• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Differential Item Functioning (DIF) Administrasi Tes pada Aitem Big Five Inventory (BFI) versi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Differential Item Functioning (DIF) Administrasi Tes pada Aitem Big Five Inventory (BFI) versi Indonesia"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1. Sejarah Big Five

Kepribadian menurut Allport (dalam Schultz, 2005) didefinisikan sebagai suatu organisasi dinamik dalam diri individu yang merupakan sistem

psychophysical yang menentukan karakteristik perilaku dan pikiran individu. Dalam usaha mempelajari kepribadian manusia muncul pertanyaan mengenai perbandingan antara individu yang satu dan lainnya. Misalnya: seseorang mungkin saja mengalami depresi, namun sejauh mana tingkat depresi yang dialaminya? Para ahli sepakat bahwa cara untuk menjawab pertanyaan itu adalah dengan mengkategorisasikan individu kedalam kelompok tinggi, sedang atau rendah. Untuk melakukan hal itu maka kepribadian harus diuraikan menjadi beberapa tipe. Hal ini mengundang perdebatan mengenai jumlah dimensi dasar dari kepribadian. Berkaitan dengan hal ini, Allport pada tahun 1937 dan para ahli kepribadian lain, seperti Eysenck, Cattell, dan Costa dan McCrae melakukan pembahasan. Mereka kemudian membuat kesepakatan bahwa kepribadian terdiri dari trait (Coaley, 2010; John & Srivastava, 1999; McCrae & Costa, 2003; dalam Pervin, 2005).

(2)

dimensi utama) terhadap kepribadian. Tupes, Chrystal, dan Goldberg pada tahun 1981 (dalam Coaley, 2010), adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa kepribadian bisa dikecilkan menjadi hanya 5 (lima) komponen. Kelima faktor yang ditemukan tersebut dibentuk dengan metode yang sederhana, yaitu mencoba menemukan unit dasar dari kepribadian dengan menganalisis kata-kata yang orang-orang biasa (tidak hanya psikolog) gunakan sehari-hari, untuk mendeskripsikan kepribadian seseorang. Hasilnya kemudian diurutkan menggunakan analisis faktor untuk melihat trait yang mana yang bisa berjalan secara bersamaan (Goldberg, dalam John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008; Pervin, 2005; Coaley, 2010).

Costa dan McCrae pada tahun 1985, 1992, adalah para peneliti yang paling terkenal dalam menemukan kelima faktor tersebut melalui analisis faktor (Coaley, 2010). McCrae & Costa.Jr (dalam Pervin, 2005) menyatakan bahwa pada

trait kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar. Lima faktor tersebut terdiri dari Opennes, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness,

dan Neuroticism, yang biasa disebut OCEAN untuk mempermudah

penghafalannya (John dalam Pervin, 2005).

(3)

yang luar biasa, yang dikenal sebagai Big Five (John & Srivastava, 1999; McCrae & Costa, 2003; dalam Pervin, 2005; Coaley 2010).

Konsep Big Five banyak dilibatkan dalam berbagai penelitian oleh ahli kepribadian di berbagai negara, dan tetap menghasilkan gambaran 5 dimensi dasar kepribadian. Fakta ini mendukung munculnya kesepakatan yang menyatakan bahwa konsep Big Five stabil. (Coaley, 2010; Pervin, 2005). Bahkan terlihat peningkatan publikasi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Big Five atau istilah lainnya adalah Five Factor Model (FFM) sejak terbentuknya konsep tersebut. Tercatat pada tahun 2005-2009 jumlah publikasi mencapai lebih dari 1500an jika dibandingkan pada tahun awal terbentuknya konsep Big Five, yaitu awal tahun 1990an yang hanya berkisar 250an publikasi (John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008).

2. Tipe Kepribadian Big Five

Berdasarkan penjelasan mengenai sejarah Big Five, maka dapat disimpulkan bahwa Big Five Personality adalah suatu pendekatan dalam dunia psikologi untuk melihat kepribadian manusia dengan menggunakan konsep FFM, yaitu trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Berikut ini adalah trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (dalam Pervin, 2005), yaitu:

a. Openness (O)

Openness yang dimaksudkan adalah openness to experience, dimana trait

(4)

baru dan tidak biasa. Orang dengan skor tinggi merupakan orang yang memiliki rasa ingin tahu, ketertarikan yang luas, kreatif, original, imajinatif, dan menyukai hal yang bervariasi (tidak tradisional). Sedangkan orang dengan skor rendah memiliki pemikiran yang konvensional, down-to-earth, ketertarikannya hanya pada hal tertentu, tidak artistik, dan tidak analitis.

b. Conscientiousness (C)

Trait ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari sudut pandang derajat kemampuan individu terhadap pengorganisasian, daya tahan dan motivasi berperilaku dalam meraih tujuan, tidak bergantung, tidak tahan dengan orang yang ceroboh dan tidak bersemangat. Orang dengan skor tinggi dapat dipercaya, terorganisir dan teratur, pekerja keras, disiplin dan tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, dan gigih. Sedangkan orang dengan skor rendah terlihat tanpa tujuan dan terlihat tidak perduli akan sesuatu, malas, sulit diandalkan, sembrono dan tidak teratur, mudah menyerah, dan suka bersenang-senang (hedonis).

