PENGARUH ADMINISTRASI BFI (BIG FIVE INVENTORY) TERHADAP HASIL BFI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
MUHAMMAD ASLAM SYAHRUDDIN
071301025
FAKULTAS PSIKOLOGI
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Administrasi BFI (Big Five
Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI adalah karya sendiri dan belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, September 2011
Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI
Muhammad Aslam Syahruddin
ABSTRAK
Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.
Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five
personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian
impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan saya kekuatan dan meridhoi saya dalam penyelesaian proposal
penelitian ini tepat pada waktu yang telah direncanakan. Judul proposal ini adalah
“Pengaruh Administrasi tes BFI (Big Five Inventory) terhadap hasil tes BFI”.
Draft proposal ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti sidang seminar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan draft proposal ini
sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan ini. Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada dosen pembimbing
seminar Ibu Etty Rahmawati M.Si yang telah membimbing penulis serta semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya draft proposal ini.
Akhir kata penulis memohon saran dan kritik yang membangun demi
kemajuan tulisan ini dan diri penulis.
M. Aslam S.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktis ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13
A. Big Five Personality ... 13
B. Big Five Inventory ... 19
1. Definisi Administrasi Tes ... 25
a. Persiapan Tester yang matang ... 26
b. Kondisi Tes ... 27
c. Pengenalan Tes : Membangun rapport dan pengenalan tes kepada peserta tes ... 29
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Tes ... 34
1. Tester dan Faktor Situasional ... 35
2. Sudut Pandang Peserta Tes ... 36
3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi ... 37
E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes ... 31
F. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39
C. Definisi Operasional Penelitian ... 39
D. Data yang digunakan ... 40
F. Teknik Kontrol Terhadap Extraneous Variable ... 40
1. Konstansi Karakteristik Subjek ... 41
2. Konstansi Kondisi... 41
G. Rancangan Penelitian dan Treatmen yang dilakukan ... 41
1. Rancangan Penelitian ... 41
2. Treatment yang dilakukan... 41
G. Instrumen Penelitian... 43
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 43
1. Tahapan Persiapan Penelitian ... 41
a. Pemilihan Subjek Penelitian ... 26
b. Mengurus Surat Permohonan Izin ... 26
c. Persiapan Peralatan Penelitian ... 26
d. Penyediaan Reward ... 26
2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 41
a. Sesi Screening ... 43
b. Sesi Post Test ... 44
1. Uji-t... 47
BAB IV Analisa Data dan Pembahasan ... A. Analisa Data Penelitian ... 43
1. Gambaran Subjek Penelitian ... 43
2. Uji Asumsi Penelitian ... 43
a. Uji Normalitas ... 26
b. Uji Homogenitas Varians ... 26
3. Hasil Utama Penelitian ... 43
B. Pembahasan ... 43
BAB V Kesimpulan dan Saran ... 45
A. Kesimpulan ... 43
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Pelaksanan Penelitian ... 19
Tabel 2. Hasil Pengujian (uji-t) Subjek pada Saat Sesi Screening ... 31
Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 33
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas ... 37
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Varians ... 37
Tabel 6. Hasil Pengujian (uji-t) Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 38
Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI
Muhammad Aslam Syahruddin
ABSTRAK
Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.
Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five
personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian
impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini tes Psikologi bukan merupakan hal yang asing lagi bagi
masyarakat. Tes psikologi merupakan alat yang digunakan oleh Psikolog dalam
melakukan penilaian terhadap individu sesuai dengan tujuan dari diberikannya tes
tersebut. Tes psikologi berisikan aitem-aitem yang diskor berdasarkan respon dari
individu yang mengikuti tes. Skor tersebut kemudian memberikan informasi
mengenai seberapa baik individu dalam bidang tertentu. Beberapa ahli juga
mengungkapkan definisi dari tes psikologi, diantaranya seperti yang diungkapkan
oleh Anastasi & Urbina pada tahun 2006 dan Kaplan dan Sacuzzo pada tahun
2005. Anastasi & Urbina (2006) menyatakan definisi tes psikologi yaitu alat
pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara
meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu. Kaplan dan Sacuzzo (2005) menyatakan definisi
psikologi sebagai sekumpulan aitem yang dirancang untuk mengukur karakteristik
individu dan memprediksi perilakunya.
Berdasarkan dua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tes
dirancang dengan tujuan untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi
perilakunya serta digunakan secara luas.
Saat ini tes Psikologi telah banyak digunakan dalam berbagai bidang
kehidupan. Mulai dari bidang pendidikan, bidang sosial, maupun bidang industri.
Tes Psikologi dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat untuk melakukan
pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Contohnya tes psikologi
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan jurusan ilmu alam atau ilmu
sosial yang harus ditempuh oleh siswa yang akan naik ke kelas XI SMA. Selain
itu beberapa sekolah tertentu juga menjadikan tes psikologi sebagai salah satu
persyaratan untuk memasuki sekolah tersebut. Tes Psikologi dalam bidang sosial
salah satunya digunakan sebagai alat untuk melakuka assesement atau penilaian.
Contohnya adalah assessment atau penilaian yang dilakukan kepada korban
bencana alam dengan tujuan untuk memberikan intervensi psikologis yang sesuai
dengan kondisi psikologis dari korban bencana alam tersebut. Tes Psikologi
dalam bidang industri contohnya adalah tes psikologi yang digunakan sebagai alat
seleksi dan penempatan kerja karyawan merupakan hal yang saat ini senantiasa
dilakukan oleh perusahaan ketika ingin mendapatkan karyawan baru maupun
ketika mempromosikan seorang karyawan. Hal ini dapat dimengerti karena tentu
saja perusahaan ingin mendapatkan indvidu yang terbaik untuk bekerja agar
perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Tes Psikologi menjadi tes yang
dipercaya oleh perusahaan untuk menjaring individu terbaik sesuai dengan bidang
saat seleksi dan penempatan kerja karyawan akan disesuaikan dengan bidang
kerja yang akan dilakukan nantinya.
Demi memastikan tes Psikologi yang digunakan dalam berbagai tujuan
memiliki kemampuan untuk menguji dan menempatkan seseorang pada tempat
yang tepat sesuai dengan bidangnya dan juga terjaga validitas dan reliabilitasnya,
maka ada beberapa hal utama yang harus diperhatikan. Salah satu yang harus
diperhatikan adalah proses administrasi tes Psikologi. Administrasi tes psikologi
adalah segala sesuatu proses yang berkenaan dengan penyelenggaraan tes
Psikologi (Anastasi & Urbina, 2006). Salah satu bentuk dari administrasi tes
adalah pemberian instruksi tes. Instruksi tes dilakukan oleh tester yaitu orang
yang bertugas untuk memberikan instruksi tes yang meliputi bagaimana cara
mengerjakan tes, menginformasikan batas waktu yang ada, dan juga memberikan
contoh bagaimana cara melakukan tes tersebut.
Proses administrasi tes ini merupakan hal yang sangat penting karena proses
administrasi tes adalah proses yang dapat berpengaruh terhadap hasil tes.
(Anastasi & Urbina, 2006). Contohnya apabila pemberian instruksi salah, tidak
lengkap, ataupun berlebih maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes.
