• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Keseragaman Kandungan Deksklorfeniramin Maleat Pada Tablet Dekstamin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Keseragaman Kandungan Deksklorfeniramin Maleat Pada Tablet Dekstamin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KESERAGAMAN KANDUNGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT PADA TABLET DEKSTAMIN SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Oleh:

GUNTUR PERJUANGAN NIM 072410009

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KESERAGAMAN KANDUNGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT PADA TABLET DEKSTAMIN SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Guntur Perjuangan NIM 072410009

Medan, Mei 2010 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing

Drs. Syafruddin , M.S., Apt NIP 194811111976031003

Disahkan Oleh: Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah ”Penetapan Keragaman

Kandungan Deksklorfeniramin Maleat Pada Tablet Dextamin Secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan praktek

kerja lapangan di Balai Besar POM di Medan.

Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberi dorongan, bantuan dan dukungan moril maupun secara

spritual kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

dengan baik dan pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Ayahanda St. HR Sihombing dan Ibunda Tj. Purba tercinta serta seluruh

keluarga yang telah memberikan doa restu dan motivasi sehingga Tugas

Akhir ini selesai.

2. Bapak Drs. Syafruddin, M.S., Apt., yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. selaku Dekan Fakultas

(4)

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi M.App.Sc., Apt selaku koordinator

program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Zakiah Kurniati, S. Farm, Apt. selaku Koordinator Pembimbing PKL

di Balai Besar POM di Medan.

6. Seluruh staf dan karyawan Balai Besar POM di Medan yang telah

membantu penulis selama Praktek Kerja Lapangan (PKL).

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Program Studi Diploma III

Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-temanku YESUA HAMASIA yang selalu memberikan dukungan

dan doa kepada penulis.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan Angkatan

2007 yang telah memberikan saran dan dukungan dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan dan

kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak yang membaca karya ilmiah ini demi

kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap

semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul……… i

Lembar Pengesahan……….. ii

Kata Pengantar……….. iii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Tujuan dan Manfaat………. 3

1.2.1 Tujuan……… 3

1.2.2 Manfaat………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 4

2.1 Tablet……….... 4

2.2 Antihistamin-antialergi……….. 6

2.3 Evaluasi Tablet……….. 8

2.4 Kromatografi………. 11

2.4.1 Kromatografi Kolom……….. 12

2.4.2 Kromatografi Kertas………... 12

2.4.3 Kromatografi Lapis Tipis……… 13

2.5 Pembagian Kromatografi……….. 13

2.5.1 Kromatografi Adsorpsi……….... 14

2.5.2 Kromatografi Partisi………. 14

2.5.3 Pertukaran Ion……….. 14

2.5.4 Kromatografi Eksklusi………. 15

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……….. 15

2.6.1 Pompa……….. 16

2.6.2 Kolom………... 16

2.6.3 Wadah fase gerak pada KCKT………. 16

2.6.4 Fase gerak pada KCKT………. 17

2.6.5 Detektor………. 17

2.6.6 Perekam………. 17

2.7 Dekskloefeniramin maleat……….. 18

2.7.1 Sifat Fisika Kimia………. 18

2.7.2 Mekanisme Kerja……….. 19

2.7.3 Farmakokinetik Deksklorfeniramin maleat……….. 19

2.7.4 Efek Samping……… 20

2.8 Metode Penetapan Deksklorfeniramin maleat……… 20

2.8.1 Secara Spektrofotometri……… 20

2.8.2 Secara Volumetri……….. 20

BAB III METODOLOGI………. 21

3.1 Sampel yang diperiksa……… 21

3.2 Alat dan Bahan……… 21

3.2.1 Alat……… 21

3.2.2 Bahan……… 21

(6)

3.3.1 Fase gerak………. 22

3.3.2 Pembuatan Larutan Uji………. 22

3.3.3 Pembuatan Larutan Baku………. 22

3.4 Cara Penetapan secara KCKT……… 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 24

4.1 Hasil……… 24

4.2 Pembahasan……… 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 27

5.1 Kesimpulan………. 27

5.2 Saran………... 27 DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat memiliki cakupan makna yang cukup luas, bukan hanya terbatas

pada zat-zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit. Zat-zat

yang berfungsi untuk menetapkan diagnosa (mengetahui penyakit), mencegah,

mengurangi, menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan,

baik jasmani maupun rohani pada manusia dan hewan juga disebut obat(Widodo,

2004).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang

biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai.

