UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
PRAKTEK PROSTITUSI SEBAGAI SALAH SATU
BENTUK PENYALAHGUNAAN FUNGSI TEMPAT
WISATA
(
STUDI DESKRIPTIF PADA SALAH SATU TEMPAT HIBURAN MALAM DIKAWASAN TEMPAT WISATA LUMBAN SILINTONG BALIGE
)
SKRIPSI
Diajukan olehFRIDOLIN ML TOBING 050901048
GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: keberadaan seni rupa menurut feldman” memiliki fungsi salah satunya sebagai fungsi individual,maksudnya adalah,...
(2)ABSTRAKSI
Potensi pariwisata Danau Toba yang kita miliki harus kita syukuri bersama dengan berbagai keunggulan dan keunikan yang tidak dijumpai didaerah-daerah lain. Sehingga dimungkinkan menciptakan diversifikasi atraksi dan atau daya tarik wisata baik yang bersfat alami, budaya maupun sejarah. Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan keikutsertaan dalam pengembangan yang disebut usaha-usaha pariwisata yang menyediakan barang dan jasa bagi yang melakukan kunjungan.
Adapun masalah dalam penelitian adalah terjadinya praktek prostitusi sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan fungsi tempat wisata yang dilakukan oleh sebagian pihak yang menyebabkan pergeseran fungsi dari fungsi dengan nilai ideal kepada nilai yang disfungsional. Disfungsi ini dapat dilihat dari fungsi awal tempat wisata sebagai tempat untuk melakukan aktifitas wisata, disalahgunakan menjadi tempat untuk menyediakan pelayanan seks bagi para pengunjung.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terjadinya praktek prostitusi di tempat hiburan malam dikarenakan adanya pihak yang melihat prospek keuntungan, dengan cara bersaing untuk mendapatkan pengunjung. Keberadaan tempat hiburan malam dengan adanya pelayanan seks, terinspirasi dari maraknya di kota-kota besar, yang memberikan keuntungan yang besar dengan praktek seperti itu.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sebab kasihNya yang begitu besar pada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “ PRAKTEK PROSTITUSI SEBAGAI
SALAH SATU BENTUK PENYALAHGUNAAN FUNGSI TEMPAT WISATA”
Dalam penulisan skrispsi ini banyak hikmad yang penulis terima, terutama dalam
hal ketekunan, kesabaran dan penyerahan diri terhadap Tuhan. Disiplin dan kesabaran
untuk memahami orang lain, kemampuan berpikir dan daya nalar khususnya dalam
penyelesaian skrispsi ini, ini semua merupakan pengalaman yang tidak akan dapat
dilupakan.
Skripsi ini khusus kupersembahkan buat Ayahanda M. L. Tobing dan buat
Ibunda N. br. Tambunan yang telah sabar dalam membimbing saya anaknya menjadi
seorang sarjana. Dan juga telah memberikan cinta kasih pengertian, dorongan yang tak
henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan pengorbanan yang
tidak ternilai selama ini kepada penulis. Semoga Tuhan memberikan limpahan
RahmatNya dan berkatNya kepada orang tua penulis. Terimakasih untuk doa bapak dan
mama, dan semoga saya kelak jadi anak berguna baik bagi keluarga maupun untuk
Negara.
Selama penulis menulis skripsi ini dan melaksanakan penelitian yang mendukung
dalam penyusunan skripsi, penulis banyak memperoleh bantuan dari semua pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang
1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik serta selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra.Rosmiani, MA selaku selaku sekretaris Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs.Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen pembimbing saya
yang telah banyak membimbing, memberikan waktu, tenaga dan sumbangan
pemikiran dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik.
4. Bapak Drs. Sismudjito, M.Si sebagai ketua penguji dan Ibu Dra. Ria
Manurung, M.Si sebagai reader yang telah banyak memberikan masukan
terhadap penulis dan waktu dalam proses penulisan skripsi ini.
5. Bapak, ibu dosen yang ada di FISIP USU khususnya dosen saya yang
mengajarkan mata kuliah di departemen sosiologi, atas ilmu yang telah
diberikan kepada penulis selama ini.
6. Bapak kepala desa Lumban Silintong Kecamatan Balige Kabupaten Toba
Samosir.
7. Abang-abang saya Bang Franky dan kakak ipar, bang Fernando dan bang
Frans, yang memberikan banyak dorongan kepada penulis. terimakasih atas
doa-doanya dan dukungannya .
8. Alm Opung Boru saya C. Simanjuntak yang telah banyak berperan dan
Perguruan Tinggi dan berhasil meraih gelar Sarjana. Terima kasih banyak
Pung !
9. Sohibku Alm Imelda Siahaan yang telah menjadi partner saya dalam
melakukan penelitian di Lumban Silintong sehingga penulis lebih mudah
mendapatkan data-data untuk keperluan skripsi. Selamat Jalan kawan, dan
maafkan aku karena keinginanmu untuk mendampingi saya di acara sidang
tidak terpenuhi.
10.Teman-teman saya stambuk 2005 ada Benny, Rani, Ary, Dedy, Prima,
Lenny, Ira, Helna, Lola, Indra, Franklin, Spongsbob, Hernita, Rama, Edu,
Roy, Vera, Cen-Cen, Jay, Sary, Renty, Ade dan sebagainya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu semoga sukses dan selamat berjuang.
11.Senior-senior saya ada Bastian 03, Porta 03, Alex 03, Tobing 03, Fery 03,
Dinan 03, Otto 04, serta junior-junior saya Okto 06, Diko 06, Prabu 06,
Herbin 06, James 06, Kiki 06, Friska 06, Delpa 06, Malno 07, Desy 08, Santi
08, Okta 08, Jefri 07, Kardo 09, Toro 09, Corry 09, Nuel 09, Willer 09, Wisnu
09, Ledy 09, Celli 010 dan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
namanya selamat berjuang.
12. Teman-teman saya di lingkungan kos Pasar 1 Padang Bulan ada Lae Izon,
Olop, Johan, Reinhad, Reikson, Kezia dan Lae Ary Silaban (sang mantan
ketua GMKI) terimakasih buat motivasinya. Dan kepada teman-teman lain
yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat waktunya
13.Teman-temanku Partoba selamat berjuang kawan semua. Semangat dalam
menghadapi hidup dan berjuang untuk mendapatkan sebuah rumah dan istri
yang cantik.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu masukan dan kritik yang
membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis banyak mengucapkan banyak terimakasih.
