PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA
UDANG VANAME DI TAMBAK
HENDAR KADARUSMAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA
UDANG VANAME DI TAMBAK
HENDAR KADARUSMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA UDANG VANAME DI TAMBAK
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
ABSTRAK
HENDAR KADARUSMAN. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak. Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.
Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya tingkat kematian pada budidaya udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dalam hapa di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 3,5 ± 0,07 gram/ekor dipelihara sebanyak 89 ekor dalam hapa berukuran 1,5 m x 1 m x 1 m selama 45 hari. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu K (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5% dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1% dan prebiotik 2% ); C (penambahan sinbiotik dua dosis: probiotik 2% dan prebiotik 4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik dengan sintasan tertinggi (70%) dan respon imun terbaik.
ABSTRACT
HENDAR KADARUSMAN. Different Dosage Sinbiotic Delivery on Pacific White Shrimp in Farm. Supervised by Widanarni and Sukenda.
Sinbiotic is expected to be an alternative to overcome high mortality of Pacific White Shrimp. This study is aimed to study different dosage of sinbiotic and the impact on their lives in captivity in Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotic and prebiotic used in this study are Vibrio alginolyticus SKT-b SKT-bacteria and oligosakarida which extracted from sukuh variety sweet potatoes. Eighty nine (89) Pacific White Shrimps with the average weight of 3.5 ± 0,07 gram/individual was kept in 1,5 m x 1 m x 1 m cage for 45 days. This study involves 4 kinds of treatments: K (no sinbiotic added); A (half doses of sinbiotic added: 0.5% probiotic and 1% prebiotic); B (one dose of sinbiotic added: 1% probiotic and 2% prebiotic); C (two doses of sinbiotic added: 2% probiotic and 4% prebiotic). Results show that different dosage of sinbiotic delivery on the shrimp is capable on improving both the survival rate and immunity response. Treatment C with 2% probiotic and 4% prebiotic doses proved to be the best treatment with high survival rate (70,04%) and the highest immunity response.
Judul Skripsi : Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak.
Nama Mahasiswa : Hendar Kadarusman
Nomor Pokok : C14070054
Disetujui
Dosen Pembimbing I
m mDr. Ir. Widanarni, M.Si. mm NIP. 19670927 199403 2 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pemberian sinbiotik
dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak Desember 2011 s.d. Februari 2012 di
Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Produksi prebiotik dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisi Ikan dan persiapan media kultur bakteri di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor .
Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan
pengetahuan di bidang perikanan budidaya.
Bogor, Juli 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Widanarni, M.Si. dan Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. selaku dosen pembimbing
atas bimbingan, nasihat, dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi.
2. Ir. Dadang Shafruddin, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Komisi
Pembimbing Skripsi (KPS) yang telah memberikan saran bagi perbaikan
skripsi.
3. Dr. Ir. Widanarni, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan
dan motivasi selama penulis menempuh kuliah di Departemen Budidaya
Peraian, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4. Bapak Udin, Bapak Riyono, dan seluruh staf Tambak Pinang Gading,
Bakauheni, Lampung, yang telah membantu Penulis dalam pelaksanaan uji
coba lapangan.
5. Keluarga tercinta, yaitu ayahanda (Dede Darsono), ibunda (Atikah), kakak (Iis
Diana), Adik (Lina Farida), Tendi Tarsidi dan Siti Karlina Mahardiana, A.Mg.
atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus kepada Penulis.
6. Bapak Ranta, Kak Rahman Maman, Titi Nur Chayati, Jeany Indah, Mba Retno,
Kang Abe, Kang Adna dalam hal penyiapan peralatan pengambilan sampel dan
analisis sampel di laboratorium.
7. Rekan-rekan PT. MMN yaitu Kak Fauzan, Kak Prawira, Kak Agus, Mba Ana,
Kang Udin, Kak Ewa, Rendra, Abdul Rohman, dan Mulyadi yang telah
memberikan dukungan kepada Penulis.
8. Ghita, Dwi, Damayanti, Trian, Azis, Mira, Reqy, Shavika, Aulia, Agus, Arie,
Ikbal, Opick, Haezy, Teman-teman BDP 43, BDP 44, dan BDP 45 atas
persahabatan, kebersamaan, dan kenangan yang telah terjalin selama Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua yang dilahirkan di Bandung,
19 Maret 1989 dari pasangan Bapak Dede Darsono dan Ibu
Atikah. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah
SMAN 1 Ciparay Bandung dan lulus pada tahun 2007. Pada
tahun yang sama, Penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI), memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
dengan Supporting Course beberapa mata kuliah Departemen Agribisnis.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah praktek kerja lapangan di
Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok dengan komoditas Rainbow fishes. Selain
itu Penulis juga pernah aktif sebagai staf divisi PCC (Public Care Center)
Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua) 2008/2009 dan kepala divisi
produksi Himakua 2009/2010, asisten mata kuliah Dasar-dasar Akuakultur
2008/2009 serta 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Fisiologi Hewan Air
2008/2009 serta 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Manajemen Kesehatan
Akuakultur 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Transportasi Hasil Perairan
(THP) 2009/2010 jenjang S1. Selain itu penulis juga aktif sebagai anggota Gentra
Kaheman 2007/2008 serta anggota Paguyuban Mahasiswa Bandung
(PAMAUNG) periode 2007-2011. Penulis melaksanakan Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan pada tahun 2010 yang berjudul Usaha
pepes ikan baby fish Majalaya dengan kemasan Atmosfer Packaging Modified
(ATM). Penulis juga aktif sebagai pembicara pelatihan Aquascaping kepada
anggota Himakua pada periode 2010/2011 serta 2011/2012 dan pelatihan Ikan
Hias kepada Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kecil dan Satwa Akuatik
(HKSA) Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan yang berjudul
“Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di
DAFTAR ISI
2.1Penyiapan Sinbiotik ... 3
2.1.1 Penyiapan Prebiotik ... 3
2.1.2 Penyiapan Probiotik ... 4
2.2Pengujian Sinbiotik secara In Vivo ... 5
2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan ... 5
2.2.2 Persiapan Hewan Uji ... 5
2.2.3 Persiapan Pakan Uji ... 5
2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6
2.3Parameter Pengamatan ... 6
2.3.1 Sintasan ... 6
2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 7
2.3.3 Rasio Konversi Pakan ... 7
2.3.4 Total Hemosit ... 7
2.3.5 Diferensial Hemosit ... 8
2.4Kualitas Air ... 8
3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 11
3.3 Rasio Konversi Pakan ... 12
3.4 Total Hemosit ... 14
3.5 Diferensial Hemosit ... 15
3.6 Kualitas Air ... 16
3.7 Panen dan Analisa Usaha... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 22
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perlakuan Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6
2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air ... 8
3. Kualitas Air selama Pemeliharaan ... 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 3
2. Sintasan Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 10
3. Laju Pertumbuhan Harian pada Akhir Pemeliharaan ... 11
4. Rasio Konversi Pakan pada Akhir Pemeliharaan ... 13
5. Total Hemosit Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 14
6. Diferensial Hemosit Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 15
7. Perbandingan Size Udang pada Akhir Pemeliharaan ... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Pembuatan Media Sea Water Complete (SWC) dan
Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) ...
