• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Higienitas Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perilaku Higienitas Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU HIGIENITAS TERHADAP KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR

NEGERI DI KECAMATAN MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

OLEH

BAHARUDDIN 087033010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PERILAKU HIGIENITAS TERHADAP KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR

NEGERI DI KECAMATAN MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAHARUDDIN 087033010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU HIGIENITAS TERHADAP KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID

SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN

MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : Baharuddin

Nomor Induk Mahasiswa : 087033010

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) Ketua

(dr. Taufik Ashar, M.K.M) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji :

Pada Tanggal : 28 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU HIGIENITAS TERHADAP KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR

NEGERI DI KECAMATAN MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Infeksi kecacingan merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai pada anak usiar Sekolah Dasar yang berdampak terhadap proses pertumbuhan, perkembangan dan gizi anak. Prevalensi infeksi kecacingan cenderung bervariasi setiap daerah di Indonesia dan cenderung iebih banyak dijumpai pada anak usia sekolah termasuk di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Kabupaten Aceh Barat khususnya di Kecamatan Meureubo

Penelitian ini merupakan penelitian survai eksplanatori bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku hygienitas terhadap kejadian kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SD Kelas V dan Kelas VI pada tiga SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat yaitu sebanyak 208 Murid, dan terpilih sebagai sampel sebanyak 134 murid SD yang diambil secara proporsional sampling to size. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan feses serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Mereubo Kabupaten Aceh Barat adalah, sikap (p=0,020) dan tindakan (p=0,008). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian kecacingan adalah tindakan dalam mencegah infeksi kecacingan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat diharapkan dapat meningkatkan upaya promosi kesehatan melalui Usaha Kesehatan Sekolah dan kepada puskesmas di Kecamatan Mereubo, agar meningkatkan intensitas penyuluhan dan kunjungan rumah. Sekolah SD di Kecamatan Meureubo diharapkan memfungsikan dan memberdayakan UKS secara optimal serta meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan puskesmas dan dinas kesehatan, serta kepada ibu-ibu PKK agar ikut serta dalam kegiatan posyandu dan UKS.

(7)

ABSTRACT

The infected Helminthes is one of the diseases that majority found on many kids in Primary School aged which bring impact to their growth and development, and even their nutrition. Prevalence of infected Helminthes is tending to vary from one area to others in Indonesia, mostly noted on school aged, and it is especial found on sub-district Meureubo, Aceh Barat District, Nanggroe Aceh Darussalam Province.

The objective of this study was to analyze the influence of hygiene behavior on infected helminthes incident on the kids of Primary School students on Meureubo sub-district, Aceh Barat District. This study adopted explanatory survey. The population of this study were all kids of Grade V and Grade VI Students of three Schools on Meurebo Sub-district Aceh Barat District totally 208 students and included them 134 students as sample that was taken with proportional sampling to size. Collecting data was taken through interview and also examining feces as well as with documentation. The data analyzed was done in logistic regression test with confidence rate 95%.

The result of study showed that variable which had influence on the helminthes incident at kids of Primary School were attitude (p = 0.020) and action (p=0.008). The dominant variable influenced on the infected helminthes was action.

It is expected to the District Health Office of Aceh Barat to improve promotion to those kids through a School Health Unit and encourage public health centers to improve extension and home visiting to the community. It is expected to Primary School in Meureubo Sub-district to empower and intensify the local school Health Activities units to bind and keep coordination optimally with School optimally health Units, and to those house-mothers to take part actively through local programs and also with public health service's activities and UKS schools.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Perilaku Higienitas terhadap Kejadian Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A (K).

Selanjutnya terima kasih kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih tak terhingga kepada isteri tercinta dan anak tercinta yang telah mengizinkan dan memberi motivasi serta dukungan do’a kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Baharuddin yang dilahirkan pada tangga dua belas Januari tahun Seribu Sembilan Ratus Enam Puluh Empat di Kabupaten Aceh Barat, dan penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Ibrahim Umar dan Ibunda Manih dan sudah menikah.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) Kualabhee kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat Tahun 1979, Tahun 1981 menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri Woyla Kabupaten Aceh Barat, kemudian Tahun 1985 penulis menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Sekolah Keperawatan Depkes RI Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, dan tahun 1990 menamatkan D-3 Keperawatan di Akademi Keperawatan Depkes RI Banda Aceh, kemudian tahun 1999 penulis menamatkan S-1 Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(11)

DAFTAR ISI

2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan... 18

(12)

BAB 5 PEMBAHASAN... 50

5.1 Kejadian Kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Meurubo Kabupaten Aceh Barat ... 50

5.2 Pengaruh Pengetahuan Murid SD terhadap Kejadian Kecacingan... 53

5.3 Pengaruh Sikap Murid SD terhadap Kejadian Kecacingan ... 55

5.4 Pengaruh Tindakan Murid SD terhadap Kejadian Kecacingan ... 58

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA.. ... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas . ... 29 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Murid SD Di Kecamatan Meurebo

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010... 37 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2010 ... 38 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2010 ... 39 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Sikap pada

Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

... 40 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Sikap pada

Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

... 41 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Tindakan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2010 ... 42 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Tindakan pada

Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 43 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Kecacingan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2010 ... 43 4.9. Distribusi Prevalensi Rate Infeksi Cacing pada Murid SD Di

Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 44 4.10. Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Kejadian Kecacingan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2010 ... 45 4.11. Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Kejadian Kecacingan pada

Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

(14)

4.12. Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Kejadian Kecacingan pada

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides ... 9

2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura ... 10

2.3. Siklus hidup Hookworm A. duodenale dan N. americanus... 11

2.4. Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi

Cacing dan Dampak yang Ditimbulkan... 24

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1 Kuesioner Penelitian... 76

(17)

ABSTRAK

Infeksi kecacingan merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai pada anak usiar Sekolah Dasar yang berdampak terhadap proses pertumbuhan, perkembangan dan gizi anak. Prevalensi infeksi kecacingan cenderung bervariasi setiap daerah di Indonesia dan cenderung iebih banyak dijumpai pada anak usia sekolah termasuk di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Kabupaten Aceh Barat khususnya di Kecamatan Meureubo

