• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Administrasi BFI (Big Five Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Administrasi BFI (Big Five Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ADMINISTRASI BFI (BIG FIVE INVENTORY) TERHADAP HASIL BFI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MUHAMMAD ASLAM SYAHRUDDIN

071301025

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Administrasi BFI (Big Five

Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI adalah karya sendiri dan belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,

saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, September 2011

(3)

Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI

Muhammad Aslam Syahruddin

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.

Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five

personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian

impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan saya kekuatan dan meridhoi saya dalam penyelesaian proposal

penelitian ini tepat pada waktu yang telah direncanakan. Judul proposal ini adalah

“Pengaruh Administrasi tes BFI (Big Five Inventory) terhadap hasil tes BFI”.

Draft proposal ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mengikuti sidang seminar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan draft proposal ini

sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan ini. Ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada dosen pembimbing

seminar Ibu Etty Rahmawati M.Si yang telah membimbing penulis serta semua

pihak yang telah membantu terselesaikannya draft proposal ini.

Akhir kata penulis memohon saran dan kritik yang membangun demi

kemajuan tulisan ini dan diri penulis.

(5)

M. Aslam S.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Big Five Personality ... 13

B. Big Five Inventory ... 19

(6)

1. Definisi Administrasi Tes ... 25

a. Persiapan Tester yang matang ... 26

b. Kondisi Tes ... 27

c. Pengenalan Tes : Membangun rapport dan pengenalan tes kepada peserta tes ... 29

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Tes ... 34

1. Tester dan Faktor Situasional ... 35

2. Sudut Pandang Peserta Tes ... 36

3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi ... 37

E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes ... 31

F. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional Penelitian ... 39

D. Data yang digunakan ... 40

(7)

F. Teknik Kontrol Terhadap Extraneous Variable ... 40

1. Konstansi Karakteristik Subjek ... 41

2. Konstansi Kondisi... 41

G. Rancangan Penelitian dan Treatmen yang dilakukan ... 41

1. Rancangan Penelitian ... 41

2. Treatment yang dilakukan... 41

G. Instrumen Penelitian... 43

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 43

1. Tahapan Persiapan Penelitian ... 41

a. Pemilihan Subjek Penelitian ... 26

b. Mengurus Surat Permohonan Izin ... 26

c. Persiapan Peralatan Penelitian ... 26

d. Penyediaan Reward ... 26

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 41

a. Sesi Screening ... 43

b. Sesi Post Test ... 44

(8)

1. Uji-t... 47

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan ... A. Analisa Data Penelitian ... 43

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 43

2. Uji Asumsi Penelitian ... 43

a. Uji Normalitas ... 26

b. Uji Homogenitas Varians ... 26

3. Hasil Utama Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 43

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 45

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Pelaksanan Penelitian ... 19

Tabel 2. Hasil Pengujian (uji-t) Subjek pada Saat Sesi Screening ... 31

Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 33

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas ... 37

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Varians ... 37

Tabel 6. Hasil Pengujian (uji-t) Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 38

(10)

Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI

Muhammad Aslam Syahruddin

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.

Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five

personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian

impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini tes Psikologi bukan merupakan hal yang asing lagi bagi

masyarakat. Tes psikologi merupakan alat yang digunakan oleh Psikolog dalam

melakukan penilaian terhadap individu sesuai dengan tujuan dari diberikannya tes

tersebut. Tes psikologi berisikan aitem-aitem yang diskor berdasarkan respon dari

individu yang mengikuti tes. Skor tersebut kemudian memberikan informasi

mengenai seberapa baik individu dalam bidang tertentu. Beberapa ahli juga

mengungkapkan definisi dari tes psikologi, diantaranya seperti yang diungkapkan

oleh Anastasi & Urbina pada tahun 2006 dan Kaplan dan Sacuzzo pada tahun

2005. Anastasi & Urbina (2006) menyatakan definisi tes psikologi yaitu alat

pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara

meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis

atau tingkah laku individu. Kaplan dan Sacuzzo (2005) menyatakan definisi

psikologi sebagai sekumpulan aitem yang dirancang untuk mengukur karakteristik

individu dan memprediksi perilakunya.

Berdasarkan dua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tes

(12)

dirancang dengan tujuan untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi

perilakunya serta digunakan secara luas.

Saat ini tes Psikologi telah banyak digunakan dalam berbagai bidang

kehidupan. Mulai dari bidang pendidikan, bidang sosial, maupun bidang industri.

Tes Psikologi dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat untuk melakukan

pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Contohnya tes psikologi

digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan jurusan ilmu alam atau ilmu

sosial yang harus ditempuh oleh siswa yang akan naik ke kelas XI SMA. Selain

itu beberapa sekolah tertentu juga menjadikan tes psikologi sebagai salah satu

persyaratan untuk memasuki sekolah tersebut. Tes Psikologi dalam bidang sosial

salah satunya digunakan sebagai alat untuk melakuka assesement atau penilaian.

Contohnya adalah assessment atau penilaian yang dilakukan kepada korban

bencana alam dengan tujuan untuk memberikan intervensi psikologis yang sesuai

dengan kondisi psikologis dari korban bencana alam tersebut. Tes Psikologi

dalam bidang industri contohnya adalah tes psikologi yang digunakan sebagai alat

seleksi dan penempatan kerja karyawan merupakan hal yang saat ini senantiasa

dilakukan oleh perusahaan ketika ingin mendapatkan karyawan baru maupun

ketika mempromosikan seorang karyawan. Hal ini dapat dimengerti karena tentu

saja perusahaan ingin mendapatkan indvidu yang terbaik untuk bekerja agar

perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Tes Psikologi menjadi tes yang

dipercaya oleh perusahaan untuk menjaring individu terbaik sesuai dengan bidang

(13)

saat seleksi dan penempatan kerja karyawan akan disesuaikan dengan bidang

kerja yang akan dilakukan nantinya.

Demi memastikan tes Psikologi yang digunakan dalam berbagai tujuan

memiliki kemampuan untuk menguji dan menempatkan seseorang pada tempat

yang tepat sesuai dengan bidangnya dan juga terjaga validitas dan reliabilitasnya,

maka ada beberapa hal utama yang harus diperhatikan. Salah satu yang harus

diperhatikan adalah proses administrasi tes Psikologi. Administrasi tes psikologi

adalah segala sesuatu proses yang berkenaan dengan penyelenggaraan tes

Psikologi (Anastasi & Urbina, 2006). Salah satu bentuk dari administrasi tes

adalah pemberian instruksi tes. Instruksi tes dilakukan oleh tester yaitu orang

yang bertugas untuk memberikan instruksi tes yang meliputi bagaimana cara

mengerjakan tes, menginformasikan batas waktu yang ada, dan juga memberikan

contoh bagaimana cara melakukan tes tersebut.

Proses administrasi tes ini merupakan hal yang sangat penting karena proses

administrasi tes adalah proses yang dapat berpengaruh terhadap hasil tes.

(Anastasi & Urbina, 2006). Contohnya apabila pemberian instruksi salah, tidak

lengkap, ataupun berlebih maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes.

