• Tidak ada hasil yang ditemukan

Exploration and Identification of Neem Bark (AzadirachtaindicaA.Juss) as Larvicide against AedesaegyptiMosquitoes.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Exploration and Identification of Neem Bark (AzadirachtaindicaA.Juss) as Larvicide against AedesaegyptiMosquitoes."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

(Azadirachtaindica A.Juss) SEBAGAI LARVISIDA

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

ARIEF HERU PRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba

(Azadirachtaindica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruantinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.

Bogor, juli 2012

(3)

(AzadirachtaindicaA.Juss) as Larvicide against AedesaegyptiMosquitoes.

Supervisors:WASRIN SYAFII, ARINANA,and SULAEMAN YUSUF.

Synthetic pesticide causes many negative side-effects. For insects, it causes

physiological resistances and can kill non-target insects. Resistant insects will need

more insecticide dose than before. To avoid the negative effect, World Health

Organization (WHO) recomends to use natural insecticide. Resistant mechanism is

combination of many factors which are biochemistry, physiology, andbehaviour.

The more specific insecticide is used, the easier it causes the resistant effect.Neem

is one of plants that has been extensively used to study its insecticidal and

medicinal activity. It has opportunity to become strong natural insectides to many

insects.

Aims of this research were to analysis of extractivecontens of neem bark,

toxicity test of bioactive against Aedesegyptilarvae, and isolate and identify

bioactive compounds of neems bark in against Ae.aegypti larvae. Neem bark

powder was extracted using methanol as a solvent. Obtained extract of this process

was separated by different polar solvent. Separation process obtains three fractions

that are ethyl acetatesoluble fraction, buthanolsolublefraction, and unsoluble

fraction. Each fraction was evaporated to get condensed extract. Effectiveness of

each fraction to Ae.aegypti larvae were tested with several concentrations that are

50, 100, 250, 500, and 1000 ppm.

This experiment showed that ethyl acetatesolublefraction was the most

effective fraction. Phytochemical analysis also confirmed that it contained many

compound such as; alkaloid, flavonoid, saponin, and triterpenoid. Then, ethyl

acetatesolublefraction was separated using chromatography column and yield 9

fractions. Second fraction (Ef-2) was the best larvicidal efficacy, and it also had

higher efficacy than ethyl acetate fraction before it was isolated. Furthermore,

magnetic resonance analysis (1H and 13C NMR) of Ef-2 was performed, and the

molecul structure of bioactive compound was identifiedas Glycerol

1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3-tetradecanoate.

(4)

RINGKASAN

ARIEF HERU PRIANTO. Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachta indica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Dibawah

bimbingan;WASRIN SYAFII, ARINANA, dan SULAEMAN YUSUF.

Penggunaan bahan kimia sintetis untuk pestisida menyebabkan pengaruh

negatif yaitu pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, membunuh musuh

alami dan serangga non target. Serangga yang resisten menuntut dosis yang lebih

besar untuk pengendaliannya. Untuk menghindari efek negatif tersebut, WHO

merekomendasikan insektisida nabati. Mekanisme resistensi umumnya

merupakan gabungan factor - faktor penyebab yaitu biokimia,

fisiologi, danperilaku. Semakin spesifik suatu insektisida, semakin mudah

menyebabkan terjadinya resistensi. Mimba merupakan tanaman yang telah banyak

diteliti aktifitas insektisida dan farmasinya. Mimba memiliki peluang yang besar

sebagai insektisida nabati yang kuat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisi kandungan ekstraktif dalam

kulit mimba, menguji tingkat toksisitas dari senyawa aktif terhadap larva nyamuk

Ae aegypti, mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif dari kulit mimba yang

efektif terhadap larva nyamuk Ae aegypti. Serbuk kulit mimba diekstraksi dengan

pelarut metanol. Ekstrak yang diperoleh dipartisi dengan pelarut yang berbeda

kepolarannya. Proses pemisahan menghasilkan tiga fraksi yaitu fraksi terlarut etil

asetat, terlarut butanol dan tidak terlarut. Pengujian efektivitas fraksi terhadap larva

Ae. aegypti dilakukan pada beberapa konsentrasi yaitu 0, 50, 100, 250, 500, and

1000 ppm.

Penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi terlarut etil asetat merupakan

fraksi yang paling efektif. Analisis fitokimia juga menunjukkan fraksi terlarut etil

asetat memiliki bebrapa kelompok senyawa yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan

triterpenoid. Fraksi terlarut etil asetat telah dipisahkan dengan kromatografi kolom

dan mendapatkan 9 sub fraksi. Sub fraksi kedua (Ef-2) menunjukkan aktivitas

larvasida yang paling baik, dan juga memiliki efikasi yang lebih tinggi dibanding

fraksi terlarut etil asetat sebelum dipisahkan. Analisis 1H NMR and 13C NMR)

telah dilakukan dan struktur molekul senyawa aktif teridentifikasi sebagaiGlycerol

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KULIT MIMBA

(Azadirachtaindica A.Juss) SEBAGAI LARVISIDA

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Arief Heru Prianto

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program StudiIlmudan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis

(8)

Judul Skripsi : Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachtaindica

A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti

Nama : Arief Heru Prianto

NRP :E251090081

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.

Arinana S.Hut., MSi

Anggota Anggota

Prof (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M. Agr

Mengetahui:

Ketua Program Studi DekanSekolahPascasarjana

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr.

(9)

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba

(Azadirachta indica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program

studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Shalawat dan

salam penulis panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga

dan para sahabatnya.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. yang telah memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis.

2. Arinana, S.Hut., MSi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis.

3. Prof (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr yang telah memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis.

4. Dr.Sci Muhammad Hanafi, Prof (R). Dr Partomuan Simanjuntak dan Dr. Andrea

yang telah memberikan arahan kepada penulis.

5. Ibu dan Bapak tercinta yang telah dengan ikhlas berjuang dan berkorban demi

tercapainya cita-cita penulis.

6. Istri dan anakku tersayang yang telah dengan tulus memberikan dukungan moral

dan materil, serta doa restu kepada penulis.

7. Rekan-rekan di UPT. Balai Litbang Biomaterial, Laboratorium Farmakologi

Bioteknologi , Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan rekan-rekan

Pascasarjana jurusan Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan angkatan 2009 di Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 3 Mei 1978, merupakan

anak kedua dari tiga bersaudara, dari keluarga Soehardjo dan Farikha.

Penulis memasuki dunia pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah I

Jatibarang pada tahun 1984 - 1986 dan Sekolah Dasar Negeri I Janegara,

lulus pada tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri I

Jatibarang, lulus pada tahun 1993. Pendidikan menengah atas dijalani penulis

di Sekolah Menengah Atas Negeri I Brebes pada tahun 1996.

Tahun 1997 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan,

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Sarjana

Kehutanan pada tahun 2001. Tahun 2009 penulis diterima di programsarjana

IPB pada program studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister, penulis menyusun Tesis dengan

judul : “Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachtaindica A.Juss)

(11)

Halaman

Bioaktivitas Ekstrak Tumbuhan ... 8

Bioaktif sebagai Larvisida ... 11

Taksonomi Mimba . ... 12

Morfologi Tanaman Mimba. ... 12

Kandungan Kimia Tanaman Mimba. ... 12

Khasiat Tanaman Mimba. ... 13

Ekstraksi dan Fraksinasi ... 17

(12)

Kromatografi Lapis Tipis... 20

Kromatografi Kolom... 20

Persiapan Larva... 21

Uji Efikasi sebagai Larvisida... 21

Analisis Data... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Ekstrak ... 22

Hasil Pegujian Larvisida terhadap Larva Ae.aegypti ... 24

Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Ekstrak Kasar ... 26

Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Kolom ... 27

Aktivitas Larvisida Subfraksi Hasil Kromatografi Kolom ... 28

Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Subfraksi F2... 30

Identifikasi Senyawa Aktif... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan ekstraktif kulit mimba... ………... 23

2. Hasil analisa fitokimia fraksi terlarut etil asetat…………... 26

3. Lethal Concentration fraksi terlarut etil asetat....………. 26

4. Rendemen bioaktif hasil kromatografi kolom... 28

5. Nilai LC50 dan LC90 Fraksi F2 6. Nilai Geseran Kimia ....…...…..………. 31

1 7. Nilai Geseran Kimia H-NMR Senyawa aktif....…….………. 31

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram alir ekstraksi kulit mimba . ... 18

2. Diagram alir pemurnian senyawa aktif. ... 21

3. Mortalitas larva Ae. aegypti fraksi terlarut etil asetat. ... 24

4. Mortalitas larva Ae. aegypti Sub Fraksi F2

5. Mortalitas larva Ae.aegypti sub fraksi F

. ... 29

2

6. Struktur senyawa aktif. ... 33

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Mortalitas larva fraksi tidak terlarut . ... 37

2. Mortalitas larva fraksi terlarut butanol. ... 38

3. Mortalitas larva fraksi terlarut etil asetat. ... 39

4. Mortalitas larva Sub Fraksi F2

5. Identifikasi sampel kulit mimba (Azadirachta indica). ... 41

. ... 40

6. Spektrum 1H-NMR senyawa aktif F2

7. Spektrum

. ... 42

13

(16)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Penelitian mengenai pemanfaatan ekstraktif tumbuhan sudah lama

dilakukan banyak peneliti di berbagai negara. Ketertarikan para peneliti sangat

besar terhadap bahan aktif yang terkandung dalam ekstraktif. Pemanfaatan

bio-aktif untuk kebutuhan hidup manusia diantaranya sebagai bahan obat-obatan,

bahan pengawet, bahan kosmetik dan bahan insektisida. Menurut Sjostrom (1995)

ekstraktif merupakan konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya

terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dengan berat molekul yang rendah.