Penelitian ini merupakan penelitian survai eksplanatori bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku hygienitas terhadap kejadian kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SD Kelas V dan Kelas VI pada tiga SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat yaitu sebanyak 208 Murid, dan terpilih sebagai sampel sebanyak 134 murid SD yang diambil secara proporsional sampling to size. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan feses serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Mereubo Kabupaten Aceh Barat adalah, sikap (p=0,020) dan tindakan (p=0,008). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian kecacingan adalah tindakan dalam mencegah infeksi kecacingan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat diharapkan dapat meningkatkan upaya promosi kesehatan melalui Usaha Kesehatan Sekolah dan kepada puskesmas di Kecamatan Mereubo, agar meningkatkan intensitas penyuluhan dan kunjungan rumah. Sekolah SD di Kecamatan Meureubo diharapkan memfungsikan dan memberdayakan UKS secara optimal serta meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan puskesmas dan dinas kesehatan, serta kepada ibu-ibu PKK agar ikut serta dalam kegiatan posyandu dan UKS.

(18)

ABSTRACT

The infected Helminthes is one of the diseases that majority found on many kids in Primary School aged which bring impact to their growth and development, and even their nutrition. Prevalence of infected Helminthes is tending to vary from one area to others in Indonesia, mostly noted on school aged, and it is especial found on sub-district Meureubo, Aceh Barat District, Nanggroe Aceh Darussalam Province.

The objective of this study was to analyze the influence of hygiene behavior on infected helminthes incident on the kids of Primary School students on Meureubo sub-district, Aceh Barat District. This study adopted explanatory survey. The population of this study were all kids of Grade V and Grade VI Students of three Schools on Meurebo Sub-district Aceh Barat District totally 208 students and included them 134 students as sample that was taken with proportional sampling to size. Collecting data was taken through interview and also examining feces as well as with documentation. The data analyzed was done in logistic regression test with confidence rate 95%.

The result of study showed that variable which had influence on the helminthes incident at kids of Primary School were attitude (p = 0.020) and action (p=0.008). The dominant variable influenced on the infected helminthes was action.

It is expected to the District Health Office of Aceh Barat to improve promotion to those kids through a School Health Unit and encourage public health centers to improve extension and home visiting to the community. It is expected to Primary School in Meureubo Sub-district to empower and intensify the local school Health Activities units to bind and keep coordination optimally with School optimally health Units, and to those house-mothers to take part actively through local programs and also with public health service's activities and UKS schools.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional.untuk mencapai hal tersebut diselenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat. Salah satu upaya tersebut adalah program pemberantasan penyakit menular yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan dn mencegah penyebaran penyakitnya (Depkes RI, 1999).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menghadapi berbagai masalah kesehatan termasuk masih tingginya prevalensi penyakit infeksi terutama yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku higienitas yang belum baik. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi cacingan yang merupakan salah satu penyakit yang berbasis sanitasi dan higienitas yang buruk (Depkes RI, 1999).

(20)

tanah. Ada 3 jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

dan cacing cambuk (Trichuris trichiura), (Depkes RI, 2004)

Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta- 1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang (Depkes RI, 1999). Diperkirakan 1,47 milyar penduduk dunia menderita ascariasis, dengan morbidity rate 23,7% dan mortality rate 0,02%. Penderita

trichuriasis diperkirakan 1,3 milyar penduduk dunia, dengan morbidity rate 20,9% dan mortality rate 0,005%, sementara 1,3 milyar penduduk dunia menderita infeksi hookworms dengan morbidity rate 12,3% dan mortality rate 0,04% (Sur, 2003, dan Mascie, 2006).

Prevalensi infeksi cacing STHs mencapai 50-75% di banyak negara di Asia (Sur,2003). Prevalensi infeksi di Indonesia, menurut beberapa penelitian menunjukkan prevalensi yang relatif tinggi, lebih dari 60-70%, dan prevalensi terbesar ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah dasar (Judarwanto, 2005).

(21)

Menurut Bethony et.al., 2006 infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang utama di negara miskin atau negara berkembang, dan menempati urutan tertinggi pada angka kesakitan yang ditimbulkan pada anak usia sekolah. Terjadinya infeksi tidak hanya bergantung pada kondisi lingkungan ekologi suatu wilayah saja, tetapi juga bergantung pada standar sosioekonomi masyarakat setempat.

Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya, dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa peneliti ternyata menunjukkan bahwa usia sekolah merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah (Depkes RI,2004),

Perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat merupakan salah satu penyebab terjadinya kecacingan pada anak. Penyakit kecacingan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip. Penyebaran penyakit cacing salah satu penyebabnya adalah kebersihan pribadi (personal hygien) yang masih buruk. Penyakit cacing dapat menular di antara murid sekolah yang sering berpegang tangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya tercemar telur cacing (Hendrawan, 1997).

(22)

mempengaruhi diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah dan perilaku hidup sehat yang belum memadai (Rampengan, 1997).

Upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi kecacingan dapat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga tentang hygiene perorangan serta sanitasi lingkungan dan makanan meliputi mandi pakai sabun 2 kali sehari, Memotong dan membersihkan kuku, Cuci tangan sebelum makan dan sehabis buang air besar, Memasak makanan dan minuman, Buang air besar di jamban yang memenuhi syarat, Menjaga kebersihan lingkungan rumah, menggunakan air bersih.

Menurut Hasyimi, dkk,( 2001), kegiatan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan dapat berlangsung secara berkesinambungan apabila masyarakat turut berperan aktif dalam program, termasuk orang tua murid harus diyakinkan pentingnya program tersebut. Infeksi ini lebih banyak ditentukan oleh perilaku, lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan.