Pengaruh tersebut misalnya dapat berupa identifikasi atribut psikologis yang tidak

sesuai dengan individu yang mengikuti tes tersebut akibat proses administrasi

yang tidak standar. Dapat kita bayangkan dalam bidang pendidikan, apabila

pelaksanaan administrasi tes dilakukan dengan tidak standar maka akan

(14)

seharusnya dapat lulus ke dalam sekolah tertentu akibat proses administrasi yang

tidak standar menjadi tidak lulus dalam sekolah tersebut. Pada bidang sosial

proses administrasi yang tidak standar trsebut dapat berpengaruh terhadap

asessment atau penilaian kondisi psikologis korban bencana alam, penilaian yang

kurang tepat dapat mengakibatkan pemberian interrvensi psikologis yang tidak

tepat pula sehinga justru akan berdampak negatif terhadap korban bencana alam

tersebut.

Pada bidangi industri seperti pada tes psikologi untuk seleksi dan

penempatan kerja, dapat dibayangkan apabila administrasi yang diberikan tidak

lengkap ataupun tidak sesuai dengan instruksi yang sebenarnya maka akan sangat

berpengaruh terhadap hasil tes dari seleksi tersebut bahkan bisa saja individu yang

sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dapat direkomendasikan, menjadi tidak

direkomendasikan akibat administrasi tes yang tidak sesuai dengan standar yang

ada atau bahkan sebaliknya orang yang sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi

untuk direkomendasikan bisa menjadi direkomendasikan akibat pemberian

instruksi yang tidak standar. Pada dasarnya pelaksanaan tes psikologi sangat

berkaitan dengan prestise atau harga diri setiap orang dan tidak ada individu yang

ingin gagal dalam tes (Anastasi & Urbina, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut

dapat kita pahami bahwa setiap orang pastinya akan berusaha semaksimal

mungkin dan menampilkan diri yang sebaik-baiknya dalam setiap mengikuti tes

psikologi. Kondisi tersebut tentu saja merupakan kondisi yang rentan

mempengaruhi validitas dan reliabilitas tes meskipun administrasinya dilakukan

(15)

karena itu administrasi tes yang baik dan benar menjadi hal yang sangat penting

untuk diperhatikan dalam pemberian tes psikologi.

Hal yang kemudian menjadi ironi saat ini adalah pelaksanaan administrasi

tes psikologi seringkali dilaksanakan dengan tidak standar, salah satunya pada

pelaksanaan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga pernah beberapa kali menjadi

asisten lapangan pelaksanaan tes psikologi, administrasi tes yang tidak standar

biasanya ditemui dalam bentuk pemberian instruksi tes yang tidak lengkap,

ataupun pemberian batas waktu pada tes yang sebenarnya tidak memiliki batas

waktu seperti tes grafis dan tes EPPS. Bahkan peneliti pernah menemukan

pengerjaan tes EPPS yang hanya diberikan waku 15 menit. Kondisi ini tentu saja

bukan merupakan kondisi yang baik mengingat hal ini tentu saja dapat

mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes Psikologi yang diberikan.

Demi memperkuat bukti dan fenomena yang ada, peneliti kemudian

melakukan wawancara kepada dosen Fakultas Psikologi departemen Psikologi

Klinis Juliana Saragih, M.Psi. yang dan menanyakan mengenai fenomena

tersebut. Juliana adalah Psikolog yang sering kali terlibat dalam penyelenggaraan

tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja karyawan yang diadakan oleh

P3M Fakultas Psikologi USU dan beberapa kali menjadi koordinator Tester dan

Asisten lapangan. Berdasarkan hasil wawacancara dengan Juliana, peneliti

mendapatkan informasi bahwa Juliana, juga pernah menemukan kondisi yang

(16)

yang digunakan adalah alat tes untuk mengukur intelegensi. Instruksi yang

diberikan pada tes itu tidaklah lengkap sehingga jawaban yang diberikan oleh

peserta tes pada saat dilakukan skoring menjadi jawaban yang salah sedangkan

apabila mengikuti instruksi yang diberikan oleh tester pada saat itu jawaban yang

diberikan oleh peserta dapat dikategorikan sebagai jawaban yang benar (Juli,

komunikasi personal tanggal 4 Maret 2011 pukul 17.00).

Peneliti juga mewawancarai Ari Widiyanta, M.Psi, yang merupakan ketua

P3M Fakultas Psikologi USU periode 2008-2010. Ia mengatakan bahwa saat ini

masih banyak administrasi tes yang tidak standar pada pelaksanaan tes Psikologi

untuk seleksi dan penempatan karyawan. Administrasi yang dianggap standar pun

sebenarnya masih banyak yang tidak standar, contohnya pada saat tester

memberikan instruksi gambar yang tidak boleh digambar pada tes Baum. Ari

Widianta juga menyatakan bahwa pemberian administrasi yang tidak standar

terjadi dalam dua kondisi, yaitu secara disengaja ataupun tidak disengaja. Secara

disengaja contohnya ketika pemberian batas waktu pada pengerjaan tes grafis

ataupun EPPS karena memang adanya batasan waktu pada pelaksanaan tes secara

keseluruhan, sehingga tes tersebut yang seharusnya tidak dibatasi waktu menjadi

dibatasi. Kondisi yang terjadi secara tidak disengaja diakibatkan oleh

ketidaksiapan dari Tester akibat kurangnya persiapan yang dilakukan maupun

kurang terlatihnya Tester sehingga salah melakukan administrasi (Ari, komunikasi

personal tanggal 9 Maret 2011 pukul 17.00). Hasil wawancara sebagaimana yang

dipaparkan menunjukkan fakta bahwa saat ini pemberian administrasi tes yang

(17)

terjadi. Peneliti juga mewawancarai Dr. Emmy Mariatin MA, Ph.d, psikolog, yang

merupakan seorang Psikolog senior sekaligus pemilik biro konsultasi psikologi

Embara yang sering mengadakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan

kerja di kota Medan. Pada wawancara tersebut Emmy Mariatin mengatakan

bahwa dalam pelaksanaan tes psikologi sering kali tester memberikan instruksi

yang tidak lengkap, ia kemudian memberi contoh pada administrasi tes Pauli. Ia

pernah menemukan tester tidak memberi tahu peserta tes mengenai cara membalik

kertas dan aturan yang jelas dalam menuliskan hasil hitungan. Hal ini tentu saja

merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi peserta tes karena dapat

memperlambat pengerjaan tes dan menimbulkan kesulitan bagi peserta tes

(Emmy, komunikasi personal tanggal 7 Juni 2011 pukul 11.30 wib).

Berbicara mengenai alat tes yang digunakan dalam tes seleksi kerja dan

penempatan karyawan, ada banyak jenis dan macam alat tes yang dapat

digunakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Dr. Wiwik

Sulistyaningsih, M.Psi yang merupakan staf dari Pusat Penelitian dan Pengabdian

pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa tes psikologi yang dilakukan dengan tujuan seleksi dan

penempatan kerja terbagi atas tiga bagian, yaitu tes yang mengukur intelegensi,

tes yang mengukur cara kerja, dan tes kepribadian (Wiwik, komunikasi personal

tanggal 26 Februari 2011 pukul 14.00). Peneliti kemudian melakukan wawancara

kepada Rika Eliana, M.Psi. yang merupakan sekretaris P3M. Peneliti

(18)

disebutkan sebelumnya, peneliti juga mendapatkan informasi bahwa tes yang

seringkali digunakan dalam mengukur intelegensi yaitu tes IST dan TINTUM,

untuk mengukur cara kerja diukur dengan tes Kreplin, Pauli, maupun wawancara

dan untuk mengukur kepribadian dilakukan dengan tes EPPS dan Papikostik

(Rika, komunikasi personal tanggal 28 Februari 2011 pukul 16.30). P3M sendiri

sebagai lembaga yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan tes

psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja hingga saat ini senantiasa berusaha

untuk memperbaharui alat tes yang dimilikinya, karena disadari bahwa alat tes

yang selama ini digunakan telah terlalu sering dipakai sehingga dapat

mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes tersebut. Informasi ini peneliti

dapatkan berdasarkan wawancara peneliti kepada ketua P3M Ferry Novliadi M.Si.