c. Extraversion (E)

Trait ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari segi kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitas, kebutuhan untuk menstimulasi, kapasitas untuk memberi kesenangan. Orang dengan skor tinggi merupakan orang yang bersosial, aktif, talkative, people-oriented, optimis, fun-loving, dan penuh kasih. Sedangkan orang dengan skor rendah cenderung pendiam, task-oriented,

(5)

d. Agreeableness (A)

Trait ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari segi kualitas pikiran, perasaan, dan tindakan, terhadap orientasi interpersonal dalam kontinum (rentang) compassion hingga antagonism. Orang dengan skor tinggi berhati lembut, good-nature, percaya pada orang lain, pemaaf, penolong, polos dan terang-terangan/blak-blakan. Sedangkan orang dengan skor rendah lebih kasar, curiga, sinis, kurang kooperatif, memiliki lebih mungkin dalam menyimpan dendam, menyebalkan dan terkesan kejam, mementingkan kepentingan sendiri, serta manipulatif.

e. Neuroticism (N)

Trait ini mengidentifikasi kepribadian individu pada sudut pandang kestabilan emosi, yang berkaitan dengan distress psikologis, ide yang tidak realistis, harapan atau dorongan yang berlebihan, dan coping respon yang maladaptif. Orang dengan skor tinggi akan memiliki rasa khawatir, cemas, emosional, merasa tidak aman, merasa ada yang kurang, dan perasaan sedih atas dirinya. Sedangkan orang dengan skor rendah mempunyai bawaan santai, tenang,

(6)
(7)

John, Donahue, dan Kentle menyadari akan kebutuhan suatu instrumen yang efisien, fleksibel, dan berlaku universal, dalam kepentingannya untuk mengukur kepribadian individu dengan menggunakan konsep big five. Kemudian, pada tahun 1991, John, Donahue, dan Kentle menyusun suatu alat ukur yang kemudian dinamakan Big Five Inventory. Big Five Inventory (BFI) ini terdiri atas 44 (empat puluh empat) aitem, yang dapat direspon dalam waktu 5 (lima) menit, dan dapat menghasilkan kelima dimensi Big Five yang dibentuk oleh Costa dan McCrae (John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008; Rammstedt & John, 2006).

Burisch (dalam John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008; John & Srivastava, 1999) mengatakan, skala pendek tidak hanya menghemat waktu pengujian, tetapi juga menghindari kebosanan dan kelelahan subjek, karena akan ada subyek yang tidak memberi respon sesuai harapan jika tes terlihat terlalu lama. Big Five Inventory (BFI) menggunakan frase pendek berdasarkan kata sifat yang dikenal sebagai inti dari Big Five. Selanjutnya ditambahkan kata-kata yang berfungsi sebagai tambahan informasi atau untuk memperjelas kata inti. Big Five Inventory (BFI) dengan frase kata sifatnya juga memiliki keuntungan dalam mencegah ambiguitas atau multiple meanings (John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008).

(8)

melihat kualitas BFI versi adaptasi Bahasa Indonesia dengan melihat karakteristik psikometrisnya.

BFI versi Indonesia ini terdiri dari 44 aitem favourable dan unfavourable

yang terdiri dari kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan tersebut direspon dengan memilih angka 1 hingga 5 dan menuliskannya ditempat yang telah disediakan pada setiap pernyataan. Makna angka “1” adalah “sangat tidak setuju”, “2” adalah “tidak setuju”, “3” adalah “netral”, “4” adalah “setuju”, dan “5” bermakna “sangat

setuju”. Aitem favourable akan diberi nilai dari angka 1 sampai 5 pada jawaban STS sampai SS, sedangkan aitem unfavourable akan diberi nilai sebaliknya. BFI yang sudah diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011) ke dalam bahasa Indonesia ini memiliki reliabilitas yang baik yaitu 0.70 dan juga memiliki validitas konstruk yang memuaskan dengan nilai loading rata-rata diatas 0.30 dan varian yang dapat dijelaskan sebesar 41.45%.

Berdasarkan hasil dari penelitian Mariyanti dan Rahmawati pada tahun 2011, terjadi pergeseran definisi dari kelima faktor dalam teori Big Five pada BFI versi adaptasi Bahasa Indonesia, yaitu :

a. Openness (O) adalah faktor yang melihat keterbukaan individu untuk mencari tantangan dan hal-hal baru. Seseorang dikatakan open to experience ketika individu tersebut cerdas dan suka berpikir, memiliki ide-ide inovatif, percaya diri, mampu mempertimbangkan dan membuat suatu rencana dan menjalankannya serta memiliki rasa ingin tahu yang besar. b. Neuroticism (N) adalah faktor yang mengidentifikasi individu yang rentan

(9)

dan cemas berlebihan, memiliki dorongan berlebihan, memiliki coping

respon maladptif. Selain itu juga terlihat dalam bentuk perilaku mudah tersinggung (irritability) dan pemarah (hostile). Seseorang dikatakan neurotis ketika individu tersebut mudah merasa tertekan dan sedih, tidak mampu menghadapi situasi stress dengan baik, pencemas, suasana hati mudah berubah, labil, pemalu dan perhatiannya mudah terganggu.