Pencegahan infeksi berulang sangat penting dengan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti menghindari kontak dengan tanah yang kemungkinan terkontaminasi feses manusia, cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memegang makanan, lindungi makanan dari tanah dan cuci atau panaskan makanan yang jatuh ke lantai (Lilisari, 2007)

(23)

menemukan bahwa perbedaan kejadian infeksi cacing usus pada anak sekolah dasar di Desa Tertinggal dan non Tertinggal Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara mencuci tangan sebelum makan, kebiasan memakai sandal, keadaan kuku dan frekuensi potong kuku terhadap kejadian infeksi cacing. Sejalan dengan Sutanto (1992), di SD jarakan dan SD Ngoto Kecamatan sewon Bantul Yogyakarta tentang infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah menunjukan bahwa intensitas infeksi Ascaris dan trichuris berpengaruh status gizi anak.

Salah satu gejala yang sering ditimbulkan oleh adanya infeksi cacingan adalah muntah dan mencret (diare). Selain itu, Ascaris lumbricoides yang merupakan salah satu jenis cacing perut yang umum dijumpai pada anak-anak dapat menyebabkan kematian karena penyumbatan pada usus halus dan saluran empedu (Siregar, 1996).

Berdasarkan hasil survey tahun 2002 di 10 Provinsi di Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar, Prevalensi kecacingan di Indonesia antara 4,8 % sampai dengan 83,0 %. Infeksi cacing menyebabkan kehilangan darah murid sekolah dasar di Indonesia sebanyak 16.863.000 liter darah per tahun (Dirjen P2M & PL, 2004). Menurut Kepmenkes RI No. 4246 Tahun 2006 tentang pengendalian kecacingan, bahwa prevalensi kecacingan diharapkan di bawah angka 10%.

(24)

Dari sekitar 23 SD di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, SD Gunong Kleng, SD Meureubo dn SD Pasie Pinang yang merupakan SD dengan persentase kecacingan paling tinggi, Dari 208 murid SD yang diperiksa terdapat 60 murid yang terinfeksi cacing (Laporan P2M Puskesmas Meurebo, 2008).

Berdasarkan hasil survey pendahuluan pada 3 SD diketahui bahwa banyak anak-anak SD yang bermain tanpa memakai sandal/sepatu, memakan makanan tanpa terlebih dahulu mencuci tangan, memiliki kuku yang kotor, serta memakan jajanan yang kurang terjaga kebersihannya.

Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui ”Pengaruh perilaku higienitas (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap kejadian kecacingan pada murid SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pngaruh perilaku higienitas (pengetahuanm sikap dan tindakan) terhadap kejadian kecacingan pada murid SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010”.

1.3. Tujuan Penelitian.

(25)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh perilaku higienitas (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap kejadian kecacingan pada murid SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian. a. Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam perencanaan upaya konkrit dalam mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan penyakit kecacingan.

b. Puskesmas

Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan dalam usaha pencegahan dan cara pengobatan yang berhubungan dengan penyakit kecacingan

c. Masyarakat

Sebagai tambahan informasi dalam usaha peningkatan kualitas kesehatan melalui penambahan wacana personal hygiene dalam pencegahan infeksi kecacingan.

d. Peneliti

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Kecacingan

Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Jawetz et al, 1996). Infeksi cacingan banyak terdapat pada ank usia sekolah dasar, yang didalam usus anak terdapat satu atau beberapa jenis cacing yang merugikan pertumbuhan dan kecerdasan anak.

2.1.1. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmited Helminths) a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

(27)

Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides Keterangan :

1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai 240.000 perhari yang akan keluar bersama feses. 2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah

18 hari sampai beberpa minggu di tanah.

3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat, tempat teduh)

4. Telur infective tertelan

(28)

6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10 –14), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh (Bruckner , 2006)

b. Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )

Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. Telur yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usuu halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru (Onggowaluyo, 2002). Siklus hidup cacing Trichuris trichiura, yaitu:

(29)

Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun (Onggowaluyo, 2002).

Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30% - 90 %. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo, 2002).

c. Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang)

(30)

waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Gandahusada dkk,

2004). Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.3. Siklus hidup Hookworm A.duodenale dan N.americanus Keterangan :

(31)

akan terbawa ke paru-paru. Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan menyebar kemana-mana (Albert, 2006).

Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa terakhir ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses penderita. Secara praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva (Onggowaluyo, 2002).

2.1.2. Dampak Infeksi Kecacingan pada Anak

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura

menimbulkan morbiditas yang tinggi (Soedarto, 1999).

(32)

yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).

Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada dkk, 2004).

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat (Gandahusada dkk, 2004).

2.1.3. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia

Pencemaran tanah dengan tinja manusia merupakan penyebab transmisi telur A.lumbricoides dan T.trichiura dari tanah kepada manusia melalui tangan dan kuku

(33)

Transmisi telur cacing, selain melalui tangan, ini dapat juga melalui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut, jika diterbangkan oleh angin, atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan/air limbah sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut (Helmy, 2000).

Transmisi melalui sayuran yang dimakan mentah (tidak dimasak) dan proses membersihkannya tidak sempurna juga dapat terjadi, terlebih jika sayuran tersebut diberi pupuk dengan tinja segar. Di beberapa negara penggunaan tinja sebagai pupuk harus diolah dahulu dengan bahan kimia tertentu berupa desinfestasi (Brown, 1979). 2.1.4. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

Secara Nasional di Indonesia upaya pencegahan dan pemberantasan Infeksi Kecacingan sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan kebijakan pemberantasan terbatas pada daerah tertentu karena biaya yang tersedia terbatas. Pada Pelita V dan VI Program pemberantasan penyakit kecacingan meningkat kembali karena pada periode ini lebih memperhatikan pada peningkatan perkembangan dan kualitas hidup anak (Dirjen P2M & PL, 1998). Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan massal, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta pendidikan kesehatan (Soedarto, 1991).