Pengaruh tersebut misalnya dapat berupa identifikasi atribut psikologis yang tidak
sesuai dengan individu yang mengikuti tes tersebut akibat proses administrasi
yang tidak standar. Dapat kita bayangkan dalam bidang pendidikan, apabila
pelaksanaan administrasi tes dilakukan dengan tidak standar maka akan
seharusnya dapat lulus ke dalam sekolah tertentu akibat proses administrasi yang
tidak standar menjadi tidak lulus dalam sekolah tersebut. Pada bidang sosial
proses administrasi yang tidak standar trsebut dapat berpengaruh terhadap
asessment atau penilaian kondisi psikologis korban bencana alam, penilaian yang
kurang tepat dapat mengakibatkan pemberian interrvensi psikologis yang tidak
tepat pula sehinga justru akan berdampak negatif terhadap korban bencana alam
tersebut.
Pada bidangi industri seperti pada tes psikologi untuk seleksi dan
penempatan kerja, dapat dibayangkan apabila administrasi yang diberikan tidak
lengkap ataupun tidak sesuai dengan instruksi yang sebenarnya maka akan sangat
berpengaruh terhadap hasil tes dari seleksi tersebut bahkan bisa saja individu yang
sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dapat direkomendasikan, menjadi tidak
direkomendasikan akibat administrasi tes yang tidak sesuai dengan standar yang
ada atau bahkan sebaliknya orang yang sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi
untuk direkomendasikan bisa menjadi direkomendasikan akibat pemberian
instruksi yang tidak standar. Pada dasarnya pelaksanaan tes psikologi sangat
berkaitan dengan prestise atau harga diri setiap orang dan tidak ada individu yang
ingin gagal dalam tes (Anastasi & Urbina, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat kita pahami bahwa setiap orang pastinya akan berusaha semaksimal
mungkin dan menampilkan diri yang sebaik-baiknya dalam setiap mengikuti tes
psikologi. Kondisi tersebut tentu saja merupakan kondisi yang rentan
mempengaruhi validitas dan reliabilitas tes meskipun administrasinya dilakukan
karena itu administrasi tes yang baik dan benar menjadi hal yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam pemberian tes psikologi.
Hal yang kemudian menjadi ironi saat ini adalah pelaksanaan administrasi
tes psikologi seringkali dilaksanakan dengan tidak standar, salah satunya pada
pelaksanaan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga pernah beberapa kali menjadi
asisten lapangan pelaksanaan tes psikologi, administrasi tes yang tidak standar
biasanya ditemui dalam bentuk pemberian instruksi tes yang tidak lengkap,
ataupun pemberian batas waktu pada tes yang sebenarnya tidak memiliki batas
waktu seperti tes grafis dan tes EPPS. Bahkan peneliti pernah menemukan
pengerjaan tes EPPS yang hanya diberikan waku 15 menit. Kondisi ini tentu saja
bukan merupakan kondisi yang baik mengingat hal ini tentu saja dapat
mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes Psikologi yang diberikan.
Demi memperkuat bukti dan fenomena yang ada, peneliti kemudian
melakukan wawancara kepada dosen Fakultas Psikologi departemen Psikologi
Klinis Juliana Saragih, M.Psi. yang dan menanyakan mengenai fenomena
tersebut. Juliana adalah Psikolog yang sering kali terlibat dalam penyelenggaraan
tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja karyawan yang diadakan oleh
P3M Fakultas Psikologi USU dan beberapa kali menjadi koordinator Tester dan
Asisten lapangan. Berdasarkan hasil wawacancara dengan Juliana, peneliti
mendapatkan informasi bahwa Juliana, juga pernah menemukan kondisi yang
yang digunakan adalah alat tes untuk mengukur intelegensi. Instruksi yang
diberikan pada tes itu tidaklah lengkap sehingga jawaban yang diberikan oleh
peserta tes pada saat dilakukan skoring menjadi jawaban yang salah sedangkan
apabila mengikuti instruksi yang diberikan oleh tester pada saat itu jawaban yang
diberikan oleh peserta dapat dikategorikan sebagai jawaban yang benar (Juli,
komunikasi personal tanggal 4 Maret 2011 pukul 17.00).
Peneliti juga mewawancarai Ari Widiyanta, M.Psi, yang merupakan ketua
P3M Fakultas Psikologi USU periode 2008-2010. Ia mengatakan bahwa saat ini
masih banyak administrasi tes yang tidak standar pada pelaksanaan tes Psikologi
untuk seleksi dan penempatan karyawan. Administrasi yang dianggap standar pun
sebenarnya masih banyak yang tidak standar, contohnya pada saat tester
memberikan instruksi gambar yang tidak boleh digambar pada tes Baum. Ari
Widianta juga menyatakan bahwa pemberian administrasi yang tidak standar
terjadi dalam dua kondisi, yaitu secara disengaja ataupun tidak disengaja. Secara
disengaja contohnya ketika pemberian batas waktu pada pengerjaan tes grafis
ataupun EPPS karena memang adanya batasan waktu pada pelaksanaan tes secara
keseluruhan, sehingga tes tersebut yang seharusnya tidak dibatasi waktu menjadi
dibatasi. Kondisi yang terjadi secara tidak disengaja diakibatkan oleh
ketidaksiapan dari Tester akibat kurangnya persiapan yang dilakukan maupun
kurang terlatihnya Tester sehingga salah melakukan administrasi (Ari, komunikasi
personal tanggal 9 Maret 2011 pukul 17.00). Hasil wawancara sebagaimana yang
dipaparkan menunjukkan fakta bahwa saat ini pemberian administrasi tes yang
terjadi. Peneliti juga mewawancarai Dr. Emmy Mariatin MA, Ph.d, psikolog, yang
merupakan seorang Psikolog senior sekaligus pemilik biro konsultasi psikologi
Embara yang sering mengadakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan
kerja di kota Medan. Pada wawancara tersebut Emmy Mariatin mengatakan
bahwa dalam pelaksanaan tes psikologi sering kali tester memberikan instruksi
yang tidak lengkap, ia kemudian memberi contoh pada administrasi tes Pauli. Ia
pernah menemukan tester tidak memberi tahu peserta tes mengenai cara membalik
kertas dan aturan yang jelas dalam menuliskan hasil hitungan. Hal ini tentu saja
merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi peserta tes karena dapat
memperlambat pengerjaan tes dan menimbulkan kesulitan bagi peserta tes
(Emmy, komunikasi personal tanggal 7 Juni 2011 pukul 11.30 wib).