Medan, September 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI……….………..……..i
KATA PENGANTAR……….…..…...ii
DAFTAR ISI………....vi
BAB I PENDAHULUAN……….. ………...1
1.1. Latar Belakang Masalah………... 1
1.2. Perumusan Masalah………...5
1.3. Tujuan Penelitian ………...6
1.4. Manfaat Penelitian………..…...6
1.5. Defenisi Konsep………. ……….….…...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….……...10
BAB III METODE PENELITIAN………..…….……...20
3.1. Jenis Penelitian……… .……..20
3.2. Lokasi Penelitian………..……21
3.3. Unit Analisis dan Informan………...21
3.4. Teknik Pengumpulan Data………..………...23
3.5.Teknik Interpretasi Data………..………..………....24
3.6. Jadwal kegiatan……….………..……….25
3.7. Keterbatasan Penelitian………25
BAB IV INTEPRETASI DATA………...………..27
4.1. Setting Daerah Lokasi………..………...27
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Dinamika Sosial……… .……….29
4.3. Potensi Yang Dimiliki Lumban Silintong……...………...31
4.4. Pelayanan Seks di Tempat Wisata Lumban Silintong……….34
4.5. Profil Informan………..……...……….………...36
4.5.1. Profil Informan Kunci ………….………...………… ...36
4.5.2. Profil Informan Biasa ……….………....39
4.6. Hasil Interpretasi Data …...………....……….….……53
4.6.3. Praktek Prostitusi Merupakan Difungsi Tempat Wisata Lumban Silintong….58
4.6.3.1. Analisa Tentang Prostitusi………..……….…..58
4.6.3.2. Proses Terjadinya Praktek Prostitusi Di Tempat Hiburan Malam Tempat Wisata Lumban Silintong ………..……...61
4.6.4. Penyediaan Tempat Hiburan Malam di Lokasi Tempat Wisata....…………....70
4.6.5 Praktek Prostitusi di Lokasi Tempat Wisata di Lumban Silintong Merupakan Sebuah Penyimpangan……….74
BAB V PENUTUP………..…….76
5.1. Kesimpulan………...………..……...76
5.2. Saran……… .78
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI……….………..……..i
KATA PENGANTAR……….…..…...ii
DAFTAR ISI………....vi
BAB I PENDAHULUAN……….. ………...1
1.6. Latar Belakang Masalah………... 1
1.7. Perumusan Masalah………...5
1.8. Tujuan Penelitian ………...6
1.9. Manfaat Penelitian………..…...6
1.10. Defenisi Konsep………. ……….….…...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….……...10
BAB III METODE PENELITIAN………..…….……...20
3.1. Jenis Penelitian……… .……..20
3.2. Lokasi Penelitian………..……21
3.3. Unit Analisis dan Informan………...21
3.4. Teknik Pengumpulan Data………..………...23
3.5.Teknik Interpretasi Data………..………..………....24
3.6. Jadwal kegiatan……….………..……….25
3.7. Keterbatasan Penelitian………25
BAB IV INTEPRETASI DATA………...………..27
4.1. Setting Daerah Lokasi………..………...27
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Dinamika Sosial……… .……….29
4.3. Potensi Yang Dimiliki Lumban Silintong……...………...31
4.4. Pelayanan Seks di Tempat Wisata Lumban Silintong……….34
4.5. Profil Informan………..……...……….………...36
4.5.1. Profil Informan Kunci ………….………...………… ...36
4.5.2. Profil Informan Biasa ……….………....39
4.6. Hasil Interpretasi Data …...………....……….….……53
4.6.3. Praktek Prostitusi Merupakan Difungsi Tempat Wisata Lumban Silintong….58
4.6.3.1. Analisa Tentang Prostitusi………..……….…..58
4.6.3.2. Proses Terjadinya Praktek Prostitusi Di Tempat Hiburan Malam Tempat Wisata Lumban Silintong ………..……...61
4.6.4. Penyediaan Tempat Hiburan Malam di Lokasi Tempat Wisata....…………....70
4.6.5 Praktek Prostitusi di Lokasi Tempat Wisata di Lumban Silintong Merupakan Sebuah Penyimpangan……….74
BAB V PENUTUP………..…….76
5.1. Kesimpulan………...………..……...76
5.2. Saran……… .78
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAKSI
Potensi pariwisata Danau Toba yang kita miliki harus kita syukuri bersama dengan berbagai keunggulan dan keunikan yang tidak dijumpai didaerah-daerah lain. Sehingga dimungkinkan menciptakan diversifikasi atraksi dan atau daya tarik wisata baik yang bersfat alami, budaya maupun sejarah. Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan keikutsertaan dalam pengembangan yang disebut usaha-usaha pariwisata yang menyediakan barang dan jasa bagi yang melakukan kunjungan.
Adapun masalah dalam penelitian adalah terjadinya praktek prostitusi sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan fungsi tempat wisata yang dilakukan oleh sebagian pihak yang menyebabkan pergeseran fungsi dari fungsi dengan nilai ideal kepada nilai yang disfungsional. Disfungsi ini dapat dilihat dari fungsi awal tempat wisata sebagai tempat untuk melakukan aktifitas wisata, disalahgunakan menjadi tempat untuk menyediakan pelayanan seks bagi para pengunjung.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terjadinya praktek prostitusi di tempat hiburan malam dikarenakan adanya pihak yang melihat prospek keuntungan, dengan cara bersaing untuk mendapatkan pengunjung. Keberadaan tempat hiburan malam dengan adanya pelayanan seks, terinspirasi dari maraknya di kota-kota besar, yang memberikan keuntungan yang besar dengan praktek seperti itu.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau
keinginan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya. Manusia membutuhkan pergaulan
dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, makanan,
minuman, dan lain-lainnya ( Gerungan dalam skripsi Rosiva Unimed, 2007:2 ).
Kebutuhan manusia itu terdiri dari kebutuhan primer, yaitu kebutuhan akan sandang,
pangan dan papan. Sedangkan kebutuhan kedua, yaitu kebutuhan sekunder, yakni
kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, rekreasi atau hiburan, dan lain sebagainya
Manusia adalah mahkluk yang tidak pernah puas dengan kebutuhan yang ada,
setelah kebutuhan yang satu terpenuhi, maka muncul pula kebutuhan-kebutuhan lainnya
yang harus dipuaskan. Seperti yang dikatakan Maslow ( Poloma 2000 ), yang melukiskan
manusia sebagai mahkluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas.
Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika sesuatu kebutuhan telah terpuaskan,
maka kebutuhan-kebutuhan yang lainnya akan menuntut pemuasan, begitu seterusnya.
Sehingga timbullah kebutuhan-kebutuhan baru yang membutuhkan pemuasan, kebutuhan
itu salah satunya adalah kebutuhan akan hiburan. Kebutuhan akan hiburan terasa sangat
dibutuhkan oleh individu – individu, khususnya bagi kalangan manusia yang butuh
penyegaran akan kebosanan yang selalu ada dalam setiap rutinitas. Hal ini disebabkan
Berwisata merupakan suatu cara pemenuhan kebutuhan manusia untuk
mendapatkan penyegaran-penyegaran seperti yang dimaksud. Yang dimaksud dengan
kegitan berwisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik
wisata. Menurut pengertian tersebut, maka yang melakukan perjalan wisata disebut
dengan wisatawan. Apapun tujuannya yang penting, perjalanan itu bukan menetap dan
tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.
Pengertian pariwisata telah tercantum dalam Undang-Undang nomor 10 tahun
2009. Pariwisata bukanlah sesuatu yang baru, kegiatan berwisata sudah ada sejak dulu
dengan bentuk yang paling sederhana yang dikenal sebagai “bertamasya” atau
“perjalanan”. Namun seiring dengan perkembangan yang dicapai dibidang Sosio
Ekonomi, Sosio Budaya, Teknologi dan sebagainya maka bentuk kegiatan Pariwisata
telah berkembang menjadi satu kegiatan yang bersifat luas.
Dalam bahasa inggris wisatawan disebut tourist. Oleh pakar wisata dan
organisasi internasional untuk kepentingan tertentu, pengertian tourist ini diberi
pengertian seperti:
- Perjalanan dilakukan secara sukarela
- Perjalanan ke tempat lain di luar wilayah/negara tempat tinggalnya
- Bersifat sementara, menginap paling tidak tujuh hari
- Tidak untuk mencari nafkah
- Tujuan semata-mata untuk liburan, pesiar, belajar, olah raga, keagamaan, olah
Salah Wahab membagi 5 bagian pariwisata menurut maksud bepergian
(http://tujuan wisata.com desember 2009, diakses 12/11/2009, pkl. 24.00).
1. Pariwisata rekreasi atau pariwisata santai, yang dimaksud kepergian ini untuk
memulihkan kemampuan fisik dan mental setiap peserta wisata demi
memberikan kesempatan rileks bagi mereka dari kebosanan, dan keletihan
kerja selama berada di tempat rekreasi.
2. Pariwisata budaya maksudnya untuk memperkaya informasi dan pengetahuan
tentang Negara lain dan untuk memuaskan kebutuhan hiburan seperti
kunjungan ke pameran-pameran.
3. Pariwisata pulih sehat maksudnya yaitu untuk memuaskan kebutuhan
perawatan medis yang di daerah atau di tempat lain dengan fasilitas
penyembuhan seperti sumber air panas.
4. Pariwisata sport maksudnya untuk memuaskan hobi orang-orang seperti
berenang
5. Pariwisata temu wicara merupakan pariwisata konvensi yang mencakup
pertemuan-pertemuan ilmiah, ataupun seprofesi.
Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, usaha
Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau
menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata
dan usaha yang terkait dibidang tersebut, dengan salah satunya adalah usaha sarana
pariwisata dengan penyediaan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman,
penyediaan angkutan wisata, penyediaan sarana wisata tirta. Maka tidak heran jika
yang melayani para wisatawan. Namun dengan makin maraknya café dan tempat hiburan
malam, hal ini diimbangi pula dengan terjadinya atau adanya hal-hal yang menyimpang
dari fungsi tempat wisata yang sebenarnya.
