• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Bahan Suplemen Antihiperkolesterolemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Bahan Suplemen Antihiperkolesterolemia"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL

EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla

King.) SEBAGAI BAHAN SUPLEMEN

ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS. Sintesis dan Karakterisasi

Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla

King) sebagai

bahan suplemen antihiperkolesterolemia. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH

dan DIMAS ANDRIANTO.

Ekstrak kulit kayu mahoni berpotensi sebagai obat herbal. Upaya untuk

mengoptimalkan efisiensi penyerapan ekstrak kulit kayu mahoni dalam tubuh

adalah dengan cara penyalutan menggunakan enkapsulasi. Penelitian bertujuan

mensintesis nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni, serta menguji karakteristik

dan ukuran dari nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni. Optimalisasi pembuatan

nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni meliputi variasi konsentrasi kitosan dan

natrium tripolifosfat (STPP), serta variasi metode, yaitu pengaduk magnet

dan

ultrasonikasi. Karakterisasi nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni diukur dengan

Pengukur Ukuran Partikel

(PSA), Mikroskop Elektron Payaran

(SEM),

Spektoskopi Infra Merah (FTIR), dan Difraksi Sinar-X (XRD). Pembuatan

nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni paling optimal yaitu menggunakan metode

ultrasonikasi dengan komposisi 1% kitosan dan 1% STPP. Nanopartikel memiliki

rerata distribusi ukuran sebesar 50.79 nm dengan morfologi permukaan yang

halus, cembung, dan bulat.

(3)

ABSTRACT

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS. Synthesis and Characterization of

Mahogany (Swietenia macrophylla

King) Bark Extract Nanoparticles as

antihypercholesterolemic supplemental material. Under the directioned of

SYAMSUL FALAH and DIMAS ANDRIANTO.

Mahogany bark extract is a potential herbal medicine. An effort to

optimize the efficiency of absorption mahogany barks extract in human body was

carried out using encapsulation. Objectives of research were formulated

nanoparticles of mahogany bark extract, identified the characterization, and

measured the size of nanoparticles of mahogany bark extract. Optimization of

formulated nanoparticles of mahogany bark extract covered various chitosan and

sodium tripolyphosphate (STPP) concentration, also used two methods, those

were magnetic stirrer and ultrasonicator. Characterization nanoparticles of

mahogany bark extract measured by Particle Size Analyzer (PSA), Scanning

Eletron Microscope

(SEM), Fourier Transformer Infrared Spectroscopy (FTIR),

dan X-Ray Diffraction (XRD). The best synthesized nanoparticles mahogany bark

extract by using ultrasonication and the composition were 1% chitosan dan 1%

STPP. Nanoparticles have average diameter of 50.79 nm of size and with

morfology smoothed surface, convex, and globular.

(4)

King.) SEBAGAI BAHAN SUPLEMEN

ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu

Mahoni (Swietenia macrophylla

King.) sebagai Bahan

Suplemen Antihiperkolesterolemia

Nama

: Dyah Kenyar Nindita Hermanus

Nim

: G84080062

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Syamsul Falah, S.Hut. M.Si.

Dimas Andrianto, S.Si. M.Si.

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc

Ketua Departemen Biokimia

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta junjungan Nabi besar

Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan

baik. Judul penelitian yang dipilih adalah Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla

King.) sebagai Bahan

Suplemen Antihiperkolesterolemia. Penelitian ini telah dilaksanakan selama lima

bulan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium

Penelitian Departemen Biokimia FMIPA IPB, Pusat Studi Biofarmaka IPB,

Puslitbang Kehutanan Bogor, Laboratorium SEM FMIPA ITB, dan Laboratorium

XRDFakultas Teknik Pertambang dan Perminyakan (FTTM) ITB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, M.Si dan

Dimas Andrianto, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala kesabaran dan

keihlasannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukkan bagi penulis.

Terima kasih kepada semua staf Laboratorium Biokimia, Bapak Faisal dari Fisika

FMIPA IPB untuk karakterisasi PSA, Kak Nio dan Mbak Wiwik dari Pusat Studi

Biofarmaka untuk karakterisasi FTIR, Bu Susan dari Laboratorium SEM FMIPA

ITB untuk karakterisasi SEM, Bapak Yopi dari FTTM ITB untuk karakterisasi

XRD, dan Bapak Nurwanto dari Pusat Antar Universitas (PAU) IPB untuk

pengeringan semprot (spray drying). Ucapan terima kasih tak terhingga kepada

ayah penulis Urip Hermanus, S.T., M.BA, ibu penulis Lina Noviana, Radite

Arandityo Hermanus, S.Psi sebagai kakak penulis, dan adik penulis Syed

Shaquille Hermanus atas dukungan materi dan moril. Terima kasih kepada

teman-teman terdekat M. Athoul Furqon, Silvy, Elsha, Dini, Gian, Yoan, Yudith, Rizki,

Santia, dan Uty. Rekan-rekan di Laboratorium Biokimia Aros, Isul, Dita, Aji, dan

Elvita atas segala dukungan dan bantuan dalam proses pengerjaan dan

penyelesaian karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 13 Februari 1990 dari

pasangan Urip Hermanus dan Lina Noviana. Penulis merupakan anak kedua dari

tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Negeri 10 Tangerang pada tahun 2008 dan pada

tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program

Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Mahoni ... 2

Kitosan ... 2

Nanopartikel dan Karakterisasi ... 3

Hiperkolesterolemia ... 6

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 7

Metode Percobaan ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ... 8

Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni Tersalut Kitosan ... 9

Ukuran dan Morfologi Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ... 9

Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ... 11

Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ... 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 12

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan pengaduk

magnet ... 7

2 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan ultrasonikasi .. 8

3

Rendemen ekstrak kulit kayu mahoni ... 9

4 Hasil distribusi ukuran nanopartikel ekstrak kuli kayu mahoni dengan

pengaduk magnet ... 11

5

Hasil distribusi ukuran nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan

ultrasonikasi………

. 11

6

Bilangan gelombang FTIR nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni ... 12

7

Derajat kristalinitas nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pohon mahoni (Swietenia macrophylla King.) ... 2

2 Stuktur kimia kitosan ... 3

3 Skema kerja SEM ... 4

4 Skema kerja FTIR ... 5

5 Skema kerja XRD ... 5

6 Skema kerja PSA ... 6

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian secara umum ... 17

2 Perhitungan rendemen ekstrak air kulit kayu mahoni ... 17

3

Hasil analisis PSA ... 18

4 Hasil analisis SEM dengan pengaduk magnet ... 19

5 Hasil analisis SEM dengan ultrasonikasi ... 20

6

Hasil analisis FTIR dengan pengaduk magnet ... 20

7

Hasil analisis FTIR dengan ultrasonikasi ... 21

8 Hasil analisis FTIR ekstrak kulit kayu mahoni ... 21

9 Hasil analisis FTIR kitosan ... 22

10 Rujukan bilangan gelombang FTIR ... 22

(11)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas terbesar di dunia dan juga dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat (herbal). Salah satu tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan dalam teknologi nanobiomedis adalah mahoni (Swietenia macrophylla King.). Mahoni adalah salah satu jenis pohon hutan yang berasal dari Meksiko (Yucatan) dan banyak ditemukan di Indonesia (Nurhasybi & Sudrajat 2001). Mahoni dipercaya memiliki banyak manfaat terutama kulit kayu dan bijinya.

Kulit kayu mahoni selama ini hanya digunakan sebagai kayu bakar. Kulit kayu mahoni merupakan limbah industri pengolahan berbahan baku kayu mahoni. Berdasarkan uji fitokimia kulit kayu mahoni mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan saponin (Suhesti et al. 2007). Beberapa penelitian melaporkan adanya senyawa polifenol (flavonoid dan tanin) dapat berpengaruh menurunkan penyerapan kolesterol (Park et al. 2002). Menurut penelitian Ferdiansyah (2012), kulit kayu mahoni memiliki potensi sebagai penurun kolesterol darah pada tikus putih hiperkolesterolemia, dosis ekstrak kulit kayu mahoni yang efektif untuk menurunkan konsentrasi kolesterol darah adalah 300 mg/kgBB. Kulit kayu mahoni mengandung juga katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas antioksidan (Falah et al. 2008).

