• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN

PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE

ACEH DARUSSALAM

SKRIPSI

SARAH LILIANA PANDIANGAN

050805056

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN

PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE

ACEH DARUSSALAM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SARAH LILIANA PANDIANGAN

050805056

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI

KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Kategori : SKRIPSI

Nama : SARAH LILIANA PANDIANGAN

Nomor Induk Mahasiswa : 050805056

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

Diluluskan di

Medan, Desember 2009

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

(Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc.) (Mayang Sari Yeanny S. Si, M. Si.)

NIP:195810161987031003 NIP: 197211261998022002

Diketahui / Disetujui

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

PERNYATAAN

STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2009

(5)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam” dalam waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si selaku Dosen pembimbing II, terimakasih atas perhatian, arahan, tenaga, waktu dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak saran dan arahan demi penyelesaian Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik dan sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan kepada seluruh staf Pengajar di Departemen Biologi. Terimakasih juga oleh penulis kepada Dekan FMIPA USU Prof. Dr. Eddy, M., M.Sc.

Ucapan terimakasih yang tak ternilai Penulis ucapkan kepada yang Terhormat Ayahanda tercinta M. Pandiangan dan Ibunda tersayang M. Simanjuntak buat Kasih sayang, Nasehat, Tiap tetes keringat dan air mata, harapan, doa, dan dukungan moril maupun materi selama ini kepada Penulis yang selalu menguatkan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Kepada Adik-adik handa terkasih : Sari Ani Niati Pandiangan, Santa Agnesia Margaret Pandiangan dan Abang sayang Mardame Thecos Pandiangan yang selalu memberikan dukungan moril, kasih sayang dan do’a kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terkasih Bapa tua M. Silitonga dan Inang tua M. Simanjuntak buat dukungan moril dan do’a selama ini kepada penulis. Terimakasih juga kepada B’Andi, B’Rudi, K’Shanty, dan K’Qutenk buat semangat dan dukungan moril yang telah diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang-abang yang turut berperan besar dalam penelitian ini, Arief dan Epong serta yayasan FFI yang memberikan bantuan keringanan biaya dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Dekri yang dengan setia menemani tim selama di lapangan.

(6)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Hasil Penelitian ini, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini.

Medan, Desember 2009

(7)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam” telah dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode “Purpossive Random Sampling” yaitu menentukan 2 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan aktivitas yang berlangsung di Perairan tersebut. Pengamatan Ikan Karang dilakukan pada transek yang berukuran 4 x 50 meter sebanyak 3 transek pada setiap stasiun. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keanekaragaman ikan karang dan hubungan antara faktor fisik kimia dengan keanekaragaman ikan karang.

Dari hasil identifikasi diperoleh ikan karang yang termasuk kedalam kelas Osteichtyes yang tergolong dalam 1 ordo, 16 famili, 30 genus serta 51 spesies. Nilai Kepadatan dan kepadatan Relatif tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps dengan nilai masing-masing 0.985 ind/m2 dan 19.818 %. Nilai Kepadatan dan Kepadatan Relatif terendah terdapat pada beberapa spesies yaitu 0.005 ind/m2 dan 0.181 %. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2.3 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 1.76. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0.66 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0.65. Dari hasil analisis korelasi diketahui bahwa hubungan antara indeks keanekaragaman dengan nilai faktor fisik kimia berkorelasi kuat.

(8)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Study of Reef Fish Diversity At The West Part Oceanik Of Rubiah

Island Nanggroe Aceh Darussalam

ABSRACT

The research with the title “Study of Reef Fish Diversity At The west Part Oceanik Of Rubiah Island Nanggroe Aceh Darussalam” have been done at May 2009. This Research is done with the method of Purpossive Random Sampling that is determine 2 research station of pursuant to difference of society activity that goes on around this oceanik. Reef fish survey done at the transect that sized 4 x 50 metres by 3 restating times rill each research station. This research target is to see the diversity of reef fish and the correlation between chemical physical factor with the reef fish diversity.

From result identify to the reef fish obtained a class reef fish which pertained in 1 ordo, 16 set of family and 30 genus and 51 species. The highest abundance and relative abundance is obtained at Pomacentrus spilotoceps that is 0,985 ind/m2 and 19,818 %. The lowest abundance and relative abundance at more spesies that is 0,005 ind/m2 and 0,181 %. The highest diversity index are at station 1 that is 2,3 while the lowest are at station 2 that is 1,76. Highest similarity index there are at station 1 that is 0,66 while the lowest of similarity index there are at station 2 that is 0,65. From result of correlation analysis known that the relation between variety index and chemical physical factor value is strong correlation.

(9)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah

1.5 Manfaat Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1 Ekosistem Laut 4

2.2 Ekosistem Terumbu Karang 5

2.3 Ikan Karang 6

2.4 Pembagian Ikan Karang 7

2.5 Ekologi Ikan 9

2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan 10

2.7 Parameter Fisik-Kimia Air 12

Bab 3. Bahan dan Metoda 16

3.1 Waktu dan Tempat 16

3.2 Pengamatan Ikan Karang 16

3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 17

3.4 Analisa Data 19

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 21

4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi 21

4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)

Dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian 30 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Pada Setiap Stasiun Penelitian 34

4.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 36

4.4.1 Temperatur Air 36

(10)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

4.4.3 Penetrasi Cahaya 37

4.4.4 pH (Derajat Keasaman) 38

4.4.5 DO (Disolved Oxygen) 38

4.4.6 Kejenuhan Oksigen 39

4.4.7 BOD (Biological Oxygen Demand) 39

4.4.8 Salinitas 40

4.5 Analisis Korelasi 40

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 43

5.1 Kesimpulan 43

5.2 Saran 44

(11)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran

Faktor Fisik Kimia Perairan 18

Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian 22 Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)

dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian 31 Tabel 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

pada setiap Stasiun Penelitian 34

Tabel 4.4 Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun

Penelitan 36

Tabel 4.5 Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan Dengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap Stasiun

(12)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO 48

Lampiran B : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 49

Lampiran C : Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran

Temperatur Air 50

Lampiran D : Contoh Perhitungan 51

Lampiran E : Data Mentah Penelitian 54

Lampiran F : Hasil Analisis Korelasi 56

Lampiran G : Foto Ikan Karang 57

Lampiran H : Data Mentah Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan 58

Lampiran I : Peta Lokasi Penelitian 59

(13)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, Hamparan laut yang luas

merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya

laut yang memiliki keragaman baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya.

Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan

Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa. Salah satu dari potensi

tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau

ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang

ini dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar

Terdapat 4 pulau kecil yang mengelilingi Pulau Weh:

dan

menyelam karena terumbu karangnya. Perairan Pulau Rubiah terutama di bagian

sebelah Baratnya termasuk dalam kawasan taman wisata bawah laut Pulau Weh yang

berada di Kotamadya Sabang memiliki hamparan terumbu karang dan beragam jenis

ikan Karang yang merupakan salah satu pembentuk terumbu karang tersebut

Ikan karang membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan mencari makan.

(14)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan fungsinya di

dalam area otoritas yang telah dipertahankannya. Semua kebutuhan akan karang telah

disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara co-evolution

telah berkembang bersama-sama dengan ikan karang. Asosiasi Ikan karang dan

terumbu karang sangat erat, sehingga eksistensi ikan karang disuatu wilayah terumbu

karang sangat rapuh ketika terjadi pengrusakan habitatnya (Hartati & Edrus, 2005).

Berdasarkan literatur diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Studi

Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam”.

1.2 Permasalahan

Perairan Pulau Rubiah di bagian Barat memiliki hamparan Terumbu Karang

yang cukup luas. Komunitas Ikan Karang merupakan salah satu biota pembentuk

ekosistem terumbu karang di perairan ini. Namun sejauh ini data mengenai jenis-jenis

Ikan Karang yang ada di pulau Rubiah ini masih sedikit diketahui dan

keanekaragamannya dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia air laut yang disebabkan oleh

beragamnya aktivitas manusia diantaranya adalah seperti snorkeling, pemukiman,

pariwisata, dan transportasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis dan Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan

Perairan bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Untuk mengetahui faktor fisik-kimia perairan yang berkorelasi terhadap

keanekaragaman Ikan Karang tersebut.

(15)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

1. Terdapat perbedaan Keanekaragaman Ikan Karang di setiap stasiun yang

berbeda.

2. Faktor fisik-kimia perairan memiliki hubungan terhadap keanekaragaman Ikan

Karang.

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi mengenai Ikan Karang yang terdapat di bagian Barat

Pulau Rubiah bagi penelitian selanjutnya

2. Sumber data bagi pihak-pihak terkait yang berguna dalam usaha pelestarian

(16)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Laut

Pembagian daerah ekosistem laut dibagi menjadi 3 daerah, yaitu Daerah

Litoral / Daerah Pasang Surut adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat.

Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih

berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di

daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut,

udang, kepiting, cacing laut. Daerah Neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah

ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat

mencapai 200 m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan

bentos. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang dimana kedalamannya antara

200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton, dan Daerah

Abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m. Daerah ini gelap

sepanjang masa, tidak terdapat produsen (Nybakken, 1993, hlm: 43).

Pulau Rubiah merupakan salah satu daerah wisata bahari yang berada di Pulau

Weh, Kota Sabang. Pulau ini dahulunya merupakan asrama bagi para jama`ah haji

yang akan berangkat ke Mekkah. Namun saat ini, Pulau Rubiah dijadikan sebagai

objek daerah tujuan wisata yakni kawasan taman laut atau lebih di kenal dengan

sebuatan Taman Laut Rubiah (Sea Garden Of Rubiah). Luas perairannya yaitu 2.600

(17)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

indahnya alam bawah laut. Di dalamnya terdapat bermacam jenis ikan tropis, terumbu

karang, kerang raksasa, dan masih banyak lainnya

Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan genetik, spesies dan

keanekaragaman ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dunia

laut adalah diluar perhitungan, dan terbukti bahwa lautan mempunyai fila binatang

yang lebih kaya dari daratan. Ekosistem laut memberikan produk dan servis yang

sangat penting untuk keperluan manusia dan untuk keseimbangan ekologis planet

bumi pada umumnya. Salah satu peranan terpenting dari ekosistem laut adalah

fungsinya sebagai marine biological pump (Djohan, 1996). Fungsi ini secara lebih

jelas terlihat pada siklus global karbondioksida yang berperan untuk mereduksi gas

CO2 di atmosfer sehingga akan mengurangi efek rumah kaca (Barus, 2004, hlm: 20).

Sebelah Barat Pulau Rubiah dengan jarak tempuh 350 m terdapat daerah

wisata pantai Iboih yang luasnya 1.300 ha dan 3 km sebelah Barat Laut terdapat

lokasi Tugu Kilometer Nol, sebelah Utara Pulau ini berbatasan langsung dengan

samudera Hindia. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan daerah wisata pantai

Gapang. Pulau Rubiah tidak berpenghuni, namun Pulau ini ditumbuhi oleh beberapa

jenis tumbuhan, salah satunya yakni pohon kelapa dan dihuni oleh beberapa jenis

hewan seperti monyet, ular, burung, serangga dan kadal. Pulau Rubiah juga memiliki

pantai yang berpasir putih dan dari Pulau ini dapat melihat dengan jelas kapal-kapal

besar yang melintas serta suasana tenggelamnya matahari (http://www.nad.go.id).

2.2 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Ini

dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan yang erat. Rantai

makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Terumbu karang

membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan

(18)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

tahun silam. Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan keanekaragaman

jenis biota yang amat tinggi

Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas

sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain. Ekosistem ini adalah ekosistem daerah

tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus

secara lestari. Ekosistem terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang

relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 220C) dan memiliki kadar

karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub

tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar

perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur

yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan

penyusun karang dan biota lainnya (www.coremap.or.id/tentang_karang/http://cmosdo

c.multiply.com/journal/item/6/Tanah_Persinggahan).

Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang batu termasuk kelompok

hewan, tetapi berbentuk bunga sehingga seringkali mengecoh, dengan demikian sering

dianggap kelompok tumbuhan. Bagian yang keras sesungguhnya merupakan

cangkang dari hewan karang batu, yang tersusun dari zat kapur ( CaCO3). Bagian

tubuh yang tersusun lunak disebut polip karang dan berbentuk seperti tabung dengan

tentakel yang berjumlah 6 buah atau kelipatannya serta terletak di keliling mulut.

Tentakel tersebut dapat ditarik dan dijulurkan (Lilley, 1999, Hlm: 31).

2.3 Ikan Karang

Biota laut terbagi atas 2 kelompok yaitu : kelompok hewan dan kelompok tumbuhan.

Ikan merupakan salah satu biota laut yang memiliki tulang belakang (vertebrata),

berdarah dingin dan mempunyai insang. Jenis hewan ini merupakan penghuni laut

yang paling banyak yaitu sekitar 42,6% atau sekitar 5000 jenis yang telah di

identifikasi, mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi baik dalam bentuk,

(19)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

yang sering terlihat di daerah terumbu karang adalah Carcharhinus spp (black tip

reef), triaenodon spp (white tip reef) dan Carcharhinus amblyrhychos (cucut moncong

putih) (Romimohtarto & Juwana, 2001, Hlm: 28).

Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang

adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang

memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,

Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae (Budiyanto, 2000, Hlm: 29).

Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies terumbu adalah karena

variasi habitat terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang

saja, tetapi juga didaerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga

perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat

yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu. Akan

tetapi, habitat yang banyak itu tidak cukup untuk menerangkan keragaman yang tinggi

pada ikan-ikan terumbu karang, terutama pada daerah-daerah setempat. Tingginya

keragaman ikan setempat mendorong untuk dilakukan sejumlah penelitian (Nybakken,

1988, hlm: 352).

Indikator pertama yang dapat digunakan untuk mengkaji perubahan-perubahan

seiring waktu dalam tingkat populasi adalah komunitas ikan. Beberapa alasan

pemilihan ikan sebagai indikator karena Ikan merupakan satu kesatuan dari sistem

kehidupan karang, tanggapan-tanggapannya cukup mencerminkan adanya

proses-proses yang mengancam yang mengancam atau yang mendukungsistem tersebut

secara keseluruhan, dan termasuk mempengaruhi berbagai komponen lainnya (Gomez

& Yap, 1984). Ikan adalah organisme yang relatif lebih kompleks, dimana banyak

aspek biologi dan perilakunya dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian

habitatnya, seperti ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), predator polyp karang (Vivien &

Navarro, 1983).

(20)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Menurut Lalli & Parsons (1993), ikan terbagi ke dalam tiga kelas berdasarkan

taksonominya yaitu:

a. Kelas Agnatha

Kelas ini meliputi ikan primitif seperti lamprey. Kelompok ini berumur 550 juta

tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki

sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki sirip punggung dan satu sirip ekor.

b. Kelas Chondrichthyes

Kelas ini memiliki ciri yaitu adanya tukang rawan dan tidak mempunyai sisik.

Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu

dan sekarang hanya mempuyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan pari dan hiu dan

makanannya biasanya adalah plankton dan organisme bentik.

c. Kelas Osteichtyes

Kelas ini meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini

merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, dimana melebihi

20.000 spesies dan ditemukan 300 juta tahun yang lalu.

Satu dari penemuan-penemuan yang menarik tentang ikan-ikan pada terumbu

karang adalah perbedaan-perbedaan dalam ikan-ikan antara siang dan malam. Akan

tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung di dalam terumbu dan

digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terlihat pada siang hari.

Meskipun beberapa dari spesies nokturnal ini secara ekologi sama dengan spesies

diurnal tertentu (Apogonidae, sebagai contoh, menggantikan Pomacentridae), dalam

hubungannya dengan kebiasaan cara makan yang umum dari kebanyakan karnivora,

jumlah ikan pemakan bangkai sangat kecil karena karnivora mengambil setiap

organisme yang baru mati (Nybakken, 1988, hlm : 355).

Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, dan

(21)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora atau multivora dan termasuk wakil-wakil

dari seluruh famili ikan yang sebenarnya terdapat di terumbu karang (Pomacentridae,

Chaetodontidae, Pomocanthidae, Monocanthidae, Ostractiontidae, Tetraodontidae).

Hanya ada beberapa ikan yang merupakan pemakan zooplankton, dan mereka pada

umumnya kecil, yaitu ikan-ikan yang membentuk kumpulan (schooling) dari family

Clupeidae dan Atherinidae (Nybakken, 1988, hlm: 356).

Ikan karang dikelompokkan menurut statusnya, seperti ikan indikator, ikan

major, dan ikan target (English, et.al, 1994). Ikan indikator kebanyakan dari suku

Chaetodontidae yang kehadirannya dapat merefleksikan kondisi kesehatan ikan

karang. Ikan major adalah golongan ikan hias dan non ikan hias yang selalu

berasosiasi dengan karang, baik sebagai penetap maupun pelintas. Ikan target adalah

dari golongan ikan yang biasa dicari oleh nelayan untuk dimakan dan dijual (Hartati &

Edrus, 2005).

Analisis keragaman hayati ikan karang menggunakan beberapa indeks yang

dianggap penting sebagai baseline data. Indeks-indeks itu adalah indeks kekayaan

jenis (richness indices), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indeks

keseimbangan (evenness indices) (Ludwig &Reynold, 1988) dan identifikasi jenis

ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuiter & Tonozuka, 2001).

2.5 Ekologi Ikan

Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki

oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan

disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Hewan darat dan hewan air sama-sama

memerlukan oksigen untuk proses kehidupannya. Namun, kandungan oksigen di

udara dan di air sangat berbeda. Kandungan oksigen di air hanya 5% atau kurang

dibanding kandungan oksigen di udara. Rendahnya kandungan oksigen dalam air

menyebabkan hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan insang

(22)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

ion-ion berlebih yang masuk ke dalam tubuh. Semua kegiatan ini memerlukan energi

metabolik (Fujaya, 2002, hlm: 54).

Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk kedalam

air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada ekosistem perairan. Beberapa

hewan akuatik yang akan menyebabkan kekeruhan air dan sebaliknya dapat juga

menjernihkan air. Dengan demikian kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme

yang menyesuaikan diri pada air yang tidak tercemar ( Michael, 1984, hlm: 76).

Banyak bioma akuatik memperlihatkan stratifikasi vertikal yang jelas pada

beberapa variable fisik dan kimiawi. Cahaya diserap oleh air itu sendiri dan oleh

mikroorganisme yang ada di dalamnya, sedemikian rupa sehingga intensitasnya

menurun secara cepat dengan bertambahnya kedalaman. Para ahli ekologi

membedakan antara bioma akuatik di bagian atas, yaitu daerah yang cahayanya

mencukupi untuk fotosintesis, dan bioma akuatik dibagian bawah, yaitu daerah

dengan sedikit sekali cahaya menembus sampai ke daerah itu. Suhu air juga

cenderung terstratifikasi, khususnya selama musim panas dan musim dingin. Energi

panas dari cahaya matahari akan menghangatkan permukaan air hingga ke bagian air

yang dapat ditembus oleh cahaya matahari, tetapi air di tempat yang lebih dalam tetap

sangat dingin. Dalam lautan dan pada banyak danau di daerah beriklim sedang, suatu

lapisan tipis yang perubahan suhunya sangat cepat, memisahkan lapisan air bagian

atas yang lebih hangat dari lapisan air yang lebih dingin di bagian dalam. Pada bagian

dasar semua bioma akuatik, substratnya terbuat dari pasir dan sedimen organik dan

anorganik ( Reece & Mitchel, 1974, hlm: 87).

Aspek yang terakhir dari ekologi ikan terumbu adalah tentang perwujudan dari

tingkah laku membersihkan. Tingkah laku membersihkan adalah bentuk khusus dari

pemangsaan dimana ikan-ikan kecil tertentu atau udang-udang memindahkan berbagai

ektoparasit dari spesies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar. Peranan

tingkah laku membersihkan diri ini bagi populasi ikan dan ekonomi terumbu karang

belum diketahui dengan baik. Pada proses ini, ikan-ikan pembersih sering membuat

(23)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

yang terang dan kontras. Ikan yang akan dibersihkan datang kedaerah stasiun

pembersihan (sering berupa penonjolan kepala karang atau batu yang besar) dan tetap

tinggal tak bergerak ketika ikan pembersih bergerak diatas tubuhnya untuk

membersihkan parasit-parasit (Nybakken, 1988, hlm: 357).

2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan

Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis,

memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang, dan siripnya serta tergantung pada air

sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk

bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga

tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Ikan

juga menggunakan insang untuk mengambil oksigen dari air yang terdapat di

sekitarnya. Pola adaptasi ini sangat penting untuk mendapatkan makanan disamping

itu juga dapat menyelamatkan diri (Nybakken, 1993, hlm: 89).

Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara

caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan

ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari

jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar

uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin

(Radiopoetra, 1990, hlm: 98).

Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang

kebanyakan bertelur (ovipar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada juga

yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya

(ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu baru

(vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang bersifat

vivipar yang kemudian bunting yang secara terus menerus dan melahirkan individu

(24)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Ciri-ciri lain yang menonjol dari ikan-ikan terumbu karang adalah warna

mereka. Khususnya pada tekanan pemangsaan yang besar, mereka mempunyai warna

yang sangat terang, warna yang terang merupakan suatu pemberitahuan bahwa spesies

itu mengandung racun atau zat lain yang tidak disukai, jadi predator akan

menghindarinya. Penjelasan lain bahwa, warna digunakan untuk pengenalan spesies,

warna juga digunakan untuk penyamaran spesies (kamuflase) baik dengan mengubah

bentuk ikan atau membuatnya nampak seperti sesuatu yang lain (Nybakken, 1988,

hlm: 357).

2.7 Parameter Fisik-Kimia Air

a. Temperatur

Suhu merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi metabolisme

dan pertumbuhan badan ikan. Penyebaran suhu dalam perairan dapat terjadi karena

adanya penyerapan dan angin sedangkan yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu

adalah musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air dan lain sebagainya. Semua

jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang

drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini

umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan

hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan

metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen. Beberapa jenis ikan

seperti ikan mas kecil (Carassius auaratus) mempunyai toleransi yang luas terhadap

suhu (Anwar et al, 1984, hlm: 68).

(25)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan

berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk

mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju

suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat

yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan

adalah melalui rantai makanan. Selain penting dalam membantu penglihatan, cahaya

juga penting dalam metabolisme ikan dan pematangan gonad. Ikan yang mendiami

daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang lebih

dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya (Goldman &

Horne, 1983, hlm: 76).

Bagi organisme air, intesitas cahaya berfungsi sebagai alat orienttasi yang akan

mendukung kehidupan organisma tersebut dalam habitatnya. Faktor cahaya matahari

yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian

cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar

dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intsitas cahaya

tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun

kuantitatif (Barus, 2004).

c. Penetrasi Cahaya

Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan

mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan

(Brower et al., 1990, hlm: 62).

d. pH (Derajat Keasaman)

Menurut Baur dalam Barus (2004), Organisme air dapat hidup dalam suatu

perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah

sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya

(26)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

naik pada pH 6,5 walaupun itu tergantung juga kepada jenis ikannya (Lesmana &

Dermawan, 2001, hlm: 89).

e. Jenis Substrat

Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di perairan baik pada air

diam maupu air yang mengalir. Jenis ikan dipengaruhi oleh jenis substrat alami dan

pergerakan air sungai. Ini dapat mempengaruhi keberadaan ikan karena benthos yang

sering berada pada substrat dasar perairan berperan sebagai sumber makanan bagi

nekton (Michael, 1984, hlm: 79).

Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang

hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan

terhadap predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat

menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi hewan dasar (Lalli & Parsons, 1993,

hlm: 90).

f. DO (Disolved Oxygen)

Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat

penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik

dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan

tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena

akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen

terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme

perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di

bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat ikan mas mampu mentolerir kandungan

oksigen terlarut (Wardana, 2001, hlm: 45).