Hal inilah yang terjadi pada tempat hiburan malam tempat wisata Lumban
Silintong yang fungsi sebenarnya adalah untuk menikmati panorama yang disediakan
tempat tujuan wisata, namun kenyataannya, dan ternyata telah mengakibatkan disfungsi
dan telah menumbuhkan berbagai penyimpangan-penyimpangan, yakni: dengan adanya
praktek prostitusi yang dilakukan pihak tempat hiburan malam di Lumban Silintong.
Pelacuran adalah penyerahan badan wanita dengan pembayaran oleh semua
laki-laki guna pemuasan nafsu seksual orang-orang itu
Moedikdo, 1985). Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa, praktek
prostitusi yang dilakukan oleh pekerja seks bertujuan untuk memperoleh penghasilan,
agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal.
Praktek pelacuran biasanya dilakukan oleh wanita, dimana kebanyakan dari
mereka berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah, menunjukkan adanya
pertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Keadaan tersebut sangat dipengaruhi
oleh sifat materialistik dan meningkatnya keinginan untuk memenuhi cita-cita seperti apa
yang diungkapkan di banyak media dan iklan (Terence H. Hulll dalam id.wikipedia
org/wiki/pelacuran, diakses 12/11/2009, pkl 24.00). Prostitusi dinilai sebagai suatu
masalah yang sangat berbahaya untuk masyarakat karena dapat merusak norma-norma
etis pada umumnya. Praktek prostitusi atau apapun namanya dikalangan masyarakat
modern pada umumnya tidak diterima kehadirannya, karena dianggap tidak bermoral dan
Pelacuran atau dunia protitusi ini, sangat berdampak pada semakin bobroknya
moralitas pada masyarakat yang dimiliki oleh bangsa ini, dimana begitu banyaknya
kehadiran pengunjung dan ramainya penduduk sekitar tempat hiburan malam tersebut.
Dalam hal ini dapat dilihat, telah terjadi hal-hal yang sangat bertentangan dengan
nilai-nilai ketuhanan yang sangat menjunjung nilai-nilai-nilai-nilai, etika, norma kesopanan dan
kesusilaan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti persoalan tentang
praktek prostitusi sebagai bentuk penyalahgunaan fungsi tempat wisata yang bisa
menimbulkan pergeseran nilai budaya yang berdampak pada perubahan perilaku. Maka,
penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang praktek prostitusi sebagai bentuk
penyalahgunaan fungsi tempat wisata yang terjadi pada tempat hiburan malam di
kawasan tempat wisata Lumban Silintong Balige.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
Bagaimana praktek prostitusi sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan fungsi
tempat wisata di Lumban Silintong Balige?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bahwa praktek prostitusi sebagai salah satu bentuk
penyalahgunaan fungsi tempat wisata di kawasan tempat wisata Lumban
Silintong Balige.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya praktek prostitusi sebagai bentuk
penyalahgunaan fungsi tempat wisata di kawasan tempat wisata Lumban
Silintong Balige.
1.4. Manfaat Penelitian
Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:
1.4.1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah hasil kajian ilmiah yang akurat,
sehingga dapat memberi sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi dalam bidang
pendidikan khususnya, dan bagi masyarakat.
1.4.2. Manfaat Praktis
Yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk menambah
referensi dari hasil penelitian dan dapat juga dijadikan sebagai bahan rujukan bagi
peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian
sebelumnya.
1.4.3. Manfaat Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta
wawasan penulis mengenai fenomena yang ada dalam masyarakat dan sebagai wadah
latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional dalam menghadapi segala macam
1.5. Defenisi konsep
Untuk melakukan penelitian digunakan beberapa defenisi konsep untuk
mempermudah suatu penelitian. Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau
lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide gagasan untuk
memperjelas suatu keadaan suatu penelitian (Iqbal Hasan 2002;17). Untuk menjelaskan
maksud dan pengertian konsep-konsep yang terdapat dalam proposal penelitian ini, maka
dibuat batasan-batasan konsep yang dipakai sebagai berikut:
1. Tempat Wisata
Tempat dimana orang bepergian sementara waktu untuk menikmati sesuatu untuk
menghibur dirinya dan bersifat sementara.
2. Fungsi
Kegunaan yang meliputi sesuatu yang dibutuhkan karena itulah sesuatu
disebabkan berfungsi.
Batasan fungsi tempat wisata adalah menikmati daerah tempat wisata.
3. Tempat hiburan malam
Tempat dimana para pengunjung menikmati hiburan yang tersedia, dan hanya
buka dimalam hari saja.
Tempat Hiburan malam yang dimaksud tersebut bisa berupa diskotik ataupun karaoke.
4. Penyalahgunaan
Suatu tindakan yang dilakukan perorangan atau kelompok diluar yang melawan
dilakukan perorangan atau kelompok diluar atau melawan kaidah sosial yang berlaku di
masyarakat itu dengan adanya pacaran dan bisnis seks di tempat itu.
4. Seks
Hubungan kelamin antara pria dan wanita disebut hubungan seks (Peter Salim &
Yenny Salim 2002). Pengertian seks secara umum adalah sesuatu yang berkaitan
dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan
intim antara laki-laki dengan perempuan
5. Prostitusi
Usaha komersil yang bekerja didalam hal yang berkaitan dengan seks dengan
cara tidak resmi dan dilarang oleh setiap agama. Praktek prostitusi dalam hal ini adalah
Bisnis seks yang terjadi di dalam kawasan tempat wisata Lumban Silintong tersebut,
dan selanjutnya pelayanan seks tersebut dilakukan atau diberikan para pelacur pada
pelanggannya di hotel-hotel. Walaupun demikian ada sebagian kecil pelanggan tersebut
yang menerima pelayanan di café tersebut, namun hanya sebatas kencan, dengan
menemani makan minum sambil ngobrol, pegangan tangan, bahkan sampai dengan
adegan ciuman.
6. Mangkal
Suatu kegiatan iseng bagi seseorang, membuang waktu percuma, yang ditandai
seperti perilaku duduk, atau sekedar obrolan kosong yang dilakukan pada tempat
hiburan malam.
7. Penyalahgunaan fungsi tempat wisata
Suatu tindakan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan
dari nilai yang ideal kepada nilai yang disfungsional. Dimana fungsi tempat wisata
sebenarnya adalah untuk menikmati tempat wisata, namun nilai ideal ini mengalami
perubahan kepada nilai yang disfungsional, yakni maraknya praktek prostitusi di tempat
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Manusia tetaplah manusia yang memiliki kekurangan, tidak sempurna dalam hal
kebiasaan, akal, pikiran, dan berbagai penampilan didalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena adanya perasaan sadar dan perasaan dibawah sadar, kuat dan
lemahnya hawa nafsu. Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang
dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap
merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya sesuatu perbuatan atau tingkah
laku.
Sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil literasi antara
individu dengan lingkungan, sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar
peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar,
karena sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari belajar, sikap tidaklah
terbentuk dengan sendirinya, karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung
dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu (Tri Dayakisni & Hudaniah
2005: 98).
Seorang individu sejak ia dilahirkan, ia tinggal dan berada didalam suatu
masyarakat tempat ia dilahirkan dan menjadi anggota masyarakat tersebut. Didalam
masyarakat inilah, individu tersebut tumbuh dan menyesuaiakan diri dengan
norma-norma yang ada dimasyarakat tersebut. Ada dua konsepsi umum tentang norma-norma, yaitu:
1. Sebagai suatu evaluasi atau penilaian dan tingkah laku, yaitu penilaian terhadap
2. Sebagai tingkah laku yang diharapkan atau dapat diduga, yaitu merujuk kepada
aturan-aturan tingkah laku yang didasarkan pada kebiasaan atau adat istiadat
masyarakat
Asumsi dasar Durkheim tentang masyarakat (Sunarto, 2000), yaitu:
1. Masyarakat tidak bisa dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri, yang
dapat dibedakan dari bagian-bagiannya. Masyarakat juga tidak bisa dihabiskan
kedalam bagian-bagiannya. Masyarakat harus bisa dilihat sebagai suatu
keseluruhan.
2. Bagian-bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi pokok, maupun
kebutuhan sistem secara keseluruhan.
3. Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi untuk mencegah keadaan
yang abnormal atau patologis
4. Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu yang segala
sesuatunya akan berfungsi secara normal.
Dari asumsi dasar diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah merupakan
keseluruhan organis yang memiliki seperangkat kebutuhan tertentu, yang harus dipenuhi
untuk mencegah terjadinya suatu keadaan yang patologis. Bilamana kebutuhan tertentu
tadi tidak dipenuhi, maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis.