Konsumsi ekstrak kayu mahoni secara oral sebagai obat dapat mengurangi efisiensi penyerapan oleh tubuh karena ukuran partikelnya yang relatif besar dan kelarutannya rendah yaitu kurang dari 10% yang menyebabkan ekstrak sulit menyebar dalam darah. Salah satu upaya yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penyalutan dengan metode enkapsulasi. Menurut Poulain & Nakache (1998) enkapsulasi dengan menggunakan nanopartikel menyebabkan ekstrak mudah menyebar dalam darah dan lebih akurat dalam mencapai sel target. Pengurangan atau pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan luas permukaan yang menyebabkan kelarutannya meningkat. Enkapsulasi dilakukan agar suatu ekstrak dengan ukuran nano dapat berperan sebagai sistem pengantaran obat sehingga dapat melalui kapiler ke sel-sel individual yang ditargetkan dalam tubuh (Yih & Fandi 2006).

Menurut Hu et al. (2007) salah satu bahan yang aman digunakan sebagai penyalut adalah kitosan yang merupakan hasil ekstraksi limbah kulit hewan golongan Crustacea.

Kitosan telah banyak digunakan sebagai penyalut obat dengan tujuan mengoptimalisasikan penyerapan obat pada sel target. Sifat mekanik kitosan yang rapuh harus distabilkan dengan natrium tripolifosfat (STPP) sebagai ikatan silangnya. Desai & Park (2005) telah membuktikan bahwa mikrosfer kitosan yang berikatan silang dengan STPP dapat digunakan sebagai penyalut obat dengan metode pengeringan semprot (spray drying). Metode yang dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel adalah ultrasonikasi, homogenisasi, dan dengan pengaduk magnet. Metode ultrasonikasi didasarkan pada pemanfaatan gelombang ultrasonik (Kim et al. 2006).

Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa material, struktur fungsional, maupun peranti berskala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran normal (Setiowati 2011). Menurut Mohanraj & Chen (2006), penelitian tentang pengubahan bentuk mikropartikel menjadi nanopartikel saat ini sedang berkembang. Nanopartikel memiliki kisaran ukuran 10-1000 nm. Nanopartikel antara lain memiliki luas permukaan yang besar serta jumlah atom yang banyak di permukaan, sehingga memiliki energi permukaan dan tegangan permukaan yang rendah yang memudahkan partikel menembus ke dalam membran sel. Sifat-sifat tersebut dapat diubah-ubah dengan mengatur ukuran material, komposisi kimiawi, memodifikasi permukaan, dan mengatur interaksi antarpartikel (Greco 2002).

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Mahoni

Mahoni masuk dalam kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Sapindales, suku Meliaceae, genus

Switenia, dan spesies Switenia macrophylla

King (Martawijaya et al. 1981). Mahoni mempunyai tajuk berbentuk kubah dengan daun berwarna hijau gelap, rapat, dan menggugurkan daun. Pada tanaman muda, tajuknya sempit. Pada umumnya jenis ini dapat mencapai tinggi 40 meter dan diameter lebih dari 100 cm. Bunganya tersusun majemuk, tangkainya berwarna coklat muda. Mahkota bunga berbentuk silindris dan berwarna kuning kecoklatan. Bentuk batang silindris, agak lengkung, berserpih dalam jalur-jalur dengan warna kulit coklat kelabu (Dadan & Ceng 2010).

Pohon mahoni biasanya mengandung getah yang berasal dari kulit kayu. Getah mahoni biasa digunakan sebagai bahan baku perekat atau lem. Buah mahoni berbentuk kapsul, bertekstur keras, panjang 12-15 cm, berwarna abu-abu kecokelatan, dan ketebalannya 5-7 mm. Benang sari merekat pada mahkota bunga. Kepala sari merekat pada mahkota bunga. Kepala sari berwarna putih kuning kecokelatan. Pada umur tujuh tahun, tanaman mahoni baru berbunga (Dadan & Ceng 2010).

Mahoni merupakan jenis pohon yang tumbuh di daerah lembab, menyebar secara alami dan dibudidayakan di Indonesia. Merupakan jenis asli dari Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan utara Amerika Selatan (Wilayah Amazona). Penanaman secara luas terutama di Asia Selatan dan Pasifik, juga diintroduksi di Afrika Barat (Nurhasybi & Sudrajat 2001). Sedangkan di Indonesia, menurut Martawijaya et al. (1981), pohon mahoni menyebar di seluruh Pulau Jawa.

Tanaman ini banyak ditemukan di Indonesia sebagai peneduh. Nama lain mahoni di beberapa daerah diantaranya mahagoni, maoni, dan moni. Hasil kayu mahoni tergolong ke dalam kayu keras (hardwood). Jenis kayu ini biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga dan perabot ukiran. Selain itu kayu mahoni sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan penggaris kayu karena bentuk dan fisiknya tidak mudah berubah (Dadan & Ceng 2010). Kulit kayu mahoni memiliki pontensi sebagai penurun kolesterol darah pada tikus putih hiperkolesterolemia (Ferdiansyah 2012).

Gambar 1 Mahoni (Swietenia macrophylla

King.)

Ekstrak biji mahoni terbukti mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi, antimutagenenis, antitumor (Guevera et al.

1996), antidiare, antibakteri, dan antifungi (Maiti et al. 2007). Menurut Falah et al.

(2008), ekstrak kulit kayu mahoni mengandung senyawa katekin, eipkatekin, dan

swietemacrophyllanin yang memiliki aktivitas antioksidan. Tiga senyawa ini kemudian diuji aktivitas antioksidannya secara in vitro

dengan menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dan terbukti bahwa

swietemacrophyllanin memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan katekin dan epitekin. Ekstrak kulit kayu mahoni juga mengandungsenyawa tanin, terpenoid, saponin, alkoloid, dan flavonoid (Ningsih 2010). Senyawa alkaloid dan flavonoid adalah bahan alam yang memiliki aktivitas antidiabetes (Salim 2006), antihiperglikemia (Cing 2010), antihiperkolesterolemia (Mustika 2010).

Kitosan

Cangkang udang merupakan limbah yang tidak dimanfaatkan. Pengolahan cangkang udang yang dapat memberikan nilai tambah dengan menjadikannya sebagai serbuk yang kemudian diolah menjadi kitin dan kitosan. Kitin merupakan biopolimer polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitin berasal dari eksoskeleton krustasea seperti kepiting, udang, dan lobster. Selain itu, kitin juga dapat diperoleh dari serangga, jamur, dan cendawan yang jumlahnya beragam (Sugita 1992). Pada umumnya, kitin tidak dalam keadaan bebas, tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai jenis pigmen. Kulit udang sendiri mengandung 25–40% protein, 40–50% CaCO3 dan 15–20% kitin.

(13)

bergantung pada jenis udangnya (Rahmania 2011).

Kitosan merupakan polimer yang dapat diperoleh dari deasetilasi parsial kitin. Struktur kitosan terdiri atas unit berulang poli- (2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa) yang

terhubung oleh ikatan -(1,4) (Sugita et al.

2009). Kitosan menunjukkan sifat polimer biomedis nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel. Kitosan larut dalam pelarut organik, asam asetat 1%, HCl encer, HNO3

encer, dan H2PO4 0.5%, tetapi tidak larut

dalam basa kuat H2SO4. Sifat kelarutan

kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD), yang nilainya beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi (Sari 2011 diacu dalam Jamaludin 1994).

Kitosan tidak beracun dan mudah terbiodegradasi. Kitosan bersifat polikationik pada suasana asam karena terjadi protonasi gugus amino dan membentuk gel dalam lambung. Dengan struktur yang mirip selulosa dan kemampuannya membentuk gel dalam suasana asam, kitosan memiliki sifat-sifat sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Sejauh ini kitosan telah digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang makanan kitosan dapat berfungsi sebagai bahan pembentuk gel, pembentuk tekstur, dan pelembut (Sanford 1989). Dalam bidang kesehatan dan farmasi, kitosan dapat digunakan sebagai diet serat dan obat penurun kandungan kolestrol di dalam darah (Kato et al. 1994). Kitosan digunakan sebagai matriks pengantar obat karena bersifat polikationik alami, biodegradabel,

biokompatibel, mucoadhesiveness, dan mudah dimodifikasi dalam sifat fisik dan kimanya (Lee et al. 2006). Kitosan bersifat tahan air, sangat tidak beracun dan terbukti dapat menghambat pertumbuhan jamur, bakteri dan kapang sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet.

Gambar 2 Struktur kimia kitosan (Sugita et al. 2009).

