• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN GENETIK AREN

ASAL SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN

MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA

TESIS

Oleh :

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP

127001015/ MAET

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KERAGAMAN GENETIK AREN

ASAL SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN

MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Magister Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP

127001015/MAET

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA

Nama : Ariani Syahfitri Harahap

NIM : 127001015

Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, M.Si

Ketua Anggota

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Desember 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si

Anggota : Mohammad Basyuni, S. Hut, M.Si, Ph.D

Dr. Diana Sofia, SP, MP

(5)

ABSTRAK

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP : Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA, dibimbing

oleh Lollie Agustina P. Putri dan Mohammad Basyuni.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik aren asal Sulawesi Tenggara berdasarkan marka Random Amplified Polymorphic DNA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU pada April - November 2014. Populasi yang diamati meliputi 27 aksesi tanaman aren yang berasal dari Sulawesi Tenggara terdiri dari tiga lokasi yaitu Konawe Selatan, Kendari dan Konawe. Penelitian ini menggunakan 10 primer yaitu OPN 03, OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 dan SB 19. Perhitungan dan analisis deskriptif dari penelitian ini menggunakan software Darwin 5.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 primer acak yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diperoleh total 41 pola pita DNA. Ukuran pita DNA yang dihasilkan bervariasi berkisar antara 170 bp sampai 3376 bp. Persentase pita yang polimorfik bervariasi berkisar antara 66.7% sampai 100%. Tingkat keinformatifan dari setiap primer bervariasi dari 0.35 sampai 0.50. Dari 27 aksesi yang dianalisis, 21 aksesi yang bisa diproses oleh software, karena ada beberapa aksesi yang tidak teramplifikasi sehingga tidak memenuhi persentase yang distandarkan. Analisis kluster dari 21 aksesi aren asal Sulawesi Tenggara menunjukkan tingkat keragaman genetik yang tinggi dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan membentuk 3 kluster utama dan 6 subkluster. Sebagian mengelompok berdasarkan populasinya dan

sebagian lainnya mengelompok secara acak. Aksesi yang berasal dari Konawe

Selatan menyebar pada 2 kluster, aksesi yang berasal dari Kendari menyebar pada 3 kluster dan ada yang mengelompok sendiri, sedangkan aksesi yang berasal dari Konawe menyebar pada 2 kluster.

(6)

ABSTRACT

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP : Genetic Diversity of Sugar Palm from South East Sulawesi Based on Random Amplified Polymorphic DNA Markers, supervised by Lollie Agustina P. Putri and Mohammad Basyuni.

The purpose of the research was to find out genetic diversity of sugar palm from

South East Sulawesi based on Random Amplified Polymorphic DNA Markers. The

research was conducted at Integrated Laboratory of Faculty of Medicine, University of Sumatra Utara, April-November 2014. Ten RAPD primers, OPN 03, OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 and SB 19 was used to study genetic relationship and genetic diversity among 27 accessions of sugar palm from South East Sulawesi consisting of three locations namely South Konawe, Kendari and Konawe. Darwin 5.05 software was used to calculate and describe the results. The results showed that the amplification of 27 accessions of sugar palm using 10 random primers obtained a total of 41 DNA band numbers. The size of DNA bands were varied ranging from 170 bp to 3376 bp. The percentage of polymorphic bands were also varied between 66.7% to 100%. Level of polymorphic information content of each primer showed variation from 0.35 to 0.50. From Twenty one of 27 accessions were processed by software due to miss-amplified as well as standard of percentage was excluded. Cluster analysis from 21 accessions of sugar palm from South East Sulawesi showed high genetic diversity and had near genetic relationship among them to form 3 main clusters and 6 subclusters. Some of them were grouped based on their population and some others were randomly. Accessions from South East Konawe spread into 2 clusters, accessions from Kendari spread into 3 clusters and were grouped itself, while accessions from Konawe extended in 2 clusters.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sosopan pada tanggal 28 Juni 1987 dari ayah Mester

Harahap dan ibu Ratna Sari Daulay. Penulis merupakan putri pertama dari empat

bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 18 Medan dan pada tahun 2006 masuk

ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman,

Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Program Studi

Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Penulis sempat bekerja sebagai Asisten Pribadi

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan membantu Program

Studi PWD dan PW Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam hal

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

”Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random

Amplified Polymorphic DNA”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik

penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu

Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, M.Si (Ketua) dan Bapak Mohammad Basyuni,

S.Hut, M.Si, Ph.D (Anggota) yang telah membimbing dan memberikan berbagai

masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan

penelitian sampai pada ujian akhir serta Ibu Dr. Diana Sofia, SP, M.Si (Penguji),

Bapak Prof. Dr. Drs. Dwi Suryanto, M.Si (Penguji) dan Bapak Luthfi A.M.

Siregar, SP, M.Agr.Sc, Ph.D (Penguji) yang memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas

Peternakan Provinsi Sumatera Utara, Bapak Ahmad Suryadin, Bapak Efendi

Manik, Ryan Iskandar SP, Srinidyanti Misrun SP, Giovanna Bastini Siagian SP,

Mariana Romina Manik, Ahmad Kamal S.Pt, Marianus Sitepu SP, semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi. Semoga tesis ini

bermanfaat.

Medan, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 13

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Isolasi DNA Pohon Aren ... 18

Uji Kualitas DNA ... 20

Uji Kuantitas DNA ... 20

RAPD DNA Pohon Aren ... 21

Elektroforesis Hasil Amplifikasi ... 21

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Profil Pita Hasil Isolasi DNA Tanaman Aren ... 23

Analisis Profil Pita Hasil Amplifikasi PCR Tanaman Aren ... 27

Analisis Kluster Tanaman Aren ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Daftar koleksi aren yang digunakan untuk analisis RAPD ... 17

2. Urutan basa primer dari sepuluh primer yang digunakan ... 18

3. Hasil amplifikasi sepuluh primer yang digunakan ... 28

4. Polymorphic Information Content (PIC) pada sepuluh primer ... 30

5. Perbedaan persentase pita polimorfik (%) antara aren asal Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara dengan primer yang sama ... 40

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Bagian Tanaman Aren... 7 2. Elektroforegram uji kualitatif 27 DNA tanaman aren... 23 3. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPD 03.... 31

4. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 12.... 32 5. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPB 07 .... 32 6. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPD 16.... 33 7. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPN 03.... 34 8. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPC 12 .... 34 9. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer SB 19 ... 35 10.Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPD 13.... 35 11.Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 09.... 36 12.Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 13.... 37 13.Dendogram 21 aksesi tanaman aren asal Sulawesi Tenggara yang

dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching ... 42

14.Profil radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 21 aksesi aren di

Sulawesi Tenggara yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching ... 43

15.Analisis faktor Principal Coordinates Analysis (PCoA) aksis I (horizontal)

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Alur penelitian ... 53

2. Koleksi 27 aksesi tanaman aren di Sulawesi Tenggara ... 54

3. Peta lokasi sampel tanaman aren di Sulawesi Tenggara ... 55

4. Pembuatan larutan stok dan bufer ... 56

5. Proses isolasi DNA ... 58

6. Proses uji kualitatif ... 59

7. Proses PCR-RAPD ... 60

8. Proses elektroforesis hasil PCR-RAPD ... 61

9. Hasil uji kuantitatif 27 aksesi DNA tanaman aren ... 62

(13)

