KECEMASAN BERKOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN
CARA MENGATASINYA
(Studi Deskriptif Mengenai Kecemasan Pelamar Kerja
Dalam Tes Wawancara Kerja dan Cara Mengatasinya)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
HERY BAJORA NASUTION
100922018
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM EKSTENSI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: kendala magang dan cara mengatasinya
(2)ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik dan tepat waktu. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Saya menyadari bahwa, skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan doa, bantuan, bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Mama, Terimakasih atas doa, dukungan dan segala apa yang diberikan dalam
memotivasi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi dan menjadi seorang
sarjana. Alm.Papa, walaupun kita sudah tidak bersama dengan ini harapanmu
sudah terpenuhi, do’aku selalu untuk keselamatan dan kebahagiaan kita.
2. Bapak Prof. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya.
3. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M. A, selaku Ketua Departemen Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
4. Ibu, Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program Studi Imu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
5. Dr. Iskandar Zulkarnain. M.Si, selaku dosen pembimbing , terima kasih atas
saran, kritik, bimbingan, wawasan, pengetahuan, waktu, tenaga, dan pikiran
yang telah diberikan dengan sabar untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai
dari semester awal hingga saya menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ilmu
bang Haris Terimakasih atas saran yang diberikan dalam pengerjaan skripsi
ini.
7. Seluruh karyawan Tata Usaha Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU
dalam membanatu penulis mengurus administrasi sidang.
8. Para narasumber yang kompeten dimana telah memberikan penjelasan dan
data yang saya butuhkan untuk penelitian ini.
9. Untuk sahabat Yogi, Steven, Riska, Taufik, Deddy, Daniel, Fio, Tika, Gita,
Ditta, Cya, Aprini, Hansen, Dian, Rotua, Band Blockir, Vierever Band
terimakasih untuk doanya, masukan, pinjaman bukunya dan kesediaannya
mendengarkan keluh kesah saya.
10.Kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Ilmu Komunikasi Program
Ekstensi angkatan 2010 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara terima kasih sudah mau menemani di saat saya membutuhkan,
untuk semua jenis dukungan dan bantuannya dalam membagi ilmu dan
informasi.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Saya menyadari
bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati saya sangat mengharapkan segala
masukan, imbauan, maupun kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
akan diterima dengan terbuka guna menyempurnakan skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan
pemikiran bagi para pembaca untuk lebih memahami mengenai kecemasannya
dalam tes wawancara, aamiin.
Medan, 26 Juli 2012
Penulis
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Tidak ada manusia yang sempurna, artinya semua orang pernah
mengalami situasi sulit. Ada beberapa orang yang sebenarnya memiliki
kemampuan dan pengetahuan standar, tetapi sangat gampang memperoleh
pekerjaan, bahkan beberapa kali pindah tempat kerja. Sementara, beberapa orang
lainnya yang memiliki kemampuan hebat dan IPK yang tinggi, tak jarang
usahanya kandas sampai ditahap tes wawancara kerja.
Tahap seleksi wawancara merupakan tahapan yang harus dilewati pencari
kerja sebelum mendapatkan pekerjaan, hal ini sangat penting karena interviewer
akan menilai dan mengambil segala informasi yang dibutuhkan tentang calon
karyawan secara langsung. Tahap wawancara tidak akan melihat seberapa bagus
IPK dan pengetahuan calon karyawan, tetapi lebih memperhatikan kesiapan calon
karyawan dalam hal menjual kekuatan diri dan meyakinkan para interviewer. Tujuan wawancara kerja adalah untuk menilai sisi psikologis, perilaku,
kepemimpinan, komitmen, kejujuran, tanggung jawab, dan segudang nilai
kebaikan yang masuk dalam penilaian perusahaan (Dirgantoro dan Pratono,
2012:iii). Fase ini merupakan tahapan yang sangat menentukan. Jadi, jangan
pernah meremehkan tes wawancara kerja.
Seorang calon karyawan akan dipanggil sebuah perusahaan untuk
menjalani sesi wawancara kerja, itu menunjukkan bahwa calon karyawan untuk
calon karyawan dianggap memiliki kualitas diri yang baik dimata perusahaan. Itu
berarti, calon karyawan tersebut juga telah menyisihkan puluhan bahkan ratusan
pesaing yang merebutkan sebuah pekerjaan. Selangkah lagi, calon karyawan akan
mendapatkan pekerjaan, dan umumnya tes wawancara kerja merupakan tahapan
terakhir yang harus dihadapi oleh para pencari kerja.
Banyak peserta yang gagal dalam tahap wawancara. Lalu, apa susahnya
menjalani tahap wawancara? Terkadang ada pertanyaan yang menjebak yang
membuat peserta tes kehilangan poin dan harus pulang dengan tangan hampa.
Jadi, langkah terbaik adalah menyiapkan diri kita dengan berlatih menjawab
segala kemungkinan pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara. Perlu diingat,
setiap jawaban yang kita berikan konsekuensinya akan melahirkan sebuah
pertanyaan lanjutan. Jadi, usahakan menjawab dengan jawaban berani, tepat dan
jujur. Pewawancara sangat cermat dan akan segera tahu bila jawaban kita
dibuat-buat dan bohong agar penilaian kita baik. Jika kita lakukan dan mereka
menyadarinya, otomatis kita akan kehilangan poin dan usaha kita memperoleh
sebuah pekerjaan akan kandas begitu saja.
Wawancara kerja adalah bagian terpenting ketika seseorang akan
memasuki dunia kerja. Pewawancara merupakan sarana dari perusahaan untuk
menggali informasi sebanyak-banyaknya dari calon karyawan, yaitu kepribadian
calon karyawan, latarbelakang keluarga, pendidikan dan sebagainya. Bagi calon
karyawan, wawancara berarti kesempatan untuk mempromosikan diri. Berkas
lamaran dan persyaratan yang diajukan oleh pelamar kerja akan diproses lebih
lanjut dalam wawancara kerja. Proses ini tentu saja dapat berlangsung lama atau
apakah anda akan diangkat sebagai karyawan atau tidak. Namun, bukan soal
waktu yang menentukan berhasil atau tidaknya wawancara tersebut, melainkan
pemahaman calon karyawan akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
pewawancara sehingga bisa memberi jawaban yang tepat.