(Ferry, komunikasi personal tanggal 28 Febuari 2011 pukul 12.00).

Kondisi tersebut kemudian mendorong peneliti dalam melakukan penelitian

dengan menggunakan alat tes yang baru dan jarang digunakan di Indonesia, yang

kemudian nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif alat tes yang dapat

digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan lewat penelitian

yang peneliti lakukan. Alat tes yang peneliti maksudkan adalah Big Five

Inventory. Big Five Inventory merupakan alat tes yang dapat mengidentifikasi

kepribadian berdasarkan teori Big Five Personality. Big Five Inventory digunakan

karena tes ini merupakan tes yang baru dan jarang digunakan, sehingga dengan

menggunakan Big Five Inventory diharapkan hasil pengukuran yang dilakukan

dapat lebih terjaga validitas dan reliabilitasnya, selain itu tes Big Five Inventory

(19)

dialami oleh peserta dan juga dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa alat tes yang baik adalah

alat yang senantiasa terjaga validitas dan reliabilitasnya dan juga mampu

mengukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran alat tersebut. Hal inilah yang

juga melatar belakangi peneliti menggunakan Big Five Inventory

Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh Five Factor Model dari teori Big Five Personality (Mastuti, 2005). Menurut Five Factor Model (FFM) ini trait

kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa.Jr, 1997). Kelima dimensi dasar tersebut adalah Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness. Pemaparan tersebut

menunjukkan bahwa bagaimana Big Five Inventory dengan jumlah aitem yang sedikit dan pengerjaan yang singkat akan dapat mengungkapkan berbagai dinamika kepribadian yang kompleks dan terklasifikasi. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian Big Five Inventory maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer . Padahal

banyak hal yang mampu diprediksi dengan alat tes Big Five Inventory. Mengingat banyak aspek yang dapat diprediksi dengan Big Five Inventory, maka pengembangan alat tersebut di Indonesia perlu dilakukan (Mastuti, 2005).

Seperti yang telah dikemukakan pada penjelasan sebelumnya bahwa

administrasi tes yang tidak standar memiliki kemungkinan untuk menghasilkan

(20)

juga pada administrasi Big Five Inventory. Pemberian Administrasi yang tidak

standar akan berpengaruh terhadap respon yang diberikan oleh peserta tes, karena

pada dasarnya respon yang diberikan oleh peserta tes atau testee akan dikonversi

menjadi skor dan kemudian diinterpretasikan dan diklasifikasikan pada tipe

kepribadian tertentu sesuai dengan skor yang ada. Administrasi yang tidak standar

akan menciptakan kemungkinan testee memberikan respon yang tidak sesuai

dengan dirinya sehingga testee tersebut dapat diklasifikasikan kepada tipe

kepribadian tertentu dengan tidak tepat. Oleh karena itu pengadministrsian yang

standar menjadi hal yang sangat penting dan harus senantiasa dijaga.

Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan saran mengenai pentingnya administrasi tes Psikologi yang

terstandar demi mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap

pelaksanaan tes Psikologi. Penelitian dengan menggunakan Big Five Inventory

ini tentu saja juga diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk penelitian yang

dapat digunakan dalam pengembangan alat ukur psikologi dalam hal ini adalah

Big Five Inventory

Berdasarkan seluruh pemaparan yang telah dikemukakan, kemudian

membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pemberian

administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes yang dilakukan. Pada

penelitian ini peneliti menggunakan Big Five Inventory sebagai alat tes.

(21)

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

penelitian yaitu apakah ada pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak

standar terhadap hasil tes Big Five Inventory?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai ada dan

seberapa besar pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap

hasil tes Big Five Inventory.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menambah manfaat keilmuan dalam bidang

Psikologi khususnya bidang psikometri. Penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran mengenai pentingnya

pemberian administrasi tes Psikologi yang terstandar dengan baik demi

mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap pelaksanaan tes

Psikologi. Selain itu penelitian ini merupakan salah satu bentuk

pengembangan alat tes psikologi dalam hal ini Big Five Inventory yang

kemudian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari pelaksanaan tes

psikologi itu sendiri.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah yang bisa

(22)

para mahasiswa dalam rangka kegiatan praktikum maupun bagi para

Psikolog ketika memberikan layanan tes Psikologis pada masyarakat

umum, dan juga bagi praktisi dan ilmuwan Psikologi sehingga

diharapkan pelaksanaan tes psikologi yang dilakukan dapat terjamin

pelaksanaan administrasinya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENGANTAR

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

masalah. Teori yang digunakan antara lan teori Big Five Personality, Big

Five Inventory, dan Administrasi Tes BAB III : METODE

Bab ini menjelaskan mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel

penelitian, definisi operasional penelitian, data yang digunakan, subjek

penelitian, teknik kontrol terhadap extraneous variable rancangan

penelitian dan treatment yang dilakukan, instrumen penelitian, prosedur

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Big Five Personality

Pervin (1993) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun banyak peneliti

yang coba merumuskan berbagai teori yang paling tepat dalam menggambarkan

kepribadian manusia. Salah satu teori yang cukup dikenal adalah Big Five

Personality Theory. Munculnya teori ini tidak terlepas dari berbagai perdebatan

dan penelitian diantara para ahli dan peneliti, dan setelah beberapa dekade para

peneliti melakukan konsensus dan kesepakatan terhadap teori Big Five dengan

mengklasifikasikan kepribadian manusia kedalam 5 faktor yaitu Neuroticsm,

Openness, Concientiousness, Extraversion, dan Agreebelness. Kelima faktor ini

merupakan ringkasan dari 35 faktor yang dikemukakan oleh Cattel sebelumnya

dan kemudian diringkas menjadi 5 faktor oleh Norman pada tahun 1963.

Munculnya teori ini bukan berari membatasi tipe kepribadian yang ada pada diri

manusia, namun pada setiap faktor tersebut terdiri atas karaktertistik kepribadian

manusia yang amat luas. Berikut merupakan penjelasan dari kelima faktor tersebut

(24)

1. Neuroticism (N). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri

rentan terhadap masalah psikologis seperti stress, mudah mengalami rasa

sedih, takut dan cemas yang berlebihan, memiliki dorongan yang

berlebihan dan memiliki coping yang tidak sesuai atau maladaptive.

2. Extraversion (E). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri

intensitas interaksi interpersonal yang tinggi, asertif, dan kemampuan

bersenang – senang individu.

3. Openness (O). Faktor ini melihat keterbukaan individu untuk mencari,

menghargai dan mengeksplorasi pengalaman baru.

4. Agreeableness (A). Faktor ini melihat kualitas personal individu dalam

dari pikiran, perasaan dan perbuatan. Individu yang memiliki kepribadian

ini biasanya kooperatif dan dapat dipercaya

5. Conscientiousness (C). Faktor ini melihat motivasi, pendirian serta

kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan.

Mc Crae dan Costa (1997) mengklasifikasikan dengan lebih spesifik Big

Five Persnality yang digunakan di dalam kuesioner, trait-trait dalam

domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut:

1. Neuroticism (N)

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan

(25)

emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga

mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan.