c. Conscientiousness (C) adalah faktor yang melihat kesadaran diri, motivasi dan kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan. Seseorang dikategorikan dalam faktor Conscientiousness ketika individu tersebut teliti, terorganisir, tidak pemalas, menyukai suatu pekerjaan yang rutin serta mampu bertahan dan mengerjakan suatu tugas hingga selesai. d. Extraversion (E) adalah faktor yang melihat level aktivitas dan

kemampuan melakukan hubungan interpersonal individu. Seseorang dikatakan extrovert apabila individu tersebut suka mengobrol, tidak pendiam, santai, mudah bergaul dan senang bekerjasama dengan orang lain.

(10)

Tabel 2. Pengelompokan Aitem-Aitem pada BFI versi Indonesia

Analisis aitem merupakan langkah awal yang krusial dalam pengembangan alat tes, yang meliputi berbagai jenis prosedur evaluasi. Ketika dilakukan pengembangan, perlu dilakukan pengamatan berkaitan dengan karakteristik yang diukur. Untuk mengetahui kualitas alat tes, dapat dilihat karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas. Kedua hal ini berjalan beriringan, yaitu tes tidak akan valid jika tidak teruji bahwa tes tersebut reliabel, akan tetapi hal ini tidak berlaku sebaliknya. Meski demikian, para ilmuan psikologi menyadari bahwa validitas lebih penting dibandingkan reliabilitas. Hal ini karena, reliabilitas berfokus pada akurasi hasil tes, sedangkan validitas berfokus pada nature dari konstruk yang diukur (Coaley, 2010).

(11)

mengacu pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut, sehingga berguna untuk melakukan pengambilan keputusan yang bertujuan untuk pengukuran aspek mental (Azwar, 2012; American Educational Research Association, dalam Osterlind, 2010; Coaley, 2010).

Analisis aitem memiliki beberapa istilah, yaitu item impact, DIF, dan juga bias aitem (Zumbo, 1999). Pada sudut pandang psikometri, perbedaan konsistensi intrapersonal maupun interpersonal merupakan hal yang krusial terhadap karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas (Anastasi & Urbina, 1997). Untuk mendapatkan reliabilitas yang baik, maka eror harus diminimalisir. Reliabilitas dipengaruhi secara langsung pada random error (kesalahan yang berasal dari individu peserta tes), sedangkan kesalahan sistematik (systematic error) merupakan kesalahan yg berasal atas keanggotaan suatu kelompok (Osterlind, 2010), sehingga berkaitan dengan bias yang terjadi pada tes, yang juga dapat merusak validitasnya (Coaley, 2010; Osterlind, 2010).

(12)

Osterlind (2010), DIF termasuk dalam sumber bukti validitas berdasarkan struktur internal.

1. Definisi Differential Item Functioning (DIF)

DIF berbeda dengan bias aitem. Bias aitem terjadi ketika individu dari satu kelompok cenderung

untuk menyetujui pernyataan pada aitem tertentu dibandingkan peserta individu dari kelompok lainnya, karena

beberapa karakteristik dari aitem yang dipakai dalam mengukur atau situasi pengukuran yang tidak relevan

dengan tujuan tes. Sedangkan DIF adalah sebuah kondisi dimana individu dari kelompok yang berbeda,

memiliki kemungkinan/probabilitas berbeda dalam merespon setuju pada suatu pernyataan dalam sebuah

aitem, setelah level atribut/latent trait yang diukur dikondisikan setara (Zumbo, 1999; Widhiarso, 2004;

Osterlind, 2010). Kamata dan Vaughn pada tahun 2004 mengatakan bahwa DIFterjadi

jika suatu kelompok yang berbeda dengan kemampuan/latent trait yang sama mendapat skor harapan yang berbeda pada aitem yang sama. Millsap dan Everson mengungkapkan bahwa DIF adalah karakteristik tes yang berbeda secara statistik pada kelompok yang berbeda yang memiliki kemampuan/latent trait yang sama pada variabel yang ingin diukur (dalam Rahmawati, 2010).

2. Sumber Differential Item Functioning (DIF)

(13)

membandingkan dua kelompok yang ada, yang disebut dengan kelompok referensi (reference group) dan kelompok fokal (focal group) (Hortensius, L., 2012). Kelompok referensi juga memiliki istilah lain yaitu kelompok mayoritas atau dapat juga dikenal sebagai kelompok pembanding yang juga disebut dengan kelompok yang diuntungkan jika berkaitan dengan tes kognitif, sedangkan kelompok fokal memiliki istilah lain yaitu kelompok minoritas ataupun kelompok yang menjadi fokus, yang juga dikenal sebagai kelompok yang tidak diuntungkan jika berkaitan dengan tes kognitif. Terdapat banyak kelompok referensi demikian halnya pada kelompok fokal, di mana individu mungkin terlibat pada satu atau lebih. Misalnya saja pada wanita kulit putih, yang memiliki kemungkinan lebih untuk masuk dalam kelompok referensi pada konteks tertentu, dan masuk kedalam kelompok fokal pada konteks lainnya atau dengan kata lain dapat ditukar (Camilli dan Shepard dalam Rahmawati, 2010; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

Penelitian Sacco, dkk. (2010) menemukan bukti bahwa DIF berkaitan dengan gender, ras/etnis, termasuk usia. Pada penelitian Sacco, dkk., pada kelompok wanita dewasa dan wanita muda, salah satu kelompok mendapat nilai tinggi sedangkan kelompok lain mendapat nilai yang rendah. Adapun penelitian dari Greer pada tahun 2004 menemukan bahwa DIF berkaitan dengan spesifikasi demografi, seperti pria-wanita dengan kemampuan yang sama, orang asia dan orang Eropa, dan seterusnya (dalam Acar, 2012).