Bagi beberapa orang, wawancara kerja mungkin adalah momok yang
menakutkan. Kecemasan atau ketakutan yang muncul sebelum atau pada saat
wawancara itu memang wajar. Apalagi jika seseorang belum memiliki
pengalaman kerja atau baru pertama kali melamar pekerjaan. Sebenarnya orang
yang berulang kali melamar pekerjaan pun bisa mengalami hal yang sama.
Mungkin perbedaannya adalah ia bisa mengelola emosi sehingga pengendalian
dirinya lebih terjaga. Hal itu dikarenakan ia sudah terlatih menjawab berbagai
pertanyaan yang diajukan pewawancara. Pengendalian diri dan pengelolaan emosi
memang sangat penting dalam mengikuti wawancara kerja. Oleh karena itu,
masalah utama yang selalu dihadapi oleh sebagian besar calon karyawan atau
pegawai dalam wawancara kerja adalah kepercayaan diri.
Philips (Apollo, 2007:17) menyebut kecemasan komunikasi dengan istilah
reticence , yaitu ketidakmampuan individu untuk mengikuti diskusi secara aktif, mengembangkan percakapan, menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas, yang
bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya
ketidakmampuan dalam menyusun kata-kata dan ketidakmampuan menyampaikan
pesan secara sempurna, meskipun sudah dipersiapkan sebelumnya
Siapapun tidak menyangkal kalau
kepercayaan diri itu penting, apalagi ketika bertatatap muka dengan orang yang
kegugupan sehingga seseorang tidak fokus menjawab pertanyaan yang diajukan
atau mendengarkan instruksi yang diberikan. Akibatnya adalah calon karyawan
mengalami kegagalan. Namun, apakah kepercayaan diri saja sudah cukup untuk
berhasil melewati tes wawancara? Tidak. Masih ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu pengetahuan umum dan kejadian masa kini, wawasan,
keterampilan, pengetahuan tentang perusahaan yang dituju, bentuk usaha
perusahaan tersebut, serta pengetahuan tentang pekerjaan yang dilamar.
Selain kepercayaan diri dan pengetahuan mengenai perusahaan dan
pekerjaan yang dilamar, sebaiknya calon karyawan juga memiliki sikap mental
positif. Sikap mental ini erat kaitannya dengan pembentukan kepercayaan diri.
Namun, Harus diingat bahwa rasa percaya diri yang berlebihan akan
menimbulkan persepsi negatif dari pewawancara, Karena ia akan menganggap
calon karyawan adalah orang yang arogan dan sulit diatur. Oleh karena itu, sikap
mental ini tidak hanya berkisar pada rasa percaya diri, tetapi juga hubungan
dengan orang lain.
Kecemasan dan ketidakpastian yang dialami calon karyawan berpengaruh
terhadap interaksi komunikasi antarpribadi calon karyawan dan pewawancara.
Dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (2001:80), De Vito mengungkapkan bahwa kecemasan berkomunikasi merujuk pada rasa malu,
keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara didepan umum, dan sikap
Kecemasan ini jika tidak dapat diatasi, maka akan mengalami
peningkatan. Menurut Spilberger (Triantoro & Nofrans 2009:53) bentuk
kecemasan berkomunikasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang ( trait anxiety). Yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarya tidak bahaya.
Kecemasan dalam kategori ini lebih disebabkan karena kepribadian
individu tersebut memang mempunyai potensi cemas dibandingkan
individu lain. Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi
khusus.
2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan
seseorang tidak
mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state anxiety). Yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara pada diri seseorang yanaga
ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan dengan
sadar serta bersifat subjektif. Keadaan takut akan terlihat jelas, khusus
untuk situasi komunikasi tertentu.
Devito mencontohkan individu yang merasa takut saat berbicara di depan
umum tetapi tidak saat komunikasi diadik, atau individu yang merasakan
kecemasan berkomunikasi saat proses wawancara namun tidak ada kecemasan
saat berbicara di depan umum, Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini
sangatlah umum keadaan ini dialami banyak orang saat berada dalam situasi
tertentu. Kecemasan yang semakin meningkat dapat menghambat komunikasi
mengurangi poin kita atau malah mereka salah paham dikarenakan sikap dan
ucapan kita yang semakin kaku atau mengawur. Hal inilah yang menjadi latar
belakang untuk melakukan penelitian tentang “Kecemasan Berkomunikasi
Antarpribadi Dalam Menjalani Tes Wawancara Kerja”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengalaman mereka dalam tes wawancara, apakah calon
karyawan merasa antusias, cemas dalam tahap perkenalan, maupun
tahapan untuk mengetahui personal calon karyawan, dan apakah tingkat
kecemasan mereka meningkat atau menurun selama proses wawancara?
2. Bagaimanakah komunikasi antarpribadi pewawancara dan calon
karyawan dalam tes wawancara kerja?
3. Faktor-faktor apakah yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya
kecemasan calon karyawan dalam pengalaman mereka menghadapi tes
1.3 PEMBATASAN MASALAH
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga
dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan
diteliti. Adapun pembatasan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan studi deskriptif sebagai metode
riset peneliti.
2. Yang menjadi perhatian peneliti adalah kecemasan berkomunikasi dan
cara mengatasinya selama menjalani tes wawancara.
3. Penelitian terbatas pada calon karyawan yang pernah mengikuti lowongan
pekerjaan melalui PJK USU dan sudah menjalani tes wawancara kerja
minimal 2 kali di Kota Medan.
4. Penelitian berlangsung sejak Maret hingga selesai.
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang akan
dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk memahami kecemasan calon karyawan
dalam pengalaman interaksi komunikasi mereka dengan pewawancara
dalam tes wawancara kerja.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan interaksi komunikasi
3. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang berpotensi
menjadi penyebab kecemasan mereka dalam pengalaman tes wawancara
kerja dan bagaimana mereka mengatasinya.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan
memperkaya penelitian kualitatif dalam bidang ilmu komunikasi
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan
memperkaya khasanah penelitian tentang komunikasi antarpribadi sebagai
bagian dari ilmu komunikasi.
3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bersama dalam
memahami konteks komunikasi antarpribadi dalam tes wawancara kerja.