25
2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname ... 26
3. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian Udang
Vaname ...
27
4. Analisis Statistik terhadap Rasio Konversi Pakan Udang
Vaname...
28
5. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname ... 29
6. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Hyalin Udang Vaname 30
7. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Granulosit Udang
Vaname ...
31
8. Analisis Statistik Size Udang Vaname dan Bobot Panen pada
Akhir Pemeliharaan ...
32
9. Analisis Statistik Biomassa Panen Udang dan Bobot Panen pada
Akhir Pemeliharaan ...
33
1
I.
PENDAHULUAN
Udang merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya yang
diharapkan meningkat hingga mencapai 699.000 ton atau dengan target
peningkatan hingga 209% pada tahun 2009-2014. Udang vaname diharapkan
mengalami peningkatan produksi hingga mencapai 511.000 ton dan produksi
udang windu sebesar 188.000 ton (KKP 2010). Faktanya, harapan tersebut
berbeda dengan hasil yang diperoleh. KKP menyebutkan bahwa kinerja budidaya
udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami penurunan hingga 30%
dari produksi tahun 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton. Taslihan (2011)
melaporkan, tingginya penurunan produksi pada budidaya udang menyebabkan
kerugian material hingga 300 milyar rupiah.
Turunnya kinerja produksi udang di Indonesia dapat disebabkan oleh
tingginya tingkat mortalitas yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kualitas air dan penyakit. Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang
saat ini adalah infeksi penyakit bakterial dan viral. Penyakit viral yang sering
terjadi di Indonesia salah satunya adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus).
Akibat serangan virus pada budidaya udang, KKP merevisi target produksi tahun
2011 dari 410.000 ton menjadi 350.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu
diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah aplikasi sinbiotik. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara
probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan resistensi
udang. Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan
memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan
keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik
merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan
efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora
normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi
seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan
pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk
2 Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukan bahwa penambahan
sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang vaname sebelum dan setelah diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil
penelitian Damayanti (2011) pada skala laboratorium menunjukan bahwa
sinbiotik mampu memperbaiki respon imun serta meningkatkan kelangsungan
hidup hingga 80% dan laju pertumbuhan hingga 7,59% pada udang vaname
setelah diinfeksi oleh IMNV.
Kondisi lingkungan pada laboratorium yang cenderung terkontrol berbeda
dengan kondisi lapangan yang kurang terkontrol. Oleh karena itu hasil penelitian
pada skala labolatorium tersebut perlu diuji pada skala lapang. Probiotik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri
ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo
(Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat
golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar varietas sukuh (Marlis 2008).
Gabungan antara keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
sintasan, pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik
dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang
3 Persiapan ubi jalar varietas sukuh
Pengupasan
Pengirisan
Pengeringan pada 55 C selama 5 jam
Penggilingan dengan willey mill
Pengayakan 60 mesh
Tepung segar ubi jalar
Pengukusan (30 menit)
Pengeringan (oven)
II.
METODOLOGI
2.1 Penyiapan Sinbiotik 2.1.1 Penyiapan Prebiotik
Ubi jalar varietas sukuh segar dibersihkan dan dikupas, kemudian diiris
dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar
dikeringkan dalam oven pengering suhu 55 0C selama 5 jam hingga irisan ubi
dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi yang telah kering kemudian digiling
dengan willey mill dan diayak dengan ukuran ayakan 60 mesh (Marlis 2008).
Tepung segar ubi jalar tersebut kemudian dikukus dengan perbandingan tepung
dan air (1:1) selama ± 30 menit. Setelah dikukus, tepung dikeringkan kembali
menggunakan oven pengering suhu 55 0C sampai menjadi tepung kering kembali.
Tahapan dalam pembuatan tepung kukus ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Tahapan selanjutnya dalam pembuatan prebiotik adalah ekstraksi
oligosakarida. Pertama-tama tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan
pada etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan
menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar
diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan
natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm
selama 10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan
evaporator vacum pada suhu 40 0C (Muchtadi 1989).
Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga
mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008).
tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:
TPT = (c-a)/b x 100%
2.1.2 Penyiapan Probiotik
Penyiapan probiotik meliputi pembuatan media dan kultur bakteri SKT-b.
Media yang digunakan adalah Sea Water Complete (SWC) cair dengan
kandungan nutrisi 10%, sedangkan media untuk memudakan isolat bakteri adalah
SWC agar miring. Prosedur pembuatan media terdapat pada Lampiran 1.
Tahapan kultur bakteri meliputi inokulasi, inkubasi, dan pemanenan.
Pertama-tama media SWC cair 10% steril sebanyak 10 ml dalam tabung
bervolume 25 ml diinokulasi satu ose isolat SKT-b yang berumur 24 jam yang
dilakukan secara aseptik. Kemudian hasil inokulasi tersebut didiamkan pada suhu
ruang selama 24 jam dan dilakukan pengocokan manual dengan tangan setiap 12
jam. Setelah 24 jam, biakan bakteri dapat dipanen.