(14)

yang juga bisa disebut dengan administrasi tes manual, termasuk diantaranya tes manual yang kemudian dirancang menjadi versi administrasi tes online

(Rosenfeld, Doherty, Vicino, Kantor, dkk., 1989; Buchanan & Smith, 1999; Cronk & West, 2002; dalam Kaplan & Sacuzzon, 2005). Individu menjadi lebih nyaman dan terbuka (disclose) dalam merespons aitem ketika berinteraksi dengan komputer (Davis, 1999; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005), lebih jujur, dan tidak memunculkan efek social desirability ketika dihadapkan pada situasi pelaksanaan tes tanpa prosedur yang mengharuskan face-to-face (Kaplan & Sacuzzo, 2005). Penelitian oleh Locke & Gilbert pada tahun 1995 (dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005) menyatakan bahwa peserta tes memberikan pengalaman positif dengan komputer. Terdapat beberapa keunggulan yang diberikan ketika menggunakan komputer baik administrasi, skoring, dan interpretasi (Britton & Tidwell, 1995; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005; Anastasi & Urbina,1997), serta eror dalam pendataan (Pettit, 2002; Miller, dkk., 2002; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005).

(15)

administrasi tes online dianggap sebagai kelompok yang menjadi kelompok fokal (menjadi fokus).

Guler dan Penfield pada tahun 2009 (dalam Hortensius, L., 2012), mengatakan bahwa salah satu isu dalam deteksi DIF adalah adanya dampak (impact). Ketika kelompok fokal dan kelompok referensiberbeda dalam distribusi kemampuan/latent trait yang mendasarinya, yaitu ketika satu kelompok memiliki kemampuan yang rata-rata lebih tinggi daripada kelompok lain, hal ini disebut dengan impact. Kehadiran impact akan mempersulit pendeteksian DIF karena dapat memunculkan kesalahan tipe I (type I error atau false positive) yaitu kesalahan dalam mengidentifikasi DIF pada aitem, padahal kenyataannya aitem tersebut tidak mengandung DIF (Guler dan Penfield , 2009; dalam Hortensius, L., 2012; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

3. Jenis Differential Item Functioning (DIF)

Terdapat dua kategori DIF, yaitu DIF seragam (uniform DIF) dan DIF tidak seragam (nonuniform DIF) (Mellenbergh, 1982; dalam Hortensius, L., 2012; Rahmawati, 2010). DIF seragam (Uniform DIF atau consistent DIF)terjadi ketika

(16)

terjadi jika ICCs kedua kelompok berbeda, namun ada persinggungan atau adanya garis yang memotong pada beberapa poin skala θ (Camilli & Shepard, 1994; Kristjanson, dkk., 2005; dalam Rahmawati, 2010; Zumbo, 1999; Widhiarso, 2012; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

DIF dapat memberi keseimbangan atau justru malah tidak, pada masing-masing kelompok pada tingkat tertentu. Singkatnya, hal ini terjadi jika terdapat interaksi antara tingkat kemampuan dengan identitas kelompok (keanggotaannya), sehingga aitem akan menjadi sulit pada satu kelompok dengan tingkat kemampuan yang lebih rendah dan menjadi lebih sulit pada kelompok lain dengan tingkat kemampuan yang lebih tinggi, atau aitem menjadi cenderung direspons setuju atau tidak setuju pada kelompok tertentu (Camilli & Shepard, 1994; Kristjanson, dkk., 2005; dalam Rahmawati, 2010; Hortensius, L., 2012).

4. Metode Analisis DIF

Gierl, Khaliq, dan Boughton pada tahun 1999 (dalam Acar, 2012) mengatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk mengidentifikasi DIF. Beberapa Metode berkaitan dengan Classical Test Theory (CTT), yaitu Mantel-Haenszel Procedure, Regresi Logistik, dan Simultaneous Bias Test (SIBTEST), dan metode Item Respons Theory yang biasa disebut dengan IRT (Camili & Shepard, 1994; Ogretmen, 1995; dalam Acar, 2012; Osterlind, 2010).

(17)

statistik Mantel-Haenszel untuk mengidentifikasi DIF pada tahun 1990 oleh Swaminathan dan Rogers (Hortensius, L., 2012; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999). Analisis regresi logistik merupakan analisis yang menggunakan jenis data ordinal dan binary (Field, 2009).