Parameter mutu kitosan biasanya dilihat dari nilai derajat deasitilasi, kadar air, kadar abu, bobot molekul, dan viskositas. Derajat deasitilasi (DD) menyatakan banyaknya gugus amino bebas dalam polisakarida. Kitosan merupakan kitin dengan DD lebih dari 70%. Deasitilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (-NHCOCH3) dan rantai molekular kitin

menjadi gugus amina lengkap (-NH2) pada

kitosan dengan penambahan NaOH konsentrasi tinggi. Kemampuan kitosan bergantung pada derajat kimia reaktif yang tinggi gugus aminonya (Ramania 2011).

Nanopartikel dan Karakterisasi

Nanopartikel merupakan suatu teknik penyalutan bahan yang ukurannya sangat kecil, dengan diameter rata-rata 10-1000 nm (Mohanraj & Chen 2006). Nanopartikel didefinisikan sebagai suatu padatan pengantar obat yang berukuran submikron (nano), dapat bersifat biodegradabel (Reis et al. 2006). Penelitian nanopartikel sedang berkembang pesat karena dapat diaplikasikan secara luas seperti dalam bidang lingkungan, elektronik, optis, dan biomedis (Jain 2008).

Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali obat ialah ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimanipulsai untuk mencapai target pengobatan. Nanopartikel juga mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor ke sasaran, dan obat dapat dimasukkan ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj & Chen 2006). Dibandingkan mikropartikel, nanopartikel memiliki kelebihan yaitu daya serap intraseluler yang relatif tinggi. Ukuran nanometer mampu melewati biological barrier (Reis et al. 2005).

Permukaan nanopartikel menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam mencapai target pengobatan. Sebenarnya dalam aliran darah, umumnya nanopartikel konvensional (tanpa modifikasi permukaan) dan partikel-partikel bermuatan negatif dengan cepat akan dibersihkan oleh makrofage. Modifikasi permukaan pada sistem nanoparticulate dengan menggunakan polimer hidrofilik adalah cara yang sangat umum untuk mengontrol proses opsonisasi dan meningkatkan sifat permukaan sistem, atau dengan modifikasi penyalutan. Modifikasi penyalutan dapat dilakukan dengan penempelan senyawa polimer seperti

(14)

Menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel terbagi dua berdasarkan bentuk permukaannya yaitu nanosferdan nanokapsul.

Nanosfer adalah sistem yang memiliki tipe struktur matriks. Pada sistem nanosfer, suatu bahan tersebar secara fisik dan merata yang kemudian diserap oleh permukaan penyalut. Nanokapsul adalah sistem vesikular, suatu bahan pada rongga yang terdiri dari inti dikelilingi oleh membran polimer. Suatu bahan aktif dapat berada di dalam inti (nanokapsul) dan juga teradsorpsi di sekeliling permukaan (nanosfer).

Studi mengenai nanopartikel khususnya nanokapsul saat ini sedang berkembang pesat dan mendapat perhatian yang lebih dari para peneliti karena pemanfaatan yang diciptakan dalam bidang bioteknologi, kimia, dan kesehatan (Marlina 2008). Dua sifat istimewa nanokapsul adalah dapat melindungi atau mengisolasi zat inti dari pengaruh lingkungan luar dan melepaskannya dengan pola terkontrol. Penggunaan nanokapsul pada pangan dapat membantu penyerapan zat gizi yang lebih baik. Nanokapsul dapat mengurangi rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari bahan pangan. Nanoteknologi memungkinkan dibuatnya lapisan tipis untuk melindungi makanan (Reis

et al. 2006).

Ultrasonikasi digunakan untuk memecah molekul polimer menjadi ukuran yang lebih kecil dengan energi ultrasonik. Semakin lama waktu ultrasonikasi, proses pemecahan molekul polimer akan terus berlangsung (Sidqi 2011). Metode pengeringan yang digunakan adalah spray drying karena mudah dan sederhana. Metode ini digunakan karena diharapkan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni tersalut kitosan dalam bentuk serbuk.

Ukuran nanopartikel yang sangat kecil memerlukan karakterisasi yang berbeda dengan mikromolekul pada umumnya. Karakterisasi nanopartikel kitosan dapat dilakukan secara fisiologi dan struktur fisik. Beberapa karakterisasi fisiologis yang telah dilakukan antara lain stabilitas nanopartikel dalam larutan garam, nilai pH, serta fenomena agregrasi akibat pengaruh suhu dan waktu (Kauper et al. 2007). Poole & Owens (2003) membagi metode karakterisasi fisik nanopartikel menjadi tiga macam yaitu metode kristalografi, mikroskopi, dan spektroskopi. Kristalografi dengan menggunakan sinar X sangat berguna untuk mengidentifikasi kristal isomorfik yaitu kristal yang memiliki kesamaan struktur tetapi berbeda dalam pola-pola geometrisnya.

Metode mikroskopi dapat digolongkan menjadi mikroskop elektron transmisi, mikroskop elektron payaran, dan mikroskop medan ion. Karakterisasi dengan spektroskopi dapat menggunakan fotoemisi, spektroskopi resonansi magnetik, spektroskopi infra merah (Fourier Transform Infra Red/ FTIR), dan spektroskopi sinar X (X ray diffractometry/ XRD).

Mikroskop Elektron Payaran (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan dalam pengamatan morfologi dan penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini merupakan cara yang efisien dalam memperolah gambar permukaan spesimen. Cara kerja mikroskop ini adalah dengan memancarkan elektron ke permukaan spesimen. Informasi tentang permukaan partikel dapat diperoleh dengan pengenalan

probe dalam lintasan pancaran elektron yang mengenai permukaan partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang menangkap elektron pada terowongan antara permukaan partikel spesimen dengan tip probe atau sebuah probe yang menangkap gaya dorong antara permukaan dengan tip probe (Poole & Owens 2003).

Instrumen SEM memiliki komponen bagian seperti sumber cahaya, elektron, sistem lensa, detektor, dan layar LCD. Mekanisme alat ini digambarkan pada Gambar 3. Sumber cahaya elektron dihasilkan dalam suatu penembak elektron yang berbentuk filamen pemanas berupa tabung hampa udara. Sumber cahaya elektron dipercepat dan difokuskan oleh sistem lensa magnetik yang berada di atas objek. Elektron dikumpulkan dalam detektor diubah dalam bentuk voltase (energi listrik), kemudian dihamburkan (Balaz 2008).

(15)

Hasil visualisasi SEM lebih baik bila dibandingkan dengan mikroskop cahaya konvensional. SEM memiliki jangkauan pandang yang luas terhadap objek yang diamati sehingga menghasilkan gambar detail permukaan objek yang jelas. Hal ini dikarenakan sumber cahaya yang digunakan SEM berupa elektron yang memiliki energi sangat besar yaitu 1000 kali lebih kuat dibandingkan dengan energi dari cahaya tampak (2-3Ev). SEM mampu memperbesar bayangan hingga 400000 kali. Disamping itu, SEM juga mampu mencitrakan objek dengan kontras yang lebih baik (Balaz 2008).

Spektroskopi Infra Merah (FTIR)

Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut.

Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang sama (Kencana 2009).

Mekanisme kerja FTIR dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber radiasi (Z) pada FTIR berupa laser inframerah. Cahaya inframerah memiliki energi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ultraviolet dan sinar tampak. Hal tersebut menentukan tebal (S) yang dipakai, yaitu sekita 0.02 mm. Sampel (S) berupa padatan yang dicampur dengan KBr kering di dalam mortar. Campuran tersebut dipadatkan hingga menjadi pelet tipis yang akan dibaca dalam FTIR. Prisma (P) merupakan tempat terjadinya pemisahan komponen cahaya monokromatik. Rotasi perlahan prisma menghasilkan suatu radiasi dengan frekuensi yang berbeda, kemudian radiasi tersebut jatuh pada detektor (D). Detektor (D) dapat merekam frekuensi dan menghasilkan aliran radiasi (R). Hasil FTIR berupa puncak yang terlihat dimonitor, puncak tersebut muncul sesuai dengan gugus fungsi yang khas pada sampel tersebut (Hendayana 1994 diacu dalam Elizabeth 2011).