Skor tinggi : Cemas, gugup, marah, depresi, emosional, merasa tidak

aman, merasa tidak mampu, mudah panik

Skor rendah: Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak

emosional, tabah, riang.

Contoh Neuroticism:

a. Aku mudah terganggu.

b. Suasana hatiku tidak menentu.

c. Saya sering merasa sedih.

d. Saya khawatir tentang sesuatu.

2. Extraversion (E)

Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor

dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang

penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak

tingkah laku sosial. Kecenderungan untuk mengalami emosi yang positif dan

“good mood”, serta merasakan hal baik tentang orang lain.

Skor tinggi : Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif,

banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis,

(26)

Skor rendah: Cenderung tidak menyukai interaksi sosial dan kurang

mempunyai harapan/pandangan yang positif, tidak ramah,

bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam.

Contoh dari extraversion :

a. Senang kehidupan partai.

b. Senang menjadi pusat perhatian.

c. Nyaman di sekitar orang.

d. Suka berbicara.

3. Openness (O)

Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit

untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang

digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada

bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi

yang baru.

Skor tinggi : Memiliki nilai imajinasi, ingin tahu, kreatif,

broadmindedness, berani mengambil resiko, inovatif dalam

membuat rencana dan mengambil keputusan.

Skor rendah: Memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan

bersama, kemudian skor openess yang rendah juga

(27)

sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan

serta kurang berani mengambil resiko.

Contoh dari openness:

a. Aku penuh dengan ide.

b. Aku cepat memahami sesuatu.

c. Aku mempunyai banyak kosakata.

d. Saya memiliki ide yang sangat baik.

4. Agreeableness (A)

Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang

mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu

mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti

orang lain.

Skor tinggi : menyenangkan, lembut, dapat dipercaya, penurut, suka

membantu, pemaaf, cenderung penuh kasih sayang, peduli

kepada orang lain

Skor rendah: sulit percaya pada orang lain, agresif, sinis, kasar, curiga,

pendendam, manipulatif, tidak simpati, tidak kooperatif,

(28)

Contoh Agreeableness :

a. Saya tertarik dalam masyarakat.

b. Saya merasa orang lain emosi.

c. Saya memiliki hati yang lembut.

5. Conscientiousness (C)

Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan

will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline

seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi.

Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai

seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial,

berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,

terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait

kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic,

membosankan.

Skor tinggi : teratur, berdisiplin tinggi, pekerja keras, dapat diandalkan,

disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.

Skor rendah: kadang-kadang tampak kehilangan arah dan kedisiplinan,

tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono,

lalai, mudah menyerah, hedonistic.

Contoh dari conscientiousness :

(29)

b. Aku sulit dalam bekerja.

c. Saya mengikuti jadwal.

Ada beberapa alat tes yang disusun berdasarkan teori Big Five, antara lain

yaitu Big Five Inventory, Neo PI-R, International Item Pool (IPIP), PCI, dan HPI.

Mastuti (2005) menyatakan bahwa di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian big five maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer. Padahal

banyak hal yang mampu diprediksi dengan kepribadian big five. Penelitian tentang alat big five di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Suminar,dkk. (1997) yang menguji validitas konstruk alat Personality Characteristic Inventory (PCI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis faktor ternyata hanya empat faktor saja yang ada di Indonesia. Saran dari penelitian ini adalah melihat faktor budaya perlu dilihat. Penelitian lain dilakukan oleh Halim, dkk. (2002) yang membandingkan big five faktor antara mahasiswa Indonesia dan Amerika. Tes yang digunakan adalah NEO-Personality Inventory Revised dan OMNI Berkeley Personality Profile. Subyek terdiri dari 385 mahasiswa di dua universitas di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 faktor kepribadian Big Five menunjukkan hasil yang sama yaitu pada faktor Neuroticism dan Conscientiousness. Sementara 3 faktor lain yaitu Extraversion, Agreeableness dan khususnya Opennes ditemukan berbeda antara mahasiswa Amerika dan Indonesia.

B. Big Five Inventory

(30)

maka John, Donahue, dan Kentle (1991) mengkonstruksi Big Five Inventory.

Empat puluh empat aitem dari BIG FIVE INVENTORY dikembangkan dan

menjadi representasi dari kelima faktor Big Five Personality. Tujuan dari tes ini

adalah terciptanya inventori yang ringkas, flexibel dan efisien dalam melakukan

penilaian terhadap 5 dimensi dari Big Five Personality. Ada banyak keuntungan

yang didapat dari tes ini. Seperti yang dikemukakan oleh Burisch (1984) yaitu

“skala yang singkat tidak hanya mempersingkat waktu namun juga menghindari

kelelahan, ada beberapa subjek yang tidak akan memberikan respon yang

sesungguhnya ketika tes yang ada terlihat memakan waktu. BIG FIVE

INVENTORY tidak menggunakan kata sifat tunggal sebagai aitem, karena aitem

seperti itu sering kali dijawab tidak konsisten jika dibandingkan dengan aitem

yang didasarkan pada definisi tertentu (Goldberg dan Kalowski, 1985). BIG FIVE

INVENTORY menggunakan frase atau kalimat yang singkat yang merupakan

representasi kata sifat dan trait dari dimensi Big Five Personality. Contohnya kata

sifat dari dimensi Big Five Personality “Openness” adalah Original. Maka aitem

yang muncul haruslah dapat menilai mengenai ide baru yang merupakan

representasi dari kata original tersebut. Big Five Inventory dengan frase kata

sifatnya juga memiliki keuntungan dalam mencegah ambiguitas atau multiple

meanings.

Big Five Inventory merupakan tes yang terdiri dari empat puluh empat

aitem. Berikut adalah Instruksi standar versi bahasa inggris dari tes ini yaitu

“Here are a number of characteristics that may or may not apply to you. For

(31)

Please write a number next to each statement to indicate the extent to which you

agree or disagree with that statement”. Atau dalam versi bahasa indonesia yang

diadaptasi oleh Wahyu Widiarso (2004) yaitu “silanglah bagian dari kolom

tanggapan yang menggambarkan diri anda sepenuhnya”. Widiarso (2004) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa instrumen ini menggunakan model skala Likert

yang terdiri dari lima alternatif respons. Cara pengukurannya adalah pelaporan

mandiri (self report) yang meminta subjek untuk merespon aitem-aitem yang

menggambarkan berbagai karakteristik individu. Respon yang disediakan ada lima

alternatif respons dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju dengan penyekoran

butir bergerak dari satu hingga lima.

Skala ini mengukur lima faktor kepribadian antara lain ekstraversi

(extraversion), keramahan (agreeableness), keuletan (conscentiousness),

neurotisisme (neuroticism) dan keterbukaan (openess). BIG FIVE INVENTORY

versi Bahasa Indonesia telah diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang

menghasilkan nilai reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan

(0.789), keuletan (0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807)

(Widiarso, 2004). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan

Srivastava BIG FIVE INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga

0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BIG FIVE

INVENTORY pada versi asli yang dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA

menghasilkan rata-rata korelasi sebesar 0.83 hingga 0.91 (John & Srivastava,

(32)

Pada penelitinnya Widiarso (2004) menyatakan bahwa faktor yang

memberikan sumbangan terbesar adalah faktor agreeableness, sehingga dapat

dikatakan bahwa faktor agreeableness pada sampel Indonesia memiliki dominasi

dalam menjelaskan kepribadian. Di sisi lain faktor agreeableness juga merupakan

satu-satunya faktor yang memiliki error pengukuran yang paling kecil sehingga

dapat dikatakan faktor agreeableness memiliki validitas dan reliabilitas yang

cukup memuaskan. Dominannya faktor agreeableness dapat dikaitkan dengan

budaya ketimuran yang lebih mengembangkan sifat ramah, empatik, mudah

mempercayai, tidak mudah curiga, mudah menerima orang lain, dan

menyembunyikan kelebihan yang dimiliki. Faktor agreeableness juga terbukti

memiliki error pengukuran yang minim sehingga dapat dikatakan bahwa

reliabilitas faktor ini cukup kuat karena sekor murni (true score) yang didapatkan

hampir memiliki kesamaan dengan sekor tampak (empiric score).