(34)

a. Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, gunakan sabun dan bersihkan bagian kuku yang kotor.

b. Biasakan menggunting kuku secara teratur seminggu sekali.

c. Tidak membiasakan diri menggigit kuku jemari tangan atau menghisap jempol.

d. Tidak membiasakan bayi dan anak-anak bermain-main di tanah.

e. Tidak membuang kotoran di kebun, parit, sungai atau danau dan biasakan buang kotoran di jamban.

f. Biasakan membasuh tangan dengan sabun sehabis dari jamban

g. Biasakan tidak jajan penganan yang tidak tertutup atau terpegang-pegang tangan.

h. Di wilayah yang banyak terjangkit penyakit kecacingan, periksakan diri ke puskesmas terlebih ada tanda gejala kecacingan.

i. Segera mengobati penyakit cacing sampai tuntas

j. Penyakit cacing berasal dari telur cacing yang tertelan dan kurangnya kebersihan diri dan lingkungan yang tidak baik.

k. Biasakan makan daging yang sudah benar-benar matang dan bukan yang mentah atau setengah matang.

l. Biasakan berjalan kaki kemana-mana dengan memakai alas kaki.

(35)

n. Biasakan makan lalap mentah yang sudah dicuci dengan air bersih yang mengalir.

Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan dengan masalah lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan terpadu yang mencakup pengobatan massal, penyuluhan kesehatan, peningkatan status gizi, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi masyarakat (Hadidjaja, 1994).

(36)

2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan.

Secara epidemiologi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan, salah satunya adalah faktor manusia (Soedarto, 1991) dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Faktor Manusia 2.1.1. Hygiene Perorangan

Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (Hygiene perorangan) adalah upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya meliputi:

a. Memelihara kebersihan b. Makanan yang sehat c. Cara hidup yang teratur

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani e. Menghindari terjadinya penyakit

f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

g. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat h. Pemeriksaan kesehatan

(37)

tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan.

Hygiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan hygiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat misalnya pada saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat kesehatan.

2.3. Konsep Perilaku.

Notoadmodjo (2005) mendefinisikan perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir, bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subjek tersebut. Respons ini dapat bersifat aktif (tindakan) dan dapat juga bersifat pasif (tanpa tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi dan rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggap bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek atau lingkungan. Dengan demikian, berarti lingkungan akan berperan membentuk perilaku manusia yang hidup didalamnya. Lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik yang akan mencetak perilaku manusia dengan sifat dan keadaan alam tersebut. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yakni berupa

(38)

Pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa bentuk dari perilaku itu hanya dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku dapat juga bersifat konvensional, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi dan motivasi.

Bloom (1956), membedakan bentuk perilaku menjadi 3 macam yakni” cognitive, effective dan psikomotor. Para ahli lain menyebutnya dengan pengetahuan

(knowledge), sikap (Attitude), dan tindakan (practice). Kihajar dewantoro

menyebutkan dengan cipta, rasa dan karsa atau perirasa dan peritindakan. 2.3.1. Pengetahuan

Menurut notoadmodjo (2003), Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Salah satu factor yang menyebabkan terjadinya penularan infeksi cacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang infeksi cacingan. Penelitian Wachidanijah (2002), menunjukkan bahwa terdpat kecenderungan makin tinggi pengetahuan semakin baik perilaku dalam hubungannya dengan penyakit kecacingan.

2.3.2. Sikap

(39)

sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat dilihat langsung secara nyata tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup. Menurut Allport (1954), seperti yang dikutip dari Notoadmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek) 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emocional terhadap statu objek 3. kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Total Attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini kemampuan berfikir, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting. Decicion Theory (Janis, 1985, dikutip dari Bart, 1994), menganggap bahwa pasien sebgai seorang pengambil keputusan. Hal ini juga tercermin dalam Conflict Theory dari Janin dan Mann (1997) yang dikutip dari Bart (1994), bahwa pasienlah yang harus memutuskan apakah mereka akan melakukan suatu tindakan medis.

2.3.3. Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi satu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain oleh karena itu disebut juga Over behaviour.

(40)

mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatbya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan sangat luas antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati olah pihak luar.(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Sebagai contoh perilaku yang berkaitan dengan lingkungan misalnya perilaku seseorang berhubugan dengan pembuangan air kotor yang menyangkut segi-segi hygiene, pemeliharaan teknik dan penggunaannya. Wachidanijah (2002) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan seseorang semakin baik perilaku dalam hubungan dengan penyakit kecacingan. Perilaku masyarakat untuk buang air besar di sembarang tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas infeksi cacing tambang pada penduduk di Desa Jagapati Bali, dengan pola transmisi infeksi cacing tersebut pada umumnya terjadi disekitar rumah (Bakta, 1995).

(41)

2.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan, atau reaksi manusia baik bersifat pasif maupun bersifat aktif. Dengan demikian perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance) ini terdiri dari 3 aspek a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion

Behavior)

b. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit (Health prevention behavior)

c. Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman (Health nutrion behavior) 2. Perilaku pencarian pengobatan ( Health seeking behavior)

3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (Enviromental health behavior).

2.5. Landasan Teori

(42)

menelan telur melalui makanan/minuman/tangan, atau masuk melalui kulit. Intensitas infeksi dapat bersifat ringan, sedang, maupun berat.

FAKTOR GEOGRAFI

ƒ KOTA/DESA

FAKTOR DEMOGRAFI FAKTOR GENETIK

ƒ KEPADATAN PENDUDUK ƒ SOSIOEKONOMI

Gambar 2.4. Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi

Cacing dan Dampak yang Ditimbulkan.

Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya infeksi dan intensitas infeksi, antara lain faktor geografis suatu wilayah, faktor genetik, dan faktor demografi. Faktor pengetahuan yang tercermin melalui perilaku, dan faktor ada tidaknya interfensi yang telah dilakukan dalam bentuk pendidikan kesehatan,

(43)

khususnya berkaitan dengan mekanisme penularan dan penyebaran infeksi cacing, maupun interfensi dalam bentuk pengobatan turut berperan terhadap prevalensi dan intensitas infeksi. Kurangnya perhatian terhadap infeksi cacing, karena sangat jarang menimbulkan kematian juga menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan meningkatnya prevalensi infeksi.

Anak usia sekolah dasar memiliki risiko terbesar untuk terinfeksi. Infeksi cacing memiliki dampak yang cukup signifikan di dalam mengganggu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Seorang anak dapat kehilangan kesempatan untuk menjadi sehat dan bebas dari penyakit. Seorang anak yang merupakan aset masa depan suatu bangsa akan mengalami pertumbuhan yang terputus akibat mekanisme gangguan yang ditimbulkan oleh cacing yang tersembunyi di dalam tubuhnya.

