• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER (MONETARY BASE TARGETING FRAMEWORK 2002:01-2005:06 DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK 2005:07-2013:06) TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER (MONETARY BASE TARGETING FRAMEWORK 2002:01-2005:06 DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK 2005:07-2013:06) TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE EFFECT OF MONETARY POLICY (MONETARY BASE TARGETINGFRAMEWORK 2002:01-2005:06 AND INFLATION TARGETING FRAMEWORK 2005:07-2013:06) FOR INVESTMENT IN

INDONESIA

By

MONICA CAESAR KARTIKA SARI

This study uses two periode of research which are monetary base targeting

framework and inflation targeting framework. Monetary base targeting framework with operational target is to controled based money and inflation targeting

framework with operational target is to controled BI Rate.

This study is used to know comparison effect of monetary policy on monetary base targeting framework period 2002:01-2005:06 and monetary policy on inflation targeting framework period 2005:07-2013:06 to investment in Indonesia. This study uses Ordinary Least Square analysis.

The result shows that in monetary base targeting framework period base money has positive effect to investement, rate of investment credit and inflation has negative effect to investement in Indonesia. Then in inflation targeting framework period BI Rate, rateof investment credit, and inflation has negative effect to investement in Indonesia. Looking from R-squared on both of that period it shows that R-squared on inflation targeting framework period is bigger than in monetary base targeting framework period.

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER (MONETARY BASE TARGETINGFRAMEWORK 2002:01-2005:06 DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK 2005:07-2013:06) TERHADAP INVESTASI DI

INDONESIA

Oleh

MONICA CAESAR KARTIKA SARI

Pada penelitian ini menggunakan dua periode yauitu periode Monetary Base Targeting Framework dengan sasaran operasional uang primer dan Inflation Targeting Frameworkdengan sasaran operasional BI Rate.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan kebijakan moneter Monetary Base Targeting Framework 2002:01-2005:06 dan kebijakan moneter Inflation Targeting Framework 2005:07-2013:06 terhadap investasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis Ordinary Least Square.

Hasil analisis menggunakan menunjukkan bahwa pada Periode Monetary Base Targeting Framework, uang primer berpengaruh positif terhadap investasi, suku buga kredit investasi, dan inflasi berpengaruh negatif terhadap investasi di Indonesia. Pada kebijakan moneter Periode Inflation Targeting Framework, BI

Rate, suku bunga kredit investasi, dan inflasi berpengaruh negatif terhadap investasi di Indonesia. Dari R-squared kedua periode, terlihat bahwa R-squared

Periode Inflation Targeting Framework lebih besar dibandingkan Periode

Monetary Base Targeting Framework.

(3)
(4)

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER (MONETARY BASE TARGETINGFRAMEWORK 2002:01-2005:06 DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK 2005:07-2013:06) TERHADAP INVESTASI DI

INDONESIA

(Skripsi)

Oleh

MONICA CAESAR KARTIKA SARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 13 September 1992, sebagai

anak tunggal dari buah hati pasangan Bapak Nurhayadi dan Ibu Masita.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak “SATYA DHARMA

SUDJANA” PT GMP, Lampung Tengah pada tahun 1996 dan tamat pada tahun

1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1

Gunung Madu Plantations yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) “SATYA

DHARMA SUDJANA” PT GMP, Lampung Tengah dan tamat pada tahun 2007.

Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung

melalui jalur PKAB pada jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada Januari

2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Surabaya Udik,

Kecamatan Sukadana, Lampung Timur selama 40 hari. Dan pada Juni 2013,

penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Badan Kebijakan Fiskal

(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 13 September 1992, sebagai

anak tunggal dari buah hati pasangan Bapak Nurhayadi dan Ibu Masita.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak “SATYA DHARMA

SUDJANA” PT GMP, Lampung Tengah pada tahun 1996 dan tamat pada tahun

1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1

Gunung Madu Plantations yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) “SATYA

DHARMA SUDJANA” PT GMP, Lampung Tengah dan tamat pada tahun 2007.

Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung

melalui jalur PKAB pada jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada Januari

2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Surabaya Udik,

Kecamatan Sukadana, Lampung Timur selama 40 hari. Dan pada Juni 2013,

penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Badan Kebijakan Fiskal

(10)

Puji syukur kepada Allah SWT, sebagai rasa syukur atas ridho serta karunia-Nya

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Alhamdulillahirobil alamin

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

Untuk Kedua orangtuaku, terimakasih atas doa serta nasehat yang terus diberikan

tanpa mengenal waktu demi kesuksesan dan kebahagiaanku, Untuk kasih sayang

yang tak tergantikan dari tiap hembusan nafasmu yang telah berlalu bersama

waktu dan tidak akan pernah bisa tergantikan sampai kapan pun.

Dosen-dosen serta sahabat-sahabat terbaikku yang turut memberikan arahan,

dukungan, serta doa yang menambahkan semangat atas selesainya skripsi ini.

Almamater tercinta jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan

(11)

MOTO

“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

(QS. Al-An’am 6:162)

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.”

(QS. Al Mu’minun 23:62)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh 94:5&6)

“Ada saatnya menangis dan bersedih, ada saatnya tersenyum dan tertawa, karena Allah menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.”

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter (Monetary Base

Targeting Framework 2002:01-2005:06 dan Inflation Targeting Framework

2005:07-2013-06) Terhadap Investasi Di Indonesia”sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan;

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya;

4. Bapak Thomas Andrian, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, nasehat, saran dan kritik dalam

(13)

6. Bapak Asrian Hendi Caya, S.E.,M.Si., selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu

dan pelajaran dengan baik.

8. Bapak dan Ibuku tercinta yang tidak pernah lelah untuk mendoakan,

memberikan semangat dan motivasi, serta kesabaran untuk terciptanya

keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa memberikan

kesehatan kepada Bapak dan Ibu tercinta.

9. Terimakasih kepada seluruh keluarga besarku atas doa dan dukungannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Ibu Mardiana, Ibu Yati, dan Pakde Heriyanto, terima kasih telah membantu

proses kelancaran skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat terbaikku: Tut Wuri Handayani, Shinta Riana Anggraini,

Destarini Kurnia Chairani, Dina Ariyanti, danSusanti. Terimakasih untuk

segalanya. Semoga kita sukses semua, amiiin.

12. Teman satu bimbingan Tetik Puji Lestari, Chair Runnisa, Reni Mardiani Putri

yang sudah memberikan semangat dan berjuang bersama – sama selama

bimbingan. Terimakasih banyak.

13. Teman-teman satu angkatan Ekonomi Pembangunan 2010. Lutfida

Siwinastiti, Sonia Anggun, Dania Hellin, Diah Asri, Enni Sumarni, Erika

Marsella, Desy Ratna Sari (Echy), Devy Septy, A Citra Varika, Army,

Latifa, Mustika, Yulandhita, Siti Nurul, Devi Meilina,Danny Chandra,

(14)

14. Keluarga „KKN Surabaya Udik‟ Kecamatan Sukadana, Lampung Timur:

Almira, Rizka Purwasih, Mbak Dwi Jayanti, Indah, Angga Sukowardana,

Erik Chandra, Abi Hussein, Faizal Arbianto, dan Dani Prayoga. Terimakasih

untuk semua pengalaman dan pelajaran hidupnya.

15. Sahabat-sahabatku: Eka Mala Sari dan Arini Nur Hidayati. Terimakasih

selalu membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

16. Teman-teman kosan: Dewi Kartika, dan Mbak Siswati. Terimakasih atas doa

dan dukungannya.

17. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga

skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 29 Agustus 2014

Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

2. Penargetan Besaran Moneter (Monetary Base Targeting) ... ... 25

3. Penargetan Sasaran Inflasi (Inflation Targeting Framework) .... ... 26

(16)

2. Model Regresi... ... 56

2.1Model Regresi Periode Monetary Base Targeting Framework... 57

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ringkasan Penelitian “The Real Effect Of Monetary Policy In

China: An Empirical Analysis” ... ... 50

2. Ringkasan Penelitian “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta” ... 50

3. Ringkasan Penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Dalam Negeri Di Indonesia Periode Tahun 1988 - 2009” ... 51

4. Ringkasan Penelitian “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Dalam Negeri di Jawa Tengah Tahun 1980-2002” ... 51

5. Deskripsi Data ... 52

6. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey Fuller pada Ordo Level untuk Periode Monetary Base Targeting Framework ... 65

7. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey Fuller pada Ordo Level untuk Periode Inflation Targeting Framework ... 65

8. Hasil Uji Normalitas PeriodeMBTF ... 67

9. Hasil Uji Multikolinieritas PeriodeMBTF ... 68

10. Hasil Uji Autokorelasi Periode MBTF ... 68

11. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan menggunakan White Heteroskedasticity Test (No Cross Term) Periode MBTF ... 69

12. Hasil Uji t-Statistik Periode MBTF... 69

(18)

14. Hasil Uji Normalitas PeriodeITF ... 71 15. Hasil Uji Multikolinieritas PeriodeITF ... 72

16. Hasil Uji Autokorelasi Periode ITF ... 72

17. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan menggunakan White

Heteroskedasticity Test (No Cross Term) Periode ITF ... 73 18. Hasil Uji t-Statistik Periode ITF ... 73

19. Hasil Uji F pada Periode ITF dengan tingkat keyakonan 95%

dan n=96 ... 74

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan M0 dengan Investasi Periode MBTF ... 8

2. Hubungan Suku Bunga (BI Rate) dengan Investasi PeriodeITF ... 9

3. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi dengan Investasi Periode MBTF ...11

4. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi dengan Investasi Periode ITF ... 12

5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Periode MBTF ... 13

6. Hubungan Inflasi dengan Investasi Periode ITF ... 14

7. Kerangka Pemikiran ... 18

8. Kerangka Kebijakan Moneter ... 25

9. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter dengan Pendekatan Kuantitas (Jumlah Uang Beredar) ... 26

10. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga ... 28

11. Derivasi Kurva IS ... 37

12. Kurva Investasi... 38

13. Demand Pull Inflation ... 46

14. Cosh Push Inflation ... 47

15. Uji Normalitas PeriodeMBTF ... 67

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Runtun Waktu Investasi, Inflasi, Suku Bunga Kredit Investasi,dan Uang Primer Periode Monetary Base Targeting

Framework 2002:01-2005:06 ... L1 2. Data Runtun Waktu LN Investasi, Inflasi, Suku Bunga Kredit

Investasi, dan LN Uang Primer Periode Monetary Base Targeting

Framework 2002:01-2005:06 ... L2 3. Data Runtun Waktu Investasi, Inflasi, Suku Bunga Kredit

Investasi,dan BI Rate Periode Inflation Targeting Framework

2005:07-2013:06 ... L3 4. Data Runtun Waktu LN Investasi, Inflasi, Suku Bunga Kredit

Investasi, dan BI Rate Periode Inflation Targeting Framework

2005:07-2013:06 ... L4

5. Hasil uji Unit Root dengan Augmented Dickey-Fuller pada

pada Variabel Investasi, Uang Primer, BI Rate, Suku Bunga Kredit

Investasi, dan Inflasi... L5

6. Model Regresi ... L6

7. Uji Normalitas ... L7

8. Uji Multikolinearitas ... L8

9. Uji Autokorelasi ... L9

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang merupakan tujuan dari kegiatan investasi

yang dilakukan oleh investor asing maupun yang dilakukan oleh investor dalam

negeri. Dengan adanya prinsip pasar bebas, investasi dalam bentuk kepemilikan

aset finansial mulai diminati oleh masyarakat di Indonesia. Banyak masyarakat

yang telah mengenal dunia ini dan bahkan mulai terjun kedalamnya. Sebagian dari

masyarakat sudah mulai sadar bahwa dana lebih yang mereka miliki dan tidak

dipergunakan sebaiknya diinvestasikan agar dapat menambah kekayaan mereka

daripada hanya disimpan saja. Sebagian ahli ekonomi memandang bahwa

pembentukan investasi merupakan faktor penting yang bertanggungjawab

terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Ketika

pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan investasi, maka ada sejumlah

modal yang ditanam atau dikeluarkan, atau ada sejumlah pembelian

barang-barang yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi, sehingga

menghasilkan barang dan jasa di masa depan. Investasi merupakan modal untuk

pembangunan di negara-negara berkembang, dimana investasi ini akan dapat

(22)

Indonesia termasuk dalam negara berkembang sangat membutuhkan dana untuk

pembangunannya baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri

untuk mempertahankan jalannya pekonomian. Maka dari itu pemerintah

mendorong pengusaha swasta untuk meningkatkan investasi di berbagai sektor.

Investasi pada berbagai sektor dapat mempercepat pembangunan di negara-negara

berkembang dan akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan. Investasi

dapat dilakukan dalam bentuk investasi fisik (real asset) dan investasi finansial (financial asset). Aset fisik adalah aset yang mempunyai wujud secara fisik, sedangkan aset finansial adalah surat-surat berharga (Rachman, 2010).Investasi di

Indonesia terdiri dari investasi sektor pemerintah dan investasi sektor swasta.

Investasi dari sektor pemerintah termasuk didalamnya adalah investasi yang

merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli

barang-barang modal untuk mendirikan perluasan atau memperluas industri dan

perusahaan yang mereka miliki. Investasi tersebut lebih dikenal dengan investasi

bruto atau pembentukan modal bruto (Sukirno, 1985) dalam (Wulansari, 2008).

Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian dari modal barang yang

tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (Mankiw,

2003). Menurut Sadono Sukirno (2000), kegiatan investasi memungkinkan suatu

masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja,

meningkatkan pendapatan nasional, dan meningkatkan taraf kehidupan rakyat.

Semakin besar investasi suatu negara, maka akan semakin besar pula tingkat

pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai. Selain itu, investasi juga dapat

memperluas kesempatan kerja, dan mendorong kemajuan teknologi. Suatu negara

(23)

daripada nilai penyusutan faktor-faktor produksinya dan apabila investasi yang

dimiliki suatu negara lebih kecil daripada nilai penyusutan faktor-faktor

produksinya maka cenderung negara tersebut mengalami perekonomian yang

lambat. Kondisi seperti itu dapat menyebabkan pengangguran yang relatif besar.

Salah satu cara untuk mengurangi tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia,

yaitu dengan cara menciptakan investasi baru. Karena, semakin tinggi tingkat

pengangguran, maka tingkat kemiskinan pun akan semakin tinggi.

Setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan

pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya

rata-rata per tahun masih relatif lambat dibandingkan dengan negara-negara tetangga

yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand, atau masih jauh lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh

pemerintahan Orde Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga

pertengahan 1990-an (Tambunan, 2006). Salah satu penyebabnya adalah masih

belum berkembangnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar

terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Padahal pada era ORBA,

PMA merupakan faktor pendorong yang sangat bermanfaat bagi pencapaian

pertumbuhan ekonomi. Selain itu, PMA merupakan suatu usaha yang dilakukan

oleh pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya di suatu negara dengan

tujuan untuk mendapatkan laba. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh

pemerintah Indonesia untuk mencapai suatu tujuan yaitu menjadikan masyarakat

Indonesia sejahtera dengan perekonomian yang ada saat ini, salah satunya dengan

investasi atau penanaman modal baik yang dilakukan oleh investor domestik

(24)

Sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia dilanda krisis ekonomi, tingginya krisis

ekonomi disebabkan oleh laju inflasi yang cukup tinggi. Akibatnya terjadi

penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang

dilarikan ke luar negeri, dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti

ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus dan peran pemerintah sangatlah penting

untuk mengatasinya. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah harus menentukan

suatu kebijakan. Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan ekonomi

yang memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara. Selain itu,

kebijakan moneter dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang umumnya tercermin pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas

harga, keseimbangan neraca pembayaran, dan perluasan lapangan kerja. Peranan

kebijakan moneter dalam mempengaruhi perkembangan beberapa indikator

ekonomi makro utama tersebut diyakini karena terdapat keterkaitan yang cukup

erat antara perkembangan variabel indikator kebijakan moneter, uang beredar, dan

suku bunga dengan perkembangan kegiatan sektor riil (Sugiyono, 2004).

Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan

bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral untuk mempengaruhi

berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai

tujuan akhir yang ditetapkan. Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan

bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT atau yang

lain, dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian

berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran

transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar,

(25)

Penargetan besaran moneter dilakukan dengan menetapkan pertumbuhan jumlah

uang beredar sebagai sasaran antara dan kredit. Keunggulan dari penargetan

besaran moneter itu sendiri yaitu dimungkinkannya kebijakan moneter yang

independen sehingga bank sentral dapat lebih fokus dalam pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan. Di dalam kerangka tersebut, Bank Indonesia berupaya

mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah

uang beredar, yaitu M1 dan M2 diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya,

dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan

barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan

produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.

Dengan menggunakan kerangka kebijakan tersebut, Bank Indonesia pada periode

awal krisis ekonomi menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan

stabilitas moneter. Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan

kebijakan moneter ketat yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan

masyarakat kepada perbankan nasional. Pertumbuhan uang beredar yang

melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi

peluang dan hasrat masyarakat dalam memegang mata uang asing sehingga

tekanan depresiasi rupiah berangsur surut. Periode Monetary Base Targeting Frameworkakan berjalan dengan baik (i) jika hubungan base money dan inflasi stabil, dan (ii) bank sentral dapat mengendalikan uang kartal. Tetapi, karena

sasaran operasional pada periode tersebut yaitu uang primer sulit dikendalikan dan

(26)

ditetapkan oleh BI. Hal ini mendorong BI untuk mengubah sasaran operasional

kebijakan moneternya dari uang primer ke tingkat suku bunga.

Oleh karena itu, sejak Juli 2005 Bank Indonesia menganut kerangka kerja yang

baru yang dinamakan Inflation Targeting Framework(ITF). Pada ITF menerapkan BI Rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, yang pada sebelumnya menerapkan uang primer. Penargetan inflasi dilakukan dengan mengumumkan

kepada publik mengenai target inflasi jangka menengah dan komitmen bank

sentral untuk mencapai stabilitas harga sebagai tujuan jangka panjang kebijakan

moneter. Menargetkan inflasi sebagai jangkar nominal, bank sentral dapat menjadi

lebih kredibel dan lebih fokus didalam mencapai kestabilan harga sebagai tujuan

akhir. Dalam kerangka yang baru, terdapat empat elemen yang mendasar yaitu:

penggunaan suku bunga BI Rate sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan

penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah (Endri, 2008). Elemen

tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola kebijakan

moneter dalam mencapai kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Peralihan ke penetapan sasaran inflasi dilatarbelakangi antara lain oleh semakin

diyakininya pandangan bahwa pengendalian inflasi merupakan salah satu

prasyarat bagi kelangsungan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Selain itu, fakta empiris menunjukkan bahwa semakin banyak negara penganut

kerangka strategis kebijakan penetapan sasaran inflasi yang telah berhasil

(27)

Perkembangan tersebut didukung oleh beberapa kondisi, antara lain (i) beralihnya

rezim nilai tukar dari sistem nilai tukar tetap atau mengambang terkendali ke

sistem nilai tukar fleksibel sehingga dibutuhkan nominal anchor yang baru, (ii) semakin cepatnya perubahan perekonomian dunia dan lingkungan finansial, (iii)

tumbuhnya kesadaran masyarakat akan informasi dan berita, dan (iv) kurang

jelasnya kerangka kebijakan moneter yang sebelumnya dianut oleh banyak bank

sentral. Peralihan kebijakan moneter dari penetapan sasaran moneter ke penetapan

sasaran inflasi pada umumnya tidak mengubah operasi pengendalian moneternya.

Yang berubah hanya sasaran operasionalnya sehingga modifikasi yang

berhubungan dengan perubahan sasaran operasional saja yang diperlukan dan

biasanya dilakukan secara bertahap (Sugiyono, 2004).

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mempunyai tugas utama menjaga kestabilan

makro ekonomi di Indonesia, stabilitas makro tercermin dari stabilitas harga,

membaiknya pertumbuhan ekonomi, serta luasnya kesempatan kerja, sedangkan

tugas utama dari Bank Indonesia yaitu mencapai dan menjaga stabilitas nilai

rupiah. Dalam menjalankan tugas pokoknya tersebut, Bank Indonesia

menetapkan sasaran inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan

dan pengendalian sasaran-sasaran moneter. Dalam kaitan ini, salah satu kebijakan

moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mencapai sasaran tersebut

adalah dengan mengupayakan keseimbangan antara besarnya penawaran dengan

permintaan uang. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia menetapkan

uang primer, yang terdiri dari uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan

simpanan giro bank umum serta sektor swasta yang ada di Bank Indonesia,

(28)

mempengaruhi sasaran antara, yaitu likuiditas perekonomian, baik dalam bentuk

uang beredar, yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan

laju inflasi (Sugiyono, 2004).Hubungan M0 dengan investasi periode Monetary Base Targeting Frameworkdapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 1. Hubungan M0 dengan Investasi Periode MBTF

Pada Gambar 1, jumlah investasi dengan jumlah M0 cenderung mengalami

peningkatan. Maka diduga M0 dengan investasi berhubungan postif, dikarenakan

apabila M0 mengalami kenaikan investasi juga mengalami kenaikan. Jumlah M0

terbesar terjadi pada Desember 2004 yaitu sebesar 199.444 Miliar rupiah dengan

peningkatan sebesar 7% dari periode sebelumnya. Pada jumlah M0 terbesar,

jumlah investasi sebesar 50 Miliar rupiah. Dan jumlah M0 terendah terjadi pada

April 2002 dengan nilai sebesar 102.937 Miliar rupiah dan investasi sebesar

38.604 Miliar rupiah.

Tingkat bunga yang tinggi pada akhirnya akan mengurangi jumlah modal yang

diinvestasikan. Jika pengeluaran investasi berkurang, maka GDP akan cenderung

menurun. Suku bunga yang tinggi juga akan menarik masyarakat untuk 0

(29)

menyimpan kelebihan pendapatannya untuk menabung di bank-bank dari pada

menambah konsumsinya. Sehingga ketergantungan akan modal asing dapat

dikurangi. Namun dalam investasi mengisyarakatkan tingkat suku bunga harus

rendah dimana tingkat pengembalian modal investasi harus lebih tinggi dari pada

tingkat bunga yang berlaku agar investasi tersebut menguntungkan.Bila suku

bunga naik, maka permintaan dana investasi akan menurun, demikian pula

sebaliknya. Dengan kata lain, suku bunga dan permintaan dana investasi memiliki

hubungan terbalik didalam mekanisme pasar uang (Nopirin, 2000).Hubungan

tingkat suku bunga dengan investasi periode periode Inflation Targeting Framework dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 2. Hubungan Suku Bunga (BI Rate) dengan Investasi Periode ITF