Tablet-tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan,

daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet

dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat

secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna,

zat pemberi rasa, dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis(Ansel, 1989).

Deksklorfeniramin maleat adalah antihistamin derivat propilamin.

Deksklorfeniramin maleat menghambat aksi farmakologis histamin secara

kompetitif(antagonis histamin reseptor H1). Deksklorfeniramin maleat merupakan

suatu antihistamin yang dapat mencegah gejala-gejala alergi, yang disebabkan

sebagian besar oleh histamin (H1). Deksklorfeniramin maleat bekerja dengan

(8)

Selain itu juga dapat mengatasi reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang

disertai penglepasan histamine endogen yang berlebihan(Anonim, 2009).

Penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dapat dilakukan secara titrasi

bebas air-basa (TBA-Basa), spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT). Pada titrasi bebas air-basa penetapan kadar deksklorfeiramin maleat

menggunakan pelarut asam asetat dan pentiter asam perklorat. Asam asetat

merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak berkompetisi

secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Asam

perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara

asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas

air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidra dengan tujuan

untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat(Rohman, 2007).

Sedangkan pada spektrofotometri deksklorfeniramin maleat penetapan

kadar dilakukan secara spektrum ultraviolet, diukur pada panjang gelombang 265

nm : A¦ 320a.

Penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dalam tablet campuran dengan

deksametason dapat dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja

tinggi(KCKT) fase balik dengan kolom Larutan A dan B disuntikkan secara

terpisah dan dilakukan kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan

kolom baja tahan karat C18/L1 diameter 3 – 6 mm panjang antara 150- 400 mm,

isi gugus oktadesilsilan pada penyangga silica dengan ukuran partikel 3 – 10 mm,

semua penetapan dilakukan pada UV-Vis pada absorbansi detector dengan

(9)

20 µL dengan fase gerak Kalium Dihidrogen Pospat (KH2PO4 ) 0,05 M : Metanol

(85:15), disaring menggunakan membran filter 0,45 µm(Metode analisa, 2001).

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar Deksklorfeniramin Maleat adalah

untuk mengetahui apakah kadar Deksklorfeniramin Maleat yang terdapat dalam

sediaan tablet secara kromatografi cair kinerja tinggi memenuhi persyaratan sesuai

dengan Farmakope Indonesia yaitu berada pada rentang 85-115 dengan

simpangan baku relatif ≤ 6,0 % .

1.2.2. Manfaat

Adapun manfaat dari penetapan kadar Deksklorfeniramin Maleat adalah

untuk mengetahui apakah kadar Deksklorfeniramin Maleat memenuhi syarat yang

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata

atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih

dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi

sebagai:

a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang

digunakan Amilum Manihot, Kalsium fosfat, Kalsium Karbonat dan zat lain

yang cocok.

b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya

yang digunakan adalah musilago 10-20%, larutan Metil cellulosum 5%.

c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan.

Biasanya yang digunakan Amilum manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat.

d. Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak melekat pada cetakan. Biasanya yang

digunakan Talkum 5%, Magnesium stearat, asam stearat.

Menurut Ansel, (1989) berdasarkan penggunaannya tablet

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Tablet kunyah

Tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah

melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan

(11)

tablet antasida. Tablet kunyah diberikan pada pasien yang mengalami gangguan

menelan tablet. Tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak-anak

(dalam sediaan multivitamin). Sediaan ini juga memungkinkan untuk digunakan

ditempat yang tidak tersedia air. Contohnya: Acitral, Vitacimin, Promag

b. Tablet Sublingual

Tablet yang disisipkan dibawah lidah. Biasanya berbentuk datar,

ditujukan untuk obat-obat yang diabsorbsi melalui mukosa oral. Cara ini berguna

untuk penyerapan obat yang rusak oleh cairan lambung dan sedikit sekali

diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Tablet ini dibuat segera melarut untuk

memberikan efek yang cepat. Contohnya: Bodrexin tablet

c. Tablet bukal

Tablet yang disisipkan di pipi. Tablet ini dibuat agar hancur dan melarut

perlahan-lahan. Contohnya: Promag tablet

d. Tablet triturat

Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder. Tablet triturat harus cepat

dan mudah larut seutuhnya didalam air. Contohnya: Supradyn, Bevitram.