Berbicara mengenai alat tes yang digunakan dalam tes seleksi kerja dan
penempatan karyawan, ada banyak jenis dan macam alat tes yang dapat
digunakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Dr. Wiwik
Sulistyaningsih, M.Psi yang merupakan staf dari Pusat Penelitian dan Pengabdian
pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa tes psikologi yang dilakukan dengan tujuan seleksi dan
penempatan kerja terbagi atas tiga bagian, yaitu tes yang mengukur intelegensi,
tes yang mengukur cara kerja, dan tes kepribadian (Wiwik, komunikasi personal
tanggal 26 Februari 2011 pukul 14.00). Peneliti kemudian melakukan wawancara
kepada Rika Eliana, M.Psi. yang merupakan sekretaris P3M. Peneliti
disebutkan sebelumnya, peneliti juga mendapatkan informasi bahwa tes yang
seringkali digunakan dalam mengukur intelegensi yaitu tes IST dan TINTUM,
untuk mengukur cara kerja diukur dengan tes Kreplin, Pauli, maupun wawancara
dan untuk mengukur kepribadian dilakukan dengan tes EPPS dan Papikostik
(Rika, komunikasi personal tanggal 28 Februari 2011 pukul 16.30). P3M sendiri
sebagai lembaga yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan tes
psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja hingga saat ini senantiasa berusaha
untuk memperbaharui alat tes yang dimilikinya, karena disadari bahwa alat tes
yang selama ini digunakan telah terlalu sering dipakai sehingga dapat
mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes tersebut. Informasi ini peneliti
dapatkan berdasarkan wawancara peneliti kepada ketua P3M Ferry Novliadi M.Si.
(Ferry, komunikasi personal tanggal 28 Febuari 2011 pukul 12.00).
Kondisi tersebut kemudian mendorong peneliti dalam melakukan penelitian
dengan menggunakan alat tes yang baru dan jarang digunakan di Indonesia, yang
kemudian nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif alat tes yang dapat
digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan lewat penelitian
yang peneliti lakukan. Alat tes yang peneliti maksudkan adalah Big Five
Inventory. Big Five Inventory merupakan alat tes yang dapat mengidentifikasi
kepribadian berdasarkan teori Big Five Personality. Big Five Inventory digunakan
karena tes ini merupakan tes yang baru dan jarang digunakan, sehingga dengan
menggunakan Big Five Inventory diharapkan hasil pengukuran yang dilakukan
dapat lebih terjaga validitas dan reliabilitasnya, selain itu tes Big Five Inventory
dialami oleh peserta dan juga dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa alat tes yang baik adalah
alat yang senantiasa terjaga validitas dan reliabilitasnya dan juga mampu
mengukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran alat tersebut. Hal inilah yang
juga melatar belakangi peneliti menggunakan Big Five Inventory
Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh Five Factor Model dari teori Big Five Personality (Mastuti, 2005). Menurut Five Factor Model (FFM) ini trait
kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa.Jr, 1997). Kelima dimensi dasar tersebut adalah Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness. Pemaparan tersebut
menunjukkan bahwa bagaimana Big Five Inventory dengan jumlah aitem yang sedikit dan pengerjaan yang singkat akan dapat mengungkapkan berbagai dinamika kepribadian yang kompleks dan terklasifikasi. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian Big Five Inventory maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer . Padahal
banyak hal yang mampu diprediksi dengan alat tes Big Five Inventory. Mengingat banyak aspek yang dapat diprediksi dengan Big Five Inventory, maka pengembangan alat tersebut di Indonesia perlu dilakukan (Mastuti, 2005).
Seperti yang telah dikemukakan pada penjelasan sebelumnya bahwa
administrasi tes yang tidak standar memiliki kemungkinan untuk menghasilkan
juga pada administrasi Big Five Inventory. Pemberian Administrasi yang tidak
standar akan berpengaruh terhadap respon yang diberikan oleh peserta tes, karena
pada dasarnya respon yang diberikan oleh peserta tes atau testee akan dikonversi
menjadi skor dan kemudian diinterpretasikan dan diklasifikasikan pada tipe
kepribadian tertentu sesuai dengan skor yang ada. Administrasi yang tidak standar
akan menciptakan kemungkinan testee memberikan respon yang tidak sesuai
dengan dirinya sehingga testee tersebut dapat diklasifikasikan kepada tipe
kepribadian tertentu dengan tidak tepat. Oleh karena itu pengadministrsian yang
standar menjadi hal yang sangat penting dan harus senantiasa dijaga.
Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan saran mengenai pentingnya administrasi tes Psikologi yang
terstandar demi mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap
pelaksanaan tes Psikologi. Penelitian dengan menggunakan Big Five Inventory
ini tentu saja juga diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk penelitian yang
dapat digunakan dalam pengembangan alat ukur psikologi dalam hal ini adalah
Big Five Inventory
Berdasarkan seluruh pemaparan yang telah dikemukakan, kemudian
membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pemberian
administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes yang dilakukan. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan Big Five Inventory sebagai alat tes.
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
penelitian yaitu apakah ada pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak
standar terhadap hasil tes Big Five Inventory?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai ada dan
seberapa besar pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap
hasil tes Big Five Inventory.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah manfaat keilmuan dalam bidang
Psikologi khususnya bidang psikometri. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran mengenai pentingnya
pemberian administrasi tes Psikologi yang terstandar dengan baik demi
mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap pelaksanaan tes
Psikologi. Selain itu penelitian ini merupakan salah satu bentuk
pengembangan alat tes psikologi dalam hal ini Big Five Inventory yang
kemudian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari pelaksanaan tes
psikologi itu sendiri.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah yang bisa
para mahasiswa dalam rangka kegiatan praktikum maupun bagi para
Psikolog ketika memberikan layanan tes Psikologis pada masyarakat
umum, dan juga bagi praktisi dan ilmuwan Psikologi sehingga
diharapkan pelaksanaan tes psikologi yang dilakukan dapat terjamin
pelaksanaan administrasinya.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENGANTAR
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Teori yang digunakan antara lan teori Big Five Personality, Big
Five Inventory, dan Administrasi Tes BAB III : METODE
Bab ini menjelaskan mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional penelitian, data yang digunakan, subjek
penelitian, teknik kontrol terhadap extraneous variable rancangan
penelitian dan treatment yang dilakukan, instrumen penelitian, prosedur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Big Five Personality
Pervin (1993) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun banyak peneliti
yang coba merumuskan berbagai teori yang paling tepat dalam menggambarkan
kepribadian manusia. Salah satu teori yang cukup dikenal adalah Big Five
Personality Theory. Munculnya teori ini tidak terlepas dari berbagai perdebatan
dan penelitian diantara para ahli dan peneliti, dan setelah beberapa dekade para
peneliti melakukan konsensus dan kesepakatan terhadap teori Big Five dengan
mengklasifikasikan kepribadian manusia kedalam 5 faktor yaitu Neuroticsm,
Openness, Concientiousness, Extraversion, dan Agreebelness. Kelima faktor ini
merupakan ringkasan dari 35 faktor yang dikemukakan oleh Cattel sebelumnya
dan kemudian diringkas menjadi 5 faktor oleh Norman pada tahun 1963.
Munculnya teori ini bukan berari membatasi tipe kepribadian yang ada pada diri
manusia, namun pada setiap faktor tersebut terdiri atas karaktertistik kepribadian
manusia yang amat luas. Berikut merupakan penjelasan dari kelima faktor tersebut
1. Neuroticism (N). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri
rentan terhadap masalah psikologis seperti stress, mudah mengalami rasa
sedih, takut dan cemas yang berlebihan, memiliki dorongan yang
berlebihan dan memiliki coping yang tidak sesuai atau maladaptive.
2. Extraversion (E). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri
intensitas interaksi interpersonal yang tinggi, asertif, dan kemampuan
bersenang – senang individu.
3. Openness (O). Faktor ini melihat keterbukaan individu untuk mencari,
menghargai dan mengeksplorasi pengalaman baru.