Keadaan patologis ini mengakibatkan terjadinya anomie.
Menurut Merton (Poloma 2000:34) anomie tidak muncul sejauh masyarakat
menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural tersebut. Yang
kita alami biasanya adalah situasi konformitas, dimana sarana yang sah digunakan
fungsi tempat wisata. dimana praktek prostitusi itu dilakukan oleh individu-individu yang
mau berperilaku menyimpang karena memiliki tujuan sendiri. Namun untuk mencapai
tujuan tersebut dengan menggunakan sarana yang dilihat sebagai suatu tindakan yang
melanggar norma-norma yang ada dimasyarakat, yakni dengan melakukan praktek
pelacuran/prostitusi.
Dalam diri manusia itu sendiri terdapat nilai baik maupun jahat. Sedangkan dalam
masyarakat itu sendiri terdapat nilai-nilai atau norma-norma yang dianggap baik, serta
mengikat masyarakatnya dengan aturan yang berbeda, mau tidak mau individu yang ada
didalam masyarakat itu harus berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh norma dan
aturan tersebut. Namun karena ketidaksempurnaan manusia tersebut, serta adanya
nilai-nilai yang tidak sesuai dengan norma yang ada didalam individu tersebut, mengakibatkan
adanya warga masyarakat yang berperilaku yang tidak diharapkan, yang tidak sesuai
dengan norma serta aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Oleh masyarakat, mereka
disebut dengan orang yang berperilaku menyimpang, karena seseorang itu telah
berperilaku yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial
yang berlaku ( Merton Dalam Poloma, 2000).
Durkheim beranggapan bahwa penyimpangan dapat mempunyai akibat positif (
fungsional). Pendapat ini didasarkan pada semua fakta sosial yang cenderung
memberikan kontribusi-kontribusi tertentu pada keadaan harmonis masyarakat.
Terkadang mempunyai akibat, misalnya terjadinya kejelasan pada norma sosial.
Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu
masyarakat adalah “bertentangan dengan fakta”. Sebagai contoh, dia mengutip beberapa
integrasi dan kohesi suatu kelompok), akan tetapi disfungsional (mempercepat
kehancuran) bagi kelompok lain. Merton juga memperkenalkan konsep disfungsi maupun
fungsi positif. Beberapa fungsi sosial jelas bersifat disfungsional ( Poloma, 2000).
Seperti halnya yang terjadi di tempat wisata Lumban silintong dengan lokasi
mesum dan praktek prostitusinya. Dimana dapat dilihat bahwa fungsi positif dari tempat
wisata adalah sebagai tempat santai dengan cara menikmati alam yang diberikan Tuhan
kepada kita. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, tempat wisata ini mengalami
pergeseran fungsi. Sehingga tempat ini mengalami disfungsi, yakni adanya praktek
prostitusi.
Teori fungsionalisme mempelajari dan menerangkan kehidupan bermasyarakat
dengan menguraikan konsekuensi-konsekuensi objektif dari struktur sosial bagi
kehidupan baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, yang disadari maupun
yang tidak disadari. Teori Merton sering digunakan dalam hubungannya dengan usaha
untuk menjelaskan kejahatan atau tindakan yang tidak disenangi oleh masyarakat, dimana
umumnya penyimpangan itu diasumsikan disfungsional untuk masyarakat.
Menurut Merton, diantara segenap unsur-unsur dan budaya, terdapat dua unsur
yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur
kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut. Dengan kata lain, ada
nilai-nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari pada konsepsi-konsepsi abstrak yang
hidup dalam pikiran bagian terbesar dari warga masyarakat tentang apa yang dianggap
baik, dan apa yang dianggap buruk serta kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan
manusia untuk mencapai cita-cita tersebut. Nilai-nilai sosial budaya tadi berfungsi
Demikian halnya yang terjadi pada tempat wisata Lumban silintong dimana yang
terjadi adalah sebaliknya, yakni adanya sekelompok orang atau individu yang ada
didalam masyarakat dengan tidak memperhitungkan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dimasyarakat dengan menjalankan praktek prostitusi di tempat wisata tersebut.
Teori Perilaku Sosial
Sebagai makluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya
senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi
interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan aktivitas individu dalam
relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.
Dalam pendekatan behaviorisme dalam ilmu sosial sudah dikenal sejak lama ,
khususnya dalam bidang psikologi. Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya
kepada antarhubungan antara individu dengan lingkungannya. Prinsip yang menguasai
antar hubungan individu dengan objek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai
hubungan antar individu dengan objek non sosial. Singkatnya hubungan antara individu
dengan objek non sosial dikuasai oleh prinsip yang sama. Secara singkat pokok persoalan
sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam
hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan
dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Jadi terdapat
hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam
lingkungan aktor (George Ritzer, 2007)
Perilaku sosial dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi
akibat dari tingkah laku yang terjadi didalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.
Akibat-akibat tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independent. Ini berarti bahwa
teori berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang
mengikutinya kemudian. Jadi nyata secara metafisik ia mencoba menerangkan tingkah
laku yang terjadi dimasa sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang terjadi dimasa
yang akan datang. Yang menarik dari teori behavior sosial adalah hubungan historis
antara akibat tingkah laku yang terjadi sekarang. Dengan mengetahui dari suatu tingkah
laku yang nyata di masa lalu akan dapat diramalkan apakah seorang aktor akan
bertingkah laku yang sama ( mengulanginya) dalam situasi sekarang.
Segala sesuatu yang mungkin mengalami suatu perubahan tentu dilalui oleh
proses. Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah proses perilaku ( behavior), yang
berarti poses perilaku dan menimbang untuk dapat mengambil sikap dan tindakan
terhadap alternatif secara sadar dan logis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan
diinginkan sebelumnya.
Cooley mengemukakan bahwa individu dan masyarakat saling berhubungan
secara organis, tidak dapat dimengerti tanpa yang lain. Suatu gaya hidup atau pola-pola
perilaku seseorang tidak merupakan hasil dari insting-insting atau karakteristik biologis
yang ditransmisikan lewat keturunan, tetapi perkembangan individu sebagai seorang
manusia dengan suatu kepribadian tersendiri berbentuk perilaku tertentu merupakan hasil
dari pengaruh warisan sosial yang ditransmisikan melalui komunikasi manusia. Jadi,
Cooley menghadapi dilema antara warisan biologis versus lingkungan sosial dengan
tujuan utamanya adalah untuk memperlihatkan bagaimana manusia dibentuk dalam
konteks keteraturannya sosial yang terus berjalan ( Robert Lawang, 1996).
Tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh heterogen pengunjung dari berbagai
daerah dapat dikatakan, bagaimana seseorang melakukan proses interaksi dengan
lingkungan mereka dimana mereka berada. keadaan dengan keanekaragaman kebudayaan
yang dibawa oleh pengunjung mau tidak mau, kebudayaan yang asli pun bisa tercemari.
Hal itu terbukti dengan masyarakat yang sudah terbiasa dengan keberadaan tempat
hiburan malam yang terkesan banyak praktek yang sudah melanggar norma-norma
masyarakat.
Saling ketergantungan organis antara individu dan masyarakat diungkapkan
dalam analisa Cooley mengenai perkembangan konsep diri (‘’I’’seseorang). Meskipun
Cooley merasakan bahwa manusia lahir dengan perasaan diri (self-feeling) yang tidak
jelas dan terbentuk, ia menekankan bahwa pertumbuhan dan perkembangan perasaan diri
ini merupakan hasil dari proses komunikasi interpersonal dalam suatu lingkungan sosial.
Perkembangannya, seperti proses komunikasi itu sendiri tergantung pada pemahaman
simpatetis antara individu yang satu terhadap yang lainnya. Dengan imajinasinya mereka
masuk ke dalam dan ikut mengambil bagian dan perasaan dan ide orang lain.yang penting
khususnya adalah bagaimana orang menangkap apa yang dipikirkan orang tentang dia.
Hal ini berhubungan sangat erat dengan perasaan diri seseorang. Apakah orang itu senang
atau kecewa dengan penampilan dan perilakunya, sebagian besar merupakan hasil dari
apakah orang lain dilihat menyetujui atau menolak perilakunya itu.