C. Administrasi Tes

1. Definisi Administrasi Tes

Anastasi & Urbina (2006) menyatakan bahwa hal mendasar dari suatu tes

meliputi generalisasi dari perilaku yang muncul di dalam situasi tes terhadap

situasi yang sebenarnya. Skor dari suatu tes seharusnya dapat membantu dalam

memahami apa yang dirasakan oleh seseorang dan memprediksi bagaimana

perilaku orang tersebut. Ada beberapa kondisi yang kemudian dapat

mempengaruhi situasi tes yang kemudian dapat menyebabkan kesalahan dan

(33)

untuk mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi validitas dn reliabilitas tes

sehingga nantinya dapat membatasi generalisasi dari tes tersebut.

Hal penting yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap validitas tes

adalah administrasi tes. Ada beberapa hal yang berkaitan yang harus diperhatikan

berkaitan dengan administrasi tes, yaitu :

a. Persiapan Tester yang Matang

Hal terpenting yang menjadi persyaratan dalam suatu pelaksanaan tes yang

baik adalah persiapan yang baik. Pada pelaksanaan tes, tidak boleh ada keadaan

darurat. Usaha yang spesifik harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kondisi

yang tiba-tiba atau darurat. Mengingat instruksi lisan adalah hal yang sangat

penting pada tes individual. Meskipun dalam tes klasikal, instruksi tes dapat

dibaca oleh peserta, tester harus dapat memahami dan familiar dengan instruksi

yang akan diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam

memahami tes ataupun kesalahan baca terhadap instruksi tes. Hal lain yang juga

penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan material pendukung tes. Material

pendukung tes haruslah dekat dengan tester dan mudah untuk dijangkau tetapi

jangan sampai menganggu peserta tes. Pada tes klasikal, seluruh material tes yang

dibutuhkan seperti lembar soal, lembar jawaban, pensil khusus, dan material lain

(34)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, baik untuk tes individual

maupun tes klasikal tester haruslah familiar terhadap instruksi atau prosedur dari

suatu tes. Pada tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang penting.

Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian

instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun. Pada tes klasikal, selain dilakukan

pelatihan tester dan asistennya haruslah diberikan briefing terlebih dahulu

sebelum pelaksanaan tes agar tester mengetahui apa yang diharapkan darinya dan

performansi yang diharapkan. Secara umum, tester membacakan instruksi,

memperhatikan dan teliti terhadap waktu sedangkan asisten tester memberikan

dan mengumpulkan kembali material tes, memastikan peserta tes mengikuti

instruksi yang diberikan, dan mencegah kecurangan.

b. Kondisi Tes

Anastasi dan Urbina (2006) menyatakan prosedur tes yang standar tidak

hanya mengenai instuksi, waktu, material, dan aspek dari tes itu sendiri namun

juga mengenai kondisi tes. Kita harus memperhatikan pemilihan tempat

pelaksanaan tes. Tempat pelaksanaan tes harus bebas dari keributan dan mampu

menyediakan pencahayaan yang baik, ventilasi, tempat duduk, dan ruang yang

cukup bagi peserta tes untuk bekerja. Langkah khusus harus dilakukan untuk

mencegah gangguan di tengah pelaksanaan tes. Membuat tanda di pintu yang

memberikan tanda tes sedang berlangsung adalah hal yang cukup efektif. Pada

pelaksanaan tes yang melibatkan banyak peserta, mengunci pintu dan menyiapkan

(35)

Menyadari bahwa kondisi tes dapat berpengaruh terhadap skor tes adalah

hal yang sangat penting. Bahkan aspek yang sangat kecil pun dapat berpengaruh,

seperti penelitian yang dilakukan terhadap pelajar SMA yang dibagi kedalam dua

kelompok. Kelompok pertama mengerjakan tes dengan menggunakan meja, dan

kelompok lainnya menggunakan kursi, dimana hasil penelitian tersebut

menunjukkan kelompok yang mengerjakan te dengan meja mendapatkan skor

yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan kursi (T.L.

Kelley, 1943; Traxler dan Hilkert, 1942). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa

penggunaan lembar jawaban yang tidak memenuhi standar juga dapat

mempengaruhi skor tes (F.O. Bell, Hoff and Hoyt, 1964). Penelitian selanjutnya

menemukan bahwa pada anak dibawah kelas lima sekolah dasar ketika pada saat

pelaksanaan tes lembar jawaban yang diberikan terpisah dengan lembar soal,

maka kondisi tersebut dapat menyebabkan skor tes menjadi rendah. Oleh karena

itu pada pelaksanaan tes yang dikenakan kepada anak di bawah kelas lima sekolah

dasar, lembar jawaban lebih baik tidak dipisah dari soal melainkan disatukan

dalam bentuk booklet.

Lebih lanjut, banyak hal lain yang dapat berpengaruh terhadap performansi

seseorang di dalam tes, terutama pada pelaksanaan tes kepribadian. Ketika tester

yang memberikan tes adalah seorang yang familiar dengan peserta tes maka hal

ini akan sangan berpengaruh secara signifikan terhadap skor tes. (Sacks,

1952;Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957). Pada penelitian lain, perilaku tester seperti

(36)

diminta untuk menuliskan cerita dengan tujuan untuk melihat gambaran

kepribadian, kehadiran tester di ruangan pelaksanaan tes dapat menghambat reaksi

dan respon emosional dari peserta yang dituliskan lewat cerita tersebut (Bernstein,

1956). Pada administrasi tes atau pengujian kecepatan mengetik, pelamar kerja

yang melaksanakan tes sendirian mengetik lebih cepat secara signifikan

dibandingkan ketika pelaksanaan tes dilakukan secara berkelompok yang terdiri

dari dua orang atau lebih. (Kirchner, 1966).

Pada pelaksanaan administrasi tes, ada tiga hal lain yang juga harus

diperhatikan. Pertama, ikuti prosedur standar secara mendalam dan mendetail.

Adalah tanggung jawab dari psikolog dan tester untuk menjelaskan prosedur

secara lengkap dan jelas pada setiap pelaksanaan tes. Kedua, catatlah setiap

kondisi yang tidak biasa atau kondisi yang dapat berpengaruh terhadap peserta tes

sekecil apapun. Ketiga, jadikan jadikan catatan mengenai kondisi tes sebagai

pertimbangan pada saat menginterpretasi hasil tes.

c. Pengenalan Tes : Membangun Rapport dan Pengenalan Tes pada Peserta Tes

Pada administrasi tes, istilah “rapport” adalah usaha tester untuk

meningkatkan ketertarikan peserta tes terhadap tes, meningkatkan kerja sama, dan

mendorong mereka untuk dapat merespon tes sesuai dengan tujuan dari tes

tersebut. Teknik yang digunakan dalam membangun rapport pada pelaksanaan tes

sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport,

(37)

dibandingkan. Contohnya ketika tes dilaksanakan pada seorang anak, dimana

ketika anak dapat memecahkan masalah dengan baik akan mendapatkan hadiah,

maka hasil tes tersebut tidak dapat dibandingkan dengan hasil performansi anak

yang tidak mengalami kondisi yang sama yang hanya termotivasi lewat kata-kata

atau pujian. Kondisi seperti di atas haruslah menjadi catatan pada saat melakukan

interpretasi hasil tes.

