• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ekstrak tempuyung (Sonchus arvensis) terhadap aktivitas xantin oksidase secara in vitro sebagai dasar uji kinetika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh ekstrak tempuyung (Sonchus arvensis) terhadap aktivitas xantin oksidase secara in vitro sebagai dasar uji kinetika"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

3

ABSTRAK

ANGGI SUSANTI. Pengaruh Ekstrak Tempuyung (

Sonchus arvensis

) terhadap

Aktivitas Xantin Oksidase secara

In Vitro

sebagai Dasar Uji Kinetika

.

Dibimbing

oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan MIN RAHMINIWATI.

Tempuyung (

Sonchus arvensis)

merupakan salah satu tanaman obat

tradisional yang memiliki potensi sebagai antigout, namun belum diketahui

mekanisme penghambatannya. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk

menguji kinetika inhibisi. Kurva hasil uji dituangkan dalam grafik Michaelis

Menten. Hasil uji inhibisi menunjukkan bahwa ekstrak tempuyung dapat

menghambat aktivitas xantin oksidase sebesar 1.61-10.86% (100-600 ppm).

Penambahan konsentrasi substrat menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi

enzimatis. Ekstrak kasar tempuyung dengan konsentrasi 200 ppm (% inhibisi

10.86) terbukti dapat menurunkan reaksi enzimatis namun tidak signifikan.

ABSTRACT

ANGGI SUSANTI. Effects of

Sonchus arvensis

Extract on

In Vitro

Activity of

Xanthine Oxidase as Basic of Kinetics Test. Supervised by DYAH ISWANTINI

PRADONO and MIN RAHMINIWATI.

(2)

PENDAHULUAN

Gout merupakan penyakit radang sendi karena menumpuknya kristal natrium urat pada tulang sendi akibat tingginya kadar asam urat dalam darah (Johnstone 2005). Penderita gout

dalam dasawarsa terakhir ini baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40–50 tahun. Di Amerika, gout

menyerang lebih dari 5 juta penduduk (Yu 2006). Tercatat pada tahun 2001, penderita asam urat di Pulau Jawa berjumah 1.7% dari total populasi penduduk Jawa (Heryanto 2003).

Pengobatan dan pencegahan komplikasi asam urat bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mengatur pola diet, seperti menghindari makanan kaya purin, menghindari alkohol, banyak minum air putih, pengobatan secara medis, dan dengan obat tradisional (Mansjoer 2004). Pengobatan secara medis dapat dilakukan dengan menghambat sintesis asam urat melalui pemberian alopurinol dan menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat dengan kolkisin. Alopurinol adalah obat penting untuk gout

pada pengobatan modern (Connor 2009), tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, kebotakan, gagal ginjal dan hati, hingga risiko kematian akibat adanya difusi vaskular (Sydpath 1999).

Proses penyembuhan gout memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, lebih baik bila menggunakan obat tradisional karena efek samping yang ditimbulkannya kecil. Tanaman obat yang sering digunakan untuk mengobati

gout adalah alang-alang, belimbing wuluh, bangle, brotowali, cengkih, kumis kucing, gandarusa, daun sendok, kapulaga, kembang pukul empat, kemukus, seledri, sidaguri, dan tempuyung (Dalimartha 2006).

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai anti asam urat melalui mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase telah banyak dilakukan seperti di Amerika Serikat (Owen & Timothy 1998), Cina (Kong et al. 2000), India (Behera et al. 2003; Umamaheswari et al. 2006), dan Taiwan (Tung & Chang 2010). Daya inhibisi enzim yang dilaporkan beragam dari 20% sampai 80%. Beberapa senyawa dan kelompok senyawa aktif yang telah diisolasi dari berbagai jenis tanaman obat diketahui memiliki aktivitas antigout seperti fenolik dan tanin dari Laric laricina (Owen & Timothy 1998), ekstrak metanol Cinnamomum cassia,

Chrysanthemum indicum, Lycopus europaeuos

(Kong et al. 2000), asam valoneat dilakton dari

Lagerstroemia speciosa (Unno et al. 2003), sub keluarga Asteridae seperti Carthamus tinctorious (Zhang & Yatcilla 2004), ekstrak metanol Coccinia grandis, Datura metel, Strychnus nux-vomica, dan Vitex regundo

(Umamaheswari et al. 2006), kuersetin, kaemferol, apigenin dari Pystacia integerrima

(Ahmad et al. 2007), ekstrak Erythrina stricta

(Umamaheswari et al.2009), serta okanin dan melanoksetin dari Acacia confusa (Tung & Chang 2010). Selain itu, terdapat produk suplemen makanan yang mengandung seledri yang digunakan untuk mengatasi gangguan sendi pada mamalia (in vivo), yang di antaranya disebabkan oleh gout (Rose & Chrisope 2004), terdapat juga pangan fungsional untuk mengobati atau mencegah hiperurisemia dan mengobati gout yang mengandung kondroitin sulfat, protein kompleks, dan seledri (Murota et al. 2005).

Beberapa tanaman asli Indonesia juga telah dilaporkan dapat menginhibisi enzim xantin oksidase di antaranya sidaguri (Iswantini & Darusman 2003) yang ekstrak flavonoidnya memiliki daya inhibisi terhadap xantin oksidase di atas 50%. Seledri merupakan salah satu tanaman yang dapat menginhibisi xantin oksidase (Ramdhani 2004). Gabungan ekstrak sidaguri dan seledri dapat menginhibisi enzim xantin oksidase melebihi alopurinol atau produk komersial lainnya secara in vivoserta menunjukkan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar asam urat pada tikus dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB (Iswantini et al. 2004). Formula ekstrak sidaguri dan seledri klinik telah ditentukan LD50-nya, (Iswantini et al.

2005). Wardani (2008) telah membuktikan bahwa ekstrak tempuyung dan meniran dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat. Izzah (2010) membuktikan bahwa gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro sekaligus in vivo, inhibitor terkuat dibandingkan dengan kontrol positif (alopurinol). Hasil penelitian ini didukung oleh Chairul (1999) yang menyatakan bahwa tempuyung berkhasiat dalam mengobati penyakit gout melalui daya hambatnya terhadap kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid tempuyung juga berpotensi sebagai komponen antiradang dan antihiperurisemia (Heryanto 2003).

(3)

2

sebagai diuretik, penggempur batu ginjal, kencing batu, obat asma, bronkhitis, penurun tekanan darah tinggi, dan obat bengkak (Syukur & Hernani 2001). Penelitian yang mengungkap peran senyawa aktif pada tempuyung dalam menghambat enzim xantin oksidase pernah dilakukan [Chairul (1999), Wardani (2008) dan Izzah (2010)]. Akan tetapi, pengaruh ekstrak kasar tempuyung terhadap kecepatan reaksi enzimatis pada berbagai konsentrasi substrat belum pernah diketahui.

Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan jenis kinetika inhibisi, penting dilakukan untuk mengetahui mekanisme inhibisi obat. Mekanisme inhibisi selanjutnya dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan senyawa calon obat, apakah bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan unkompetitif) atau permanen (inhibisi nonkompetitif). Beberapa jenis flavonol, krisin, luteolin, kaemferol, kuersetin, mirisetin, dan isoramnetin dilaporkan menginhibisi xantin oksidase melalui mekanisme campuran (unkompetitif dan nonkompetitif) (Nagao & Kobaya 1999). Beberapa senyawa alam seperti flavonoid dan senyawa polifenol dilaporkan berperan sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim xantin oksidase, antara lain apigenin-4’-O-(2”-O -p-kumaroil)-ß-D-glukopiranosida yang merupa-kan turunan apigenin (Jiao et al. 2006).

Senyawa aktif dari tanaman seledri termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu 5,7-dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-I-benzopiran -4-on dan asam 2,3-dihidro-6-hidroksi-5-ben-zofuran karboksilat, memiliki mekanisme inhibitor kompetitif (Nadinah 2007). Senyawa aktif pada sidaguri termasuk golongan flavonoid dengan mekanisme kerja kompetitif (Iswantini et al. 2009), melanoksetin dan okanin menunjukkan pola inhibisi campuran (nonkompetitif dan kompetitif) (Tung 2010). Karena gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung telah terbukti berpotensi sebagai obat gout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro dan in vivo (Izzah 2010), sangat perlu dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzimatis. Dengan demikian inhibisi xantin oksidase oleh tempuyung dapat diketahui.