4. Agreeableness (A). Faktor ini melihat kualitas personal individu dalam
dari pikiran, perasaan dan perbuatan. Individu yang memiliki kepribadian
ini biasanya kooperatif dan dapat dipercaya
5. Conscientiousness (C). Faktor ini melihat motivasi, pendirian serta
kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan.
Mc Crae dan Costa (1997) mengklasifikasikan dengan lebih spesifik Big
Five Persnality yang digunakan di dalam kuesioner, trait-trait dalam
domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut:
1. Neuroticism (N)
Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan
emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga
mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan.
Skor tinggi : Cemas, gugup, marah, depresi, emosional, merasa tidak
aman, merasa tidak mampu, mudah panik
Skor rendah: Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak
emosional, tabah, riang.
Contoh Neuroticism:
a. Aku mudah terganggu.
b. Suasana hatiku tidak menentu.
c. Saya sering merasa sedih.
d. Saya khawatir tentang sesuatu.
2. Extraversion (E)
Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor
dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang
penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak
tingkah laku sosial. Kecenderungan untuk mengalami emosi yang positif dan
“good mood”, serta merasakan hal baik tentang orang lain.
Skor tinggi : Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif,
banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis,
Skor rendah: Cenderung tidak menyukai interaksi sosial dan kurang
mempunyai harapan/pandangan yang positif, tidak ramah,
bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam.
Contoh dari extraversion :
a. Senang kehidupan partai.
b. Senang menjadi pusat perhatian.
c. Nyaman di sekitar orang.
d. Suka berbicara.
3. Openness (O)
Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit
untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang
digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada
bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi
yang baru.
Skor tinggi : Memiliki nilai imajinasi, ingin tahu, kreatif,
broadmindedness, berani mengambil resiko, inovatif dalam
membuat rencana dan mengambil keputusan.
Skor rendah: Memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan
bersama, kemudian skor openess yang rendah juga
sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan
serta kurang berani mengambil resiko.
Contoh dari openness:
a. Aku penuh dengan ide.
b. Aku cepat memahami sesuatu.
c. Aku mempunyai banyak kosakata.
d. Saya memiliki ide yang sangat baik.
4. Agreeableness (A)
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti
orang lain.
Skor tinggi : menyenangkan, lembut, dapat dipercaya, penurut, suka
membantu, pemaaf, cenderung penuh kasih sayang, peduli
kepada orang lain
Skor rendah: sulit percaya pada orang lain, agresif, sinis, kasar, curiga,
pendendam, manipulatif, tidak simpati, tidak kooperatif,
Contoh Agreeableness :
a. Saya tertarik dalam masyarakat.
b. Saya merasa orang lain emosi.
c. Saya memiliki hati yang lembut.
5. Conscientiousness (C)
Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan
will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline
seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi.
Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai
seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.
Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial,
berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,
terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait
kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic,
membosankan.
Skor tinggi : teratur, berdisiplin tinggi, pekerja keras, dapat diandalkan,
disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.
Skor rendah: kadang-kadang tampak kehilangan arah dan kedisiplinan,
tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono,
lalai, mudah menyerah, hedonistic.
Contoh dari conscientiousness :
b. Aku sulit dalam bekerja.
c. Saya mengikuti jadwal.
Ada beberapa alat tes yang disusun berdasarkan teori Big Five, antara lain
yaitu Big Five Inventory, Neo PI-R, International Item Pool (IPIP), PCI, dan HPI.
Mastuti (2005) menyatakan bahwa di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian big five maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer. Padahal
banyak hal yang mampu diprediksi dengan kepribadian big five. Penelitian tentang alat big five di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Suminar,dkk. (1997) yang menguji validitas konstruk alat Personality Characteristic Inventory (PCI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis faktor ternyata hanya empat faktor saja yang ada di Indonesia. Saran dari penelitian ini adalah melihat faktor budaya perlu dilihat. Penelitian lain dilakukan oleh Halim, dkk. (2002) yang membandingkan big five faktor antara mahasiswa Indonesia dan Amerika. Tes yang digunakan adalah NEO-Personality Inventory Revised dan OMNI Berkeley Personality Profile. Subyek terdiri dari 385 mahasiswa di dua universitas di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 faktor kepribadian Big Five menunjukkan hasil yang sama yaitu pada faktor Neuroticism dan Conscientiousness. Sementara 3 faktor lain yaitu Extraversion, Agreeableness dan khususnya Opennes ditemukan berbeda antara mahasiswa Amerika dan Indonesia.
B. Big Five Inventory
maka John, Donahue, dan Kentle (1991) mengkonstruksi Big Five Inventory.
Empat puluh empat aitem dari BIG FIVE INVENTORY dikembangkan dan
menjadi representasi dari kelima faktor Big Five Personality. Tujuan dari tes ini
adalah terciptanya inventori yang ringkas, flexibel dan efisien dalam melakukan
penilaian terhadap 5 dimensi dari Big Five Personality. Ada banyak keuntungan
yang didapat dari tes ini. Seperti yang dikemukakan oleh Burisch (1984) yaitu
“skala yang singkat tidak hanya mempersingkat waktu namun juga menghindari
kelelahan, ada beberapa subjek yang tidak akan memberikan respon yang
sesungguhnya ketika tes yang ada terlihat memakan waktu. BIG FIVE
INVENTORY tidak menggunakan kata sifat tunggal sebagai aitem, karena aitem
seperti itu sering kali dijawab tidak konsisten jika dibandingkan dengan aitem
yang didasarkan pada definisi tertentu (Goldberg dan Kalowski, 1985). BIG FIVE
INVENTORY menggunakan frase atau kalimat yang singkat yang merupakan
representasi kata sifat dan trait dari dimensi Big Five Personality. Contohnya kata
sifat dari dimensi Big Five Personality “Openness” adalah Original. Maka aitem
yang muncul haruslah dapat menilai mengenai ide baru yang merupakan
representasi dari kata original tersebut. Big Five Inventory dengan frase kata
sifatnya juga memiliki keuntungan dalam mencegah ambiguitas atau multiple
meanings.
Big Five Inventory merupakan tes yang terdiri dari empat puluh empat
aitem. Berikut adalah Instruksi standar versi bahasa inggris dari tes ini yaitu
“Here are a number of characteristics that may or may not apply to you. For
Please write a number next to each statement to indicate the extent to which you
agree or disagree with that statement”. Atau dalam versi bahasa indonesia yang
diadaptasi oleh Wahyu Widiarso (2004) yaitu “silanglah bagian dari kolom
tanggapan yang menggambarkan diri anda sepenuhnya”. Widiarso (2004) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa instrumen ini menggunakan model skala Likert
yang terdiri dari lima alternatif respons. Cara pengukurannya adalah pelaporan
mandiri (self report) yang meminta subjek untuk merespon aitem-aitem yang
menggambarkan berbagai karakteristik individu. Respon yang disediakan ada lima
alternatif respons dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju dengan penyekoran
butir bergerak dari satu hingga lima.
