• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak Dalam Pemeriksaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak Dalam Pemeriksaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) TENTANG

HUBUNGAN ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PEMERIKSA PAJAK DALAM HAL PEMERIKSAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA BALIGE Diajukan

O L E H

Nama : AUDINA ULI NIM : 062600121 Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada PRODIP III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan PKLM ini disetujui untuk dilaksanakan Oleh:

Nama : Audina Uli Nim : 062600121

Program : D III Administrasi Perpajakan

Judul : Hubungan Antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak Dalam Pemeriksaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige. Ketua Prodip Diploma III

Administrasi Perpajakan Dosen Pembimbing, Supervisor, FISIP USU

Drs.M.H.Thamrin Nst, M.Si Asril Djohan, S.H Reinhard Tampubolon NIP. 131 930 631 NIP. 120 114 675

Diketahui ; Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat dan kasih-Nya yang membimbing Penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya.

Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menamatkan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang diambil dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

Hubungan Antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak Dalam Pemeriksaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari struktur bahasa maupun teknik penyajian, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi banyak bantuan baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran, diantaranya :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nst, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(4)

Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Asril Djohan, SH, selaku Dosen Pembimbing Penulis dalam Penulisan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan dari tingkat persiapan hingga selesainya Tugas Akhir ini.

5. Seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah bekerja keras untuk seluruh mahasiswa yang cukup banyak merepotkan mereka.

6. Kepala Kantor, Kepala Seksi, dan seluruh Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige, yang telah memberikan waktu dan saran, serta pendidikan bagi Penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

7. Buat kedua Orangtua, dan saudara-saudari Penulis, terima kasih atas kasih sayang, dukungan dan doa yang tak pernah henti yang telah kalian berikan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

8. Buat yang tersayang, Andy Simbolon, SH, yang paling banyak bersusah payah, menemani dan membantu penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai. Yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan doa, serta membantu Penulis untuk bangkit saat terjatuh, dan semua yang tidak akan terlupakan.

(5)

Akhir kata Penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 01 September 2009 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 2

A. Latar Belakang ... 2

B. Tujuan Dan Manfaat ... 5

C. Ruang Lingkup ... 6

D. Metode PKLM ... 7

E. Metode Pengumpulan Data ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM/OBJEK DAN LOKASI PKLM ... 11

A. Gambaran Umum KPP Pratama Balige ... 11

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Balige ... 16

BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 17

A. Pengertian Pajak ... 17

B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ... 17

C. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 18

D. Kriteria Pemeriksaan Pajak ... 20

E. Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ... 23

(7)

BAB IV ANALISA DATA ... 46

A. Persiapan Pemeriksaan Pajak ... 46

B. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah salah satu mata kuliah wajib di semester akhir dari keseluruhan studi pada jurusan Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada PRODIP III selain sebagai penunjang ilmu yang telah diterima mahasiswa selama menerima studi.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar disamping minyak dan gas bumi. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN), dimana setiap tahun pajak merupakan penghasilan yang sangat potensial bagi negara. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal-balik (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah :

(9)

2. Dengan tidak mendapat kontra-prestasi langsung.

Ini berarti masyarakat yang dikenakan kewajiban perpajakan tidak mendapat imbalan langsung atas pemberiannya. Bagi masyarakat ini dianggap pemerasan, karena mereka mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapat apa-apa secara langsung sebagai imbalannya.

Dari dua ciri-ciri diatas, dapat dimengerti mengapa masyarakat menganggap pajak sebagai hal yang memberatkan dan merugikan.

Mengingat akan hal ini, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dari pajak, termasuk diantaranya adalah dengan melakukan penyempurnaan sistem perpajakan dan melakukan pemeriksaan pajak. Usaha untuk mencapai target penerimaan pajak bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan dedikasi, kerja keras, kesadaran akan hak dan kewajiban, serta disiplin dari seluruh aparatur perpajakan di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak. Dengan tidak terlepas dari peran serta masyarakat sebagai Wajib Pajak.

(10)

pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan".

Sudah menjadi kebiasaan bahwa pemeriksaan pajak adalah hal yang sangat dihindari oleh Wajib Pajak. Ini disebabkan oleh kemungkinan data yang diperoleh Pemeriksa Pajak pada saat pemeriksaan terdapat perbedaan yang berakibat pada pokok pajak terutang menjadi bertambah dan ditambah sanksi baik denda, atau bunga yang cukup memberatkan, atau malah menjadi bukti permulaan untuk tindak pidana dibidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Maka segala bentuk pencegahan dilakukan oleh Wajib Pajak agar tidak terjadi pemeriksaan pajak dan menghambat kelancaran proses pemeriksaan pajak. Sementara, berdasarkan Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 29 ayat (3) menyebutkan beberapa kewajiban Wajib Pajak didalam pemeriksaan, yang garis besarnya adalah, Wajib Pajak wajib membantu Pemeriksa Pajak dalam pemeriksaan, termasuk menyerahkan dokumen-dokumen penting yang bersifat rahasia untuk kepentingan pemeriksaan.