5 2.2 Pengujian Sinbiotik secara InVivo
2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa jaring hapa yang
berukuran 150 cm x 100 cm x 100 cm sebanyak 12 buah dengan ukuran mata
jaring 5 mm x 5 mm. Hapa diikatkan pada tiang bambu dan ditancapkan dengan
ketinggian 80% dari total tinggi hapa. Hapa diberi penutup berupa jaring agar
udang tetap berada dalam hapa dan mengurangi gangguan predator. Hapa
ditempatkan dalam petak tambak yang sudah berjalan masa produksi selama 30
hari.
2.2.2 Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah udang yang telah berumur 30 hari yang
berasal dari petak Tambak Pinang Gading. Udang ditangkap menggunakan jala
tebar dan bobot rata-rata ditimbang menggunakan timbangan digital dan dicatat.
Bobot awal rata-rata udang vaname pada penelitian ini adalah 3,5 ± 0,07
gram/ekor. Hapa diisi udang sebanyak 89 ekor dengan kepadatan 70 ekor/m3
sesuai dengan kepadatan yang diterapkan di Tambak Pinang Gading, Bakauheni,
Lampung.
2.2.3 Persiapan Pakan Uji
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet komersial khusus
udang dengan kandungan protein 28-38%. Persiapan pakan uji meliputi
pencampuran antara probiotik, prebiotik, kuning telur dan pakan. Pertama-tama
jumlah kebutuhan probiotik dan prebiotik ditentukan terlebih dahulu sesuai
dengan perlakuan masing-masing. Selanjutnya kuning telur sebagai bahan perekat
diambil menggunakan pipet ukur dan ditambahkan pada mortar sebagai tempat
pengadukan. Setelah itu ditambahkan probiotik dan prebiotik sesuai dosis dengan
menggunakan pipet ukur yang berbeda. Campuran antara probiotik, prebiotik dan
kuning telur diaduk hingga merata menggunakan sendok. Setelah campuran
tersebut merata, selanjutnya ditambahkan pakan dan diaduk hingga merata. Agar
sinbiotik tersebar sempurna pada pakan campuran sinbiotik ditambahkan air
sebanyak 10% dari total pakan. Setelah tercampur, pakan dikering anginkan
6 2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname
Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan yaitu kontrol, dan tiga perlakuan
sinbiotik dengan dosis yang berbeda (Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri
dari tiga ulangan.
Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname
Perlakuan Keterangan
K Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik
A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%)
B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%)
C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua dosis (probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%)
Udang vaname dipelihara dalam hapa berukuran 150 cm x 100 cm x 100
cm sebanyak 89 ekor/hapa. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari
pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, dan 18.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan
didasarkan pada Feeding Rate (FR) yang diterapkan dalam manajemen
pengelolaan Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung.
FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% menurun hingga 2,5%
sesuai dengan bobot dan pertumbuhan udang vaname. Penambahan dan
pengurangan bobot pakan harian didasarkan pada kontrol anco harian, sehingga
jumlah pakan harian dapat bervariasi. Sampling bobot dilakukan setiap 7 hari
sekali, sedangkan pengujian kualitas air dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan. Akhir pemeliharaan yaitu pada saat udang sudah berumur 75 hari
yang dihitung sejak awal tebar atau 45 hari masa penelitian sejak udang diberi
pakan perlakuan.
2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan
Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dihitung berdasarkan
jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang pada awal
pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi 2004) :
7 Keterangan :
SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor)
No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)
2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus
(Huissman 1987) :
Keterangan :
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram)
Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram)
t = Periode pemeliharaan (hari)
2.3.3 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus
(Zonneveld et al. 1991) :
Keterangan :
FCR = Konversi pakan
F = Jumlah pakan (gram)
Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram)
Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram)
Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)
2.3.4 Total Hemosit
Total hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Blaxhall dan
Daysley (1973). Darah udang (hemolim) diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal
kaki renang pertama dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan.
8 tangan membentuk angka delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya
diteteskan pada haemocytometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung
jumlah sel per ml di bawah mikroskop pada perbesaran 400 kali.
2.3.5 Diferensial Hemosit
Penghitungan diferensial hemosit mengacu pada metode Martin dan
Graves (1985). Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan, kemudian
dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 10-15 menit
kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa
selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan
hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan
diidentifikasi jenis selnya. Sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan
rasio nukleus yang lebih kecil dan terbungkus granula, sedangkan hyalin
merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan
tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma. Jumlah hemosit dihitung hingga 100
sel dan ditentukan persentase tiap jenisnya.
2.4 Kualitas Air
Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter
kualitas air yang diukur diantaranya adalah suhu, pH, salinitas dan TAN. Satuan
dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Satuan dan alat ukur parameter kualitas air
Parameter Satuan Alat ukur
Suhu 0C Termometer
Salinitas ppt Salinometer
pH unit pH meter
TAN - Spektofotometer
2.5 Hasil Panen
Panen dilakukan saat udang telah berumur 75 hari yang terhitung sejak
pertama kali tebar di tambak atau 45 hari masa penelitian yang terhitung sejak
udang berumur 30 hari dan mulai diberi pakan perlakuan. Hasil panen diukur pada
saat akhir pemeliharaan. Parameter ini terdiri dari tiga pengamatan yaitu nilai size
9 2.5.1 Size
Size merupakan ukuran yang menyatakan jumlah populasi yang
terkandung dalam 1 kg biomassa udang. Size 70 diartikan sebagai 70 ekor udang
terkandung dalam 1 kg biomassa. Size dihitung berdasarkan rumus (Effendi
2004) :
Size =
Keterangan :
Size = Ukuran
Wt = Bobot rata-rata udang pada saat akhir pemeliharaan (gram)
2.5.2 Biomassa Panen
Biomassa panen merupakan total bobot keseluruhan populasi udang pada
akhir pemeliharaan. Biomassa panen udang vaname dihitung menggunakan rumus
(Effendi 2004) :
Biomassa panen = Wt x Nt
Keterangan :
Wt = Bobot rata-rata udang vaname pada akhir pemeliharaan (gram)
Nt = Populasi udang pada akhir pemeliharaan (ekor)
2.5.3 Analisa Usaha
Analisa usaha merupakan penghitungan untuk mengetahui seberapa besar
potensi keuntungan yang didapat dalam suatu usaha berdasarkan asumsi tertentu.