Gambar 4 Skema kerja FTIR (Hendayana 1994 diacu dalam Elizabeth 2011), Z (sumber radiasi), S (sampel), P (prisma), D (detektor), dan R (aliran radiasi)

Difraksi Sinar X (XRD)

Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 10-10 m. sinar ini terbentuk akibat pembagian

spektrum eletktromagnetik anatar sinar dan ultraviolet. Sinar X mampu menyelidiki struktur kristal dari suatu padatan berada di daerah yang sama dengan panjang gelombang sinar X, kemudian sinar X dapat melewati padatan (Balaz 2008). Analisis difraksi sinar X menggunakan prinsip emisi sinar X yang dihasilkan oleh tumbukan elektron dan atom Cr, Fe, Co, Cu, Mo, atau W. Analisis XRD dapat memberikan informasi mengenai struktur sampel seperti parameter kisi, orientasi, dan sistem kristal. Analisis XRD juga berguna untuk mengindentifikasi fase sampel semi kuantitatif, dengan menghitung fraksi volume suatu sampel dan perbandingan fraksi area kristalin terhadap fraksi total area (Poole & Owens 2003).

Metode penentuan struktur kristal material dengan XRD berdasarkan pada hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan bahwa jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan antar kisi dalam bidang tersebut (Wulandary 2010). Difraksi sinar X membutuhkan sumber cahaya, filter, sampel, dan detector (Gambar 5). Hasil dari analisis XRD adalah berupa puncak-puncak yang menjelaskan karakteristik sampel yang diamati (Balaz 2008).

(16)

Particles Sized Analyzer (PSA)

Analisis ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan suatu partikel yang dapat memberikan informasi tentang tentang asal dan sejarah partikel tersebut. Distribusi ukuran juga merupakan hal penting seperti untuk menilai perilaku granular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi. Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang berkarakteristik dimensi linear. Partikel irregular memiliki banyak sifat dari beberapa karakteristik dimensi linear (James & Syvitski 1991).

Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan alinasis gambar atau beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara tradisional dengan mikroskop elektron atau untuk partikel yang lebih kecil menggunakan SEM (James & Syvitski 1991). Penyinaran sinar laser pada analisis ukuran partikel dalam keadaan tersebar. Pengukuran distribusi intensitas difraksi cahaya spasial dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel dihitung dari hasil pengukuran. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel meliputi perangkat laser untuk mennghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan melekatkan atau melepaskan flourescent

untuk mengetahui permukaan photodiode array yang menghitung distribusi intensitas cahaya spasial dan penyebaran cahaya selama terjadinya pengukuran (Totoki 2007).

Pengukuran sampel diperoleh dari penyebaran partikel yang akan diukur (P) dalam suatu pelarut kemudian mengalir melalui aliran sel (1) dengan pompa (Gambar 6). Aliran sel (1) terbuat dari leburan silika yang mampu mentransmisikan sinar ultraviolet. Sistem penyinaran optik (2) dan sistem pengukuran optik (3) dikeluarkan melalui aliran sel (1). Sistem penyinaran optik (2) terdiri atas laser (2a) untuk menghasilkan sinar laser ultraviolet dengan panjang gelombang 325 nm untuk gas sedangkan panjang gelombang 266 nm untuk padatan dan carian, kondensator (2b), penyaring spasial (2c), dan lensa kolimator (2d) (Totoki 2007).

Sistem pengukuran optik (3) terdiri atas kondensator (3a), cincin detektor (3b), dan

fluorescent (3c) yang dilekatkan atau dikeluarkan mendekati permukaan cincin detektor (3b). Cincin detektor (3b) adalah

photodiode array yang terbentuk dari

photodiodes. Photodiodes cincin detektor (3b) mengirimkan output menuju data sampling

circuit (4). Data sampling circuit (4) terbentuk dari amplifier untuk memperkuat

output dari photodiodes secara terpisah berupa data digital. Data digital tersebut akan dikirim ke komputer (5), computer akan merubah distribusi intesitas data menjadi data algoritma. Hasil dari pengukuran akan muncul pada layar monitor (6) atau dicetak menggunakan printer (7) (Totoki 2007).

Gambar 6 Skema kerja PSA (Totoki 2007), aliran sel (1), sistem penyinaran optik (2), sistem pengukuran optik (3), data sampling circuit

(4), komputer (5), layar monitor (6), & printer (7)

Hiperkolesterolemia

Beberapa jenis penyakit degenatif diantaranya penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa penyakit jantung adalah penyebab kematian tertinggi kedua di dunia yang mencapai 8 juta kasus pada tahun 2007 setelah kanker. Seseorang yang mempunyai kolesterol darah lebih dari 200 mg/dL sudah dianggap mengalami hiperkolesterolemia (Ferdiansyah 2012).

Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan kadar kolesterol di dalam darah melebihi batas yang diperlukan. Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu bobot badan, usia, dan pola konsumsi makanan sehari-hari yang tinggi kolesterol. Menurut Herbey et al.

(2005) tingginya total kadar kolesterol di dalam serum daran disebabkan perubahan dinding pembuluh darah, peningkatan hipoksida pada jaringan usus besar, perubahan homeostatis sel-sel umur heriditas, kesalahan pola makan, gaya hidup, polusi lingkungan, konsumsi alkohol, dan merokok dalam jangka waktu lama.

(17)

asam-asam empedu dan vitamin D (Ferdiansyah 2012).

Kolesterol yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari masakan (eksogen) atau disentesis oleh tubuh (endogen). Jika kolesterol yang berasal dari makanan sedikit, untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain, maka tubuh akan mensintesis kolesterol di dalam hati dan usus. Untuk menanggulangi hiperkolesterolemia dapat digunakan agen inhibitor 3-hidroksi-3metilglutaril Koenzim A (HMG-KoA), misalkan lovastatin (Cuchel et al. 1997).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nanopartikel antara lain kertas saring, gelas ukur, gelas piala, sudip, neraca digital, labu Erlenmeyer, jerigen, penggiling 100 mesh (Willey Mill), pipet tetes, pipet volumetrik,

rotary vacuum evaporator, pengaduk magnet, spray drayer, penggiling kayu Wiley Mill, dan ultrasonikator. Alat yang digunakan untuk karakterisasi nanopartikel antara lain mikroskop elektron payaran (SEM) JEOL JSM-6510LV, Spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) Bruker Tensor 37, difraksi sinar X (XRD) Philips, dan particles size analyzer (PSA) VASCO DLS.

Bahan-bahan yang dibutuhkan selama penelitian antara lain sampel kulit kayu mahoni, akuades, kitosan, STTP (sodium tripolifosfat), asam asetat 1%, dan Tween 80. Kitosan yang digunakan diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), IPB. Kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki DD 85%.

Metode Penelitian

Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni

Ekstraksi kulit kayu mahoni pada penelitian ini menggunakan metode rebusan yaitu dengan merebus serbuk kulit kayu mahoni dan air. Hal ini mengikuti metode yang dikerjakan oleh Rahmi (2012). Kulit kayu mahoni dibuat serbuk berukuran 60-80 mesh dengan Willey Mill. Serbuk kulit kayu mahoni sebanyak 100 g ditambahkan aquades dengan perbandingan 1:10. Ekstraksi dengan air panas dilakukan pada temperatur 100oC selama 2 jam. Selanjutnya larutan ekstrak air panas disaring dan filtratnya dikeringkan dengan menggunakan rotary vaccum evaporator pada suhu 60ºC hingga diperoleh ekstrak kasar kering.

Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kulit

Kayu Mahoni Tersalut Kitosan

Menggunakan Pengaduk magnet

(Modifikasi Rahmania 2011)

Kitosan dibuat dengan konsentrasi 1% dan 2%. Sebanyak 1 gram kitosan dilarutkan menggunkan pengaduk magnet selama 1 jam dalam 100 mL asam asetat 1% sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 1% (b/v). Kemudian larutan kitosan ditambahkan tween 80 0.1% sebanyak 1 mL. Empat labu Erlenmeyer telah disiapkan, dua labu Erlenmeyer (sampel 1 & 2) dimasukkan kitosan dengan konsentrasi 1% kemudian setelah 30 menit ditambahkan 50 mL STPP 1% (sampel 1) dan 50 mL STPP 1.5% (sampel 2) dalam akuades (Lihat tabel 1). Setelah itu dua labu Erlenmeyer lagi (sampel 3 & 4) dimasukkan kitosan dengan konsentrasi 2% kemudian setelah 30 menit ditambahkan 50 mL STPP 1% (sampel 3) dan 50 mL STTP 1.5% (sampel 4) larut dalam akuades (Lihat Tabel 1). Setelah 30 menit larutan ditambahkan dengan 1 mL ekstrak yang larut dalam aquades. Kemudian campuran diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 15 menit untuk mempercepat pelarutan. Lalu larutan tersebut dikeringkan menggunakan

spray dryer.