ABSTRAK

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP : Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA, dibimbing

oleh Lollie Agustina P. Putri dan Mohammad Basyuni.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik aren asal Sulawesi Tenggara berdasarkan marka Random Amplified Polymorphic DNA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU pada April - November 2014. Populasi yang diamati meliputi 27 aksesi tanaman aren yang berasal dari Sulawesi Tenggara terdiri dari tiga lokasi yaitu Konawe Selatan, Kendari dan Konawe. Penelitian ini menggunakan 10 primer yaitu OPN 03, OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 dan SB 19. Perhitungan dan analisis deskriptif dari penelitian ini menggunakan software Darwin 5.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 primer acak yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diperoleh total 41 pola pita DNA. Ukuran pita DNA yang dihasilkan bervariasi berkisar antara 170 bp sampai 3376 bp. Persentase pita yang polimorfik bervariasi berkisar antara 66.7% sampai 100%. Tingkat keinformatifan dari setiap primer bervariasi dari 0.35 sampai 0.50. Dari 27 aksesi yang dianalisis, 21 aksesi yang bisa diproses oleh software, karena ada beberapa aksesi yang tidak teramplifikasi sehingga tidak memenuhi persentase yang distandarkan. Analisis kluster dari 21 aksesi aren asal Sulawesi Tenggara menunjukkan tingkat keragaman genetik yang tinggi dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan membentuk 3 kluster utama dan 6 subkluster. Sebagian mengelompok berdasarkan populasinya dan

sebagian lainnya mengelompok secara acak. Aksesi yang berasal dari Konawe

Selatan menyebar pada 2 kluster, aksesi yang berasal dari Kendari menyebar pada 3 kluster dan ada yang mengelompok sendiri, sedangkan aksesi yang berasal dari Konawe menyebar pada 2 kluster.

(14)

ABSTRACT

ARIANI SYAHFITRI HARAHAP : Genetic Diversity of Sugar Palm from South East Sulawesi Based on Random Amplified Polymorphic DNA Markers, supervised by Lollie Agustina P. Putri and Mohammad Basyuni.

The purpose of the research was to find out genetic diversity of sugar palm from

South East Sulawesi based on Random Amplified Polymorphic DNA Markers. The

research was conducted at Integrated Laboratory of Faculty of Medicine, University of Sumatra Utara, April-November 2014. Ten RAPD primers, OPN 03, OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 and SB 19 was used to study genetic relationship and genetic diversity among 27 accessions of sugar palm from South East Sulawesi consisting of three locations namely South Konawe, Kendari and Konawe. Darwin 5.05 software was used to calculate and describe the results. The results showed that the amplification of 27 accessions of sugar palm using 10 random primers obtained a total of 41 DNA band numbers. The size of DNA bands were varied ranging from 170 bp to 3376 bp. The percentage of polymorphic bands were also varied between 66.7% to 100%. Level of polymorphic information content of each primer showed variation from 0.35 to 0.50. From Twenty one of 27 accessions were processed by software due to miss-amplified as well as standard of percentage was excluded. Cluster analysis from 21 accessions of sugar palm from South East Sulawesi showed high genetic diversity and had near genetic relationship among them to form 3 main clusters and 6 subclusters. Some of them were grouped based on their population and some others were randomly. Accessions from South East Konawe spread into 2 clusters, accessions from Kendari spread into 3 clusters and were grouped itself, while accessions from Konawe extended in 2 clusters.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman aren sebelumnya dikenal dengan nama botani Arenga

saccharifera Labill, tetapi sekarang sudah direvisi dengan nama jenis Arenga

pinnata Merr. Tanaman aren bisa dijumpai dari pantai barat India sampai ke

sebelah selatan Cina dan juga kepulauan Guam. Habitat aren juga banyak terdapat

di Philipina, Malaysia, dataran Assam di India, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma

(Myanmar), Srilanka dan Thailand. Namun, tanaman yang termasuk dalam

keluarga Arecaceae ini berasal dari Indonesia (Lempang, 2012).

Aren (A. pinnata) termasuk salah satu jenis tanaman palma, yang tersebar

hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di 14 provinsi, yaitu Papua,

Maluku, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Banten, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu,

Kalimantan Selatan dan Aceh (Permentan, 2014).

Data dari Ditjenbun (2010), pada tahun 2010 luas tanaman aren sekitar

59.388 ha dengan produksi sekitar 33.181 ton gula aren. Tanaman Aren

(A. pinnata) mempunyai banyak manfaat, diantaranya sebagai penghasil nira

(bahan utama gula aren, minuman, cuka, dan alkohol), sumber energi terbarukan

(bioetanol), sumber karbohidrat (tepung), bahan campuran minuman

(kolang-kaling), bahan bangunan (batang) dan sebagai tanaman konservasi dan reklamasi

untuk lahan-lahan kritis. Pada masa sekarang masyarakat hanya memanfaatkan

tanaman aren yang berasal dari alam, sehingga bukan tidak mungkin suatu saat

(16)

juga belum dilakukan sehingga populasi jenis palm ini kurang diketahui

(Lempang, 2012).

Informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk mendukung

kegiatan konservasi dan pemuliaan tanaman. Untuk kegiatan konservasi, besarnya

keragaman genetik mencerminkan sumber genetik yang diperlukan untuk adaptasi

ekologi dalam jangka waktu pendek dan evolusi dalam jangka panjang, sedangkan

untuk pemuliaan, keragaman genetik yang luas diperlukan dalam kegiatan seleksi.

Program pemuliaan jangka panjang yang memanfaatkan plasma nutfah untuk

memperbaiki sifat-sifat agronomi dari aksesi/jenis terpilih harus didasarkan pada

perkiraan determinasi genetik yang lebih akurat, sehingga penentuan individu

tanaman sebagai bahan dalam perbaikan genetik dapat dilakukan dengan tepat

(Rahayu dan Handayani, 2010).

Keanekaragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan

nukleotida penyusun DNA. Perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi fenotipe

suatu organisme yang dapat dilihat secara langsung atau mempengaruhi reaksi

individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman genetik dari

suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen

dari satu tempat ke tempat lain (Suryanto, 2003).

Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik

tumbuhan, salah satunya adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD).

Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe tumbuhan, karena memiliki

kelebihan dalam pelaksanaan dan analisisnya. Dibandingkan dengan penanda

DNA yang lain, seperti Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP) dan

(17)

cepat memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah

banyak, tidak memerlukan pengetahuan tentang latar belakang genom yang

dianalisis dan mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk

menganalisis genom semua jenis organisme. Walaupun metode ini kurang

sempurna dan memiliki kelemahan dalam konsistensi produk amplifikasi

(Jones et al., 1997), tetapi kelemahan ini dapat diatasi dengan mengoptimalkan

ekstraksi, kondisi PCR dan pemilihan primer yang tepat.

Analisis RAPD menggunakan primer sepuluh basa sering digunakan untuk

studi kekerabatan dan identifikasi varietas (CIMMYT, 1998). Liu dan Furnier

(1993) melaporkan penggunaan RAPD selalu memperlihatkan keragaman lebih

tinggi dari pada alozim dan RFLP, sehingga sangat mendukung upaya analisis

keragaman genetik jika latar belakang genomnya belum diketahui. Teknik RAPD

telah digunakan untuk meningkatkan efisiensi seleksi dini pada tanaman tahunan

(Grattapaglia et al., 1992).

Penelitian tentang kekerabatan pada tanaman aren telah dilakukan oleh

Harahap (2013) menggunakan penanda RAPD bertujuan untuk mengetahui

keragaman genetik tanaman aren populasi alam di daerah Tapanuli Selatan

berdasarkan marka RAPD.