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Kejadian Kecacingan pada murid SD Perilaku Higienitas Murid SD :

1) Pengetahuan 2) Sikap 3) Tindakan

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional untuk menganalisis pengaruh perilaku hieginetas (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap kejadian kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di 3 (tiga) Sekolah Dasar (SD) Negeri yang terdapat di Kecamatan Meureubo yaitu yaitu SD Negeri Gunong Kleng, SD Negeri Meureubo dan SD Negeri Pasie Pinang. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi SD ini karena ketiga SD tersebut mempunyai angka kecacingan tertinggi sesuai dengan hasil pemeriksaan feses Murid SD tahun 2009 masing-masing yaitu SD N Gunong Kleng sebesar 12,8%, SD N Meurebo sebesar 10,5% dan SD N Pasie Pinang sebesar 9,6% (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2009).

(45)

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SD Kelas V dan Kelas VI pada tiga SD di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat yaitu sebanyak 208 Murid.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi murid di 3 SD yang berada di Kecamatan Meureubo yang diambil dengan menggunakan rumus (Lemeshow,1990):

(46)

perbandingan jumlah sampel terpilih dengan populasi, sehingga diketahui sample fraction dalam penelitian ini adalah : 134/208 x 100= 0,64%, maka jumlah sampel terpilih dalam penelitian ini seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penentuan Sampel Penelitian

No Nama SD Populasi Perhitungan

Sampel Terpilih 1 SD N Gunong Kleng 82 0,64 % x 82 53

2 SD N Meureubo 65 0,64 % x 65 42

3 SD N Pasie Pinang 61 0,64 % x 61 39

Total 208 134

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

1. Data primer yaitu data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan dengan responden serta hasil pemeriksaaan telur cacing dari feses murid SD.

2. Data sekunder adalah data yang diambil berdasarkan catatan atau dokumen dari Dinas Kesehatan Kabupten Aceh Barat dan Puskesmas Meurebo yang berhubungan dengan penelitian.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

(47)

termasuk lagi menjadi sampel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk pertanyaan pengetahuan, sikap dan tindakan.

1. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya (Sugiyono, 2005)..

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercayauntuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan relialibel

(48)

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

No Variabel Nilai t-Hitung Keputusan

Pengetahuan

Nilai Alpha Crobach's r- Hitung = 0,957 Relialibel

Sikap

Nilai Alpha Crobach's r- Hitung = 0,944 Relialibel

Tindakan

(49)

Berdasarkan Tabel 3.1. di atas, dapat diketahui bahwa :

1. Variabel Pengetahuan mempunyai nilai t-Hitung antara 0,683 – 0,900, berarti nilai t-hitung > t-Tabel (0,530), maka dinyatakan valid, demikian juga dengan nilai r-hitung (r-H)>r-Tabel (r-T=0,60) sehingga pertanyaan variabel pengetahuan dinyatakan relialibel.

2. Variabel sikap mempunyai nilai Hitung antara 0,566 – 0,955, berarti nilai t-hitung > t-Tabel (0,530), maka dinyatakan valid, demikian juga dengan nilai r-hitung (r-H=0,957) >r-Tabel (r-T=0,60) sehingga pertanyaan variabel sikap dinyatakan relialibel.

3. Variabel tindakan mempunyai nilai t-Hitung antara 0,582–0,918, berarti nilai t-hitung > t-Tabel (0,530), maka dinyatakan valid, demikian juga dengan nilai r-hitung (r-H=0,951)>r-Tabel (r-T=0,60) sehingga pertanyaan variabel tindakan dinyatakan relialibel.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku hieginetas yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan murid SD, dan variabel dependen adalah kejadian kecacingan berdasarkan hasil pemeriksaan feses murid SD.

3.5.1. Definisi Operasional

(50)

2. Sikap adalah tanggapan atau respon murid SD terhadap infeksi cacingan dan upaya pencegahan infeksi kecacingan

3. Tindakan adalah bentuk nyata yang dilakukan murid SD dalam upaya pencegahan infeksi kecacingan.

4. Kejadian kecacingan adalah adanya infeksi cacing secara kuantitatif berdasarkan pemeriksaan feses sewaktu dengan metode Kato Katz, yang diklasifikasikan berdasarkan intensitas infeksi.

5. Pemeriksaan cacing dengan metode kato katz adalah : A. Bahan – bahan

• Kato – set

(berpola dengan lobang, kasa, bahan nilon atau plastik, spatula plastik)

• Surat kabar atau ubin berlapis

• Slide mikroskopi

• Cellophane sebagai bahan pembungkus, direndam pada larutan

Glycerol-malachite green

• Kotoran baru

• Sarung tangan

B. Metodenya

1. Mempersiapkan lapisan ubin berlapis atau surat kabar

(51)

3. Gunakanlah sarung tangan

4. Tempatkan sedikit saja bahan feses di atas kertas surat kabar atau ubin berlapis

5. Tekan kasa secara merata dari sisi atas hingga ada feses tembus saringan dan gesekan dengan sudip datar melintas permukaan atas untuk mengumpukan feses tersaring

6. Tambahkan feses tersaring pada lubang 7. Format sehingga sepenuhnya terisi

8. Lepaskan format secara perlahan sehingga silinder feses tertinggal di atas slide

9. Telungkupkan microscope slide dan tekan lagi secara merata sampel fases terhadap lapisan berperekat pada permukaan keras yang licin seperti ubin. Dan bahan tersebut akan menyebar secara merata

10. Pindahkan slide secara pelan dan hati – hati lalu geser ke samping untuk menghindari terpisahnya lapisan berperakat tadi. Usahakanlah menggeser slide keatas bahan perekat

(52)

3.6.Metode Pengukuran

1. Pengukuran variabel pengetahuan murid SD didasarkan pada skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawaban benar dan salah dengan ketentuan:

a.Jika responden menjawab benar diberi skor 2 b.jika responden menjawab salah diberi skor 1