Tabel 1 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan pengaduk magnet

Sampel Kitosan (%) STPP (%)

1 1 1

2 1 1.5

3 2 1

4 2 1.5

Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni Tersalut Kitosan dengan Metode Ultrasonikasi (Modifikasi Kim et al. 2006)

(18)

ultrasonikator dengan daya 130 W, frekuensi 20 KHz dan amplitudo 40% selama 60 menit. Larutan kiotan-STPP yang telah dipecah kemudian dikeringkan dengan pengering semprot (spray dryer), pada suhu 173ºC sehingga diperoleh sampel dalam bentuk serbuk.

Tabel 2 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan ultrasonikasi Sampel Kitosan (%) STPP (%)

5 1 1

6 1 1.5

7 2 1

8 2 1.5

Penentuan Ukuran dan Morfologi

Nanopartikel dengan Mikroskop Elektron Payaran (Modifikasi Desai & Park 2005)

Serbuk nanopartikel kitosan diletakkan pada potongan kuningan (stub) berdiameter 1 cm dengan menggunakan selotip dua sisi. Selanjutnya serbuk tersebut dibuat menjadi konduktif secara elektrik dengan seberkas sinar dari platina lapis tipis (coating) selama 30 detik pada tekanan dibawah 2 Pa dan kuat arus 30 mA. Foto diambil pada tegangan elektron 10 kV dengan perbesaran 5000x dan 10000x.

Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) (Kencana 2009)

Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel dicampur dengan 100 mg KBr untuk dibuat pelet dengan pencetak vakum. Pelet yang terbentuk dikenai sinar infra merah pada jangkauan bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1. Latar belakang penyerapan dihilangkan dengan cara pelet KBr dijadikan satu pada setiap pengukuran.

Karakterisasi Derajat Kristalinitas

Nanopartikel dengan Difraksi Sinar X (XRD) (Kencana 2009)

Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung pada aluminium berdiameter 2 cm dengan bantuan perekat. Derajat kristalinitas ditentukan menggunakan alat XRD dengan sumber sinar dari tembaga pada panjang

gelombang 1.5406 Ǻ.

Particles Size Analyzer (PSA) (Triani 2011)

Uji ukuran partikel dilakukan menggunakan mikroskop digital serta pengujian PSA (Partilces Size Analyzer).

Sampel diambil dengan menggunakan sudip, kemudian dilarutkan dalam 3 mL etanol dan diaduk sampai homogen. Larutan kemudian dimasukan ke dalam tabung dengan tinggi larutan maksimum 15 mm. Lalu sampel diukur distribusi diameternya menggunakan VASCO Nano Particle Analyzer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

Ekstraksi kulit kayu mahoni menggunakan metode rendaman air panas. Metode ini diacu dari Rahmi (2012). Metode ini digunakan karena mudah dan murah. Metode rendam air panas merupakan metode yang didasarkan pada kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering mengkonsumsi tanaman obat dengan cara menyeduhnya dengan air panas (Sriningsih et al 2008). Bobot ekstrak air kulit kayu mahoni yang diperoleh adalah sebesar 45.01 gram atau memiliki rendemen sebesar 9.00% dengan 500 gram simplisia. Sehingga rendemen pada penelitian ini lebih besar.

Nilai rendemen ekstrak air kulit kayu mahoni pada penelitian ini lebih besar dari penelitian terdahulu (Rahmi 2012) dengan nilai rendemen sebesar 5.86%. Hal ini dapat terjadi karena kulit kayu mahoni yang digunakan berasal dari tempat yang berbeda. Cuaca pada saat penebangan pohon juga dapat berpengaruh, karena kulit kayu mahoni yang digunakan pada penelitian ini sangat basah dan diambil pada saat musim hujan.

Penelitian ini menggunakan pohon yang umurnya lebih tua (20-30 tahun) dibandingkan dengan yang digunakan Rahmi (2012) yang umurnya 10-15 tahun, sehingga mempengaruhi senyawa metabolit yang terkandung di dalamnya. Metabolit sekunder suatu tanaman dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, enzim, umur tanaman, dan interaksi tanaman dengan lingkungan baik biotik maupun abiotik. Akumulasi metabolit sekunder tergantung pada musim dan tahap perkembangan tanaman. Kondisi curah hujan yang berbeda dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari metabolit sekunder sebagai cekaman yang ditimbulkan oleh lingkungan (Nurcholis 2008).

Tabel 3 Rendemen ekstrak air kulit kayu mahoni

Bobot Simplisia

(gram)

Bobot Ekstrak

(gram) Rendemen

(19)

Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni Tersalut Kitosan

Kitosan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kitosan larut asam. Sampel diberi beberapa perlakuan, pertama dengan konsentrasi kitosan yang berbeda yaitu 1% dan 2%. Kedua, larutan kitosan diberi perlakuan dengan konsentrasi STTP yang berbeda yaitu 1% dan 1.5%. Selain itu, pembuatan nanopartikel ini menggunakan dua metode yang berbeda yaitu dengan menggunakan pengaduk magnet dan ultrasonikator. Penggunaan dua metode yang berbeda ini dilakukan untuk membandingkan karakterisasi ukuran dan morfologi terbaik.

Sampel hasil pengaduk magnet dan ultrasonikasi kemudian dikeringkan dengan pengering semprot. Pengeringan semprot menggunakan panas untuk menghilangkan air pada sampel. Penguapan dilakukan pada saat larutan sampel disemprotkan. Hasil pengeringan semprot ini berbentuk serbuk. Pengeringan semprot banyak digunakan untuk sampel yang mengandung partikel yang larut dalam air, memiliki sifat kristalinitas dan mudah berdifusi. Selain itu, sampel yang dikeringkan dengan pengering semprot harus tahan terhadap panas (Patel et al 2009 dalam Sidqi 2011).

Optimalisasi pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni menggunakan variasi konsentrasi kitosan dan STPP. Bahan yang digunakan sebagai penyalut ekstrak kulit kayu mahoni adalah kitosan. Kitosan adalah jenis polimer alami yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin. Kitosan mempunyai sifat yang khas, yaitu bioaktif, biodegradasi, dan tidak beracun (Rahmania 2011).

Pencampuran polimer kitosan dan sodium tripoliposfat akan menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan muatan tripoliposfat (Mohanraj & Chen 2006). Penambahan STTP bertujuan untuk membentuk ikatan silang ionik antar molekul kitosan sehingga dapat digunakan sebagai bahan penjerap (Mi et al.

1999 dalam Rahmania 2011). STTP dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik (Mohanraj & Chen 2006).

Penelitian nanopartikel kitosan termodifikasi yang menggunakan emulsifier yang merupakan senyawa pengikat silang dan surfaktan. Surfaktan yang banyak digunakan adalah surfaktan nonionik (Tween 80 dan Span 80). Penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel kitosan (Silvia et al. 2005). Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tween 80.

Gambar 7 Hasil pengaduk magnet(sampel 1, 2, 3, & 4) dan hasil ultrasonikasi (sampel 5, 6, 7, & 8)

Ukuran dan Morfologi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

Keberhasilan suatu sampel menjadi nanopartikel diketahui dengan melihat distribusi ukuran sampel tersebut. Hasil

particles size analyzer (PSA) sampel 1 menggunakan pengaduk magnet menunjukkan rerata distribusi ukuran 362.43 nm. Hasil PSA sampel 2 menunjukkan rerata distribusi ukuran 101.11 nm. Hasil PSA sampel 3 menunjukkan rerata distribusi ukuran 780.85 nm. Sedangkan hasil PSA sampel 4 menunjukkan rerata distribusi ukuran 514.02 nm (Tabel 4).

Hasil distribusi ukuran dengan metode pengaduk magnet, sampel 2 memiliki rerata distribusi ukuran terkecil. Sedangkan sampel 3 memiliki rerata ukuran terbesar. Sampel dengan konsentrasi kitosan 1% memiliki distribusi ukuran lebih kecil dibandingkan dengan sampel dengan konsentrasi kitosan 2%. Sedangkan sampel dengan konsentrasi STTP 1% memiliki distribusi ukuran lebih besar dibandingkan sampel dengan konsentrasi STPP 1.5%.