(11)

kenyataan hubungan Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak, termasuk masalah-masalah yang menyangkut hubungan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak serta cara-cara Pemeriksa Pajak untuk mengatasinya menjadi pokok utama penulis mengangkat judul "Hubungan Antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige."

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan pada PRODIP III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam hal pemeriksaan pajak.

2. Untuk mengetahui berbagai kendala hubungan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige.

3. Untuk mengetahui usaha-usaha dalam mengatasi kendala hubungan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige. Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini bermanfaat bagi :

a. Mahasiswa

(12)

mahasiswa akan cepat beradaptasi dengan dunia usaha.

2. Meningkatkan kemampuan intelektual, terutama dalam bidang perpajakan. 3. Mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi tenaga kerja yang handal dan

berprestasi di bidang Administrasi Perpajakan. b. Kantor Pelayanan Pajak Balige

1. Memberikan suatu masukan-masukan berupa gagasan yang baru.

2. Menjalin hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa yang sedang mengadakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

c. Universitas Sumatera Utara

1. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah.

2. Membuka hubungan baru antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan instansi pemerintah.

3. Mempromosikan sumber daya manusia Universitas Sumatera Utara.

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :

1. Data mengenai Hubungan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan selama 4 tahun terakhir (2004-2008).

(13)

Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan. D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun langkah-langkah atau metode yang diperlukan penulis untuk mendukung penyusunan laporan ini adalah :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan persiapan yang dimulai dari penentuan tempat praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkan bahan untuk pembuatan proposal.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber seperti buku-buku, majalah, Undang-Undang, maupun literatur yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

3. Pengamatan (Observasi Lapangan)

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan, mengenai objek studi yaitu hubungan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam pemeriksaan pajak.

4. Analisis dan Evaluasi

(14)

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan tiga metode, yaitu : 1. Metode wawancara (interview)

Yaitu melakukan wawancara langsung terhadap pihak Kantor Pelayanan Pajak dan masyarakat yang dianggap mampu memberikan data dan informasi juga masukan dalam penyusunan laporan ini.

2. Metode Pengamatan (Observasi)

Dalam metode ini penulis langsung terjun kelapangan untuk melakukan peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

3. Metode Dokumentasi

Penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan hubungan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam pemeriksaan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige. Disamping itu juga mengakses dari website yang berkaitan dengan informasi dibidang perpajakan antara lain www.pajak.go.id.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), ruang lingkup dan metode pengumpulan data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) serta sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige, struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi masing-masing seksi.

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan masalah yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengenai data-data pemeriksaan pajak.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA

(16)

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran penulis sehubungan dengan uraian-uraian pada bab sebelumnya.

(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PKLM

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.67/PMK.01/2008 tanggal 06 Mei 2008 dan mulai beroperasi sejak tanggal 09 September 2008. Kantor Pratama Balige merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Padang Sidempuan dan Kantor Pelayanan Pajak PBB Sibolga dengan wilayah kerja meliputi :

1. Kabupaten Humbang Hasundutan 2. Kabupaten Toba Samosir

3. Kabupaten Samosir 4. Kabupaten Tapanuli Utara

Sedangkan wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun

Sebelah Timur : Kabupatern Asahan dan Labuhan Batu Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan

Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Tengah, Pakpak Barat, Dairi dan Kabupaten Karo.

(18)

memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam pembayaran pajak.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Kantor Pelayanan Pajak memiliki fungsi :

1. Mengumpulkan data dan mengolah data, menyajikan informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak.

2. Penelitian dan penatausaha surat pemberitahuan SPT Tahunan, surat pemberitahuan atau SPT Masa dan berkas Wajib Pajak.

3. Pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya.

4. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding, dan restitusi pajak penghasilan, pajak penambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya. 5. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan.

6. Penerbitan surat ketetapan pajak. 7. Pembetulan surat ketetapan pajak. 8. Pengurangan sanksi pajak.

9. Penyuluhan dan konsultasi pajak.

10. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

2. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige

(19)

Pelayanan Pajak Pratama Balige terdiri dari : 1. Sub-Bagian Umum

Sub-bagian umum bertindak sebagai berikut :

a. Koordinator pelaksana tata usaha dan kepegawaian

Menyelenggarakan tugas pelayanan dibidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

b. Bendaharawan rutin.