Perumusan Masalah

Informasi mengenai keragaman genetik tanaman sangat diperlukan untuk

mendukung program pemuliaan dan konservasi. Perbaikan varietas tanaman dapat

dilaksanakan jika ada sumber plasma nutfah yang memadai. Selain itu, masih

(18)

tanaman aren dengan menggunakan penanda RAPD dan penelitian genetik yang

dapat mendukung upaya konservasinya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik aren asal

Sulawesi Tenggara berdasarkan marka RAPD.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah adanya keragaman genetik aren asal

Sulawesi Tenggara berdasarkan marka RAPD.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan manfaat

dalam informasi mengenai keragaman genetik, inventarisasi plasma nutfah, dan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Aren

Menurut Steenis (1950), klasifikasi tanaman aren sebagai berikut ini:

Kingdom : Plantae

Filum : Spermatophyta

Sub Filum : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Spadicitlorae

Famili : Palmae

Genus : Arenga

Spesies : Arenga pinnataMerr.

Aren memiliki akar yang dapat tumbuh dalam sampai 10 m dengan akar

serabut berwarna putih kekuningan dan mengandung saponin, flavonoida dan

polifenol. Perakaran pohon aren meyebar dan cukup dalam, sehingga tanaman ini

dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi, terutama untuk daerah yang

tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20% (Harahap, 2013).

Diameter batang sampai dengan 70 cm dengan tinggi mencapai 5-15 m,

kadang-kadang tinggi mencapai 20 m (Lasut, 2012). Waktu pohon masih muda

batang aren belum kelihatan karena tertutup oleh pangkal pelepah daun, ketika

daun paling bawahnya sudah gugur, batangnya mulai kelihatan. Permukaan

batang ditutupi oleh serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari dasar tangkai

(20)

Daun majemuk dengan panjang sampai dengan 5.5 m; anak daun panjang

130-150 cm dengan lebar 5-8 cm; bagian bawah pangkal pelepah daun ditumbuhi

ijuk , berwarna hitam. Perbungaan berupa tandan bunga bercabang, menggantung

dengan panjang mencapai 60 cm atau lebih. Tandan bunga tumbuh pada daerah

bekas pelepah daun (Lasut, 2012). Pohon aren mempunyai tajuk (kumpulan daun)

yang rimbun. Daun aren muda selalu berdiri tegak di pucuk batang, daun muda

yang masih tergulung lunak seperti kertas. Pelepah daun melebar di bagian

pangkal dan menyempit ke arah pucuk. Susunan anak daun pada pelepah seperti

duri-duri sirip ikan, sehingga daun aren disebut bersirip. Oleh karena pada

ujungnya tidak berpasangan lagi daun aren disebut bersirip ganjil. Pada bagian

pangkal pelepah daun diselimuti oleh ijuk yang berwarna hitam kelam dan

dibagian atasnya berkumpul suatu massa yang mirip kapas yang berwarna cokelat,

sangat halus dan mudah terbakar. Massa yang menempel pada pangkal pelepah

daun aren tersebut dikenal dengan nama kawul (Jawa barat), baruk (Tana Toraja)

dan beru (Bugis) (Lempang, 1996).

Perbungaan berupa tandan bunga bercabang, menggantung dengan

panjang mencapai 60 cm atau lebih. Tandan bunga tumbuh pada daerah bekas

pelepah daun. Perbungaan dimulai dari pucuk, selanjutnya secara berturut-turut

menyusul pada bagian bawah. Biasanya 2-5 bunga pertama betina, sedangkan

rangkaian bunga pada bagian bawah adalah bunga jantan. Bunga jantan berwarna

kecoklatan, berbentuk bulat telur memanjang, daun bunga tiga, dan kelopak bunga

tiga helai, bunga betina warna kehijauan dengan mahkota bunga segitiga

beruas-ruas, bakal buah memiliki ruang tiga dan putik tiga. Tandan bunga betina aren

(21)

tumbuh dan membentuk buah (Lasut, 2012). Aren mulai berbunga, kira-kira

setelah tanaman berumur 7 – 10 tahun. Tangkai malai bunga dapat disadap setiap

hari selama 2-3 bulan menghasilkan 10-30 liter nira tiap hari (Haris, 1994).

Buah aren terbentuk akibat dari penyerbukan secara alami, pelaksanaannya

dengan bantuan angin. Buah aren berbentuk lonjong (dengan panjang sampai 5

cm dengan diameter sampai 3 cm) dan beruang tiga. Biji pada buah aren muda

mengandung kristal Ca-oksalat, yang bila menyentuh kulit dapat menyebabkan

iritasi dan menimbulkan rasa gatal (Lasut, 2012).

Gambar 1. Bagian Tanaman Aren

(a) Pohon Aren, (b) Daun Aren, (c) Buah Aren, (d) Biji Aren (Lasut, 2012)

Buah dan biji aren berkembang sangat lambat, membutuhkan tiga (3)

tahun untuk matang, dan biji masak fisiologis pada saat umur 36 bulan setelah

periode antesis dimana bunga telah berkembang sempurna dan fungsional. Berat

embrio maksimum dicapai pada umur 30 bulan. Selama proses pematangan,

penebalan dinding sel endosperm terjadi secara progresif sampai semua rongga

endosperm terisi pada 36 bulan setelah antesis, karena itulah struktur endosperm

a

b

(22)

tanaman aren sangat keras, hal ini menjadi karakteristik keluarga palem-paleman

(Haris, 1994).

Keragaman Genetik

Keragaman tingkat genetik merupakan tingkat keragaman yang paling

rendah dalam organisasi biologi. Keragaman genetik sangat penting bagi tanaman

untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya.

Informasi keragaman genetik tanaman pada tingkat, individu, spesies maupun

populasi perlu diketahui, sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun strategi

konservasi, pemuliaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik

tanaman secara berkelanjutan. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat

dilakukan dengan menggunakan penanda morfologi, biokimia dan molekuler

DNA (Zulfahmi, 2013).

Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk

merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan

dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan

melakukan persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber

gen yang ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan (Hutami et al, 2005).

Keragaman yang tinggi didalam populasi memberikan dasar yang luas

untuk program pengembangan. Dasar untuk seleksi dalam proses ini sama seperti

konservasi ex-situ tetapi lebih difokuskan pada tingkat tertinggi dari

heterozigositas. Untuk menghasilkan program seleksi yang efektif, seleksi dengan

individu yang jumlahnya lebih banyak dilakukan di dalam populasi sehingga

(23)

Informasi keragaman genetik juga diperlukan untuk mendukung kegiatan

konservasi. Besarnya keragaman genetik mencerminkan sumber genetik yang

diperlukan untuk adaptasi ekologi dalam jangka waktu pendek dan evolusi dalam

jangka panjang. Menurut Nuryani et al (2002) pengujian secara molekuler akan

mampu mengungkapkan tidak saja keragaman genetik juga mengungkap tingkat

kekerabatan tanaman.

Isolasi DNA

Isolasi DNA tanaman diawali dengan penghancuran dinding sel tanaman.

Kegagalan dalam memecah dinding sel akan mempengaruhi hasil akhir isolasi.

Proses inilah yang membuat isolasi DNA tanaman lebih sulit dibandingkan isolasi

DNA bakteri karena tanaman memiliki dinding sel yang kuat dan tebal.

Penghancuran dinding sel dapat dilakukan secara kimiawi dan mekanik. Secara

mekanik dapat dilakukan dengan cara penggerusan menggunakan mortar dingin

dan bantuan nitrogen cair. Penggunaan nitrogen cair membuat daun menjadi

kering dan mudah untuk dihancurkan. Nitrogen cair juga menjaga suhu tetap

dingin sehingga DNA tidak rusak. Nitrogen cair memiliki suhu minus 196°C.

Selain itu, dengan menggunakan nitrogen cair maka hasil penggerusan berupa

serbuk sehingga mengurangi peluang berkurangnya sampel dibandingkan bila

hasilnya berupa ekstrak cair yang mudah lengket pada mortar. Selain nitrogen

cair, penggerusan sampel daun ditambahkan juga Polivynilpolipirolidon (PVPP).