1.5 KERANGKA TEORI
1.5.1. Komunikasi Antarpribadi
Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan diantara manusia dalam
keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat bekerja, organisasi sosial, dan
lain sebagainya. Semua ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan di
dalam lingkungan, komunikasi, frekuensi pertemuan, jenis relasi mutu dari
interaksi-interaksi di antara mereka tetapi juga terletak pada seberapa jauh
keterlibatan diantara mereka satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.
in Society”. Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: who, says what, in which channel, to whom, with what effect (Rakhmat, 2002:2 ).
Ciri khas komunikasi interpersonal ini ialah sifatnya dua arah atau timbal
balik (two ways traffic communications). Di dalam komunikasi interpersonal, komunikator dan komunikan saling berganti fungsi. Menurut Joseph A. Devito,
ciri komunikasi antarpribadi yang efektif adalah keterbukaan, (openness), empati
(emphaty), dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness), kesetaraan
(equality). (Liliweri,1991:13).
1.5.2 Communication Apprehension
Tingkat kecemasan ataupun ketakutan individu yang berkaitan dengan
komunikasi yang sedang atau yang akan dilakukan dengan orang lain dinamakan
dengan Communication apprehension (Devito, 2001:80). Communication apprhension merupakan perilaku yang biasa dan normal karena setiap individu mengalaminya, namun tidak semua individu dapat mengatasi hal ini sehingga
dapat menggangu komunikasi individu tersebut dengan orang lain.
Petterson dan Ritts dalam penelitiannya mengemukakan beberapa
parameter yang menunjukkan komunikator mengalami kecemasan sosial dan
komunikasi. Menurut mereka kecemasan sosial dan komunikasi, memiliki aspek
Joseph A. Devito (Devito:81-82) menuliskan faktor-faktor yang
meningkatkan kecemasan berkomunikasi, antara lain:
1. Degree of Evaluation 2. Subordinate Status 3. Degree of Consciousness 4. Degree of unpredictability 5. Degree of dissimiliarty 6. Prior success and failures
7. Lack of communication skill and experience
Terkait dengan pemikiran negatif, Patterson dan Rits mengemukakan: “ Negative thinking can lead to anxious self-perceptions that keeps a person from considering all of the information and cues in the environment.” (Pemikiran negatif menyebabkan seseorang menjadi terlalu khawatir dengan dirinya sendiri
sehinnga ia harus memperhitungkan segala informasi dan gejala yang muncul dari
lingkungan sekitarnya). Hal ini menyebabkan proses dan pengolahan informasi
yang normal terganggu yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk menarik
diri dari lingkungannya. (Morissan, 2010:9)
1.5.3. Teori Pengurangan Ketidakpastian ( Uncertainly Reduction Theory)
Teori ini pertama sekali dekembangkan oleh Berger dan Calabrese pada
tahun 1975. Tujuan Berger dan Calabrese dalam membangun teori ini adalah
untuk menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi
ketidakpastian antara orang-orang yang baru saling mengenal yang terlibat dalam
kita memperoleh pengetahun mengenai orang lain melalui interaksi komunikasi,
dalam (Morissan, 2010:86)
Berger dan Calabrese menuliskan tujuh aksioma ketidak pastian, yakni:
1. Ketidakpastian tinggi, mendorong komunikasi verbal
2. Pernyataan nonverbal rendah, ketidakpastian tinggi
3. Ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah
4. Ketidakpastian tinggi, keakraban komunikasi rendah
5. Ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi
6. Kesamaan mengurangi ketidakpastian
7. Ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah (Morrisan, 2010:93)
1.6 KERANGKA KONSEP
Burhan Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok
fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang
sama. ( Bungin 2001:73 )
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai serta
perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang dicapai serta perumusan
kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan
Maka model teoritis dari kerangka konsep yang akan deteliti adalah:
Gambar .1.1: Model teoritis
Sumber: Peneliti, 2012
1.7. Operasionalisasi Konsep
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka konsep
operasional tersebut dijadikan acuan untuk memecahkan masalah. Agar konsep
operasional tersebut dapat membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian,
maka dioperasionalkan sebagai berikut:
Tabel 1.1: Operasional konsep
Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep
Komunikasi Antarpribadi calon
karyawan dan pewawancara
1.Komunikasi antarpribadi yang efektif
a. Keterbukaan (Openness)
b. Empati (Empathy)
- Turut merasakan perasaan orang Menghimpun data
mengenai pengalaman informan pada saat wawancara
kerja
Mendeskripsikan interaksi yang
terjadi saat wawancara kerja
Menganalisis kecemasan informan pada saat wawancara
lain
- Terlibat aktif melalui ekspresi wajah
dan gerak
c. Dukungan (Supportiveness)
- Situasi yang terbuka untuk
mendukung berlangsungnya
komunikasi efektif.
d. Rasa positif (Positiveness)
- Penilaian positif komunikator pada
komunikan
- Sikap positif karena suasana yang
menyenangkan
e. Kesamaan (Equality)
- Memperlakukan orang lain secara
horizontal dan demokrasi
- Mengkomunikasikan penghargaan
dan rasa hormat pada perbedaan
Faktor Pengaruh dan Eksplorasi
Komunikasi Antarpribadi
1. Uncertainty Reduction Theory
a. ketidakpastian tinggi, mendorong
komunikasi verbal
b. pernyataan nonverbal rendah,
ketidakpastian tinggi
c. ketidakpastian tinggi mendorong
pencarian informasi rendah
d. ketidakpastian tinggi, keakraban
komunikasi rendah
e. ketidakpastian tinggi, resiprositas
tinggi
f. kesamaan mengurangi ketidakpastian
g.ketidakpastian tinggi, kesukaan
rendah
2. Communication Apprehension
a. Parameter kecemasan berkomunikasi
- Aspek tingkah laku
- Aspek kognitif
b. Faktor - faktor yang meningkatkan
kecemasan berkomunikasi
- Degree of Evaluation
- Subordinate status
- Degree of conspicuousness
- Degree of unpredictability
- Degree of dissimilarity
- Prior success and failures
- Lack of communication skills and
experience
1.8 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep
yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah
suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara mengukur variabel-variabel.
Definisi operasional juga merupakan suatu informasi ilmiah yang sangat
membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama.
