PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)
TUGAS AKHIR
Oleh:
DEWI PERTIWI NIM 072410041
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT ( KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh: DEWI PERTIWI
NIM 072410041
Medan, Mei 2010 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt. NIP 195306191983031001
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini berjudul “PENETAPAN KADAR AMOXICILIN
DALAM TABLET SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI”.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi – tingginya
kepada kedua orang tua, ayahanda Markun, S.Pd dan ibunda Riati, S.Pd, juga
kepada seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materi serta nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
berbagai pihak antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt., sebagai Dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Koordinator
Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing
Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Medan.
5. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara atas semua didikan dan bimbingannya selama ini.
6. Ayahanda Khaidir Arrozy Siagian, S.T dan Ibunda Irma Wadiany Sinaga,
S.S atas nasehat dan bimbingannya.
7. Sahabat – sahabat yang kucintai Elida, Wira, Hasnah, Denny, Yopi dan
teman – teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2007, adik – adik
stambuk 2008 dan 2009 yang tidak disebutkan namanya, terima kasih atas
kebersamaan dan masukannya dalam penyusunan tugas akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya kepada
kita semua dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat yang sangat
berguna bagi kita semua. Amin.
Medan, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...……….. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ………...………... 2
1.2.1 Tujuan ... 2
1.2.2 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat ... 3
2.2 Pengertian Tablet ... 3
2.3 Syarat – Syarat Tablet ... 4
2.4 Antibiotik ... 6
2.5 Amoksisilin ... 6
2.5.1 Indikasi ... 7
2.5.2 Farmakologi... 7
2.5.3 Interaksi Obat ... 9
2.6 Metode Penetapan Kadar Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 9
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 12
3.2 Alat – Alat ... 12
3.3 Bahan – Bahan ... 12
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 12
3.4.1 Pengencer ... 12
3.4.2 Fase Gerak ... 12
3.4.4 Larutan Baku ... 13
3.5 Prosedur Penetapan Kadar ... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil ………... 15
4.2Pembahasan ………... 15
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan ………... 16
5.2Saran ………... 16
DAFTAR PUSTAKA ……….... 17 LAMPIRAN
Data Fotometrik Penetapan Kadar Amoksisilin ………... 19
Uji Kesesuaian Sistem ………... 20
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Di dalam tubuh kita, terdapat bakteri yang menguntungkan dan terdapat
juga bakteri yang merugikan, yang jumlahnya secara alami dapat berimbang.
Namun, keadaan bisa menjadi tidak berimbang ketika kita mempengaruhinya
dengan berbagai zat yang kita masukkan ke dalam tubuh. Ketidakseimbangan
tersebut akan membuat gangguan bagi organ tertentu yang membutuhkannya.
Di samping itu, kita juga memiliki sistem yang mengatur sistem immun
diri terhadap serangan baik itu bakteri, kuman, jasad renik maupun virus dan
plasmodium, yang kemudian tercatat dalam sistem kekebalan tubuh, baik pola
penyerangan maupun bagaimana tubuh harus bertindak untuk menyelamatkan
tubuh dari serangan tersebut.
Antibiotik adalah semacam bahan yang apabila digunakan dan memasuki
tubuh, akan mengeliminasi kuman, bakterial dan berbagai jasad renik. Antibiotik
biasanya memiliki daya basmi terhadap jenis kuman tertentu, atau bakterial
tertentu termasuk jasad renik, disamping juga memiliki daya basmi bagi jenis
yang memang berlaku umum (---, 1998).
Dalam perdagangan, biasanya amoksisilin diformulasi dalam bentuk
sediaan tablet dengan dosis 500 mg untuk tiap tablet, kapsul dengan dosis 250 mg
tiap kapsul, dan dry sirup dengan dosis 125 mg/ 5 ml. Pengawasan terhadap
konsumen. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir
“Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Tablet Secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)”.
Analisis penetapan kadar amoksisilin dalam sediaan tablet dilakukan
dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena analisis
dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel mudah, dan dapat
dihubungkan dengan detektor yang sesuai.
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Untuk mengetahui apakah kadar amoxicillin yang terkandung didalam
tablet memenuhi syarat seperti yang tertera pada United States Pharmacopoeia
32.
1.2.1. Manfaat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang
penetapan kadar amoksisilin dalam sediaan tablet menggunakan metode
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obat
Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun
sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif
(profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada
manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan
begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dlam bentuk sediaan seperti
pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain-lain (Jas, 2007).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga
orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat
itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan
dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan
keracunan. Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh
penyembuhan (Anief, 1991).
2.2 Pengertian Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan
kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk
dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung
didalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan
tablet yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi
rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).
2.3 Syarat – Syarat Tablet
Syarat – syarat tablet menurut Syamsuni (2007) adalah sebagai berikut:
1. Keseragaman ukuran
2. Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu
sepertiga kali tebal tablet.
3. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari
keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari
tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope
mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau
kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus
memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya
4. Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing –
masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan
atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal
dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut.
5. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
kedalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam
tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang
dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat.
6. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat
aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera
pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing –
tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk
dikonsumsi.
2.4 Antibiotik
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat mnghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik saat ini dibuat secara semisintetik penuh. Namun dalam praktek sehari –
hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba
( misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Sedangkan Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia (Setiabudy, 2007).
2.5 Amoksisilin
Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia amoksisilin adalah
sebagai berikut :
HO C H NH2 CONH N O H H S H COOH CH2 CH2
.3 H2O
Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O
Berat molekul : 419, 45
365, 9 dalam bentuk anhidrat
Kelarutan : sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam
benzena, dalam karbon tertraklorida dan dalam kloroform.
2.5.1 Indikasi
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae,
enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun
demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk
pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal.
Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran
kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi
rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000).
2.5.2 Farmakologi
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk
pengobatan seperti yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas,
saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi
karena Salmonella sp., seperti demam tipoid. Amoxicillin adalah turunan penisilin
yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase (Siswandono, 2000).
Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan
β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat
amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada
ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Neal, 2007).
Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil
dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada
saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama
diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin
dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang
efek terapi (Siswandono, 2000).
Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin.
Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam
saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran
seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah
dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna
(Siswandono, 2000).
Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu
masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase.
Pembentukan dengan penghambat β–laktamase seperti asam klavunat atau
sulbaktam melindungi amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan
meningkatkan spektrum antimikrobanya (Mycek, 2001).
2.5.3 Interaksi Obat
Menurut Widodo (1993), amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan
senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut
1. Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika
(misal Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam
Acetylsalicylat dan Phenilbutazon).
2. Pemberian bersamaan Antasida–Alumunium tidak menurunkan
ketersediaan biologik dari Amoksisilin.
3. Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi–
reaksi kulit alergik.
4. Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.
5. Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin.
6. Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin.
7. Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.
2.6 Metode Penetapan Kadar Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan
untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah
bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri–
industri makanan.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian
(impurities); analisis senyawa–senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);
penentuan molekul–molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan
pemurnian senyawa; pemisahan senyawa–senyawa yang strukturnya hampir sama;
jumlah banyak dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang
tidak dekstruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif.
KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa–
senyawa tertentu seperti asam–asam amino, asam–asam nukleat, dan protein–
protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa–senyawa aktif obat,
produk hasil samping proses sintesis, atau produk–produk degradasi dalam
sediaan farmasi; memonitor sampel–sampel yang berasal dari lingkungan;
memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan
menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas;
dan mengikuti jalannya reaksi sintetis.
Instrumen KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok
yaitu:
1. Wadah fase gerak
2. Sistem penghantaran fase gerak
3. Alat untuk memasukkan sampel
4. Kolom
5. Detektor
Menurut Munson (1991), Pemilihan detektor untuk KCKT tergantung
pada sifat analit, matriks, fase gerak dan kepekaan yang ingin dicapai.
6. Wadah penampung buangan fase gerak
7. Tabung penghubung
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen–komponen sampel. Elusi dapat dilakukan dengan cara
isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien
(komposisi fase gerak berubah–ubah selama elusi) (Rohman, 2007).
Menurut Ditjen POM (1997), larutan uji dimasukkan kedalam pintu injeksi
dalam salah satu dari tiga jalan, yaitu:
1. Injeksi katup dimana volume tertentu dimasukkan menggunakan lubang
injektor.
2. Injeksi katup dimana volume yang bervariasi dimasukkan menggunakan
katup injeksi.
3. Injeksi ”on–column” di mana volume yang bervariasi dimasukkan
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar
Penetapan kadar dilakukan di Laboratorium Obat, Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan Medan.
3.2 Alat-alat
Alat–alat yang digunakan adalah seperangkat alat Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi, beker gelas, buret, erlenmeyer, gelas ukur, magnetic stirrer,
mortir dan stamper, neraca analitik, pipet tetes, pemanas listrik, power sonic aqua
wave.
3.3. Bahan–bahan
Bahan–bahan yang digunakan adalah aquabidest, baku pembanding
amoksisilin BPFI, kertas aluminium foil, kertas perkamen, kertas saring, tablet
amoksisilin.
3.4. Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1. Pengencer
Larutan 13,6 gr Kalium fosfat monobasa P/ 2L atau PH 5,0+ 0,1 dengan
larutan KOH P 45 % v/v.
3.4.2. Fase Gerak
Buat campuran pengencer dan asetonitril (96:4), saring, jika perlu lakukan
kromatografi. Turunkan kadar asetonitril P untuk menaikkan waktu
retensi.
3.4.3. Larutan Uji
Sejumlah 20 tablet timbang seksama dan diserbukkan homogen . Timbang
seksama serbuk setara lebih kurang 50 mg, masukkan kedalam labu
tentukur 50 ml, larutkan dengan cara sonikasi selama 5 menit dan
sentrifuge selama 30 menit. Tambahkan dengan pengencer sampai tanda.