Penggunaan bahan alam semakin diminati karena meningkatnya kesadaran

masyarakat terhadap masalah lingkungan yang sehat. Penggunaan bahan kimia

sintetis untuk pestisida menyebabkan pengaruh negatif yaitu pencemaran

lingkungan, gangguan kesehatan, membunuh musuh alami dan serangga non

target. Bahan kimia juga dapat menyebabkan serangga menjadi resisten, sehingga

serangga akan semakin tahan terhadap bahan kimia tersebut, sehingga menuntut

dosis yang lebih besar. Untuk mendapatkan pengendalian nyamuk yang efisien

dan menghindari terjadinya resistensi nyamuk, WHO merekomendasikan

pencampuran atau rotasi penggunaan insektisida (Andrandeet al.1991, WHO

2005, PMKRI 2010). Mekanisme resistensi umumnya merupakan

gabungan faktor-faktor penyebab yaitu biokimia, fisiologis dan perilaku.

Semakin spesifik suatu insektisida, semakin mudah menyebabkan terjadinya

resistensi (Martono 2011).

Pelarangan terhadap penggunaan beberapa jenis bahan kimia sudah mulai

diberlakukan dibanyak negara (Johannis dan Panut 2009). Hal tersebut

menyebabkan peluang penerimaan akan produk-produk bio-aktif semakin

meningkat, sehingga penelitian-penelitian yang menyangkut eksplorasi, isolasi

dan pemanfaatan bio-aktif masih sangat dibutuhkan.

Mimba merupakan tumbuhan yang telah banyak diteliti kandungan

senyawa aktifnya untuk penggunaannya sebagai pestisida nabati (Atawodi dan Joy

2009). Akan tetapi masih sedikit penelitian yang melaporkan senyawa yang

(17)

Pestisida nabati berbasis mimba mempunyai kisaran yang luas dalam

penggunaannya terhadap serangga hama. Mimba memiliki karakteristik sebagai

repelen, umpan, racun, pemandulan, dan pengatur tumbuh. Tumbuhan ini relatif

aman terhadap biota air yang bukan target (Dua et al. 2009). Semua bagian

Mimba memiliki aktivitas biopestisida atau farmakologi (Atawodidan Joy 2009).

Minyak dari biji mimba diketahui memiliki aktivitas larvisida yang baik terhadap

larva Anopheles gambiaepada konsentrasi yang rendah (Okumuet al. 2007, Dua et

al. 2009).

Dewasa ini telah banyak bahan pestisida yang telah dilarang

penggunaannya oleh WHO diantaranya; diklorofenol, dikloro difenil trikloroetan,

metil parathion, natrium klorat, formaldehida, dan klordan. Penggunaan pestisida

kimiawi lebih banyak merugikan daripada menguntungkan karena dampak

negatifnya yang sangat besar terhadap lingkungan dan mahluk hidup. Menurut

Mansyur (2012) Pestisida kimia dapat meninggalkan residu pada lingkungan dan

residu ini dapat bertahan hingga 100 tahun tergantung bahan aktifnya. Efek-efek

karsinogenik dari zat-zat kimia biasanya mempunyai satu masa latent yang

panjang yaitu 20 -30 tahun. Peracunan urat-urat syaraf yang ditimbulkan oleh

beberapa agent-agent antikoline esterase organo fosfat. Penyakit yang ditimbulkan

akibat pestisida diantaranya kanker, menurunnya kekebalan tubuh, kerusakan sel,

penuaan dini dan penyakit degenaratif lainnya.

Aedes aegypti merupakan vektor yang menyebarkan virus Dengeu yang

dapat menyebabkan penyakit demam berdarah (DBD). Jumlah kematian akibat

demam berdarah diIndonesia menduduki urutan tertinggi di ASEAN yaitu

mencapai 1.317 orang pada tahun 2010 (Kompas 2011).Penyebaran nyamuk Ae.

aegypti semakin luas, sehingga jutaan orang beresiko terinfeksi virus ini.

Pengendalian vektor yaitu nyamuk Ae. aegypti merupakan cara yang paling efektif

untuk mencegah penularan penyakit DBD ini. Pengendalian Ae. aegypti pra

dewasa dilakukan dengan bahan larvisida yang dapat membunuh larva Ae.

aegypti.

Larvisida utama yang digunakan untuk mengendalian larva nyamuk vektor

demam berdarah Dengeu adalah temephos (PMKRI 2010). Temephos beracun

(18)

3

(Cavalcanti et al. 2004). Ada kemungkinan resistensi dari larva Ae. aegypti

terhadap temephos yang ditunjukkan oleh survival ratenya setelah perlakuan

(Andrande et al. 1991, Georghiouet al. 1987). Menurut Agustinus (2010), sesuai

standar WHO populasi nyamuk Ae. aegypti di kota Surabaya menunjukkan sudah

toleran terhadap insektisida Malation pada konsentrasi 5%. Penggunaan bahan

yang lebih ramah lingkungan dan efektif untuk mengendalikan larva Ae. aegypti

akan mendukung program peningkatan penggunaan bahan non kimia untuk

pengendalian vektor demam berdarah Dengeu (PMKRI 2010). Oleh karena itu

mimba sebagai tanaman yang memiliki daya insektisida yang kuat diharapkan

dapat menyumbangkan suatu senyawaan yang efektif dan aman dalam membunuh

larva Ae. aegypti. Senyawa aktif tertentu memiliki inherent selectivitysehingga

aman bagi musuh alami hama (Johannis dan Panut 2009).

Identifikasi Masalah

Mimba merupakan tumbuhan yang telah banyak dimanfaatkan sebagai

insektisida nabati pada tanaman pertanian. Penggunaan bahan kimia dapat

menyebabkan resistensi serangga target, maka pemanfaatan insektisida nabati

semakin dibutuhkan. Temephos sebagai bahan aktif larvisida berbasis kimia

sintetik telah menunjukkan resistensi terhadap nyamuk Ae. aegypti. Penelitian

terhadap mimba banyak dilakukan terutama terhadap biji dan daunnya. Pada biji

telah ditemukan senyawa aktif yang bersifat toksik yang dikenal dengan nama

azadirachtin, namun diduga masih ada banyak senyawa lain yang bersifat toksik

yang belum teridentifikasi. Permasalahan yang ingin diungkap pada penelitian ini

adalah apakah kulit mimba memiliki senyawa aktif yang berpotensi sebagai

larvisida nabati? Bagaimana struktur molekul senyawa aktif tersebut?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kandungan ekstraktif dalam kulit mimba

2. Menguji tingkat toksisitas dari senyawa aktif kulit mimbaterhadap larva

nyamuk Ae. aegypti.

3. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif dari kulit mimba yang efektif

(19)

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai jenis senyawa aktif dari kulit mimba

dan tingkat toksisitasnya.

2. Memberikan informasi mengenai sifat senyawa aktif dari kulit mimba

terhadap larva Ae. aegypti untuk pemanfaatan ekstrak kulit mimba yang lebih

efektif dan efisien.

Hipotesis

Kulit mimba memiliki senyawa aktif yang bersifat toksik terhadap larva

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif merupakan produk metabolisme sekunder. Metabolit

sekunder berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan

menghadapi spesies – spesies lain, misalnya sebagai zat pertahanan dan zat

penarik bagi lawan jenisnya. Zat ekstraktif merupakan timbunan energi dan

makanan dalam tumbuhan. Jenis – jenis senyawa zat ekstraktif dan proses

pembentukannya telah banyak diketahui(Kristanti 2006).