Imajinasi yang ada di dalam benak orang-orang terhadap yang lainnya menurut
hubungan antara gagasan orang. Masyarakat ada di dalam pikiran orang lain seperti
hubungan dan pengaruh timbal balik dalam gagasan tertentu yang diberi nama
“I”.Masyarakat dan individu bukanlah dua realitas yang satu dan sama. Keduanya adalah
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan.
Dalam pengertian yang mendasar dalam formulasi ini, Cooley memandang
masyarakat seperti pendekatan yang digunakan untuk memahami kedirian. Ini tidaklah
aneh, karena konsep Cooley tentang “the self” cocok dan sangat berdekatan dengan
perilaku yang ada pada masyarakat sekarang ini. Cooley menunjuk aspek konsep diri
dengan istilah looking glass self. Setiap hubungan sosial dimana seseorang itu terlibat
merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Karena
banyak orang terlibat dalam keberagaman hubungan sosial yang masing-masingnya
memberikan suatu cerminan tertentu, orang dapat dibayangkan sebagai hidup dalam
suatu dunia cermin, yang masing-masing memberikan perspektif atau seginya sendirinya
yang khusus. Tetapi individu tidak dapat luput dari defenisi-defenisi tentang identitas
mereka ini yang mereka lihat tercermin dalam diri orang lain (Robert Lawang, 1996).
Berikut ini gambaran Cooley tentang Looking glass self :
Each to each a loking-glass, Reflects the other that doth pass
“Ketika kita melihat wajah, bentuk, dan pakaian kita di depan cermin, dan merasa tertarik karena semuanya itu milik kita, begitu pula dengan imajinasi, kita menerima dalam pikiran orang lain suatu pikiran tentang penampilan, cara, tujuan, perbuatan, karakter, dan seterusnya, dan dengan berbagai cara dipengaruhi olehnya,”
Ada sejumlah variasi dalam hubungan antara perasaan diri seseorang dan
hubungan-hubungannya dengan orang lain. Misalnya, orang berbeda dalam kepekaan
mempertahankan suatu jenis perasaan diri tertentu pun dalam menghadapi reaksi-reaksi
orang lain yang bertentangan atau yang bersifat konflik, mereka berbeda dalam intensitas
dan seringnya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan perasaan diri
mereka, berbeda dalam campuran perasaan tertentu yang bersifat positif dan negatif yang
dihubungkan dengan konsep diri mereka, yang juga berbeda dalam hal dimana aspek
kehidupan mereka sangat erat hubungannya dengan perasaan diri.
Dilihat dari teori Cooley mengenai looking glass self, bahwa perasaan yang ada
pada penyedia tempat hiburan malam tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya tempat
hiburan malam yang menyediakan sarana yang berbau negatif. Dan pada dasarnya tempat
hiburan malam yang seperti terjadi di daerah-daerah lainnya selalu identik dengan
penyediaan wanita-wanita yang bisa diajak untuk melakukan hubungan suami istri.
Perilaku dalam penyedia sarana hiburan malam diakibatkan lingkungan dimana orang itu
tinggal. Karena lingkungan tersebut penyedia tempat hiburan malam lebih akses dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistic dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia.pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang
alami. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metedologi
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian bisa dibedakan ke dalam jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail
mengenai suatu gejala.Dalam hal ini yang akan diteliti adalah bagaimana bentuk
penyalahgunaan fungsi tempat wisata itu yang terjadi di kawasan tempat wisata Lumban
Silintong.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil satu lokasi penelitian di Desa Lumban
Silintong, Kabupaten Toba Samosir. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena
lokasi ini tumbuh subur dan terjadinya penyimpangan-penyimpangan tempat wisata yang
dilakukan oleh pengunjung tempat wisata tersebut. Alasan lainnya adalah karena tempat
tinggal peneliti berdekatan dengan lokasi tersebut, sehinnga lebih mudah akses untuk
mendapatkan segala sesuatu yang mendukung pengerjaan karya ilmiah.
3.3. Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa
yang disebut “units of analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian
memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya
yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat
penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan
penelitian sosial yaitu : individu, kelompok, organisasi, sosial artifak, (Danandjaja,
2005;31). Unit analisis dalam penelitian ini adalah pekerja seks komersial di tempat
hiburan malam di tempat wisata Lumban Silintong Balige.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah orang-orang yang menjadi
sumber informasi dalam penelitian.. Adapun informan yang menjadi subjek penelitian ini
dibedakan atas dua jenis yakni, informan kunci dan informan biasa yang dapat
mendukung penelitian.
Pemilihan informan dilakukan dengan cara snow ball. Dimana jumlah informan
sebanyak delapan informan yang terdiri dari empat informan kunci dan empat informan
biasa.
1. Karakteristik informan kunci yang ditetapkan oleh penelitian adalah sebagai berikut:
• Pekerja seks komersial di sekitar tempat hiburan malam
• Pedagang dan pelayan tempat hiburan malam
• Penghubung atau germo di tempat hiburan malam
• Pelanggan yang mendapatkan pelayanan seks di tempat hiburan malam
• Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir yang bersangkutan
2. Karakteristik informan biasa yang ditetapkan oleh penelitian adalah sebagai berikut:
• Pengunjung tempat hiburan malam yang tidak mendapatkan pelayanan seks
• Masyarakat sekitar kawasan tempat wisata Lumban Silintong
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
• Metode Wawancara
Metode wawancara biasa juga disebut dengan metode interview. Metode
wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka, antara pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara.salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam (indept interview).Wawancara
mendalam merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan
terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau
wawancara
• Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan
unutk menghimpun data penelitian. Data penelitian tersebut dapat diamati oleh
peneliti.
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap gejala yang tampak pada
penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan daya yang mendukung hasil
wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan
mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang
3.5. Teknik Interpretasi data
Bogdan dan Biklen dalam ( Moleong, 2007) menjelaskan analisis data adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan data yang dapat dikelola, mensistensiskan, membuat
ikhtisarnya, mencarikan dan menemukan pola dalam menemukan apa yang penting untuk
dipelajari.
Data-data yang diperoleh dari lapangan, telah diurutkan, dikelompokkan dalam
kategori pola atau uraian tertentu. Peneliti juga mengelompokkan data-data yang
diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan sebagainya yang selanjutnya akan
dipelajari dan dikelola dengan seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.
Setelah data terkumpul maka langkah berikutnya menginterpretasikan data. Teknik yang
digunakan untuk menginterpretasikan data adalah secara kualitatif. Semua data-data yang
terkumpul dari hasil wawancara disatukan kemudian data tersebut akan diedit. Tujuannya
adalah untuk melihat apakah dari semua hasil observasi wawancara, internet, kajian
pustaka dan teori dipergunakan untuk menginterpretasikannnya.
3.6 Jadwal Kegiatan
No Jenis Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi X
2 ACC Judul X
Penelitian
4 Seminar Proposal Penelitian X
5 Revisi Proposal Penelitian X
6 Penelitian kelapangan X
7 Pengumpulan Dan Analisis
Data
X
8 Bimbingan X X X
9 Penulisan laporan Akhir X
10 Sidang Meja Hijau X
3.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang ditemukan oleh peneliti selama melakukan proses
penelitian adalah didalam memperoleh data secara jelas dan mendetail, hal ini disebabkan
para informan yang tidak mau memberikan data yang jelas mengenai praktek prostitusi di
tempat wisata Lumban Silintong Balige. Hal ini disebabkan para informan tidak mau
memperoleh resiko dibelakang hari. Namun setelah melakukan pendekatan kepada
BAB IV
INTERPRETASI DATA
4.1 Setting Daerah Lokasi
Tempat Wisata Lumban Silintong terletak di desa Lumban Silintong yang
merupakan salah satu desa dari 33 desa/kelurahan yang ada di kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir. Ditinjau dari segi letak dan geografis Desa Lumban Silintong
berada di daerah ketinggian 905 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 30
derajat celcius dengan curah tiap bulan pertahun adalah 2.305 mm / tahun, yang memiliki
4 dusun yaitu : Dusun Sosor Pasir, Dusun Lumban Silintong, Dusun Batu Nabolon, dan
Dusun Lumban Binanga.