e. Tablet hipodermik

Tablet ini digunakan melalui bawah kulit, dibuat dari bahan yang mudah

larut. Contohnya: Andantol, sagalon, Confortin.

e. Tablet efervesen

Tablet yang menghasilkan gas, dibuat dengan cara kompresi granul yang

mengandung garam efervesen atau bahan-bahan lain yang mampu menghasilkan

(12)

bikarbonat dengan tatrat menghasilkan gas CO2 di dalam air. Tablet bentuk ini

mempercepat pelarutan sediaan dan meningkatkan rasa, contohnya: tablet CDR,

Redoxon.

f. Tablet Sistemik; Per Oral

Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi:

- yang bekerja short acting (jangka pendek ): dalam satu hari memerlukan

beberapa kali menelan tablet. Contohnya: Dextamin tablet, Dermasolon.

- yang bekerja long acting (jangka panjang): dalam satu hari cukup satu kali

menelan tablet, contohnya: Pharmaton tablet, Hemaviton Formula.

2.2 Antihistamin-antialergi

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah

penglepasan atau kerj

menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini

digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor

histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,

yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab

alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan

histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan

sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin. Antagonis Reseptor Histamin H1

secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:

difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat

(13)

Deksklorfeniramin maleat merupakan suatu antihistamin yang dapat mencegah

gejala-gejala alergi, yang disebabkan sebagian besar oleh histamin (H1).

Deksklorfeniramin maleat bekerja dengan menghambat reseptor H1, pada

pembuluh darah, bronkus, dan berbagai otot polos. Selain itu juga dapat mengatasi

reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin

endogen yang berlebihan.

Klorfeniramin merupakan antihistamin derivat propilamin.

Deksklorfeniramin maleat merupakan bentuk dextro isomer, memiliki aktivitas

2X lipat dibanding klorfeniramin berbentuk rasematnya.

Obat-obat anti alergi yang bisa dijumpai secara bebas di apotek atau toko

obat adalah golongan antihistamin. Obat ini bekerja dengan cara memblokir

reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja lagi menyebabkan

reaksi-reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa

menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun sekarang sudah hilang gatal-gatalnya,

tetapi jika suatu saat terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi bisa

timbul lagi. Obat antihistamin yang paling banyak digunakan adalah

klorfeniramin maleas atau CTM (chlor tri methon). Obat ini bisa diperoleh dalam

bentuk tunggal atau kombinasi dengan obat-obat lain. Pada komposisi obat flu

atau obat batuk, sering sekali dijumpai adanya CTM, mungkin karena sebagian

kejadian flu atau batuk dapat dipicu oleh reaksi alergi. Obat antihistamin lain

adalah : prometazin, difenhidramin, dan deksklorfeniramin. Obat-obat ini

termasuk antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk.

(14)

menjalankan mesin-mesin berat. Obat ini dapat dibeli secara bebas di apotek atau

toko obat. Antihistamin generasi yang lebih baru adalah antihistamin yang tidak

berefek sedatif (mengantuk), contohnya : loratadin, terfenadin, triprolidin,

setirizin, dan ketotifen. Obat-obat ini biasanya harus diperoleh dengan resep

dokter.

Semua obat-obat antihistamin ini aksinya mirip satu sama lain, tetapi

berbeda lama aksinya. Loratadin dan terfenadin misalnya, lama aksinya lebih dari

12 jam, sehingga cukup diminum sehari sekali atau dua kali, sedangkan

prometazin dan difenhidramin aksinya hanya 4-6 jam, sehingga harus diminum

3-4 kali sehari. Obat-obat antihistamin bisa diperoleh dalam bentuk tablet, sirup,

atau salep. Penggunaannya disesuaikan dengan macam alerginya dan kemudahan

pasien menggunakannya. Jika reaksi alerginya hanya bersifat lokal di permukaan

kulit, penggunaan salep cukup efektif. Tetapi jika reaksinya luas di seluruh tubuh,

penggunaan obat per-oral (yang diminum) lebih disarankan(Zulliesikawati, 2010).

2.3 Evaluasi tablet

Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut:

a. Uji keseragaman bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini

ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat.

Tablet-tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat

(15)

dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata

tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet

bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada

kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari rata-rata

lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika perlu gunakan 10 tablet yang

lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot

[image:15.595.122.511.333.677.2]

rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen POM,1979).

Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata

Bobot rata-rata

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

A B

25 mg atau

kurang

15% 30%

26 mg sampai

dengan 150 mg

10% 20%

151 sampai

dengan 300 mg

7,5% 15%

Lebih dari 300

mg

(16)

b. Uji kekerasan

Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya

kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet

meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga

menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot

tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang

memuaskan. Alat yang di gunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini

diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet

(Lachman,1994).

c. Uji keregasan

Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur

keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi

hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator.

Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu.

Kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat

menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan

berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan

keregasan harus lebih kecil dari 0,8 %(Ansel,1989).

d. Uji waktu hancur

Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam

lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10 selama percobaan,

tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang. Kemudian keranjang tersebut

(17)

permenit. Interval waktu hancur adalah 5 – 30 menit. Tablet dikatakan hancur bila

bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang

tidak jelas(Ansel,1989).

e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat

Uji penetapan kadar berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet

tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak

memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan

tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan

cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope

Indonesia Edisi IV 1995.

f. Uji disolusi

Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan,

keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu

obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap

produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk

padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukan jumlah bahan

obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat

secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan

memberikan khasiat secara invivo.

2.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia

Michael Tsweet pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam

(18)

berisi kalsium karbonat (CaCo3). Saat ini kromatografi merupakan teknik

pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia

analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif,

kuantitatif, atau preparative dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan

sebagainya. Kromatografi suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase)(Rohman, 2007).

Jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisa kualitatif dan kuantitatif

yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia

adalah kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas,

Kromatografi Lapis Tipis dan KCKT.

2.4.1 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom terbagi atas kromatografi kolom adsorpsi dan

kromatografi kolom partisi. Pada kromatografi kolom adsorpsi zat uji dilarutkan

dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan kedalam kolom dan dibiarkan mengalir

kedalam penjerap, sedangkan pada kromatografi kolom partisi, zat yang harus

dipisahkan terbagi antara dua cairan yang tidak saling bercampur. Salah satu

campuran. Salah satu cairan, yaitu fase diam, umumnya diadsorpsikan pada

penyangga padat.

2.4.2 Kromatografi Kertas

Pada kromatografi kertas sebagai penjerap digunakan sehelai kertas dengan

susunan serabut dan tebal yang sesuai. Sebagai alternatif dapat juga digunakan

(19)

menjadi fase diam (umumnya fase yang lebih polar dalam hal kertas yang

dimodifikasi). Kromatogram dilakukan dengan merambatkan fase gerak, melalui

kertas. Dapat dilakukan kromatografi menaik, pelarut merambat naik pada kertas

ditarik oleh gaya kapiler ataupun kromatografi menurun, pelarutnya mengalir

oleh gaya gravitasi.

2.4.3 Kromatografi Lapis Tipis

Pada KLT, zat penjerap merupakan lapis tipis serbuk halus yang dilapiskan pada

lempeng kaca. Plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng

kaca. Pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi atau

kombinasi dari kedua efek, tergantung jenis penyangga, cara pembuatan, dan jenis

pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan

bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hamper sama. Dengan

menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Bercak dapat

dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan

diukur secara spektrofotometri.

2.5 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dapat dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorpsi; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi

(20)

2.5.1 Kromatografi Adsorpsi

Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan

sekali-kali dikacaukan dengan proses absorpsi yang berarti penyerapan

keseluruhan. Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi

elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang

diinduksi oleh dipole. Silika gel merupakan jenis absorben (fase diam) yang

penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan

gugus silanol (Si-OH).

2.5.2 Kromatografi Partisi

Partisi merupakan analog dengan ekstraksi pelarut. Fase diam diikatkan

pada padatan lapis tipis yang lembam (inert). Karena fase diam cair diikatkan

pada padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses adsorpsinya

merupakan partisi murni atau partisi yang dimodifikasi karena absorpsi juga

mungkin terjadi(Rohman,2007).

Cara ini didasarkan pada partisi linarut antara dua pelarut yang tak

bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya bergerak (fase

gerak). Pada tahap awal KC, fase diam dibuat dengan cara yang sama seperti

membuat penyangga kromatografi gas(Johnson, Stevenson,1991).