Analisa usaha berdasarkan keuntungan yang didapat dapat dihitung menggunakan
rumus (Kasmir 2009) :
Keutungan = Pendapatan - Pengeluaran
2.6 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 16.0 dan diuji
10
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sintasan
Sintasan merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemeliharaan
terhadap jumlah udang pada saat tebar (Effendi 2004). Sintasan merupakan
parameter utama dalam penelitian ini. Nilai sintasan pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Gambar 2.
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 2. Sintasan udang vaname pada akhir masa pemeliharaan.
Berdasarkan Gambar 2 hasil terbaik terdapat pada perlakuan C dengan
nilai sintasan 70,04% sedangkan kontrol 57,68%. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan B, A dan K
(P<0,05; Lampiran 2); sedangkan perlakuan B tidak berbeda nyata dengan
perlakuan A dan K.
Dosis yang ditambahkan pada perlakuan C diduga mampu meningkatkan
respon imun sehingga memiliki sintasan yang berbeda nyata dengan kontrol dan
perlakuan lainnya. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Damayanti (2011)
yang menunjukan bahwa penambahan probiotik SKT-b 2% dan prebiotik 4%
11 IMNV sedangkan kontrol positif hanya mencapai 41,67%. Selain itu penelitian
tersebut menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dua dosis dapat meningkatkan
resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan respon imun.
3.2 Laju Pertumbuhan Harian
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
suatu periode tertentu. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah keturunan, jenis
kelamin, umur, parasit, dan penyakit; sedangkan faktor luar adalah makanan dan
kualitas air (Effendie 1997). Laju pertumbuhan harian pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Gambar 3.
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 3. Laju pertumbuhan harian udang vaname selama masa pemeliharaan.
Berdasarkan Gambar 3 laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada
perlakuan B dan terendah terdapat pada perlakuan K. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukan bahwa perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan K dan A
(P<0,05; Lampiran 3). Perlakuan B memiliki laju pertumbuhan harian 3,04%,
sedangkan K dan A berturut-turut 2,60% dan 2,72%. Secara statistik perlakuan B
(satu dosis) tidak berbeda nyata dengan C (dua dosis), padahal perlakuan C
12 Dosis pemberian sinbiotik pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan C, namun menunjukan laju pertumbuhan harian yang lebih
tinggi. Hal tersebut diduga bahwa pemberian sinbiotik satu dosis merupakan dosis
terbaik bagi laju pertumbuhan. Wang (2007) menyatakan bahwa pemberian
probiotik 1% memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih
baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Li et al. (2005) juga
menunjukan bahwa prebiotik Grobiotik R-A 2% menghasilkan pertumbuhan,
efisiensi pakan dan proteksi terhadap infeksi Mycobacterium marinum yang
terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh
Widagdo (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot udang vaname pada
perlakuan pakan yang ditambahkan probiotik sebanyak 1%, prebiotik sebanyak
2%, dan sinbiotik satu dosis (probiotik sebanyak 1% dan prebiotik sebanyak 2%)
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Secara statistik perlakuan B (satu dosis) tidak berbeda nyata dengan
perlakuan C (dua dosis). Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian Damayanti
(2011) yang menunjukan bahwa penambahan sinbiotik dua dosis tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan satu dosis.
Tingginya laju pertumbuhan pada perlakuan tersebut menunjukan bahwa dosis
tersebut mampu memperpanjang kolonisasi bakteri probiotik di dalam usus
sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dengan
menghasilkan enzim pencernaan.
3.3 Rasio Konversi Pakan
Menurut Effendi (2004) konversi pakan merupakan suatu ukuran yang
menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg bobot
tubuh ikan. Konversi pakan merupakan indikator yang menyatakan seberapa besar
efisiensi pemanfaatan pakan oleh udang. Selain itu konversi pakan dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas suatu pakan. Semakin rendah nilai konversi
pakan maka semakin besar efisiensi pemberian pakan yang diberikan. Hasil
pengamatan rasio konversi pakan pada masing-masing perlakuan disajikan pada
13 Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 4. Rasio konversi pakan selama masa pemeliharaan.
Gambar 4 menunjukan bahwa konversi pakan terendah terdapat pada
perlakuan B yaitu sebesar 1,23 sedangkan yang tertinggi perlakuan C yaitu
sebesar 1,37. Perlakuan C memiliki nilai sintasan terbaik namun memiliki rasio
konversi pakan terburuk. Hal tersebut diduga dari tingginya kadar air pada pakan.
Penambahan sinbiotik dua dosis menyebabkan tingginya kadar air pada campuran
pakan. Akibat tingginya kadar air dapat menyebabkan turunnya kestabilan pakan
dalam air dan meningkatkan resiko hilangnya nutrisi ke dalam air (leaching).
Menurut Akyama dan Cwang (1988) faktor yang mempengaruhi rasio konversi
pakan diantaranya adalah kualitas dan pengelolaan pakan. Kualitas pakan dapat
dilihat dari kandungan nutrisi dan kadar air. Pakan yang baik harus memenuhi
kebutuhan standar nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan nutrisi lainnya.
Selain itu pakan yang baik memiliki kadar air yang tepat. Kadar air berlebih dapat
menurunkan kestabilan pakan dalam air. Kestabilan pakan dalam air yang rendah
dapat menurunkan asupan nutrisi bagi ikan. Hal tersebut disebabkan oleh
hilangnya nutrisi ke dalam air (leaching). Namun demikian hasil uji lanjut Duncan
menunjukan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda
14 3.4 Total Hemosit
Udang memiliki sistem pertahanan tubuh yang bersifat tidak spesifik yaitu
humoral dan seluler yang bergabung dalam deteksi atau eleminasi semua
organisme asing yang berbahaya (Jiravanichpaisal etal. 2006). Hemosit memiliki
peranan penting dalam sistem imun udang.
Hemosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh krustase yang
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan lainnya. Pertama, hemosit
menghilangkan partikel di dalam hemocoel dengan fagositosis, enkapsulasi dan
agregasi nodular. Kedua, hemosit terlibat dalam penyembuhan luka dengan
penggumpalan seluler dan permulaan dari proses koagulasi dengan melepas
faktor-faktor yang dibutuhkan untuk gelasi plasma dan membawa serta
melepaskan sistem prophenoloxsidase (proPO). Hemosit juga berperan dalam
sintesis dan penguraian molekul penting dalam hemolim, seperti u2
-macroglobulin, aglutinin dan peptide antimicrobial (Martinez 2007). Hasil
pengamatan total hemosit pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 5. Total hemosit selama masa pemeliharaan.
Berdasarkan Gambar 5 total hemosit tertinggi terdapat pada perlakuan B
15 Perlakuan penambahan sinbiotik pada pakan memberikan peningkatan total
hemosit dibandingkan tanpa sinbiotik. Namun demikian, menurut hasil analisis
statistik semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(P>0,05; Lampiran 5) terhadap total hemosit. Menurut Johansson et al. (2000),
jumlah hemosit dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap
infeksi, stres lingkungan, aktivitas endokrin selama siklus molting. Menurut Yeh
et al. (2009) total hemosit udang vaname sehat dengan bobot rata-rata 11-12
gram/ekor adalah 1,80 ± 9,28 x 107 sel/ml.
3.5 Diferensial Hemosit
Menurut Johansson et al. (2000) hemosit memiliki tiga tipe sel yaitu
granular, semigranular, dan hyalin. Sel granular merupakan tipe sel paling besar
dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel hyalin
merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan
tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel semi granulosit merupakan tipe
sel di antara hyalin dan sel granulosit. Pada umumnya sel semi granulosit
perhitungannya dikategorikan ke dalam sel granulosit. Hal tersebut dikarenakan
teknis pengamatannya sulit dibedakan antara sel hyalin dan sel semi granulosit.
Pada dasarnya sel semi granulosit merupakan fase sel peralihan antara sel hyalin
dan granulosit. Perbandingan antara sel hyalin dan granulosit ditunjukan pada
Gambar 6.
(A) (B)
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 6. Diferensial hemosit udang vaname (hyalin (A) dan granulosit (B)).
16 Gambar 6A menunjukan bahwa perlakuan penambahan sinbiotik
memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 6). Sinbiotik
memberikan pengaruh terhadap peningkatan persentase hyalin. Persentase hyalin
tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 44.67% dan terkecil mencapai 35.33%
pada perlakuan kontrol. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa perlakuan C
tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, namun berbeda nyata dengan perlakuan
A dan K. Menurut Martinez (2007) sel hyalin memiliki peranan penting dalam
fagositosis. Fagositosis merupakan salah satu sistem pertahan seluler terhadap
benda asing dengan cara mencerna atau merusak penyebab patogen, partikel asing
maupun modifikasi sel tua dirinya sendiri. Dengan demikian, persentase hyalin
berkorelasi dengan fagositosis.
Berbeda pada hasil persentase granulosit, bahwa perlakuan kontrol
memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik (Gambar
6B). Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa pemberian sinbiotik memberikan
hasil yang berbeda nyata terhadap persentase granulosit (P<0,05; Lampiran 7).
Kontrol memiliki persentase granulosit sebesar 64.67% dibandingkan dengan
perlakuan A, B, dan C (63.00%, 56.67%, dan 55.33%). Hasil uji lanjut Duncan
menunjukan bahwa kontrol tidak berbeda nyata dengan A, namun berbeda nyata
dengan perlakua B dan C. Sel granulosit terbagi ke dalam dua tipe sel yaitu
granulosit dan semi granulosit. Sel granulosit bertanggung jawab dalam
mengaktifkan sistem PO (Phenoloxydase) yaitu suatu aktivitas yang bertujuan
untuk mengenali serta mengurangi benda asing yang masuk ke dalam tubuh
sehingga daya tahan udang juga meningkat.
3.6 Kualitas Air
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname didukung oleh
kualitas air yang baik. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan. Beberapa parameter kualitas air yang diamati diantaranya adalah
suhu, pH, salinitas, dan TAN (Total Amoniac Nitrogen). Tabel 3 menunjukan
bahwa parameter kualitas air masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan
SNI-01-7246-2006. Dengan demikian, perubahan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, konversi pakan, dan respon imun udang vaname pada perlakuan
17 Tabel 3. Kualitas Air selama Pemeliharaan
Parameter Satuan Kisaran SNI-01-7246-2006
Suhu 0C 28-30 28,5-31,5
pemeliharaan disajikan pada Gambar 7.
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
Gambar 7. Perbandingan size udang pada akhir pemeliharaan.
Gambar 7 menunjukan bahwa nilai size terbaik terdapat pada perlakuan B
yaitu 63 (63 ekor dalam 1 kg udang). Hasil uji statistik menunjukan bahwa
perlakuan B berbeda nyata dengan C (P<0,05; Lampiran 8), namun tidak berbeda
nyata dengan A dan K (P>0,05; Lampiran 8). Menurut Effendi (2004) nilai size
berbanding terbalik dengan bobot rata-rata udang pada akhir pemeliharaan,
semakin tinggi bobot rata-rata udang maka semakin kecil nilai size. Semakin kecil
nilai size harga udang semakin tinggi. Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan
18 pertumbuhan udang maka bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan semakin tinggi.
Berdasarkan dinamika pasar udang vaname pada bulan Februari 2012 di wilayah
Lampung, harga udang relatif tinggi. Harga udang menurut kategori size yaitu size
63 harga jual Rp 42.200/kg, size 64 harga jual Rp 42.000/kg, size 65 harga jual
Rp 41.800/kg dan size 70 harga jual Rp 40.000/kg.
Perlakuan C memiliki sintasan terbaik, namun tidak memiliki nilai size
terbaik. Hal tersebut diduga akibat sintasan perlakuan C yang lebih tinggi
daripada perlakuan B yaitu 70,04% dan 59,18%. Semakin tinggi sintasan maka
semakin tinggi kepadatan dalam wadah. Menurut Mangampa et al. (2008)
semakin tinggi kepadatan ikan dalam suatu wadah, akan semakin kecil laju
pertumbuhan per individu dan menyebabkan bobot rata-rata saat panen lebih
kecil. Kepadatan yang rendah lebih memungkinkan bagi ikan atau udang untuk
memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi.