Zat ektraktif merupakan zat-zat dalam kayu yang mudah larut dalam

pelarut netral atau pelarut organik dan memiliki berat molekul rendah. Zat

ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktur dinding sel kayu, tetapi sebagai zat

pengisi rongga sel. Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang berjumlah

kecil, biasanya kurang dari 10 % bagian kayu dan larut dalam pelarut-pelarut

organik netral atau air (Sjostrom, 1995).Menurut Fengel dan Wegener (1995) dan

Sjostrom (1995), ekstraktif bersifat racun yang dapat mencegah bakteri, jamur,

dan rayap. Ekstraktif lainnya dapat memberikan warna dan bau pada kayu.

Daun-daunan juga mengandung zat ekstraktif. Selain mengandung senyawa-senyawa

yang juga terkandung di dalam kayu seperti: mono-terpena, diterpena, asam

lemak, fenol sederhana, lignan, flavonoid, gula, dan protein, juga terdapat

beberapa asam resin, asam siklis, dan berbagai siklitol.Menurut Sjostrom (1995)

dan Bowyer et al. (2003) kerugian adanya ekstraktif kayu antara lain;

1. Zat ekstraktifdapat mengganggu proses perekatan pada produk hasil hutan

2. Zat ekstraktif tertentu dapat bersifat korosif terhadap logam

3. Zat ektraktif dapat menghambat proses delignifikasi pada pembuatan pulp

Sedangkan, keuntungan adanya ekstraktif dalam kayu yaitu;

1. Meningkatkan keawetan alami kayu

2. Zat ekstraktif merupakan sumber bahan kimia alamiyang

selamainidigunakansebagaibahanbakuuntukberbagaiindustriantaralain;

(21)

Zat ekstraktif terdiri atas senyawa-senyawa tunggal fraksi lipofilik dan

fraksi hidrofilik. Fraksi lipofilik antara lain: lemak, lilin, terpena, terpenoid dan

alkohol alifatik tinggi, sedangkan fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik

(tanin, lignan, stilbena), karbonat terlarut, protein, vitamin, dan garam anorganik.

Menurut Sjostrom (1995) komponen ekstraktif terdiri atas:

1. Lemak dan lilin contoh asam-asam lemak, arakhinol, behenol, dan

lignoserol

2. Terpenoiddan steroid contoh:monoterpen, diterpen, triterpen, sitosterol,

kampesterol

3. KomponenFenol terdiri atas fenoliksederhana (Gallic acid, Vanillin),

Stillben (pinosylvin), flavonoid (taxifolin, krisin, katekin), lignan

(inoresinol, konidendrin, asam plikatat, dan hidrosimatai-resinol), dan

tanin-tanin kondensasi

Cara pemisahan ekstraktif menggunakan pelarut yang memiliki angka

polaritas sama atau hampir sama (Achmadi 1990). Sedangkan menurut Fengel dan

Wegener (1995), isolasi ekstraktif dapat dilakukan dengan ekstraksi menggunakan

campuran pelarut netral dan atau dengan pelarut tunggal secara berurutan.

Kelarutan zat di dalam pelarut-pelarut itu tergantung dari ikatannya, apakah polar,

semi polar atau non polar. Pelarut polar misalnya : air, alkohol, dan metanol,

sedangkan yang non polar misalnya heksan dan karbon tetra klorida. Zat-zat yang

polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat-zat non polar hanya larut

dalam pelarut non polar (Yuliani dan Rusli 2003).

Proses Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat

menjadi komponen-komponen terpisah. Ragam ekstraksi yang tepat tergantung

pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis

senyawa yang diisolasi. Bila mengisolasi senyawa dari jaringan hijau,

keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh

klorofil tertarik oleh pelarut tersebut. Bila ampas jaringan pada ekstraksi ulang

sama sekali tak berwarna hijau kembali, dapat dianggap semua senyawa berbobot

(22)

7

(2006) berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua

macam ekstraksi yaitu:

1. Ekstraksi padat-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam

campuran yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemukan

dalam usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam

suatu bahan alam

2. Ekstraksi cair-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam

campuran yang berbentuk cair

Sedangkan berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan sebagai

berikut:

1. Ekstraksi yang berkesinambungan (continous extraction)

Dalam ekstraksi ini pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai

proses ekstraksi selesai

2. Ekstraksi bertahap (bath extraction)

Dalam ekstraksi ini setiap tahap ekstraksi selalu dipakai pelarut yang

baru sampai proses ekstraksi selesai

MenurutAchmadi (1990), ekstraksidapat dikerjakan dengan pelarut

organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran larutan

tersebut. Menurut Kristanti et al. (2006) maserasi adalah suatu contoh metode

ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan

terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam usaha mengekstraksi

suatu substansi dari bahan alam ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (suhu kamar),

dengan pemanasan atau bahkan pada titik didih. Sesudah disaring, tidak terlarut

dapat diekstraksi kembali menggunakan pelarut yang baru. Pelarut yang baru

dalam hal ini tidak berarti harus berbeda zat dengan pelarut yang terdahulu, tetapi

bisa berasal dari pelarut yang sama. Proses ini bisa diulang beberapa kali sesuai

kebutuhan.

Ragam ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air

bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Bila

mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol

berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila

(23)

dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi (Harborne

1987). Zat ekstraktif dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut

polar dan non-polar (Fengel dan Wegener, 1995).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi menurut Yuliani

dan Rusli (2003) adalah sebagai berikut : persiapan bahan, pemilihan pelarut,

metode ekstraksi, proses penyaringan, dan proses pemekatan. Bahan yang akan

diekstraksi sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan tanaman yang

digunakan untuk pestisida nabati sebaiknya sampai kadar air mencapai 10 %

dengan suhu kurang dari 50 ºC agar bahan aktif yang terkandung tidak rusak.

Sebelum ekstraksi bahan perlu dikeringkan agar tidak terlalu banyak terjadi

perubahan kimia dan suhu rendah bertujuan agar komponen tertentu yang

diinginkan tidak rusak selama ekstraksi.

Konstituen-konstituen kulit dapat dibagi menjadi konstituen lipofil dan

hidrofil. Bagian lipofil dapat diekstraksi dengan pelarut nonpolar yang terdiri atas

lemak, lilin, terpenoid, dan alkohol alifatik tinggi. Terpenoid, asam-asam resin,

dan sterol-sterol terdapat dalam saluran resin. Sitosterol terdapat dalam lilin

sebagai komponen alkohol (Sjostrom 1995). Alkaloid dapat ditemukan dalam

bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit kayu. Biasanya kandungan

alkaloid pada tumbuhan sekitar 1% tapi pada bagian kulit kayu dapat memiliki

kandungan 10-15% alkaloid (Suradi 1995 dalam Mulyana 2002).Senyawa

alkaloid tropana dapat menginhibisi syaraf parasimpatik pada sistem syaraf pusat

serangga (Batchelder 1995 dalam Mulyana 2002).

Bioaktifitas Ekstrak Tumbuhan

Eriksson et al. (2008) meneliti sepuluh jenis tanaman yaitu alder (Alnus

glutinosa), aspen (Populus tremula), beech (Fagus sylvatica), guelder rose

(Viburnum opulus), holly (Ilex aquifolium), horse chestnut (Aesculus

hippocastanum), lilac (Syringa vulgaris),spindle tree (Evonymus europaeus),

walnut (Juglans regia), dan yew (Taxus baccata). Hasil peneilitian menunjukkan

bahwa senyawa aktif dari ekstrak metanol kulit Aesculus yang difraksinasi

dengan liquid chromatography menunjukkan bahwa komponen senyawa

utamanya adalah golongan alkohol dan ester-ester dari hexanoic acid yang

(24)

9

Menurut Atmaka (2002), penambahan tepung daun sirsak ke dalam media

memiliki pengaruh nyata dalam penurunan serangga turunan pertamadengan

konsentrasi sebesar 2%. Menurut Putri (2004) biopestisida dari daun sirsak

memberikan pengaruh nyata pada konsentrasi 2% sebagai biopestisida, sedangkan

menurut Kulsum (1998) pertambahan 0,5% tepung biji sirsak pada media dapat

menghambat perkembangan Sitophilus zeamanis.Biji sirsak mengandung minyak

yang dapat digunakan untuk cat dan insektisida(Samson 1992 dalam Kulsum

1998). Biji sirsak mengandung 2 jenis alkaloid yang beracun bagi serangga yaitu

cytinine dan spartein (Fear 1987 dalam Kulsum 1998). Selain itu juga

mengandung flavonoid, senyawa berupa rotenon yang dapat bereaksi dengan

mengganggu proses produksi energi (Guenter & Jippson dalam Kulsum 1998).

Isoflavon rumit berupa senyawa rotenon merupakan insektisida alam yang kuat

(Harborne 1987).