Jika data utama yang dipergunakan untuk menganalisis DIF adalah data ordinal, maka analisis yang digunakan akan lebih dikhususkan lagi, yaitu dengan menggunakan analisis regresi logistik ordinal (ordinal logistic regression). Analisis regresi logistik ordinal merupakan perluasan dari analisis regresi yang mampu memprediksi hasil data yang berbentuk ordinal, berdasarkan variabel prediktor (Field, 2009). Regresi logistik ordinal merupakan salah satu metode terkini yang tersedia untuk menginvestigasi DIF aitem-aitem yang biasanya ditemukan dalam pengukuran kepribadian dan psikologi sosial dengan data ordinal (Zumbo, 1999).

Analisis ini akan dibantu dengan aplikasi tambahan bernama ologit2.inc

dan syntax program SPSS untuk analisis regresi logistik ordinal yang ditulis oleh Bruno D. Zumbo, PhD. Aitem BFI versi Indonesia dikatakan mengandung DIF administrasi tes jika nilai p ≤ 0,01 (Zumbo, 1999). Analisis regresi logistik juga dapat melihat effect-size sehingga dapat mengidentifikasi apakah DIF yang terkandung termasuk dalam jenis DIF seragam atau DIF tidak seragam (Zumbo, 1999). Berdasarkan Cohen pada tahun 1992, kategori Zumbo-Thomas effect size

adalah negligible dengan R2<0,13, moderate dengan 0,13< R2<0,26, dan large

dengan R2>0,26 (Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999). Dengan kata lain, nilai R2

(18)

0,130 untuk kemudian dikatakan memiliki kriteria effect-size (Widhiarso, 2012; Zumbo, 1999).

C. Administrasi Tes

1. Definisi Administrasi Tes

Anastasi & Urbina (1997) menyatakan bahwa pemikiran dasar dari suatu tes meliputi generalisasi dari perilaku yang muncul di dalam situasi tes sampai pada perilaku yang muncul pada situasi yang lain, yaitu situasi yang sebenarnya. Administrasi tes psikologi adalah segala sesuatu proses yang berkenaan dengan penyelenggaraan tes Psikologi. Skor dari suatu tes seharusnya dapat membantu dalam memahami apa yang dirasakan oleh seseorang dan memprediksi bagaimana perilaku orang tersebut. Kondisi-kondisi pada situasi saat itu kemudian dapat mempengaruhi keadaan tes yang kemudian dapat menyebabkan kesalahan dan mengurangi validitas tes tersebut. Dengan demikian, penting bagi kita untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat mempengaruhi apapun yang berkaitan dengan tes, termasuk diantaranya validitas tes tersebut, sehingga nantinya dapat membatasi dan meminimalkan kerusakan yang terjadi pada tes tersebut. Hal penting yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap validitas tes adalah administrasi tes (Anastasi & Urbina, 1997).

2. Hal-hal yang berkaitan dengan Administrasi Tes

Ada beberapa hal yang berkaitan yang harus diperhatikan berkaitan dengan administrasi tes (Anastasi & Urbina, 1997), yaitu :

(19)

Hal terpenting yang menjadi persyaratan dalam suatu administrasi tes yang baik adalah persiapan yang baik. Pada administrasi tes, tidak boleh ada keadaan darurat, atau dengan kata lain, tanpa adanya persiapan. Usaha yang spesifik harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kondisi yang tiba-tiba atau darurat. Instruksi lisan adalah hal yang sangat penting pada tes individual, meski tidak jarang pula ada tes di mana instruksi tes dapat langsung dibaca oleh peserta. Bukan berarti tester tidak berperan dalam situasi seperti. Tester harus dapat memahami dan familiar dengan instruksi yang akan diberikan kepada para peserta. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam memahami tes ataupun kesalahan baca terhadap instruksi tes. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan material pendukung tes. Material pendukung tes haruslah dekat dengan tester dan mudah untuk dijangkau tetapi jangan sampai menganggu peserta tes. Pada tes yang diberikan secara manual, seluruh material tes yang dibutuhkan seperti lembar soal, lembar jawaban, pensil khusus, dan material lain yang dibutuhkan haruslah dihitung, diperiksa kembali, dan disusun dengan teliti.

Terkhusus untuk tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang sangat penting. Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun. Untuk tes yang sifatnya kelompok, perlu diadakan briefing terlebih dahulu antara tester dan penyelenggara tes, sehingga masing-masing pihak mengetahui dengan baik tugas dan fungsi yang akan dilakukan.

(20)

Prosedur tes yang standar tidak hanya mengenai instruksi secara lisan, waktu, bahan-bahan, dan aspek lainnya, namun juga mengenai kondisi tes. Kita harus memperhatikan pemilihan tempat administrasi tes yang sesuai. Tempat administrasi tes harus bebas dari keributan dan mampu menyediakan pencahayaan yang baik, ventilasi, tempat duduk, dan ruang yang cukup bagi peserta tes untuk bekerja. Langkah khusus harus dilakukan untuk mencegah adanya interupsi di tengah administrasi tes. Membuat tanda di pintu yang memberikan tanda tes sedang berlangsung adalah hal yang cukup efektif. Pada administrasi tes yang melibatkan banyak peserta, mengunci pintu dan menyiapkan seseorang untuk menjaga pintu dapat dilakukan untuk mencegah gangguan yang mungkin timbul, termasuk dari peserta yang datang terlambat.