Pada Gambar 2, investasi cenderung selalu mengalami peningkatan sedangkan

suku bunga cenderung mengalami penurunan. Dari gambar tersebut dapat dilihat

bahwa investasi dengan suku bunga berhubungan negatif. Dari Juli 2005 sampai

Agustus 2006 suku bunga cenderung mengalami peningkatan. Dan suku bunga

mengalami penurunan kembali pada November 2006 dari 10.25% menjadi 9,75% 0

Suku Bunga (Persen) Investasi (Miliar)

Hubungan Suku Bunga dengan Investasi Periode Inflation Targeting Framework

(30)

di bulan Desember 2006. Karena pada tahun 2008 terjadi krisis ekonomi maka

suku bunga mengalami peningkatan kembali. Karena jumlah investasi yang

cenderung selalu mengalami kenaikan, maka jumlah investasi terbesar pada Juni

2013 yaitu sebesar 140 Miliar rupiah dengan tingkat suku bunga sebesar 6%.

Kredit perbankan memiliki peran penting dalam pembiayaan perekonomian

nasional dan merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan

kredit memungkinkan rumah tangga untuk melakukan konsumsi yang lebih baik

dan memungkinkan perusahaan untuk melakukan investasi yang tidak bisa

dilakukan dengan dana sendiri. Kredit perbankan dapat tumbuh dengan cepat

dipicu oleh beberapa faktor (Dell Ariccia, et all, 2012) dalam (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2012) yaitu: i) bagian dari fase normal suatu siklus bisnis, ii) adanya liberalisasi di sektor keuangan, dan iii) aliran modal

masuk yang tinggi. Dalam kondisi normal, sejalan dengan meningkatnya

perekonomian domestik, umumnya kredit akan tumbuh lebih cepat. Hal ini dipicu

oleh kebutuhan untuk investasi perusahaan baik dalam bentuk investasi baru

maupun penambahan kapasitas.Dalam setiap kredit yang diberikan oleh bank

terdapat suku bunga kredit atau harga yang harus dibayarkan nasabah ke bank

sebagai imbalan jasa atau kompensasi terhadap pinjaman yang diberikan oleh

bank.

Suku bunga kredit investasi adalah suku bunga perbankan dimana setiap

pemberian kredit investasi oleh bank, nasabah dikenakan bunga atau biaya atas

pemberian kredit. Perkembangan investasi dipengaruhi oleh kenaikan tingkat suku

(31)

dana investasi akan menurun, demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain, suku

bunga dan permintaan dana investasi memiliki hubungan terbalik pada mekanisme

pasar uang (Nopirin, 2000). Hubungan suku bunga kredit dengan investasi periode

periode Monetary Base Targeting Frameworkdapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 3. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi dengan Investasi Periode MBTF

Pada Gambar 3, menunjukkan bahwa suku bunga kredit investasi dari Januari

2002 sampai September 2002 setiap bulannya mengalami peningkatan. Tetapi,

sejak Oktober 2002 sampai Juni 2005 suku bunga kredit investasi mengalami

penurunan. Berbeda dengan invstasi yang setiap bulannya mengalai peningkatan.

Suku bunga kredit investasi tertinggi pada periode Monetary Base Targeting Frameworkyaitu sebesar 18,11% dengan investasi sebesar 38.545 Miliar Rupiah. Dari Gambar 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara suku bunga

kredit investasi dengan investasi yaitu berhubungan terbalik, dimana jika suku

bunga kredit investasi rendah, investasi mengalami peningkatan. Dan sebaliknya

jika tingkat suku bunga kredit investasi tinggi, maka investasi mengalami

penurunan.

Suku Bunga Kredit Investasi (Persen) Investasi (Miliar Rupiah) Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi dengan Investasi Periode

Monetary Base Targeting

(32)

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 4. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi dengan Investasi Periode ITF

Sama seperti Gambar 3, pada periode Inflation Targeting Framework suku bunga kredit investasi dan investasi yaitu behubungan terbalik. Semakin tinggi suku

bunga kredit investasi, maka semakin rendah seseorang melakukan kegiatan

investasinya. Tetapi, jika suku bunga kredit investasi rendah, maka kegiatan

investasi menalami peningkatan. Suku bunga kredit investasi tertinggi terjadi pada

Juni 2006 yaitu sebesar 15,94% dengan jumlah investasi sebesar 65.720 Miliar

Rupiah. Pada Juli 2005 sampai Juni 2006 suku bunga kredit investasi bergerak

fluktuatif. Tetapi, sejak Juli 2006 sampai Juni 2013 suku bunga kredit investasi

mengalami penurunan.

Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara keseluruhan

secara terus-menerus yang disebabkan oleh berbagai faktor. Inflasi dipengaruhi

oleh goncangnya suatu perekonomian negara. Tingginya inflasi dapat

menyebabkan daya beli pada masyarakat menurun yang kemudian menyebabkan

berkurangnya pengembalian atau keuntungan investasi, sehingga menurunkan 0

Suku Bunga Kredit Investasi (Persen) Investasi (Miliar Rupiah)

Persen Miliar

(33)

minat investor untuk berinvestasi. Selain itu, inflasi yang tinggi juga bisa

mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.

Oleh karena itu, jika inflasi naik maka investasi akan mengalami penurunan. Dan

sebaliknya jika inflasi turun maka investasi akan mengalami peningkatan.

Hubungan inflasi dengan investasi periode Monetary Base Targeting Framework

dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Periode MBTF

Berdasarkan Gambar 5,Maret 2002 investasi setiap periodenya selalu mengalami

peningkatan.Pada April 2002 terjadi penurunan sebesar 3% yaitu dari sebesar

38,72037 Miliar rupiah menjadi 38,6037 Miliar rupiah. Sampai Oktober 2002

investasi masih mengalami penurunan dan November 2002 sampai Juni 2005

selalu mengalami kenaikan. Tetapi pada Oktober 2003 mengalami penurunan

dengan inflasi sebesar 6,22%. Jumlah investasi terbesar terjadi pada Juni 2005

sebesar 54 Miliar rupiah dengan tingkat inflasi sebesar 7,42%. Sedangkan inflasi

terbesar terjadi pada Februari 2002 sebesar 15,13% dengan jumlah investasi

sebesar 38 Miliar rupiah. Dari Gambar 1 terlihat bahwa investasi pada periode 0

Inflasi (Persen) Investasi (Miliar Rupiah)

Persen Miliar

(34)

Monetary Base TargetingFrameworkcenderung selalu mengalami peningkatan, dan inflasi bergerak tidak terlalu fluktuatif.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia

Gambar 6. Hubungan Inflasi dengan Investasi Periode ITF

Berdasarkan Gambar 6, pada Oktober 2005 terjadi kenaikan inflasi yang cukup

signifikan. Yang sebelumnya inflasi sebesar 9,06% berubah menjadi 17,89%.