Cengkeh digunakan untuk pengobatan, pemeliharaan gigi, dan sebagai

rempah-rempah. Paling banyak digunakan sebagai campuran dalam rokok kretek

(Hadiwijaya 1986). Bagian yang banyak dimanfaatkan adalah bunga, tangkai, dan

daunnya. Minyak cengkeh beraroma khas, biasa digunakan untuk campuran

farfum dan sabun. Terkadang minyak cengkeh juga digunakan untuk memberi

rasa pada berbagai jenis makanan (Guenther 1990).

Minyak atsiri yang terkandung pada tanaman cengkeh bersifat

bakteriostatik, bakterisida, antifungal, dan antiseptik. Salah satu komponen dari

minyak atsiri tanaman cengkeh adalah eugenol yang presentasenya bervariasi

pada setiap tanaman. Minyak bunga cengkeh mengandung eugenol 85-95%,

minyak gagang atau tangkai cengkeh mengandung 90-95%, dan minyak dari daun

cengkeh mengandung eugenol 80-88%. Selain itu minyak cengkeh juga

mengandung eugenol asetat yang sifatnya sama dengan eugenol namun dalam

jumlah yang lebih sedikit (Guenther 1988).

Menurut Syafii (2000) fraksi n-heksana dari kayu Sonokembang terdapat 3

komponen utama yaitu guaiacol, 2-napthalenemetanol, dan 9,12-octadekadienoat.

Fraksi n-heksana kayu Eboni dapat diidentifikasi lima komponen utama yaitu

(25)

2-metil-1-propoksi-propana, dan asam oktanoat. Pada fraksi tak terlarut kayu Torem terdapat asam

p-hidroksi benzoat, asam vanilat, dan asam siringat.

Menurut Prianto (2008) menyatakan bahwa uji fitokimia Picrasma

javanicamemiliki kandungan berupa saponin, flavonoid, triterpenoid dan

glikosida. Kandungan flavonoid berupa isoflavon rumit yaitu senyawa rotenon

merupakan insektisida alam yang kuat (Harborne 1987). Sedangkan menurut

Robinson (1995) rotenon berfungsi sebagai pestisida yang merupakan inhibitor

oksidasi mitokondria. Kandungan triterpenoid merupakan komponen aktif sebagai

anti fungus, insektisida, dan anti pemangsa, diduga berupa senyawa asam ursolat,

dan asam oleanolat. Kandungan glikosida merupakan senyawa perlindungan dari

gangguan serangga tertentu (Robinson 1995), sedangkan menurut Harborne

(1987) glikosida berkhasiat farmakologi dan senyawa fenolik menghambat kerja

enzim. Kandungan triterpenoid steroid mampu mempengaruhi hormon serangga

dalam proses ganti kulit (Harborne 1987).

Ekstrak D. AcutangulumdanP. retrofractum efektif terhadap hama sasaran

S.litura dan aman terhadap predatornya S. annulicornis (Fachry, 1995).

Penggunaan bahan tumbuhan liar rawa seperti rumput minjangan (Chromolaena

odorata), maya (Amorphophallus campanulatus), sirih hutan (Piper

sarmentosum), tumbuhan kayu lurus/sungkai (Peronema canescens), simpur

(Dellinea suffiruticosa), kalampan, suli tulang, binderang (Scleria oblata), bakung

(Crymum asiaticum), jengkol (Phitecellobium lobatum), tawar (Costus spec), dan

tumbuhan mercon dapat membunuh ulat grayak antara 75-95%. Dengan demikian

tumbuhan liar rawa tersebut perlu mendapat perhatian kelestariannya terutama

sebagai alternatif pengganti insektisida sintetik dalam pengendalian ulat grayak

(Asikin dan Thamrin 2009).

Sebagai penelitian awal, diketahui tiga jenis tumbuhan yang berpotensi

dijadikan bioinsektisida yaitu tumbuhan pegagan (Centella asiatical), kacang

parang (Canavalia ensiformis), dan mengkudu (Morinda citrifolia). Ketiga jenis

tumbuhan tersebut dapat membunuh ulat Plutella xylostella pada kubis dengan

(26)

11

Bioaktif sebagai Larvisida

Ektrak Lantana camara pada konsentrasi 1,0 mg/ml memberikan

mortalitas maksimum terhadap larva Ae. aegypti, sedangkanpada larvaCulex

quinquefasciatus mortalitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 3,0mg/ml (Kumar

dan Maneemegalai 2008). Daun dan biji Sirsak dapat digunakan untuk ramuan

biopestisida, larvisida, repellent (penolak serangga), dan anti feedant (penghambat

makan dengan cara racun kontak), menanggulangi hama belalang dan hama

lainnya. Kandungan efektifnya biji, daun, dan akar berupa senyawa annonain.

Pada bagian bijinya mengandung minyak 42 % - 45% (Zuhud dan Haryanto

1994).Fraksi A1

Ekstrak etanol dari Cryptomeria japonica, memiliki aktivitas terbaik

terhadap larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan masing-masing nilai LC

dari ekstrak biji Sterculia guttata merupakan senyawa non-polar

yang mempunyai aktivitas biolarvisida (Katade et al. 2006).

50 63,2 dan 93,8 µg/ml,. Empat senyawa utama: ferruginol, epi-cubebol, cubebol,

dan isopimarol. Cubebol menunjukkan aktivitas terbaik terhadap Ae. aegypti dan

Ae. albopictus dengan masing-masing nilai LC50 nilai 60,1 dan 50,0 µg/ml.

Ekstrak C. japonica memiliki efek penghambatan yang sangat baik terhadap larva

Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan nilai LC50-nya masing-masing adalah 2,4 dan

3,3 µg/ml. Hasil isolasi kayu C. japonica berupatectoquinoneLC50

Ekstrak methanol kulitCinnamomum cassia, buahIlliciumverum,

buahPiper nigrum, buahZanthoxylumpiperitum danKaempferia

galangamemilikipotensisebagailarvisida (Yang et al.

2004).EkstrakbenzenefraksidaunCitrullus vulgaris Schradlebihefektifterhadap

larva nyamukAe. stephensi daripadaAe. aegypti (Mulaiiet al. 2008).

EkstraketanoldaundanbuahMelia azedarach Lmenyebabkankematian yang

tinggiterhadap larva Ae.aegypti(Coria et al. 2008).Minyak kamandrah dan jarak

pagar berpengaruh terhadap peletakan telur Ae. aegypti. Minyak kamandrah

terdapat senyawa aktif jenis alkaloid golongan piperdine yg diduga sebagai

larvisida, kadar piperdine kamandrah 0,0385% dan jarak pagar 0,0054% (Astuti

2008).

dari

tectoquinone terhadap Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam 24 jam

(27)

Taksonomi Mimba

Menurut Sukrasno (2003) sistematika taksonomi tanaman mimba sebagai berikut:

Domain : Eukaryota

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophytes

Subdivisi : Angiosperms

Class : Dicotyledonae

Order : Rutales

Suborder : Meliineae

Family : Meliaceae

Genus : Azadirachta

Specific epithet : indica – A.Juss

Botanical name : Azadirachta indica A. Juss

Nama daerah : nimba (jawa), surian bawang (Kalimantan), nibwak (Irian)

Morfologi Tanaman Mimba

Mimba merupakan pohon yang tinggi batangnya dapat mencapai 20 m.

Mimba dapat tumbuh pada pada dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m diatas

permukaan laut. Kulit tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan

berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya

merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dapat dihasilkan dengan

baik pada ketinggian 0 – 200mdpl. Buah mimba dihasilkan dalam satu sampai dua

kali setahun, berbentuk oval, bila masak daging buahnya berwarna kuning, biji

ditutupi kulit keras berwarna coklat dan didalamnya melekat kulit buah berwarna

putih. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak

(28)

13

Kandungan Kimia Tanaman Mimba

Menurut Atawodi dan Joy (2009) metabolit sekunder yang ditemukan dalam

Azadirachta indica antara lain;

1. DaunmengandungParaisin, suatu alkaloid

dankomponenminyakatsirimengandungsenyawasulfida

2. Bijimengandungazadirahtin, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion,

gedunin, 17-epiazadiradion, 17-hidroksi azadiradiondan alkaloid dan ester

asam lemak.

3. Kulitbatangdankulitakarmengandungnimbin, nimbinin, nimbidin,

nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin, asam gallic,

polisakarida, polisakarida GIa, polisakarida GIb, polisakarida GIIa,

polisakarida GIIIa.

4. Hasilhidrolisisekstrakbungaditemukankuersetin, kaemferol,

dansedikitmirisetin. Dari bagiankayuditemukannimaton, 15%

zatsamakterkondensasi.

