesia
LA/AIDS (Almost Ideal Demand System)
1. Tingkat partisipasi dan konsumsi daging lebih besar di daerah perkotaan dari pada di perdesaan. Tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi daging menurun saat krisis dan kembali meningkat pasca krisis.
2. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka tingkat konsumsi daging semakin tinggi.
6 Sayekti (2008) Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia
Deskriptif dan Kualitatif
berdasarkan Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional
Jadi penelitian ini layak untuk dilanjutkan berdasarkan penelitian yang sudah
ada, tempat yang mempegaruhi harga untuk tiap-tiap potongan daging sapi
akan membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Keragamanan taraf hidup di Kota Bandar Lampung, serta ruang lingkup yang
lebih kecil dalam skala Kota Bandar Lampung membuat penelitian ini
menjadi lebh memprioritaskan kajian yang berkembang di dalam masyarakat
C. Kerangka Pikir
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak memerlukan waktu yang
lama, tergantung pada jenis daging dan harga yang berlaku. Gaya hidup yang
sadar akan nilai gizi menjadi acuan untuk masyarakat mulai meningkatkan
konsumsi terhadap daging sapi sebagai sumber protein hewani.
Masing-masing rumahtangg akan berbeda-beda dalam mengkonsumsi daging sapi
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Daging sapi merupakan sumber bahan pangan hewani, mengandung unsur gizi
yang cukup tinggi berupa protein dan energi. Peran serta ibu rumahtangga
sangat erat dalam mengkonsumsi daging sapi. Daging sapi menjadi pilihan yang
baik jika pendidikan dan informasi yang dimiliki ibu rumahtangga juga sangat
baik, hal ini menjadi pertimbangan ketika diperhadapkan dengan produk-produk
daging sapi olahan.
Penelitian ini menganalisis konsumsi rumahtangga terhadap daging sapi, mulai
dari jenis, jumlah, frekuensi dan tempat pembelian. Selain pola konsumsi,
penelitian ini juga menganalisis permintaan daging sapi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, faktor-faktor tersebut terdiri faktor internal dan eksternal. Faktor
eksternal adalah harga daging sapi, harga barang lain yang merupakan barang
subtitusi dari barang tersebut, tempat membeli dan ketersediaan pasokan. Faktor
eksternal ini merupakan atribut-atribut yang akan dianalisis untuk mengetahui
preferensi dan tanggapan konsumen terhadap daging sapi. Dari preferensi dan
tanggapan konsumen akan diketahui bagaimana sikap konsumen terhadap produk
dan atribut-atribut tersebut. Sedangkan faktor internal yaitu tingkat pendapatan,
mempengaruhi keputusan mengkonsumsi dari lini internal didalam rumahtangga.
Besar kecilnya pembelian akan dipengaruhi oleh daya beli konsumen.
Kemampuan membeli merupakan indikator dari tingkat sosial ekonomi sesorang
yang diukur dari besarnya pengeluaran terhadap barang dan jasa , karena
besarnya pengeluaran erat hubunganya dengan pendapatan. Kerangka
pemikiran tersebut di atas dapat disusun melalui paradigma penelitian pada
Gambar 3.
D. Hipotesis
Dari uraian yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Diduga permintaan daging sapi dipengaruhi oleh harga daging sapi itu
sendiri, harga bahan pangan lain (harga daging ayam ras, harga daging
ayam buras, harga daging kambing, harga telur ayam, harga ikan), jumlah
anggota rumahtangga, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu rumah
Keterangan :
[image:54.612.94.559.110.596.2]= Dianalisis
Gambar 3. Kerangka pikir analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung.
KONSUMEN RUMAHTANGGA
Kelas menengah
Kelas bawah
Informasi gizi Gaya hidup
Peran serta ibu rumahtangga Kelas atas
Pola Konsumsi
1. Jumlah konsumsi daging sapi
2. Frekuensi membeli dan mengkonsumsi
3. Tempat pembelian
4. Jenis potongan daging
5. Produk olahan daging sapi
Elastisitas permintaan
1. Elastistas harga
2. Elastistas pendapatan
3. Elastisitas silang
Internal
1. Pendapatan
2. Jumlah
anggota keluarga
3. Pendidikan
ibu rumah tangga
4. Etnis
Eksternal
1. Harga daging
sapi
2. Harga daging
ayam ras
3. Harga daging
ayam kampung
4. Harga telur
ayam
5. Harga ikan
6. Tempat membeli
III. METODE PENILITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsumen rumahtangga adalah responden yang diwakili oleh ibu
rumahtangga sebagai pengambil keputusan untuk membeli daging sapi
segar guna memenuhi kebutuhan dirinya sendiri atau anggota keluarga.
Responden dalam penilitian ini adalah ibu rumah tangga yang berperan
dalam mengatur konsumsi di dalam keluarga.
Daging sapi adalah sekumpulan otot yang melekat pada tulang atau
kerangkanya. Daging berasal dari sapi yang sudah disembelih. Istilah
daging berbeda dengan karkas. Daging adalah bagian yang tidak
mengandung tulang sedangkan karkas adalah daging-daging yang belum
dipisahkan dari tulang kerangka. Pengukuran daging sapi dihitung melalui
rata-rata pembelian berat selama 3 bulan dan menggunakan satuan Kg.
Pola konsumsi adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih
makanan dan memakannya. Jenis pangan yang diteliti pada penelitian ini
adalah daging sapi. Diasumsikan bahwa daging sapi yang telah dibeli oleh
konsumen rumahtangga adalah daging sapi yang akan dikonsumsinya,
konsumsi daging sapi yang dimaksud pada penelitian adalah kebiasaan
dalam memilih jenis potongan karkas beserta alasannya, tempat pembelian,
frekuensi pembelian, jumlah pembelian, dan jenis produk olahannya.
Jenis daging sapi adalah potongan bagian-bagian karkas sapi yang dijual di
pasar tradisional maupun supermarket, yaitu paha depan daging, tetelan, has
dalam, iga, paha depan sengkel, daging punuk, samsan, dan has luar.
Tempat membeli adalah tempat ibu rumahtangga mendapatkan daging sapi,
yaitu di supermarket dan di pasar tradisional. Tempat pembelian
merupakan variabel Dummy, untuk supermarket D = 0 dan untuk pasar
tradisional D = 1.
Frekuensi pembelian adalah intensitas pembelian daging sapi oleh
rumahtangga dalam jangka waktu 3 bulan. Pengukuran menggunakan kali
(jumlah frekuensi pembelian).
Permintaan daging sapi adalah jumlah daging sapi yang diminta oleh
rumahtangga untuk dikonsumsi. Pengukuran permintaan daging sapi
dihitung berdasarkan rata-rata permintaan selama 3 bulan dan menggunakan
satuan berat Kg.
Jenis produk olahan adalah macam-macam makanan olahan yang dimasak
oleh ibu rumahtangga dengan menggunakan bahan daging sapi. Jenis
produk olahannya diantara