Hal ini terjadi dikarenakan adanya kenaikan harga-harga barang. Inflasi pada

periode Inflation Targeting Framework bergerak secara fluktuatif sedangkan jumlah investasi ceenderung selalu mengalami peningkatan. Jumlah investasi

mengalami penurunan pada April 2007 yang pada bulan sebelumnya jumlah

investasi sebesar 72 Miliar rupiah menurun menjadi 71% dengan persentase

perubahan sebesar 1,8%. Inflasi terbesarterjadi pada November 2005 yaitu sebesar

18,38% dengan jumlah investasi sebesar 62 Miliar rupiah. November 2005 inflasi

sebesar 18,38 yang pada periode sebelumnya sebesar 17,89%. Kenaikan inflasi

tersebut sebesar 2,7%.

Salah satu kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan

investasi di Indonesia dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan 0

Hubungan Inflasi dengan Investasi Periode Inflation Targeting Framework

(35)

moneter merupakan salah satu ilustrasi kebijakan yang digunakan untuk mengatasi

permasalahan ekonomi dengan tujuan utama adalah memelihara kestabilan nilai

rupiah. Kebijakan moneter ini juga sebagai senjata untuk mengatur jalannya

perekonomian dan khususnya mengendalikan ekonomi makro agar dapat berjalan

sesuai dengan yang diinginkan yaitu dengan beberapa instrumen–instrumen

kebijakan moneter yang sudah ditentukan oleh pembuat kebijakan.

Uang primer merupakan sasaran kebijakan moneter pada periode Monetary Base Targeting Framework.Pada periode Monetary Base Targeting Framework, uang primer bergerak fluktuatif tetapi cenderung mengalami peningkatan. Tetapi, dapat

dilihat pada Gambar 1 bahwa pada April 2002 uang primer sebesar 102.937 Miliar

rupiah yang pada periode sebelumnya uang primer sebesar 104.364 Miliar rupiah.

Pada periode selanjutnya uang primer mengalami peningkatan, tetapi uang primer

mengalami penurunan kembali pada Desember 2002 sampai Maret 2003. Pada

periode selanjutnya uang primer bergerak fluktuatif tetapi cenderung mengalami

peningkatan, dan jumlah investasi selalu mengalami kenaikan setiap periode.

Uang primer meningkat secara tajam juga pada September 2004 yaitu sebesar

175.350 Miliar rupiah menjadi 185.094 Miliar Rupiah pada Oktober 2004.

Sejak Juli 2005, kebijakan moneter tidak lagi menggunakan penargetan besaran

moneter tetapi menggunakan penetapan inflasi sebagai sasaran kebijakan

moneternya.Sama halnya dengan periode Monetary Base Targeting Framework, pada periode Inflation Targeting Framework jumlah investasi setiap periode selalu mengalami peningkatan.Berbeda dengan investasi yang cenderung mengalami

(36)

Dapat dilihat pada Gambar 2 pada awal tahun 2012 sampai pertengahan 2013

tingkat suku bunga stabil dengan nilai 6,5%, tetapi yang terjadi pada investasi

selalu mengalami peningkatan. Pada periode Monetary Base Targeting

Framework sasaran kebijakan moneter menggunakan uang primer. Pada periode tersebut, uang primer mengalami peningkatan, maka investasi juga akan

mengalami peningkatan. Tetapi, pada Inflation Targeting Framework, jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka investasi akan mengalami penurunan.

Dalam hal ini, kebijakan moneter yang dianalisis pada Monetary Base Targeting Framework yaitu uang primer, suku bunga kredit investasi, dan inflasi. Sedangkan pada Inflation Targeting Framework pada dasarnya yang dianalisis sama, hanya yang berbeda pada Monetary Base Targeting Frameworkmenggunakan uang primer sedangkan padaInflation Targeting Frameworkmenggunakan BI rate. Karena pada Inflation Targeting Framework sasaran kebijakan moneternya adalah BI Rate.Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk menganalisis bagaimana pengaruh kebijakan moneter (Monetary Base Targeting Framework 2002:01-2005:06 dan Inflation Targeting Framework 2005:07-2013:06) terhadap Investasi di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan:

1. Bagaimana pengaruh uang primer, suku bunga kredit investasi, dan inflasi

(37)

Base TargetingFramework 2002:01-2005:06 terhadap Investasi di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh BI Rate,suku bunga kredit investasi, daninflasi baik secara parsial maupun secara bersama-sama pada periode Inflation

Targeting Framework 2005:07-2013:06 terhadap Investasi di Indonesia? 3. Bagaimana perbandingan pengaruh variabel-variabel yang ada pada

periode periode Monetary Base Targeting Framework dengan periode

Inflation Targeting Frameworkterhadap Investasi di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh uang primer, suku bunga kredit

investasi, dan inflasi baik secara parsial maupun secara bersama-sama

pada periode Monetary Base TargetingFramework2002:01-2005:06 terhadap Investasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh BI Rate, suku bunga kredit

investasi, daninflasi baik secara parsial maupun secara bersama-sama pada

periode Inflation Targeting Framework 2005:07-2013:06 terhadap Investasi di Indonesia.

3. Untuk membandingkan pengaruh variabel-variabel yang ada pada periode

(38)

D. Kerangka Pemikiran

Secara skematis, kerangka pemikiran yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan penelitian ini dapat dipaparkan dalam Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, menggunakan dua periode untuk diaplikasikan dalam

investasi di Indonesia yaitu, periode Monetary Base Targeting Framework 2002:01-2005:06, dan periode Inflation Targeting Framework 2005:07-2013:06. Pada penargetan besaran monetervariabel yang digunakan terdiri dari uang primer,

suku bunga kredit investasi, dan inflasi. Sedangkan pada penargetan inflasi terdiri

dari BI Rate, suku bunga kredit investasi, dan inflasi. Pada dua periode tersebut variabel yang berbeda hanya pada BI Rate saja, karena pada periode penargetan besaran moneter menerapkan uang primer sebagai sasaran operasional kebijakan

moneter. Tetapi, semenjak Juli 2005, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka

kerja yang dinamakan Inflation Targeting Frameworkyang menerapkan BI Rate

(39)

sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Variabel-variabel tersebut terdapat

pada kerangka kebijakan moneter. Dimana uang primer dan BI Rate merupakan sasaran operasional kebijakan moneter, kredit sebagai sasaran antara, dan inflasi

merupakan sasaran akhir. Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan

memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat

inflasi yang rendah dan stabil. Pada periode Monetary Base Targeting

Framework, sasaran akhir yang harus dicapai yaitu stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan

melakukan investasi. Jika permintaan uang riil meningkat, maka tingkat suku

bunga akan mengalami penurunan dan pendapatan akan mengalami peningkatan,

sehingga investasi akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, uang primer

berpengaruh positif terhadap investasi di Indonesia. Jika suku bunga mengalami

penurunan, maka seseorang akan menaikkan kegiatan investasinya. Dan

sebaliknya, jika suku bunga mengalami peningkatan, maka seseorang enggan

melakukan investasi. Oleh karena itu, suku bunga berpengaruh negatif terhadap

investasi di Indonesia. Tingginya inflasi dapat menyebabkan daya beli pada

masyarakat menurun yang kemudian menyebabkan berkurangnya pengembalian

atau keuntungan investasi, sehingga menurunkan minat investor untuk

berinvestasi. Oleh karena itu, suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi

(40)

E. Hipotesis

Berdasarkan teori ekonomi tentang investasi, maka hipotesis yang diajukan untuk

diteliti yaitu:

1. Diduga uang primer berpengaruh positif dan signifikan,suku bunga kredit

investasi dan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi

di Indonesia. Dan diduga uang primer, suku bunga kredit investasi, dan

inflasi secara bersama-sama mempengaruhi investasi di Indonesia pada

periode Monetary Base Targeting Framework.