Adapun total nilai keseluruhan adalah 10 x 2= 20. Berdasarkan skoring nilai tersebut maka variabel pengetahuan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu (Riduwan, 2008):

1) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥75% dari total skor (skor 17 – 20) 2) Sedang, jika responden memperoleh nilai 40-74% dari total skor (13 – 16) 3) Kurang, jika responden memperoleh nilai <40% dari total skor (10 – 12) 2. Pengukuran variabel sikap murid SD didasarkan pada skala ordinal dari 10

(sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawaban setuju, kurang setuju dan tidak setuju, dengan ketentuan:

a. Jika responden menjawab setuju diberi skor 3 b. Jika responden menjawab kurang setuju diberi skor 2 c. Jika responden menjawab tidak setuju diberi skor 1

Adapun total nilai keseluruhan adalah 10 x 3= 30, sehingga variabel sikap dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu (Riduwan, 2008):

(53)

3) Kurang, jika responden memperoleh nilai <40% dari total skor (10 – 15) 3. Pengukuran variabel tindakan murid SD didasarkan pada skala ordinal dari 10

(sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawaban ya dan tidak, dengan ketentuan a. Jika responden menjawab ya diberi skor 3

b. Jika responden menjawab kadang-kadang diberi skor 2 c. Jika responden menjawab tidak diberi skor 1

Adapun total nilai keseluruhan adalah 10 x 3= 30, sehingga variabel tindakan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu (Riduwan, 2008):

1) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥75% dari total skor (skor 23 – 30) 2) Sedang, jika responden memperoleh nilai 40-74% dari total skor (16 – 22) 3) Kurang, jika responden memperoleh nilai <40% dari total skor (10 – 15) 4. Pengukuran variabel dependen (infeksi cacing) didasarkan pada hasil pemeriksaan

feses dengan metode Kato Katz menurut intensitas infeksi, kemudian di kategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

1) Positif, jika responden positif terinfeksi cacing baik A.lumbricoides, T.trichiura, A.duodenale dan N.americanus

(54)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisa data dalam penelitian ini meliputi:

1. Analisis uniavriat, yaitu analisis data yang ditujukan untuk mengetahui gambaran prevalensi cacing pada anak SD, variabel independen meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan serta variabel dependen yaitu kejadian kecacingan secara tunggal disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

2. Analisis bivariat yaitu analisis yang ditujukan untuk mengetahui hubungan variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan dengan variabel dependen yaitu kejadian kecacingan dengan menggunakan uji chi square jika nilai expected count kurang dari 5 (lima), dan jika nilai expected count lebih dari 5 (lima) digunakan uji Excact Fisher’s test. Analisis bivariat ini dapat dijadikan sebagai uji kandidat atas variabel independen (p≤ 0,25) dapat diikutsertakan dalam uji multivariat.

(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Barat mempunyai luas 2.927,95 km2 yang terletak pada geografis 04°06' - 04°47' Lintang Utara dan 95°52' - 96°30' Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Kabupetan Aceh Jaya dan Kabupaten Pidie • Sebelah Selatah : Semudera Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya • Sebelah Tengah : Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Nagan Raya • Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Berdasarkan data BPS (2009) jumlah penduduk kabupaten Aceh Barat sebanyak 184.147 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 91.333 jiwa dan perempuan 92.814 jiwa yang terbesar di 12 kecamatan.

Sarana kesehatan di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 13 puskesmas, 40 Puskesmas Pembantu dan 23 Polindes. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan Aceh Barat salah satunya adalah pembangunan bidang kesehatan agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat.

(56)

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi asal Sekolah Dasar, Kelas, umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Karakteristik Responden Jumlah

(n) Persentase (%)

(57)

4.3. Analisa Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan responden serta hasil pemeriksaan feses responden. 4.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan responden dalam penelitian ini didasarkan pada skala ordinal dari 10 pertariyaan dengan alternatif jawaban benar dan salah. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Indikator Pengetahuan Benar

n %

Salah n % 1 Infeksi kecacingan dapat terjadi pada orang

dewasa/anak-anak

28 20,9 106 79,1 2 Telur cacing masuk ke tubuh melalui makanan tidak

sehat

28 20,9 106 79,1 3 Buang tinja sembarangan dapat sebarkan telur cacing di

tanah

53 39,6 81 60,4 4 Dalam lingkungan kotor terdapat banyak telur cacing 36 26,9 98 73,1 5 Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh telur

cacing

40 29,9 94 70,1 6 Anak yang cacingan menyebabkan anak malas 45 33,6 89 66,4 7 Tidak pakai alas kaki keluar rumah akan terinfeksi

kecacingan

47 35,1 87 64,9 8 Penyakit kecacingan dapat sebabkan kekurangan gizi 36 26,9 98 73,1 9 Air yang tercemar tinja adalah salah satu penyebab

kecacingan

30 22,4 104 77,6 10 Buang air besar di Jamban yang bersih akan cegah

kecacingan

51 38,1 83 61,9

(58)

infeksi kecacingan masing-masing yaitu sebanyak 106 orang (79,1%). Mayoritas responden juga salah menjawab juga salah menjawab bahwa penyebab infeksi kecacingan adalah telur cacing yaitu sebanyak 94 orang (70,1%), demikian juga

mayoritas responden salah menjawab bahwa air yang tercemar tinja adalah salah satu penyebab kecacingan yaitu sebanyak 104 orang (77,6%).