Oleh karena itu, nilai size perlakuan B menunjukan hasil terbaik.
3.7.2 Biomassa Panen
Biomassa panen ditentukan dari populasi akhir (sintasan) dan bobot
rata-rata akhir pemeliharaan. Perbandingan biomassa panen masing-masing perlakuan
disajikan pada Gambar 8.
Keterangan :
* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan
prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).
19 Biomassa panen merupakan total bobot keseluruhan populasi pada masa
akhir pemeliharaan. Semakin besar biomassa panen maka semakin besar
penerimaan yang didapat. Berdasarkan Gambar 8 biomassa panen tertinggi
terdapat pada perlakuan C yaitu 900,39 gram sedangkan terendah A yaitu 786,76
gram. Bobot biomassa tersebut dihitung berdasarkan total masing-masing
perlakuan (satu perlakuan terdiri dari tiga jaring hapa). Biomassa panen
ditentukan oleh bobot rata-rata dan sintasan diakhir perlakuan. Semakin tinggi
sintasan dan bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan maka semakin tinggi
biomassa panen (Effendi 2004). Bobot biomassa terbaik pada perlakuan C diduga
akibat sintasan tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan
lainnya yaitu 70,04%. Namun demikian hasil uji statistik menunjukan bahwa
semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
biomassa panen (P>0,05; Lampiran 9).
3.7.3 Analisa Usaha
Analisa usaha digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh
perlakuan terhadap potensi keuntungan berdasarkan asumsi yang berlaku. Asumsi
disusun berdasarkan fakta yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung.
Asumsi dapat berbeda dalam jangka waktu dan tempat yang berbeda. Asumsi
yang digunakan dalam analisa perlakuan ini dapat dilihat lebih rinci pada
Lampiran 10. Hasil analisa usaha pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisa Usaha pada Akhir Pemeliharaan
Perlakuan
Berdasarkan Tabel 4 biaya pakan tertinggi terdapat pada perlakuan K dan
terendah B. Biaya penambahan sinbiotik tertinggi pada perlakuan C. Hal tersebut
dikarenakan dosis yang digunakan merupakan dosis tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Tingginya biaya sinbiotik disebabkan oleh tingginya
biaya ektraksi prebiotik. Namun demikian, meskipun biaya sinbiotik tinggi pada
20 yaitu Rp 12.443 sedangkan terendah A yaitu Rp 10.494. Meskipun perlakuan C
memiliki total biaya tertinggi yaitu Rp 23.900, namun tertutupi oleh pendapat
tertinggi yaitu Rp 36.916. Pendapatan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh nilai
sintasan dan harga udang berdasarkan kategori size. Semakin tinggi sintasan dan
semakin kecil nilai size maka pendapatan semakin tinggi. Oleh karena itu,
perlakuan C tetap memiliki keuntungan tertinggi meskipun memiliki total biaya
tertinggi. Hal tersebut diduga oleh tingginya sintasan pada perlakuan C yaitu
21
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis
yang berbeda pada udang vaname mampu meningkatkan sintasan dan respon
imun pada udang vaname. Perlakuan C dengan dosis 2% probiotik dan 4%
prebiotik memberikan hasil terbaik dengan nilai sintasan tertinggi (70,04%), dan
keuntungan tertinggi (Rp12.443).
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan sinbiotik
melalui pakan pada budidaya udang vaname skala petakan tambak serta perlu
22
DAFTAR PUSTAKA
KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Di dalam : Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan teknologi intensif. Badan Standardisasi Nasional.
Akyama, D.M. dan Cwang, N.L.M. 1988. Kebutuhan dan pengelolaan pakan udang, dalam prinsip Pengelolaan Budidaya Udang. Technical Bulletin. Hlm. 13-30.
Anonimus. 1993. Pedoman teknis pembenihan ikan bandeng. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Apriyantono, A, Fardiaz, D, Puspitasari, NL, Sedanarwati, Budiyanti. 1989. Petunjuk laboratorium pengujian pangan. IPB Press, Bogor.
Blaxhall, Daysley. 1973. Routine haemotological methods for use with fish blood, Journal Fish Biology 5 : 557-581.
Damayanti. 2011. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.
Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.
Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In Probiotics the Scientific Basis. Chapman & Hall. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras pp: 1-8.
Huissman EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University. Waganingen. Netherland. 170p.
Jiravanichpaisal, P., B. L. Lee and K. Soderhall. 2006. Cell-mediated immunity in arthropods: Hematopoiesis, coagulation, melanization and opsonization. Immunobiology 211:213-236.
23 Li J, Tan B, Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291 : 35-40.
Kasmir, Jakfar. 2009. Studi kelayakan bisnis. Ed ke-2. Jakarta: Prenada Media Group.
Mangampa, M. Busran dan Suswoyo, H. S. 2008. Optimalisasi padat tebar terhadap sintasan tokolan udang windu dengan sistem aerasi di tambak. www.yahoo.com. [10 Mei 2012].
Marlis, A. 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipoema batatas L.) dan pengaruh pengolahan teerhadap potensi prebiotiknya [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martin GG, Graves LB. 1985. Structure and classification of shrimp haemocytes. J Morfology 185 : 339-348.
Martinez, S.F. 2007. The immune system of shrimp. Technical Bulletin. Hlm. 1-6.
Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU IPB.
Schrezenmeir J, Vrese M. 2001. Probiotics, prebiotics and symbiotic-approaching adefinition. American Journal of Clinical Nutrition 73: 2; 361-364.
Taslihan. 2011. Waspadai myo kian meluas. http://agrina-online.com/redesign2.php?rid=19&aid=2926. [1 April 2012].
Widagdo P. 2011. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia 20 : 11-23.
Yeh SP, Chen YN, Hsieh SL, Cheng W, Liu CH. 2009. Immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei after concurrent infection with white spot syndrome virus and infectious hypodermal and hematopoietis necrosis virus. Fish and Shellfish Immunologies, 26 : 582-558.