2. Diduga BI Rate, suku bunga kredit investasi, dan inflasi bepengaruh negatif dan signifikanterhadap investasi di Indonesia. Dan diduga BI Rate, suku bunga kredit investasi, dan inflasi secara bersama-sama

mempengaruhi investasi di Indonesia pada periode Inflation Targeting Framework.

(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik 1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam

bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai

perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian itu berupa

terjaganya stabilitas ekonomi makro, yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju

inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta

terbukanya kesempatan kerja yang besar. Pertumbuhan ekonomi sebagai salah

satu tujuan kebijakan moneter dapat ditujukkan oleh tingkat pertumbuhan produk

domestik bruto (PDB) yang antara lain merupakan hasil dari pengeluaran

konsumsi masyarakat, investasi di sektor riil, dan sektor eksternal, yaitu neraca

pembayaran.

Perkembangan kegiatan di sektor riil tersebut pada dasarnya sangat tergantung

pada perkembangan likuiditas dan suku bunga di pasar keuangan. Selain itu,

mengingat perkembangan inflasi dalam jangka panjang dianggap sebagai

fenomena moneter maka dinamika perkembangannya juga tergantung pada

ketersediaan likuiditas yang sesuai dengan kebutuhan dalam suatu perekonomian.

(42)

inflasi akan mengalami kenaikan. Dengan mengendalikan pertumbuhan jumlah

uang beredar atau tingkat likuiditas perekonomian, bank sentral akan dapat

mengendalikan kestabilan harga (Warjiyo, 2004). Instrumen moneter utama yang

dipergunakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi sasaran operasional tersebut

adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT), disamping instrumen lain seperti fasilitas

diskonto, Giro Wajib Minimum (GWM), ataupun himbauan. Instrumen moneter

OPT dilakukan melalui lelang surat-surat berharga, yang ditujukan untuk

menambah atau mengurangi likuiditas di pasar uang, untuk mencapai sasaran

operasional suku bunga yang telah ditetapkan. Fasilitas diskonto adalah fasilitas

kredit yang diberikan kepada bank-bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia. GWM merupakan jumlah alat likuid minimum wajib

dipelihara oleh bank dalam rekening gironya di Bank Indonesia. Selanjutnya

himbauan digunakan oleh Bank Indonesia dengan tujuan agar semua bank dapat

mengikuti langkah kebijakan moneter yang diinginkan Bank Indonesia (Warjiyo,

2004).

Menurut Warjiyo (2004), kebijakan moneter dibagi menjadi dua yaitu:

a. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy) Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka

menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk

mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat

(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau

(43)

b. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy) Kebijakan moneter kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka

mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat

perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang

ketat (tight money policy).

Menurut Sugiyono (2004), kebijakan moneter dapat dilakkan dengan

menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain:

a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar

dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah. Jika ingin

menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga

pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka

pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat.

Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).

b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan

memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum

kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke

bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah

menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan

(44)

c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan

memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada

pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio

cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah

menaikkan rasio.

d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang

beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku ekonomi.

Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk

berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar

dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk

memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Secara umum, kerangka kebijakan moneter yang diterapkaan oleh bank sentral

terdiri dari kerangka strategis dan kerangka operasional. Kerangka strategis

kebijakan moneter meliputi dua sasaran, yaitu sasaran akhir yang biasanya

diarahkan untuk mencapai stabilitas harga dan atau pertumbuhan ekonomi jangka

panjang. Sementara itu, kerangka operasional meliputi penetapan sasaran

operasional dan instrumen yang akan digunakan. Sasaran operasional yang

ditetapkan oleh bank sentral meliputi likuiditas bank dan suku bunga pasar uang

jangka pendek. Sementara itu, instrumen yang dipergunakan dapat berupa

(45)

Gambar 8. Kerangka Kebijakan Moneter

2. Penargetan Besaran Moneter (Monetary Base Targeting Framework)

Penargetan besaran moneter dilakukan dengan menetapkan pertumbuhan jumlah

uang beredar sebagai sasaran antara, serta kredit untuk mencapai sasaran akhir

kebijakan moneter yaitu stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Kelebihan

utama dari penargetan besaran moneter adalah dimungkinkannya kebijakan

moneter yang independen sehingga bank sentral dapat memfokuskan pencapaian

tujuan yang ditetapkan. Sistem penargetan besaran moneterpernah diterapkan di

Indonesia sebelum Juli 2005 dimana kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai

target pertumbuhan jumlah uang beredar pada tingkatan tertentu namun dalam

pelaksanaannya Bank Indonesia tidak mengumumkan kepada publik berapa besar

pertumbuhan jumlah uang beredar yang ingin dicapai (Pratama, 2012).

STRATEGI

INSTRUMEN TARGET

(46)

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 9. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter dengan Pendekatan Kuantitas (Jumlah Uang Beredar)

Dalam kerangka operasional diatas, kebijakan moneter Indonesia ditentukan oleh

Jumlah Uang Beredar (JUB) secara langsung dengan instrumen kebijakan

diantaranya: OPT, Cadangan Wajib, Fasilitas Diskonto, dan Moral Persuasion

yang diharapakan akan mempengaruhi sasaran antara yaitu M1, M2, dan suku

bunga. Dan setelah itu diharapkan dapat mencapai sasaran akhir yang terdiri dari

stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja.

3. Penargetan Sasaran Inflasi (Inflation Targeting Framework)

Inflation Targeting Framework merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa

tahun kedepan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan. Poin utama dari

ITF ini yaitu bagaimana Bank Indonesia mengambil berbagai kebijakan agar

menghasilkan tingkat inflasi yang telah ditentukan sebelumnya.Dengan

penggunaan ITF ini,Bank Indonesia diharapkan semakin tajam dalam proses

pengambilan kebijakannya karena sasaran akhir yang lebih jelas dibandingkan

sebelumnya. Selain itu, dengan diumumkannya sasaran inflasi tersebut

masyarakat diharapkan lebih mudah untuk diarahkan perilaku ekonominya.

(47)

Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting Framework

didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain:

a. Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan yang sehat.

b. Sesuai dengan amanat UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan UU No.3/2004.

c. Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.

d. Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang

menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan

volatilitas output.

e. Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui

komitmen pencapaian target.

ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan

pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam

beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah

dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Menargetkan inflasi

sebagai jangkar nominal membuat bank sentral dapat menjadi lebih kredibel dan

(48)

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 10. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga

4. Investasi

4.1.Definisi Investasi

Menurut Mankiw (2003), investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh

individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut

Sukirno (1996), investasi dapat didefenisikan sebagai pengeluaran atau

pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang

modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi dengan tujuan untuk mengganti

dan menambah barang-barang modal yang akan digunakan untuk memproduksi

barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian dimasa depan,

sedangkan fungsi dari investasi yaitu peningkatan produksi, penyempurnaan

struktur produksi, pemerataan pendapatan, pemanfaatan sumber daya manusia dan

sumber daya alam serta mendorong ekspor. Jumlah investasi yang diminta

bergantung pada tingkat bunga karena tingkatbunga adalah biaya dari dana yang Suku bunga Deposito BI Rate Harga Asset (Saham, Obligasi)

Ekspor Nilai Tukar

(49)

digunakan untuk investasi. Semakin tinggi tingkat bunga berarti semakin tinggi

biaya investasi tersebut, sebaliknya semakinrendah tingkat bunga berarti semakin

rendah biayanya. Oleh karena itu, jika tingkat bunga meningkat, investasi menjadi

kurang menguntungkansehingga jumlah investasi akan menurun.