PVPP berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah terbentuknya warna coklat

(browning) pada DNA. PVPP menghambat enzim polifenol oksidase yang dapat

mendegradasi rantai DNA dan menyebabkan teroksidasinya senyawa fenol

(24)

Bahan lain yang yang digunakan selama isolasi antara lain larutan bufer,

larutan Tris-HCl, larutan ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA), larutan cetyl

trimethyl ammonium bromide (CTAB) 10%, larutan kloroform:isoamilalkohol

(24:1), larutan NaCl, isopropanol, alkohol absolut, alkohol 70%, dan bufer TE

(Tris-HCl:EDTA). Larutan bufer adalah suatu sistem dalam larutan yang terdiri

dari campuran basa lemah dan asam konjugatnya atau asam lemah dan basa

konjugatnya, yang berfungsi untuk mempertahankan perubahan pH larutan

walaupun ditambahkan sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan bufer yang

digunakan pada isolasi DNA terdiri atas beberapa senyawa yang memiliki fungsi

berbeda. Larutan Tris-HCl digunakan untuk memberikan kondisi pH yang

optimum dan menjaga kestabilan pH. EDTA digunakan untuk melemahkan

kekuatan dinding sel, karena dapat mengkelat ion magnesium yang merupakan

kofaktor enzim nuklease (Herison et al., 2003). Larutan CTAB 10% dalam bufer

ekstraksi berfungsi untuk mengurangi senyawa polisakarida dan menghilangkan

polifenol yang juga merupakan kontaminan saat isolasi DNA. Kontaminan

tersebut akan mengendap bersama CTAB sedangkan DNA tidak mengendap.

Larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1) untuk menghilangkan lemak,

protein, polisakarida, dan pengotor lainnya karena keberadaan senyawa-senyawa

tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas DNA yang diisolasi. Larutan

tersebut juga berfungsi memisahkan DNA dari membran sel yang memiliki bobot

molekul lebih besar. Kloroform:isoamilalkohol yang memiliki densitas paling

tinggi akan berada di dasar tabung sentrifus. Larutan yang berada di bagian tengah

merupakan protein yang telah larut dalam kloroform:isoamilalkohol. Supernatan

(25)

Selain itu, penambahan isoamilalkohol mengurangi busa yang muncul saat

ekstraksi DNA.

Penggunaan larutan NaCl pada konsentrasi tinggi untuk mengatasi

keberadaan polisakarida pada konsentrasi yang tinggi (Khanuja et al., 1999).

Penambahan isopropanol bertujuan mengendapkan DNA. Penambahan alkohol

absolut bertujuan memekatkan larutan DNA dan menghilangkan residu kloroform

yang digunakan pada proses deproteinase (Ausubel et al., 1990). DNA yang

diperoleh dicuci dengan alkohol 70% untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor.

DNA yang diperoleh dilarutkan dengan bufer TE sehingga dapat disimpan dan

digunakan untuk analisis lebih lanjut.

Penanda Molekuler

Penanda genetik, biasa juga disebut dengan 'marka', merupakan ekspresi

pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu, yang

menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Beberapa penanda genetik

sangat terpercaya karena bersifat lembam, tidak mudah berubah karena pengaruh

lingkungan. Penanda genetik sangat penting dalam penyelidikan philogeni suatu

organisme (Tao et al., 2009).

Penanda molekuler atau penanda DNA adalah suatu sekuen pendek DNA

yang menunjukkan adanya polimorfisme antara individu berbeda dalam satu

spesies. Penanda molekuler mempunyai tingkat polimorfisme yang sangat tinggi,

jumlahnya tidak terbatas, tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dan tingkat

heritabilitasnya hampir 100%. Suatu penanda akan efektif jika dapat membedakan

antara dua tetua yang berbeda genotipenya dan dapat dideteksi dengan mudah

(26)

Penanda genetik hanya berguna apabila polimorfik dan terpaut dengan

sifat yang akan diamati atau dengan penanda genetik lain. Syarat polimorfik

diperlukan karena penanda genetik harus bisa membedakan individu-individu

dalam populasi yang diteliti. Suatu penanda genetik paling tidak harus bisa

mengelompokkan individu dalam dua kelompok. Syarat terpaut dengan penanda,

gen atau sifat lain diperlukan karena fungsi penanda genetik adalah sebagai tanda

pengenal yang harus melekat pada sifat yang diteliti (Sharma et al., 2008).

Penanda molekuler (molecular marker) menawarkan sejumlah keuntungan

dibandingkan dengan penanda fenotipik konvensional, yaitu:

1. Penanda molekuler bersifat stabil dan dapat terdeteksi pada semua jaringan,

tanpa terpengaruh oleh pertumbuhan, differensiasi, perkembangan, atau status

pertahanan sel-sel tanaman.

2. Penanda molekuler tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan

3. Umumnya tidak memiliki efek pleiotropi atau epistasis

(Nasir, 2002).

Teknik molekuler telah memberikan peluang pengembangan dan

identifikasi peta genetik spesies tanaman. Pendekatan genetika molekuler

menggunakan penciri DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler yang

mampu mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu, evaluasi keragaman, kekerabatan,

serta adanya evolusi pada tingkat genetik (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Teknologi penanda molekuler pada tanaman berkembang sejalan dengan

semakin banyaknya pilihan penanda molekuler. Penanda pertama berdasarkan

pada hibridisasi DNA seperti RFLP. Penanda kedua berdasarkan pada reaksi

(27)

sekuen-sekuen nukleotida sebagai primer, seperti RAPD dan AFLP. Penanda

ketiga berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan

sekuen komplementer spesifik dalam DNA target, seperti Sequence Tagged Sites

(STS), Sequence Characterized Amplified Regions (SCARs), SSRs atau

mikrosatelit, dan Single NucleotidePolymorphisms (SNPs) (Azrai, 2005).

Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR merupakan fasilitas dalam mempelajari genetik tanaman maupun

hewan. Sidik DNA, analisis forensik, pemetaan genetik dan filogenetik dapat

dipelajari dengan PCR. Beberapa teknik analisis keanekaragaman genetik,

membutuhkan amplifikasi daerah genom tertentu dari suatu organisme (Demeke

dan Adams. 1994).

Kemajuan teknologi telah memungkinkan para ilmuan untuk meniru

urutan nukleotida suatu gen dengan cara melakukan amplifikasi DNA dengan

teknik reaksi berantai polimerase (PCR). Amplifikasi DNA dilakukan secara in

vitro (di dalam tabung) dengan menggunakan: (1) enzim DNA polymerase; (2)

dNTP (dinukleotida triphosphat; (3) oligonukleotida primer; dan (4) molekul

DNA cetakan (DNA template)

Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan

daerah konservatif dalam genom tersebut. Makin panjang primer, makin spesifik

daerah yang diamplifikasi. Jika suatu kelompok organisme memang berkerabat

dekat, maka primer dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah tertentu yang

sama dalam genom kelompok tersebut. Beberapa faktor seperti konsentrasi DNA,

(28)

hibridisasi primer harus dikontrol dengan hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita

DNA yang utuh dan baik (Suryanto, 2003).

Proses PCR meliputi sejumlah siklus untuk amplifikasi suatu sikuen DNA

tertentu. Setiap siklus amplifikasi terdiri atas tiga tahap berurutan.