Menyelenggarakan pengelolaan anggaran rutin dengan cara menyiapkan dan mengajukan surat permintaan pembayaran, menerima, menyimpan, mengeluarkan uang dan mengajukan surat permintaan pembayaran / uang yang harus dipertanggungjawabkan pengganti serta membuat laporan keadaan kredit anggaran / laporan keadaan rutin berdasarkan peraturan yang ada.

c. Koordinasi Pelaksanaan Rumah Tangga

Melakukan urusan rumah tangga dan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak agar menunjang pelaksanaan tugas Kantor Pelayanan Pajak.

d. Bendaharawan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

(20)

dipertanggungjawabkan serta membuat laporan keadaan kredit berdasarkan peraturan yang berlaku.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari seorang Kepala Seksi pengolahan data dan informasi yang tugasnya adalah mengkoordinasikan urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Seksi Penagihan

Seksi penagihan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi penagihan yang tugas dan fungsinya adalah mengkoordinasikan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan, pendendaan dan angsuran, serta pembuatan usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Seksi penagihan pajak terdiri dari :

a. Pelaksana, tugasnya adalah melaksanakan tata-usaha piutang pajak, usul penghapusan piutang pajak, pendendaan dan angsuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(21)

4. Seksi Pelayanan

Dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang tugas dan fungsinya adalah mengkoordinasikan urusan rekonsiliasi penerimaan, pengolahan dan penyaluran surat setoran pajak (SSP) serta surat penghitungan pajak, dan surat perintah pembayaran kelebihan pajak, serta pengurangan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Dipimpin oleh seorang Kepala Seksi dan terdiri atas beberapa Petugas Account Representative yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan konsultasi pada Wajib Pajak serta untuk mengawasi Wajib Pajak, baik dari segi perkembangan usaha, maupun kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakannya.

6. Seksi Pemeriksaan

(22)

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige

(23)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

1. Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 123/PMK.03/2006 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

(24)

C. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Dalam Pasal 1 Undang-Undang KUP dinyatakan bahwa : “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Dalam Pasal 29 Undang-Undang KUP dinyatakan bahwa : "Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ".

Tujuan lain yang dimaksud adalah :

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih terdapat terutang Pajak Pertambahan Nilai. i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

(25)

Dengan demikian dapat disebutkan bahwa pemeriksaan pajak adalah sarana untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Wajib Pajak, selain mempunyai tujuan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, juga mempunyai tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Peraturan pelaksanaan diatur lebih lanjut dalam keputusan Menteri Keuangan dan perubahannya serta dalam beberapa keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan salah satu tujuan dari pemeriksaan pajak, sehingga bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukan pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak tersebut. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan terhadap Wajib Pajak pada umumnya.

Tujuan dari pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam rangka berjalannya sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Undang-Undang perpajakan indonesia, yaitu sistem self assessment dan sistem withholding tax, sehingga kewajiban-kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak, termasuk di dalamnya tidak terkecuali adalah kewajiban para pemungut dan pemotong pajak.

(26)

objektif oleh pemeriksa pajak yang profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan; pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak akan tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sedangkan sasaran pemeriksaan adalah untuk mencari adanya : interpretasi Undang-Undang yang tidak benar, kesalahan hitung, penggelapan secara khusus dari penghasilan, dan pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajip pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

D. Kriteria Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak :

1. Menyampaikan Surat Pemeberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;

2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;

3. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran;

4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau

(27)

Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004, kriteria pemeriksaan adalah :

a. Pemeriksaan Rutin, dapat dilaksanakan dalam hal:

a) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan : 1) SPT Tahunan / SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar; 2) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar;

3) SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;

b) Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya;

c) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT Tahunan / Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

d) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

b. Pemeriksa kriteria seleksi terdiri dari:

(28)

Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis resiko;

b) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem skoring secara komputerisasi.

c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal :

a) Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; b) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000;

c) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak;

d) Permintaan Wajib Pajak

e) Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak;

f) Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(29)

E. Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan meliputi :

a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya.

Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang :

1. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.

2. Jujur bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara, dan

3. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.

Dalam hal diperlukan, pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8)

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu: 1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik,

(30)

2. Luas pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan ;

3. Temuan pemeriksaan harus didenganrkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim. 5. Tim pemeriksa pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang

memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan pemeriksa pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi diluar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli dibidang teknologi informasi dan pengacara.

6. Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dengan instansi lain.

(31)

pemeriksa.

c. Kertas Kerja Pemeriksaan (Pasal 9)

Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan yang berfungsi sebagai :

1. Bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;

2. Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksan dengan Wajib Pajak mengenai temuan Pemeriksaan;

3. Dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan;

4. Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak.

5. Referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

Kertas Kerja Pemeriksaan juga harus berisi gambaran mengenai : 1. Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan

2. Data, keterangan dan atau bukti yang diperoleh 3. Pengujian yang telah dilakukan

4. Kesimpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pemeriksaan.

d. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 10)

(32)

disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu :

a. Laporan hasil pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, membuat kesimpulan pemeriksa pajak yang didukung semua network tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan

perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.

b. Laporan hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai :

1) Penugasan Pemeriksaan 2) Identitas Wajib Pajak

3) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak 4) Pemenuhan kewajiban perpajakan 5) Data / informasi yang tersedia. 6) Buku dan dokumen yang dipinjam 7) Materi yang diperiksa

8) Uraian hasil pemeriksaan 9) Ikhtisar hasil pemeriksaan 10) Penghitungan pajak terhutang

11) Kesimpulan dan usul pemeriksa pajak e. Peminjaman dokumen (Pasal 15 – Pasal 17)