TINJAUAN PUSTAKA

Tempuyung (Sonchus arvensis) Tempuyung termasuk tanaman obat asli Indonesia dari famili Asteraceae. Tanaman ini merupakan tanaman herba menahun, tegak, mengandung getah, mempunyai akar tunggang yang kuat, tumbuh liar di Jawa, yaitu di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 50-1650 m di atas permukaan laut. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka seperti di pematang, dan di pinggir saluran air (Heyne 1987).

Gambar 1 Tanaman tempuyung

Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung adalah ion-ion mineral, antara lain silika, kalium, magnesium, natrium, dan senyawa organik seperti flavonoid (kaemferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin (skepolatin), taraksasterol, inosatol, serta asam fenolat (sinamat, kumarat, dan vanilat). Menurut Cos (1998), flavonoid apigenin-7-O-glukosida adalah salah satu golongan flavonoid yang berpotensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksida.

Xantin Oksidasi

Xantin oksidase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari molekul-molekul protein yang tiap molekul-molekulnya tersusun atas 2 mol FAD, 2 mol atom Mo dan 8 mol atom Fe. Enzim xantin oksidase di dalam tubuh terdapat pada hati dan otot. Satu unit xantin oksidase dapat mengkonversi satu µmol substrat (xantin) menjadi asam urat tiap satu menit pada pH optimum (pH 7.5) dan suhu optimum (25oC).

(4)

sebagai diuretik, penggempur batu ginjal, kencing batu, obat asma, bronkhitis, penurun tekanan darah tinggi, dan obat bengkak (Syukur & Hernani 2001). Penelitian yang mengungkap peran senyawa aktif pada tempuyung dalam menghambat enzim xantin oksidase pernah dilakukan [Chairul (1999), Wardani (2008) dan Izzah (2010)]. Akan tetapi, pengaruh ekstrak kasar tempuyung terhadap kecepatan reaksi enzimatis pada berbagai konsentrasi substrat belum pernah diketahui.

Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan jenis kinetika inhibisi, penting dilakukan untuk mengetahui mekanisme inhibisi obat. Mekanisme inhibisi selanjutnya dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan senyawa calon obat, apakah bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan unkompetitif) atau permanen (inhibisi nonkompetitif). Beberapa jenis flavonol, krisin, luteolin, kaemferol, kuersetin, mirisetin, dan isoramnetin dilaporkan menginhibisi xantin oksidase melalui mekanisme campuran (unkompetitif dan nonkompetitif) (Nagao & Kobaya 1999). Beberapa senyawa alam seperti flavonoid dan senyawa polifenol dilaporkan berperan sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim xantin oksidase, antara lain apigenin-4’-O-(2”-O -p-kumaroil)-ß-D-glukopiranosida yang merupa-kan turunan apigenin (Jiao et al. 2006).

Senyawa aktif dari tanaman seledri termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu 5,7-dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-I-benzopiran -4-on dan asam 2,3-dihidro-6-hidroksi-5-ben-zofuran karboksilat, memiliki mekanisme inhibitor kompetitif (Nadinah 2007). Senyawa aktif pada sidaguri termasuk golongan flavonoid dengan mekanisme kerja kompetitif (Iswantini et al. 2009), melanoksetin dan okanin menunjukkan pola inhibisi campuran (nonkompetitif dan kompetitif) (Tung 2010). Karena gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung telah terbukti berpotensi sebagai obat gout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro dan in vivo (Izzah 2010), sangat perlu dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzimatis. Dengan demikian inhibisi xantin oksidase oleh tempuyung dapat diketahui.

TINJAUAN PUSTAKA

Tempuyung (Sonchus arvensis) Tempuyung termasuk tanaman obat asli Indonesia dari famili Asteraceae. Tanaman ini merupakan tanaman herba menahun, tegak, mengandung getah, mempunyai akar tunggang yang kuat, tumbuh liar di Jawa, yaitu di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 50-1650 m di atas permukaan laut. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka seperti di pematang, dan di pinggir saluran air (Heyne 1987).

Gambar 1 Tanaman tempuyung

Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung adalah ion-ion mineral, antara lain silika, kalium, magnesium, natrium, dan senyawa organik seperti flavonoid (kaemferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin (skepolatin), taraksasterol, inosatol, serta asam fenolat (sinamat, kumarat, dan vanilat). Menurut Cos (1998), flavonoid apigenin-7-O-glukosida adalah salah satu golongan flavonoid yang berpotensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksida.

Xantin Oksidasi

Xantin oksidase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari molekul-molekul protein yang tiap molekul-molekulnya tersusun atas 2 mol FAD, 2 mol atom Mo dan 8 mol atom Fe. Enzim xantin oksidase di dalam tubuh terdapat pada hati dan otot. Satu unit xantin oksidase dapat mengkonversi satu µmol substrat (xantin) menjadi asam urat tiap satu menit pada pH optimum (pH 7.5) dan suhu optimum (25oC).

(5)

3

mengkatalisis reaksi oksidasi hipoxantin dan xantin menjadi asam urat yang berperan penting dalam timbulnya gout dan reaksinya dapat dilihat pada Gambar 2. Selama proses oksidasi xantin membentuk asam urat, atom oksigen ditransfer dari molibdenum ke xantin. Perombakan pusat molibdenum yang aktif terjadi dengan penambahan air (Murray et al.

2006).

Gambar 2 Skema reaksi xantin oksidase yang mengkonversi hipoxantin menjadi xantin kemudian asam urat.

Asam Urat (Gout)

Asam urat didefinisikan sebagai penyakit atau sindrom yang disebabkan oleh adanya pembengkakan atau inflamasi karena menumpuknya kristal monosodium urat pada tulang sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat dalam darah (Johnstone 2005). Kadar asam urat normal dalam darah berkisar antara 25–75 g/ml dengan volume urin yang diekskresikan per harinya antara 250 hingga 750. Gout selalu didahului oleh hiperurisemia (Mycek et al. 2001). Asam urat terbentuk di hepar dan dilepaskan ke dalam peredaran darah. Konsentrasi asam urat di dalam serum darah dua kali lipat jika dibandingkan dengan kadar asam urat yang terdapat di eritrosit. Pada serum atau plasma darah, asam urat dapat ditemukan dalam dua bentuk, bentuk bebas dan terikat pada albumin. Konsentrasi asam urat normal pada laki-laki berkisar 30−70

g/ml, sedangkan perempuan lebih rendah yaitu 25−60 g/ml. Penyakit ini umumnya menyerang pria dari pada perempuan dengan rasio perbandingan pria dan wanita yang terkena adalah 7:1. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon estrogen lebih banyak daripada laki-laki, yang ikut membantu pembuangan asam urat melalui urin.

Tingginya kadar asam urat dalam darah pada penderita gout maupun hiperurisemia diakibatkan oleh faktor produksi asam urat berlebihan, obesitas, diabetes yang disertai dengan tekanan darah tinggi (Galvan et al.1995), hingga stres tinggi (Montgomery et al. 1993) dan faktor makanan terutama protein hewani maupun nabati atau sayur-sayuran kaya purin dalam jumlah banyak.

Penelitian Pendukung

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai anti asam urat melalui mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase telah banyak dilakukan seperti di Amerika (Owen & Timothy 1998), China (Kong et al. 2000), India (Behera et al. 2003; Umamaheswari et al. 2006), dan Taiwan (Tung & Chang 2010). Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa tanaman obat yang diteliti dapat menginhibisi enzim xantin oksidase dengan daya inhibisi dari 20% sampai 80%. Beberapa senyawa dan kelompok senyawa aktif yang telah diisolasi dari berbagai jenis tanaman obat diketahui memiliki aktivitas antigout seperti penolat dan tanin dari Laric laricina(Owen & Timothy 1998), ekstrak metanol Cinnamomum cassia, Chrysanthemum indicum, Lycopus europaeuos(Kong et al. 2000), asam valoneat dilakton dariLagerstroemia speciosa(Unno et al. 2003), sub keluarga Asteridae seperti

Carthamus tinctorious (Zhang & Yatcilla 2004), ekstrak metalonat Coccinia grandis, Datura metel, Strychnus nux-vomica, danVitex regundo (Umamaheswari et al. 2006), kuersetin, kaemferol, apigenin dari Pystacia integerrima (Ahmad et al. 2007), ekstrak hidromatalonat dari Erythrina stricta

(Umamaheswari et al. 2009), okanin dan melanoxetin dari Acasia confusa (Tung & Chang 2010).