(Singarimbun,1995:46)
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Komunikasi antarpribadi calon karyawan dan pewawancara
a. Keterbukaan (Openess)
Keterbukaan calon karyawan terhadap pewawancara sebagai seseorang
yang akan mengujinya, serta keterbukaan untuk saling memberikan
informasi yang membantu sebagai tahapan tes terakhir untuk mendapat
pekerjaan.
b. Empati ( Emphaty)
Sikap menerima atau tidak menerima dalam membentuk konsep diri
yang positif dan meningkatkan motivasi diri calon karyawan.
c. Dukungan (Supporttiveness)
Perhatian dan mau mendengarkan keterangan dari calon pewawancara.
d. Rasa Positif ( Positiveness )
Perasaan dan pikiran positif serta optimis akan kemampuan calon
e. Kesamaan (Equality)
Sama-sama saling pengertian dan saling respek dalam memberi dan
menjawab pertanyaan.
2. Faktor pengaruh dan eksplorasi komunikasi antarpribadi
a. Uncertainly Reduction Theory
- Ketidakpastian tinggi, mendorong peningkatan komunikasi verbal.
Ketidakpastian tinggi pada tahap perkenalan, mendorong
peningkatan komunikasi verbal antara calon karyawan dan
pewawancara. Dua orang yang tidak saling kenal perlu berbicara
lebih banyak agar dapat lebih akrab, terbuka.
- Pernyataan nonverbal rendah, ketidakpastian tinggi
Pada tahap awal interaksi komunikasi antarpribadi dalam tes
wawancara, ketika pernyataan nonverbal rendah, maka tingkat
ketidakpastian meningkat. Meraka perlu melakukan kontak mata
yang lebih bersahabat dan lebih lama.
- Ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah
Ketidakpastian yang tinggi pada pewawancara maka akan
meningkatkan upaya untuk mencari informasi dari calon karyawan.
- Ketidakpastian tinggi, keakraban inti komunikasi rendah
Tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam hubungan wawacara
menyebabkan turunnya tingkat keintiman isi komunikasi. Tingkat
keakraban yang tinggi ditandai dengan keterbukaan para pihak
- Ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi
Semakin sedikit informasi yang diberikan oleh calon karyawan
maka pewawancarakan melakukan hal yang serupa, dan
sebaliknya.
- Kesamaan mengurangi ketidakpastian dan perbedaan akaan
meningkatkan ketidakpastian.
Kesamaan respek antara keduanya akan mengurangi
ketidakpastian.
- Ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah
Ketidakpastian yang meningkat antara calon karyawan dan
pewawancara akan mengurangi perasaan tertarik.
b. Communication Apprehension
Parameter kecemasan berkomunikasi
1. Aspek fisik
Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari fisik individu, seperti
denyut jantung, tangan yang dingin karena gugup.
2. Aspek tingkah laku
Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari tingkah laku individu
seperti penghindaran, perlindungan diri, tidak berani bertatapan
mata secara langsung, menunduk.
3. Aspek kognitif
Kecemasan berkomunikasi yang dapat dilihat dari kerangka
berpikir individu seperti terlalu fokus pada diri sendiri, serta
Faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi :
1. Degree of Evaluation
Semakin tinggi calon karyawan merasa dirinya sedang dievaluasi,
maka kecemasan akan semakin meningkat.
2. Subordinate status
Saat calon karyawan merasa bahwa pewawancara memiliki
pengetahuan dan wibawa yang jauh lebih luas dari calon karyawan
maka kecemasan berkomunikasi akan semakin meningkat.
3. Degree of consciuousness
Semakin sadar calon karyawan dengan kekurangannya, maka
kecemasan komunikasi akan semakin tinggi.
4. Degree of unpredictability
Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin tinggi tingkat
kecemasan.
5. Degree of similiarity
Saat calon karyawan merasakan semakin banyak persamaan maka
kecemasan akan berkurang.
6. Prior succes and failures
Keberhasilan atau kegagalan calon karyawan di suatu tes
wawancara akan berpengaruh terhadap respon calon karyawan pada
7. Lack of communication skills and experience
Kurangnya kemampuan dan pengalaman calon karyawan akan
menyebabkan kecemasan berkomunikasi, terutama jika calon
BAB II
URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi dan proses komunikasi
Komunikasi adalah kebutuhan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia (Efendy,
2003:8). Ada banyak pengertian yang dapat menggambarkan mengenai
komunikasi, berikut ini adalah beberapa diantaranya.
Awalnya, istilah komunikasi mengandung makna “bersama-sama”
(common,commones) yang berasal dari bahasa Inggris. Asal istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu), pertukaran dimana si pembicara
mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengaranya; untuk ikut ambil
bagian (Liliweri, 1991: 1). Adapun menurut Cherry, Istilah komunikasi
berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga
berasal dari bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cangara,2006:18).
Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian suatu
pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan
berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan; yang dilakukan seseorang
kepada orang lain secara tatap muka maupun tidak langsung, melalui media,
Banyak ahli mendefinisikan komunikasi dalam berbagai sudut pandang
yang macam- macam, dan menyebutkan bahwa ilmu komunikasi sebagai ilmu
yang eklisitis yaitu ilmu yang merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu.
Pada dasarnya komunikasi adalah sebagai proses pernyataan antara manusia, yang
dapat berupa pikiran atau perasaan seorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (bahasa) baik verbal maupun non verbal sebagai alat
penyalurnya. Pengertian komunikasi dikemukakan para ahli, diantaranya sebagai
berikut:
1. Menurut Harold Laswell, komunikasi adalah Siapa yang mengatakan apa
melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa (who says what in which channel to whom with what effect) (Purba, 2007 :30)
2. Menurut Carl I.Hovland, komunikasi adalah proses dimana seseorang individu
mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku indivdu- individu
yang lain. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi)
3. Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu
proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada
saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2006:19).
4. Menurut Barnlund Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan
untuk mengurangi rasa ketidak pastian, bertindak secara efektif,
mempertahankan atau memperkuat ego.
Dari beberapa definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut pada
dasarnya komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pikiran dan perasaan
dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang, kata - kata dan
simbol - simbol untuk tujuan merubah sikap atau tingkah laku orang lain. Menurut
Effendy (2003 : 11) komunikasi di bagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Proses komunikasi dalam perspektif psikologi, yaitu proses komunikasi
prespektif yang terjadi didalam diri komunikator dan komunikan. Proses
membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator, yang
dinamakan dengan encoding , akan ia transmisikan kepada komunikan.