(21)

dasar, lembar jawaban lebih baik tidak dipisah dari soal melainkan disatukan dalam bentuk booklet.

Banyak hal lain yang dapat berpengaruh terhadap performansi seseorang saat mengerjakan suatu tes, khususnya pada tes bakat dan tes kepribadian. Ketika tester yang memberikan tes adalah seorang yang familiar dengan peserta tes maka hal ini akan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap skor tes. (Sacks, 1952; Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957; dalam Anastasi & Urbina, 1997). Dalam telaah lain, Wickes dan Bernstein pada tahun 1956 mengatakan bahwa perilaku tester seperti tersenyum dan memberikan komentar seperti “bagus” atau “baik”

menunjukkan adanya pengaruh terhadap hasil tes, terlebih pada tes proyektif dimana kehadiran tester cenderung menghambat reaksi dan respon emosional dari peserta tes untuk menuliskan cerita sesuai gambar yang diberikan. Kirchner pada tahun 1966 mengatakan bahwa pada administrasi tes atau pengujian kecepatan mengetik, pelamar kerja yang melaksanakan tes sendirian mengetik lebih cepat secara signifikan dibandingkan ketika administrasi tes dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih (dalam Anastasi & Urbina, 1997)

(22)

jadikan catatan mengenai kondisi tes tersebut sebagai bahan pertimbangan pada saat menginterpretasi hasil tes.

c. Memperkenalkan Tes : Rapport dan Orientasi Peserta Tes

Istilah “rapport” pada administrasi tes adalah upaya tester untuk meningkatkan ketertarikan peserta tes terhadap tes, meningkatkan kerja sama, dan mendorong mereka untuk dapat merespon tes sesuai dengan tujuan dari tes tersebut. Teknik yang digunakan dalam membangun rapport pada administrasi tes sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport, keseragaman kondisi tes terhadap semua peserta tes sangat penting agar hasil tes dapat dibandingkan. Seorang anak yang diberikan hadiah setelah mengerjakan tes tidak bisa secara langsung dibandingkan dengan anak lain yang hanya diberikan pujian saat selesai mengerjakan tes. Kondisi ini harus menjadi catatan dan menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan interpretasi hasil tes.

Meskipun rapport dapat lebih maksimal dilakukan pada tes individual,

(23)

Pelaksanaan tes baik pada anak usia sekolah ataupun pada orang dewasa, harus menyadari bahwa tes yang dilakukan akan berefek pada harga diri setiap individu. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila peserta tes diberikan penjelasan bahwa peserta tes tidak harus mengerjakan tes hingga akhir ataupun harus memastikan seluruh jawaban dijawab dengan benar. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perasaan gagal yang mungkin timbul pada saat peserta tes tidak mampu menyelesaikan tes hingga akhir sesuai dengan waktu yang ditentukan, ataupun kesulitan dalam menjawab soal.

Administrasi tes yang dilakukan pada orang dewasa memunculkan masalah yang sering kali timbul. Tester harus lebih ekstra dalam meyakinkan peserta bahwa hasil tes yang akan mereka peroleh nantinya bergantung kepada ketertarikan dan usaha mereka dalam mengerjakan tes tersebut, sehingga nantinya skor yang didapat dapat mengindikasikan kemampuan mereka yang sesungguhnya. Mengatakan bahwa hasil skor secara valid menggambarkan minat mereka akan mengurangi faking pada peserta tes, karena peserta tes dapat menyadari bahwa jika tidak mengerjakan tes dengan baik dan maksimal, maka mereka hanya akan mendapat kerugian atas perlakuan mereka sendiri.

(24)

seharusnya tes dikerjakan, dan berisi beberapa contoh dalam mengerjakan tes tersebut.

D. Differential Item Functioning Administrasi tes pada Big Five Inventory

versi Indonesia

Prosedur tes yang standar tidak hanya mengenai instuksi secara lisan, waktu, bahan-bahan, dan aspek lainnya, namun juga mengenai kondisi tes. Hal ini dapat berpengaruh terhadap skor tes, bahkan pada aspek yang sangat kecil sekalipun. Perlu adanya persiapan tester yang matang, penyesuaian kondisi tes, membangun rapport dan mengenalkan tes kepada para peserta tes (Anastasi & Urbina, 1997).

Perkembangan zaman dalam penggunaan komputer mempengaruhi setiap fase pada pemberian tes, termasuk administrasi, skoring, pemberian laporan, dan interpretasi (F.B. Baker, 1989; Butcher, 1987; Gutkin & Wise, 1991; Roid, 1986; dalam Anastasi & Urbina, 1997). Penggunaan komputer dan internet memberikan revolusi baru pada dunia alat tes, termasuk pada variasi alat tes kepribadian yang dapat diakses melalui internet (Kaplan & Sacuzzo, 2005), sehingga memunculkan metode pelaksanaan baru yaitu administrasi tes secara online.

(25)

perbedaan metode yang diberikan sewaktu administrasi tes (Bushnell & Mullin, 1987).

