• Tidak ada hasil yang ditemukan

Khasiat Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Pencegah Hiperkolesterolemia pada Tikus Putih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Khasiat Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Pencegah Hiperkolesterolemia pada Tikus Putih"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KHASIAT EKST

macroph

HIPE

FAKULTAS MAT

IN

STRAK KULIT KAYU MAHONI (

Swie

phylla

King.) SEBAGAI PENCEGAH

PERKOLESTEROLEMIA PADA

TIKUS PUTIH

RATNA MUSTIKA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

TEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

ietenia

▸ Baca selengkapnya: khasiat arak putih

(2)

ABSTRAK

RATNA MUSTIKA. Khasiat Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (

Swietenia macrophylla

King

.

) sebagai Pencegah Hiperkolesterolemia pada Tikus Putih. Dibimbing oleh

SULISTIYANI dan SYAMSUL FALAH.

(3)

ABSTRACT

RATNA MUSTIKA. The Potency of Mahoni’s Bark (

Swietenia macrophylla

King

.

) as Hypercholesterolemic Prevention Agent in White Rats. Under the

direction of SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH.

(4)

KHASIAT EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI (

Swietenia

macrophylla

King.) SEBAGAI PENCEGAH

HIPERKOLESTEROLEMIA

PADA TIKUS PUTIH

RATNA MUSTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Khasiat Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (

Swietenia

macrophylla

King.) sebagai Pencegah Hiperkolesterolemia pada Tikus Putih

Nama

: Ratna Mustika

NIM

: G84050931

Disetujui

Komisi Pembimbing

drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc

Ketua Departemen Biokimia

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai

salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Departemen

Biokimia. Karya Ilmiah ini berjudul Khasiat Ekstrak Kulit Kayu Mahoni

(

Swietenia macrophylla

King.) sebagai Pencegah Hiperkolesterolemia pada Tikus

Putih yang sebagian besar didanai oleh program penelitian strategis unggulan IPB

atas nama Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si dkk. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009 di Laboratorium Biokimia, Departemen

Biokimia Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D

selaku pembimbing I dan Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si selaku pembimbing II

yang telah memberikan pengarahan dan perhatiannya kepada penulis selama

penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada orangtua, saudara-saudaraku tercinta dan seluruh keluarga atas

segala doa, perhatian, dukungan serta semangatnya. Ungkapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Donna, Marsudi, Raiza, Tanti, Mela, Dini, Fitri, Puspa,

serta teman-teman Biokimia atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 4 April 1987 dari ayah

Sukmawidjaya dan Ibu Lili Kholisoh, sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara.

Tahun 2005, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1

Cibadak-Sukabumi dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Biokimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sebagai mayor dan

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) sebagai minor.

Penulis pernah aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan dengan

kegiatan internal dan eksternal. Tahun 2005-2006 penulis aktif di Ikatan Keluarga

Mahasiswa Sukabumi (IKAMASI) dan LDK Al-Hurriyyah, selanjutnya tahun

2007 hingga 2009 penulis aktif sebagai pengurus Lembaga Dakwah Fakultas

SERUM-G. Tahun 2008-2009 penulis juga aktif di Himpunan Profesi

Community

of Research and Education in Biochemistry

(CREB’s).

Selama perkuliahan, penulis pernah Praktik Lapangan di Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan menulis laporan ilmiah yang berjudul

Penarikan Kembali Sisa Sukrosa dari Ampas Tebu dengan Enzim Selulase

Trichoderma

spp. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan penghargaan juara II

lomba penulisan karya ilmiah tingkat IPB yang berjudul Pemanfaatan Ampas

Tahu dalam Minuman Probiotik serta mendapatkan dana program kreativitas

mahasiswa bidang penelitian (PKMP) berjudul Pemanfaatan Ampas Tahu

Tersandar dalam Formulasi Minuman Probiotik Ampas Tahu.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...

ix

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Metabolisme Kolesterol ...

1

Hewan Coba Hiperkolesterolemia ...

3

Lovastatin ...

4

Pemanfaatan Mahoni (

Swietenia macrophylla

King.) ...

5

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ...

6

Metode...

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Hewan dan Konsumsi Pakan ...

8

Konsentrasi Kolesterol Total Darah ...