Skala ini mengukur lima faktor kepribadian antara lain ekstraversi
(extraversion), keramahan (agreeableness), keuletan (conscentiousness),
neurotisisme (neuroticism) dan keterbukaan (openess). BIG FIVE INVENTORY
versi Bahasa Indonesia telah diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang
menghasilkan nilai reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan
(0.789), keuletan (0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807)
(Widiarso, 2004). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan
Srivastava BIG FIVE INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga
0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BIG FIVE
INVENTORY pada versi asli yang dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA
menghasilkan rata-rata korelasi sebesar 0.83 hingga 0.91 (John & Srivastava,
Pada penelitinnya Widiarso (2004) menyatakan bahwa faktor yang
memberikan sumbangan terbesar adalah faktor agreeableness, sehingga dapat
dikatakan bahwa faktor agreeableness pada sampel Indonesia memiliki dominasi
dalam menjelaskan kepribadian. Di sisi lain faktor agreeableness juga merupakan
satu-satunya faktor yang memiliki error pengukuran yang paling kecil sehingga
dapat dikatakan faktor agreeableness memiliki validitas dan reliabilitas yang
cukup memuaskan. Dominannya faktor agreeableness dapat dikaitkan dengan
budaya ketimuran yang lebih mengembangkan sifat ramah, empatik, mudah
mempercayai, tidak mudah curiga, mudah menerima orang lain, dan
menyembunyikan kelebihan yang dimiliki. Faktor agreeableness juga terbukti
memiliki error pengukuran yang minim sehingga dapat dikatakan bahwa
reliabilitas faktor ini cukup kuat karena sekor murni (true score) yang didapatkan
hampir memiliki kesamaan dengan sekor tampak (empiric score).
C. Administrasi Tes
1. Definisi Administrasi Tes
Anastasi & Urbina (2006) menyatakan bahwa hal mendasar dari suatu tes
meliputi generalisasi dari perilaku yang muncul di dalam situasi tes terhadap
situasi yang sebenarnya. Skor dari suatu tes seharusnya dapat membantu dalam
memahami apa yang dirasakan oleh seseorang dan memprediksi bagaimana
perilaku orang tersebut. Ada beberapa kondisi yang kemudian dapat
mempengaruhi situasi tes yang kemudian dapat menyebabkan kesalahan dan
untuk mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi validitas dn reliabilitas tes
sehingga nantinya dapat membatasi generalisasi dari tes tersebut.
Hal penting yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap validitas tes
adalah administrasi tes. Ada beberapa hal yang berkaitan yang harus diperhatikan
berkaitan dengan administrasi tes, yaitu :
a. Persiapan Tester yang Matang
Hal terpenting yang menjadi persyaratan dalam suatu pelaksanaan tes yang
baik adalah persiapan yang baik. Pada pelaksanaan tes, tidak boleh ada keadaan
darurat. Usaha yang spesifik harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kondisi
yang tiba-tiba atau darurat. Mengingat instruksi lisan adalah hal yang sangat
penting pada tes individual. Meskipun dalam tes klasikal, instruksi tes dapat
dibaca oleh peserta, tester harus dapat memahami dan familiar dengan instruksi
yang akan diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam
memahami tes ataupun kesalahan baca terhadap instruksi tes. Hal lain yang juga
penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan material pendukung tes. Material
pendukung tes haruslah dekat dengan tester dan mudah untuk dijangkau tetapi
jangan sampai menganggu peserta tes. Pada tes klasikal, seluruh material tes yang
dibutuhkan seperti lembar soal, lembar jawaban, pensil khusus, dan material lain
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, baik untuk tes individual
maupun tes klasikal tester haruslah familiar terhadap instruksi atau prosedur dari
suatu tes. Pada tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang penting.
Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian
instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun. Pada tes klasikal, selain dilakukan
pelatihan tester dan asistennya haruslah diberikan briefing terlebih dahulu
sebelum pelaksanaan tes agar tester mengetahui apa yang diharapkan darinya dan
performansi yang diharapkan. Secara umum, tester membacakan instruksi,
memperhatikan dan teliti terhadap waktu sedangkan asisten tester memberikan
dan mengumpulkan kembali material tes, memastikan peserta tes mengikuti
instruksi yang diberikan, dan mencegah kecurangan.
b. Kondisi Tes
Anastasi dan Urbina (2006) menyatakan prosedur tes yang standar tidak
hanya mengenai instuksi, waktu, material, dan aspek dari tes itu sendiri namun
juga mengenai kondisi tes. Kita harus memperhatikan pemilihan tempat
pelaksanaan tes. Tempat pelaksanaan tes harus bebas dari keributan dan mampu
menyediakan pencahayaan yang baik, ventilasi, tempat duduk, dan ruang yang
cukup bagi peserta tes untuk bekerja. Langkah khusus harus dilakukan untuk
mencegah gangguan di tengah pelaksanaan tes. Membuat tanda di pintu yang
memberikan tanda tes sedang berlangsung adalah hal yang cukup efektif. Pada
pelaksanaan tes yang melibatkan banyak peserta, mengunci pintu dan menyiapkan
Menyadari bahwa kondisi tes dapat berpengaruh terhadap skor tes adalah
hal yang sangat penting. Bahkan aspek yang sangat kecil pun dapat berpengaruh,
seperti penelitian yang dilakukan terhadap pelajar SMA yang dibagi kedalam dua
kelompok. Kelompok pertama mengerjakan tes dengan menggunakan meja, dan
kelompok lainnya menggunakan kursi, dimana hasil penelitian tersebut
menunjukkan kelompok yang mengerjakan te dengan meja mendapatkan skor
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan kursi (T.L.
Kelley, 1943; Traxler dan Hilkert, 1942). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
penggunaan lembar jawaban yang tidak memenuhi standar juga dapat
mempengaruhi skor tes (F.O. Bell, Hoff and Hoyt, 1964). Penelitian selanjutnya
menemukan bahwa pada anak dibawah kelas lima sekolah dasar ketika pada saat
pelaksanaan tes lembar jawaban yang diberikan terpisah dengan lembar soal,
maka kondisi tersebut dapat menyebabkan skor tes menjadi rendah. Oleh karena
itu pada pelaksanaan tes yang dikenakan kepada anak di bawah kelas lima sekolah
dasar, lembar jawaban lebih baik tidak dipisah dari soal melainkan disatukan
dalam bentuk booklet.
Lebih lanjut, banyak hal lain yang dapat berpengaruh terhadap performansi
seseorang di dalam tes, terutama pada pelaksanaan tes kepribadian. Ketika tester
yang memberikan tes adalah seorang yang familiar dengan peserta tes maka hal
ini akan sangan berpengaruh secara signifikan terhadap skor tes. (Sacks,
1952;Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957). Pada penelitian lain, perilaku tester seperti
diminta untuk menuliskan cerita dengan tujuan untuk melihat gambaran
kepribadian, kehadiran tester di ruangan pelaksanaan tes dapat menghambat reaksi
dan respon emosional dari peserta yang dituliskan lewat cerita tersebut (Bernstein,
1956). Pada administrasi tes atau pengujian kecepatan mengetik, pelamar kerja
yang melaksanakan tes sendirian mengetik lebih cepat secara signifikan
dibandingkan ketika pelaksanaan tes dilakukan secara berkelompok yang terdiri
dari dua orang atau lebih. (Kirchner, 1966).