Meskipun rapport dapat lebih maksimal dilakukan pada tes individual,

rapport juga dapat dilakukan pada tes klasikal untuk memotivasi peserta tes dan

mengurangi kecemasan. Teknik yang spesifik dalam membangun rapport juga

harus disesuaikan dengan tes, usia dari peserta, dan karakteristik lain dari peserta

tes. Pelaksanaan tes pada anak pra sekolah misalnya, harul mempertimbangkan

faktor-faktor seperti rasa malu anak dan sikap negatif yang dapat timbul pada

orang asing. Sikap bersahabat, ceria, dan santai oleh tester dapat membantu

mengurangi kecemasan anak pada saat melaksanakan tes. Anak yang malu,

membutuhkan waktu yang lebih untuk dapat beradaptasi dengan kondisi tes.

Pada saat melaksanakan tes pada anak usia sekolah ataupun pada orang

dewasa, kita harus menyadari bahwa tes yang dilakukan akan berefek pada

prestise atau harga diri setiap individu. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat

apabila peserta tes diberikan penjelasan bahwa peserta tes tidak harus

mengerjakan tes hingga akhir ataupun harus memastikan seluruh jawaban dijawab

dengan benar. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perasaan gagal yang

(38)

soal. Mencegah terjadinya hal yang tiba-tiba pada pelaksanaan tes juga penting

untuk dilakukan. Oleh karena itu penting untuk memastikan seluruh material

kebutuhan tes telah tersedia, dan bahkan lebih baik ketika ada materi pendukung

yang dapat menjelaskan mengenai tujuan dari pelaksanaan tes, petunjuk dan

saram mengenai bagaimana seharusnya tes dikerjakan, dan berisi beberapa

contoh. Materi pendukung tersebut dapat berupa buku penjelasan yang biasa

tersedia untuk peserta tes pada pelaksanaan tes dengan jumlah peserta yang besar.

Pelaksanaan tes yang dilakukan pada orang dewasa memunculkan masalah

yang sering kali timbul. Tidak seperti anak usia sekolah, orang dewasa sering kali

tidak mengerjakan tes dengan maksimal ketika ia mengikuti tes tersebut sebagai

suatu keharusan. Pada kondisi seperti ini penting untuk dapat “menjual” tujuan

dari tes tersebut kepada peserta tes. Maksudnya adalah kita harus dapat

meyakinkan peserta bahwa hasil tes yang akan mereka peroleh nantinya

bergantung kepada ketertatrikan dan usaha mereka dalam mengerjakan tes

tersebut, sehingga nantinya skor yang didapat dapat mengindikasikan kemampuan

mereka yang sesungguhnya. Kebanyakan orang akan mengerti ketika dijelaskan

bahwa pengambilan keputusan yang salah pada saat pengerjaan tes, akan

berpengaruh pada validitas skor tes dan kemudian berpengaruh terhadap

hilangnya waktu dan kegagalan yang akan mereka alami. Pendekatan ini tidak

hanya dapat memotivasi peserta tes untuk memberikan kemampuan terbaiknya

dalam mengerjakan tes namun juga dapat mengurangi faking, karena tentu saja

(39)

Selain administrasi tes yang tidak standar, ada beberapa faktor lain yang

disebutkan oleh Anastasi & Urbina (2006) yang dapat mempengaruhi tes.

1. Tester dan Variabel Situasional

Hasil dapat dipengaruhi oleh perilaku dari tester yang muncul pada saat

pelaksanaan tes berlangsung. Performansi peserta tes juga sangat dipengaruhi oleh

umur, jenis kelamin, etnis, status sosio ekonomi, karakteristik kepribadian, dan

penampilan tester. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh antara

sikap tester terhadap hasil tes, sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh antara sikap hangat (ramah) dengan sikap dingin tester

terhadap hasil tes intelegensi (Exner, 1966; Masling, 1959) .

Dyers (1973) menyatakan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil tes

ketika terjadi perbedaan persepsi antara tester dan peserta tes mengenai fungsi dan

tujuan tes. Penelitian lain menunjukan bagaimana pengaruh harapan dari tester

mempegaruhi hasil tes yang selama ini kondisi seperti ini disebut Self Fulfilling

Prophecy ( Harris dan Rosenthal, 1969). Penelitian yang dilakukan oleh Masling

(1965) membagi subjek ke dalam dua kelompok yang diminta untuk mengerjakan

tes Roscharch. Kelompok pertama sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan

bahwa respon yang pada umumnya muncul pada gambar adalah respon mengenai

manusia. Sedangkan kelompok yang kedua sebelum mengerjakan tes, tester

(40)

hasilnya sangat berbeda secara signifikan. Kelompok pertama respon yang

muncul didominasi oleh respon manusia dan pada kelompok yang kedua respon

yang dominan muncul adalah respon hewan. Berdasarkan percobaan tersebut

dapat dilihat bagaimana perilaku tester sangat berpengaruh terhadap respon

peserta dan hasil tes.

Aktifitas peserta tes saat mengerjakan tes juga sangat berpengaruh terhadap

performansi, khususnya ketika aktifitas tersebut menghasilkan gannguan emosi,

kelelahan, ataupun kondisi lain yang tidak menguntungkan. Penelitian yang

dilakukan kepada anak kelas empat sekolah dasar menunjukkan bahwa anak yang

diminta untuk menuliskan hal terburuk yang pernah ia alami sebelum

mengerjakan tes intelegensi, menunjukkan performansi yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak yang diminta untuk menuliskan hal terbaik yang

pernah ia alami (Reihenberg-Hackert, 1953).

Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk melihat pengaruh dari

feedback dari tester terhadap skor tes. Bridgeman (1974) menemukan bahwa kata

“sukses” yang disebutkan oleh tester diikuti oleh performansi yang sangat baik

oleh subjek apabila dibandingkan dengan performansi yang diikuti oleh kata

“gagal” pada tes yang sama.

D. Sudut Pandang Peserta Tes

Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini mengenai respon dari peserta tes

menunjukkan faktor yang berpengaruh terhadap hasil tes sangat dipengaruhi oleh

(41)

menunjukkan bahwa kecemasan pada saat mengerjakan tes berpengaruh terhadap

skor tes yang mengukur performansi ( K.T. Hill dan S. B. Sarason, 1964).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mandler dan Sarason (1952) menemukan

bahwa tes yang diawali dengan instruksi yang meminta peserta tes untuk dapat

menyelesaikan tes sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya,

berpengaruh terhadap peserta tes.

Peserta tes yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah akan lebih

diuntungkan dan peserta yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan lebih

dirugikan. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh I.G. Sarason dkk pada tahun

1980. Penelitian tersebut menemukan bahwa ada dua komponen dalam kecemasan

pada saat tes, yaitu emosional dan kecemasan. Komponen emosional meliputi

perasaan tegang dan peningkatan fungsi fisiologis seperti meningkatnya detak

jantung. Sedangkan komponen kecemasan atau komponen kognitif meliputi

ketakutan akan performansi yang buruk dan kegagalan.