(6)

al. 2005). Wardani (2008) telah membuktikan bahwa ekstrak tempuyung dan meniran dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat. Izzah (2010) membuktikan bahwa gabungan dari ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro

dengan persen inhibisi sebesar 88,68% dan penelitiannya itu sekaligus mengukuhkan gabungan ekstrak tersebut dengan dosis 2640 mg/300 g BB dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus sebesar 59,45 % yang melebihi kontrol positif (alopurinol) sebesar 56,86%. Hasil penelitian ini didukung oleh Chairul (1999) menyatakan bahwa tempuyung berkhasiat dalam mengobati penyakit gout dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid tempuyung juga berpotensi sebagai komponen antiinflamasi dan antihiperurisemia (Heryanto 2003).

Penelusuran melalui situs paten Amerika (www.uspto.gov) pada tanggal 4 Maret 2010, menunjukkan beberapa hasil penelitian yang memuat khasiat tanaman herba sebagai anti inflamasi, yaitu Coix, Pinellia, Prunus (Hou 1999; US Patent No. 5908628). Tanacetum parthenium, Zingibar officinale, Curcuma longa (Tomer 2000; US Patent No. 616248), jahe, the hijau, huzhang, oregano (Newmark 2001; US Patent No. 6264995). Sub keluarga Asteridae seperti Carthamus tinctoriousefektif untuk menginhibisi aktivitas xantin oksidase (Zhang 2004; US Patent No. 7195790). Selain itu terdapat ekstrak etanol seledri yang dapat mencegah inflamasi dan iritasi lambung (Ethels 2004; US Patent No. 6761913). US Paten publikasi No. 2004/0161480 A1 mengenai produk suplemen makanan yang mengandung seledri yang digunakan untuk mengatasi gangguan sendi pada mamalia (in vivo) yang diantaranya disebabkan oleh gout

(Rose & Chrisope 2004), terdapat juga aplikasi paten mengenai makanan yang dikonsumsi untuk mengobati atau mencegah hiperurisemia dan mengobati gout yang mengandung kondroitin sulfat protein kompleks dan seledri, yaitu US Paten publikasi No. 2005/0222010 A1 (Murota et al. 2005). Aplikasi paten yang lebih baru, yaitu mengenai komposisi gabungan herbal yang mengandung Zingibar officinalesebagai antiarthritis (Pulpa 2008; US Patent 7338674B2).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel tempuyung, CHCl3, MeOH, EtOH, NaOH, NH4OH,

H2SO4, heksana, HCl, aseton, etil asetat,

pereaksi Meyer, Dragendorf, dan Wagner, xantin dari sigma, buffer fospat, enzim xantin oksidase dari sigma, kertas saring, dan air bebas ion.

Alat–alat yang digunakan antara peralatan gelas, cawan porselin, neraca analitik, pembakar bunsen, oven, desikator, inkubator, rak tabung reaksi, waterbath, pH meter, autopipet, stopwatch, vorteks mixer, dan Instrumen Spektrofotometer UV Vis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu tahap persiapan sampel, penentuan kadar air, ekstraksi, uji fitokimia, uji inhibisi, dan uji kecepatan. Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Persiapan Sampel

Bahan baku tempuyung diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Semua bahan dipisahkan dari kotoran atau bahan-bahan asing lainnya lalu di cuci dan dirajang. Sampel dikeringkan di udara terbuka hingga kadar air kurang dari 10% agar bahan yang diperoleh tidak mudah rusak akibat dari mikroorganisme.

Penentuan Kadar Air

Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sampel ditimbang sekitar 3 gram dan dimasukkan ke cawan porselin. Sampel beserta cawannya dikeringkan pada suhu 105°C selama 3 jam di dalam oven. Setelah didinginkan dalam desikator selama 30 menit, cawan beserta isinya ditimbang. Prosedur dilakukan berulang kali sampai didapatkan bobot tetap dengan selisih kurang dari 1 mg. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persen kadar air sampel dihitung dengan persamaan:

Kadar Air =

100

%

a

b

a

dimana:

(7)

4

al. 2005). Wardani (2008) telah membuktikan bahwa ekstrak tempuyung dan meniran dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat. Izzah (2010) membuktikan bahwa gabungan dari ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro

dengan persen inhibisi sebesar 88,68% dan penelitiannya itu sekaligus mengukuhkan gabungan ekstrak tersebut dengan dosis 2640 mg/300 g BB dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus sebesar 59,45 % yang melebihi kontrol positif (alopurinol) sebesar 56,86%. Hasil penelitian ini didukung oleh Chairul (1999) menyatakan bahwa tempuyung berkhasiat dalam mengobati penyakit gout dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid tempuyung juga berpotensi sebagai komponen antiinflamasi dan antihiperurisemia (Heryanto 2003).

Penelusuran melalui situs paten Amerika (www.uspto.gov) pada tanggal 4 Maret 2010, menunjukkan beberapa hasil penelitian yang memuat khasiat tanaman herba sebagai anti inflamasi, yaitu Coix, Pinellia, Prunus (Hou 1999; US Patent No. 5908628). Tanacetum parthenium, Zingibar officinale, Curcuma longa (Tomer 2000; US Patent No. 616248), jahe, the hijau, huzhang, oregano (Newmark 2001; US Patent No. 6264995). Sub keluarga Asteridae seperti Carthamus tinctoriousefektif untuk menginhibisi aktivitas xantin oksidase (Zhang 2004; US Patent No. 7195790). Selain itu terdapat ekstrak etanol seledri yang dapat mencegah inflamasi dan iritasi lambung (Ethels 2004; US Patent No. 6761913). US Paten publikasi No. 2004/0161480 A1 mengenai produk suplemen makanan yang mengandung seledri yang digunakan untuk mengatasi gangguan sendi pada mamalia (in vivo) yang diantaranya disebabkan oleh gout

(Rose & Chrisope 2004), terdapat juga aplikasi paten mengenai makanan yang dikonsumsi untuk mengobati atau mencegah hiperurisemia dan mengobati gout yang mengandung kondroitin sulfat protein kompleks dan seledri, yaitu US Paten publikasi No. 2005/0222010 A1 (Murota et al. 2005). Aplikasi paten yang lebih baru, yaitu mengenai komposisi gabungan herbal yang mengandung Zingibar officinalesebagai antiarthritis (Pulpa 2008; US Patent 7338674B2).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel tempuyung, CHCl3, MeOH, EtOH, NaOH, NH4OH,

H2SO4, heksana, HCl, aseton, etil asetat,

pereaksi Meyer, Dragendorf, dan Wagner, xantin dari sigma, buffer fospat, enzim xantin oksidase dari sigma, kertas saring, dan air bebas ion.

Alat–alat yang digunakan antara peralatan gelas, cawan porselin, neraca analitik, pembakar bunsen, oven, desikator, inkubator, rak tabung reaksi, waterbath, pH meter, autopipet, stopwatch, vorteks mixer, dan Instrumen Spektrofotometer UV Vis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu tahap persiapan sampel, penentuan kadar air, ekstraksi, uji fitokimia, uji inhibisi, dan uji kecepatan. Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Persiapan Sampel

Bahan baku tempuyung diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Semua bahan dipisahkan dari kotoran atau bahan-bahan asing lainnya lalu di cuci dan dirajang. Sampel dikeringkan di udara terbuka hingga kadar air kurang dari 10% agar bahan yang diperoleh tidak mudah rusak akibat dari mikroorganisme.

Penentuan Kadar Air

Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sampel ditimbang sekitar 3 gram dan dimasukkan ke cawan porselin. Sampel beserta cawannya dikeringkan pada suhu 105°C selama 3 jam di dalam oven. Setelah didinginkan dalam desikator selama 30 menit, cawan beserta isinya ditimbang. Prosedur dilakukan berulang kali sampai didapatkan bobot tetap dengan selisih kurang dari 1 mg. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persen kadar air sampel dihitung dengan persamaan:

Kadar Air =

100

%

a

b

a

dimana:

(8)

Ekstraksi Etanol (BPOM 2004)

Serbuk sampel diekstraksi dengan pelarut etanol 30% menggunakan metode maserasi dengan perbandingan 1:5 antara simplisia dan pelarut. Sampel beserta pelarut diaduk,

kemudian didiamkan selama 24 jam. Filtrat dipisahkan dan proses diulangi 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat dikumpulkan dan diuapkan dengan radas penguap putar sampai kental, kemudian ditambahkan pengisi lalu dikeringkan di dalam oven. Rendemennya dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rendemen ekstrak = x 100%

Keterangan:

a= bobot ekstrak (g)

b= bobot sampel (g)

Uji Fitokimia (Harborne 1987) a. Uji alkaloid

Sebanyak 1 g contoh dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH

kemudian disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam tabung reksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M dan lapisan

asamnya dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga.

b. Triterpenoid dan steroid

Sebanyak 1 g contoh dilarutkan dalam 25 ml etanol panas (50oC) disaring ke dalam pinggan porselen dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes serta ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji Lieberman-Buchard).

Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.

c. Uji saponin dan flavonoid

Sebanyak 1 g contoh yang ingin diuji dimasukkan dalam gelas piala, ditambahkan 100 ml air panas, dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik lalu dibiarkan selama 10 menit. Saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 10 ml filtrat lain dicampurkan 0.5 g serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCL 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1), dan 2 ml amil alkohol

kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. d. Uji tanin

Sebanyak 1 g contoh ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambah larutan besi (III) klorida. Terbentuknya warna hitam kehijauan menunjukkan tanin.

Pembuatan Kurva Standar

Larutan substrat (xantin) dibuat pada berbagai konsentrasi (0.1; 0.2; 0.3; 0.4; dan 0.5 ppm) dan diukur panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh yairu 269 nm. Semua larutan xantin kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sehingga diperoleh kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan larutan xantin. Persamaan kurva linear tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas xantin oksidase.

Uji Daya Inhibisi Terhadap Enzim Xantin Oksidase (Tamta et al. 2006)

Uji daya inhibisi ekstrak kasar terhadap xantin oksidase dilakukan pada kondisi optimumnya. Kondisi optimum pengujian mengacu pada Iswantini dan Darusman (2003), yaitu pada waktu inkubasi 45 menit, suhu 20o C, pH 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0.1 unit/ml, dan konsentrasi substrat (xantin) 0.7 mM.

Ekstrak kasar dimasukkan ke dalam tabung reaksi terpisah dengan variasi konsentrasi tertentu. Variasi konsentrasi didasarkan pada hasil uji sitotoksin (Wardani 2008). Selanjutnya kedalamnya ditambahkan larutan buffer kalium fosfat 50 mM pH 7.5 sampai volumenya menjadi 1.9 ml. Campuran kemudian ditambah 1 ml xantin 2.1 mM dan xantin oksidase 0.1 unit/ml sebanyak 0.1 ml lalu diinkubasi pada suhu 20oC selam 45 menit. Setelah masa inkubasi, ke dalam campuran dengan segera ditambahkan HCl 0.58 M sebanyak 1 ml untuk menghentikan reaksi.

(9)

6

besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas xantin oksidase.

Uji Kecepatan Aktivitas Xantin Oksidase di berbagai Konsentrasi Substrat (Tamta et al. 2006)

Uji kecepatan dilakukan hanya pada ekstrak kasar tempuyung. Prosedur uji ini mirip dengan pelaksanaan uji penentuan daya inhibisi, hanya saja pada uji kecepatan ini, konsentrasi substrat (xantin) dalam larutan divariasikan mulai dari 0, 0.1 hingga 0.9 mM (interval kenaikan 0.2 mM) dan konsentrasi ekstrak dibuat konstan. Sebelum uji dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu pada konsentrasi berapa ekstrak kasar memberikan hambatan maksimumnya. Ekstrak dengan konsentrasi yang memberikan daya inhibisi terbaik dan masih berada di bawah nilai LC50

-nya yang kemudian dijadikan kandidat bagi pelaksanaan uji kecepatan. Ekstrak etanol tempuyung menunjukkan daya inhibisi yang paling besar pada konsentrasi 200 ppm.

Dalam pelaksanaannya, sederetan konsentrasi substrat disiapkan (0.00; 0.3; 0.9; 1.5;2.1; dan 2.7 mM) dan diuji sebagaimana penentuan daya inhibisi, dari sini akan diperoleh kecepatan reaksi enzim xantin oksidase dalam keadaan normal, sedangkan untuk melihat kecepatan reaksi enzim akibat perlakuan ekstrak, ke dalam sederetan konsentrasi substrat yang lain ditambahkan ekstrak (konsentrasi terpilih), dan diinkubasi sesuai kondisi optimumnya, lalu dibaca serapannya pada panjang gelombang 269 nm.

Data yang diperoleh kemudian dikonversi dan diinterpretasikan ke dalam persamaan Michaelis Menten dalam bentuk grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Sampel tempuyung yang digunakan pada penelitian ini berbentuk simplisia yang telah dikeringkan dan digiling. Pengeringan simplisia dimaksudkan untuk menghindari pengaruh mikrob, karena kadar air dalam suatu bahan akan memengaruhi daya tahan sampel tersebut terhadap serangan mikrob. Penggilingan sampel dimaksudkan untuk memudahkan proses difusi pelarut masuk ke dalam dinding sel tumbuhan sehingga proses ekstraksi dapat berjalan optimal.

Serbuk tempuyung ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan cara

penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (jamur). Data dan perhitungan kadar air bisa dilihat pada Lampiran 2. Kadar air yang diperoleh adalah 10.29 %, maka serbuk tempuyung relatif kurang stabil terhadap serangan mikrob karena kadar airnya lebih dari 10% (Winarno 1997). Hal ini bisa terjadi karena panen dilakukan pada saat musim hujan sehingga kadar airnya cukup tinggi.

Ekstraksi

Ekstraksi digunakan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia yang larut dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi cocok digunakan untuk senyawa yang belum diketahui ciri-cirinya. Kandungan senyawa dalam sampel yang tidak tahan panas tidak rusak dan sampel dapat diekstraksi langsung dalam jumlah banyak. Mekanisme ekstraksi pada metode maserasi adalah adanya proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstraksi senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 30%, alasan etanol karena etanol memiliki 2 gugus fungsi yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang nonpolar. Senyawa-senyawa dengan kepolaran yang berbeda dalam sampel diharapkan akan terekstrak ke dalam etanol (Khopkar 2002). Selain itu, etanol 30% lebih ekonomis dan limbah yang dihasilkan tidak terlalu berbahaya. Rendemen yang didapatkan dari hasil ekstraksi serbuk tempuyung adalah 22.06% terhadap bobot keringnya. Untuk perhitungannya dapat dilihat di Lampiran 2.

Uji Fitokimia

Senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak tempuyung dapat diketahui melalui uji fitokimia. Uji yang dilakukan meliputi uji flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, steroid, dan triterpenoid. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid di dalam ekstrak tersebut yang kemungkinan berperan dalam menginhibisi xantin oksidase. Uji fitokimia dilakukan terhadap serbuk dan ekstrak kasar tempuyung. Hasil uji fitokimia serbuk dan ekstrak (Tabel 1) menunjukkan bahwa keduanya mengandung flavonoid dan tanin.

(10)

besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas xantin oksidase.

Uji Kecepatan Aktivitas Xantin Oksidase di berbagai Konsentrasi Substrat (Tamta et al. 2006)

Uji kecepatan dilakukan hanya pada ekstrak kasar tempuyung. Prosedur uji ini mirip dengan pelaksanaan uji penentuan daya inhibisi, hanya saja pada uji kecepatan ini, konsentrasi substrat (xantin) dalam larutan divariasikan mulai dari 0, 0.1 hingga 0.9 mM (interval kenaikan 0.2 mM) dan konsentrasi ekstrak dibuat konstan. Sebelum uji dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu pada konsentrasi berapa ekstrak kasar memberikan hambatan maksimumnya. Ekstrak dengan konsentrasi yang memberikan daya inhibisi terbaik dan masih berada di bawah nilai LC50

-nya yang kemudian dijadikan kandidat bagi pelaksanaan uji kecepatan. Ekstrak etanol tempuyung menunjukkan daya inhibisi yang paling besar pada konsentrasi 200 ppm.

Dalam pelaksanaannya, sederetan konsentrasi substrat disiapkan (0.00; 0.3; 0.9; 1.5;2.1; dan 2.7 mM) dan diuji sebagaimana penentuan daya inhibisi, dari sini akan diperoleh kecepatan reaksi enzim xantin oksidase dalam keadaan normal, sedangkan untuk melihat kecepatan reaksi enzim akibat perlakuan ekstrak, ke dalam sederetan konsentrasi substrat yang lain ditambahkan ekstrak (konsentrasi terpilih), dan diinkubasi sesuai kondisi optimumnya, lalu dibaca serapannya pada panjang gelombang 269 nm.