1. Denaturasi. Tahap pertama pada system amplifikasi PCR adalah denaturasi

DNA sampel dengan menaikkan suhu dalam tabung reaksi sampai 950

2. Penempelan primer. Suhu campuran diturunkan antara 37

C.

tabung reaksi ini berisi DNA target, dua primer oligonukleotida dalam jumlah

berlebihan, polymerase Taq yang tahan panas, keempat deoksiribonukleotida

dan bufer yang mengandung Mg.

0 C - 600

3. Polimerasi. Pada tahap ini, suhu dinaikkan sampai 72

C. pada

tahap ini, primer menempel pada sikuen komplementernya pada DNA target. 0

(Sudjadi, 2008).

C, yang merupakan

suhu optimum polymerase Taq. Sintesis DNA diinisiasi pada ujung

3’-hidroksil pada setiap primer.

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Teknik PCR-RAPD merupakan salah satu teknik molekuler untuk

mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah

menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara

acak. Teknik ini melibatkan penempelan primer yang dirancang secara khusus

sepuluh oligonukleotida pada cetakan DNA yang komplementer, selanjutnya akan

dibentuk menjadi utas DNA baru. Proses selanjutnya sama dengan proses dasar

(29)

orientasi sekuen yang komplementer terhadap primer di dalam genom tanaman

(Azrai, 2005).

Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat

menempel pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang

homolog dengan spesifitas penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang

teramplifikasi berdasarkan pilihan penempelan yang bersifat acak dan tidak harus

berkaitan dengan gen tertentu. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan

mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat

dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya (Bardakci, 2001).

Penanda RAPD bersifat dominan, fragmen DNA yang dihasilkan tidak

dapat membedakan individu yang memiliki genotipe homozigot (AA) dengan

heterozigot (Aa), sedangkan yang tidak ada pita secara jelas menunjukkan

genotipe resesif (aa). Fragmen DNA hasil amplifikasi RAPD diskoring dengan

ketentuan “1” untuk ada pita dan “0” untuk tidak ada pita, data tersebut kemudian

digunakan untuk menghasilkan matrik biner untuk analisis statistik selanjutnya.

Keuntungan utama penanda RAPD adalah secara teknik lebih sederhana dan cepat

dalam pengujiannya, tidak memerlukan informasi sekuen DNA sehingga penanda

ini dapat digunakan secara luas, jumlah sampel DNA yang dibutuhkan sedikit,

primer tersedia secara komersial, dan tidak menggunakan senyawa radioaktif

(Zulfahmi, 2013).

Purwanta (2010) menyebutkan bahwa keberhasilan teknik RAPD

ditentukan oleh kemurnian dan keutuhan DNA cetakan. DNA cetakan yang tidak

murni akan mengganggu penempelan primer pada situsnya dan akan menghambat

(30)

polimerasi DNA, sedangkan DNA cetakan yang banyak mengalami fragmentasi

dapat menghilangkan situs penempelan primer.

Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal

preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan

teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter

yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis

keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Pada

tanaman tahunan RAPD dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi seleksi

awal. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat

tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini

untuk membedakan organisme tingkat rendah (procaryote) atau melihat

perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan yang dimulai pada bulan April sampai dengan

November 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah materi genetik DNA dari Siagian (2014)

pada tiga populasi alami tanaman aren hasil koleksi dari berbagai lokasi di

Sulawesi Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar koleksi aren yang digunakan untuk analisis RAPD

Lokasi Aksesi Kode Aksesi No. Jumlah Aksesi Letak Geografis

Konawe Selatan P 1-4 4 121°58’ - 123°16 BT 3.58° - 4.31° LS

Kendari K 5-19 15 3º54’30” - 4º3’11” LS 122º23’ - 122º39’

Konawe

BT

S 20-27 8 121°73' – 123°15' 3°00' – 4°25' LS Total

BT

27

Bahan kimia yang digunakan adalah CTAB 5%, NaCl, Tris, HCl, NaOH,

isopropanol, EDTA, Asam Asetat Glasial, agarose, Ethidium Bromide (EtBr),

kloroform, isoamilalkohol, β-Mercaptoethanol, PVPP, etanol 70%, etanol absolut,

DNA Marker Ladder I Kb, Go Taq ® Green Master Mix, nitrogen cair, loading

dye, aquades, aquabidestila dan 10 primer (OPN 03, OPC 12, OPD 03, OPD 13,

OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 dan SB 19). Urutan basa dari

(32)

Tabel 2. Urutan basa primer dari sepuluh primer yang digunakan

Peralatan yang digunakan antara lain adalah Global Positioning System

(GPS), gunting, mesin PCR, pipet mikro (1 – 10 μl, 2 – 200 μl, 100 – 1000 μl),

tips (1 ml, 200 µl, 10 µl), tube (2 ml, 1,5 ml, 100 µl), vortex, waterbath, pH meter

elektrik, perangkat elektroforesis, timbangan analitik, oven, nanophotometer, UV

transluminator, lemari es, unit gel dokumentasi, sentrifus, erlenmeyer, botol

scout, masker, sarung tangan, alat tulis dan sebagainya.

Metode

Isolasi DNA Tanaman Aren

Isolasi DNA pada penelitian ini berdasarkan pada metode isolasi berbasis

CTAB menurut prosedur Orozco-Castillo et al (1994) yang dimodifikasi dengan

penambahan β-Mercaptoethanol dan PVPP (Toruan dan Hutabarat, 1997).

Isolasi DNA dilakukan terhadap daun tanaman aren yang telah diambil

dari beberapa lokasi di Sulawesi Tenggara. Tahapan isolasi yang dilakukan adalah

daun aren dibuang tulang daunnya lalu dicuci dan dikeringkan dengan tisu.

Sebanyak 0.2 gram daun aren digerus menggunakan mortar sambil ditambahkan

(33)

tabung dikocok menggunakan vortex lalu tabung diinkubasi dalam waterbath

pada suhu 650

Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama

10 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung sentrifus lain, lalu

1 ml kloroform:isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung

dikocok menggunakan vortex dan tabung disentrifus lagi dengan kecepatan

13.000 rpm pada suhu ruang rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh

dipindahkan lalu 1 ml isopropanol dingin ditambahkan ke dalam tabung.

Supernatan dihomogenkan dengan membolak-balik tabung lalu tabung disimpan

dalam lemari es (4

C selama 30 menit. Setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik

dengan perlahan-lahan. Setelah itu, tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5

menit lalu 1 ml kloroform:isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam tabung.

0C) selama satu malam kemudian tabung disentrifus kembali

dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 40

Kemudian etanol absolut dingin ditambahkan lalu dibolak-balik hingga

homogen. Setelah itu, supernatan diinkubasi dalam freezer (-20

C selama 10 menit. Supernatan yang

diperoleh dibuang kemudian pelet dikeringanginkan. Pelet yang sudah kering

dilarutkan dengan bufer TE sebanyak 100 µl kemudian tabung dispin manual

hingga homogen.

0C) selama 30

menit kemudian supernatan disentrifus lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada

suhu 40C selama 10 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dicuci

menggunakan etanol 70% dan pelet dikeringanginkan. Pelet DNA yang sudah

(34)

Uji Kualitas DNA

Gel agaros 0.8% dibuat dari 0.28 gram agaros dan 35 ml larutan bufer

TAE 1x. kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan

didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 0.5 µl

EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir

(cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam

bak elektroforesis, kemudian tuang TAE 1x ke dalam bak elektroforesis. Sampel

yang akan dielektroforesis dicampur dengan loading dye dengan perbandingan 5:1

(DNA: loading dye). Setelah tercampur maka diinjeksi ke dalam sumur gel agaros

menggunakan pipet mikro. Setelah semua sampel selesai diinjeksi maka alat

elektroforesis dihubungkan pada power supply yang dialiri tegangan listrik 80 volt

selama 45 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV

transilluminator dan didokumentasikan menggunakan gel documentation.