25 Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Media SeaWaterComplete (SWC) dan Larutan
Phosphate Buffer Saline (PBS)
1. Media SWC (100% nutrisi) dalam 1 liter
Bakto pepton 5 gram Yeast ekstract 1 gram Griserol 3 ml Air laut 750 ml Akuades 250 ml Bacto agar* 17 gram *Hanya digunakan dalam pembuatan SWC agar
Cara pembuatan :
Bahan-bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukan ke dalam
erlenmeyer. Air laut dan akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut
kemudian dipanaskan pada penangas air sampai larut. Selanjutnya media tersebut
disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15
menit. Setelah itu media siap digunakan. Bacto agar tidak ditambahkan dalam
media pada pembuatan media cair SWC.
2. Media PBS dalam 1 liter NaCl 8 gram KH2PO4 0,2 gram Na2HPO4 1,5 gram KCl 0,2 gram Akuades 1000 ml
Cara pembuatan :
Bahan-bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukan ke dalam
Erlenmeyer. Selanjutnya, akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut
kemudian dihomogenkan sampai larut. Larutan PBS disterilkan menggunakan
26 Lampiran 2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 57,68 2,34 1,35
A 57,30 2,25 1,30
B 59,18 5,07 2,93
C 70,04 3,43 1,98
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 329,081 3 109,694 9,146 0,006 Galat 95.947 8 11,993
Total 425,028 11
Uji lanjut Duncana,b
Perlakuan Subset
1 2
K 57,6779 A 57,3034 B 59,1760
27 Lampiran 3. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 2,6038 0,1510 0,0871
A 2,7195 0.0210 0,0121
B 3,0433 0,1968 0,1136
C 2,8291 0,1728 0,0998
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,315 3 0,105 4,573 0,038 Galat 0,184 8 0,023
Total 0,499 11
Uji lanjut Duncana,b
Perlakuan Subset
1 2
K 2,6038
A 2,7195
B 3,0433
28 Lampiran 4. Analisis Statistik terhadap Konversi Pakan Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 1,2705 0,0728 0,0420
A 1,2266 0,1174 0,0677
B 1,2302 0,0095 0,0055
C 1,3735 0,0525 0,0303
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,042 3 0,014 2,567 0,127 Galat 0,044 8 0,005
29 Lampiran 5. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 1,9167 1,0248 0,5916
A 2,3433 0,5152 0,2974
B 2,9567 1,1828 0,6829
C 2,8467 0,4630 0,2673
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 2,078 3 0,693 0,946 0,463 Galat 5,859 8 0,732
30 Lampiran 6. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Hyalin Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 35,3333 1,5275 0,8819
A 37,0000 1,0000 0,5774
B 43,3333 1,5275 0,8819
C 44,6667 4,1633 2,4037
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003 Galat 46,000 8 5,750
Total 236,917 11
Uji lanjut Duncana,b
Perlakuan Subset
1 2
K 35,3333 A 37,0000
B 43,3333
31 Lampiran 7. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Granulosit Udang Vaname
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 64,6667 1,5275 0,8819
A 63,0000 1,0000 0,5774
B 56,6667 1,5275 0,8819
C 55,3333 4,1633 2,4037
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003 Galat 46,000 8 5,750
Total 236,917 11
Uji lanjut Duncana,b
Perlakuan Subset
1 2
K 64,6667
A 63,0000
32 Lampiran 8. Analisis Statistik Size Udang dan Bobot Panen pada Akhir
Pemeliharaan
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 64,3333 4,0414 2,3333
A 65,0000 0,0000 0,0000
B 63,0000 1,7320 1,0000
C 69.3333 3,5118 0,9958
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 67,583 3 22,528 2,846 0,105 Galat 63,333 8 7,917
33 Lampiran 9. Analisis Statistik Biomassa Panen Udang dan Bobot Panen pada
Akhir Pemeliharaan
Deskripsi
Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
K 795,3333 83,0501 47,9490
A 786,3333 32,0208 18,4872
B 830,3333 71,5914 41,3333
C 900,3333 18,8237 10,8678
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 24122,250 3 8040,750 2,400 0,143 Galat 26804,667 8 3350,583
34 Lampiran 10. Asumsi Biaya Produksi Sinbiotik dan Rincian Analisa Usaha
A. Produksi Prebiotik
Harga Etanol 70% (Grosir Bekasi Desember 2011) = Rp11.000/Liter atau
Rp11/ml etanol.
1000 ml etanol dapat digunakan untuk mengekstraksi 327 gram Tepung
Ubi Sukuh (jika sisa etanol dipakai kembali untuk proses ekstraksi
selanjutnya).
Hasil ekstraksi dari 1000 ml etanol menghasilkan 642 ml oligosakarida. Biaya 1 gram tepung = Rp2
Proses pembuatan oligosakarida 642 ml (membutuhkan) = 1000 ml etanol
+ 327 tepung ubi sukuh
Biaya untuk 642 ml oligosakarida = Etanol (Rp11000)+tepung (Rp654) =
Rp11.654.
Kesimpulannya 1 ml Oligosakarida = Rp17.1/ml bila ditambah biaya
prosesing menjadi Rp18/ml
B. Biaya Binder (Kuning Telur)
1 kg telur = 17 butir = Rp 13.000 (Harga Desember 2011, Lokasi
Lampung)
1 butir telur berisi 23 ml kuning telur 1 butir telur = Rp765
Berarti 23 ml kuning telur = Rp765
Kesimpulannya 1 ml kuning telur = Rp33.2
C. Produksi Sinbiotik
Rincian biaya SWC 10% sebanyak 1000 ml
Bacto pepton = 0.5 gram =Rp750
Yeast Ekstrak = 0.1 gram =Rp140
Griserol = 0.3 ml =Rp390
Aquadest = 250 ml =Rp625
35 D. Rincian Analisa Usaha Perlakuan
Rincian Analisa Usaha
URAIAN KONTROL PERLAKUAN A PERLAKUAN-B PERLAKUAN-C
KOMPONEN Satuan
Harga udang vaname dipengaruhi oleh size udang
Jumlah pakan didasarkan dari data lapangan selama penelitian Harga udang perlakuan K adalah Rp 42.000/kg
Harga udang perlakuan A adalah Rp 41.800/kg Harga udang perlakuan B adalah Rp 42.200/kg Harga udang perlakuan C adalah Rp 41.000/kg
ABSTRAK
HENDAR KADARUSMAN. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak. Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.
Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya tingkat kematian pada budidaya udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dalam hapa di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 3,5 ± 0,07 gram/ekor dipelihara sebanyak 89 ekor dalam hapa berukuran 1,5 m x 1 m x 1 m selama 45 hari. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu K (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5% dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1% dan prebiotik 2% ); C (penambahan sinbiotik dua dosis: probiotik 2% dan prebiotik 4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik dengan sintasan tertinggi (70%) dan respon imun terbaik.
ABSTRACT
HENDAR KADARUSMAN. Different Dosage Sinbiotic Delivery on Pacific White Shrimp in Farm. Supervised by Widanarni and Sukenda.
Sinbiotic is expected to be an alternative to overcome high mortality of Pacific White Shrimp. This study is aimed to study different dosage of sinbiotic and the impact on their lives in captivity in Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotic and prebiotic used in this study are Vibrio alginolyticus SKT-b SKT-bacteria and oligosakarida which extracted from sukuh variety sweet potatoes. Eighty nine (89) Pacific White Shrimps with the average weight of 3.5 ± 0,07 gram/individual was kept in 1,5 m x 1 m x 1 m cage for 45 days. This study involves 4 kinds of treatments: K (no sinbiotic added); A (half doses of sinbiotic added: 0.5% probiotic and 1% prebiotic); B (one dose of sinbiotic added: 1% probiotic and 2% prebiotic); C (two doses of sinbiotic added: 2% probiotic and 4% prebiotic). Results show that different dosage of sinbiotic delivery on the shrimp is capable on improving both the survival rate and immunity response. Treatment C with 2% probiotic and 4% prebiotic doses proved to be the best treatment with high survival rate (70,04%) and the highest immunity response.
1
I.
PENDAHULUAN
Udang merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya yang
diharapkan meningkat hingga mencapai 699.000 ton atau dengan target
peningkatan hingga 209% pada tahun 2009-2014. Udang vaname diharapkan
mengalami peningkatan produksi hingga mencapai 511.000 ton dan produksi
udang windu sebesar 188.000 ton (KKP 2010). Faktanya, harapan tersebut
berbeda dengan hasil yang diperoleh. KKP menyebutkan bahwa kinerja budidaya
udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami penurunan hingga 30%
dari produksi tahun 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton. Taslihan (2011)
melaporkan, tingginya penurunan produksi pada budidaya udang menyebabkan
kerugian material hingga 300 milyar rupiah.
Turunnya kinerja produksi udang di Indonesia dapat disebabkan oleh
tingginya tingkat mortalitas yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kualitas air dan penyakit. Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang
saat ini adalah infeksi penyakit bakterial dan viral. Penyakit viral yang sering
terjadi di Indonesia salah satunya adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus).
Akibat serangan virus pada budidaya udang, KKP merevisi target produksi tahun
2011 dari 410.000 ton menjadi 350.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu
diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah aplikasi sinbiotik. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara
probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan resistensi
udang. Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan
memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan
keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik
merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan
efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora
normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi
seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan
pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk
2 Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukan bahwa penambahan
sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang vaname sebelum dan setelah diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil
penelitian Damayanti (2011) pada skala laboratorium menunjukan bahwa
sinbiotik mampu memperbaiki respon imun serta meningkatkan kelangsungan
hidup hingga 80% dan laju pertumbuhan hingga 7,59% pada udang vaname
setelah diinfeksi oleh IMNV.
Kondisi lingkungan pada laboratorium yang cenderung terkontrol berbeda
dengan kondisi lapangan yang kurang terkontrol. Oleh karena itu hasil penelitian
pada skala labolatorium tersebut perlu diuji pada skala lapang. Probiotik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri
ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo
(Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat
golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar varietas sukuh (Marlis 2008).
Gabungan antara keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
sintasan, pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik
dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang
3 Persiapan ubi jalar varietas sukuh
Pengupasan
Pengirisan
Pengeringan pada 55 C selama 5 jam
Penggilingan dengan willey mill
Pengayakan 60 mesh
Tepung segar ubi jalar
Pengukusan (30 menit)
Pengeringan (oven)
II.
METODOLOGI
2.1 Penyiapan Sinbiotik 2.1.1 Penyiapan Prebiotik
Ubi jalar varietas sukuh segar dibersihkan dan dikupas, kemudian diiris
dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar
dikeringkan dalam oven pengering suhu 55 0C selama 5 jam hingga irisan ubi
dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi yang telah kering kemudian digiling
dengan willey mill dan diayak dengan ukuran ayakan 60 mesh (Marlis 2008).
Tepung segar ubi jalar tersebut kemudian dikukus dengan perbandingan tepung
dan air (1:1) selama ± 30 menit. Setelah dikukus, tepung dikeringkan kembali
menggunakan oven pengering suhu 55 0C sampai menjadi tepung kering kembali.
Tahapan dalam pembuatan tepung kukus ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Tahapan selanjutnya dalam pembuatan prebiotik adalah ekstraksi
oligosakarida. Pertama-tama tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan
pada etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan
menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar
diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan
natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm
selama 10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan
evaporator vacum pada suhu 40 0C (Muchtadi 1989).
Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga
mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008).
tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:
TPT = (c-a)/b x 100%
2.1.2 Penyiapan Probiotik
Penyiapan probiotik meliputi pembuatan media dan kultur bakteri SKT-b.
Media yang digunakan adalah Sea Water Complete (SWC) cair dengan
kandungan nutrisi 10%, sedangkan media untuk memudakan isolat bakteri adalah
SWC agar miring. Prosedur pembuatan media terdapat pada Lampiran 1.
Tahapan kultur bakteri meliputi inokulasi, inkubasi, dan pemanenan.
Pertama-tama media SWC cair 10% steril sebanyak 10 ml dalam tabung
bervolume 25 ml diinokulasi satu ose isolat SKT-b yang berumur 24 jam yang
dilakukan secara aseptik. Kemudian hasil inokulasi tersebut didiamkan pada suhu
ruang selama 24 jam dan dilakukan pengocokan manual dengan tangan setiap 12
jam. Setelah 24 jam, biakan bakteri dapat dipanen.