Data yang diperoleh kemudian dikonversi dan diinterpretasikan ke dalam persamaan Michaelis Menten dalam bentuk grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Sampel tempuyung yang digunakan pada penelitian ini berbentuk simplisia yang telah dikeringkan dan digiling. Pengeringan simplisia dimaksudkan untuk menghindari pengaruh mikrob, karena kadar air dalam suatu bahan akan memengaruhi daya tahan sampel tersebut terhadap serangan mikrob. Penggilingan sampel dimaksudkan untuk memudahkan proses difusi pelarut masuk ke dalam dinding sel tumbuhan sehingga proses ekstraksi dapat berjalan optimal.

Serbuk tempuyung ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan cara

penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (jamur). Data dan perhitungan kadar air bisa dilihat pada Lampiran 2. Kadar air yang diperoleh adalah 10.29 %, maka serbuk tempuyung relatif kurang stabil terhadap serangan mikrob karena kadar airnya lebih dari 10% (Winarno 1997). Hal ini bisa terjadi karena panen dilakukan pada saat musim hujan sehingga kadar airnya cukup tinggi.

Ekstraksi

Ekstraksi digunakan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia yang larut dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi cocok digunakan untuk senyawa yang belum diketahui ciri-cirinya. Kandungan senyawa dalam sampel yang tidak tahan panas tidak rusak dan sampel dapat diekstraksi langsung dalam jumlah banyak. Mekanisme ekstraksi pada metode maserasi adalah adanya proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstraksi senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 30%, alasan etanol karena etanol memiliki 2 gugus fungsi yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang nonpolar. Senyawa-senyawa dengan kepolaran yang berbeda dalam sampel diharapkan akan terekstrak ke dalam etanol (Khopkar 2002). Selain itu, etanol 30% lebih ekonomis dan limbah yang dihasilkan tidak terlalu berbahaya. Rendemen yang didapatkan dari hasil ekstraksi serbuk tempuyung adalah 22.06% terhadap bobot keringnya. Untuk perhitungannya dapat dilihat di Lampiran 2.

Uji Fitokimia

Senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak tempuyung dapat diketahui melalui uji fitokimia. Uji yang dilakukan meliputi uji flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, steroid, dan triterpenoid. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid di dalam ekstrak tersebut yang kemungkinan berperan dalam menginhibisi xantin oksidase. Uji fitokimia dilakukan terhadap serbuk dan ekstrak kasar tempuyung. Hasil uji fitokimia serbuk dan ekstrak (Tabel 1) menunjukkan bahwa keduanya mengandung flavonoid dan tanin.

(11)

7

aktivitas xantin oksidase. Sementara kandungan tanin pada ekstrak dan simplisia diperkirakan sama dilihat dari warnanya yang hampir sama.

Tabel 1 Uji fitokimia serbuk dan ekstrak tempuyung

Golongan senyawa

Hasil uji

Serbuk Ekstrak

Flavonoid + + + Alkaloid

-Tanin + + Saponin -Steroid -Triterpenoid

-Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tempuyung selain mengandung flavonoid dan tanin juga mengandung triterpenoid dan steroid (Wardani 2008). Perbedaan diduga karena kondisi tanaman saat panen berbeda sehingga kandungan metabolit sekundernya berbeda.

Uji Inhibisi Ekstrak Kasar terhadap Aktivitas Xantin Oksidase

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan sebelum uji inhibisi xantin oksidase. Pengukuran serapan larutan pada panjang gelombang maksimum dapat mengurangi galat atau memiliki ketepatan yang tinggi dalam penentuan suatu senyawa secara spektrofotometri. Hal ini disebabkan karena pengukuran pada dengan serapan maksimum akan meningkatkan kepekaan analisis. Pengukuran ultraviolet (UV) dilakukan pada kisaran panjang gelombang 220–320 nm karena senyawa yang akan diukur tidak berwarna. Panjang gelombang maksimum diperoleh pada panjang gelombang 269 nm (Lampiran 3). Hasil ini tidak terlalu jauh dari

max yang diperoleh Izzah (2010) yaitu 268.2

nm.

Uji inhibisi terhadap enzim xantin oksidase dilakukan pada ekstrak tempuyung dengan konsentrasi, mulai dari 100 ppm sampai 1500 ppm. Variasi konsentrasi ini bertujuan mencari konsentrasi yang memiliki daya inhibisi terbaik. Konsentrasi terbaik dengan daya inhibisi tertinggi inilah yang digunakan untuk uji kecepatan enzim. Selain itu, juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (kontrol) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak terhadap aktivitas enzim.

Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan xantin pada berbagai konsentrasi. Persamaan linear yang diperoleh ialah

y=2.8346x+0.2235 dengan nilai r=0.9600 (Lampiran 3), dan ymerupakan serapan xantin dengan penambahan ekstrak dan xmerupakan konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Konsentrasi ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi sehingga dapat ditentukan besarnya aktivitas xantin oksidase dan persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas xantin oksidase.

Faktor-faktor utama yang dapat memengaruhi aktivitas enzim meliputi konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, jumlah produk yang terbentuk, adanya senyawa inhibitor dan aktivator, pH, kekuatan ion, serta suhu lingkungan (Thenawijaya 1995). Faktor-faktor ini harus benar-benar diperhatikan selama bekerja dengan enzim. Uji enzimatik dilakukan pada kondisi optimum (Iswantini dan Darusman 2003), yakni pada suhu inkubasi 20oC, pH 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0.1 unit/ml, konsentrasi xantin 0.7 mM, dan waktu inkubasi 45 menit. Serapan yang terukur merupakan sisa xantin yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Serapan ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin berdasarkan pada persamaan linear. Daya hambat ekstrak kasar tempuyung dapat diilustrasikan dalam bentuk persen inhibisi yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Hasil uji (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tidak semua varian konsentrasi ekstrak memiliki aktivitas enzim yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak kasar tempu-yung berpotensi untuk menghambat dan mengaktivasi aktivitas xantin oksidase. Namun, kemampuan menghambatnya masih lebih besar daripada kemampuan mengaktivasi dilihat dari nilai inhibisinya.

(12)

Gambar 3 Inhibisi ekstrak tempuyung terhadap enzim xantin oksidase dalam berbagai konsentrasi.

Data hasil uji inhibisi menunjukkan daya inhibisi yang tidak seiring dengan bertam-bahnya konsentrasi ekstrak. Peningkatan yang tidak signifikan ini diduga adanya karakteristik komponen senyawa yang berbeda dalam sampel yang ikut terekstrak oleh etanol dan ketidakhomogenan distribusi ekstrak oleh pelarut. Golongan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai inhibitor ataupun aktivator enzim (Harborne 1987).

Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak tempuyung yang diduga dapat menginhibisi xantin oksidase adalah flavonoid. Kandungan flavonoid yang terdapat di dalam ekstrak etanol tempuyung, yaitu flavonoid dengan komponen utama adalah 7-glukosilluteolin, 7-glukosilapigenin, dan kaemferol (Chairul 1999). Senyawa flavonoid dapat menghambat xantin oksidase dan bersifat menangkap radikal bebas superoksida sehingga mampu menurunkan kadar asam urat. Jenis-jenis flavonoid seperti apigenin, luteolin, kuersetin dan kaemferol mempunyai potensi cukup baik untuk menginhibisi aktivitas enzim xantin oksidase, sedangkan turunan flavonoid seperti 7-glukosilapigenin memiliki inhibisi lebih rendah dibandingkan flavonoid aslinya, yaitu apigenin (Cos et al. 1998). Berdasarkan penelitian sebelumnya flavonoid golongan quersetin dan

rutin sebagai inhibitor xantin oksidase dan xantin dehidrogenasi sehingga dapat mencegah hiperurisemia pada hati tikus secara in vivo

(Zhu et al. 2004). Umamaheswari et al.(2006) menyatakan bahwa selain kandungan flavonoid, senyawa-senyawa seperti diterpen, triterpenoid, alkaloid, dan lignan yang terdapat dalam ekstrak metanol tanaman Vivex negundo

L. atau saponin dan polifenol yang terdapat pada ekstrak air tanaman Coccinia grandis L. dapat berperan dalam menghambat xantin oksidase secara in vitro dengan daya inhibisi lebih besar dari 50%. Kuersetin dari Pistecia integerrima juga dapat menghambat aktivitas xantin oksidase (Ahmad et al. 2007). Flavonoid pada ekstrak Acacia confusa dapat menghambat xantin oksidase sebesar 80% (Tung & Chang 2010).