Uji Kuantitas DNA

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometri. Larutan

stok DNA diambil sebanyak 2 µl, kemudian alat dijalankan. Absorbansi (A)

diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Tingkat kemurnian DNA

ditentukan dengan nilai perbandingn A260/A280. Menurut Wilson dan Walker

(2010), sampel DNA murni akan menghasilkan rasio A260/A280 berkisar 1.8-2.0.

Nilai kemurnian yang lebih dari 2.0 menunjukkan bahwa sampel mengandung

kontaminan RNA, sedangkan nilai kemurnian yang kurang dari 18 menunjukkan

(35)

RAPD DNA Pohon Aren

Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tabung mikro dengan

komposisi untuk satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq

PCR 12.5 µl, nuclease free water 9.5 µl, primer 1 µl dan DNA sampel 2 µl

dengan konsentrasi DNA sebesar 10 µg/ml. Proses amplifikasi dilakukan

menggunakan mesin PCR. Program running PCR sebanyak 45 siklus dengan

reaksi: predenaturasi 940C selama 2 menit, denaturasi 940C selama 1 menit,

annealing 360C selama 1 menit, extension 720C selama 2 menit, post extension

720C selama 10 menit, dan kondisi akhir PCR 40C (Setiyo, 2001).

Elektroforesis Hasil Amplifikasi

Elektroforesis hasil amplifikasi dilakukan menggunakan gel agaros 1%.

Gel dibuat dengan melarutkan 1.3 gram agaros pada 130 ml bufer TAE 1x,

kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan

didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 1.5 µl

EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir

(cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam

bak elektroforesis, kemudian tuang bufer TAE 1x ke dalam bak elektroforesis.

Marker yang digunakan adalah 1 kb DNA ladder sebanyak 5 µl dicampur dengan

loading dye sebanyak 2 µl. Sampel hasil PCR sebanyak 8 µl dan marker yang

telah dicampur dengan loading dye diinjeksi ke dalam sumur gel agaros

menggunakan pipet mikro. Setelah semua sampel selesai diinjeksi maka alat

elektroforesis dihubungkan pada power supply yang dialiri tegangan listrik 100

volt selama 65 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV

(36)

Analisis Data

Pola pita yang muncul pada gel diterjemahkan ke dalam data biner dengan

skoring manual. Setiap pita mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan

ada tidaknya pita. Angka satu “1” untuk pita yang terbentuk dan angka nol “0”

untuk pita yang tidak terbentuk.

Polymorphic Information Content (PIC) untuk beberapa marker dihitung

dengan menggunakan rumus:

= Polymorphic Information Content (PIC) pada marker

i

(1-f

= frekuensi dari pita primer yang muncul

i

Nilai PIC untuk dominan marker seperti RAPD memiliki nilai maksimum

yaitu 0.5 untuk f

) = frekuensi dari pita yang tidak muncul

i

Untuk melihat persentase pita polimorfik menggunakan rumus berikut ini: = 0.5 (Ma et al, 2013).

% Pita Polimor�ik=∑ lokusyangpolimor�ik ∑ ������������� x 100

Matriks jarak atau ketidaksamaan genetik untuk semua kombinasi

pasangan individu dapat dilakukan dengan dua tipe analisis deskriptif dari

keragaman : (1) Principal Coordinates Analysis (PCoA), suatu jenis analisis

faktorial pada tabel ketidaksamaan untuk mendapatkan group origin utama dan

(ii) Neighbour-Joining Tree (NJtree) berdasarkan Saitou dan Nei (1978) untuk

memperoleh gambaran dari kekerabatan diantara individu-individu. Perhitungan

dan analisis deskriptif ini menggunakan software DARwin 5.05 (Perrier dan

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Profil Pita Hasil Isolasi DNA Tanaman Aren

Proses isolasi DNA tanaman aren menggunakan metode Orozco-Castillo

et al (1994) yang dimodifikasi dengan penambahan β-Mercaptoethanol dan PVPP

(Toruan dan Hutabarat, 1997) karena metode ini lebih praktis dan dapat

menghasilkan DNA yang baik dari tanaman aren dibandingkan dengan metode

lainnya yang telah dicobakan. Uji kualitatif terhadap 27 sampel DNA dilakukan

dengan elektroforesis gel agaros 0.8%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui

kualitas DNA yang diperoleh. Hasil yang diperoleh dari 27 sampel DNA tanaman

aren dapat dilihat pada Gambar 2.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 2. Elektroforegram uji kualitatif 27 DNA tanaman aren

Ket: Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19), dan Konawe (20-27)

Elektroforegram menunjukkan isolasi DNA telah berhasil, dapat dilihat

dari fragmen DNA yang tampak pada gel. Fragmen DNA yang menunjukkan

bahwa DNA memiliki pita yang terang dan tebal terdapat pada aksesi aren nomor

1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23 dan 24

sedangkan pita yang agak tipis dan kurang terang terdapat pada aksesi aren

nomor 3, 18, 25, 26 dan 27 dengan demikian bisa digunakan dalam analisis

(38)

DNA genom dapat diisolasi dengan berbagai macam teknik. Pada

prinsipnya, sel harus dipecah terlebih dahulu menggunakan beberapa agensia,

baik secara fisik maupun kimiawi. Senyawa yang sering digunakan untuk

memecah sel pada isolasi DNA genom adalah CTAB. Senyawa CTAB biasanya

digunakan untuk isolasi DNA dari jaringan tanaman. Setelah sel dipecah

selanjutnya dilakukan isolasi dan pemurnian DNA (Yuwono, 2008).

Sudjadi (2008) teknik pemecahan sel dapat dibagi dalam metode fisik,

metode mekanik, dan metode kimiawi. Sel diperlakukan dengan pemaparan

senyawa kimiawi yang mempengaruhi dinding sel. Metode kimiawi lebih banyak

digunakan untuk preparasi DNA.

Dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk

meminimalkan senyawa-senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi

PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan

polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam

isolasi asam nukleat (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Kandungan senyawa sekunder dalam sel tanaman berbeda-beda, maka

setiap tanaman membutuhkan prosedur isolasi yang optimum agar diperoleh DNA

genom yang dapat digunakan sebagai bahan dalam analisis molekuler. Optimasi

prosedur tersebut dapat dilakukan terhadap komposisi larutan bufer lisisnya

ataupun teknik penanganan fisik dalam pemisahan DNA genom dari senyawa

lain. Pada prinsipnya optimasi prosedur ini bertujuan melindungi DNA genom

dari degradasi akibat senyawa sekunder yang dilepaskan ketika sel dihancurkan

(39)

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harahap (2013),

mengenai keragaman genetik pada populasi aren Sumatera Utara menghasilkan

pita DNA yang cukup jelas dan tebal. Bila dibandingkan dengan hasil uji

kualitatif pada aren asal Sulawesi Tenggara maka menunjukkan hasil yang sama

(Gambar 2).

Uji kuantitatif DNA dilakukan secara spektrofotometri pada panjang

gelombang 260 nm dan 280 nm sehingga diperoleh nilai kemurnian dan

konsentrasi DNA hasil isolasi. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan

maksimum untuk asam nukleat, sedangkan panjang gelombang 280 nm

merupakan serapan maksimum untuk protein. Hasil pengukuran dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Kemurnian DNA yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara

0.500-1.949. Dari 27 sampel DNA tanaman aren, sebanyak 20 tanaman aren memiliki

nilai kemurnian 1.8-2.0 yang menunjukkan DNA yang diisolasi telah murni

(Wilson dan Walker, 2010). Aksesi tersebut yaitu aksesi nomor 1, 3, 4,6,7, 9, 10,

12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25 dan 27. Namun, ada juga nilai

kemurnian sampel DNA di bawah 1.8. Aksesi tersebut yaitu aksesi nomor 2, 5, 8,

11, 16, 17 dan 26.