Selanjutnya terjadi proses komunikasi interpersonal dalam diri komunikan,
yang disebut decoding, untuk memaknai pesan yang disampaikan
kepadanya.
2. Proses komunikasi dalam prespektif mekanistik. Untuk jelasnya proses
komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat diklasfikasikan lagi menjadi
beberapa, yaitu :
a. Proses komunikasi secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran
dan perasaan sese orang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang sebagai media. Lambang umum yang dipergunakan sebagai
media primer dalam proses komunikasi adalah lambang verbal
(bahasa). Namun dalam kondisi komunikasi tertentu, lambang -
lambang yang dipergunakan dapat berupa gesture, yakni gerak
secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan
komunikator kepada komunikan.
b. Proses komunikasi secara sekunder, yaitu proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama. Proses komunikasi secara sekunder menggunakan media
yang menyebarkan pesannya yang bersifat informatif yang
digolongkan sebagai media massa (mass media) dan media nirmassa (media non-massa).
c. Proses komunikasi secara linier, merupakan proses penyampaian
pesan oleh komunikatior kepada komunikan sebagai titik terminal.
Komunikasi linier ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi
tatap muka (face to face communication) secara pribadi (interpersonal communication) dan kelompok (group communication), maupun dalam situasi bermedia (mediated communication).
d. Proses komunikasi secara sirkular, merupakan lawan dari proses
komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang
dimaksudkan proses komunikasi secara linier. Dalam konteks
komunikasi yang dimaksudkan proses secara sirkuler adalah
terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus respons
atau tanggapan dari pihak komunikan terdapat pesan yang diberikan
Menurut Wahyudin dkk, teori dan model komunikasi pada tahun awal
sekitar dekade 1940-an dan 1950-an, menjadi dasar menentukan
komponen/bagian/ unsur yang mendasari kegiatan komunikasi Model yang
terkenal pada saat itu adalah model HaroldLasswell, seorang American Political
Scientist.
Model Komunikasi dari Harold Lasswell ini dianggap oleh para pakar
komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi yang paling awal dalam
perkembangan teori komunikasi (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang
terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan :
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
Jawaban bagi pertanyaan Lasswell itu merupakan unsur-unsur atau
komponen proses komunikasi, yaitu: Sender/communicator (Komunikator),
Message (Pesan), Media, Receiver (Komunikan/Penerima), Effect (Efek).
Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut:
a. The surveillance of the environment; pengamatan lingkungan
b. The correlation of the parts of society in responding to the environment; korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan
Yang dimaksud dengan surveillance oleh Lasswell adalah kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa-peristiwa dalam
suatu lingkungan, contohnya seperti menggarap sebuah berita. Kegiatan yang
disebut correlation adalah interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan. Kegiatan transmission of culture difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi
yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada
pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan pendidikan (www.file.upi.edu).
2.1.2 Ruang Lingkup Komunikasi
Pembicaraan tentang komunikasi akan sangat luas dan hampir tidak ada
batasannya karena peristiwa komunikasi begitu unik dan pasti dilaksanakan oleh
manusia dalam kehidupannyaa setiap hari. Meskipun demikian batas-batas yang
diberikan sebagai rambu dapat membantu setiap orang untuk melihat kekhususan
isi komunikasi sebagai suatu disiplin yang patut dipelajari (Liliweri, 1991:6).
Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan
meneliti kegiatan-kegiatan komuikasi manusia yang luas ruang lingkupnya dan
banyak dimensinya berikut ini adalah penjelasan komunikasi berdasarkan
konteksnya:
1. Bidang Komunikasi a. Kommunikasi sosial b. Komunikasi organisasional c. Komunikasi bisnis
Selain bidang komunikasi diatas, dalaam berbagai literatur tidak jarang dijumpai bidang lainnya, seperti komunikasi keluarga, komunikasi kesehatan dan sebagainya.
2. Sifat Komunikasi a. Komunikasi verbal
1) Komunikasi lisan 2) Komunikasi tulisan b. Komunikasi non-verbal
1) Komunikasi kial (gestural)
2) Komunikasi gambar, dan lain-lain c. Komunikasi tatap muka
d. Komunikasi bermedia
3. Tatanan Komunikasi
Yang dimaksud disini adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan. Berdasarkan situasi komunikan seperti itu maka di klasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut
a. Komunikasi Pribadi
1) Komunikasi intrapribadi 2) Komunikasi antarpribadi b. Komunikasi Kelompok
1) Komunikasi kelompok kecil 2) Komunikasi kelompok besar
c. Komunikasi Massa
1) Komunikasi media massa cetak 2) Komunikasi media massa elektronik d. Komunikasi Medio (komunikasi bermedia)
1) Surat
2) Internet, e-mail
3) dan lain-lain media yang tidak termasuk media massa.
4. Tujuan Komunikasi a. Mengubah sikap
6. Tekhnik Komunikasi
Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan komunikator, tekhnik komunikasi diklasifikasikan menjadi:
a. Komunikasi informatif b. Komunikasi persuasif c. Komunikasi pervasif d. Komunikasi koersif e. Komunikasi instruktif
f. Hubungan manusiawi (human relations) 7. Metode Komunikasi
Metode komunikasi meliputi kegiatan yang terorganisasi sebagai berikut: a. Jurnalisme
b. Hubungan masayarakat (Public Relations) c. Periklanan
d. Propaganda e. Perpustakaan
f. Perang urat syaraf (psychological warfare) (Effendy,2003:56)
2.2 Komunikasi Antarpribadi
2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi
Terdapat beberapa definisi komunikasi antarpribadi menurut beberapa
ahli, diantaranya adalah:
a. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan- pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).
b. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
c. Tan mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih. (Liliweri, 1991: 12)
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek
tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Efek yang
1. Efek kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
dipersepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan
nalar/rasio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada
pikiran komunikan.
2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang
berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator
bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya.
3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola- pola tindakan,
kegiatan, kebiasaan, atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik
untuk berperilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau
kegiatan yang bersifat fisik (jasmaniah).
Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip pendapat
Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif, yaitu:
a. Keterbukaan (openness)
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di
dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu
pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator
interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikannya. Ini
tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua
riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tetapi biasanya tidak
membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada kesediaan untuk membuka
diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
Aspek kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis,
dan tidak tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang
menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang
komunikator ucapkan, komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan
dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga
menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator
mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah
miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang
sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang
orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati
yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan
sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang
sehingga dapat mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun
non-verbal.
c. Dukungan (supportiveness)
Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung
efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung
d. Rasa Positif (positiveness)
Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya,
mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi
komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif .
e. Kesetaraan (equality)
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, ada pengakuan secara diam- diam bahwa kedua belah pihak
menghargi, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan
positif tak bersyarat kepada individu lain. (Liliweri, 1991: 13).
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial
dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses
saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan
karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang
Dalam komunikasi antar pribadi, Joseph Luft menekankan bahwa setiap
orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang
lain.Hal ini digambarkan dalam Johari Window (Jendela Johari) yakni:
Gambar 2.1: Jendela Johari
I
OPEN AREA
Known by ourselves and known by Others
II
BLIND AREA
Known by others but not known by ourselves
III
HIDDEN AREA
Known by ourselves but not known by others
IV
UNKNOWN AREA
Not known by ourselves and not known by others
Sumber: Budyatna&Leila Mona, Teori Komunikasi Antarpribadi, 2011, Hal:40
Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan
secara skematis seperti terlihat pada skema di atas.
Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang
bersangkutan, juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain
perkataan tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.
Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa kegiatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak
Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi tidak
dapat diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap
tertutup.
Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri
dan tidak diketahui oleh orang lain. (Liliweri, 1991)
Berdasarkan definisi Devito, maka komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi yang terjadi secara dialogis, dimana saat seorang komunikator
berbicara maka akan terjadi umpan balik dari komunikan sehingga terdapat
interaksi. Dalam komunikasi dialogis, baik komunikator maupun komunikan,
keduanya aktif dalam proses pertukaran informasi yang berlangsung dalam
interaksi.
2.2.2 Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi
Johnson (Supratikya,2003) menunjukkan beberapa peranan yang
disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan
kebahagiaan hidup manusia, yakni:
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan- kesan dan pengertian orang lain dan realitas yang sama. Tentu saja pembandingan sosial semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang - orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian kita menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik. (Supratiknya, 2003: 9-10)
Dari beberapa definisi komunikasi harus ditinjau manakah ciri- ciri yang
menunjukkan perbedaan yang khas antara komunikasi antarpribadi dengan bentuk
komunikasi yang lain. Reardon mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi
mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:
1. Komunikasi antarpribadi dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong
2. Komunikasi antarpribadi berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja
3. Komunikasi antarpribadi kerapkali berbalas- balasan
4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya hubungan minimal 2 orang.
5. Komunikasi antarpribadi suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan
Dari berbagai sumber di atas, maka Alo Liliweri menyimpulkan bahwa
komunikasi antarpribadi mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan terjadi sambil lalu saja.
2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu. Kebanyakan komunikasi antarpribadi tidak mempunyai satu tujuan yang diprogramkan terlebih dahulu, seperti pertemuan di ruang perpustakaan kemudian merencanakan belajar bersama, saling mengajak makan bersama setelah bertemu di rumah makan. Namun bisa saja komunikasi antarpribadi telah dijanjikan dan mempunyai tujuan terlebih dahulu, namun konteksnyaberbeda dengan komunikasi kelompok.
3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas.
4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas – balasan.
6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan
7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan sukses jika tidak membuahkan hasil
8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang - lambang bermakna (Liliweri, 1991: 13 -19)
Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu
karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika - liku hidup pihak lain,
pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku
seseorang. Mereka yang sudah saling mengenal secara mendalam memiliki
interaksi komunikasi yang lebih baik daripada yang belum mengenal.
Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi
yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.
Bagaimanapun juga suatu batasan pengertian yang benar-benar baik
tentang komunikasi antarpribadi tidak ada yang memuaskan semua orang. Semua
perilakunya. Dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara
dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Ada tahap- tahap tertentu
dalam interaksi antara dua orang haruslah terlewati untuk menentukan komunikasi
antarpribadi benar- benar dimulai.
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua
orang merupakan komunikasi antarpribadi. Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu
adalah:
1. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal
2. Komunikasi antarpribadi melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan
3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis 4. Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik pribadi.
5. Komunikasi antarpribadi dipandu oleh tata aturan y ang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan. 7. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya bidang persuasif.
(Liliweri, 1991:30-31)
2.2.3 Fungsi Komunikasi Antarpribadi
Dibandingkan dengan bentuk - bentuk komunikasi lainnya, komunikasi
antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi
umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face ). Oleh karena itu individu (komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka
terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik
komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan
menyenangkan komunikator, sehingga komunikator mempertahankan gaya
komunikasinya, sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus
mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.
Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan
perilaku komunikan itulah maka bentuk komun ikasi antarpribadi acapkali
dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61).
Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan
hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik–konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat
berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga
menghindari dan mengatasi terjadinya konflik- konflik di antara individu-
individu tersebut. (Cangara, 2005:56)
2.2.4 Konsepsi Diri dalam Komunikasi Antarpribadi
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri
yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi
masalah, merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu;
menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek- aspek kepriba dian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubah.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi
antarpribadi, yaitu:
a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh- sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman- pengalaman dan gagasan baru.
c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Kecemasan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai
communication apprehension . Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri, tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”.
d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif) .
2.2.5 Persepsi Interpersonal
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkanpesan.
Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Persepsi interpersonal adalah persepsi individu pada individu lainnya. (Rakhmat,2005:8)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal,
antara lain:
1. Faktor Situasional, antara lain:
a. Deskripsi Verbal
Deskripsi individu secara verbal mengenai sifat individu lainnya ditentukan dari rangkaian katanya. Sifat individu yang pertama kali diucapkan komunikator akan mengarahkan penilaian komunikan selanjutnya.
b. Petunjuk ProksemikProksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Individu cenderung mempersepsi orang lain dengan melihat jarak mereka saat berkomunikasi dengan dirinya.
c. Petunjuk Kinesik
Persepsi yang dipengaruhi oleh gerakan orang lain. Terdapat beberapa ungkapan yang mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan tubuhnya, antara lain: membusungkan dada (sombong), menundukkan kepala (merendah), berdiri tegak (berani), bertopang dagu (sedih), menadahkan tangan (bersedih).
d. Petunjuk Wajah
Petunjuk wajah menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan. Di antara berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling pentig dalam mengenali perasaan persona stimuli.
e. Petunjuk Paralinguistik
f. Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya. Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat (misalnya, cantik atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat–sifat tertentu (misalnya,periang atau penyedih); ini disebut
halo effect. Bila kita sudah menyenangi seseorang, maka kita cenderung melihat sifat - sifat baik pada orang itu dan sebaliknya.