Uji Kecepatan Reaksi Enzim pada Berbagai Konsentrasi Substrat

Pada uji kecepatan ini digunakan konsentrasi ekstrak kasar 200 ppm, pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada nilai inhibisinya yang paling besar berdasarkan uji inhibisi, dengan konsentrasi yang masih dibawah nilai LC50(Wardani 2008). Selain itu

alasan lain dipilih konsentrasi 200 ppm adalah ekstrak tersebut tidak terlalu pekat karena dikhawatirkan keragaman senyawa yang terdapat pada ekstrak yang terlalu pekat dapat mengganggu reaksi enzimatis dan akan memengaruhi hasil. Hasil analisis kecepatan enzim berdasarkan grafik Michaelis Menten dapat dilihat seperti pada Gambar 4.

Berdasarkan hasil uji kecepatan (Lampiran 5) terlihat bahwa terjadi pening-katan kecepatan seiring dengan penambahan konsentrasi substrat. Hal ini terjadi karena banyaknya peluang bagi substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Sesuai dengan pernyataan Lehninger bahwa pada konsentrasi substrat rendah kecepatan reaksi amat rendah tetapi kecepatan akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat (Lehninger 1982).

(13)

9

Keterangan: =kecepatan ekstrak

∆=kecepatan standar

Gambar 4 Hasil uji kecepatan reaksi enzimatis berdasarkan kurva Michaelis Menten

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstraksi etanol tempuyung menghasil-kan rendemen sebesar 22.06%. Pengujian daya inhibisi ekstrak kasar tempuyung terhadap xantin oksidase menunjukkan adanya hambatan dengan daya inhibisi mulai dari 1.61–10.86% pada rentang konsentrasi ekstrak 100–600 ppm. Adanya penambahan konsentrasi substrat terbukti dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Berdasarkan uji kecepatan terlihat bahwa ekstrak kasar tempuyung dengan konsentrasi

200 ppm (daya inhibisi sebesar 10.86%) dapat menurunkan kecepatan reaksi enzimatis walaupun tidak signifikan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan persen penghambatan lebih besar yaitu dengan fraksinasi kemudian diuji kinetikanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad NS, Farman M, Najmi MH, Mian KB, Hasan A. 2007. Pharmacological basis for use of Pistacia integerrima leaves in hyperuricemia and gout. J Ethnophar-macol117:478-482.

Behera BC, Adawadkar B, Makhija U. 2003. Inhibitory activity of xanthine oxidase and superoxide-scavenging activity in some taxa of the lichen family graphidaceae.

Phytomedicine10:536-543.

[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Ekstrak tumbuhan Indonesia Vol ke-2. Jakarta: BPOM

Chairul. 1999. Tempuyung untuk menghadang asam urat. [terhubung berkala]. www.indomedia.com/intisari/1999/tempu yung. [7 November 2010].

Connor M. 2009. Allopurinol for pain relief: More than just crystal clearance. Br J Pharmacol156:4-6.

Cos P, Ying L, Calomne M, Hu J.P, Cimanga K, Poel B.V, Pieters L, Vlietinck A.J, dan Berghe D.V. 1998. Structure Activity relationship and classification of flavonoids as inhibitors of xanthin oxidase and superoxide scavengers. Journal Natural Prodia61:71-76.

Dalimartha. 2006. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Bogor: Penebar Swadaya.

(14)

Keterangan: =kecepatan ekstrak

∆=kecepatan standar

Gambar 4 Hasil uji kecepatan reaksi enzimatis berdasarkan kurva Michaelis Menten

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstraksi etanol tempuyung menghasil-kan rendemen sebesar 22.06%. Pengujian daya inhibisi ekstrak kasar tempuyung terhadap xantin oksidase menunjukkan adanya hambatan dengan daya inhibisi mulai dari 1.61–10.86% pada rentang konsentrasi ekstrak 100–600 ppm. Adanya penambahan konsentrasi substrat terbukti dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Berdasarkan uji kecepatan terlihat bahwa ekstrak kasar tempuyung dengan konsentrasi

200 ppm (daya inhibisi sebesar 10.86%) dapat menurunkan kecepatan reaksi enzimatis walaupun tidak signifikan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan persen penghambatan lebih besar yaitu dengan fraksinasi kemudian diuji kinetikanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad NS, Farman M, Najmi MH, Mian KB, Hasan A. 2007. Pharmacological basis for use of Pistacia integerrima leaves in hyperuricemia and gout. J Ethnophar-macol117:478-482.

Behera BC, Adawadkar B, Makhija U. 2003. Inhibitory activity of xanthine oxidase and superoxide-scavenging activity in some taxa of the lichen family graphidaceae.

Phytomedicine10:536-543.

[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Ekstrak tumbuhan Indonesia Vol ke-2. Jakarta: BPOM

Chairul. 1999. Tempuyung untuk menghadang asam urat. [terhubung berkala]. www.indomedia.com/intisari/1999/tempu yung. [7 November 2010].

Connor M. 2009. Allopurinol for pain relief: More than just crystal clearance. Br J Pharmacol156:4-6.

Cos P, Ying L, Calomne M, Hu J.P, Cimanga K, Poel B.V, Pieters L, Vlietinck A.J, dan Berghe D.V. 1998. Structure Activity relationship and classification of flavonoids as inhibitors of xanthin oxidase and superoxide scavengers. Journal Natural Prodia61:71-76.

Dalimartha. 2006. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Bogor: Penebar Swadaya.

(15)

PENGARUH EKSTRAK TEMPUYUNG (

Sonchus arvensis

)

TERHADAP AKTIVITAS XANTIN OKSIDASE SECARA

IN

VITRO

SEBAGAI DASAR UJI KINETIKA

ANGGI SUSANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

gastrointestinal irritation. US patent 6761913.

Galvan AQ, A Natali, S Baldi, S Frascerra, G Sanna, D Ciociaro & E Ferrannini.1995. Effect of Insulin on Uric Acid Exretion in Humans. Am. J. Physiol. 268:E1-E5.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Ed. ke-2. K.Padmawinata dan I.Soediro. penerjemah. ITB Bandung:Press. Terjemahan dari Phytochemical Methods.

Heryanto R. 2003. Biofarmaka: Definisi dan Fungsinya Dalam Pengobatan Gout. Di dalam: Makalah dan Pelatihan Tanaman Obat dan Produksi Obat Tradisional. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka IPB.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 11. Jakarta: Yayasan Sarana Warna.

Hou l, penemu;Morgan, Lewis&Bockious LLP. 1999. Composition with analgesic, antypiretic and antiinflammatory properties. US patent 5908628.

Iswantini D, Darusman LK. 2003. Effect of sidaguri extract as an uric acid lowering agent on the activity of xanthine oxidase enzyme. Di dalam: Proceedings of International Symposium On Biomedicines. Biopharmaca Research Centre, Bogor Agricultural University.

Iswantini D, Darusman LK, Rahminiwati M, Iskandar, Heryanto, penemu; Institut Pertanian Bogor. 2 Agu 2004. Formula Ekstrak Gabungan Apium graveolens dan

Sida rhombifolia L. sebagai Fitofarmaka untuk Penyakit Gout: Inhibitor Xantin Oksidase. ID P00200400339.

Iswantini D, Darusman LK, Rahminiwati M, Iskandar, Heryanto R, Hakim L, Ramdhani TH. penemu; Institut Pertanian Bogor. 2005. Sidaguri (Sidarhombifolia

L.) and seledri (Apium graveolens L.) as antigout : In vitro, in vivo assays and Bioactive Compounds. ISBN No 9839269496.

Iswantini D, Darusman LK, Hidayat R. 2009. Indonesian sidaguri (Sida rhombifolia L.) as antigout and inhibition kinetics of flavonoids crude extract on the activity of xantin oksidase .J Biol Sci 9:504-508.

Izzah, 2010. Ekstrak seledri (Apium grave-olens), sidaguri (Sida rhombifolia), dan tempuyung (Sonchus arvensis L.) sebagai antihiperurisemia secara in vitro dan in vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Jioa RH, Ge HM, Shi DA, Tan RX. 2006. An apigenin-derived xanthine oksidase inhibitor from Palhinhae cernua. J Nat Prod69:1089-1091.