Pada pelaksanaan administrasi tes, ada tiga hal lain yang juga harus
diperhatikan. Pertama, ikuti prosedur standar secara mendalam dan mendetail.
Adalah tanggung jawab dari psikolog dan tester untuk menjelaskan prosedur
secara lengkap dan jelas pada setiap pelaksanaan tes. Kedua, catatlah setiap
kondisi yang tidak biasa atau kondisi yang dapat berpengaruh terhadap peserta tes
sekecil apapun. Ketiga, jadikan jadikan catatan mengenai kondisi tes sebagai
pertimbangan pada saat menginterpretasi hasil tes.
c. Pengenalan Tes : Membangun Rapport dan Pengenalan Tes pada Peserta Tes
Pada administrasi tes, istilah “rapport” adalah usaha tester untuk
meningkatkan ketertarikan peserta tes terhadap tes, meningkatkan kerja sama, dan
mendorong mereka untuk dapat merespon tes sesuai dengan tujuan dari tes
tersebut. Teknik yang digunakan dalam membangun rapport pada pelaksanaan tes
sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport,
dibandingkan. Contohnya ketika tes dilaksanakan pada seorang anak, dimana
ketika anak dapat memecahkan masalah dengan baik akan mendapatkan hadiah,
maka hasil tes tersebut tidak dapat dibandingkan dengan hasil performansi anak
yang tidak mengalami kondisi yang sama yang hanya termotivasi lewat kata-kata
atau pujian. Kondisi seperti di atas haruslah menjadi catatan pada saat melakukan
interpretasi hasil tes.
Meskipun rapport dapat lebih maksimal dilakukan pada tes individual,
rapport juga dapat dilakukan pada tes klasikal untuk memotivasi peserta tes dan
mengurangi kecemasan. Teknik yang spesifik dalam membangun rapport juga
harus disesuaikan dengan tes, usia dari peserta, dan karakteristik lain dari peserta
tes. Pelaksanaan tes pada anak pra sekolah misalnya, harul mempertimbangkan
faktor-faktor seperti rasa malu anak dan sikap negatif yang dapat timbul pada
orang asing. Sikap bersahabat, ceria, dan santai oleh tester dapat membantu
mengurangi kecemasan anak pada saat melaksanakan tes. Anak yang malu,
membutuhkan waktu yang lebih untuk dapat beradaptasi dengan kondisi tes.
Pada saat melaksanakan tes pada anak usia sekolah ataupun pada orang
dewasa, kita harus menyadari bahwa tes yang dilakukan akan berefek pada
prestise atau harga diri setiap individu. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat
apabila peserta tes diberikan penjelasan bahwa peserta tes tidak harus
mengerjakan tes hingga akhir ataupun harus memastikan seluruh jawaban dijawab
dengan benar. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perasaan gagal yang
soal. Mencegah terjadinya hal yang tiba-tiba pada pelaksanaan tes juga penting
untuk dilakukan. Oleh karena itu penting untuk memastikan seluruh material
kebutuhan tes telah tersedia, dan bahkan lebih baik ketika ada materi pendukung
yang dapat menjelaskan mengenai tujuan dari pelaksanaan tes, petunjuk dan
saram mengenai bagaimana seharusnya tes dikerjakan, dan berisi beberapa
contoh. Materi pendukung tersebut dapat berupa buku penjelasan yang biasa
tersedia untuk peserta tes pada pelaksanaan tes dengan jumlah peserta yang besar.
Pelaksanaan tes yang dilakukan pada orang dewasa memunculkan masalah
yang sering kali timbul. Tidak seperti anak usia sekolah, orang dewasa sering kali
tidak mengerjakan tes dengan maksimal ketika ia mengikuti tes tersebut sebagai
suatu keharusan. Pada kondisi seperti ini penting untuk dapat “menjual” tujuan
dari tes tersebut kepada peserta tes. Maksudnya adalah kita harus dapat
meyakinkan peserta bahwa hasil tes yang akan mereka peroleh nantinya
bergantung kepada ketertatrikan dan usaha mereka dalam mengerjakan tes
tersebut, sehingga nantinya skor yang didapat dapat mengindikasikan kemampuan
mereka yang sesungguhnya. Kebanyakan orang akan mengerti ketika dijelaskan
bahwa pengambilan keputusan yang salah pada saat pengerjaan tes, akan
berpengaruh pada validitas skor tes dan kemudian berpengaruh terhadap
hilangnya waktu dan kegagalan yang akan mereka alami. Pendekatan ini tidak
hanya dapat memotivasi peserta tes untuk memberikan kemampuan terbaiknya
dalam mengerjakan tes namun juga dapat mengurangi faking, karena tentu saja
Selain administrasi tes yang tidak standar, ada beberapa faktor lain yang
disebutkan oleh Anastasi & Urbina (2006) yang dapat mempengaruhi tes.
1. Tester dan Variabel Situasional
Hasil dapat dipengaruhi oleh perilaku dari tester yang muncul pada saat
pelaksanaan tes berlangsung. Performansi peserta tes juga sangat dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, etnis, status sosio ekonomi, karakteristik kepribadian, dan
penampilan tester. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh antara
sikap tester terhadap hasil tes, sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh antara sikap hangat (ramah) dengan sikap dingin tester
terhadap hasil tes intelegensi (Exner, 1966; Masling, 1959) .
Dyers (1973) menyatakan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil tes
ketika terjadi perbedaan persepsi antara tester dan peserta tes mengenai fungsi dan
tujuan tes. Penelitian lain menunjukan bagaimana pengaruh harapan dari tester
mempegaruhi hasil tes yang selama ini kondisi seperti ini disebut Self Fulfilling
Prophecy ( Harris dan Rosenthal, 1969). Penelitian yang dilakukan oleh Masling
(1965) membagi subjek ke dalam dua kelompok yang diminta untuk mengerjakan
tes Roscharch. Kelompok pertama sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan
bahwa respon yang pada umumnya muncul pada gambar adalah respon mengenai
manusia. Sedangkan kelompok yang kedua sebelum mengerjakan tes, tester
hasilnya sangat berbeda secara signifikan. Kelompok pertama respon yang
muncul didominasi oleh respon manusia dan pada kelompok yang kedua respon
yang dominan muncul adalah respon hewan. Berdasarkan percobaan tersebut
dapat dilihat bagaimana perilaku tester sangat berpengaruh terhadap respon
peserta dan hasil tes.
Aktifitas peserta tes saat mengerjakan tes juga sangat berpengaruh terhadap
performansi, khususnya ketika aktifitas tersebut menghasilkan gannguan emosi,
kelelahan, ataupun kondisi lain yang tidak menguntungkan. Penelitian yang
dilakukan kepada anak kelas empat sekolah dasar menunjukkan bahwa anak yang
diminta untuk menuliskan hal terburuk yang pernah ia alami sebelum
mengerjakan tes intelegensi, menunjukkan performansi yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang diminta untuk menuliskan hal terbaik yang
pernah ia alami (Reihenberg-Hackert, 1953).
Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk melihat pengaruh dari
feedback dari tester terhadap skor tes. Bridgeman (1974) menemukan bahwa kata
“sukses” yang disebutkan oleh tester diikuti oleh performansi yang sangat baik
oleh subjek apabila dibandingkan dengan performansi yang diikuti oleh kata
“gagal” pada tes yang sama.