(27)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Salah satu indikator pencemaran yang umum digunakan dalam kualitas suatu perairan

adalah pengukuran BOD. Biological Oxygen Demand merupakan nilai yang

menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam

proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20º (Fardiaz, 1992, hlm:

23)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa

organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu

menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah

oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004, hlm: 98).

h. COD ( Chemical Oxygen Demand ).

Nilai COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses

oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka

akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses

oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudahbdiuraikan secara biologis

maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus, 2004, hlm: 66).

i. Salinitas

Secara alami kandungan garam terlarut dalam air dapat meningkat apabila

populasi fitoplankton menurun. Hal ini dapat terjadi karena melalui aktivitas respirasi

dari hewan dan bakteri air akan meningkatkan proses mineralisasi yang menyebabkan

kadar garam air meningkat. Garam-garam tersebut meningkat kadarnya dalam air

karena tidak lagi dikonsumsi oleh fitoplankton yang mengalami penurunan jumlah

populasi tersebut. Proses penguraian bahan organik dalam air, yang berasal dari

pembuangan limbah cair misalnya, melalui proses biodegradasi akan meningkatkan

garam-garam nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis algae dan

fitoplankton lain. Toleransi dari organisme air terhadap kadar salinitas dapat

(28)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

sempit terhadap fluktuasi salinitas, dan euryhalin yang merupakan organisme air

mempunyai toleransi yang luas ( Barus, 2004, hlm: 73).

j. Kejenuhan Oksigen

Harga Kejenuhan Oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Kejenuhan (%) = x100

[t] O2

] [ 2 u

O

Dimana: O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai

dengan temperatur. Lampiran D

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009, di Kawasan Perairan sebelah

Barat Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam. Dimana dalam menentukan titik

koordinatnya digunakan GPS (Global Positioning System). Secara geografis lokasi

penelitian ini berada pada :

a. Stasiun 1 : 05o53’018” LU dan 95o15’17,29” BT - 05o52’59,2” LU dan

(29)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

b. Stasiun 2 : 05o52’32,1” LU dan 95o15’31,3” BT - 05o52’35,8” LU dan

95o15’28,97” BT

3.2 Pengamatan Ikan Karang

Metoda yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengamatan

ikan ialah “Purposive Random Sampling”. Metoda yang digunakan dalam penelitian

ini adalah “Metode Pengamatan Visual Sensus” dan “Foto” pada setiap stasiun

dibuat tiga transek dengan jarak 10 m per-transeknya, masing-masing transek

sepanjang 50 x 4 m sejajar garis pantai. Data ikan karang didapat melalui snorkeling,

menggambar langsung ciri-ciri khusus ikan yang diamati dengan menggunakan asbak

atau kertas tahan air, dan juga meng-akuratkan data dengan pengamatan langsung dari

kapal kaca, kemudian difoto menggunakan kamera air sepanjang garis transek tersebut

dengan metode visual sensus 20 x foto per-transeknya. Data ikan diidentifikasi

menggunakan buku petunjuk bergambar Allen, et al, (2003).

3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:

a. Temperatur Air

Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan ember, kemudian

dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur suhu dengan menggunakan termometer air

raksa yang dimasukkan ke dalam air ± 10 menit kemudian dibaca skalanya.

(30)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Diukur dengan menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan

air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke

dalam air.

c. Intensitas Cahaya

Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan ke arah datangnya

cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut.

d. pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter

ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat

konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

e. DO (Disolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel

air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian

dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran A).

h. Kejenuhan Oksigen

(31)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel

air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja

terlampir (Lampiran B).

g. Salinitas (o/oo)

Salinitas perairan diukur dengan menggunakan Refraktometer yaitu dengan cara

sampel air diambil dengan menggunakan pipet tetes. Pada permukaan dasar yang telah

dibersihkan di teteskan 1 tetes, ditutup dan dibaca skala penunjuk angka.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang

digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

2 Penetrasi Cahaya Cm Keping Seechi In-situ

3 Intensitas Cahaya Candela Lux Meter In-situ

4 pH air - pH air In-situ

5 DO Mg/l Metoda Winkler In-situ

6 Kejenuhan Oksigen % Laboratorium

7 BOD5 Mg/l

Metoda Winkler dan Inkubasi

Laboratorium

8 Salinitas o/oo Refraktometer In-situ

9 Jenis Substrat Pasir, Batu dan Pecahan-pecahan Karang

3.4 Analisis Data

Data Ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif,

frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks

similaritas, dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan

Krebs (1985) sebagai berikut:

(32)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah

b. Kepadatan Relatif (KR)

KR = K Suatu spesies x100%

K

dengan: ∑K = total individu seluruh spesies

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

FK = x100%

d. Indeks Diversitas Shannon – Wienner (H’)

H’= -

pilnpi

dimana :H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner pi = proporsi spesies ke-i

In = logaritma nature

pi =Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

dengan nilai H’ : 0<H’<2,302 = keanekaragaman rendah 2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang

H’>6,907 = keanekaragaman tinggi

e. Indeks Equitabilitas (E)

Indeks equitabilitas (E) =

max H

H'

dimana :H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner

(33)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

dengan nilai E berkisar antara 0-1

g. Analisis Korelasi

Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang

berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman ikan karang. Analisis korelasi dihitung

menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode Komputerisasi SPSS

Ver.13.00.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan sebelah Barat Pulau Rubiah,

NAD, didapatkan 51 jenis ikan yang termasuk kedalam 16 Famili, seperti terlihat pada

tabel 4.1. Deskripsi umum dari jenis Ikan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan

(34)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

1. Acanthuridae (Surgeonfish)

Ikan ini memiliki cirri-ciri tubuh berwarna biru gelap kecoklatan, garis tepi pada

bagian dorsal berwarna biru, anal dan sirip ekor, terdapat noda kecil berwarna kuning

dibagian belakang mata, kadangkala terdapat juga cincin memajang berwarna putih

dibagian dasar ekor, hidupnya membentuk gerombolan, mengetam alga, berlindung

pada karang yang terdapat dibagian pinggir laut dan tengah laut pada kedalaman 2-15

m (gambar 1).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 1: Acanthurus blochii

Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian

KELAS/ ORDO FAMILY/ GENUS SPESIES NAMA DAERAH

Osteichtyes/

A. leucosternon Botana Biru

A. lineatus Botana Kasur

A. triostegus Botana

A. xanthopterus Botana

Ctenochaetus Ctenochaetus striatus Botana

Zebrasoma Zebrasoma rostratum Botana

Blenniidae

Salarias Salarias guttatus Glodok

Callionymidae

Diplogrammus Diplogrammus goramensis -

Chaetodontidae

Chaetodon

C. collare Kepe kalong

C. falcula K.FalkulaJakarta

C. flavissimus Kepe-kepe

C. kleinii Kepe cokelat

C. meyeri K. mayeri hitam

C. smithii Kepe-kepe

(35)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

C. trifascialis Kepe-kepe

C. trifasciatus Kepe-kepe

Forcipiger Forcipiger longirostris Kepe Monyong Hemitaurichthys Hemitaurichthys zoster Kepe Belanda

Haemulidae

Plectorhinchus Plectorhincus polytaenia -

Hemiramphidae

Hyporhamphus Hyporhamphus dussumieri kacang-kacang

Holocentridae

Myripristis Myripristis pralinia -

Labridae

Thalassoma Thalassoma lunare Ikan Keling

Pomacanthidae

Cantropyge Cantropyge flavipectoralis Ikan Enjiel Chaetodontoplus C. septentrionalis Ikan Enjiel

Genicanthus G. melanospilos Enjiel

G. gellus Enjiel

Pomacentridae

Abudefduf A. notatus Sersan Mayor

Amblypomacentrus A. clarus Sersan Mayor

Amphiprion A. clarkia Giro Pasir Kuning Bulat

A. percula Klonfis Biak

Chromis C. actipectoralis Jae-jae

C. dimidiate Jae-jae

Dascyllus Dascyllus aruanus Zebra Jakarta Dischistodus Dischistodus fasciatus Giru Pomacentrus Pomacentrus spilotoceps Giru-giru

Priacanthidae

Priacanthus Priacanthus hamrur -

Scaridae

Calotomus Calotomus spinidens -

Chlorurus Chlorurus sp. -

Scarus S. niger Kakatua Merah

S. oviceps Kakatua

S. altipinnis Kakatua

Serranidae

Pseudanthias P. squamipinnis -

Tetraodontidae

Canthigaster C. amboinensis Ikan Buntel

Toxotidae

Toxotes Toxotes jaculatrix Ikan Sumpit

Zanclidae

Zanclus Zanclus cornutus Morish

2. Blenniidae (Blennies).

Genus ikan yang memiliki warna mencakup keabu-abuan dengan bentuk jaringan

garis-garis pada ukuran yang berbeda, terdapat 3 garis horizontal dengan bintik-bintik

gelap/hitam.1-2 noda putih besar dibagian depan pada bagian dasar pectoral. Habitat

soliter/berpasangan di atas koral mati (dead coral), berlindung pada karang hingga

kedalaman 5 m. Penyebaran mulai dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea

(36)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 2: Salarias guttatus

3. Callionymidae (Dragonets)

Memiliki ciri-ciri pada bagian tubuhnya terdapat bentuk noda-noda seperti bunga

berwarna coklat gelap, garis-garis berwarna biru membentuk bingkai yang dibatasi

warna coklat pada bagian leher, warna biru pada bagian atas tutup insang, membentuk

garis horizontal yang berbeda pada punggung dekat sisi bawah. Hidup soliter atau

membentuk kelompok-kelompok kecil, berlindung pada daerah berpasir dan

beralaskan puing karang yang terdapat mulai dari pinggir laut dan laut tengah pada

kedalaman 5-40 m, Penyebaran mulai dari Indonesia, Mikronesia, dan China (gambar

3).

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 3: Diplogrammus goramensis 4. Chaetodontidae (Butterflyfish).

Genus ini memiliki warna putih agak kebiru-biruan pada bagian pinggir sirip dada,

hitam secara menyeluruh membengkok hingga ke pusat bagian sirip dada,

kekuning-kuningan melingkar pada pangkal ekor, habitat bersifat soliter atau

berpasang-pasangan. Ikan ini terdapat didaerah yang kaya akan karang dan dapat dilihat mulai

(37)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

kedalamannya. Penyebaran mulai dari Afrika, Maldives dan teluk Bengal, Indonesia,

Filipina dan Micronesia (gambar 4).

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 4: Chaetodon meyersi

5. Haemulidae (Sweetlips).

Genus ikan yang memiliki warna kuning terang dengan pola tebal berbingkaikan garis

hitam dan berwarna biru pucat belang-belang disekeliling tubuh mulai dari kepala

hingga kebagian ekornya, hidupnya soliter atau membentuk gerombolan kecil, selama

seharian kelompok ikan ini beristirahat, sedangkan pada malam hari dengan aktifnya

mencari makan yaitu hewan invertebrate kecil, terdapat didaerah pantai dan laut

tengah pada kedalaman 5-40 m. Penyebarannya mulai dari Indonesia dan Filipina,

Papua New Guinea dan Australia (gambar 5).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 5 : Plectorhinchus polytaenia 6. Hemiramphidae (Halfbeaks).

Genus ikan yang memiliki ciri-ciri berwarna perak, bentuk tubuh yang langsing

dengan rahang atas yang sangat pendek dan pedang memanjang pada rahang bawah,

ekor bercabang dua dimana bagian cuping bawah lebih panjang daripada cuping

bagian atas, membentuk gerombolan, terdapat dipermukaan karang pada pinggir laut

(38)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 6: Hyporhampus dussumieri

7. Holocentridae (Squirrelfishes).

Genus ini memiliki warna merah pada bagian punggung dan warna perak pada

beberapa sisinya dengan membentuk skala garis tepi berwarna merah dan dada

berwarna perak, sirip-sirip berwarna merah dengan garis putih dan coklat membatasi

pada bagian tepi, yang terkurung pada bagian atas penutup insang, terdapat pada

karang didaerah dasar berpasir, pinggir laut, dan tengah laut dikedalaman 2-40 m

(gambar 7).