Administrasi tes online adalah metode penggunaan komputer, dimana tes

paper-and-pencil yang juga dapat disebut dengan administrasi tes manual, didesain dalam versi elektronik dan di-posting ke Web site (Osterlind, 2010). Adanya administrasi tes secara online yang didasarkan pada penggunaan komputer memunculkan perbedaan baru dalam pengadministrasian tes. Pada administrasi tes secara online, peserta langsung membaca instruksi yang sudah ada pada layar komputer, tempat administrasi tes lebih fleksibel bahkan bisa dilakukan oleh orang-orang yang berbeda negara, tidak menggunakan paper and pencil melainkan menggunakan media elektronik seperti komputer, laptop, atau

smartphone (Kaplan & Sacuzzo, 2005; Osterlind, 2010). Usaha membangun

rapport dan mengenalkan alat tes juga hampir tidak ada karena minimnya interaksi peserta tes kepada tester (Kaplan & Sacuzzo, 2005).

Lang, dkk. (2011) menemukan bahwa metode yang diberikan memberikan hasil mean yang berbeda pada tipe kepribadian Big Five Inventory. Pada kelompok yang diberikan metode telephone interview, ditemukan bahwa openness

(26)

pengadministrasian yang sama (administrasi manual), namun dengan instruksi yang berbeda (tidak standar) saja bisa memberikan pengaruh pada hasil tes, terlebih lagi jika metode pengadministrasiannya secara keseluruhan sudah jelas berbeda seperti halnya pada administrasi tes manual dan online.

Adanya perbedaan metode administrasi tes akan berpengaruh pada hasil skor alat tes, memunculkan tantangan baru berkaitan dengan karakteristik psikometris alat tes. Karakteristik psikometris berkaitan dengan pengembangan dasar evaluasi terhadap suatu alat tes psikologis, termasuk diantaranya pengukuran (Azwar, 2007). Pada proses pengembangan alat tes, analisis aitem merupakan langkah awal yang krusial, yang meliputi berbagai jenis prosedur evaluasi termasuk karakteristik yang diukur (Coaley, 2010).

Analisis aitem memiliki beberapa istilah, yaitu item impact, DIF, dan juga bias aitem (Zumbo, 1999). Pada sudut pandang psikometri, perbedaan konsistensi intrapersonal maupun interpersonal merupakan hal yang krusial terhadap karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas (Anastasi & Urbina, 1997). Untuk mendapatkan reliabilitas yang baik, maka eror harus diminimalisir, termasuk diantaranya kesalahan sistematik (systematic error) yang berkaitan dengan bias pada tes, yang juga dapat merusak validitasnya (Coaley, 2010; Osterlind, 2010; Reeve, tanpa tahun). Reliabilitas dipengaruhi oleh random error

(27)

konsep dalam pengukuran bias (Sheppard, dkk., 2006) yang berpengaruh pada validitas (Coaley, 2010).

DIF berbeda dengan bias aitem, namun merupakan titik awal dari penelitian tentang bias aitem. DIF muncul ketika peserta memiliki kemampuan/latent trait yang sama dari kelompok yang berbeda, namun memiliki kesempatan yang tidak sama dalam merespons aitem (cenderung setuju pada pernyataan aitem tertentu). Bias aitem muncul ketika aitem tidak bisa mengukur apa yang ingin diukur, atau hanya bisa mengukur sedikit dari apa yang ingin diukur tersebut. Bias aitem dapat mempengaruhi validitas suatu tes karena dapat menyebabkan kesimpulan yang salah mengenai kemampuan tes untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Rahmawati, 2010). Singkatnya, DIF adalah sebuah kondisi dimana individu dari kelompok yang berbeda, memiliki kemungkinan/probabilitas berbeda dalam menyetujui suatu pernyataan sebuah aitem, setelah level atribut/latent trait yang diukur dikondisikan setara. Sedangkan bias aitem terjadi ketika individu dari satu kelompok cenderung untuk menyetuji pernyataan dalam aitem dibandingkan peserta individu dari kelompok lainnya, karena beberapa karakteristik dari aitem yang dipakai dalam mengukur atau situasi pengukuran yang tidak relevan dengan tujuan tes (Zumbo, 1999; Widhiarso, 2004).

(28)

dari aitem yang tersedia. Proses respons yang berbeda tersebut dapat dipengaruhi oleh extraneous variable, bukanlah dari internal atau aitemnya. Sedangkan pada konsep DIF, berkaitan dengan aitem (struktur) yang disediakan untuk dikerjakan oleh kelompok tertentu, dimana aitem tersebut yang membuat individu dari kelompok tertentu memberi respons yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa aitem-lah yang disaaitem-lahkan, bukan individu atau latar belakang individu yang disaaitem-lahkan.

Terdapat dua kelompok yang akan dibandingkan pada konsep DIF, yaitu kelompok fokal (minoritas/yang tidak diuntungkan) dan kelompok referensi (mayoritas/diuntungkan) sebagai pembanding (Rahmawati, 2010). Seperti halnya penjabaran mengenai DIF diatas, DIF berkaitan dengan kedua hal tersebut yaitu adanya perbedaan respon antara kelompok referensi dan kelompok fokal dalam merespon suatu aitem.