Khasiat Tanaman Mimba

Aktivitas farmakologi tanaman mimba telah banyak dibuktikan dalam

berbagai penelitian diantaranya sebagai antifertilitis, antiplasmodial, antiinflamasi,

antiteramatik, antipiretik, penurunan gula darah, antitukak lambung,

hepatoprotektor, imunopotensiasi, antifertilitas, antibakteri, antijamur, anti

kanker, antitripanosoma dan antivirus (Atawodi dan Joy 2009).

Taksonomi Aedes aegypti

Klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Soedarto 1992) :

(29)

Subfamily : Culicinae

Genus : Aedes

Subgenus : Stegomya

Species : Aedes aegypti

Morfologi Aedes aegypti

Nyamuk Ae. aegypti mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Terdiridaritigabagianyaitu : kepala, dada, danperut

2. Kepalaterdapatsepasangantena yang berbuludanmoncong yang panjang

(proboscis) untukmenghisapdarah

3. Pada dada ada 3 pasang kaki yang

beruassertasepasangsayapdepandansayapbelakang yang mengecil yang

berfungsisebagaipenyeimbang (halter).

Ae. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada bagian

dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat dengan mata

telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula probocis yang pada nyamuk betina

berfungsi untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan berfungsi untuk

menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 ruas yang

berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada palpus maksilaris

Ae. aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris ini

lebih pendek dibandingkan dengan proboscis (Sudarto 1992).

Siklus Hidup Ae. aegypti

Ae. aegypti merupakan serangga yang aktif pada pagi hingga siang hari.

SiklushidupnyamukAe.aegyptimengalami metamorphosis sempurnayaitutelur,

larva, pupa dandewasa (HadidanKoesharto 2006). Larva dan pupa memerlukan air

untukkehidupannya, sedangkantelurtahanhiduptanpa airdalamwaktu lama,

meskipunharustetapdalamlingkungan yang lembab (Christoper 1960).

Telur

Nyamuk Ae. aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih. Telur berbentuk

elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur bias tahan

(30)

15

menutupiseluruhbagiantelur,

makatelurakanmenetasmenjadijentik(HadidanKoesharto2006). Telur menetas

dalam 1 sampai 2 hari dengan tingkat fertilitas mencapai 98% pada suhu 24-250

Larva

C

dan menurun pada suhu yang lebih tinggi (Mohammed dan Cadee 2011).

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva (instar). Perkembangan dari

instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 4-8 hari. Setelah mencapai instar

ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman.

Persentase larva menjadi pupa mencapai 87,7% pada suhu 24-250

Pupa

C, 98.5% dan

prosentase menurun dengan kenaikan suhu (Mohammed dan Cadee 2011).

Perubahan fase instar ditandai dengan proses pergantian kulit (Bates 1970).

Kepala larva berkembangbaikdengansepasang antenna danmatamajemuk,

sertasikatmulut yang menonjol.Perutnyaterdiriatas 9 ruas yang jelas,

danruasterakhirdilengkapidengantabungudara (sifon) yang bentuknyasilinder

(HadidanKoesharto 2006).

Pupa merupakan larva yang memasuki masa dorman.Larva cenderung berhenti

makan dan tetapsaat istirahat di permukaan. Pupa nyamuk berbentuk seperti

koma, kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang trompet

pernapasan.Pupa nyamukbergerakaktiftifaksepertikebanyakan pupa

seranggalainnya (Bates 1970).Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya

nyamuk dewasa keluar dari pupa (HadidanKoesharto 2006).

Dewasa

Nyamuk dewasa Ae. aegypti mudah dibedakan dari anggota sub-genus lainnya

dengan corak putih pada punggung dengan pola seperti siku yang berhadapan.

Probosis gelap, sedangkan palpi 1/5 panjang probosis dengan corak putih pada

ujungnya, clypeus bercorak putih lateral, dan pedicel dengan bercak putih di

bagian samping. Pada nyamuk jantan palpi sama panjang dengan probosis dengan

pita dasar putih pada palpomere II-IV. Dua segmen terakhir ramping dengan seta

yang pendek. (Becker et al. 2003). Nyamuk Aedes memiliki ujung abdomen yang

runcing, mempunyai cerci yang menonjol, dibagian lateral dada terdapat rambut

(31)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan daribulan April 2011 sampai dengan Maret

2012di Laboratorium Farmakologi Bioteknologi dan Laboratorium Pengendalian

Serangga Hama dan Biodegradasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah kulit mimba (Azadirachta indica

A.Juss) yang diperoleh dari Situbondo Jawa Timur. Bahan pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi antara lain: metanol, etil asetat, butanol dan aquadest, sedangkan

bahan untuk pengujian fitokimia antara lain: aquadest, pereaksi Dragendorf,

pereaksi Mayer, pereaksi Liebermann-Burchard, FECL3

Persiapan Bahan

dan natrium

hidroklorida,serta bahan untuk fraksinasi antara lain:lempeng silika gel, dan silika

gel 60. Alat yang digunakan antara lain, hammer mill, saringan 60 mesh, oven,

kertas saring whatman, tabung reaksi, neraca analitik, vacuumrotary evaporator,

Sonicator Branson, corong pisah, water bath,Column Cromatography (CC), dan

NMR.

Kulit batang mimba dibersihkan dan kemudian dipotong-potong dengan

ukuran + 2 cm. Potongan kulit mimba dikeringkan dalam suhu ruang selama 7

hari. Potongan kulit mimba kemudian dibuat serbuk dengan menggunakan

hammer mill dan disaring untuk memperoleh ukuran 40 – 60 mesh. Serbuk

kemudian dikering udarakan sampai Kadar Air 15%.

Penetapan Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang serbuk kulit mimba

sebanyak ± 2 gram.Serbuk diukur beratnya dan dimasukkan dalam oven pada

suhu 102±3oC sampai beratnya konstan (+ 3 jam).Serbuk didinginkan dalam

(32)

18

Perhitungan % kadar air sesuai denganrumus :

Kadar air (%) = –

dimana,

BKU = Bobot serbuk kering udara

BKT = Bobot serbuk kering anur

Ekstraksi dan Fraksinasi

Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi menggunakan

pelarut metanol, etil asetat, danbutanol.Ekstraksi dilakukan secara bertingkat

dengan pelarut pertama metanol, kemudian dilanjutkan dengan pelarut etil asetat,

dan butanol. Serbuk kulit mimba sebanyak ± 1000 gram direndam dengan

metanol selama 24 jam dengan mengaduk sesering mungkin. Perendaman

dilakukan beberapa kali sampai diperoleh ekstrak yang bening. Ekstrak metanol

diperoleh dengan menyaring residu dengan ekstraknya dengan kertas saring

Whatman.

Ekstrak dievaporasi dengan rotari evaporator vakum pada suhu ± 40o

Tiap ekstrak kemudian dievaporasi dengan rotari evaporator vakum pada

suhu ± 40

C,

sampai diperoleh ekstrak pekat metanol ± 30 ml. Ekstrak pekat tersebutkemudian

ditambahkan aquades sampai diperoleh 300 ml ekstrak. Ekstrak kemudian

dimasukkan dalam corong pisah 1000 ml dan diekstraksi dengan pelarut

berikutnya yaitu etil asetat sebanyak 300 ml (1:1). Ekstrak dalam corong pisah

dikocok agar aquades dan etil asetat berinteraksi dan didiamkan beberapa saat

sampai ada pemisahan yang jelas antara kedua pelarut. Pada tahap ini diperoleh

fraksi terlarut etil asetat dan tidak terlarutnya. Fraksi tidak terlarut diekstraksi

kembali dengan pelarut berikutnya yaitu butanol. Tahap ini dilakukan beberapa

kali sampai diperoleh fraksi terlarut etil asetat dan butanol yang jernih.

o

C untuk memperoleh fraksi terlarut pekat etil asetat, butanol, dan

(33)

pelarut,ekstrak pekat hasil evaporasi kemudian dikeringkan pada suhu ruang

dengan bantuan kipas angin.Sedangkan padatan fraksi tidak terlarut diperoleh

dengan mengeringkannya dalam water bath.

Rendemen tiap ekstrak dihitung dengan rumus:

Rendemen (%) = x 100 %

dimana:

BKA = Berat kering ekstrak padat yang diperoleh (gram)

BKS = Berat kering serbuk yang diekstraksi (gram)

Ekstrak padat yang diperoleh kemudian diuji fitokimia sesuai dengan

metode Harborne (1987):Kelompok senyawa yang diamati antara lain alkaloid,

saponin, triterpenoid, steroid, phenol, dan flavonoid . Menurut Kristanti (2006) Serbuk Kulit Mimba

Residu

Fraksi Tidak terlarut

Metanol

Fraksi Terlarut Etil Asetat

Uji Larvisida Fraksi Terlarut Butanol

Etil Asetat

Butanol

Fraksi Tidak Terlarut

Fraksi Aktif

Ekstrak Metanol + Aquades

(34)

20

fitokimia merupakan langkah awal untuk mengetahui gambaran tentang golongan

senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti, dimana metode

yang digunakan sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu

pereaksi warna.

Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi golongan alkaloid

Ekstrak sebanyak 10mg dilembabkan dengan amonia 30%, digerus dalam

mortir, ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kuat. Campuran disaring

dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai

larutan A), sebanyak 5 ml larutan A diekstraksi dengan 5 ml larutan HCL

1:10 dengan pengocokan tabung reaksi, diperoleh larutan bagian atas

(larutan B). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan disemprot atau

ditetesi dengan pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuk endapan merah

bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi

Meyer menunjukkan adanya asenyawa alkaloid.

b. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Ekstrak sebanyak 10 mg simplisia dimaserasi dengan 100 ml eter selama 2

jam dalam wadah dengan penutup wadah rapat, disaring dan diambil

filtratnya. Sebanyak 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan

penguap hingga diperoleh residu, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes

asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi

Liebernman-Buchard), terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya

senyawa golongan steroid dan triterpenoid.

c. Identifikasi golongan flavonoid

Ekstrak sebanyak 20 mg simplisia ditambahkan 10 ml air panas,

dididihkan selama 10 menit, kemudian saring dengan kertas saring,

sehingga diperoleh filtrat yang selanjutnya digunakan sebagai larutan

percobaan. Sebanyak 5 ml larutan percobaan ditambahkan serbuk atau

lempeng magnesium secukupnya dan ditambah 1 ml asam klorida pekat

dan 5 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah, terbentuknya

warna merah pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa

(35)

d. Identifikasi golongan saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan C,

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok selama 10 detik secara

vertikal, kemudian dibiarkan 10 menit, terbentuknya busa yang stabil

dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, dan

bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1 % (encer) busa tetap stabil.

Kromatografi Lapis Tipis

Eluen yang digunakan dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sangat

menentukan keberhasilan pemisahan senyawa dalam ekstrak. Penentuan eluen

terbaik menggunakan kombinasi beberapa pelarut dengan sistem gradien. Eluen

disiapkan dengan mencampur sistem eluen yang diinginkan dalam bejana

kromatografi. Bejana dijenuhkan dengan eluen beberapa saat (+ 15 menit). Pelat

KLT yang digunakan adalah silika gel G 60 F254. Larutan ekstrak diteteskan pada

permukaan KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Penetesan dilakukan sampai

diperoleh spot yang pekat. Pelat KLT dimasukkan dalam bejana kromatografi.

Setelah pelarut mencapai batas atas KLT (+ 1 cm dari tepi atas), pelat KLT

diangkat. Spot yang terbentuk diamati dengan sinar UV 254 nm. Eluen terbaik

digunakan pada kromatografi kolom.

Kromatografi Kolom

Kolom dipasang pada statif secara tegak lurus. Bagian dasar kolom

dimasukkan kapas secukupnya dan diatas kapas dimasukkan sea sand sebagai

penahan kapas. Eluen dimasukkan dalam kolom sebanyak 1/3 bagian kolom.

Silika dilarutkan dalam eluen hingga menjadi bubur silika. Bubur silika

dimasukkan dalam kolom sedikit demi sedikit. Cerat kolom dibuka dan dialirkan

eluen sampai diperoleh silika yang homogen di dalam kolom. Ekstrak

dihomogenkan dengan cellite dan dimasukkan dalam kolom. Ekstrak yang keluar

dari kolom ditampung tiap 20 ml dalam botol. Senyawa dalam tiap botol dilihat

spotnya dengan KLT. Senyawa yang memiliki nilai Rf yang sama disatukan

(36)

22

Persiapan Larva

Telur Ae. aegypti ditempatkan dalam wadah plastik (volume + 1 L) berisi

air sumur ±500 ml. Wadah plastik kemudian ditutup dengan kain kasa. Larva

yang menetas diberi makan pelet ikan. Larva- larva tersebut dipelihara sampai

instar IV, kurang lebih selama 6 hari, kemudian digunakan untuk penelitian.

Uji Efikasi sebagai Larvisida

Pengujian ekstrak terhadap larva nyamuk mengacu pada standar pengujian

laboratorium WHO terhadap larva nyamuk. Konsentrasi ekstrak yang digunakan

0, 50, 100, 250, 500, dan 1000 ppm, tiap konsentrasi ekstrak dimasukkan dalam

gelas dengan ditambahkan 1%DMSO sebagai surfaktan untuk mengurangi

tegangan permukaan, sehingga ekstrak dapat larut dalam air. Volume ekstrak

dalam gelas yang akan diujikan adalah 100 ml. Ekstrak dimasukkan dalam wadah

gelas 200 ml dan ditutup kain kasa setelah larva dimasukkan ke dalamnya. Tiap

gelas dimasukkan 25 ekor larva nyamuk instar IV. Kontrol negatif dilakukan

dengan menambahkan 1% DMSO dalam 100 ml air sumur sedangkan kontrol

positif dilakukan dengan menggunakan larvisida berbahan aktif temephos 1 ppm.

Untuk pengujian fraksi, pengamatan dilakukan setiap 24 jam setelah larva

dimasukkan, sedangkan pada pengujian sub fraksi aktif pengamatan dilakukan

setiap menit sampai diperoleh mortalitas larva 100%.

Mortalitas (%) = x 100%

dimana A = jumlah larva yang dimasukkan dalam gelas uji

B = jumlah larva yang hidup pada gelas uji.

Gambar 2 Diagram alir pemurnian senyawa aktif

Uji Larvisida Kromatografi

Kolom Sub Fraksi

Senyawa aktif H-NMR

(37)

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Ada tiga kelompok berdasarkan fraksi yang diujikan yaitu fraksi terlarut

etil asetat, butanol, dan tidak terlarut. Konsentrasi tiap fraksi yang diujikan yang

terdiri atas 6 level yaitu 0, 50, 100, 250, 500, dan 1000 ppm. Pengujian dilakukan

dengan 4 ulangan untuk tiap konsentrasi. Analisis probit dilakukan untuk

mengetahui Lethal concentration yaitu LC50 dan LC90 dilakukan dengnan

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Ekstrak

Ekstraksi kulit mimba dilakukan dengan pelarut awal metanol, pelarut ini

dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar sampai non polar. Sehingga

diharapkan lebih banyak senyawa yang terekstraksi. Aktifitas insektisida,

larvisida, akarisida, nematisida yang berasal dari ekstrak bagian mimba telah

dilaporkan menggunakan pelarut metanol (Atawodi dan Joy 2009, Nicolettiet al.

2010). Partisi dilakukan dengan pelarut dengan kepolaran yang bertingkat, yaitu

etil asetat dankemudian butanol, sehingga diperoleh dua fraksi dan fraksi tidak

terlarutnya. Hasil ekstraksi 1000 gram kulit mimba dengan metanol mendapatkan

68,45 gram (8,1%) ekstrak, selanjutnya ekstrak metanoldipartisi dengan etil asetat

dan butanol mendapatkan rendemen ekstrak seperti pada Tabel 1.

Tabel 1Kandungan ekstraktif kulit mimba

Kandungan zat ekstraktif

Jenis Fraksi Berat(g) Rendemen (%)

Fraksi terlarut etil asetat

Fraksi terlarut butanol

Fraksi tidak terlarut

11,841,39

8,69 1,02

47,92 5,64

Ekstrak metanol 68,45 8,05

Keterangan: dihitung berdasarkan berat kering oven

Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan sebaliknya pada

senyawa nonpolar. Dengan demikian, ekstraksi kulit mimba mendapatkan

senyawa yang lebih banyak bersifat polar. Hasil ekstrak yang diperoleh

dipengaruhi oleh sifat – sifat bahan alam dan bahan yang diekstraksi. Metode

ekstraksi padat-cair menghasilkan ekstraksi yang lebih sempurna (Kristanti et al.

(39)

Hasil Pengujian Larvisida terhadap Larva Ae.aegypti

Pengujian fraksi – fraksi dari ekstrak kulit mimba dilakukan sesuai dengan

standar WHO, hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 3. Fraksi terlarut butanol

dan tidak terlarut memberikan warna air menjadi kecoklatan, sedangkan fraksi

terlarut etil asetat agak keruh (air lebih jernih). Ketiga fraksi memberikan tingkat

mortalitas larva yang berbeda, fraksi terlarut butanol dan tidak terlarut

memberikan mortalitas larva Ae. aegypti yang rendah (<20%). Fraksi terlarut

n-heksan, butanol dan air dari ampas mimba memiliki efektivitas yang lebih rendah

terhadap larva Ae. aegypti dibanding fraksi terlarut etil asetat (Nicoletti et al.