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 7: Myripristis pralinia

8. Labridae (Wrasses).

Genus ini pada ikan jantan tubuh berwarna biru kehijauan, pada bagian kepala

berwarna hijau lembayung muda menyeluruh, sirip-sirip pektoral berwarna lavender

dengan garis tepi berwarna biru, pangkal ekor berbentuk sabit dengan warna kuning

(39)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

hijau, hidup soliter atau membentuk kelompok, terdapat pada karang didaerah dasar

berpasir, pinggir laut, dan karang sebelah luar dikedalaman hingga 20 m (gambar 8).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 8: Thalassoma lunare

9. Pomacanthidae (Angelfish).

Memiliki warna orange kecoklatan dengan belang-belang biru tebal, ekor berwarna

kuning, tidak begitu pasti, kemungkinan ikan betina memiliki belang berwarna biru

atau jantan memiliki muka berwarna orange, berlindung pada batu karang atau

terumbu karang di kedalaman 5-60 m (gambar 9).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 9: Chaetodontoplus septentrionalis

10. Pomacentridae (Damselfish)

Genus ikan yang memiliki berwarna biru pucat kehijauan, noda hitan pada bagian

aksilari sirip pektoral, membentuk kelompok yang besar, mendapatkan makanan di

tengah perairan pada bagian atas kumpulan terumbu, berlindung pada karang didaerah

(40)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 10: Chromis atripectoralis

11. Priacanthidae (Bigeyes/Reddish).

Memiliki ciri-ciri tubuh yang besar dan berwarna merah yang bervariasi dengan warna

perak adakalanya terdapat juga 6 garis merah atau noda-noda besar, sirip-sirip tanpa

noda-noda atau titik-titik berwarna, begitu pula halnya pada ekor, bersifat soliter,

berlindung pada bagian bawah birai atau kemudian pada bagian kepala terumbu

selama seharian, terdapat di daerah pinggir laut dan laut tengah pada kedalaman

hingga 250 m (gambar 11).

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 11: Priacanthus hamrur

12. Scaridae (Parrotfishes).

Genus ikan yang memiliki tubuh berwarna biru kehijauan dengan skala garis-garis

tepi yang sempit berwarna merah muda, warna hijau limau dan biru-hijau gelap pada

(41)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

ungu gelap, bersifat soliter, berlindung pada karang yang rata, didaerah pinggir laut

dan sebelah luar dikedalaman hingga 20 m.

Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 12: Scarus oviceps

13. Serranidae (Anthias).

Genus ikan yang memiliki ciri-ciri pada ikan jantan memiliki warna merah gelap

dengan noda-doda/titik-titik kuning pada skala tubuhnya, bintik-bintik ungu pada

bagian luar sirip pektoral, panjang tulang belakang dorsal berkisar 3rd, membentuk

kelompok kecil hingga besar, mencari makanan berupa hewan plankton yang

berkumpul diatas dasar pasir yang dangkal, berlindung didaerah pinggir laut dan

sebelah luar dari karang-karang dikedalaman 2-20 m (gambar 13).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 13: Pseudanthias squamipinnis

14. Tetraodontidae (Filefishes).

Memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna orange kecoklatan didominasi warna kebiruan

(42)

titik-Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

titik biru dan bergerombol, bentuknya kecil berwarna biru kehitaman, terdapat pula

titik-titik noda pada tubuh, bersifat soliter, berlindung disebelah luar karang-karang

yang dangkal hingga kedalaman 10 m (gambar 14).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 14: Canthigaster amboinensis

15. Toxotidae (Archerfishes).

Genus ikan yang memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna putih perak dengan

membentuk 4 atau 5 baji hitam yang membatasi pada sebagian sisi atasnya, sirip

dorsal tumbuh dengan baik pada bagian belakang tepat diatas belakang ekor, bergerak

bebas dipermukaan air, ‘menangkap’ insekta bawah air, memangsa dengan pancaran

air dari mulut terumbu karang yang bersebelahan dengan mangrove, penyebaran mulai

dari India, Indonesia, New Guinea, & Australia (gambar 15).

Sumber: Allen, et al. 2003.

Gambar 15: Toxotes jaculatrix

16. Zanclidae (Moorish idol).

Genus ini memiliki 3 garis warna hitam yang lebar dan dibatasi 2 garis warna kuning

(43)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

moncong, dan disepanjang filamen sirip dorsal, bersifat soliter, berpasangan atau

mengelompok, makanan biasanya terdapat di bunga karang, berlindung pada

karang-karang di daerah pinggir laut dan sebelah luar karang-karang-karang-karang tersebut pada kedalaman

hingga 180 m (gambar 16).

Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 16: Zanclus cornutus

4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian di

setiap transek diperoleh Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)

dan Frekuensi Kehadiran (FK %) ikan seperti pada tabel 4.2.

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai K, KR dan FK tertinggi terdapat

pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masing-masing sebesar 0,985 ind/m2 dan

19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1. Tingginya nilai K dan KR pada stasiun tersebut

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia, dan biologis sebagai

faktor pembatas yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Pomacentrus

spilotoceps seperti faktor temperatur perairan pada stasiun penelitian dalam keadaan

sangat baik yaitu berkisar antara 29oC, hal ini dapat mendukung pembentukan coral

reef dengan baik pula, dimana terumbu karang merupakan tempat berlindung utama

bagi ikan karang termasuk jenis Pomacentrus spilotoceps tersebut.

Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian

NO

(44)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah

(45)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

Menurut Nontji, (1993, hal: 255) Ikan giru (Pomacentrus spilotoceps) hidup

bersama dengan hewan anemun (sea anemones; Coelenterata; Actiniaria). Antara Ikan

Giru dan anemun terdapat hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Sang ikan

mendapatkan keuntungan dari anemun karena mendapatkan tempat berlindung dari

musuh-musuhnya bila berada di sela-sela tentakel. Tentakel anemun mempunyai

sel-sel jelatang yang dapat menyengat ikan lain, tetapi tidak terhadap giru, karena giru

mempunyai kekebalan. Sebaliknya sang anemun pun memperoleh pula keuntungan

karena giru yang selalu bergerak di antara tentakel-tentakel itu menimbulkan gerakan

air yang membawa oksigen bagi anemun, disamping itu produk-produk sisa dari sang

anemun dapat segera disingkirkan atau dimakan oleh ikan giru.