D. Sudut Pandang Peserta Tes
Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini mengenai respon dari peserta tes
menunjukkan faktor yang berpengaruh terhadap hasil tes sangat dipengaruhi oleh
menunjukkan bahwa kecemasan pada saat mengerjakan tes berpengaruh terhadap
skor tes yang mengukur performansi ( K.T. Hill dan S. B. Sarason, 1964).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mandler dan Sarason (1952) menemukan
bahwa tes yang diawali dengan instruksi yang meminta peserta tes untuk dapat
menyelesaikan tes sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya,
berpengaruh terhadap peserta tes.
Peserta tes yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah akan lebih
diuntungkan dan peserta yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan lebih
dirugikan. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh I.G. Sarason dkk pada tahun
1980. Penelitian tersebut menemukan bahwa ada dua komponen dalam kecemasan
pada saat tes, yaitu emosional dan kecemasan. Komponen emosional meliputi
perasaan tegang dan peningkatan fungsi fisiologis seperti meningkatnya detak
jantung. Sedangkan komponen kecemasan atau komponen kognitif meliputi
ketakutan akan performansi yang buruk dan kegagalan.
3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi
Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam melihat pengaruh dari latihan
terhadap skor tes. Penelitian yang dilakukan oleh Yates pada tahun 1953-1954
menunjukkan bahwa peningkatan performansi akibat latihan dipengaruhi oleh
kemampuan dan pendidikan dari peserta tes, jumlah dan jenis latihan yang
diberikan, dan tes itu sendiri. Anastasi & Urbina (2006) juga menyatakan bahwa
merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan validitas tes
dan menyamakan kondisi dari seluruh peserta tes.
E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes
Pelaksanaan tes psikologi haruslah dilakukan dengan menggunakan
prosedur-prosedur yang standar (Anastasi & Urbina, 2006). Bahkan dalam tes
klasikal, ketika instruksi diberikan kepada peserta tes, diperlukan kejelasan
terhadap pernyataan-pernyataan yang harus dibaca untuk mencegah salah baca
dan keragu-raguan yang dialami oleh peserta tes. Penelitian yang komprehensif
atas dampak yang ditimbulkan oleh penguji tes dan variabel situasi terhadap skor
tes telah diterbitkan secara berkala (Anastasi & Urbina, 2006).
Berdasarkan pemaparan di atas maka kita dapat mengetahui bahwa prosedur
yang standar dalam pelaksanaan tes sangatlah penting untuk dilakukan. Apabila
prosedur pelaksanaan tes psikologi tidak standar maka akan sangat mempengaruhi
skor tes tersebut (Anastasi & Urbina, 2006). Dapat dibayangkan apabila pada
pelaksanaan Big Five Inventory apabila administrasi yang dilakukan tidak standar
seperti peserta diminta untuk menampilkan dirinya yang terbaik pada saat
mengerjakan tes yang seharusnya peserta menampilkan dirinya dengan apa
adanya, maka kemudian hal ini akan sangat mempegaruhi skor tes dan
pengklasifikasian peserta kepada fakor kepribadian yang tidak sesuai berdasarkan
Big Five Personality. Hal ini dapat dimengerti karena setiap orang memiliki
akibat adanya tuntutan sosial atau social desirebility (Widiarso dan Suhapti,
2010). Pelaksanaan tes juga mempengaruhi prestis atau harga diri seseorang,
karena tidak ada orang yang ingin mengalami kegagalan dalam suatu tes (Anastasi
dan Urbiba, 2006). Kondisi tersebut kemudian tentu saja mendorong seseorang
untuk dapat berusaha dan menampilkan dirinya yang terbaik di dalam pelaksanaan
tes. Merujuk kepada definisi validitas maupun validitas konstrak sebagaimana
yang telah diungkapkan sebelumnya, tes dengan administrasi yang tidak standar
akan mengakibatkan peserta diklasifikasikan tidak sesuai dengan konstrak yang
ia miliki sehingga alat tes yang digunakan tidak akan mampu mengukur sesuai
dengan tujuan pengkurannya.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dengan administrasi yang
tidak standar akan sangat berpengaruh terhadap skor tes. Instruksi yang tidak
standar yang digunakan di dalam penelitian ini adalah “silanglah bagian dari
kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Instruksi yang
tidak standar tersebut akan berpengaruh terhadap ke lima dimensi Big Five
Personality. Individu dengan tingkat openness tertentu ketika diberikan instruksi
standar, akan memiliki tingkat openness yang berbeda dengan individu yang
diberikan instruksi yang tidak standar. Individu yang diberikan instruksi yang
tidak standar akan memiliki tingkat openness atau skor Openness yang lebih
tinggi, hal ini sangat mungkin terjadi dikarenakan Openness memiliki korelasi
nilai yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga akan menimbulkan social
Begitu juga dengan dimensi Conscientiousness, Extraversion, dan
Agreebleness. Ketiga dimensi tersebut apabila diujikan kepada individu yang
diberikan instruksi yang tidak standar maka akan menghasilkan tingkat atau skor
yang lebih tinggi dibandingkan dengan diujikan menggunakan instruksi yang
standar, diakibatkan ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang positif
terhadap norma masyarakat, sehingga sangat rentan terhadap timbulnya social
desirebility yang menyebabkan individu akan menampilkan dirinya yang
sebaik-baiknya. Pada dimensi Neuroticism, individu yang diberikan instruksi yang tidak
standar akan memiliki skor yang lebih rendah, hal ini dikarenakan dimensi
Neuroticism memiliki korelasi yang negatif terhadap norma masyarakat, hal ini
kemudian mengakibatkan setiap orang akan menampilkan dirinya yang
sebaik-baiknya akibat social desirebility sehingga menyebabkan skor yang diperoleh
akan lebih rendah dibandingkan dengan individu yang diberikan instruksi yang
standar.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan kepada ke lima faktor yang
terdapat pada Big Five Personality, yaitu:
1. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor
Openness
2. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor
3. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor
Extraversion
4. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor
Agreebleness
5. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.
Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang melakukan pengolahan datanya
dengan menggunakan metode statistik (Azwar, 1993). Metode eksperimen adalah
metode ketika peneliti memanipulasi variabel independen dalam rangka
menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel
dependen (Field & Hole, 2003).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu variabel
independen yang dikenakan manipulasi yaitu administrasi BIG FIVE
INVENTORY (Big Five Inventory), dan variabel dependent yaitu skor BIG FIVE
INVENTORY (Big Five Inventory).
C. Definisi Operasional Penelitian
Administrasi BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory) yang dimaksud
yang meliputi instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY.
Instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY ini dibagi menjadi
dua bagian, yaitu instruksi yang standar dan insruksi yang tidak standar. Instruksi
yang standar yaitu peserta diinstruksikan untuk mengisi 44 aitem pernyataan
dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju untuk
setiap pernyataan sesuai dengan apa yang menggambarkan diri mereka. Instruksi
yang tidak standar yaitu subjek diinstruksikan untuk mengisi empat puluh empat
aitem pernyataan dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat
tidak setuju untuk setiap pernyataan dengan menampilkan diri sebaik-baiknya atau
menampilkan dirinya yang terbaik untuk setiap pernyataan. Hasil skor tes BIG
FIVE INVENTORY adalah skor yang merupakan hasil dari pengerjaan BIG
FIVE INVENTORY yang dijadikan acuan untuk mengklasifikasikan peserta tes
kedalam lima faktor kepribadian yang didasarkan pada Big Five Personality
Theory.