Johnstone A. 2005. Gout: The disease and non-drug treatment. Hospital Pharmacist

12:391-393.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari:

Analytical Chemistry.

Kong LD, Cai Y, Huang WW, Cheng CHK, Tan RX. 2000. Inhibition of xanthine oxidase by some Chinese medicinal plants used to treat gout. J Ethnopharmacol 73: 199-207.

Kong LD, Chen Y, Fei G, Hai DW, Yu SG. 2004. A chinese herbal medicine ermiao wan reduces serum uric acid level and inhibits liver xanthine dehydrogenase and xanthine oxidase in mice. J Ethnopharmacology93:325-330.

Lehninger. 1982. Dasar-dasar biokimia. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Fundamental of Biochemistry.

Mansjoer A. 2004. Reumatologi Kapita Selekta Kedokteran. Ed ke-3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Montgomery R, RL Dryer, TW Conway & AA Spector 1993. Biochemistry : A Case-Oriented Approach. Mosby, St. Louis.

(17)

11

Murray R.K, Granner D.K, Rodwel V.W. 2006. Biokimia. Braham U.P, pener-jemah. Jakarta:Buku kedokteran GGC. Terjemahan dari: Harpers Illustrated Biochemistry.

Mycek MJ, RA Harvey, PC Champe. 2001.

Farmakologi : Ulasan Bergambar. Ed. Ke-2. Terjemahan A Agoes. Widya Medika, Jakarta.

Nadinah. 2007. Kinetika inhibisi etanol seledri (Apium graveolens L.) dan fraksinasinya terhadap enzim xantin oksidase serta penentuan senyawa aktifnya [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nagao A Seki, Kobaya SM. 1999. Inhibition of xanthine oxidase by flavonoids. Bi-osci/Biotecnol/Biochem63:1787-1790.

Newmark T, Schulik P, penemu;Vital Dinamic Inc. Canoga Park. Herbal composition for reducing inflammation and methods of using same. US patent 6264995.

Owen PL, Timothy J. 1998. Xanthin oksidase inhibitory activity of North American plant remedies used for gout. J Ethnopharmacol64:149-160.

Pulpa P, penemu; Council of Scientific and Industrial Research, New Delhi. 4 Maret 2008. Anti-arthritic herbal composition and method thereof. US patent 7338674 B2.

Ramdhani TH. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri dalam menghambat aktivitas xantin oksidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rose R, Chrisope GL, penemu; In Clover, Inc., Denver. 19 Agustus 2004. Product and method for treating joint disorder in vertebrates. US patent 2004/0161480 A1.

Sydpath. 1999. Allopurinol Monitoring with Blood Oxypurinol Levels. www. Jbconline.com. [3 Mar 2010]

Syukur C, Hernani. 2001. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tamta H, Sukirti Karla, dan Anup KM. 2006. Biochemical characterization of some pyrazolopyrimidinebased inhibitors of xanthine oxidase. Biochemistry (Moscow)

71(1): S49-S54.

Thenawijaya M. 1995. Pengantar Kinetika Enzim. Bogor: IPB Pr.

Tomer O, Glomski P, Borah K, penemu; Chromark Research Inc. 2000. Herbal composition and their use as anti-inflammatory agents for alleviation of arthritis and gout. US patent 6162438

Tung YT, Chang ST. 2010. Inhibition of Xanthine oxidase by Acacia confuse extracts and their phytochemicals. J Agric Food Chem58:781-786.

Umamaheswari et al. 2006. Xanthine oxidase inhibitory activity of some Indian medical plants. Ethnopharmacol109:54-7-551.

Umamaheswari M, et al. 2009. In vitro xanthin oksidase inhibitory activity of the fractions of Erythrina stricta Roxb. J Ethnopharmacol.124(3): 646-823.

Unno T, Akio S, Takami K. 2003. Xanthin oxidase inhibitors from the leaves of

Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. J Ethnopharmacology93:391-395.

Wardani CGT. 2008. Potensi ekstrak tempuyung dan meniran sebagai anti asam urat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Yu Kuang-Hui. 2006. FebuXOstat: A novel non-purine selective inhibitor of xanthine oxidase for the treatment of hyperuricemia in gout. Recent Patents on Inflammation & Allergy Drug Discovery 1:1.

(18)
(19)

PENGARUH EKSTRAK TEMPUYUNG (

Sonchus arvensis

)

TERHADAP AKTIVITAS XANTIN OKSIDASE SECARA

IN

VITRO

SEBAGAI DASAR UJI KINETIKA

ANGGI SUSANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

ABSTRAK

ANGGI SUSANTI. Pengaruh Ekstrak Tempuyung (

Sonchus arvensis

) terhadap

Aktivitas Xantin Oksidase secara

In Vitro

sebagai Dasar Uji Kinetika

.

Dibimbing

oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan MIN RAHMINIWATI.

Tempuyung (

Sonchus arvensis)

merupakan salah satu tanaman obat

tradisional yang memiliki potensi sebagai antigout, namun belum diketahui

mekanisme penghambatannya. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk

menguji kinetika inhibisi. Kurva hasil uji dituangkan dalam grafik Michaelis

Menten. Hasil uji inhibisi menunjukkan bahwa ekstrak tempuyung dapat

menghambat aktivitas xantin oksidase sebesar 1.61-10.86% (100-600 ppm).

Penambahan konsentrasi substrat menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi

enzimatis. Ekstrak kasar tempuyung dengan konsentrasi 200 ppm (% inhibisi

10.86) terbukti dapat menurunkan reaksi enzimatis namun tidak signifikan.

ABSTRACT

ANGGI SUSANTI. Effects of

Sonchus arvensis

Extract on

In Vitro

Activity of

Xanthine Oxidase as Basic of Kinetics Test. Supervised by DYAH ISWANTINI

PRADONO and MIN RAHMINIWATI.

(21)

4

PENGARUH EKSTRAK TEMPUYUNG (

Sonchus arvensis

)

TERHADAP AKTIVITAS XANTIN OKSIDASE SECARA

IN

VITRO

SEBAGAI DASAR UJI KINETIKA

ANGGI SUSANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(22)

Judul : Pengaruh Ekstrak Tempuyung (

Sonchus arvensis

) terhadap Aktivitas

Xantin Oksidase secara

In Vitro

sebagai Dasar Uji Kinetika.

Nama : Anggi Susanti

NIM

: G44062919

Menyetujui

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr

Dr. Min Rahminiwati

NIP 19670730 199103 2 001 NIP 19610528 198503 2 004

Mengetahui

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

(23)

6

PRAKATA

Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

rahmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis melaksanakan

penelitian sejak bulan April sampai Desember 2010 di Laboratorium Kimia Fisik,

Departemen Kimia FMIPA IPB dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Dyah Iswantini

Pradono, M.Agr dan Dr. Min Rahminiwati sebagai pembimbing yang selalu

memberikan saran dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah

ini serta meluangkan waktu selama berkonsultasi. Terima kasih kepada staf Pusat

Studi Biofarmaka (Ibu Nunuk, Ibu Salina Febriany,

Mba

Wiwi,

Mas

Endi

Suhendi, Bapak M. Agung Zaim, dan Antonio), Bapak Ismail, Bu Ai, dan Bapak

Nano atas masukan dan bantuan yang telah diberikan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama, Apa, Kakak dan

Adikku tersayang atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan

terima kasih kepada Dian Ifkarul Izzah, Ramdan Hidayat, dan teman-teman kimia

43 yang telah memberikan masukan dan diskusi berkaitan dengan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2011

(24)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 11 September 1987 dari ayah

Dodo Mulyana dan ibu Entin. Penulis merupakan putri kelima dari enam

bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(25)

8

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tempuyung ... 2

Xantin Oksidase ... 2

Asam Urat (Gout) ... 3

Penelitian Pendukung ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 4

Persiapan Sampel ... 4

Penentuan Kadar Air ... 4

Ekstraksi... 5

Uji Fitokimia ... 5

Pembuatan Kurva Standar ... 5

Uji Daya Inhibisi terhadap Xantin Oksidase ... 5

Uji Kecepatan Reaksi Enzimatis... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air... 6

Ekstraksi... 6

Uji Fitokimia ... 6

Uji Daya Inhibisi terhadap Xantin Oksidase... 7

Uji Kecepatan Reaksi Enzimatis... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Uji fitokimia serbuk dan ekstrak tempuyung ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tempuyung ... 2

2 Skema reaksi xantin oksidase ... 3

3 Inhibisi ekstrak tempuyung pada berbagai konsentrasi substrat ... 8

4 Hasil uji kecepatan reaksi enzimatis berdasarkan kurva Michaelis Menten .... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 14

2 Hasil uji kadar air dan rendemen ekstrak ... 15

3 Panjang gelombang maksimum dan kurva standar xantin... 16

4 Data hasil uji enzimatis berbagai konsentrasi ekstrak ... 17

(27)

1

PENDAHULUAN

Gout merupakan penyakit radang sendi karena menumpuknya kristal natrium urat pada tulang sendi akibat tingginya kadar asam urat dalam darah (Johnstone 2005). Penderita gout

dalam dasawarsa terakhir ini baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40–50 tahun. Di Amerika, gout

menyerang lebih dari 5 juta penduduk (Yu 2006). Tercatat pada tahun 2001, penderita asam urat di Pulau Jawa berjumah 1.7% dari total populasi penduduk Jawa (Heryanto 2003).