(33)

a) Buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh / ditemukan pada saat pelaksanaan pemeriksaan ditempat Wajib Pajak (PL) dipinjam pada saat itu juga atau harus dicantumkan pada surat panggilan dalam pemeriksaan kantor dan wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan. b) Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan belum diperoleh / ditemukan pada saat pelaksanaan PL atau belum dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dalam PK, pemeriksa pajak membuat surat permintaan peminjaman.

c) Buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain, wajib diserahkan pada pemeriksa pajak paling lama satu bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan dan dokumen disampaikan kepada Wajib Pajak yaitu tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau tanggal pada saat disampaikan secara langsung. d) Dalam hal buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara

elektronik serta keterangan lain belum dipenuhi dalam jangka waktu satu bulan belum terlampaui, pemeriksa pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak dua kali.

(34)

f) Dalam hal buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam berupa foto copy dan atau data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa foto copy dan atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada pemeriksa pajak adalah sesuai dengan aslinya.

g) Dalam hal jangka waktu satu bulan terlampaui dan surat permintaan tidak dipenuhi sebagian atau seluruhnya, pemeriksa pajak harus membuat berita acara mengenai hal tersebut.

h) Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. i) Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman, sehingga besarnya penghasilan kena pajak dapat dihitung, pemeriksa pajak dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(35)

f. Penolakan pemeriksaan dan Penjelasan Wajib Pajak.

Pasal 18 peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007

1. Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b dan huruf c Undang-Undang KUP sehubungan dengan pelaksanaan penolakan pemeriksaan.

2. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, pemeriksa pajak membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

3. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan pemeriksa pajak dalam rangka pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan pemeriksaan oleh Wajib Pajak.

4. Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan Wajib Pajak tidak ada ditempat, maka :

a) Pemeriksaan tetap dilakukan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

b) Untuk keperluan keamanan pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan pemeriksaan lapangan, pemeriksa dapat melakukan penyegelan.

(36)

dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran pemeriksaan.

d) Dalam hal pegawai Wajib Pajak yang diminta mewakili Wajib Pajak menolak untuk membantu kelancaran pemeriksaan, pegawai Wajib Pajak tersebut harus menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan.

e) Dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan, pemeriksa pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

5. Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan, atau Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan, atau Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan, atau Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan, dapat dijadikan dasar untuk penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007

1. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, pemeriksa pajak melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak.

(37)

g. Penyegelan

Pasal 30 Undang-Undang No.28/2007

1. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan atau tidak bergerak, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b.

2. Tata cara penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Pasal 30 KUP, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (3) huruf b KUP.

Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007

Pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan dalam hal Wajib Pajak :

1. Tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak atau tidak bergerak dan atau :

2. Tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik dan atau membuka barang bergerak dan atau tidak bergerak.

(38)

pada tanggal 1 Januari 2008 :

1. Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan atau tidak bergerak yang digunakan atau patut digunakan sebagai tempat untuk alat menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa.

2. Pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku atau catatan, dokumen, data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.

3. Penyegelan dilakukan apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan : a. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan pada pemeriksa

(39)

b. Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan pada pemeriksa pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan atau tidak bergerak.

c. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada ditempat dan tidak ada pihak yang berkewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan pemeriksaan sebelum pemeriksaan ditunda atau :

d. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada ditempat dan pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 4. Pelaksanaan Penyegelan

a. Dilakukan dengan menggunakan kertas segel

b. Dilakukan oleh pemeriksa pajak yang berwenang dengan disaksikan oleh saksi

c. Pemeriksa Wajib Pajak membuat berita acara penyegelan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan saksi.

d. Dalam hal saksi menolak menandatangani berita acara penyegelan, pemeriksa mencatat penolakan tersebut dalam berita acara penyegelan dengan menyebutkan alasannya.

(40)

pemerintah daerah setempat. 5. Pembukaan segel dilakukan apabila :

a. Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya telah memberi ijin kepada pemeriksa pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel atau :

b. Terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.

6. Pembukaan segel harus dilakukan oleh pemeriksa pajak dengan disaksikan oleh saksi

7. Apabila dipandang perlu dalam hal tertentu, pembukaan segel disaksikan oleh aparat pemerintah daerah setempat.

8. Apabila kertas segel yang digunakan dalam penyegelan rusak, pemeriksa pajak segera membuat berita acara mengenai kerusakan tersebut dan melaporkan kepada polisi.

9. Dalam hal melaksanakan pembukaan kertas segel, pemeriksa pajak wajib membuat berita acara pembukaan kertas segel yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan saksi.

10. Dalam hal saksi menolak menandatangani berita acara pembukaan kertas segel, pemeriksa pajak mencatat penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan kertas segel dengan menyebutkan alasannya.

(41)

Pajak yang diperiksa atau kuasanya tetap tidak memberi izin kepada pemeriksa pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan dan pemeriksa wajib mengusulkan pemeriksaan menjadi pemeriksaan bukti permulaan.

12. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan tersebut, pemeriksa pajak membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

13. Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk teknis penyegelan, penetapan bentuk kertas segel, prosedur melakukan penyegelan, dan prosedur membuka segel, diatur dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak.

h. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Dan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan Berdasarkan Pasal 31 KUP, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (clossing conference) dalam batas waktu yang ditentukan; dalam hal Wajib Pajak tidak

hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(42)

pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (3a) dan (7) UU No.28/2007, apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKP, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir pemeriksaan sebelum surat keberatan disampaikan. Jangka waktu pelunasan SKP, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (5a) UU No.28/2007, dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas SKP tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

i. Tata cara pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan

Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007.

1. Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir.

2. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. 3. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) beserta lampirannya

(43)

4. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan berhak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan paling lama :

i. 3 (tiga) hari kerja sejak SPHP diterima oleh Wajib Pajak untuk pemeriksaan kantor.

ii. 7 (tujuh) hari kerja sejak SPHP diterima oleh Wajib Pajak untuk pemeriksaan lapangan.

5. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP), pemeriksa pajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

6. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. 7. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Wajib Pajak menyampaikan surat

(44)

untuk melakukan pembahasan akhir dengan Wajib Pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. 8. Apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak menyampaikan

tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir dala PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.

9. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Wajib Pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan dan tidak hadir dalam PAHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP, PAHP dianggap telah dilaksanakan.

10. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam PAHP dan Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP, PAHP dianggap telah dilaksanakan.

11. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara PAHP, pemeriksa pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara PAHP.

(45)

dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

13. Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas dituangkan dalam risalah Tim Pembahas yang merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan.

14. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu.

15. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1 (satu) bulan.

16. Risalah pembahasan dan berita acara PAHP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan Hasil Pemeriksaan.

17. Pajak yang terutang dalam SKP atau STP dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali :

i. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir tetapi menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf f atau h, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memperhatikan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak;

(46)

F. Sanksi-Sanksi Berdasarkan Undang-Undang KUP No.28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3)

Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

Keterangan Pasal 38 :

Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi Isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar.

(47)

Pasal 17D

(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

(2) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

Pasal 35C

(48)

Keterangan Pasal 35 A

(1) Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2). (2) Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Keterangan Pasal 35 ayat (2):

(1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.

(49)

permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Keterangan Pasal 35B ayat (1):

Dalam rangka pembentukan bank data nasional, untuk kepentingan perpajakan melalui nomor identitas bersama menuju nomor identitas tungga l, Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk mengelola data dan informasi yang diperoleh.

Pasal 36A

(1) Apabila Pemeriksa Pajak dalam menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku sehingga merugikan negara, maka Pemeriksa Pajak yang bersangkutan,dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pemeriksa Pajak yang dengan sengaja menyalahgunakan wewenang dan atau melanggar hak-hak perpajakan Wajib Pajak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 39

(1) Setiap orang yang dengan sengaja:

(50)

b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.

d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya. h. tidak menyimpan buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen yang

menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line, di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11) atau

(51)

melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Keterangan Pasal 28 ayat (11):

Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

Pasal 41C

(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun, atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling; Iama 10 (sepuluh) bulan, atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

(52)

BAB IV ANALISA DATA

A. Persiapan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak No.01/PJ.7/1990, defenisi persiapan pemeriksaan pajkak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan.

Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

Persiapan pemeriksaan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Mempelajari berkas Wajib Pajak / berkas data

2. Menganalisa SPT dan laporan Keuangan Wajib Pajak. 3. Identifikasi masalah.

4. Melakukan pengenalan lokasi Wajib Pajak. 5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan. 6. Menyusun program pemeriksaan.

(53)

Ad.1 Mempelajari Berkas Wajib Pajak / Berkas Data

Berkas Wajib Pajak untuk tahun yang diperiksa dapat diminta ke-KPP dimana Wajib Pajak terdaftar, untuk memperoleh data tahun lalu, pemeriksa dapat mempelajari berkas kertas kerja pemeriksaan (KKP) ditempat dimana Wajib Pajak tersebut tahun sebelumnya dilakukan pemeriksaan. Berkas Wajib Pajak / berkas data yang diminta ke-KPP adalah sebagai berikut :

• SPT dua tahun, tahun pajak yang diaudit dan tahun sebelumnya, guna melihat

kenaikan atau penurunan PPh terutang dan kredit pajak, maupun susunan permodalan.

• Laporan keuangan dua tahun, guna menganalisis laporan keuangan dalam

aspek perpajakan.

• Data dari pengolah data dan informasi perpajakan.

(54)

• Mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib Pajak dan

berkas data termasuk mencocokkan segi pembayaran pajak.

• Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah

mempelajari berkas Wajib Pajak, berkas data, SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak dan menuangkannya kedalam KKP.

• Mempelajari LPP (Laporan Pemeriksaan Pajak) terdahulu serta mencatat

hal-hal yang penting dan temuan-temuan pada pemeriksaan terdahulu. • Membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada Wajib Pajak.