Hasil PSA sampel 5 menggunakan ulrasonikasi menunjukkan rerata distribusi ukuran 50.79 nm. Hasil PSA sampel 6 menunjukkan rerata distribusi ukuran 2933.29 nm. Hasil PSA sampel 7 menunjukkan rerata distribusi ukuran 61.39 nm (Tabel 5). Tetapi sampel 8 tidak dapat terukur dengan menggunakan PSA. Ini terjadi mungkin karena ukuran partikel dalam sampel 8 lebih

dari β0000 nm atau β0 μm. Karena particles size analyzer (PSA) VASCO DLS dapat mengukur partikel hingga 20 μm.

Hasil distribusi ukuran dengan ultrasonikasi didapatkan rerata ukuran terkecil pada sampel 5. Sedangkan sampel 6 memiliki rerata distribusi ukuran terbesar. Sampel dengan konsentrasi kitosan 1% memiliki distribusi ukuran yang lebih kecil dari sampel dengan konsentrasi 2%. Sedangkan sampel

1

2

3

4

(20)

dengan konsterasi STPP 1% lebih kecil dibandingkan sampel dengan konsentrasi STPP 1.5.

Jika hasil metode ultrasonikasi dibandingkan dengan metode pengaduk magnet, distribusi ukuran diameter dengan ultrasonikasi memiliki ukuran yang lebih kecil dari metode pengaduk magnet pada sampel 5 dengan rerata 50.79 nm. Sampel 5 memiliki distribusi ukuran paling kecil. Tetapi, metode pengaduk magnet lebih merata dan rerata ukuran partikelnya dibawah 1000 nm. Menurut Rahmania (2011) ini disebabkan karena pengaruh cara pengecilan ukuran dengan pengaduk magnet dengan kecepatan tinggi, akan menyamaratakan energi yang diterima oleh seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen. Penyebaran energi dengan ultrasonikator tidak sama, sehingga energi yang dipantulkan pada molekul dalam larutan berbeda-beda. Wulandari (2010), terjadinya pemantulan yang berbeda-beda menyebabkan molekul dalam larutan ada yang terpecah terlebih dahulu dan ada yang lebih lama sehingga menghasilkan ukuran partikel yang tidak homogen.

Penambahan jumlah STPP akan menurun kan jumlah nanopartikel. Banyaknya ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP akan meningkatkan kekuatan matriks kitosan sehingga akan membuat nanopartikel semakin kuat dan keras, serta semakin sulit terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Mi et al. 1999 dalam Rahmania 2011). Konsentrasi kitosan yang tinggi dengan jumlah TPP yang tetap akan menyebabkan penggumpalan (aglomerasi) pada molekul kitosan sehingga proses pemecehan menjadi kurang efektif. Namun, seiring dengan penambahan jumlah konsetrasi kitosan, akan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan. hal ini menyatakan bahwa, konsentrasi kitosan harus lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi STPP yang digunakan (Wahyono 2010).

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa nanopartikel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan mikropartikel sebagai sistem pengantaran obat. Menurut Desai & Park (2005), dengan nanopartikel berukuran 100 nm memiliki daya serap 2.5 kali lebih besar dari mikropartikel yang berukuran 1 µm dan memiliki daya serap 6 kali lebih besar dari mikropartikel yang berukuran 10 µm. Hal ini menujukkan berdasarkan ukuran partikel dan distribusi ukuran bahwa sampel 5 dan 7 dapat menjadi sistem pengantaran obat terbaik.

Ukuran partikel dan distribusi ukuran karakteristik sangat penting dalam sistem nanopartikel. Ukuran partikel dan distribusi ukuran ditentukan dengan distribusi in vivo, toksisitas, dan kemampuan penargetan dalam sistem nanopartikel. Selain itu, ukuran partikel dan distribusi ukuran juga dapat memperngaruhi dalam pengantaran obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel (Mohanraj & Chen 2006).

Sampel nanopartikel hasil pengeringan semprot diuji dengan SEM untuk melihat morfologinya. Morfologi permukaan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni berbentuk bola. Hasil nanopartikel sampel 1 memiliki permukaan yang halus dan bulat. Sampel 2 memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak berbentuk bulat. Sampel 3 memiliki permukaan yang halus tetapi cekung dan partikelnya sedikit menggumpal. Sampel 4 memiliki permukaan sedikit halus tetapi partikel-partikelnya masih menggumpal (Lampiran 4). Sampel 5 memiliki permukaan halus, berbentuk bulat, dan tidak menggumpal. Sampel 6 memiliki permukaan tidak halus dan agak sedikit cekung. Sampel 7 meiliki permukaan yang halus tetapi partikelnya masih menggumpal dan cekung. Sedangkan sampel 8 permukaannya tidak terlalu halus, agak cekung, dan partikelnya masih menggumpal (Lampiran 5). Ekstrak yang telah tersalut kitosan akan berbentuk bola dengan permukaan yang halus dan cembung, sedangkan kitosan yang tidak terisi ekstrak memiliki permukaan yang cekung dan kasar (Desai & Park 2005).

Penggumpalan ini terjadi karena surfaktan yang diberikan terlalu sedikit (Kencana 2009). Selain itu, jarak antara pengadukan dengan magnet dan ultrasonikasi dengan pengeringan semprot yang terlalu lama dapat mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Penggumpalan akan banyak terjadi pada kitosan yang diberikan STTP lebih banyak (Sidqi 2011). Penambahan STPP mengakibatkan molekul-molekul kitosan berikatan silang sehingga peluang terjadi penggumpalan semakin besar (Desai & Park 2005). Penggumpalan dapat dikurangi dengan mempersingkat jarak waktu pada saat pembuatan nanopartikel dengan pengeringkan semprot (Sidqi 2011).

(21)

ada bahan yang mengisi dalam kitosan. Sampel 1 dan 5 yang memiliki bentuk bulat dan memiliki permukaan halus. Ini berarti bahwa ekstrak kulit kayu mahoni sudah tersalut oleh kitosan. Sedangkan sampel 2, 3, 4, 6, 7, dan 8 tidak terisi ekstrak karena permukaannya berbentuk cekung, kasar, dan masih menggumpal.

Tabel 4 Hasil analisis distribusi ukuran nanopartikel pengaduk magnet

Sampel Distribusi ukuran (nm)

Ukuran rerata(nm) 1 195.04-645.83 362.43 2 40.75-338.93 101.11 3 389.15-1479.50 780.85 4 154.92-1479.50 514.02

Tabel 5 Hasil analisis distribusi ukuran nanopartikel ultrasonikasi

Sampel Distribusi ukuran (nm)

Ukuran rerata (nm) 5 30.91-117.52 50.79 6 562.49-9774.96 2933.29 7 38.91-141.29 61.39 8 Not available -

Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

Grafik transmitan hasil FTIR (Lampiran 6 & 7) menunjukkan profil kimiawi berupa pola spektrum yang berbeda dan mempunyai ciri yang khas. Menurut Falah et al (2008), kulit kayu mahoni memiliki gugus fungsi spesifik, yaitu –OH, C=O, C=C, dan C–O. Menurut Firdaus et al (2008), kitosan memiliki gugus spesifik, yaitu –NH2 dan –OH. Hasil FTIR

kitosan dapat menunjukkan adanya gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3433 cm -1 (Tabel 6). Menurut Firdaus et al. (2008) gugus hidroksil pada kitosan akan muncul pada bilang gelombang 3450 cm-1 karena adanya interaksi regangan vibrasi antara gugus hidroksil dengan gugus amida pada kitosan. Sedangkan pada kitosan gugus fungsi amida ada pada bilangan gelombang 1648 cm-1 (Tabel 6).

Hasil FTIR menunjukkan adanya gugus fungsi khas kitosan pada nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni. Gugus hidroksil yang juga gugus fungsi khas dari kulit kayu mahoni pada nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni ditemukan di semua sampel, yaitu sampel 1 hingga 8 berurutan pada bilangan gelombang 3400, 3398, 3394, 3388, 3433, 3432, 3430, dan 3433 cm-1 (Tabel 6).