Nilai K dan KR terendah terdapat pada 7 spesies ikan karang yaitu Abudefduf

notatus, Diplogrammus goramensis, Hemitaurichthys zoster, Plectorhincus

polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare yaitu

masing-masing 0,005 ind/m2 dan 0.1006 %. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau

faktor fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan ke-7 jenis ikan ini secara tidak

langsung yaitu dengan mempengaruhi tempat habitat utama ikan karang tersebut yaitu

terumbu karang, seperti pH air yang berkisar 6,5-7,4. Selain itu data K, KR yang

rendah juga dapat disebabkan pada saat pengambilan data di lapangan yang terbatas

waktu pengamatan dan peralatan yang digunakan.

Frekuensi Kumulatif (FK) terendah pada stasiun 1 terdapat pada Abudefduf

notatus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucocheilus, Acanthurus triostegus,

Acanthurus xanthopterus, Chaetodon meyeri, Chromis actipectoralis, Diplogrammus

goramensis, Forcipiger longirostris, Hemitaurichthys zoster, Plectorhincus

polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare sedangkan

pada jenis Acanthurus flowleri, Acanthurus lineatus, Amphiprion clarkii, Canthigaster

amboinensis, Cantropyge flavipectoralis, Chaetodon collare, Chaetodon kleinii,

Chromis dimidiate, Salarias guttatus dan Scarus niger pada stasiun 2 yaitu berkisar

33,333 %. Rendahnya nilai FK disebabkan faktor lingkungan yang tidak mendukung

pertumbuhan dan keberadaan ikan karang seperti pH yang berkisar 6,5-7,4,

(46)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

akibat dari aktivitas anthropogen yang merusak seperti snorkeling/diving, transportasi,

pemukiman, dan pariwisata.

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Acanthurus auranticavus, Acanthurus

blochii, Acanthurus leucostemon, Amphiprion clarkii, Forcipiger longirostris,

Pomacentrus spilotoceps, dan Scarus niger terdapat pada setiap stasiun penelitian. Hal

tersebut dapat disebabkan karena adanya kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi

terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi

yang luas terhadap faktor-faktor fisik-kimia seperti nilai kelarutan oksigen sebesar 6,2

mg/l, intensitas cahaya yang cukup tinggi 1383 candella, nilai BOD5 yang rendah

yaitu 1,2 mg/l dan salinitas air 35 % yang cukup mendukung pembentukan terumbu

karang sebagai tempat utama habitat ikan karang tersebut.

Jenis Pomacentrus spilotoceps merupakan jenis ikan hias yang sering dijumpai

di area penelitian dengan nilai K, KR dan FK yang tinggi. Menurut Budiyanto, (2000,

Hlm: 29) Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang

adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang

memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,

Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 indeks keanekaragaman

sangat baik sedangkan pada stasiun 2 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena

pengaruh faktor fisik kimia yang secara tidak langsung merusak habitat utama dari

ikan karang yaitu terumbu karang. Seperti Intesitas Cahaya pada stasiun 1 sebesar

1383 candela dan stasiun 2 berkisar 1047 candela, dan pada setiap stasiun Penetrasi

Cahayanya pada kedalaman 4 m dan 3 m, yang menunjukkan keadaan faktor

pembatas mendukung sangat baik terdapat pada stasiun 1.

Pengambilan data pada saat dilapangan dan waktu yang ditentukan untuk

melakukan penelitian juga dapat mempengaruhi hasil data yang telah diperoleh.

Seperti halnya penambahan dan pengurangan data spesies ikan karang pada stasiun 1

(47)

Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

pengambilan data spesies tertentu ditemukan pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2

tidak ditemukan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dikarenakan pada saat

pengambilan data, spesies tertentu tidak berada pada transek, sehingga tidak tercatat,

terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang, dan

adanya migrasi ikan keluar atau masuk di daerah pengamatan.

4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap Stasiun Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun

penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Inde

ks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3. Dimana

Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,3 dan terendah pada

stasiun 2 yaitu 1,76. Sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1

yaitu 0,66 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,65. Tinggi rendahnya nilai

keanekaragaman dan keseragaman pada setiap stasiun penelitian ini dapat disebabkan

faktor fisik-kimia perairan dan ketersediaan nutrisi yang sangat mempengaruhi

keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang. Selain itu tinggi rendahnya nilai

indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang juga dapat dipengaruhi

oleh pengambilan data ikan pada saat pengamatan dilapangan. Menurut Brojo &

setiawan, (2004) Penambahan dan pengurangan jumlah spesies ikan karang dapat

disebabkan oleh:

a. Spesies tertentu tidak berada di daerah transek, sehingga tidak tercatat

b. Terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan

karang

c. Adanya migrasi ikan keluar atau masuk didaerah pengamatan.

Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen Tutupan Karang (r) pada Setiap Stasiun Penelitian

Indeks Stasiun 1 Stasiun 2

Gambar

Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian  Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)      dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Parameter Tempat
tabel 4.1. Deskripsi umum dari jenis Ikan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan
Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian KELAS/ ORDO Osteichtyes/
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ Dahulu kala, Indonesia adalah bagian dari negara-negara yang sangat.. dihormati, bahkan mungkin ditakuti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variabel biaya kualitas yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal

[r]

Pembuatan Website ini menggunakan program aplikasi Macromedia Dreamweaver MX dan Internet Explorer 5.0 sebagai browser serta adobe photoshop 7.0 sebagai pengolah gambarnya. Dan

[r]

Penulisan ilmiah ini membahas tentang aplikasi permainan bagi anak kelompok umur 3-5 tahun, yang terdiri dari tiga modul belajar yaitu mewarnai gambar, mencari pasangan gambar,

setempat yang menerangkan bahwa siswa adalah anggota keluarga (anak/cucu) dari orang. tua yang tercantum namanya

Dalam penulisan ilmiah ini penulis akan menjelaskan tentang pembuatan program aplikasi peminjaman buku perpustakaan dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0.