Pengobatan dan pencegahan komplikasi asam urat bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mengatur pola diet, seperti menghindari makanan kaya purin, menghindari alkohol, banyak minum air putih, pengobatan secara medis, dan dengan obat tradisional (Mansjoer 2004). Pengobatan secara medis dapat dilakukan dengan menghambat sintesis asam urat melalui pemberian alopurinol dan menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat dengan kolkisin. Alopurinol adalah obat penting untuk gout

pada pengobatan modern (Connor 2009), tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, kebotakan, gagal ginjal dan hati, hingga risiko kematian akibat adanya difusi vaskular (Sydpath 1999).

Proses penyembuhan gout memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, lebih baik bila menggunakan obat tradisional karena efek samping yang ditimbulkannya kecil. Tanaman obat yang sering digunakan untuk mengobati

gout adalah alang-alang, belimbing wuluh, bangle, brotowali, cengkih, kumis kucing, gandarusa, daun sendok, kapulaga, kembang pukul empat, kemukus, seledri, sidaguri, dan tempuyung (Dalimartha 2006).

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai anti asam urat melalui mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase telah banyak dilakukan seperti di Amerika Serikat (Owen & Timothy 1998), Cina (Kong et al. 2000), India (Behera et al. 2003; Umamaheswari et al. 2006), dan Taiwan (Tung & Chang 2010). Daya inhibisi enzim yang dilaporkan beragam dari 20% sampai 80%. Beberapa senyawa dan kelompok senyawa aktif yang telah diisolasi dari berbagai jenis tanaman obat diketahui memiliki aktivitas antigout seperti fenolik dan tanin dari Laric laricina (Owen & Timothy 1998), ekstrak metanol Cinnamomum cassia,

Chrysanthemum indicum, Lycopus europaeuos

(Kong et al. 2000), asam valoneat dilakton dari

Lagerstroemia speciosa (Unno et al. 2003), sub keluarga Asteridae seperti Carthamus tinctorious (Zhang & Yatcilla 2004), ekstrak metanol Coccinia grandis, Datura metel, Strychnus nux-vomica, dan Vitex regundo

(Umamaheswari et al. 2006), kuersetin, kaemferol, apigenin dari Pystacia integerrima

(Ahmad et al. 2007), ekstrak Erythrina stricta

(Umamaheswari et al.2009), serta okanin dan melanoksetin dari Acacia confusa (Tung & Chang 2010). Selain itu, terdapat produk suplemen makanan yang mengandung seledri yang digunakan untuk mengatasi gangguan sendi pada mamalia (in vivo), yang di antaranya disebabkan oleh gout (Rose & Chrisope 2004), terdapat juga pangan fungsional untuk mengobati atau mencegah hiperurisemia dan mengobati gout yang mengandung kondroitin sulfat, protein kompleks, dan seledri (Murota et al. 2005).

Beberapa tanaman asli Indonesia juga telah dilaporkan dapat menginhibisi enzim xantin oksidase di antaranya sidaguri (Iswantini & Darusman 2003) yang ekstrak flavonoidnya memiliki daya inhibisi terhadap xantin oksidase di atas 50%. Seledri merupakan salah satu tanaman yang dapat menginhibisi xantin oksidase (Ramdhani 2004). Gabungan ekstrak sidaguri dan seledri dapat menginhibisi enzim xantin oksidase melebihi alopurinol atau produk komersial lainnya secara in vivoserta menunjukkan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar asam urat pada tikus dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB (Iswantini et al. 2004). Formula ekstrak sidaguri dan seledri klinik telah ditentukan LD50-nya, (Iswantini et al.

2005). Wardani (2008) telah membuktikan bahwa ekstrak tempuyung dan meniran dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat. Izzah (2010) membuktikan bahwa gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro sekaligus in vivo, inhibitor terkuat dibandingkan dengan kontrol positif (alopurinol). Hasil penelitian ini didukung oleh Chairul (1999) yang menyatakan bahwa tempuyung berkhasiat dalam mengobati penyakit gout melalui daya hambatnya terhadap kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid tempuyung juga berpotensi sebagai komponen antiradang dan antihiperurisemia (Heryanto 2003).

(28)

sebagai diuretik, penggempur batu ginjal, kencing batu, obat asma, bronkhitis, penurun tekanan darah tinggi, dan obat bengkak (Syukur & Hernani 2001). Penelitian yang mengungkap peran senyawa aktif pada tempuyung dalam menghambat enzim xantin oksidase pernah dilakukan [Chairul (1999), Wardani (2008) dan Izzah (2010)]. Akan tetapi, pengaruh ekstrak kasar tempuyung terhadap kecepatan reaksi enzimatis pada berbagai konsentrasi substrat belum pernah diketahui.

Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan jenis kinetika inhibisi, penting dilakukan untuk mengetahui mekanisme inhibisi obat. Mekanisme inhibisi selanjutnya dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan senyawa calon obat, apakah bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan unkompetitif) atau permanen (inhibisi nonkompetitif). Beberapa jenis flavonol, krisin, luteolin, kaemferol, kuersetin, mirisetin, dan isoramnetin dilaporkan menginhibisi xantin oksidase melalui mekanisme campuran (unkompetitif dan nonkompetitif) (Nagao & Kobaya 1999). Beberapa senyawa alam seperti flavonoid dan senyawa polifenol dilaporkan berperan sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim xantin oksidase, antara lain apigenin-4’-O-(2”-O -p-kumaroil)-ß-D-glukopiranosida yang merupa-kan turunan apigenin (Jiao et al. 2006).

Senyawa aktif dari tanaman seledri termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu 5,7-dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-I-benzopiran -4-on dan asam 2,3-dihidro-6-hidroksi-5-ben-zofuran karboksilat, memiliki mekanisme inhibitor kompetitif (Nadinah 2007). Senyawa aktif pada sidaguri termasuk golongan flavonoid dengan mekanisme kerja kompetitif (Iswantini et al. 2009), melanoksetin dan okanin menunjukkan pola inhibisi campuran (nonkompetitif dan kompetitif) (Tung 2010). Karena gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung telah terbukti berpotensi sebagai obat gout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro dan in vivo (Izzah 2010), sangat perlu dilakuka

Gambar

Gambar 1 Tanaman tempuyung
Gambar 1 Tanaman tempuyung
Tabel 1 Uji fitokimia serbuk dan ekstrak                   tempuyung
Gambar  3 Inhibisi ekstrak tempuyung terhadap enzim xantin oksidase dalam berbagai konsentrasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan zakat sarang burung walet masih jauh dari ketentuan hukum Islam, Pelaksanaan zakat hasil usaha penangkaran burung walet di Kecamatan Tembilahan mengeluarkan

Penelitian sebelumnya tentang potensi sampah perkotaan mengenai klasifikasi sampah kota berdasarkan kandungan holoselulosa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa pada pegawai sekretariat daerah

Penelitian ini, adalah penelitian eksperimen ( experimental research ) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pembelajaran berbasis visual dengan bantuan Talking Stick

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menentukan arahan pengendalian kegiatan informal di sekitar kawasan

Dengan demikian, Aktivitas audit perlu dilakukan untuk mengukur dan memastikan kesesuaian pengelolaan baik sistem maupun teknologi informasi dengan ketetapan dan

Sementara itu, berdasarkan diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA), ketepatan waktu penyelesaian proyek, tingkat kebersihan dan ketertiban selama masa

Non-gliserida yang dapat larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), phospholipid, trace metal, karotenoid, tocoferol atau tocotrienol, produk teroksidasi dan sterol