2010). Kontrol negatif dilakukan dengan menambahkan air sumur dengan 1%

DMSO, dimana hasil pengamatan menunjukkan bahwa DMSO pada konsentrasi

ini tidak beracun yang ditunjukkan dengan rata-rata mortalitas larvanya yang kecil

yaitu 2%. Kontrol positif yang menggunakan bahan aktif temephos

(C16H20O6P2S3) menunjukkan efektivitas yang tinggi dengan mortalitas larva

100% pada konsentrasi 1 ppm. Temephos berbentuk granul dan tidak mewarnai

air (jernih). Temephos termasuk insektisida sintetik dalam golongan organofosfor.

Pengujian temephos pada konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 ppm juga

mengakibatkan mortalitas larva 100% dengan jangka waktu dua sampai empat

jam pengamatan (Astuti 2008).

Gambar 3 Mortalitas larva Ae. aegypti pada fraksi terlarut etil asetat,butanol dan

fraksi tidak terlarut Tidak terlarut 24 jam

(40)

26

Peningkatan konsentrasi dari 50 sampai 1000 ppm pada fraksi terlarut

butanol dan fraksi tidak terlarutnya tidak menunjukkan peningkatan mortalitas

larva yang signifikan. Hal ini menunjukkan fraksi terlarut butanol dan tidak

terlarut tidak bersifat toksik terhadap larva Ae.aegypti. Fraksi terlarut etil asetat

memberikan tingkat mortalitas larva Ae.aegypti yang paling tinggi yaitu 84%. Hal

ini menunjukkan adanya aktivitas larvisida yang tinggi pada fraksi ini. Fraksi

terlarut etil asetat dari ampas mimba memiliki efektivitas yang lebih tinggi

terhadap nyamuk Ae.aegypti daripada formula yang berbahan aktif azadirachtin

(Nicoletti et al. 2010). Aktivitas larvisida yang paling tinggi terjadi pada

konsentrasi 1000 ppm, dan terjadi penurunan aktivitas pada konsentrasi 500, 250,

100, dan 50 ppm. Pengamatan yang dilakukan pada 24 dan 48 jam menunjukkan

perbedaan yang berarti pada setiap konsentrasi dan setiap fraksinya. Peningkatan

mortalitas larva terjadi pada pengamatan kedua (48 jam). Peningkatan mortalitas

larva tertinggi terjadi pada fraksi terlarut etil asetat sebesar 28%, sedangkan pada

fraksi terlarut butanol dan tidak terlarut berturut-turut sebesar 12% dan 4%.

Adanya peningkatan mortalitas larva yang signifikan pada fraksi terlarut etil asetat

menunjukkan bahwa zak aktif pada fraksi ini bersifat toksik.

Fraksi yang memiliki efektivitas yang paling tinggi yaitu fraksi terlarut etil

asetat dianalisa lanjut kandungan golongan senyawanya dengan uji fitokimia.

Analisis fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan ekstrak etil asetat memiliki

kandungan flavonoid, triterpenoid, dan steroid yang kuat. Triterpenoid yang

diperoleh dari ekstrak metanol daun mimba memiliki aktifitas larvisida seperti

halnya senyawa aktif lain dalam tanaman mimba (Siddiqui et al. 2002). Flavonoid

merupakan pelindung dari serangan penyakit dan insektisida yang kuat (Harborne

1987). Flavonoid merupakan salah satu jenis golongan fenol yang banyak

ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan. Flavonoid dapat menimbulkan kelayuan

pada syaraf dan kerusakan pada spirakel yang dapat mengakibatkan serangga

mati. Flavonoid pada Poncirus trifoliate memiliki pengaruh terhadap mortalitas

larva Ae. aegypti (Rajkumar dan Jebanesan 2008).Penelitian terhadap aktivitas

biologi menunjukkan bahwa aktivitas ekstrak biji terhadap serangga banyak

(41)

latifolia dan Calophyllum inophyllum yang memiliki alkaloid yang bersifat racun

(Katade et al. 2006).

Tabel 2 Hasil analisa fitokimia fraksi terlarut etil asetat

Kelompok Senyawa Hasil Uji

Flavonoid +++

Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Ekstrak Kasar

Pengujian terhadap larva Ae.aegypti pada enam tingkat konsentrasi

dilakukan untuk mendapatkan nilai LC50 dan LC90. Nilai LC50 dan LC90

merupakan konsentrasi yang menyebabkan terjadinya kematian 50% dan 90%

larva. Nilai LC50 dan LC90 dihitung dengan analisis probit dengan menggunakan

software statistik SAS vers 9.2. Hasil perhitungan LC50 dan LC90

Tabel 3Lethal Concentrationfraksi terlarut etil asetat

(42)

28

Nilai tengah Lethal concentration setelah 24 jam perlakuan fraksi terlarut

etil asetat sebesar 567,6 ppm, sedangkan pada pengamatan 48 jam LC50 nya lebih

rendah yaitu 460,3 ppm. LC90pada pengamatan 24 jam sebesar 1.152 ppm dan

989,7 ppm pada pengamatan 48 jam. Lama perlakuan dapat menyebabkan

penurunan nilai LC50 dan LC90 berturut-turut sebesar 18,9% dan 14%. Hal ini

mengindikasikan bahwa konsentrasi dan waktu merupakan variabel yang

berhubungan untuk terjadinya kematian larva, dimana konsentrasi yang lebih kecil

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai mortalitas larva yang sama.

Ekstrak C. japonica memiliki efek penghambatan yang sangat baik terhadap larva

Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan nilai LC50-nya masing-masing adalah 2,4 dan

3,3 µg/ml. Hasil isolasi kayu C. japonica berupatectoquinone LC50

Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Kolom

dari

tectoquinone terhadap Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam 24 jam

masing-masing adalah 3,3 dan 5,4 µg /ml (Cheng et al. 2008).

Fraksi terlarut etil asetat merupakan fraksi yang menunjukkan efektivitas

yang paling tinggi terhadap larva Ae. aegypti, sehingga dilakukan kromatografi

kolom untuk mendapatkan senyawa tunggal yang paling bertanggungjawab

terhadap mortalitas larva. Ekstrak yang dipisahkan dengan teknik ini sebanyak 8

gram. Fase gerak yang digunakan adalah campuran n-heksan dan etil asetat

dengan elusi gradien yang telah ditentukan. Sedangkan fase diam yang digunakan

adalah silica gel dengan perbandingan antara ekstrak dan silica gel adalah 1: 30.

Diameter kolom yang digunakan adalah 3,5 cm dan panjang 100 cm. Elusi diawali

dengan pelarut yang lebih nonpolar yaitu n-heksan dan komposisi eluen

bertambah polar dengan menambahkan kepolaran pelarut secara gradien.

Perubahan komposisi eluen dilakukan setelah eluen yang telah dimasukkan dalam

kolom sebesar tiga kali volume silica gel. Eluen yang keluar ditampung dalam

botol dan dievaporasi dengan bantuan kipas angin. Setelah cukup pekat larutan

kemudian diperiksa dengan KLT untuk mendapatkan nilai Rfnya. Larutan yang

memiliki Rf yang sama disatukan menjadi satu fraksi. Proses kromatografi kolom

(43)

Tabel 4Rendemen bioaktif hasil kromatografi kolom

Sub Fraksi Rendemen (gram)

F1 1,01

Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan rendemen yang

bervariasi, sub fraksi pertama F1 merupakan sub fraksi yang memiliki rendemen

terbesar kedua yaitu 1,01 gram, sedangkan rendemen terbesar pada F2 yaitu 1,12

gram, sub fraksi F3 sampai F9 memiliki rendemen yang lebih rendah yaitu kurang

dari satu gram. Sub fraksi F1 sampai F3 memiliki warna putih keruh, sedangkan

F4 sampai F9

Aktivitas Larvisida Sub fraksi Hasil Kromatografi Kolom

berwarna kecoklatan sampai coklat. Untuk keperluan aplikasi

ekstrak pada air, maka warna ekstrak menjadi pertimbangan dalam

penggunaannya, dimana fraksi yang tidak mewarnai air akan lebih

menguntungkan.