2.5.3 Pertukaran Ion

Cara ini didasarkan pada pertukaran (penjerapan) ion antara fase gerak dan

titik ion pada kemasan. Banyak dammar diperoleh dari kopolimer stirena

divinilbenzena yang telah ditambahi gugus fungsi. Dammar jenis asam sulfonat

(21)

pemakaian. Baik fase terikat maupun dammar telah digunakan. Cara tersebut

banyak dipakai dalam ilmu hayat, contohnya pemisahan asam amino, dan dapat

pula dipakai untuk pemisahan kation dan anion (Jonhson, Stevenson,1991)

2.5.4 Kromatografi Eksklusi

Eksklusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi

tidak ada interaksi spesifik antara solute dengan fase diam. Teknik ini unik karena

dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak (fase

diam). Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat

kecil (porous) yang inert. Sebagai fase gerak digunakan cairan. Kromatografi

jenis ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul

(Rohman,2007)

.

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada

akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

tertentu dalam suatu sampel tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam

nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar

senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk-produk

(22)

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

yaitu : (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk

memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase

gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu computer atau integrator atau

perekam.

2.6.1 Pompa

fase gerak dalam KCKT sudah tentu cair, dan untuk menggerakkannya

melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan :

tekanan-tetap dan pendesakan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi

menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang

berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk

menghasilkan garis alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran.

Kelebihan utamanya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak

berdenyut, tetapi tandonnya terbatas(Johnson, Stevenson 1991).

2.6.2 Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan

analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan

untuk memasang penyaring 2 µ m di jalur antara penyuntik dan kolom, untuk

menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat

memperpanjang umur kolom(Munson, 1991).

2.6.3 Wadah Fase Gerak pada KCKT

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

(23)

gerak biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase

gerak sebelum digunakan dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada

fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di

pompa detektor sehingga akan mengacaukan analisis.(Rohman, 2007)

2.6.4 Fase Gerak pada KCKT

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah

satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai

dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang

berlaku umum. Fase gerak haruslah : (a) murni, tanpa cemaran; (b) tidak bereaksi

dengan kemasan; (c) sesuai dengan detektor; (d) dapat melarutkan cuplikan; (e)

mempunyai viskositas rendah; (f) memungkinkan memperoleh kembali cuplikan

dengan mudah, jika diperlukan; (g) harganya wajar ( Johnson & Stevenson,1991).

2.6.5 Detektor

Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat

diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau

komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254

nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sample timbullah pelebaran

pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada

sifat sample, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai.

2.6.6 Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk

merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak

(24)

mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus

dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara

kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan

integrator(Munson, 1991).

2.7 Deksklorfeniramin Maleat 2.7.1 Sifat Fisika Kimia

Nama kimia : (+)-2-[p-Kloro α-[(Dimetilamino)etil]benzil] piridina

maleat

Rumus molekul : C16H19ClN2. C4H4O6

Berat molekul : 390,87

Pemerian : Serbuk hablur putih tidak berbau

Susut pengeringan : Lakukan pengeringan pada suhu 65oC selama 4 jam

sebelum digunakan.

pKb : 4-5

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam

kloroform, sukar larut dalam benzene dan dalam eter

Aqueous acid 265 nm : A¦ 320a

(25)

Deksklorfeniramin Maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak

lebih dari 100,5% C16H19ClN2. C4H4O6, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan(Ditjen POM,1995).

2.7.2 Mekanisme Kerja

Memblokir reseptor-H1 dengan menyaingi histamine pada reseptornya

diotot licin dinding pembuluh dan dengan demikian menghindarkan timbulnya

reaksi alergi. Khasiat lainnya menciutkan bronchi, saluran cerna, kandung kemih

dan rahim(Tjay dan Rahardja, 2002).

Obat yang menentang kerja histamin pada H1 reseptor histamin berguna

dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena

histamin(ISO, 2007).

2.7.3 Farmakokinetik Deksklorfeniramin Maleat

Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan

kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah

absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek,

sesuatu obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja

( Sutomo,1991).

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diapsorsi secara baik.

Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan dan maksimal 1-2 jam.

Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Kadar

tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan

(26)

2.7.4 Efek samping

Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi (2-50% kasus). Efek sedasi

ini bersifat individual, tergantung pada individu, dosis, dan jenis antihistamin

yang diberikan. Efek samping lain berupa perasaan lemas dan pusing.