Desa Lumban Silintong merupakan sebuah desa yang menjadi daerah tujuan
wisata, yang mana terletak di tepi Danau Toba dan dikelilingi oleh perbukitan, di
Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir. Desa ini adalah objek wisata yang ramai
pada hari minggu dan hari libur, dimana pengunjung bisa mandi di Danau dan menyantap
ikan mas bakar di kafe-kafe yang terdapat di tepinya. Danau Toba terbentuk dari letusan
gunung berapi, puncak gunung tersebut runtuh dan terbentuklah Danau Toba. Sebagian
runtuhan itu menjadi Pulau Samosir. Peristiwa alam tersebut membuat kawasan itu
menjadi indah. Danau seluas 6,6 kilometer persegi itu dikelilingi dinding dinding bukit
yang menjulang tinggi hingga 480 meter diatas permukaan laut.
Balige merupakan ibukota Kabupaten Tobasa. Tempat ini mempunyai panorama
pantai yang indah yang masih bagian dari Danau Toba. Wisatawan bisa datang ke
makanan khas batak, seperti ikan mas panggang atau natinombur dengan bumbu yang
khas. Salah satu hidangan khas batak ini, bisa kita jumpai khusus dijumpai dibeberapa
desa di tepi pantai, mulai dari Desa Lumban Silintong, Tarabunga, dan Meat.
Untuk memasuki wilayah Desa Lumban Silintong ini dapat ditempuh melalui
jalur, yaitu melalui 2 jalur, yaitu melalui simpang pemandian dan Simpang Meat.
Pencapaian menuju daerah ini bisa menggunakan transportasi pribadi ( Mobil pribadi,
kereta dan bus sewaan) maupun angkutan umum seperti bus dan becak yang tersedia, jika
menggunakan transportasi umum, jalur yang dilalui adalah: Medan Kota – Amplas –
Lubuk Pakam – Perbaungan – Tebing Tinggi – Pematang Siantar – Parapat – Porsea –
Balige – Simpang Pemandian Lumban Silintong. Jarak desa ini kira-kira 248 kilometer
dari kota Medan dan membutuhkan kira-kira 6 jam untuk dapat sampai ke desa tersebut.
Jarak Desa Lumban Silintong ke Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten berkisar
1,5 km dengan jarak tempuh lebih kurang 15 menit.
Untuk memasuki kawasan objek wisata ini dipungut biaya retribusi, itu pun pada
hari minggu dan hari-hari besar saja. Biaya yang dipungut sebesar Rp 1.000,00 ( seribu
rupiah ) dan untuk kendaraan dipungut biaya Rp 2.000,00 ( dua ribu rupiah ). Namun
selain hari-hari tersebut tidak dipungut biaya apa-apa.
Desa Lumban Silintong memiliki luas 174 Ha yang terdiri dari 4 (empat) dusun
dengan batas-batas sebagai berikut:
- Disebelah Utara : Tarabunga
- Disebelah Timur : Danau Toba
- Disebelah Selatan : Desa Silalahi Pagarbatu
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan dinamika sosial
Masyarakat Desa Lumban Silintong pada umumnya bermata pencaharian sebagai
petani. Menurut buku laporan kepala Desa Lumban Silintong yang bermata pencaharian
sebagai petani sebanyak 148 KK, pedagang sebanyak 35 KK, PNS sebanyak 20 KK,
buruh swasta sebanyak 11 KK, nelayan sebanyak 10 KK, dan pengrajin 2 KK.
Mengingat sebagian besar warga masyarakat Desa Lumban Silintong adalah
petani maka program pembangunan yang ditujukan dibidang pertanian antara lain:
• Bersama dengan TPL Pertanian dan UPT Dinas Pertanian Kecamatan Balige
melaksanakan sosialisasi penyuluhan dan pelatihan bertanam padi pandan wangi,
jagung, beternak dan pemeliharaan ikan tawar.
• Himbauan kepada seluruh masyarakat Desa Lumban Silintong agar memanfaatkan
lahan pekarangan yang ada untuk tanaman sayur-sayuran (tanaman pertanian).
• Menyusulkan program perbaikan saluran-saluran irigasi kepada dinas teknis terkait di
Kabupaten TOBASA.
Untuk bidang perdagangan sebagian masyarakat melakukan perdagangan disetiap
adanya hari pekan. sekaitan dengan desa ini telah menjadi salah satu objek wisata
andalan, maka aktivitas perdagangan berupa tempat rekreasi dan sajian makanan ringan
sudah tumbuh dan berkembang di desa ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, semua warga masyarakat saling
hormat-menghormati, sehingga terpelihara kerukunan antar masyarakat dan beragama,
bertetangga dan berkeluarga. Hal ini dibuktikan dengan adanya tindak kriminal yang
wadah Karang Taruna sehingga kegiatan-kegiatan pemuda dapat terkoordinir dengan
baik oleh pemerintah desa antara lain dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat prestasi
seperti kegiatan olahraga sepakbola dan olahraga volli. Kegiatan yang bersifat
partangiangan, latihan koor dan lainnya.
Dalam hal partisipasi dan swadaya masyarakat, rasa kesetiakawanan yang
dicerminkan dalam jiwa gotong royong yang pada saat ini disebut marsiadapari. Hal ini
masih berjalan sampai sekarang dalam bidang-bidang pembangunan masyarakat seperti
kebersamaan pemanfaatan, perawatan dan pelestarian hasil-hasil pembangunan. Dalam
pelaksanaan pembangunan desa Lumban Silintong pemerintah desa senantiasa
melibatkan seluruh warga masyarakat, artinya setiap warga masyarakat diberi
kesempatan berpartisipasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian hasil
pembangunan itu sendiri.
4.3 Potensi Yang dimiliki Lumban Silintong
Lumban Silintong sebenarnya memiliki potensi yang cukup potensial untuk
dikembangkan menjadi sebuah objek wisata yang siap untuk di jual. Hal ini dapat dilihat
dari potensi pantai dan danaunya serta potensi alam yang mendukung yang dimiliki oleh
Sebagai daerah yang terletak dipinggiran Danau Toba, potensi Lumban Silintong
dari segi panorama alamnya tidak kalah dengan objek-objek wisata lainnya ysng terdapat
di Sumatera Utara. Pemandangan indah Danau Toba serta pantainya yang sangat bersih
sangat memanjakan mata para pengunjungnya.
Pantai Lumban Silintong yang berjarak kira-kira 4 km dari kota Balige ini
dikelilingi pegunungan bukit barisan, dimana sepanjang jalan menuju objek tersebut
memiliki pemandangan panorama Danau Toba. Iklimnya yang sejuk dan dingin sangat
nyaman untuk dijadikan sebagai suatu daera tujuan wisata.
Wisata alam selain berupa pemandangan juga dimanfaatkan sebagai tempat
memancing ikan yang cukup potensial. Biasanya wisatawan dan para pengunjung
menghabiskan waktunya selama berjam-jam sepanjang sore dipinggiran Danau Toba.
Sayangnya tempat penyewaan pancing belum ada, sehingga pengunjung yang berminat
harus membawanya sendiri. (Observasi, 10-05-2010).
Wisata lainnya adalah traking yang menyusuri keindahan alam pegunungan Huta
Ginjang yang tidak begitu jauh dari Lumban Silitong dan selalu melalui desa Lumban
Silintong untuk menuju ke sana. Di tempat ini, pengunjung dapat melihat berbagai jenis
tumbuhan khas Toba. Pada pagi hari, ketika matahari terbit, dan pada sore hari ketika
terbenamnya matahari, dari sini dapat dilihat permukaan hamparan Danau Toba dan
Pulau Samosir yang diselimuti embun tipis.
Selain itu, di objek wisata ini juga terdapat perbukitan yang masih asri dan tidak
terganggu oleh kebisingan, maka tidak jarang dijadikan oleh para pengunjung sebagai
tempat wisata rohani. Selain potensi-potensi yang telah disebutkan diatas, Lumban
1. Terbentangnya persawahan hijau milik penduduk yang luas di sepanjang pinggir
jalan, yang keindahan pemandangan sebelum mencapai Lumban Silintong.
2. Dari objek ini, wisatawan bisa memandang jajaran bukit barisan yang ditumbuhi
pepohonan yang hijau serta menikmati tiupan angina sepoi-sepoi yang cocok
untuk bersantai.
3. Di pinggiran danau terdapat pasir putih yang bersih sehingga menambah
keindahannya.
4. Gelombang air tidak terlalu besar, sehingga tidak akan membahayakan wisatawan
untuk melakukan kegiatan di air.