Berdasarkan nilai dari setiap pembobotan pada indikator pengetahuan, maka variabel pengetahuan dikategorikan menjadi (1) baik jika responden memperoleh skor 17 -20, (2) sedang, jika responden memperoleh skor 13-16, dan (3) kurang, jika responden memperoleh skor 10 - 12. Hasil kategorisasi variabel pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan pada Murid SB Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat

No Pengetahuan Jumlah

(n) Persentase (%)

1 Baik 27 20,1

2 Sedang 12 9,0

3 Kurang 95 70,9

Total 134 100,0

(59)

4.3.2. Sikap

Sikap dalam penelitian ini juga didasarkan pada skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawaban setuju, kurang setuju dan tidak setuju, Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Sikap pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat

No Indikator Sikap Setuju Kurang

Setuju

Tidak Setuju

n % n % n %

1 Anak-anak mudah terkena kecacingan 1 0,7 39 29,1 94 70,1 2 Anak-anak harus mencuci tangan setelah buang

air besar 82 61,2 41 30,6 11 8,2

3 Harus mencuci tangan sebelum makan 22 16,4 34 25,4 78 58,2 4 Buang air besar pada tempatnya mempakan

salah satu upaya pencegahan kecacingan 41 30,6 28 20,9 65 48,5 5 Dampak kecacingan adalah perut buncit,

sering mengantuk, dan malas belajar 27 20,1 38 28,4 69 51,5 6 Kuku yang panjang sebaiknya di potong dan

bersih 68 50,7 52 38,8 14 10,4

7 Memakai sandal ketika sedang main 14 10,4 55 41,0 65 48,5 8 Mernasukkan tangan ke mulut ketika sedang

bermain adalah perilaku yang tidak baik 29 21,6 32 23,9 73 54,5 9 Obat cacing sebaiknya diberikan 6 bulan sekali 14 10,4 32 23,9 88 65,7 10 Air minum sebaiknya dimasak sebelum di

minum 36 26,9 39 29,1 59 44,0

(60)

mernasukkan tangan ke mulut ketika bermain adalah perilaku yang tidak baik yaitu sebanyak 73 orang (54,5%).

Mayoritas responden setuju jika anak-anak harus mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebanyak 82 orang (61,2%), dan setuju jika kuku yang panjang sebaiknya dipotong dan dibersihkan.

Berdasarkan nilai dari setiap pembobotan pada indikator sikap, maka variabel tindakan dikategorikan menjadi (1) baik jika responden memperoleh skor 23 -30, (2) sedang, jika responden memperoleh skor 16-22, dan (3) kurang, jika responden memperoleh skor 10-15.

Hasil kategorisasi variabel sikap dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Sikap pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Sikap Jumlah

(n) Persentase (%)

1 Baik 26 19,4

2 Sedang 41 30,6

3 Kurang 67 50,0

Total 134 100,0

(61)

4.3.3. Tindakan

Tindakan dalam penelitian ini juga didasarkan pada skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawabanya, kadang-kadang dan tidak. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Tindakan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Indikator Tindakan Ya

n % 8 Mernasukkan tangan kedalam mulut ketika

bermain 25 18,7 29 21,6 80 59,7

9 Mandi setelah bermain 42 31,3 38 28,4 54 40,3 10 Selalui minum air yang sudah dimasak 69 51,5 41 30,6 24 17,9

(62)

104 orang (776%), dan masih mernasukkan tangan ke dalam mulut ketika bermain yaitu sebanyak 80 orang (59,7%).

Berdasarkan nilai dari setiap pembobotan pada indikator tindakan, maka variabel tindakan dikategorikan menjadi (1) baik jika responden memperoleh skor 23 -30, (2) sedang, jika responden memperoleh skor 16-22, dan (3) kurang, jika responden memperoleh skor 10-15, seperti pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Tindakan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat

No Tindakan Jumlah

(n) Persentase (%)

1 Baik 22 16,4

2 Sedang 37 27,6

3 Kurang 75 56,0

Total 134 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tindakan yang kurang yaitu sebanyak 75 orang (56,0%), responden dengan tindakan sedang sebanyak 37 orang (27,6%), dan responden dengan tindakan baik sebanyak 22 orang (16,4%).

4.3.4. Variabel Kejadian Kecacingan

(63)

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Kejadian Kecacingan Jumlah

(n)

Persentase (%)

1 Positif 7 4 55,2

2 Negatif 60 44,8

Total 134 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas diketahui, bahwa mayotitas responden positif mengalami kecacingan yaitu sebanyak 74 orang (55,2%), dan 60 orang lainnya (44,8%) dinyatakan tidak mengalami kecacingan.

4.3.5. Prevalensi Rate Infeksi Cacing berdasarkan Jenis Cacing

Prevalensi Rate infeksi cacing berdasarkan jenis cacing yang menginfeksi anak SD yang terjadi terdiri dari tiga jenis cacing yaitu A.lumbricoides, T.trichiura dan N.americanus. Distribusi frekuensi jenis infeksi cacing seperti pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Prevalensi Rate Infeksi Cacing pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

No Jenis Infeksi Cacing Jumlah

(64)

4.4. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan proporsi antara variabel independen dengan dependen dan dianalisis keeratan hubungannya secara statistik dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.8, Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.

4.4.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Tabel 4.10 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Kejadian Kecacingan

pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

0,033* 1,615 Kejadian Kecacingan

Positif Negatif Total No.

*signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat

(65)

4.4.2. Hubungan Sikap dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

0,002* 2,195 Kejadian Kecacingan

Positif Negatif Total

No. Sikap

*signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas diketahui bahwa responden dengan sikap kategori baik terdapat 72,0% tidak mengalami kecacingan, sedangkan responden dengan sikap yang kurang dan sedang 61,5% mengalami kecacingan. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan kejadian kecacingan pada Murid SD dengan nilai /?=0,002 (p<0,05), dan dengan rasio prevalens sebesar 2,195.

4.4.3. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

0,001 2,195 2,711 Kejadian Kecacingan

Positif Negatif Total No. Tindakan

*signifikan pada taraf kepercayaan 95% dan dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat

(66)

dengan tindakan yang kurang dan sedang 61,6% mengalami kecacingan. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tindakan dengan kejadian kecacingan pada Murid SD dengan nilai p=0,001 (p<0,05), dan dengan rasio prevalens sebesar 2,711.

4.5. Analisa Multivariat

Analisis multivariat dalam penelitian ini adalah kelanjutan dari analisis bivariat yang ditujukan untuk mengetahui variabel paling dominan memengaruhi kejadian kecacingan. Syarat variabel yang dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat, dan variabel dependen merupakan dikotomi (kategori). Uji statistik yang digunakan dalam analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan metode forward stepwise.