Ad.2 Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak

Analisis dapat diartikan mengkaji secara mendalam tentang SPT dan Laporan Keuangan guna mempermudah pemeriksa dalam memastikan kewajaran Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak, tujuannya adalah untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan dan untuk menentukan perkiraan-perkiraan yang diprioritaskan dan atau dikembangkan pemeriksanya.

Identifikasi masalah diperoleh dari hasil mempelajari berkas, analisis SPT dan Laporan Keuangan, masalah tersebut dikaji lebih mendalam guna menentukan ruang lingkup pemeriksaan dan teknik pemeriksaan yang sesuai.

(55)

menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan.

Ad.4 Melakukan Pengenalan Lokasi Wajib Pajak

Setelah mempelajari berkas SPT Wajib Pajak pemeriksa pajak melakukan pengenalan lokasi. Pengenalan lokasi dilakukan dengan cara memperoleh data tentang alamat, nomor telepon, jenis usaha.

Dalam pelaksanaannya, melakukan pengenalan lokasi setempat tanpa sepengetahuan Wajib Pajak untuk memastikan keberadaan Wajib Pajak dengan melakukan wawancara antara Wajib Pajak dengan penduduk sekitar lokasi dan membuat catatan mengenai hasil pengenalan lokasi serta menuangkannya kedalam kertas kerja pemeriksaan (KKP).

Ad.5 Menentukan Ruang Lingkup Pemeriksaan

Setelah mempelajari berkas, analisa, identifikasi masalah, lokasi, maka pemeriksa menentukan seberapa luas audit yang akan dilakukan dan mengarah kemana peemeriksaan itu.

Pemeriksaan pajak dapat dibedakan berdasarkan pada ruang lingkup atau cakupannya yang mana terdiri dari :

1. Pemeriksaan Lapangan

(56)

pekerjaan bebas Wajib Pajak, serta tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pemeriksaan Lapangan dapat meliputi satu jenis pajak, seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Lengkap

Dilakukan terhadap Wajib Pajak atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan dengan menerapkan teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan

Pemeriksaan Sederhana Lapangan dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu jenis pajak beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkordinasi dan dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Kantor

(57)

Ad.6 Menyusun Program Pemeriksaan

Setelah mempelajari berkas, analisa, identifikasi masalah, lokasi dan ruang lingkup pemeriksaan, maka pemeriksa menyusun program pemeriksaan.

Program ini harus disusun karena merupakan langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam pemeriksaan. Dengan demikian program pemeriksaan yang baik akan mempercepat penyelesaian pemeriksaan dan tepat sasaran.

Tujuan menyusun program pemeriksaan adalah : 1. Agar pemeriksa dapat mencapai hasil yang optimal.

2. Sebagai alat untuk mengawasi atau membimbing dan mengarahkan pelaksanaan pemeriksaan.

3. Dapat menjadi referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

Hal-hal yang harus dilakukan dalam menyusun program pemeriksaan adalah : 1. Mempelajari hasil analisa laporan keuangan.

2. Menyusun program berdasarka tiap jenis pajak.

Ad.7 Menentukan Buku-buku atau Dokumen yang Akan Dipinjam

(58)

Pemeriksa harus dapat menghindari terjadinya peminjaman buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang tidak diperlukan ataupun sebaliknya tidak meminjam buku, catatan dan dokumen yang sebetulnya diperlukan.

Ad.8 Menyediakan Sarana Pemeriksaan

Untuk kelancaran dan kelengkapan dalam menjalankan pemeriksaan, perlu dipersiapkan sarana sebagai berikut :

1. Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa 2. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)

3. Surat Pemberitahuan Tentang Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak

4. Surat Peminjaman Buku-buku, Catatan dan Dokumen serta daftar yang dipinjam

5. Tanda Terima SP3 dan Surat Pemberitahuan

6. Formulir Surat Pernyataan telah menyerahkan foto copy atas buku, catatan dan dokumen tersebut benar dan sesuai aslinya.

7. Berita Acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen 8. Surat Peringatan I dan Surat Peringatan II atas buku-buku, catatan dan

dokumen yang belum diserahkan

9. Berita Acara tidak dapat dipenuhinya peminjaman buku-buku, catatan dan dokumen.

(59)

11. Berita Acara Penolakan membantu kelancaran pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak

12. Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan untuk Wajib Pajak ataupun kuasanya.

13. Berita Acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak

14. Formulir Segel

15. Berita Acara Penyegelan 16. Berita Acara Pembukaan Segel

17. Formulir Surat Permintaan Keterangan / Bukti kepada Pihak Ketiga

18. Surat Peringatan I dan Surat Peringatan II jika tidak dipenuhi Pihak Ketiga 19. Formulir KKP

20. Formulir Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

21. Formulir Tanda Terima Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Lembar Pernyataan Persetujuan

22. Formulir Surat Pernyataan mengenai Persetujuan tentang Hasil Pemeriksaan 23. Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila ditolak Wajib Pajak, membuat catatan

Penolakan dalam Berita Acara ini.