Konsentrasi DNA yang dihasilkan berkisar antara 0.05-55.90 µg/ml.

Konsentrasi paling rendah diperoleh pada aksesi nomor 11 sebesar 0.05 µg/ml

sedangkan konsentrasi paling tinggi diperoleh pada aksesi nomor 22 sebesar 55.90

µg/ml. Konsentrasi yang digunakan untuk proses PCR-RAPD adalah 0.5-50 ng/µl

(40)

Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut

sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. DNA yang mengandung

basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat

menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedangkan kontaminan protein atau phenol

dapat menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan

cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai

absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (Å260/Å280) dan nilai

kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah, 2011).

Menurut Haris et al (2003), konsentrasi DNA akan berdampak pada

kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan

menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau bahkan tidak terlihat secara

visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan

fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu fragmen dengan

fragmen lainnya.

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman

dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi

PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Di samping itu, dalam

pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu

terlalu tinggi, atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran

terhadap tingkat kemurnian DNA (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Hasil penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Harahap (2013),

mengenai keragaman genetik pada tanaman aren Sumatera Utara menunjukkan

bahwa kemurnian DNA yang diperoleh berkisar antara 1.39 - 2.23 dan konsentrasi

(41)

kuantitas pada aren asal Sulawesi Tenggara maka menunjukkan hasil yang lebih

baik (Lampiran 9).

Analisis Profil Pita Hasil Amplifikasi PCR Tanaman Aren

Hasil amplifikasi menggunakan 10 primer yang digunakan yaitu OPN 03,

OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPD 16, OPH 09, OPB 07, OPH 12, OPH 13 dan SB

19 pada 27 aksesi tanaman aren menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan

diskor, sehingga hasilnya dapat dianalisis. Namun, tidak semua primer

mengamplifikasi DNA pada 27 aksesi tanaman aren. Hasil PCR dapat dilihat pada

Gambar 3-12.

Lima dari sepuluh primer yang digunakan mengamplifikasi DNA pada 27

aksesi yaitu primer OPC 12, OPD 03, OPD 13, OPH 13 dan SB 19 sedangkan

lima primer lagi yaitu OPN 03, OPD 16, OPH 09, OPB 07 dan OPH 12 tidak

mengamplifikasi DNA pada 27 aksesi. Jumlah DNA yang paling banyak tidak

teramplifikasi terdapat pada OPD 16 dan OPH 12 yaitu masing-masing 5 aksesi

pada aksesi nomor 16, 17, 20, 26, dan 27 sedangkan yang paling sedikit terdapat

pada OPN 03 yaitu 3 aksesi pada aksesi nomor 20, 26, dan 27. Sementara OPH 09

dan OPB 07 tidak mengamplifikasi DNA yaitu masing-masing 4 aksesi pada

aksesi nomor 16, 17, 20, dan 26 (Tabel 3).

Pada penelitian ini, primer yang tidak sesuai dengan sekuen DNA tanaman

aren tidak menghasilkan produk amplifikasi karena tidak terdapat situs yang

komplementer pada DNA tanaman aren dengan sekuen primer tersebut dan bisa

juga tidak adanya pita. Selain itu, amplifikasi DNA tergantung dari kecocokan

(42)

Tabel 3. Hasil amplifikasi sepuluh primer yang digunakan

Keberhasilan suatu primer dalam mengamplifikasi DNA cetakan

ditentukan oleh ada tidaknya homologi sekuen nukleotida primer dengan sekuen

nukleotida DNA cetakan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas

DNA, konsentrasi MgCl2

Kesesuaian primer, efisiensi dan optimasi proses PCR menentukan

keberhasilan dalam teknik ini. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan

teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau

sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi PCR juga

diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi ini

menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu

denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda

sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses

penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu

optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak

terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel , enzim Taq DNA polimerase, dan suhu pelekatan

(43)

pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi

banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing)

ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang

dan komposisi primer (Suryanto, 2003).

Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan

primer, kemurnian DNA dan keutuhan DNA cetakan (Bardakci, 2001).

Konsentrasi DNA genom merupakan faktor terpenting dalam reaksi amplifikasi.

Konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kontaminan yang

menggangu reaksi amplifikasi (Chen, 2000).

Konsentrasi primer berpengaruh terhadap intensitas produk PCR-RAPD.

Menurut Padmalatha dan Prasad (2006) konsentrasi primer yang terlalu rendah

atau yang terlalu tinggi menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi. Rasio yang

rendah antara primer dan DNA cetakan dapat menyebabkan produk RAPD yang

dihasilkan tidak konsisten. Magnesium merupakan komponen yang penting dalam

reaksi PCR dan mempengaruhi kualitas profil RAPD yang dihasilkan

(Pharmawati, 2009). Magnesium mempengaruhi penempelan primer serta aktifitas

enzim (Padmalatha dan Prasad, 2006). Konsentrasi MgCl2

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pita yang

dihasilkan oleh sepuluh primer yang digunakan memperlihatkan pola pita yang

berbeda dan ada juga yang serupa pada aksesi Konawe Selatan, Kendari dan

Konawe. Dari kesepuluh primer yang digunakan menghasilkan jumlah pola pita

sebanyak 3-6 pita DNA per primer. Ukuran pita-pita DNA yang dihasilkan yang tinggi juga

mempengaruhi jumlah pita yang dihasilkan dan mengakibatkan penurunan

(44)

bervariasi antara 170 bp sampai dengan 3376 bp. Total pola pita dari kesepuluh

primer yang tampak sebanyak 41 dengan rata-rata 4.1 pita per primer dengan pita

polimorfik sebanyak 39 pita dan pita yang monomorfik sebanyak 2 pita.

Persentase pita yang polimorfik bervariasi sebesar 66.7% sampai 100% dengan

rata-rata 93.3% untuk seluruh primer. Tingkat keinformatifan dari setiap primer

bervariasi dari 0.35 sampai 0.5 dengan rata-rata 0.47 yang menunjukkan

kesamaan rasio tingkat keinformatifan primer (Tabel 4).

Tabel 4. Polymorphic Information Content (PIC) pada sepuluh primer

No

Jumlah pola pita tertinggi terdapat pada primer OPD 03 dan OPH 12 yang

berjumlah 6 pola pita sedangkan jumlah pola pita terendah terdapat pada primer

OPC 12, SB19, OPD 13, OPH 09 dan OPH 13 yang berjumlah 3 pola pita.

Ukuran pita tertinggi terdapat pada primer SB 19 sebesar 3376 bp sedangkan

ukuran pita terendah terdapat pada primer OPN 03 dan OPH 09 sebesar 170 bp.

Jumlah pita polimorfik tertinggi terdapat pada primer OPD 13 dan OPH 12

yaitu 6 pita polimorfik sedangkan jumlah pita polimorfik yang terendah terdapat

(45)

OPD 16, OPN 03, OPC 12, OPD 13, dan OPH 09 sedangkan SB 19 dan OPH 13

memiliki persentase polimorfik sebesar 66.7%.

Nilai PIC tertinggi terdapat pada OPN 03 dan OPH 09 yaitu sebesar 0.5

sedangkan yang terendah terdapat pada primer OPH 12 yaitu sebesar 0.35. Dari

hasil diatas dapat diketahui bahwa primer yang paling diskriminatif dilihat dari

total pola pita adalah primer OPD 03 dan OPH 12 yaitu sebesar 6 pola pita

sedangkan dilihat dari nilai PIC adalah primer OPN 03 dan OPH 09 yaitu sebesar

0.50.