Berdasarkan hasil analisis bivariat secara keseluruhan perilaku hiegynietas (pengetahuan, sikap dan tindakan) dapat dimasukkan sebagai kandidat untuk analisis uji regresi logistik karena mempunyai nilai p<0,25. Hasil uji regresi logistik ganda dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

No Variabel B B(Exp) P Nilai CI 95%

1 Sikap - 1,177 5,380 0,020 0,114-0,833 2 Tindakan -1,483 7,007 0,008 0,076 - 0,680

Konstanta 3,310

(67)

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas, diketahui variabel tindakan merupakan variabel paling dominan memengaruhi kejadian kecacingan pada murid SD dengan nilai B (exp) sebesar 7,007, /?=0,008 dan nilai over all percentage sebesar 65,70%. Berdasarkan masing-masing nilai B (exp) maka dapat diketahui probabilitas murid SD mengalami kecacingan, adalah sebagai berikut:

(68)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Kecacingan pada Murid SD di Kecamatan Meurebo

Kejadian kecacingan pada Murid SD dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya infeksi cacing secara kuantitatif berdasarkan pemeriksaan feses sewaktu dengan metode Kato Katz, yang diklasifikasikan berdasarkan intensitas infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan 55,2% murid SD di tiga SD Negeri di Kecamatan Meureubo positif mengalami kecacingan yaitu sebanyak 74 orang (55,2%), yang terdiri dari 39,6% menderita infeksi tunggal cacing Ascaris Lumbricoides, 9,0% infeksi Trichuris trichiura, dan 6,7% infeksi campuran.

Hal ini mengindikasikan bahwa angka prevalensi infeksi kecacingan pada pada Murid SD di Kecamatan Meureubo sangai tinggi dibandingkan dengan standar yang diharusnya hanya boleh 2%. Penyebab tingginya angka kecacinganya dapat disebabkan oleh faktor individu murid SD seperti kebersihan diri status gizi anak SD dan fakior orang tua seperti upaya menjaga kesehatan diri anaknya.

(69)

Penelitian Calender (1992), yang dikutip Nurlila (2002) menunjukan bahwa anak-anak dengan sindroma disentri karena trichuiris mempunyai tinggi badan dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah dibanding kelompok kontrol.

Penelitian Ginting (2005) pada anak SD di Kabupaten Langkat tahun 2005 menemukan 77,6% anak SD positif terinfeksi kecacingan. Hasil Survey Dinas Kesehatan Sumatera Utara pada anak SD di Kabupaten/Kota tahun 2005 menunjukkan angka rata-rata infeksi kecacingan 49,2%. Hasil penelitian Pasaribu pada anak SD di Kabupaten Karo tahun 2004 menunjukkan angka 91,3% yang positif infeksi kecacingan.

Infeksi cacing menyebabkan penderitanya kurang nafsu makan, sehingga akan menurunkan masukan gizi, berikutnya dapat mengganggu saluran cerna, gangguan pada absorpsi makanan sehingga zat gizi akan banyak yang hilang. Banyaknya zat gizi yang hilang maka akan mcngakibatkan malnturisi, anemia dan defesiensi gizi. Malnutrisi akan menyebabkan rendahnya cadangan tenaga atau energi dan tingkat kesegaran jasmani sehingga akan menurunkan produktifitas terutama pada orang •dewusa, yang pada akhirnya akan mengurangi pendapatan. Dengan kurangnya pendapatan maka akan mengurangi akses untuk mendapatkan makanan. Oieh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa kejadian infeksi cacing dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan malnutrisi, sedangkan kemiskinanan dan malnutrisi akan menambah beratnya infeksi,

(70)

maupun pedesaan tidak ada hubungan yang konsisten. Namun menurut Brown (1979) dalam Ginting (2005) bahwa kondisi ekonomi yang buruk merupakan faktor yang menguntungkan untuk penyebaran penyakit cacingan. Anak-anak secara sosial ekonomi masih tergantung pada orang tua dan menjadikan mereka sebagai contoh dalam berperilaku, sehingga tingkat pendidikan, pengetahuan dan sosial ekonomi orang tua juga memiliki pengaruh terhadap perilaku anak-anak.

Faktor ekonomi orang tua yang rendah atau kemiskinan akan berdampak terhadap keadaan sanitasi lingkungan perumahan. Kemiskinan didefmisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran lingkungan dan kebudayaan serta kejiwaan. Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit (Wachidanijah, 2004).

Gambar

Gambar 2.1. Siklus hidup  Ascaris  lumbricoides
Gambar 2.2. Siklus hidup  Trichuris trichiura
Gambar  2.3. Siklus hidup Hookworm A.duodenale dan N.americanus
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap orang (terutama pembelajar visual) lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program

Opini publik yang diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan, menurut Hennesy (1970) adalah suatu kompleksitas dari pandangan- pandangan, kelompok, dan individual

KEBIMBANGAN KAUM-KAUM BUKAN CINA Persahabatan erat dengan Negara China boleh menimbulkan ketakutan atau sekurang-kurangnya kebimbangan dari kaum-kaum bukan-China kerana

Gambar 3 menyajikan perubahan garis pantai di pantai bagian barat pesisir Kabupaten Rembang yaitu Kecamatan Kaliori, Kecamatan Rembang dan Kecamatan Lasem,

Peta kendali yang digunakan disini adalah peta kendali atribut p yaitu berdasarkan pada proses pembentukan produk perlengkapan sanitasi tipe CW 660 J selama 27 hari kerja dengan

Pembelajaran holistik integratif merupakan model pembelajaran untuk pendidikan anak usia dni yang berpusat pada anak, dimana dalam proses penerapannya menstimulasi

The spatial model is dense, continuous (mesh triangulated) and texturized,.. and achieves notable correspondence to the actual object in terms of both accuracy of measurement and

Hasil dari analisis data dapat disimpulkan bahwa sari buah jeruk nipis dapat menurunkan kadar kolesterol dan berat badan secara signifikan pada mencit putih jantan, tetapi