(60)

B. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Selama ini pemeriksaan pajak dilaksanakan berdasarkan urutan prioritas pelaksanaannya, karena untuk memeriksa semua Wajib Pajak (yang terdaftar) merupakan hal yang tidak mungkin diwujudkan, karena tenaga pemeriksa pajak yang terbatas jumlahnya.

Merupakan suatu hal yang ideal apabila pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semu Wajib Pajak terdaftar. Meskipun demikian, pemeriksaan tetap harus dilaksanakan, karena ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya masih rendah setelah dilakukan penilaian berdasarkan norma-norma pengukuran tertentu.

Selanjutnya menyusul pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya masih rendah atau terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Apabila dikelompokkan sesuai jenisnya maka pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, yaitu antara lain dalam hal berikut :

1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang menyatakan lebih bayar.

(61)

tidak lebih bayar.

3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha, pekerjaan bebas, atau Wajib Pajak badan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP, atau perubahan tempat terdaftar Wajib Pajak dari kantor pelayanan pajak semula ke KPP yang lain.

4. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh, walaupun sudah dikirim surat teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT, termasuk SPT yang kembali dari kantor pos dan Wajib Pajak yang termasuk kelompok non-efektif. 5. Wajib Pajak yang melakukan kegiatan membangun sendiri yang

pemenuhan kewajibannya patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

6. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk pemusatan tempat pajak terutang.

2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi

(62)

Berdasarkan sistem pemilihan seperti tersebut diatas, Wajib Pajak yang akan diperiksa adalah Wajib Pajak yang mempunyai potensi fiskal tinggi, tetapi menunjukkan adanya indikasi telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakannya.

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut, atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya. Pemeriksaan ini sifatnya sangat selektif, yaitu antara lain dilakukan terhadap :

1. Wajib Pajak yang diduga telah melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.

2. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pengaduan masyarakat.

3. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan Wajib Pajak domisili.

5. Pemeriksaan Tahun Berjalan

(63)

terhadap Wajib Pajak domisili atau Wajib Pajak lokasi. Pelaksanaan pemeriksaan tahun berjalan ini hanya dapat dilakukan terhadap masa pajak sampai dengan bulan oktober dari tahun pajak yang bersangkutan. 6. Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan. Dari hasil pemeriksaan jenis ini diharapkan penyimpangan, dalam hal tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak yang mengarah ke tindak pidana dibidang perpajakan dapat semakin dicermati, disamping ada kemungkinan Wajib Pajak supaya menyadari resiko akan dihadapkan kedepan pengadilan, merupakan cermin upaya penegakan hukum yang sungguh-sungguh akan diwujudkan oleh Direktur Jenderal Pajak, jadi bukanlah hanya sekedar wacana semata.

7. Pemeriksaan Terintegrasi

Pemeriksaan yang dilakukan secara terkoordinasi dari dua atau lebih unit pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan usaha, dan atau hubungan secara finansial.

8. Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak

(64)

tunggakan pajak yang penagihannya akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang penagihan dengan surat paksa.

9. Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Pindah Tempat Usahanya

a. Menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi semua kewajiban perpajakannya selama terdaftar dikantor pelayanan pajak yang lama. b. Wajib Pajak pindah tempat terdaftarnya karena berubah status atau

pindah alamat.

c. Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha untuk melakukan pekerjaan bebas, dalam tahun atau tahun-tahun pajak yang belum pernah diperiksa.

d. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Wajib Pajak Luar Negeri yang terdapat indikasi akan bubar atau meninggalkan Indonesia. 10. Pemeriksaan Ulang

1. Terdapat indikasi bahwa wajb pajak sedang atau telah melakukan tindak pidana perpajakan.

2. Terdapat data baru yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang.

3. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

11. Pemeriksaan Pajak dan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

(65)

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, disebut Wajib Pajak patuh yang memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Dalam laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik

i. SPT disampaikan tepat waktu dalam dua tahun terakhir untuk semua jenis pajak

ii. Tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak kecuali mendapat izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

iii. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana dalam sepuluh tahun terakhir

iv. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan dan apabila pernah diperiksa, koreksi pada waktu pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing pajak yang terutang paling banyak 5%.

2. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dilakukan apabila :

1. Terdapat data baru dan data yang semula belum terungkap

(66)

3. Terdapat instruksi pemeriksaan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

Pemeriksaan atas dokumen non-finansial yaitu :

1. Setiap pemeriksaan harus mencakup pemeriksaan dokumen non-finansial.

2. Untuk memperoleh temuan dasar dari suatu kegiatan usaha yang akan dikembangkan.

3. Kunci pembuka bagi penentuan strategi pemeriksaan selanjutnya. 12. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Pada KPP WP Besar

1. Diperiksa oleh KPP WP Besar, Kanwil WP Besar dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

2. Ruang lingkup pemeriksaannya PL, PSL, dan PSK. 3. Dapat diperiksa setiap tahun.

4. Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan dilakukan oleh Kanwil Wajib Pajak Besar atau Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

5. Adanya wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak pada KPP WP Besar, pemeriksaan semacam ini telah dilakukan untuk tahun pajak 2002.