Berdasarkan grafik FTIR yang diperoleh (Lampiran 6 & 7), gugus fungsi khas yang terdapat pada kulit kayu mahoni seperti gugus fungsi C=C tekuk ditemukan pada sampel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 berurutan pada bilangan gelombang 1571, 1573, 1574, 1571, 1561, 1563, 1564, dan 1562 cm-1. Sedangkan pada sampel 5, 6, 7, dan 8 ditemukan juga gugus fungsi C=C regang pada bilangan gelombag 1649, 1651, 1647, dan 1648 cm-1. Gugus fungsi C=O tidak terdeteksi pada sampel nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni. Gugus fungsi C-O ditemukan di semua sampel kecuali sampel 2. Bilangan gelombang gugus fungsi C-O terdapat pada sampel 1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 berurutan adalah 1079, 1076, 1082, 1083, 1081, 1079, dan 1083 cm-1

Penentuan keberadaan ekstrak kulit kayu mahoni dalam kitosan sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan penyalutannya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan ekstrak kulit kayu mahoni adalah FTIR. Spektrum infra merah dapat mendeteksi keberadaan gugus fungsi yang digunakan untuk identifikasi senyawa dalam suatu sampel polimer (Zhang et al

2007). FTIR pada penelitian ini menggunakan bilangan gelombang tingkat menengah, yaitu 4000-400 cm-1. Penentuan bilangan panjang gelombang tersebut dikarenakan sesuai dengan penentuan gugus fungsi senyawa organik (Nuance 2004 diacu dalam Rahmi 2012).

Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada serapan atau transmitan sinar infra merah oleh molekul penyusun suatu senyawa pada sampel. Apabila frekuensi dari suatu vibrasi gugus fungsi sama dengan frekuensi radiasi sinar infra merah maka molekul akan menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan tidak semua sinar infra merah diserap oleh molekul, sebagian lainnya diteruskan (Rahmi 2012). Hasil yang diperoleh dari FTIR berupa grafik transmitan.

Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

(22)

Tabel 6 Bilangan gelombang FTIR nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni

Gugus Fungsi

Bilangan gelombang (cm-1) Ekstrak kulit kayu mahoni Kitosan Sampel

1 2 3 4 5 6 7 8

-OH 3370 3433 3400 3398 3394 3388 3433 3432 3430 3433 C-H

regang - 2921 2929 2928 2926 2927 - - 2925 -

C=O 1737 - - - -

C=C 1520 - 1571 1573 1574 1571 1561 1563 1564 1562 N-H 1611 1648 - - - - 1649 1651 1647 1648

C-C 1446 1456 - - - -

C-O 1061 1160 1079 - 1076 1082 1083 1081 1079 1083 C-H

tekuk 865 896 896 895 896 895 894 894 899 893

Nilai derajat kristalinitas yang didapatkan untuk nanopartikel dengan pengaduk magnet (Tabel 7) pada sampel 1, 2, 3, dan 4 berturutan adalah sebesar 17.26%, 28.77%, 29.24%, dan 23.64%. Sedangkan nilai derajat kristalinitas untuk nanopartikel dengan ultrasonikasi (Tabel 7) pada sampel 5, 6, 7, dan 8 beturutan adalah 46.08%, 38.07%, 47,99%, dan 48.33%. Menurut Mason Lorimer (2002), adanya molekul pengisi (ekstrak) akan menyebabkan antar partikel akan semakin kompak. Nilai derajat kristalinitas sampel 1 yang terendah menunjukkan bahwa sampel merupakan molekul yang belum tersisipi. Sedangkan sampel 5, 7, dan 8 memiliki derajat kristalinitas yang cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena kitosan telah tersisipi ekstrak.

Hasil karakterisasi sampel nanopartikel dengan XRD menunjukkan sifat amorf. Sifat amorf ini menunjukkan bahwa partikel penyusun suatu molekul tersusun secara tidak beraturan dan kurang kompak (Tabel 7). Ketidakteraturan susunan partikel ini mengakibatkan mudahnya molekul tersebut tersisipi molekul lain. Semakin amorf sifat suatu molekul, maka semakin mudah disisipi oleh molekul lain (Mason & Lorimer 2002 diacu dalam Sidqi 2011). Menurut Kencana (2009), bentuk amorf suatu partikel ditandai dengan puncak lembah pada sudut difraksi 20o.

Puncak difraksi untuk nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan pengaduk magnet pada sampel 1 adalah 21o, sampel 2 pada sudut 20o, sampel 3 pada sudut 20.1o, dan sampel 4 pada sudut 21.5o (Lampiran 11). Sedangkan puncak difraksi nanopartikel dengan ultrasonikasi pada sampel 5 adalah 31o, sampel 6 pada sudut 31o, sampel 7 pada sudut 22o, dan sampel 8 memiliki puncak

difraksi pada 29o (Lampiran 11). Dari hasil yang didapatkan dengan nilai sudut difraksi tersebut maka semua nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni bersifat amorf.

Hasil yang telah didapatkan kemudian diolah dengan software XPowder untuk mendapatkan nilai derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas merupakan besaran yang menyatakan banyaknya kandungan kristal dalam suatu material dengan membandingkan luasan kurva kristal dengan luasan amorf. Semakin teratur susunan atom dalam suatu bahan, semakin banyak Kristal yang terbentuk, sehingga derajat kristalinitasnya meningkat (Amirna 2008 diacu dalam Rahmi 2012).

Tabel 7 Derajat kristalinitas nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni

Metode Sampel Derajat kristalinitas (%)

Pengaduk magnet

1 17.26 2 28.77 3 29.24 4 23.64

Ultrasonikasi

5 46.08 6 38.07 7 47.99 8 48.33

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

Saran

Perlu dilakukan uji lanjut untuk enkapsulasi nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni sebagai antihiperkolesterolemia sehingga dapat diketahui efektivitas dari distribusi ukuran yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad J. 2011. Stabilitas nanopartikel ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Amirna QL. 2008. Sintesa Hidroksiapatit dengan Memanfaatkan Limbah Cangkang Telur: Karakterisasi Difraksi Sinar-X dan Scanning Electron Microscopy (SEM) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Balaz I. 2008. Mechanochemstry in Nanoscience and Mineral enginering.

Berlin: Spinger.

Cing J. 2010. Potensi antihiperglikemia ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King.) pada tikus yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Creswell CJ, Runquist AO, Campbell MM. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung: Penerbit ITB.

Cuchel et al. 1997. Lovastatin decreases de novo cholesterol synthesis and ldl apo b-100 production rates in combined-hyperlipidemic males. J. Bio 63 : 1910-1917.

Dadan M, Ceng A. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Jakarta: Agro Media.

Desai KGH, Park HJ. 2005. Preparation and characterization of drug-loaded chitosan-tripolyphosphate

microspheres by spray drying. Drug Development Res. 64:114-128.

Elizabeth IR. 2011. Biosintesis Nanopartikel Silika (SiO2) dari Sekam oleh

Fusarium oxysporum [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008. Chemical Constituents from Swietenia macrophylla Bark and Their Antioxidant Activity. Pakistan J. Biol. Sci. 16: 2007-2012.

Ferdiansyah. 2012. Potensi Ekstrak Kulit Kayu Mahoni sebagai Penurun Kolesterol Darah pada Tikus Putih Hiperkolesterolemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Firdaus F, Darmawan E. Mulyaningsih. 2008. Karakteristik spectra infrared (IR) kulit udang, kitin, dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi I, dan deasetilasi II. Jurnal Ilmiah Farmasi 4: 11-12.

Greco RS. 2002. Nanoscale Technology in Biological System. Florida: CRC Pr.

Guevera AP, Ailado A, Sakaria H, Kozuka M, Tokunda H. 1996. Antiinflammatory, antimutagenecity, and antitumor activity of mahagony seed SA (M) phill. J Sci 125: 271-278.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. β005.

Identifikasi senyawa antioksidan dalam spon Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Ilmu Kefarmasian 3:127-133. Hendayana S. 1994. Kimia Analitik

Instrument. Semarang: IKIP Semarang Press.

Herbey II, Ivankova NV, Katkoori VR, Mamaeva OA. 2005. Colorectal cancer and hypercholesterolemia-review of current reseach. Experimental Oncology 3: 166-178.

Hirano S. 1996. Chitin biotechnology application. Dalam: El-Gewely MR. 1996. Biotechnology Annual Review.

Canada: Elsevier.

Hu Z, Chan WL, Szeto YS. 2007. Nanocomposite of chitosan and silver oxide and its antibacterial property. J Appl Polym Sci. 108:52-56.