Jarang-jarang dapat pula terjadi gejala stimulasi SSP (gelisah, gugup, insomnia), gejala

efek antikolinergik berupa retensi urin (terutama pada orang tua), palpitasi, mulut

kering, dan konstipasi. Umumnya efek samping ini timbul pada dosis tinggi

(Sjamsuir,1991).

2.8 Metode Penetapan Deksklorfeniramin maleat

2.8.1 Secara Spektrofotometri UV

Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,002% b/v dalam asam sulfat 0,1 N

setebal 2 cm pada daerah panjang delombang antara 230 nm dan 350 nm menun-

jukkan maksimum hanya pada 265 nm.

2.8.2 Secara Volumetri

Pada titrasi bebas air-basa penetapan kadar deksklorfeiramin maleat

menggunakan pelarut asam asetat dan pentiter asam perklorat. Asam asetat

merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak berkompetisi

secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Asam

perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara

asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas

air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidra dengan tujuan

(27)

BAB III METODOLOGI

3.1 Sampel yang Diperiksa

Nama Dagang : Dextamine

Komposisi : Deksametason 0,5 mg, dan Deksklorfeniramin Maleat

2 mg.

No.Batch : D/201813

No.Reg : 15014013

Kadaluarsa : Sep 2012

Nama Industri : PT. PHAPROS tbk Semarang-Indonesia

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Shimadzu Seri

LC20AD,labu ukur 10ml; 25ml, branson Ultrasonic, gelas ukur 1000ml, beaker

glas, pipet tetes, membran filter ukuran 0,45µ m, timbangan analitik.

3.2.2. Bahan

Aquadest, kalium Dihidrogen Pospat (KH2PO4 ) 0,05 M, metanol,

(28)

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Fase gerak

Ditimbang seksama Kalium Dihidrogen Pospat (KH2PO4 ) sebanyak

6,8096 g, diencerkan dengan aquadest, masukkan kedalam labu tentukur 1000 ml,

dicukupkan dengan aquadest ( Larutan A), dari Larutan A diambil sebanyak 850

ml dan dicampur dengan 150 ml metanol, kocok hingga homogen dan pindahkan

kedalam beaker glass.

3.3.2 Pembuatan Larutan Uji

Ambil 10 tablet Dextamin masukkan masing-masing kedalam 10 buah

labu tentukur 10 ml, larutkan dengan FG, sonikasi selama 15 menit dicukupkan

sampai garis tanda dengan FG, Saring dengan kertas whatman.

3.3.3 Pembuatan Larutan Baku

Ditimbang seksama Deksklorfeniramin BPFI sebanyak 2,082 mg

masukkan kedalam labu tentukur 10 ml, larutkan dengan FG, sonikasi selama 15

(29)

3.4 Cara Penetapan secara KCKT

Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dan dilakukan kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan kolom baja tahan karat C18/L1 diameter 3

– 6 mm panjang antara 150- 400 mm, isi gugus oktadesilsilan pada penyangga

silica dengan ukuran partikel 3 – 10 mm, semua penetapan dilakukan pada

UV-Vis pada absorbansi detector dengan panjang gelombang 254 nm, kecepatan aliran

1,0 ml/menit, Volume penyuntikan 20 µL dengan fase gerak Kalium Dihidrogen

Pospat (KH2PO4 ) 0,05 M : Metanol (85:15), disaring menggunakan membran

filter 0,45 µm.

Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari bentuk puncak yang direkam oleh

CBM ( Communication Bus Mobile) yaitu sejenis penghubung dengan komputer

yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram.

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Penetapan kadar Deksklorfeniramin Maleat pada tablet dextamin secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memenuhi syarat yaitu berada pada

rentang antara 85-115 %, dengan simpangan baku relatif ≤ 6,0 % .