2. Faktor Personal yakni faktor yang berasal dari individu-individu pelaku komunikasi, antara lain:
a. Pengalaman.
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.
b. Motivasi
Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat banyak melibatkan unsur- unsur motivasi.
c. Kepribadian
2.3 Communication Apprehension
2.3.1 Ciri Communication Apprehension
Istilah communication apprehension (rasa malu, keengganan berkomunikasi, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan berbicara di depan umum,
dan sikap pendiam) merujuk pada perasaan takut atau kecemasan dalam interaksi
komunikasi. Individu tersebut akan mengembangkan perasaan- perasaan negatif
dan memprediksikan hal–hal negatif saat terlibat dalam interaksi komunikasi.
Individu merasa takut melakukan kesalahan dan akan dipermalukan. Individu
tersebut akan merasa keuntungan apapun yang bertambah dari keterlibatan
berkomunikasi akan sebanding dengan rasa takut. Individu yang mem iliki
ketakutan komunikasi yang tinggi, interaksi komunikasi tidak akan sebanding
dengan rasa takut yang timbul. (DeVito, 2001:80)
Terdapat tiga kategori sifat komunikator yang paling menarik dan paling
sering dibahas dalam literatur komunikasi yaitu : sifat mementingkan diri sendiri,
sifat berdebat, dan sifat cemas. (Morissan, 2010:7 -9)
a. Sifat mementingkan diri sendiri
b. Sifat berdebat
Komunikator memiliki sifat suka berdebat (argumentativeness) jika ia memiliki kecenderungan untuk suka melibatkan diri dalam percakapan yang membahas topik kontroversial. Komunikator dengan sifat in i cenderung bersifat tegas dalam mengemukakan pandangannya terhadap suatu hal. Ia akan menyatakan dukungannya terhadap pandangan yang dianggapnya benar dan sebaliknya ia akan mengkritik pandangan yang tidak sesuai. Dominick Infante melakukan penelitian men genai sifat komunikator yang argumentatif ini. Menurutnya sifat komunikator yang argumentatif memberikan kontribusi positif karena sifat ini dapat mendorong komunikator dan lawan bicaranya untuk saling belajar, membantu melihat pandangan pihak lain, meningkatkan kredibilitas, serta memperbaiki kemampuan berkomunikasi. Komunikator yang argumentatif cenderung memiliki sikap percaya diri dan tegas. Namun demikian, tidak semua orang percaya diri memiliki sifat argumentatif. Dengan kata lain, orang perlu memiliki percaya diri untuk dapat mengemukakan pandangannya. Namun demikian, sangatlah mungkin orang tetap memiliki percaya diri tanpa harus mengemukakan pandangannya sendiri. Menurut Infante, sifat komunikator yang argumentatif juga memiliki aspek negatif jika komunikator mengucapkan kata-kata yang agresif dan sikap permusuhan.
c. Sifat Cemas
Setiap orang pernah merasa gugup atau cemas ketika berkomunikasi. Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah kecemasan dalam berkomunikasi. Penelitian yang paling populer adalah yang dilakukan oleh James McCroskey, yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang pernah mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya kecemasan itu bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal.
Kecemasan berkomunikasi yang tinggi merupakan kecenderungan untuk
mengalami kecemasan dalam waktu yang relatif lama dan dalam berbagai situasi
yang berbeda. Dalam hal ini seseorang menderita karena merasa sangat cemas
ketika ia harus berkomunikasi sehingga ia ingin bahkan akan menghindari
berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini menyebabkan orang bersangkutan tidak
dapat bersosialisasi dalam masyarakat.
Kecemasan berkomunikasi merupakan bagian dari konsep yang lebih
avoidance), kecemasan sosial (social anxiety), kecemasan interaksi (interaction anxiety), dan sifat malu (shyness) yang secara umum disebut dengan kecemasan sosial dan komunikasi.
Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
(2001:80) menuliskan kecemasan berkomunikasi dapat di bagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang (trait apprehension). Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi khusus. Ketakutan muncul dalam situasi komunikasi diadik, kelompok
kecil, berbicara didepan umum, maupun komunikasi massa.
2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan
seseorang tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state apprehension). Keadaan takut akan terlihat jelas, khusus untuk situasi komunikasi tertentu. Devito mencontohkan individu yang mungkin
takut saat berbicara di depan umum tetapi tidak saat komunikasi diadik,
atau individu yang merasakan kecemasan berkomunikasi saat proses
wawancara namun tidak ada kecemasan saat berbicara di depan umum.
Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini sangatlah umum,
2.3.2 Perilaku Cemas
Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi, kekuatan, dan
ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki
keengganan dalam berkomunikasi. Kecemasan yang tinggi menghindari situasi
komunikasi, namun saat individu didorong untuk berpartisipasi, individu tersbut
akan berkomunikasi sesedikit mungkin. Individu-individu yang mengalami
kecemasan yang tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka,
mungkin karena mereka kurang berhasil dalam membangun hubungan–hubungan
interpersonal. Semua perilaku ini tidak mengartikan bahwa kecemasan terjadi
pada orang yang tidak bahagia. Kebanyakan individu yang cemas telah belajaratau
dapat belajar untuk menangani kecemasan berkomunikasi mereka.