Sub fraksi tersebut kemudian diujikan pada larva Ae. aegypti selama 24

jam, sub fraksi F1 dan F9 memberikan mortalitas larva 24% dan 96%, sedangkan

sub fraksi F2 sampai F8 memberikan mortalitas larva 100% dengan capaian waktu

yang berbeda. Karena beberapa sub fraksi memiliki rendemen yang kecil, maka

sub fraksi – sub fraksi tersebut diujikan hanya pada satu konsentrasi yaitu 1000

(44)

30

Gambar 4 Mortalitas larva Ae. aegypti pada sub fraksi hasil kromatografi kolom

Berdasarkan hasil uji larva, sub fraksi – sub fraksi tersebut memiliki

efektivitas terhadap mortalitas larva yang lebih tinggi daripada ekstrak kasarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa senyawaan yang terkandung didalam fraksi tersebut

bersifat non-sinergi, sehingga bila senyawa tersebut berada bersama senyawaan

lain menjadi berkurang tingkat toksisitasnya. Peningkatan toksisitas sub fraksi

ditunjukkan oleh peningkatan prosentase mortalitas larva dan durasi aplikasi yang

lebih cepat. F2 merupakan sub fraksi yang paling cepat mencapai mortalitas 100%

yaitu 1,5 jam, sedangkan F1 dan F9 merupakan sub fraksi yang mortalitas

larvanya tidak mencapai 100%. Sub faksi lainnya yaitu F3, F4, F5, F6, F7 dan F8

berkisar antara 2- 6 jam untuk mendapatkan 100% mortalitas larva. Berdasarkan

pertimbangan kecepatan aplikasi, rendemen, kemurnian sub fraksi dan

pewarnaannya maka sub fraksi F2

Hasil pengujian sub fraksi F

merupakan sub fraksi yang potensial sebagai

kandidat senyawa aktif yang terpilih.

2 terhadap larva Ae.aegypti dengan beberapa

konsentrasi yaitu 0, 50, 100, 250, 500, dan 1000 ppm ditunjukkan gambar 5.

(45)

Gambar 5 Mortalitas larva Ae.aegypti pada beberapa konsentrasi sub fraksi F

Tingkat mortalitas larva meningkat dengan semakin bertambahnya

konsentrasi sub fraksi. `Pada konsentrasi 250 ppm 97% larva mati, sedangkan

pada 500 dan 1000 ppm semua larva mati dalam waktu yang cepat (< 2 jam).

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai mortalitas larva 100% semakin kecil

dengan meningkatnya konsentrasi sub fraksinya. Nilai perkalian antara

konsentrasi dan waktu (CT), merupakan ukuran yang sering digunakan pada

pengendalian serangga, dimana nilai CT ini dijadikan acuan kesuksesan

pengendalian serangga tersebut. Hal ini menyebabkan pada penggunaan

insektisida kimia akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang lebih besar bila

menghendaki mortalitas serangga yang lebih cepat karena membutuhkan

konsentrasi yang lebih tinggi.

2

Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Subfraksi F

Hasil analisis probit pada pengujian sub fraksi F

2

2 terhadap larvaAe.aegypti

dengan beberapa konsentrasi mendapatkan nilai LC50 dan LC90 seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5.

(46)

32

Tabel 5 Nilai LC50 dan LC90 Sub Fraksi F2

Lethal Concentration

LC 50 (ppm) LC 90 (ppm)

Sub Fraksi F2 57,8 180,7

Nilai LC50 sub fraksi F2 sebesar 57,8 ppm mendekati konsentrasi

terendah dari pengujian sub fraksi tersebut terhadap larva yaitu 50 ppm. Hal ini

menunjukkan bahwa LC50 dicapai konsentrasi yang hanya sedikit diatas

konsentrasi sub fraksi yang belum efektif membunuh larva. Sididiqui (2002)

melaporkan bahwa ekstrak daun mimba memiliki nilai LC50

Identifikasi Senyawa Aktif

sebesar 60 ppm

terhadap larva Anopheles stephensi.

Berdasarkan hasil pengukuran spektrum 1H-NMR memperlihatkan adanya asam

lemak dan gugus gliserol.Spektrum 1

Tabel 6 Nilai Geseran Kimia Senyawa aktif (CDCl3, 500 MHz)

H-NMR ditampilkan pada Lampiran 6

sedangkannilai geseran kimia senyawa aktif ditunjukkan pada Tabel 6.

Posisi H δH

Jumlah H, Multiplisitas, J dalam Hz (ppm)

Adanya gugus metil (H-18, -CH3) suatu alifatik rantai panjang dengan

(47)

13 gugus metilen (-CH2-) muncul pada δH 1,30 (bs, 28 H), disamping 3 metilen

lain yang muncul pada daerah geseran kimia yaitu δH1,62 (bs, 2H), 2,02 (3 x 2H,

quintet, J = 5,9 Hz), dan 2,32 (3 x 2H, t, 8,3 Hz). Adanya 2 ikatan rangkap terlihat

padaδH 5,34 (4H, m, 6,5 Hz). Disamping itu adanya gugus gliserol ditunjukkan

pada δH

Spektrum

4,29 (H-a, 2H, dd, 4,5; 16,7 Hz) dan 4,16 (H-c, 2H, dd, 5,9; 16,7 Hz) serta

5,34 (H-b, 1H, m). Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak yang terikat pada C-a

dan C-c mempunyai jenis asam lemak yang berbeda.

13

C-NMR pada Lampiran 3 menunjukkan kemungkinan jumlah

atom C sebanyak 57 buah yang tampak pada pergeseran 14,31 – 173,48 ppm.

Spektrum 13C-NMR juga menunjukkan ciri adanya asam lemak dan gugus

glicerol. Adanya gugus metil (C-18, -CH3) suatu alifatik rantai panjang dengan

melihat adanya gugus metilen (-CH2-) muncul padaδC 29,3 – 29,9. Ikatan

rangkap terlihat padaδC130,39. Disamping itu adanya gugus gliserol pada 62,26

dan 69,05 serta adanya ester padaδc173,48. Hal ini juga dipekuat dengan hasil

prediksi, seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Geserankimia senyawa aktif (13

(48)

34

Berdasarkan analisa dari spektrum 1H-NMR dan 13C-NMR maka senyawa

aktif pada fraksi terlarut etil asetat tersebut adalah Glycerol

1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3-tetradecanoate (C57H106O6) yang dikenal dengan nama

Dioleomyristin. Hal ini didukung dengan data nilai geseran kimia hasil prediksi

dengan menggunakan ChemDraw Ultra 10.0 seperti terlihat pada gambar 5.

O

O

O O

O O

Gambar 5. Struktur senyawa aktif Glycerol 1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3-tetradecanoate

Hasil identifikasi dan pengujian terhadap larva menunjukkan bahwa

senyawa Glycerol 1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3-tetradecanoate memiliki aktifitas

larvisida yang kuat terhadap larva Ae. aegypti. Senyawa ini termasuk senyawa non

polar karena terdapat bentuk ester dan trigliserid. Siddiqui (2002) melaporkan

bahwa 22, 23-dihydronimocinol dan desfurano-6a-hydroxyazadiradione

merupakan senyawa yang berhasil diisolasi dari daun mimba yang memiliki

aktifitas larvisida.

Penelitian terhadap tanaman mimba menunjukkan bahwa azadirachtin dan

minyak mimba secara bersama-sama memiliki efikasi yang lebih tinggi dalam

mengendalikan kutudaun dibandingkan efektivitas masing-masing senyawa

tersebut. Hal tersebut disebabkan karena minyak mimba membantu penyebaran

bahan aktif pada permukaan kulit serangga dan berpenetrasi. Senyawa – senyawa

aktif pada tanaman mimba bekerja melalui sistem pencernaan atau kontak

Gambar

Gambar 1 Diagram alir ekstraksi kulit mimba
Gambar 2 Diagram alir pemurnian senyawa aktif
Tabel 1Kandungan ekstraktif kulit mimba
Gambar 3 Mortalitas larva Ae. aegypti pada fraksi terlarut etil asetat,butanol dan fraksi tidak terlarut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informasi yang terkandung dalam pemecahan saham dapat memiliki makna atau nilai jika keberadaan infromasi tersebut menyebabkan investor melakukan transaksi di

Hambatan tersebut dapat dihadapi guru pendidikan jasmani dengan bekerjasama bersama kepala sekolah dan guru kelas dalam membuat perencanaan program pembelajaran,

Berapa besar biaya investasi yang bisa dihemat apabila proyek PLTU Pangkalan Susu. Unit 1 &amp; 2 bisa selesai

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Rahmah (2013) yang menunjukkan bahwa galur yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas

karena aspek efektivitas terpenuhi yaitu proporsi peserta didik yang memiliki gain pemahaman konsep matematis terkategori baik lebih dari 60% dari jumlah peserta

Terkait Problematika pengembangan kurikulum bahasa Arab di MTs Darul Hikmah, yaitu dari segi beberapa guru yang kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, sebagian pengurus

dengan kondisi yang cukup baik, lebar parit pada jalan multatuli sebesar 0,8

Setelah menempati struktur baru dan memiliki habitus baru, para agen akan memiliki Modal Ekonomi dan Modal Simbolik sebagai modal untuk melakukan reproduksi di arena