4.2.Teori – teori Investasi

Teori-teori investasi dalam penelitian ini antara lain:

a. Teori Konvensional (Klasik)

Teori konvensional (klasik) tentang investasi pada pokoknya didasarkan

atas teori produktivitas batas (marginal productive) dari faktor produksi modal. Berdasarkan teori ini besarnya modal yang akan di investasikan

dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas marginalnya

dibandingkan dengan tingkat bunga, sehingga investasi itu akan terus

dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi masih lebih tinggi

daripada tingkat bunga yang akan diterima.

b. Pendekatan Marginal Efficiencyof Capital (Keynesian)

Marginal efisiensi capital (MEC) dapat didefinisikan sebagai tingkat diskonto yang menyamakan present valuedari penghasilan dengan harga barang modal. Menurut pendekatan ini, suatu proyek investasi akan

dilaksanakan apabila MEC lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku di

pasar. Dan MEC dapat diperoleh efisiensi marjinal investasi (MEI) yang

memperlihatkan hubungan antara investasi dengan tingkat suku bunga

(50)

bersih (net invesment) berhubungan negatif dengan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin rendah investasi dan sebaliknya.

Kaum klasik menetapkan penerapan tingkat suku bunga sebagai

pertimbangan untuk mengadakan investasi. Jika tingkat suku bunga lebih

besar dari hasil pendapatan investasi (tingkat pengembalian modal), maka

investasi tidak menguntungkan untuk dilakukan. Keynes mengatakan,

masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun

kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada

konsep marginal efficiency of capital (MEC). Investasi akan dilakukan oleh investor bila MEC yang diharapkan masih lebih besar atau tinggi dari

tingkat bunga yang berlaku. Jadi jelas pertimbangan Keynes untuk

terlaksananya investasi adalah faktor efisiensi marjinal (MEC) dari

investasi itu sendiri. Efisiensi marjinal dari modal atau investasi sangat

tergantung pada perkiraan-perkiraan dan pertimbangan investor terhadap

perkembangan situasi perekonomian pada masa yang akan datang.

c. Teori Neoklasik

Teori neoklasik tentang investasi (neoclassical theory of invesment) merupakan teori tentang akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok

kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital

relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya

bergantung pada harga barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan

pajak atas pendapatan perusahaan. Jadi, menurut teori ini perubahan di

dalam output atau harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output akan

(51)

diinginkan.Teori neoklasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan

faktor penentu dari stok kapital yang diinginkan. Jadi, kebijakan moneter,

melalui efek atau pengaruhnya atas tingkat bunga dapat mempengaruhi

stok kapital dan investasi yang diinginkan.

d. Teori Akselerasi

Teori akselerasi mengatakan bahwa tingkat atau besarnya investasi

porposionil terhadap perubahan dari output (GNP). Menurut J,M Clark

bahwa pengusaha menginginkan suatu hubungan tertentu dari modal yang

diinginkan dengan hasil produksi.

K*t = a Yt (2.1)

Dimana:

a = Perbandingan atau rasio antara modal dengan output yang

diinginkan

K* = Jumlah modal uang diinginkan

Pengusaha melakukan investasi apabila jumlah modal yang diinginkan

pada suatu saat lebih besar daripada jumlah modal yang benar-benar

dimiliki dikurangi dengan penyusutan. Investasi dalam arti ini dapat

ditulis sebagai berikut:

I = K*t – Kt-1 (1-d) (2.2)

d = Penyusutan atau depresiasi

Jumlah modal pada akhir suatu periode t sama dengan Kt-1 (1-d) ditambah

dengan investasi neto.

(52)

J.M Clark juga menggunakan anggapan bahwa penyesuaian terhadap

jumlah modal yang diinginkan dilakukan dalam satu periode (koefisien

penyesuaian I). Implikasinya, jumlah modal pada periode t sama dengan

jumlah modal yang diinginkan pada periode t. Oleh karena itu diperoleh:

Kt = K*t (2.4)

Sehingga persamaan (2.1) menjadi:

Kt = a Yt (2.5)

Dengan memasukkan persamaan (2.5) dan (2.2) ke persamaan (2.1)

diperoleh teori akselerasi sebagai berikut:

It = K*t– K*t-1 + d Kt-1

It = a (Yt– Yt-1) + d Kt-1 (2.6)

Persamaan (2.6) menjelaskan bahwa investasi bruto bergantung pada pertumbuhan

output dan penyusutan. Bagian pertama disebut investasi neto, dengan demikian

investasi neto merupakan fungsi dari pertumbuhan output. Konsekuensinya, suatu

perekonomian yang tidak mengalami pertumbuhan maka investasi juga akan sama

dengan nol atau jumlah modal juga tetap tidak berubah.

5. M0 atau Uang Primer

Sebelum dikenal konsep otoritas moneter, hak monopoli untuk mengeluarkan dan

mengerdakan uang pada penguasa. Sejalan dengan berkembangnya sistem

ekonomi dan dikenalnya sistem perbankan, konsep otoritas moneter atau bank

sentral juga mulai dikenal. Pada tahap ini, hak monopoli untuk mengeluarkan dan

(53)

fungsi otoritas moneter, bank sentral mempunyai wewenang untuk mengeluarkan

dan mengedarkan uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Dalam

praktiknya, ternyata bank sentral juga menerima simpanan giro bank umum. Uang

kartal dan simpanan giro bank umum di bank sentral tersebut disebut sebagai uang

primer atau uang inti, karena jenis uang tersebut merupakan inti dalam proses

penciptaan uang beredar yaitu uang kartal, uang giral, dan uang kuasi. Di

Indonesia uang primer didefinisikan sebagai kewajiban otoritas moneter terhadap

sektor swasta domestik dan bank umum, yang berupa uang kertas dan uang logam

yang berada di luar Bank Indonesa serta simpanan giro bank umum di Bank

Indonesia (Sukeno, 2002).

Uang primer merupakan uang kertas dan uang logam yang berada di luar Bank

Indonesia. Dapat dikatakan bahwa uang primer merupakan jumlah uang beredar.

Karena jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan

masyarakat. Dalam arti sempit, jumlah uang beredar adalah jumlah uang beredar

yang terdiri ata uang kartal dan uang giral.

M1 = C + D (2.7)

Dimana:

M1 = jumlah uang yang beredar dalam arti sempit

C = Uang kartal (uang kertas, uang logam)

D = uang giral atau cek

Uang beredar dalam arti luas (M2) adalah M1 ditambah deposito berjangka (time deposit).

(54)

Dimana:

M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas

TD = deposito berjangka (time deposit)

Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan

perkembangan ekonomi. Biasanya jika perekonomian bertumbuh dan

berkembang, jumlah uang beredar juga akan bertambah, sedang komposisinya

berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal makin

sedikit, digantikan uang giral atau near money. Biasanya juga bila perekonomian makin meningkat, komposisi M1 dalam peredaran uang semakin kecil, sebab porsi

uang kuasi makin besar (Pratama, 2012). Bank Indonesia dapat mengendalikan

uang primer lebih baik daripada pengendalian cadangan, yaitu dengan

menghubungkan jumlah uang beredar dengan uang primer melalui suatu

hubungan sebagai berikut:

M = m x MB (2.9)

Dimana:

M = Jumlah Uang Beredar

m = angka pengganda uang

MB = Uang Primer

Angka pengganda uang mencerminkan dampak terhadap jumlah uang beredar

akibat faktor-faktor lain selain uang primer. Keputusan depositor mengenai uang

dan deposito yang dipegang merupakan satu dari faktor-faktor yang

mempengaruhi angka pengganda uang. Giro wajib yang ditetapkan BI pada

(55)

bank mengenai kelebihan cadangan. Untuk menderevasikan angka pengganda

uang, langkah pertama memasukkan model penawaran uang dengan

mengasumsikan bahwa tingkat uang kartal (C) yang diinginkan dan kelebihan

cadangan (ER) tumbuh secara proposional dengan deposito (D). Dengan kata lain,

mengasumsikan bahwa rasio dari komponen-komponen tersebut terhadap deposito

adalah konstan dalam keseimbangan.

c = {C/D} = rasio uang kartal (2.10)

e = {ER/D} = rasio kelebihan cadangan (2.11)

Setelah itu menderevasikan bagaimana rasio uang kartal yang diinginkan oleh

depositor, rasio kelebihan cadangan yang diinginkan oleh bank, dan rasio giro

wajib yang ditetapkan oleh BI memengaruhi angka pengganda uang (m).