(DeVito,2001:80)
Sullivan menyatakan bahwa kecemasan dan kesendirian merupakan
pengalaman yang unik dalam arti mereka benar-benar tidak dikehendaki, oleh
karena itu maka orang cenderung mengundarinya, secara turun temurun memilih
situasi euforia. Sullivan merangkum konsep ini dengan menyatakan “keberadaan kecemasan jauh lebih buruk dari ketikberadaannya” (Jess&Gregory, 2010:261)
Sullivan membedakan kecemasan dengan rasa takut dalam beberapa
pendekatan yang penting. Pertama, kecemasan biasanya berakar dari situasi
interpersonal yang kompleks dan hanya tampak samar dalam kesadaran; rasa takut
lebih jelas dikenali dan asalnya lebih mudah diketahui. Kedua, Kecemasan tidak
memiliki nilai positif. Hanya ketika kecemasan berubah bentuk menjadi
tindakan yang menguntungkan. Ketiga, kecemasan menghambat terpuaskannya
kebutuhan, sedangkan rasa takut kadang membantu manusia memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tertentu. Pertentangan terhadap pemuasan kebutuhan ini
diungkapkan dalam kata-kata yang dapat dianggap sebagai definisi Sullivan akan
kecemasan: “Kecemasan adalah ketegangan yang bertentangan dengan
ketegangan akan kebutuhan dan bertentangan dengan tindakan yang membuat
mereka nyaman” (Jess&Gregory, 2010:261).
Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering
kali memperkirakan malapetaa. Pemikiran tentang kecemasan sering dimulai
dengan, “Bagaimana kalau...” dan berakhir dengan hal yang kacau. Pemikiran
tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Misalnya seseorang
yang takut bicara di depan umum bisa saja sebelumnya ia berfikir “Bagaimana
kalau aku terlihat aneh? Bagaimana kalau mereka mengkritik? Bagaimana kalau
orang lain menganggapku bodoh dan tidak mengerti apa yang kukatakan?. Ia bisa
memiliki citra tentang dirinya sendiri mematung didepan orang banyak. Pemikiran
ini adalah tentang masa depan dean semuanya memprediksikan hal yang buruk.,
sebagaian orang merasa cemas dalam hubungan dekat. Mungkin mereka takut
akan komitmen, takut dikritik, ditolak, dipermalukan, atau bayangan kemesraan
yang hancur. Semua ini menunjukkan adanya tema “sesuatu ynag buruk akan
terjadi” yang merupakaan tanda kecemasan (Dennis&Christine, 2004:215).
Semua perubahan pemikiran, perilaku, dan fisik yang dialami ketika kita
merasa cemas merupakan bagian dari respon kecemasan yang disebut dengan
“lawan, lari, atau diam” ( Dennis&Christie, 2004:210). Tiga jenis respon ini bisa
melihat bagaimana hal ini terjadi, bayangkan anda sendiri duduk di kursi di
sebuah taman temaram , melihat seorang lelaki besar dari jarak 20 meter berjalan
kearah anda. Anda yakin kalau ia melihat anda dan anda berfikir “Bagaimana
kalau ia merampokku?, Bagaimana kalau ia mabuk alkohol?”.
Pilihan anda adalah: (1) Lawan, untuk melakukannya jantung dan nafas
anda semakin cepat otot anda akan tegang dan berkeringat yang membantu anda
mendinginkan tubuh anda. (2) Lari, mungkin anda berfikir melawan orang itu
bukan ide baik, maka telapak tangan anda pun berkeringat nafas dan jantuk anda
pun semakin cepat dan wajah anda merona. (3) Diam, mungkin saja anda
berpura-pura tidak melihat orang itu, dalam hal ini akan membuat otot-otot anda menjadi
tegang dan kaku, jantung anda berdegup lebih kuat, dengan dada tegang anda
akan bernafas dengan sangat pelan.
Gambar 3.1: Ciri-ciri kecemasan
Reaksi Fisik
-Telapak tangan, kepala, badan
berkeringat
-Otot tegang
-Jantung berdegup kencang
- Pipi merona
-Pusing
Pemikiran
-Memikirkan bahaya secara berlebihan
-Menganggap diri anda tidak mampu
mengatasi masalah
-Tidak menganggap penting bantuan
yang ada
-Khawatir dan berpikir tentang hal yang
Perilaku
-Menghindari situasi saat kecemasan terjadi
-Meninggalkan situasi ketika
kecemasan terjadi
-Mencoba melakukan hal-hal kecil
(bermain macis, bersenandung, jalan
mondar-mandir)
-Mencoba melakukan banyak hal secara
sempurna atau mencoba mencegah
bahaya
Suasana Hati - Gugup
- Jengkel
- Cemas
- Panik
Sumber: Dennis & Christine, Manajemen Pikiran, 2004:210
Dennis dan Christine dalam bukunya Manajemen Pikiran, mengatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress
yang dirasan oleh banyak orang. Kadang kecemasan disebut juga dengan perasaan
gugup dan khawatir. Kata “Kecemasan” menggambarkan sejumlah masalah
termasuk phobia (takut akan hal atau situasi tertentu), perasaan panik, gangguan pascatrauma. Mereka juga menggunakan kata “kecemasan” untuk
menggambarkan periode singkat perasaan gugup, khawatir, atau takut yang kita
alami ketika dihadapkan pada pengalaman yang sulit di dalam hidup kita
Kecemasan juga memiliki efek merusak pada orang dewasa. Jess dan
Gregory mengatakan “Kecemasan adalah kekuatan pengganggu utama yang
menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang sehat” (Teori
Kepribadian, 2010:260), mereka juga memakai pendapat Sullivan (1953) yang
menyamakan kecemasan parah dengan pukulan keras pada kepala. Kecemasan
membuat manusia tidak mampu belajar, merusak ingatan, menyempitkan sudut
pandang dan dapat menyebabkan amnesia. Hal yang unik dari kecemasan adalah
bahwa ia mempertahankan keadaan sebagaimana saat itu, walaupun seseorang
benar-benar merasa terganggu. Ketika kecemasan menghasilkan tindakan yang
secara khusus diarahkan untuk mencapai perasaan lega, maka kecemasan
menghasilkan perilaku:
1. Mencegah manusia untuk belajar dari kesalahan mereka sendiri.
2. Membuat orang tetap mengejar keinginan kekanak-kanakan demi
rasa aman.
3. Secara garis besar memastikan bahwa seseorang tersebut belum
belajar dari pengalaman mereka.
Burgoon (Infante et.al, 1990:146) dalam penelitiannya menemukan
beberapa aspek yang memberi kontribusi terhadap munculnya ketidakinginan
individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu:
1. Alienasi sosial, persoalan ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan. Individu tersebut dalam kesehariannya masih mengembangkan perasaan gelisah (insecurity), isolasi, dan perasaan tidak mempunyai kekuasaan (powerlessness).