Rumus Perhitungan kadar

Bobot = xkandbaku Fu Fb x Bu Bb x Lb Lu

Dimana : Lu : Luas Area Uji

Lb : Luas Area Baku

Bb : Bobot Baku

Bu : Bobot Uji

Fu : Faktor Uji

Fb : Faktor Baku

Perhitungan :

Bobot 1 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 517074 x x x

= 100,6260%

Bobot 2 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 508947 x x x

(31)

Bobot 3 = 99,5703 10 10 2 082 , 2 532616 545443 x x x

= 106,1489%

Bobot 4 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 498050 x x x

= 96,0134%

Bobot 5 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 513480 x x x

= 99,9286%

Bobot 6 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 533079 x x x

= 103,7427%

Bobot 7 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 511237 x x x

= 99,4921%

Bobot 8 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 580175 x x x

(32)

Bobot 9 = 99,5703 10 10 2 082 , 2 532616 526312 x x x

= 102,4258%

Bobot 10 = 99,5703

10 10 2 082 , 2 532616 519938 x x x

= 101,1854%

% RSD = 4,451 ( Memenuhi Syarat )

4.2 Pembahasan

Dari hasil percobaan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT), diketahui bahwa kadar keragaman kandungan Deksklorfeniramin

Maleat memenuhi syarat berada pada rentang antara 85-115 %, dengan simpangan

baku relatif ≤ 6 % .

Metode KCKT yang digunakan adalah dengan kolom fase terbalik.

Kromatografi ini fase diamnya bersifat non polar sedangkan fase geraknya

bersifat polar yaitu campuran metanol dan dapar pospat dimana akan terjadi

pemisahan yang berdasarkan kompetisi antara fase gerak dengan sampel yang

berikatan didalam kolom. Oleh karena itu molekul-molekul polar akan lebih cepat

keluar dari kolom sedangkan molekul-molekul yang non polar akan tertahan lebih

lama didalam kolom. Penetapan kadar deksklorfeniramin dapat dilakukan dengan

metode titrasi Titrasi Bebas Air (TBA) dengan pentiter asam perklorat 0,1 N dan

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

• Metoda Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat digunakan

untuk menetapkan kadar Deksklorfeniramin Maleat dalam sedian

tablet

• Penetapan kadar yang diperoleh dari hasil percobaan pada

Deksklorfeiramin Maleat memenuhi syarat karena berada pada rentang

antara 85-115%, dengan simpangan baku relatif ≤ 6 % .

5.2 Saran

• Diharapkan agar dilakukan penetapan kadar Deksklorfeniramin

Maleat dalam sediaan lain.

• Diharapkan kepada PT PHAPROS untuk mempertahankan kadar

produksinya dalam rentang yang telah ditetapkan khususnya dalam

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2006). Optilimasi Terapi Antihistamin. Ulas Obat Edisi Desember 2006 (vol. 6 No.5)

Ansel, H.C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Hal 244

Dr. Munaf S. (1991). Catatan Kuliah Farmakologi. Bagian I. Palembang. Buku Kedokteran EGC. Hal 106

Ditjen, POM Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta. Departemen RI. Hal 293

Ditjen, POM Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta. Departemen RI. Hal 1001-1012

ISO. (2007). Informasi Spesialite Obat. Volume 42. Jakarta. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.

Johnson. E.L, dan Stevenson, R., (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung. ITB. Hal 4,7-8

Lachman, L dan Lieberman Herbert A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi 2. Jakarta. Universitas Indonesia. Hal 1091-1092

Munson, J.W., (1991). Analis Farmasi Metode Modern, Parwa B. Surabaya. University Press. Hal 26-33

Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal 378-379

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi pertama. Cetakan pertama. Yogyakarta. Penerbit Liberty. Hal 46

(35)

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi IV. Cetakan ke 2. Jakarta. PT. Gramedia. Hal 685,777

Widodo, Rahayu, S.Si., Apt., (2004). Panduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat. Yogyakarta. Penerbit Kreasi Wacana. Hal 1;95

Zulliesikawati. (2010). Alergi dan Pengobatannya. Tanggal akses 14 Mei 2010 http:// zulliesikawati.wordpress.com

Gambar

Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan tugas akhir ini, penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol menggunakan metode kromatografi yakni Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Dalam penelitian ini dilakukan penetapan kadar kaptopril secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) metode fase balik menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 mm), fase gerak

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase

Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fase gerak adalah. salah satu dari variabel yang

Kolom merupakan bagian kromatografi cair kinerja tinggi yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solute / analit. Ada dua jenis kolom pada

Filtrat dipipet 4,0 ml masukkan dalam labu tetukur 100 ml dan cukupkan dengan air hingga garis tanda... Gambar Instrumen Kromatografi Cair Kinerja

Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar Pirazinamid dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom Eclipse Plus C 18 (4,6 mm x

PENETAPAN KADAR SIMVASTATIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DENGAN FASE