10

Hubungan Lama Waktu Induksi Hiperkolesterolemia dengan

Kenaikan Konsentrasi kenaikan darah.. ...

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ...

14

Saran ...

14

DAFTAR PUSTAKA ...

14

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Kolesterol

...

2

2

Metabolisme Kolesterol ...

3

3

Tikus putih galur

Sprague-Dawley

...

3

4

Propil tiourasil (PTU)

...

4

5

Lovastatin ...

5

6

Pohon mahoni (

Swietenia macrophylla

King.) ...

5

7

Bobot badan hewan coba masa adaptasi ...

9

8

Bobot badan hewan coba masa percobaan ...

10

9

Konsumsi pakan hewan selama percobaan ...

10

10

Konsentrasi kolesterol darah masa percobaan ...

11

11

Perubahan konsentrasi kolesterol darah ...

13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Tahapan penelitian ...

18

2

Ekstraksi serbuk kulit kayu mahoni ...

19

3

Komposisi pakan kolesterol ...

19

4

Penentuan konsentrasi kolesterol metode CHOD-PAP ...

20

5

Pembuatan kurva standar untuk pengukuran kolesterol darah ...

20

6

Metode pengukuran konsentrasi kolesterol ...

20

7

Data bobot badan tikus masa adaptasi ...

21

8

Data bobot badan tikus masa percobaan ...

24

9

Data konsumsi pakan tikus masa percobaan ...

25

10

Data kolesterol darah tikus masa percobaan ...

27

(10)

PENDAHULUAN

Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyakit yang saat ini menjadi perhatian utama masyarakat dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Angka kejadian penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup, kurang aktivitas fisik, serta perubahan pola konsumsi masyarakat (terutama masyarakat kota) yang cenderung mengonsumsi makanan dengan kandungan tinggi lemak dan miskin serat (Tsujii & Kuzuya 2004).

Beberapa jenis penyakit degeneratif di antaranya penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi, dan kanker. Kejadian PJK merupakan penyebab kematian utama di negara-negara industri (Chang et al. 2001).

Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001 melaporkan dari 100 kematian di Indonesia, 25 diantaranya disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (Purwanto 2003, diacu dalam Herpandi 2005). Data organisasi kesehatan dunia (WHO, world health organization) menunjukkan bahwa penyakit jantung adalah penyebab kematian tertinggi kedua di dunia yang mencapai 8 juta kasus pada tahun 2007 setelah kanker (WHO 2007). Penyakit kardiovaskuler berkaitan erat dengan tingginya konsentrasi kolesterol total darah di atas normal (hiperkolesterolemia) (Salahat et al. 2002; Herliana & Sitanggang 2009). Seseorang yang mempunyai konsentrasi kolesterol darah diatas 200 mg/dL sudah dianggap mengalami hiperkolesterolemia (Herliana & Sitanggang 2009). Banyak faktor yang dapat menyebabkan hiperkolesterolemia, salah satu faktor utama berasal dari makanan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang tinggi apabila dikonsumsi secara berlebihan (Murray et al. 2000; Getz & Reardon 2007). Faktor lainnya adalah keadaan genetik orang tersebut, kegemukan, faktor usia, serta keberadaan hormon estrogen pada wanita (Grundy 1991; Herliana & Sitanggang 2009).

Penurunan konsentrasi kolesterol dalam darah dapat dilakukan dengan pengaturan diet dan konsumsi obat-obatan. Walaupun demikian, penderita biasanya merasa jenuh untuk melakukan diet. Selain itu, kendala untuk menggunakan obat komersial adalah harganya yang relatif mahal dan kekhawatiran adanya efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Oleh karena itu sangat penting menggalakkan penggunaan bahan alami dari

tanaman yang berkhasiat sebagai obat pencegah hiperkolesterolemia.

Salah satu tumbuhan yang diyakini berkhasiat sebagai tumbuhan obat adalah mahoni (Swietenia macrophylla King.). Mahoni dipercaya memilki banyak khasiat terutama biji dan kulit kayunya. Falah et al.

(2008) melaporkan kulit kayu mahoni mengandung katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas antioksidan. Tan et al. (2009) melaporkan kandungan limonoid daun mahoni juga memiliki aktivitas antioksidan. Maiti et al.