(67)

disebabkan oleh berbagai hal, misalnya, Wajib Pajak tidak berada ditempat atau sengaja tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

Wajib Pajak yang pada saat dilakukan pemeriksaan tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat, ruang, dan barang bergerak atau tidak bergerak, serta mengakses data yang dikelola secara elektronik atau tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dianggap menghalangi pelaksanaan pemeriksaan.

Penyegelan merupakan upaya terakhir pemeriksa untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar atau dipalsukan.

Penyegelan data elektronik dilakukan sepanjang tidak menghentikan kelancaran kegiatan operasional perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab-bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Pada umumnya Wajib Pajak menghindari pemeriksaan pajak, bahkan menolak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Pajak adalah dikarenakan adanya dugaan-dugaan negatif, pendapat yang salah dimana Wajib Pajak tidak menyadari apa yang dimaksud dan mengapa membayar pajak disebut ‘kewajiban’, dan ketidaktahuannya mengenai Undang-Undang Pajak.

2. Tugas pemeriksaan pajak bagi Pemeriksa Pajak cukup berisiko, karena Pemeriksa Pajak akan menghadapi banyak seruan tidak setuju, terutama bila tindakan penghindaran atau penolakan yang dilakukan Wajib Pajak yang akan diperiksa bersifat kasar dengan kata lain tidak koperatif.

(69)
(70)

B. SARAN

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan, adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak yang diperiksa lebih baik mengikuti prosedur pemeriksaan daripada menghindarinya, atau menolaknya, karena penolakan pemeriksaan pajak hanya membuat dilanjutkannya pemeriksaan kepada prosedur yang lebih rumit yang dapat merugikan dipihak Wajib Pajak itu sendiri.

2. Pemeriksa Pajak yang ditugaskan untuk memeriksa sebaiknya dibekali dengan kemampuan yang mendukung atau fasilitas yang bisa melindungi dirinya pada saat menjalankan tugas. Disamping itu perlu diingat oleh setiap Pemeriksa Pajak jangan sampai terpancing emosi sehingga terjadi bentrokan fisik dengan Wajib Pajak.

3. Penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan sebaiknya dilakukan sekaligus, yaitu dengan mengundang seluruh Wajib Pajak yang memiliki potensi untuk diperiksa atau memberikan selebaran-selebaran, guna menjelaskan dan memberikan salinan Undang-Undang yang mendasari setiap tindakan perpajakan yang dilakukan Pemeriksa Pajak, dan yang bisa menjadi kekuatan bagi Wajib Pajak itu sendiri serta resiko-resiko yang akan dihadapi jika melanggar Undang-Undang baik untuk Pemeriksa Pajak maupun Wajib Pajak. 4. Seluruh masyarakat sebaiknya dihimbau untuk ikut bekerja sama dalam

(71)

perpajakan.

5. Setiap pemeriksaan pajak hendaknya harus dilakukan sesuai dengan sistem yang telah digariskan pada Tata Cara Pemeriksaan Pajak, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-142/PJ/2005 dan PER-123/PJ/2006 yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (untuk tahun pajak 2001 sampai dengan 2007).

(72)

DAFTAR PUSTAKA

Bwoga Hanantha, Yoseph Agus BBN, Tony Marsyahrul, Pemeriksaan Pajak Di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2005.

Drs. Pardiat, AK, Pemeriksaan Pajak, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2008

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006

Peraturan Direktur Jenderal

Referensi

Dokumen terkait

bukti empiris apakah dengan teori yang sama tetapi populasi, waktu dan tempat yang berbeda akan menunjukkan hasil yang sama. Dalam penelitian ini sampel diambil dari karyawan bagian

Hasil pemeriksaan histologi, secara morfologi kolon, setelah 60 hari penghentian pemberian DMBA tidak terlihat perbedaan baik pada kontrol negatif diet

Beliau membantu persiapan konsep teks Proklamasi Kemerdekaan dengan mempersilakan rumahnya digunakan untuk kegiatan yang sangat penting.. Di rumahnya berkumpul para tokoh

Untuk mengetahui kendala yang dihadapi untuk kegiatan manajemen logistik dalam pemeliharaan sarana dan prasarana pada kantor PT Semen Padang dan cara mengatasi kendala tersebut..

Dengan demikian, perubahan yang dilakukan terhadap organisasi Indonesia Power merupakan langkah dan strategi untuk lebih fokus dalam mewujudkan kinerja yang terbaik,

ARLIANSYAH PUTRA Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir Alpa Hadir 4 1912070121 HOTRIS NAULI MARGARETTA SIHOMBING Hadir Hadir Hadir Hadir Hadir

Proksi untuk tingkat imbalan bebas risiko menggunakan data Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diperoleh dari laman http://www.bi.go.id. Data historis yang sama tersedia

Composite menggunakan metode Monte Carlo dengan Teknik antithetic variates, diperoleh Harga Opsi cash-or-nothing call tipe Eropa menggunakan simulasi MCAV sebesar $