3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam melihat pengaruh dari latihan

terhadap skor tes. Penelitian yang dilakukan oleh Yates pada tahun 1953-1954

menunjukkan bahwa peningkatan performansi akibat latihan dipengaruhi oleh

kemampuan dan pendidikan dari peserta tes, jumlah dan jenis latihan yang

diberikan, dan tes itu sendiri. Anastasi & Urbina (2006) juga menyatakan bahwa

(42)

merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan validitas tes

dan menyamakan kondisi dari seluruh peserta tes.

E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes

Pelaksanaan tes psikologi haruslah dilakukan dengan menggunakan

prosedur-prosedur yang standar (Anastasi & Urbina, 2006). Bahkan dalam tes

klasikal, ketika instruksi diberikan kepada peserta tes, diperlukan kejelasan

terhadap pernyataan-pernyataan yang harus dibaca untuk mencegah salah baca

dan keragu-raguan yang dialami oleh peserta tes. Penelitian yang komprehensif

atas dampak yang ditimbulkan oleh penguji tes dan variabel situasi terhadap skor

tes telah diterbitkan secara berkala (Anastasi & Urbina, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas maka kita dapat mengetahui bahwa prosedur

yang standar dalam pelaksanaan tes sangatlah penting untuk dilakukan. Apabila

prosedur pelaksanaan tes psikologi tidak standar maka akan sangat mempengaruhi

skor tes tersebut (Anastasi & Urbina, 2006). Dapat dibayangkan apabila pada

pelaksanaan Big Five Inventory apabila administrasi yang dilakukan tidak standar

seperti peserta diminta untuk menampilkan dirinya yang terbaik pada saat

mengerjakan tes yang seharusnya peserta menampilkan dirinya dengan apa

adanya, maka kemudian hal ini akan sangat mempegaruhi skor tes dan

pengklasifikasian peserta kepada fakor kepribadian yang tidak sesuai berdasarkan

Big Five Personality. Hal ini dapat dimengerti karena setiap orang memiliki

(43)

akibat adanya tuntutan sosial atau social desirebility (Widiarso dan Suhapti,

2010). Pelaksanaan tes juga mempengaruhi prestis atau harga diri seseorang,

karena tidak ada orang yang ingin mengalami kegagalan dalam suatu tes (Anastasi

dan Urbiba, 2006). Kondisi tersebut kemudian tentu saja mendorong seseorang

untuk dapat berusaha dan menampilkan dirinya yang terbaik di dalam pelaksanaan

tes. Merujuk kepada definisi validitas maupun validitas konstrak sebagaimana

yang telah diungkapkan sebelumnya, tes dengan administrasi yang tidak standar

akan mengakibatkan peserta diklasifikasikan tidak sesuai dengan konstrak yang

ia miliki sehingga alat tes yang digunakan tidak akan mampu mengukur sesuai

dengan tujuan pengkurannya.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dengan administrasi yang

tidak standar akan sangat berpengaruh terhadap skor tes. Instruksi yang tidak

standar yang digunakan di dalam penelitian ini adalah “silanglah bagian dari

kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Instruksi yang

tidak standar tersebut akan berpengaruh terhadap ke lima dimensi Big Five

Personality. Individu dengan tingkat openness tertentu ketika diberikan instruksi

standar, akan memiliki tingkat openness yang berbeda dengan individu yang

diberikan instruksi yang tidak standar. Individu yang diberikan instruksi yang

tidak standar akan memiliki tingkat openness atau skor Openness yang lebih

tinggi, hal ini sangat mungkin terjadi dikarenakan Openness memiliki korelasi

nilai yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga akan menimbulkan social

(44)

Begitu juga dengan dimensi Conscientiousness, Extraversion, dan

Agreebleness. Ketiga dimensi tersebut apabila diujikan kepada individu yang

diberikan instruksi yang tidak standar maka akan menghasilkan tingkat atau skor

yang lebih tinggi dibandingkan dengan diujikan menggunakan instruksi yang

standar, diakibatkan ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang positif

terhadap norma masyarakat, sehingga sangat rentan terhadap timbulnya social

desirebility yang menyebabkan individu akan menampilkan dirinya yang

sebaik-baiknya. Pada dimensi Neuroticism, individu yang diberikan instruksi yang tidak

standar akan memiliki skor yang lebih rendah, hal ini dikarenakan dimensi

Neuroticism memiliki korelasi yang negatif terhadap norma masyarakat, hal ini

kemudian mengakibatkan setiap orang akan menampilkan dirinya yang

sebaik-baiknya akibat social desirebility sehingga menyebabkan skor yang diperoleh

akan lebih rendah dibandingkan dengan individu yang diberikan instruksi yang

standar.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan kepada ke lima faktor yang

terdapat pada Big Five Personality, yaitu:

1. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Openness

2. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

(45)

3. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Extraversion

4. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Agreebleness

5. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.

Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang melakukan pengolahan datanya

dengan menggunakan metode statistik (Azwar, 1993). Metode eksperimen adalah

metode ketika peneliti memanipulasi variabel independen dalam rangka

menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel

dependen (Field & Hole, 2003).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu variabel

independen yang dikenakan manipulasi yaitu administrasi BIG FIVE

INVENTORY (Big Five Inventory), dan variabel dependent yaitu skor BIG FIVE

INVENTORY (Big Five Inventory).

C. Definisi Operasional Penelitian

Administrasi BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory) yang dimaksud

(47)

yang meliputi instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY.

Instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY ini dibagi menjadi

dua bagian, yaitu instruksi yang standar dan insruksi yang tidak standar. Instruksi

yang standar yaitu peserta diinstruksikan untuk mengisi 44 aitem pernyataan

dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju untuk

setiap pernyataan sesuai dengan apa yang menggambarkan diri mereka. Instruksi

yang tidak standar yaitu subjek diinstruksikan untuk mengisi empat puluh empat

aitem pernyataan dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat

tidak setuju untuk setiap pernyataan dengan menampilkan diri sebaik-baiknya atau

menampilkan dirinya yang terbaik untuk setiap pernyataan. Hasil skor tes BIG

FIVE INVENTORY adalah skor yang merupakan hasil dari pengerjaan BIG

FIVE INVENTORY yang dijadikan acuan untuk mengklasifikasikan peserta tes

kedalam lima faktor kepribadian yang didasarkan pada Big Five Personality

Theory.

D. Data yang digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor tes BIG FIVE

INVENTORY (Big Five Inventory) dari subjek yang dibagi ke dalam dua

kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan administrasi yang tidak

standar, dan kelompok kontrol yang diberikan administrasi yang standar.

E. Subjek Penelitian

(48)

dewasa. Hurlock (1993) menyatakan bahwa masa dewasa dimulai pada umur 18

tahun yaitu masa dewasa dini. Field & Hole tahun 2003 menyatakan bahwa pada

penelitian eksperimen, jumlah subjek yang digunakan salah satunya bergantung

pada jumlah perlakuan atau treatment yang diberikan pada saat penelitian. Jika

pada penelitian hanya terdapat satu perlakuan maka jumlah subjek sebanyak 30

orang merupakan jumlah yang ideal. Subjek pada penelitian ini pada umumnya

adalah mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa mayoritas telah memasuki usia

dewasa. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 78 orang, dengan rincian

41 orang tergabung pada kelompok eksperimen dan 37 orang pada kelompok

kontrol.