D. Data yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor tes BIG FIVE
INVENTORY (Big Five Inventory) dari subjek yang dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan administrasi yang tidak
standar, dan kelompok kontrol yang diberikan administrasi yang standar.
E. Subjek Penelitian
dewasa. Hurlock (1993) menyatakan bahwa masa dewasa dimulai pada umur 18
tahun yaitu masa dewasa dini. Field & Hole tahun 2003 menyatakan bahwa pada
penelitian eksperimen, jumlah subjek yang digunakan salah satunya bergantung
pada jumlah perlakuan atau treatment yang diberikan pada saat penelitian. Jika
pada penelitian hanya terdapat satu perlakuan maka jumlah subjek sebanyak 30
orang merupakan jumlah yang ideal. Subjek pada penelitian ini pada umumnya
adalah mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa mayoritas telah memasuki usia
dewasa. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 78 orang, dengan rincian
41 orang tergabung pada kelompok eksperimen dan 37 orang pada kelompok
kontrol.
F. Teknik Kontrol terhadap Extraneous Variable
Pada bagian identifikasi variabel terdapat variabel ekstraneous. Variabel
ekstraneus adalah faktor-faktor yang bukan merupakan fokus dari eksperimen
tetapi dapat mempengaruhi eksperimen (Myers & Hansen, 2006).
Seniati, dkk (2005) menyatakan bahwa terdapat teknik-teknik kontrol
yang umum digunakan dalam penelitian untuk mengontrol variabel ekstraneus,
yaitu randomisasi, eliminasi, konstansi, menjadikan variabel sekunder sebagai
variabel bebas kedua, kontrol statistik dan counterbalancing. Teknik kontrol yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik randomisasi dan teknik konstansi.
Teknik randomisasi dilakukan dengan memasukkan subjek penelitian
kedalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen secara acak. Sedangkan
1. Konstansi Karakteristik Subjek
Konstansi karakterisitik subjek dilakukan dengan mengadakan sesi
screening. Sesi screening dilakukan dengan cara memberikan tes BIG FIVE
INVENTORY terlebih dahulu kepada subjek dengan tujuan menjadikan hasil tes
tersebut sebagai dasar untuk pengelompokan subjek ke dalam kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk memastikan kedua kelompok
tersebut memiliki kondisi yang seimbang ditinjau dari aspek kepribadiannya.
2. Konstansi Kondisi
Konstansi kondisi dilakukan dengan menciptakan kondisi yang sama
diantara kedua kelompok. Dalam penelitian ini kondisi tersebut yaitu dengan
menyalakan kipas angin dengan kecepatan medium pada kedua ruangan serta
memberikan pencahayaan yang cukup. Sehubungan tes dilaksanakan pada pagi
hari maka pecahayaan di kedua ruangan telah memadai sehingga pada kedua
ruangan tidak mendapatkan bantuan penerangan dari lampu.
G. Rancangan Penelitian dan Treatment yang dilakukan
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian eksperimen dalam penelitian ini adalah between group
/ control group design, dimana sampel dipilih secara acak untuk masuk ke dalam
dua kelompok yang berbeda, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,
dan sampel yang terdapat di dalam dua kelompok tersebut adalah individu yang
2. Treatment yang dilakukan
Pada penelitian ini dilakukan pemberian administrasi secara standar maupun
tidak standar. Perlakuan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah pemberian instruksi yang tidak standar pada kelompok eskperimen sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Sedangkan instruksi standar akan diberikan kepada kelompok kontrol sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang sesungguhnya”.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan
hasil tes antara kelompok yang diberikan administrasi yang standar dengan
kelompok yang diberikan administrasi secara tidak standar. Alasan peneliti
memberikan perlakuan dengan instruksi untuk menampilkan diri yang terbaik
adalah dikarenakan adanya kecenderungan individu untuk menampilkan dirinya
sebaik mungkin akibat tuntutan sosialnya atau social desirebility (Widiarso dan
Suhapti,2010).
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah tes Big Five Inventory (BIG
FIVE INVENTORY). Pada aitem BIG FIVE INVENTORY peserta diminta untuk
memberikan pilihan mulai dari sangat setuju yang memiliki poin 5 hingga sangat
tidak setuju yang memiliki poin 1 sesuai dengan gambaran dirinya. Setiap
pernyataan yang ada kemudian ditentukan poinnya berdasarkan pilihan yang
berarti poin yang dimiliki adalah 5. Poin 5 tersebut kemudian dikurang dengan 6,
sehingga menghasilkan skor pada aitem pertama yaitu 1 (6-5=1). Begitu
seterusnya cara menentukan skor pada setiap aitem. Setelah melakukan skoring,
peneliti kemudian melakukan interpretasi terhadap skor yang didapatkan oleh
setiap subjek dengan tiga kategorisasi skor untuk setiap dimensi, yaitu rendah,
sedang, dan tinggi. BIG FIVE INVENTORY versi Bahasa Indonesia telah
diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang menghasilkan nilai
reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan (0.789), keuletan
(0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807) (Widiarso, 2004). Hasil
ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BIG FIVE
INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities
tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90.
I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan
penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pengolahan data penelitian.
1. Tahap persiapan penelitian
Sebelum peneliti melakukan pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu peneliti
melakukan beberapa kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dan dibutuhkan dalam penelitian, yaitu :
a. Pemilihan subjek penelitian
penelitian. Subjek penelitian adalah alumni serta mahasiswa dan mahasiswi dari
Universitas Sumatera Utara. Sebelumnya, peneliti membuat kepanitiaan kecil
yang beranggotakan mahasiswa dari seluruh fakultas di Universitas Sumatera
Utara yang berjumlah 13 orang. Peneliti kemudian meminta bantuan kepada
seluruh panitia untuk dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan subjek
sesuai dengan karakteristik yang ada. Peneliti dan kepaninitiaan yang ada
kemudian akan menghubungi subjek melalui hand phone dan media komunikasi
lainnya untuk meminta kesediaan subjek meluangkan waktunya dalam penelitian
pada hari dan waktu yang telah ditentukan. Mahasiswa dan Mahasiswi yang
bersedia untuk dapat hadir pada hari dan waktu yang telah ditentukan akan
menjadi subjek penelitian. Proses pencarian subjek ini dan konfirmasi untuk dapat
mengikuti peneitian dilakukan dalam jangka waktu 5 hari yaitu dari tanggal 25-29
Juli 2011.
b. Mengurus surat permohonan izin
Peneliti membuat surat permohonan izin untuk menggunakan ruangan 3A
dan 3B sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yang berada di
kampus Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai tempat untuk
pelaksanaan penelitian. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan dari mahasiswa
profesi Fakultas Psikologi yang telah terbiasa dalam mengadministrasikan tes
untuk menjadi tester dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar penelitian
terhindar dari bias eksperimenter.