Administrasi tes secara online memiliki interaksi dan observasi secara langsung kepada para peserta tes yang sudah pasti tidak bisa ditangkap oleh komputer. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kaplan & Sacuzzo (2005) bahwa penggunaan komputer juga memiliki kekurangan pada interpretasi yang berkaitan dengan clinical judgement. Meskipun terkadang menghasilkan kecemasan tersendiri dan tidak ada interaksi langsung, serta terkadang mampu memunculkan

(29)

meningkatkan efisiensi (Butcher, Perry, & Atlis, 2000; Groth-Marnat, 1999; Osterlind, 2010).

Cronbach di awal tahun 1970 (dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005) menyampaikan beberapa keuntungan sistem komputer, yaitu standarisasi yang sangat baik, tahapan administrasi dirancang sedemikian rupa agar dapat dilakukan sendiri oleh peserta tes, lebih ada kesabaran (peserta tes tidak terburu-buru dalam mengerjakan tes), hasil respons tepat waktu karena langsung ter-input oleh komputer, mempermudah tugas tester (tester bisa melaksanakan tugas lain), dan lebih mengontrol bias. Hal ini dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi pada tes paper-and pencil atau administrasi tes secara manual pada hal standarisasi, kontrol, dan eror saat skoring.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa peserta tes lebih nyaman dan menyukai interaksi dengan komputer dibandingkan dengan administrasi tes

(30)

penelitian menunjukkan bahwa administrasi tes menggunakan komputer sama reliabelnya dengan administrasi tes secara manual (Handel, Ben-Porath, & Matt, 1999; Schulenberg & Yutrzenka, 1999; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005; Groth-Marnat, 1999).

Pengadministrasian tes sejak awal dibuat untuk diadministrasikan secara manual, yang kemudian ditransformasi dan dibentuk dalam form digital yang dapat diakses melalui komputer dan jaringan internet yang kemudian dikenal dengan adminitrasi tes online. Administrasi tes online mungkin memberikan keunggulan tersendiri, namun terlepas dari itu, pada awalnya setiap tes diadministrasikan secara manual. Kemajuan teknologi mungkin mempermudah dan meringankan kinerja individu, namun tetap tidak bisa menggantikan secara penuh keutamaan yang bisa dilakukan individu itu sendiri. Administrasi tes online

memiliki keuntungan-keuntungan tersendiri, namun masih perlu banyaknya pengujian agar memiliki cukup bukti untuk dikatakan sama baiknya dengan administrasi tes secara manual yang merupakan merupakan setting-an asli yang menjadi awal mula, dasar, dan acuan dalam hal pengadministrasian tes. Inilah alasan mengapa administrasi tes manual dianggap menjadi kelompok acuan (kelompok referensi) sedangkan administrasi tes online dianggap sebagai kelompok yang menjadi fokus (kelompok fokal).

(31)

kemudian bisa menjadikan dua individu yang memiliki kepribadian yang sama, akan memiliki kemungkinan lebih untuk mendapatkan hasil skor BFI yang berbeda, padahal seharusnya dengan kepribadian yang sama, maka diasumsikan skor mereka akan sama. Dengan melihat konsep DIF, maka akan terlihat apakah aitem pada alat tes tersebut adil dan tidak memihak pada suatu kelompok tertentu (Hortensius, L., 2012; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

Big Five Inventory (BFI) dimasa ini juga sudah bisa diakses diinternet dan dikerjakan dengan metode pelaksanaan secara online. Adanya perbedaan administrasi tes pada BFI memberikan alasan untuk kemudian perlu dilakukan pengecekkan karakteristik psikometrisnya. Hal ini juga berlaku pada BFI versi Indonesia yang juga bisa dilaksanakan baik pada administrasi tes manual maupun

(32)

Gambar

Tabel 1. Sub Faktor pada trait dalam model Big Five
Tabel 2. Pengelompokan Aitem-Aitem pada BFI versi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Skripsi Penerimaan Khalayak

Penelitian ini menggunakan variabel Kualitas Produk (X1), Harga (X2), dan Minat Beli Ulang (Y). Teknik pengukuran variabel dengan menggunakan skala interval, Tanggapan atau

Dalam perkembangan bisnis yang semakin pesat, telah banyak produk Sirup yang ditawarkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang terbaik

Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran kebutuhan berprestasi seorang dosen akuntansi dipengaruhi oleh tiga teori kebutuhan profesionalisme yang disampaikan

“Hampir sama dengan disiplin ya mas, sebagai seorang pelatih, tentu kami selalu mengajarkan serta mengingatkan peserta didik untuk selalu bertanggung jawab

Dari penjelasan tabel hasil pra survei diatas, dapat ditarik kesimpulan terdapat masalah pegawai di Dinas Pendidikan provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang

Dengan adanya serangan NSK maka biaya produksi kentang akan meningkat akibat penggunaan nematisida yang intensif, sedangkan produksi kentang yang dihasilkan menjadi menurun,

Setelah setting timer 60 menit maka alat dapat dioperasikan dengan menekan tombol Start, bersamaan dengan menekan tombol Start maka Optocoupler