Jain KK. 2008. The Handbook of Nanomedicine. Basel: Humana Press Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian

(24)

monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb2+, Cr6+, dan NI2+ [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

James P. M. Syvitski. 1991. Principles, Methods, and Application of Particle Size Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Kato H, Taguchi T, Okuda H, Kondo M, Takahara M. 1994. Antihypertensive effect of chitosan in rats and humans. J Trad. Med. 11: 198-205.

Kauper P et al. 2007 Chitosan-based nanoparticles for medical applications-stability in physiological environments.

J. European Cells and Material. 13:3-4.

Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot molekul [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kim DG et al. 2006. Preparation and characterization of retinol-encapsulated chitosan nanoparticle. J. App. Chem.

10:65-68.

Lee DW, Shirley SA, Lockey RF, Mohapatra SS. 2006. Thiolated chitosan nanoparticles enhance anti-inflammatory effects of intranasally delivered theophylline. BioMed Central 7:1-10.

Maiti A, Dewajee S, Mandala SC, Annadurai S. 2007. Hypoglycemic effect of

Swietenia macrophylla King. Seed against type II diabetes. Int J. Green Pharmacy 2: 224-227.

Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi antioksidan flavonoid kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King). [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Marlina L. 2008. Sintesis nanopartikel besi sebagai pereduksi pewarna tekstil

cibacron yellow [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya A, I Kartasujana, Kadir K, dan Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Mi FL, Shyu SS, Lee ST, Wong TB. 1999. Kinetic study of chitosan-tripolyphosphate complex reaction and acid-resistive properties of the chitosan-tripolyphosphate gel beads prepared by in-liquid curing method. J Polym Sci 37:1551-1564.

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles-A review. J PharmaceutRes 5:561-573.

Mustika R. 2010. Khasiat ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai pencegah hiperkolesterolemia pada tikus putih. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ningsih F. 2010. Kandungan flavonoid kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla

King.) dan toksisitas akutnya terhadap mencit. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri

dan bioktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nurhasybi, D.J. Sudrajat. 2001. Swietenia macrophylla King. Informasi Singkat Benih. No.14. Desember. Balai Informasi Perbenihan. Bogor.

Park SY et al. 2002. Effect of rutin and tannic acid supplements on cholesterol metabolism in rats. J Nutr 22: 283-295. Poole CPJr, Owens FJ. 2003. Introduction to Nanotechnology. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Poulain N, Nakache E. 1998. Nanoparticles from vesicles polymerization II. evaluation of their encapsulation capacity. J. Polym. Sci. 36: 3035–3043.

Rahmi M. 2012. Karakterisasi dan aktivitas antioksidan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahan Alam, Instituts Pertanian Bogor. Rahmania D. 2011. Karakterisasi nano kitosan

(25)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Reis CP, Neufeld RJ, Riberio AJ, Veiga F. 2005. Nanoencapsulation I. Methods for preparation of drug-laded polymeric nanoparticles. Nanomed: Nanotechnol, Biol Med 2:8-21.

Salim. 2006. Penentuan daya inhibisi ekstrak air dan etanol daging buah mahkota dewa (Phaleria marcrocarpa(Scheff) Boerl.) terhadap aktivitas enzim tirosin kinase secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Sanford PA. 1989. Chitosan: Commercial uses and potential application: Chitin and chitosan sources,c chemistry, physical properties and crab mealsand their use in Salmond pigmentation. Dalam: Kim SOF. 2004. Physicochemical and functional properties of crawfish chitosan as affected by different processing protocols [thesis]. Louisiana: Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College.

Sari YA. 2011. Preparasi dan pencirian nanopartikel tersalut kitosan-alginat [skipsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Setiowati N. 2011. Penentuan kodisi optimum pembentukan nanopartikel ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan) sebagai antijerawat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sidqi T. 2011.Pembuatan dan karakterisasi nanopartikel ekstrak temulawak dengan metode ultrasonikasi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Silvia. SS. 2005. Physical Propertis and Biocompatibility of Chitosan Sury Blendet Membran. J. Material Science

16: 575- 579.

Sriningsih et al. 2008. Analisa senyawa golongan flavonoid herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.). J.Kimia 6: 115-120.

Sugita P. 1992. Isolasi Kitin dan Karakterisasi Komposisi Senyawaan Kimia dari Limbah Udang Windu (Penaeus monodon) [tesis]. Bandung: Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Sugita P, Srijanto B, Arifin B, Mubarok M. 2010. Perilaku disolusi ketoprofen dan indometasin fanesil tesalut gel kitosan-gom guar. J Sains Teknol Indones

12:38-44.

Suhesti TS, Dhadhang WK, Nuryanti. 2007. Penjaringan senyawa antikanker pada kulit batang kayu mahoni (Swietenia mahogani Jacg) dan uji aktivitasnya terhadap larva udang Arthemia salina

Leach. J. Ilmiah Keperawatan 3: 155-162.

Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanolol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa dan hidroksipropil metil selulosa. Maj Ilmu Kefarmasian 2:145-153.

Totoki S, Wada Y, Moriya N, Shimaoka H. 2007. DEP active grating method: a new approach for size analysis of nano-sized particles. Shimadzu Review

62: 173-179.

Triani SUD. 2011. Pengaruh waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap stabilitas suspensi dan mutu sari kacang hijau [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wulandari T. 2010. Sintesis nanopartikel ekstrak temulawak (Crucuma xanthorrhiza Roxb.) berbasis polimer kitosan-TPP dengan metode emulsi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(26)
(27)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian secara umum

Lampiran 2 Perhitungan rendemen ekstrak air kulit kayu mahoni

Rendemen diperoleh dari perhitungan :

Bobot simplisia

: 500 gram

Bobot ekstrak kasar : 40.06 gram

Persiapan Sampel

Serbuk Kulit Kayu

Mahoni

Pembuatan Serbuk

(80 Mesh)

Ekstraksi Air

Hangat

Pembuatan Nanopartikel

Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

dengan Ultrsonikasi

Pembuatan Nanopartikel

Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

dengan Pengaduk magnet

Karakterisasi

Nanopartikel

Particles Size

Analyzer

(PSA)

Penentuan

Ukuran dan

Morfologi

Karakterisasi

Gugus Fungsi

(FTIR)

Karakterisasi Derajat Kristalinitas

(28)

Rendemen =

� �

� � �

x 100%

=

40.06

500

x 100%

= 8.012%

Lampiran 3 Hasil PSA nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni

Keterangan: sampel 1 (a), sampel 2 (b), sampel 3 (c), sampel 4 (d), sampel 5 (e),

sampel 6 (f), dan sampel 7 (g)

A

B

C

D

E

F

(29)

Lampiran 4 Hasil SEM nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan pengaduk

magnet perbesaran 10000x

Keterangan: sampel 1 (a), sampel 2 (b), sampel 3 (c), dan sampel 4 (d)

a

b

(30)

Lampiran 5 Hasil SEM nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan

ult

Gambar

Gambar 1 Mahoni (Swietenia macrophylla
Gambar 3 Skema kerja SEM (Balaz 2008)
Gambar 5 Skema kerja XRD (Balaz 2008)
Tabel 3 Rendemen ekstrak air kulit kayu  mahoni
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fungsi Hati Mencit pada Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Air Kulit Batang Mahoni (Swietenia macrophylla King) adalah bagian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu mahoni ( Swietenia macrophylla King), menguji sifat korosi

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebgai zat warna alami adalah kulit kayu mahoni ( Swietenia mahagoni (L.) Jacq).. Sebagian masyarakat mengolah kulit kayu mahoni

Utami (2010) melaporkan pemberian ekstrak air kulit batang mahoni dosis pencegahan hiperkolesterolemia mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida pada darah tikus,

Ekstrak air panas kulit mahoni dibuat nanopartikel yang dikapsulasi dengan nanokitosan terikat natrium tripolifosfat (Na-TPP) dengan metode spray dry dan ultrasonikasi

nanopartikel kitosan - ekstrak kulit buah manggis sebagai bahan aktif dalam dengan suatu basis sediaan bentuk krim menunjukkan bahwa formula sediaan krim tersebut

Pada uji coba formulasi penggunaan nanopartikel kitosan - ekstrak kulit buah manggis sebagai bahan aktif dalam dengan suatu basis sediaan bentuk krim menunjukkan

Ukuran Partikel Nanopartikel Perak Ekstrak Kulit Sirsak Pelarut Etanol-Aquadest Hasil optimasi konsentrasi ini kemudian digunakan untuk karakterisasi Nanopartikel yang terbentuk