F. Teknik Kontrol terhadap Extraneous Variable

Pada bagian identifikasi variabel terdapat variabel ekstraneous. Variabel

ekstraneus adalah faktor-faktor yang bukan merupakan fokus dari eksperimen

tetapi dapat mempengaruhi eksperimen (Myers & Hansen, 2006).

Seniati, dkk (2005) menyatakan bahwa terdapat teknik-teknik kontrol

yang umum digunakan dalam penelitian untuk mengontrol variabel ekstraneus,

yaitu randomisasi, eliminasi, konstansi, menjadikan variabel sekunder sebagai

variabel bebas kedua, kontrol statistik dan counterbalancing. Teknik kontrol yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik randomisasi dan teknik konstansi.

Teknik randomisasi dilakukan dengan memasukkan subjek penelitian

kedalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen secara acak. Sedangkan

(49)

1. Konstansi Karakteristik Subjek

Konstansi karakterisitik subjek dilakukan dengan mengadakan sesi

screening. Sesi screening dilakukan dengan cara memberikan tes BIG FIVE

INVENTORY terlebih dahulu kepada subjek dengan tujuan menjadikan hasil tes

tersebut sebagai dasar untuk pengelompokan subjek ke dalam kelompok kontrol

dan kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk memastikan kedua kelompok

tersebut memiliki kondisi yang seimbang ditinjau dari aspek kepribadiannya.

2. Konstansi Kondisi

Konstansi kondisi dilakukan dengan menciptakan kondisi yang sama

diantara kedua kelompok. Dalam penelitian ini kondisi tersebut yaitu dengan

menyalakan kipas angin dengan kecepatan medium pada kedua ruangan serta

memberikan pencahayaan yang cukup. Sehubungan tes dilaksanakan pada pagi

hari maka pecahayaan di kedua ruangan telah memadai sehingga pada kedua

ruangan tidak mendapatkan bantuan penerangan dari lampu.

G. Rancangan Penelitian dan Treatment yang dilakukan

1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian eksperimen dalam penelitian ini adalah between group

/ control group design, dimana sampel dipilih secara acak untuk masuk ke dalam

dua kelompok yang berbeda, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,

dan sampel yang terdapat di dalam dua kelompok tersebut adalah individu yang

(50)

2. Treatment yang dilakukan

Pada penelitian ini dilakukan pemberian administrasi secara standar maupun

tidak standar. Perlakuan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah pemberian instruksi yang tidak standar pada kelompok eskperimen sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Sedangkan instruksi standar akan diberikan kepada kelompok kontrol sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang sesungguhnya”.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan

hasil tes antara kelompok yang diberikan administrasi yang standar dengan

kelompok yang diberikan administrasi secara tidak standar. Alasan peneliti

memberikan perlakuan dengan instruksi untuk menampilkan diri yang terbaik

adalah dikarenakan adanya kecenderungan individu untuk menampilkan dirinya

sebaik mungkin akibat tuntutan sosialnya atau social desirebility (Widiarso dan

Suhapti,2010).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah tes Big Five Inventory (BIG

FIVE INVENTORY). Pada aitem BIG FIVE INVENTORY peserta diminta untuk

memberikan pilihan mulai dari sangat setuju yang memiliki poin 5 hingga sangat

tidak setuju yang memiliki poin 1 sesuai dengan gambaran dirinya. Setiap

pernyataan yang ada kemudian ditentukan poinnya berdasarkan pilihan yang

(51)

berarti poin yang dimiliki adalah 5. Poin 5 tersebut kemudian dikurang dengan 6,

sehingga menghasilkan skor pada aitem pertama yaitu 1 (6-5=1). Begitu

seterusnya cara menentukan skor pada setiap aitem. Setelah melakukan skoring,

peneliti kemudian melakukan interpretasi terhadap skor yang didapatkan oleh

setiap subjek dengan tiga kategorisasi skor untuk setiap dimensi, yaitu rendah,

sedang, dan tinggi. BIG FIVE INVENTORY versi Bahasa Indonesia telah

diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang menghasilkan nilai

reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan (0.789), keuletan

(0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807) (Widiarso, 2004). Hasil

ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BIG FIVE

INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities

tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90.

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan

penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pengolahan data penelitian.

1. Tahap persiapan penelitian

Sebelum peneliti melakukan pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu peneliti

melakukan beberapa kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang

diperlukan dan dibutuhkan dalam penelitian, yaitu :

a. Pemilihan subjek penelitian

(52)

penelitian. Subjek penelitian adalah alumni serta mahasiswa dan mahasiswi dari

Universitas Sumatera Utara. Sebelumnya, peneliti membuat kepanitiaan kecil

yang beranggotakan mahasiswa dari seluruh fakultas di Universitas Sumatera

Utara yang berjumlah 13 orang. Peneliti kemudian meminta bantuan kepada

seluruh panitia untuk dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan subjek

sesuai dengan karakteristik yang ada. Peneliti dan kepaninitiaan yang ada

kemudian akan menghubungi subjek melalui hand phone dan media komunikasi

lainnya untuk meminta kesediaan subjek meluangkan waktunya dalam penelitian

pada hari dan waktu yang telah ditentukan. Mahasiswa dan Mahasiswi yang

bersedia untuk dapat hadir pada hari dan waktu yang telah ditentukan akan

menjadi subjek penelitian. Proses pencarian subjek ini dan konfirmasi untuk dapat

mengikuti peneitian dilakukan dalam jangka waktu 5 hari yaitu dari tanggal 25-29

Juli 2011.

b. Mengurus surat permohonan izin

Peneliti membuat surat permohonan izin untuk menggunakan ruangan 3A

dan 3B sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yang berada di

kampus Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai tempat untuk

pelaksanaan penelitian. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan dari mahasiswa

profesi Fakultas Psikologi yang telah terbiasa dalam mengadministrasikan tes

untuk menjadi tester dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar penelitian

terhindar dari bias eksperimenter.

Gambar

Tabel 1  Jadwal Pelaksanaan Penelitian Hari / Tanggal   Sesi
Tabel 2. Hasil Pengujian (uji-t) subjek pada saat sesi screening
Tabel 4. Hasil Uji NormalitasDimensi  Kolmogorof Smirnov
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Varians Dimensi Levine Test
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan pemberian air terhadap tanaman tembakau, tanaman tembakau yang tumbuh pada kondisi pemberian air yang berlebih, rata – rata menghasilkan jumlah daun,

Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata, berdasarkan uji BNT 5%, P0 :tanpa inokulum, P1: pemberian inokulum,

Perlakuan pemberian air terhadap tanaman tembakau, tanaman tembakau yang tumbuh pada kondisi pemberian air yang berlebih, rata – rata menghasilkan jumlah daun,

Tanggapan-tanggapan ini menunjukkan bahwa dengan format soal dalam bentuk animasi dapat membantu siswa dalam memahami maksud dari persoalan yang disajikan pada setiap

bahwa (a) Perlakuan pemberian pupuk hijau glirisidae pada kedalaman olah tanah 30 cm, menghasilkan panjang polong dan jumlah daun yang paling dominan; (b) Perlakuan

b) Pada struktur pelat kebutuhan beton dan baja yang digunakan bangunan jarak kolom 4 meter dan 8 meter sama karena pada bangunan dengan jarak kolom 8

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh Pemberian Kotoran Burung Walet terbaik adalah pada parameter berat basah bagian bawah, Pemberian Pupuk NPK yaitu, N0 tanpa perlakuan yang

12 Keterangan : = pemberian tes awal = pemberian tes akhir = perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen = perlakuan yang diberikan kepada kelas control Pada penelitian ini,