Primer OPD 03 menunjukkan pola pita yang berbeda antara aksesi

Konawe Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan

sebanyak 6 pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 235 bp – 1480 bp.

Persentase pita yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini

sebesar 0.49 (Gambar 3).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 3. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPD 03 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPH 12 menunjukkan pola pita yang berbeda antara aksesi

Konawe Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan

(46)

Persentase pita yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini

sebesar 0.35 (Gambar 4).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 4. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 12 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPB 07 menunjukkan pola pita yang berbeda antara aksesi

Konawe Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan

sebanyak 5 pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 466 bp – 1924 bp.

Persentase pita yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini

sebesar 0.44 (Gambar 5).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

(47)

Primer OPD 16 menunjukkan pola pita yang serupa antara aksesi Konawe

Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan sebanyak 5

pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 356 bp – 1821 bp. Persentase pita

yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini sebesar 0.49

(Gambar 6).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPD 16 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPN 03 menunjukkan pola pita yang berbeda antara aksesi

Konawe Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan

sebanyak 4 pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 170 bp – 1261 bp.

Persentase pita yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini

sebesar 0.50 (Gambar 7). 10000 bp -

8000 bp - 6000 bp - 5000 bp - 4000 bp - 3000 bp - 2500 bp - 2000 bp - 1500 bp - 1000 bp -

(48)

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPN 03 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPC 12 menunjukkan pola pita yang serupa antara aksesi Konawe

Selatan dan Konawe sedangkan pada aksesi Kendari menunjukkan pola pita yang

berbeda dengan total pola pita yang dihasilkan sebanyak 3 pola pita dengan

ukuran pita berkisar antara 291 bp – 1040 bp. Persentase pita yang polimorfik

sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini sebesar 0.48 (Gambar 8).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 8. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPC 12 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer SB 19 menunjukkan pola pita yang serupa antara aksesi Konawe

Selatan dan Konawe sedangkan pada aksesi Kendari menunjukkan pola pita yang

(49)

ukuran pita berkisar antara 780 bp – 3376 bp. Persentase pita yang polimorfik

sebesar 66.7%. Tingkat keinformatifan primer ini sebesar 0.49 (Gambar 9).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 9. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer SB 19 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPD 13 menunjukkan pola pita yang serupa antara aksesi Konawe

Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan sebanyak 3

pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 523 bp – 1027 bp. Persentase pita

yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini sebesar 0.47

(Gambar 10).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

(50)

Primer OPH 09 menunjukkan pola pita yang berbeda antara aksesi

Konawe Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan

sebanyak 3 pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 170 bp – 2797 bp.

Persentase pita yang polimorfik sebesar 100%. Tingkat keinformatifan primer ini

sebesar 0.50 (Gambar 11).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 11. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 09 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Primer OPH 13 menunjukkan pola pita yang serupa antara aksesi Konawe

Selatan, Kendari dan Konawe dengan total pola pita yang dihasilkan sebanyak 3

pola pita dengan ukuran pita berkisar antara 1363 bp – 2398 bp. Persentase pita

yang polimorfik sebesar 66.7%. Tingkat keinformatifan primer ini sebesar 0.45

(Gambar 12). 10000 bp - 8000 bp - 6000 bp - 5000 bp - 4000 bp - 3000 bp - 2500 bp - 2000 bp - 1500 bp -

1000 bp -

(51)

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 12. Elektroforegram amplifikasi 27 DNA aren dengan primer OPH 13 Ket : M = marker ladder 1 kb, Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19),

dan Konawe (20-27)

Jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan setelah amplifikasi DNA

dengan PCR sangat tergantung bagaimana primer mengenal urutan DNA

komplementernya pada cetakan DNA (DNA template) yang digunakan. Hasil

amplifikasi DNA tidak selalu memperoleh pita dan intensitas yang sama.

Intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh

kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA. Cetakan DNA yang mengandung

senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi

DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup

atau tidak jelas (Weeden et al., 1992). Sebaran situs penempelan primer pada

cetakan DNA dan adanya kompetisi tempat penempelan primer pada cetakan

DNA menyebabkan satu fragmen diamplifikasi dalam jumlah banyak dan

fragmen lainnya sedikit. Proses amplifikasi mungkin saja diinisiasi pada beberapa

tempat, namun hanya beberapa set yang dapat dideteksi sebagai pita sesudah

diamplifikasi.

Pola pita DNA yang dihasilkan dari hasil amplifikasi menunjukkan

adanya polimorfisme. Jumlah pita polimorfik hasil amplifikasi berbeda-beda.

(52)

mengamati adanya variasi. Polimorfisme pita DNA dapat dipengaruhi oleh

banyaknya variasi individu dalam suatu populasi. Tingginya polimorfisme pita

pada penelitian ini menunjukkan tingginya keragaman genetik pada tanaman aren

asal Sulawesi Tenggara. Adanya perbedaan pola pita yaitu berdasarkan jumlah

dan ukuran pita menggambarkan adanya genom tanaman yang sangat kompleks

(Grattapaglia et al., 1992).

Menurut Demeke dan Adams (1994), amplifikasi DNA dengan primer

acak pada analisis RAPD biasanya menghasilkan 5-20 fragmen untuk setiap

primer. Jumlah fragmen hasil amplifikasi dengan RAPD memang lebih rendah

dibandingkan dengan hasil amplifikasi menggunakan AFLP (Haris et al., 2003).

Kelemahan RAPD adalah pemunculan pita DNA kadang-kadang tidak

konsisten. Hal ini lebih sering terjadi jika suhu annealing yang digunakan terlalu

tinggi. Dalam analisis kekerabatan, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan

primer yang lebih banyak. Ruas DNA yang berulang sering berlipat ganda,

homologi urutan nukleotida pada pita-pita DNA dengan mobilitas yang sama pada

gel tidak diketahui, penanda RAPD bersifat dominan dan tingkat keberulangannya

(reproducibility) rendah (Demeke dan Adams, 1994).

Selain itu, untuk melihat tingkat keinformatifan dari primer yang

digunakan maka perlu diketahui nilai PIC dari primer tersebut. PIC mengacu pada

nilai suatu penanda untuk mendeteksi polymorphisme di dalam suatu populasi.

PIC tergantung pada banyaknya dapat ditemukan alel dan distribusi dari

frekuensinya (Anderson et al., 1993). Semakin besar nilai PIC suatu primer maka

Gambar

Tabel 1.  Daftar koleksi aren yang digunakan untuk analisis RAPD Kode No. Jumlah Letak Geografis
Tabel 2. Urutan basa primer dari sepuluh primer yang digunakan
Gambar 2. Elektroforegram uji kualitatif 27 DNA tanaman aren       Ket: Konawe Selatan (1-4), Kendari (5-19), dan Konawe (20-27)
Tabel 3. Hasil amplifikasi sepuluh primer yang digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this research is to find out there is significant difference between the vocabulary mastery of the fifth grade students of SD N 2 Peganjaran Kudus in

(1) Seksi Kelembagaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, supervisi,

Sehubungan dengan pelaksanaan Lelang Sederhana Penyedia Pekerjaan Jasa Lainnya untuk pekerjaan Penggandaan dan Pengiriman Naskah Soal & LJK UAMBN Tingat MTs Tahun 2017

[r]

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Kalimantan Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru hampir semua dilakukan, hal ini menunjukkan bahwa guru telah memahami dengan sangat baik bagaimana

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran inquiry drll pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu pebelajar dalam menguasai materi persamaan

paparan sulfur dioksida terhadap nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi. Paru Detik Pertama (VEP 1 ), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP 1