R = RR + ER (2.12)

RR = r x D (2.13)

R = (r x D) + ER (2.14)

Sehingga, uang primer sama degan cadangan ditambah uang kartal dapat

menghasilkan suatu persamaan yang menghubungkan uang primer dengan tingkat

deposito dan uang uang kartal dengan menambah uang kartal ke dua sisi

persamaan:

MB = R + C = (r x D) + ER + C (2.15)

Dimana:

MB = Uang primer

R = Jumlah keseluruhan cadangan di dalam sistem perbankan

RR = Jumlah giro wajib

(56)

Sifat penting dari persamaan uang primer tersebut adalah bahwa tambahan dollar

dari MB yang muncul dari tambahan dollar uang kartal tidak ditopang oleh

tambahan deposito apapun. Hal ini terjadi karena kenaikan seperti itu

menyebabkan kenaikan yang sama di sisi kanan persamaan tanpa perubahan pada

D. Komponen uang kartal dari MB tidak menyebabkan penciptaan deposito

berganda seperti pada komponen cadangan. Dengan kata lain, kenaikan uang

primer pada uang kartal tidak digandakan, sedangkan kenaikan yang terjadi pada

deposito pendukung digandakan. Untuk menderevasikan rumus pengganda uang

memasukkan persamaan (2.8) dan (2.9), dengan menentukan C sebagai c x D dan

ER sebagai e x D:

MB = (r x D) + (e x D) + (c x D) = (r + e + c) x D (2.16)

Dengan mendefinisikan uang beredar sebagai uang kartal ditambah deposito

( M = D + C) dan C sebagai c x D, maka:

M = D + (c x D) = (1 + c) x D (2.18)

Dengan mensubtitusikan D dari persamaan (2.15) ke dalam persamaan ini, maka

diperoleh:

Rasio yang mengalikan uang primer adalah angka pengganda uang yang

menunjukkan berapa jumlah uang beredar dalam merespons suatu tingkat

perubahan uang primer tertentu. Dengan demikian angka pengganda uang adalah:

(57)

Fungsi permintaan uang yang umum yaitu fungsi permintaan uang yang

mengasumsikan bahwa permintaan akan keseimbangan uang riil bergantung pada

tingkat bunga dan pendapatan.

(M/P)d = L (i, Y) (2.21)

Berikut gambar yang menunjukkan hubungan antara tingkat suku bunga dan

pendapatan terhadap investasi.

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 11. Derivasi Kurva IS

Pada Gambar 11, bagian (a) menunjukkan fungsi investasi, dimana kenaikan

tingkat bunga dari I(r1) ke I(r2) mengurangi jumlah investasi yang direncanakan.

Bagian (b) menunjukkan perpotongan keynesian, dimana penurunan investasi

yang direncanakan dari I(r1) ke I(r2) menggeser fungsi pengeluaran yang

direncanakan ke bawah sehingga tingkat pendapatan turun dari Y1 ke Y2. Dan

bagian (c) menunjukkan kurva IS yang meringkas hubungan antara tingkat bunga

dan pendapatan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika uang riil

meningkat, maka tingkat suku bunga akan turun dan pendapatan akan meningkat,

sehingga investasi akan mengalami peningkatan. Dan sebaliknya jika uang riil

(58)

menurun, sehingga investasi pun mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh

penelitian sebelumnya yaitu penelitian Novianto pada tahun 2011.

6. Tingkat Suku Bunga

Menurut Samuelson (1990), suku bunga adalah harga yang harusdibayar bank

atau peminjam lainnya untuk memanfaatkan uang selama jangkawaktu tertentu.

Suku bunga merupakan salah satu sasaran kebijakan moneter yang sangat besar

pengaruhnya karena suku bunga memegangperanan penting di dalam kegiatan

perekonomian. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan

memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan

investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modalyang

mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi

dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi

yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat

bunga. Jumlah investasi yang diminta bergantung pada tingkat bunga karena

tingkatbunga adalah biaya dari dana yang digunakan untuk investasi.

Sumber: Mankiw (2000)

(59)

Dari Gambar 12, dapat dilihat bahwa kurva investasi memiliki slope negatif,

sehingga semakin tinggitingkat bunga maka akan semakin rendah investasi,

sebaliknya semakin rendah tingkat bunga maka akan semakin tinggi investasi.

Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dengan tingkat bunga

riil. Tingkat bunga nominal merupakan tingkat bunga yang dibayar investor ketika

meminjam uang. Sedangkan tingkat bunga riil merupakan tingkat bunga yang

menentukan tingkat investasi. Tingkat bunga riil juga merupakan tingkat bunga

nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi. Investasi bergantung pada tingkat

bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman (Mankiw,2000).

Persamaan yang menggambarkan hubungan tingkat inflasi dengan tingkat suku

bunga riil yaitu:

I=I(r) (2.22)

Dalam menentukan investasi, yang perlu diperhatikan yaitu tingkat suku bunga.

Apabila tingkat suku bunga lebih tinggi dari pengembalian modal, investasi yang

direncanakan tidak menguntungkan. Kegiatan investasi akan memperoleh

keuntungan jika tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan suku

bunga. Oleh karena itu, tingkat suku bunga mempunyai pengaruh besar pada

investasi.

6.1.Teori Tingkat Suku Bunga

Teori tingkat suku bunga terdiri dari:

a. Teori Suku Bunga Klasik

Menurut kaum klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan maupun

Gambar

Gambar 1. Hubungan M0 dengan Investasi Periode MBTF
Gambar 2. Hubungan Suku Bunga (BI Rate) dengan Investasi Periode ITF
Gambar 3. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi  dengan Investasi
Gambar 4. Hubungan Suku Bunga Kredit Investasi  dengan Investasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlu kami sampaikan kepada peserta rapat penjelasan, berdasarkan hasil koreksi dari Pejabat Pembuat Komitmen dan Pokja ada salah penulisan nama alat, tertulis Vacuum

Hasil dari pengujian terhadap metode ini maka didapatkan informasi untuk dapat membantu kepolisian dalam mengatasi tingkat kejahatan pada pencurian sepeda motor dan

Dalam masyakarat yang secara prinsip pluralis, kerangka normatif terkait penambangan mangan yang mengikat kehidupan bersama harus berdasarkan pada kesepakatan bersama yang

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan program aplikasi Macromedia Flash 8 yang sudah dikenal sebagai program aplikasi pembuat animasi dan juga dengan menggunakan software

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang

Hasil: Uji antibakteri ekstrak oleoresin jahe merah jahe merah terhadap bakteri streptococcus pyogenes memperlihatkan bahwa zona hambat pada penelitian ini

Faktor pertama ini dicirikan oleh enam subfaktor yaitu dosen memberikan isi kuliah sesuai dengan slide yang ditampilkan, dosen memberikan pengalaman berwirausaha