5. Sekitar 2 km dari Desa ini terdapat bukit yang bernama “Tarabunga “. Dari atas
bukit di pinggiran pantai Danau Toba, terlihat matahari hendak pulang
keperaduan. Langit mulai gelap dan rona merah berpencar-pencar, gumpalan
awan putih bersih bergulung-gulung diterpa sinar matahari. Sunset di Tarabunga
sungguh indah. Untuk berada di Tarabunga, lebih dulu melewati Desa Lumban
Silintong yang persis berada di pinggiran kota Balige. Jarak tempuhnya sekitar 10
menit yang menyusuri kafe-kafe pinggir pantai, tapi dengan jalan aspal yang
sudah berlubang-lubang.
6. Saat menyusuri jalanan menuju Tarabunga, pemandangan Danau Toba menjadi
daya pikat, disamping cuaca yang sangat sejuk dan bila sudah tiba di desa
Tarabunga, dari puncak bukit dapat disaksikan matahari yang hendak pulang
keparaduan, yang perlahan-lahan menghilang seperti ditelan Danau Toba. Usai
bersantai. Jejeran kafe di pinggirang pantai yang menyuguhkan ikan mas
panggang khas batak dengan bumbu khas menjadi daya tarik untuk bersinggah.
7. Sajian wisata panorama Lumban Silintong jika dilihat dari segi aspek fasilitas
untuk menikmati lukisan alam Danau Toba sebenarnya sudah memadai. Pada
tepi-tepi danau, kita tidak akan mengalami kesulitan untuk menemukan lokasi
yang cocok untuk bersantai menikmati pantai karunia Tuhan itu.
Potensi yang dimiliki oleh Lumban Silintong ini sangat cocok untuk
dikembangkan menjadi salah satu objek wisata pantai, mengingat objek wisata yang
dikembangkan secara optimal di Sumatera Utara belum begitu banyak eksotisme nuansa
pariwisata yang khas dan tersendiri bisa dinikmati misalnya alam Lumban Silintong.
Lokasi wisata yang berada di Kabupaten Toba Samosir, Balige, ini ternyata menyimpan
potensi yang bisa dijual.
4.4 Pelayanan Seks di Tempat Wisata Lumban Silintong
Keberadaan para wanita pelayan seks di tempat wisata Lumban silintong dapat
dilihat dari fungsi tempat wisata Lumban Silintong itu sendiri. Pada umumnya wanita
pekerja seks komersial selalu identik dengan tempat lokalisasi dan izin dari pemerintah
juga
mereka diperhatikan oleh pihak yang terkait, dengan mengarahkan khususnya dalam
Para pekerja seks melakukan profesi sebagai PSK dikarenakan karena mereka
rata-rata tidak punya pekerjaan lain. Dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka
harus menjual tubuh mereka. Seperti kata informan saya (RK, 36 tahun)
“ Saya terpaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial daripada mati
karena tidak punya uang. Karena saya sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang halal”
Melakukan profesi sebagai pekerja seks komersial juga tidak terlepas dari
banyaknya pengunjung yang datang ke tempat hiburan malam tersebut. Didukung juga
oleh pihak tempat hiburan malam untuk melakukan pekerjaanya disana. Seperti
pemaparan informan saya I.T (23 tahun) yaitu:
“ Banyaknya pengunjung ditambah dengan kerjasama dengan para pihak
tempat hiburan malam, menguatkan kemauan saya untuk melakukan profesi saya”
Dalam keberadaan para pekerja seks komersial di kawasan tempat wisata
sebenarnya tidak diijinkan oleh pemerintah setempat. Buktinya masih sering dilakukan
razia-razia yang dilakukan Pamong Praja TOBASA untuk menjaring para pekerja seks
komersial tersebut. Intinya adalah para pekerja seks komersial tersebut bekerja secara
sembunyi-sembunyi. Dan praktek jam bukanya pun dilakukan hanya dimalam hari saja,
walau jam malam sudah semakin larut akan tetapi pengunjung yang datang ke tempat
hiburan malam di tempat wisata tersebut semakin banyak. Seperti dalam pemaparan
informan saya sebagai masyarakat sekitar T.R (lk, 42 tahun) yaitu:
“ Para pekerja seks yang ada di tempat wisata Lumban Silintong
sebenarnya salah tempat dalam melakukan pekerjaannya. Buktinya tidak jarang Pamong
Praja melakukan razia sebagai bentuk pelarangan praktek bisnis seks di lokasi tempat
Keberadaan pekerja seks komersial di tempat wisata Lumban Silintong memang
tanda tanya, sebab biasanya tempat wisata itu sering ditemukan keluarga atau anak muda
yang menikmati panorama Danau Toba, seperti mangkal sambil melihat pemandangan,
berenang menikmati dinginnya air Danau Toba atau bahkan keluarga untuk berkumpul
dengan menyewa tikar untuk bersantai. Dan kadang kala tempat wisata Lumban Silintong
juga dimanfaatkan untuk tempat menikmati hidangan yang memanfaatkan air Danau
Toba seperti ikan bakar. Seperti yang diutarakan oleh informan saya B.B (pr,52 tahun) :
“ Pengunjung biasanya menikmati potensi danau toba dengan dengan
kawannya baik dengan keluarga. Ada yang berenang, ada yang mangkal, dan ada juga
yang menikmati ikan bakar yang disediakan oleh kafe-kafe yang ada disekitar tempat
wisata Lumban Silintong”
4.5. Profil Informan
4.5.1.Informan kunci
Profil informan kunci dalam penelitian ini terdiri dari pekerja seks komersial di
tempat hiburan malam, pedagang/ pelayan di tempat hiburan malam, penghubung atau
germo, pelanggan yang memperoleh pelayanan seks, pemerintah daerah yang terkait, dan
tokoh masyarakat.
Profil informan 1: Pekerja seks komersial di tempat hiburan malam
1. R.K (Pr, 36 tahun)
R.K adalah seorang wanita pekerja seks komersial yang merupakan suku Padang
yang berasal dari Kota Siantar, dan sekarang bertempat tinggal di kota Balige. R.K
dengan suaminya semenjak wanita tersebut hamil. Anaknya sekarang sudah duduk
dibangku sekolah SLTP, akan tetapi tinggal dengan neneknya di Bandar Lampung.
Informan juga tidak jarang mengirimkan uang untuk biaya anaknya untuk keperluan
sekolah anaknya. Akan tetapi, anak dan orangtua informan tidak mengetahui apa yang
menjadi pekerjaan informan di tempat perantauan informan.
R.K mengatakan bahwa pilihan untuk hidup sebagai pelacur dilatarbelakangi oleh
kondisi ekonomi. Informan menjelaskan bagaimana dia hidup sebatang kara tanpa ada
pendapatan untuk melanjutkan hidupnya. Informan mengakui hanya lulusan SLTP dan
kurang dibutuhkan dalam sebagian besar dunia kerja. Dengan dibantu teman dekatnya,
dia dibawa dari Kota Siantar untuk bekerja di salah satu tempat hiburan malam.
Sebenarnya awal pertama informan bekerja disana adalah sebagai tukang masak saja
seperti konfirmasi dari teman dekatnya, namun setelah melihat adanya keuntungan yang
besar dalam menggeluti sebagai pekerja seks, maka informan pun terjun sebagai pelayan
seks di tempat hiburan malam tersebut. Semua dilakukan untuk mencukupi dirinya dan
untuk mencukupi keperluan sekolah anak-anaknya.
Dalam melakukan pekerjaannya, informan juga banyak melakukan hal-hal yang
tidak disenanginya seperti adanya razia dan perlakuan yang kasar yang didapat dari
pengunjung. Perlakuan kasar yang dimaksud adalah perlakuan dari pengunjung yang
memaksa minta pelayanan seks secara lebih diluar dari transaksi yang dilakukan
sebelumnya. Hal ini juga terkadang menimbulkan adanya terjadi pertikaian antara pekerja
seks dengan pengunjung yang rentan dengan adanya tindakan kriminal.
Informan adalah seorang wanita yang juga sudah pernah menikah dan cerai
selama 5 tahun menjalani pernikahan. Informan tinggal di Kota Siborong-borong dan
merupakan orang suku Karo asli. Informan sudah bekerja selama 2 tahun dan sangat
menyenangi pekerjaan yang digeluti sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan pendapatan
yang diperoleh oleh informan sangat menggiurkan.