Gunakan dalam waktu 6 jam (A).
3.4.4. Larutan Baku
Timbang seksama sejumlah amoxicilin BPFI, larutkan dalam pengencer
hingga kadar kurang lebih 1,0 mg/ ml. Gunakan larutan dalam waktu 6
jam (B).
3.5. Cara Penetapan Kadar
Larutan A dan larutan B masing–masing disuntikkan secara terpisah dan
dilakukan KCKT dengan kondisi sebagai berikut:
Kolom : 3,9 mm x 30 cm (L 1)
Detector : 230 nm
Laju alir : 0,7 ml / menit
Volume penyuntikan : masing–masing 20 μl
Fase gerak : campuran pengencer dan acetonitril P (96:4), saring, jika
perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem
seperti yang tertera pada kromatografi. Turunkan kadar
Perhitungan penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
Au x Bb x Br x Fu x % Kb
Ab Bu Ke Fb
Dimana :
Au : Area uji
Ab : Area baku
Bb : Berat baku (g)
Bu : Berat uji (g)
Br : Berat rata–rata (g)
Ke : Kadar etiket
Fu : Pengenceran uji (ml)
Fb : Pengenceran baku (ml)
% Kb : Kadar baku (%)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Pada percobaan penetapan kadar amoksisilin dalam sediaan tablet
amoksisilin dengan kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa sediaan
tablet amoksisilin mengandung amoksisilin dengan kadar 95, 91 %.
4.2. Pembahasan
Dari hasil percobaan penetapan kadar amoksisilin dalam sediaan tablet
amoksisilin dengan kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa sediaan
tablet tersebut mengandung amoksisilin dengan kadar 95, 91 %, sediaan tablet
tersebut memenuhi persyaratan, karena menurut United States Pharmacopoea 32
rentang kadar yang diperbolehkan untuk sediaan tablet amoksisilin adalah tidak
kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 120 %.
Amoksisilin dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya dengan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT cepat,
daya pisah baik, peka, penyiapan sampel yang mudah, dan dapat dihubungkan
dengan detektor yang sesuai.
Pada penetapan kadar, digunakan fase gerak isokratik, yaitu fase gerak
yang dicampur menjadi satu wadah sehingga fase gerak mengalir bersamaan. Laju
alirnya adalah 1, 0 ml / menit. Semakin tinggi laju alir, maka waktu retensi akan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penetapan kadar amoksisilin pada tablet amoksisilin memenuhi
persyaratan seperti yang tertera pada United States Pharmacopoea 32.
5.2. Saran
Pada penetapan kadar amoksisilin saat ini, hanya disampling dari satu
pabrik industri obat, diharapkan kepada penulis selanjutnya mengembangkan
tulisan ini dengan mengambil sampel di berbagai tempat, sehingga penetapan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 3.
Ansel, C. Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 244.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4, 43.
Ditjen POM. (1997). Kodeks Kosmetika Indonesia. Edisi II, VII. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 461 – 462.
Jas, A. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Halaman 2 - 3.
Munson, J.W. (1991). Analis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 43.
Mycek, M.J. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 304.
Neal, M.J. (2007). At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 83.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Halaman 378 – 380.
Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit FK UI. Halaman 585.
Siswandono. (2000). Kimia Medicinal. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 124.
Siswandono, Bambang, S. (1998). Prinsip–Prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 161.
Syamsuni, A.H. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 61.
The United States Pharmacopial Convention. (2009). The United States
Widodo, dan Widharto. (1993). Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 40.
Lampiran
Perhitungan Penetapan Kadar Amoksisilin dalam tablet
Kadar Amoksisilin dihitung dengan rumus:
Au x Bb x Br x Fu
Ab Bu Ke Fb
x % Kb
Keterangan:
Au : Area uji
Ab : Area baku
Bb : Berat baku
Bu : Berat uji
Br : Berat rata-rata
Ke : Kadar etiket
Fu : Pengenceran uji
Fb : Pengenceran baku
%Kb : Kadar baku
Diketahui : Au 1 = 31685164
Au 2 = 32443339
Ab = 29487007
Bb = 22,301 – 12, 050 = 10, 251 mg
Bu 1 = 0,0705
Bu 2 = 0,0698
Fu = 50 x
Fb = 10 x ( 10 mg labu 10 ml )
Ke = 500 mg
% Kb = ( 100 – SP ) x Kadar baku
100
= ( 100 – 32 ) x 98, 735
100
= 85, 65 %
Kadar Amoksisilin 1 :
31685164 x 10,251 x 0,7044 x 50
x 85,65 % = 94,29 % 29487007 x 0,0705 x 500 x 10
Kadar Amoksisilin II :
32443339 x 10,251 x 0,7044 x 50
x 85,65 % = 97,25 % 29487007 x 0,0698 x 500 x 10
Rata- rata Kadar Amoksisilin :
94, 29 + 97, 25