Sebenarnya informan melakukan pekerjaan sebagai pelayan seks karena kondisi
ekonominya yang sangat susah membeli kebutuhan hidupnya. Informan juga sudah jenuh
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sebab informan hanya lulusan SMA yang susah
mendapatkan posisi yang enak dalam dunia kerja. Apalagi secara jujur informan sangat
jenuh dengan kehidupan yang serba kekurangan.
Dalam melakukan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial tidak jarang informan
merasa malu. Hal ini terjadi karena cara penduduk sekitar yang memandang terkesan
hina. Informan hanya bisa menunduk karena merasa malu menjadi wanita sampah
dianggap oleh masyarakat sekitar. Informan juga tidak jarang mendapatkan perlakuan
yang tidak baik dari germo karena sering berselisih masalah setoran yang harus diberikan
kepada germo. Informan juga mengakui bahwa dia juga sering melakukan kebohongan
kepada germo tentang hasil yang didapat berupa uang tip yang diperoleh dari pengunjung
akibat pelayan seks yang diberikannya.
3. I.T (23 tahun)
I.T adalah informan yang suku asli dari Pulau Nias. Ditanya tentang asalnya, dia
sebenarnya kurang tahu karena semenjak kecil dia sudah tinggal dengan neneknya di
Pangkalan Brandan. Ibu dari informan adalah orang batak yang sudah meninggal
pernah bertemu semenjak informan berusia 6 tahun. Akan tetapi informan sempat
menamatkan sekolah tingkat atasnya berkat perjuangan neneknya, yang meninggal 4
tahun yang lalu.
Dalam melakoni pekerjaan sebagai pekerja seks komersial, informan agak susah
mendapatkan pelanggan. Hal tersebut dipaparkan informan karena informan mengaku
tidak mempunyai paras yang lumayan, yang merupakan daya tarik utama hidung belang
dalam mendapatkan pelanggannya. Terkadang informan harus mematok harga dibawah
rata-rata untuk mendapatkan pelanggan.
Profil informan 2: Pedagang/ pelayan di tempat hiburan malam
1. A.T.T ( lk, 45 tahun)
Informan ATT merupalan pria yang menjadi pedagang atau sebagai pihak yang
terkait dalam penyediaan tempat hiburan malam. Dalam mengadakan tanya jawab dengan
informan, ATT sebenarnya kurang memberi respon positif untuk memberikan jawaban.
Tetapi peneliti dibantu oleh teman peneliti membujuk untuk mewawancarai, walau hanya
sebentar saja.
Sebenarnya kepemilikan dari tempat hiburan malam bukanlah informan, tetapi
sebagai salah satu orang kepercayaan yang bisa mengelola tempat hiburan malam
tersebut. Pemilik dari tempat hiburan malam tersebut kebetulan berada di Kota Jakarta
untuk urusan keluarga, dan jarang untuk melakukan kunjungan ke tempat hiburan malam
tersebut.
Dalam melakukan pekerjaannya, informan sangat sibuk mengatur para
(observasi 29-09-2010). Jadi peneliti tidak dapat menggali lebih banyak dari informan
ATT tentang praktek prostitusi tersebut.
2. I.S ( Pr, 30 tahun ).
Informan yang satu ini merupakan seorang wanita yang bekerja di tempat hiburan
malam salah di Lumban Silintong. Semenjak ditinggal suaminya 4 tahun yang lalu,
informan direkrut untuk menjadi pekerja di kafé tersebut, mengingat ibu ini harus
memenuhi kebutuhan anaknya yan masih kecil.
Setelah tanya jawab dengan panjang lebar, rupanya infoman ini sudah banyak
tahu tentang seluk beluk adanya prostitusi disekitar tempat wisata Lumban silintong.
Informan banyak menceritakan bagaimana tempat hiburan malam itu ada dan bagaimana
kehidupan para wanita tempat hiburan malam tersebut. Biasanya dari pagi sampai sore
hari mereka tidak pernah muncul dan hidup seperti kelelawar yang menampakkan batang
hidungnya mulai malam seiring mulai dibukanya tempat hiburan malam tersebut.
Menurut pengalaman informan, tempat hiburan malam merupakan suatu cara
yang dilakukan untuk merekrut pengunjung lebih banyak. Hal ini karena banyaknya kafé
sebagai tempat mangkal para pengunjung untuk menikmati tempat wisata Lumban
Silintong.
Secara jujur informan tidak mau tahu dengan adanya praktek prostitusi di
kawasan objek wisata Lumban silintong, dikarenakan masih banyak hal-hal yang masih
dipikirkan seperti masa depan daripada anaknya. Tetapi jika ditanya tentang sikap ibu ini
terhadap para wanita malam tersebut, informan kurang setuju perbuatan para perempuan
tersebut yang mencari hidup dengan perbuatan sebagai pekerja seks komersial, dan
dalam cemooh dari para masyarakat umumnya, karena informan juga merasakan betapa
sakitnya hidup tanpa ada pekerjaan.
3. M.P (24 tahun)
Informan ini juga merupakan karyawan yang bekerja sebagai pelayan di tempat
hiburan malam di tempat wisata Lumban Silintong. Sudah lebih dari 1 tahun dia bekerja
di tempat hiburan malam tersebut. Kebetulan wanita ini adalah kawan dekat dari teman
sekelas peneliti waktu masih sekolah di salah satu sekolah lanjutan pertama di
Kec.Balige. Dengan mengandalkan situasi yang ada, peneliti lebih berpeluang
mendapatkan akses informasi yang lebih jelas dan mendetail. Memang sebelumnya
informan masih enggan untuk bercerita, karena takut akan terjadi hal-hal yang terjadi
yang bisa merugikan dirinya dengan informasi yang diberikan. Tapi karena penjelasan
peneliti dan rayuan teman tersebut, akhirnya informan mau bercerita apa saja yang
diketahui tentang praktek prostitusi yang ada dalam tempat hiburan malam tersebut.
Informan banyak bercerita tentang bisnis yang ada di tempat hiburan dia bekerja,
mulai dari germo maupun para wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial.
Khusus bagi wanita malam tersebut, informan banyak tahu tentang asal-usul mereka dan
keberadaan mereka karena tidak sedikit yang mau cerita-cerita sama informan tersebut.
Malah informan M.P kadang dijadikan sebagai teman untuk curhat jika para wanita
penghibur tersebut mengalami masalah.
Menurut cerita informan juga, keberadaan tempat hiburan malam didasari oleh
keberhasilan tempat-tempat hiburan malam di tempat-tempat lain seperti di Kota Medan
yang menghasilkan banyak untung. Hal ini juga mungkin juga terjadi di kawasan tempat
kunjungan ke tempat wisata. Segala sarana disediakan untuk menarik perhatian
pengunjung, dari mulai pelayana seks dan ketersediaan tempat hiburan remang-remang
dan menyediakan minuman yang mengandung alkohol.
Sebenarnya informan tidak suka adanya praktek prostitusi di tempat ini, tapi
karena wanita-wanita malam inilah menjadi daya tarik tempat hiburan malam tersebut
menjadi ramai pengunjung. Dan menurut informan, rata-rata para wanita malam tersebut
bekerja untuk melayani pengunjung hanya untuk memenuhi nafkah dirinya dan anaknya.
Informan juga merasa senang tidak ada laki-laki yang usil terhadap dirinya. Menurut
pengakuan informan, mungkin dirinya memiliki paras yang jelek, memungkinkan
laki-laki tidak tertarik untuk mengganggunya.
4. A.N (43 Tahun)
Informan A.N adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual kacang
keliling di kawasan tempat wisata Lumban Silintong. Ibu tersebut lebih sering
menghabiskan jualannya disekitar tempat hiburan malam tersebut. Alasan utama
informan berjualan ditempat tersebut dikarenakan tempat tinggal ibu tersebut berdekatan
dengan lokasi tempat wisata. Kebetulan ibu ini tinggal di Desa Napitupulu bagasan yang
bersebelahan langsung dengan Desa Lumban Silintong.
Selama melakukan aktivitasnya sebagai pedagang keliling, wanita tersebut tidak
pernah mendapati tempat hiburan malam tersebut dalam keadaan buka, maklum wanita
ini berjualan dari pagi sampai sore. Sore hari wanita ini sering bertemu dengan
perempuan yang diduga sebagai pekerja seks komersial. Memang di lokasi wisata ada