(2007) melaporkan ekstrak biji mahoni berpotensi sebagai obat antidiare. Wijayakusumah & Dalimartha (2005) menyatakan biji mahoni berguna untuk melancarkan peredaran darah dan mencegah tersumbatnya saluran darah. Selain itu biji mahoni juga dapat menurunkan kolesterol, mengurangi penimbunan lemak pada dinding saluran darah, dan mengurangi rasa sakit.

Berdasarkan uji fitokimia, kulit kayu mahoni yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar serta limbah dalam industri kayu ternyata mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan saponin yang bersifat toksik terhadap Arthemia salina Leach. dengan nilai LC50 466.659 µg/ml (Suhesti et al. 2007).

Beberapa penelitian melaporkan adanya senyawa polifenol (flavonoid dan tanin) memiliki pengaruh menurunkan dan menghambat penyerapan kolesterol (Awika & Rooney 2004; Park et al. 2002; Chang et al. 2001).

Khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menguji khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah terjadinya hiperkolesterolemia pada tikus putih. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak air kulit kayu mahoni memiliki khasiat mencegah terjadinya hiperkolesterolemia pada tikus putih. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan limbah kulit kayu mahoni serta khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai obat herbal alternatif dalam mencegah terjadinya kenaikan konsentrasi kolesterol darah.

TINJAUAN PUSTAKA Metabolisme Kolesterol

(11)

2

kolesterol merupakan turunan inti siklopentanoperhidrofenantrena yang mempunyai perpanjangan delapan atom karbon pada C-17, dan juga terdapat ikatan ganda pada C-5. Perpanjangan karbon ini diberi nomor 20-27 sebagai lanjutan nomor pada inti steroid (Lehninger et al. 2005).

Kolesterol merupakan lipid amfipatik yang berperan penting dalam tubuh. Kolesterol dalam jumlah normal mempunyai fungsi struktural yang penting dalam membran sel, juga berperan sebagai prekursor hormon steroid pada kelenjar adrenal, vitamin D, serta sebagai prekursor asam empedu dalam hati (Murray et al. 2000; Lehninger et al. 2005).

Kolesterol total dalam tubuh dapat berasal dari makanan (eksogen) maupun kolesterol endogen yang disintesis oleh hati dan usus. Kolesterol ini kemudian siap ditansportasikan dan didistribusikan ke berbagai bagian tubuh yang memerlukan. Kelarutan kolesterol yang kecil dalam air menyebabkannya sulit larut dalam darah. Hal ini menimbulkan masalah untuk transportasi kolesterol ke bagian tubuh tertentu. Oleh karena itu, tubuh mengatasinya dengan cara melangsungkan transportasi yang membuat kolesterol sebagai bagian dari kompleks lipoprotein (Lehninger et al. 2005).

Lipoprotein adalah kompleks yang terbentuk dari lipid darah (kolesterol dan trigliserida), fosfolipid, dan apoprotein. Jenis lipoprotein diantaranya kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL,

very low density lipoprotein), lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprotein), lipoprotein densitas sedang (IDL,

intermediate density lipoprotein), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein). Setiap jenis lipoprotein memiliki fungsi yang berbeda dan dimetabolisme dengan cara yang berbeda (Kwiterovich 2000; Murray et al. 2000; Lehninger et al. 2005).

Gambar 1 Struktur kolesterol.

Metabolisme kolesterol mengikuti beberapa jalur dari metabolisme lipoprotein. Secara garis besar ada tiga jalur metabolisme lipoprotein (Gambar 2) yang terjadi di dalam tubuh, yaitu jalur metabolisme eksogen, endogen, dan jalur reverse cholesterol transport atau jalur transport balik kolesterol. Kedua jalur pertama lipoprotein berhubungan dengan metabolisme LDL dan trigliserida sedangkan jalur terakhir berhubungan dengan metabolisme HDL (Kwiterovich 2000).

Khusus jalur metabolisme eksogen, trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan berlemak masuk ke dalam usus dan dicerna. Selain itu, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hati yang disekresikan bersama empedu ke usus halus. Trigliserida dan kolesterol ini kemudian bersama fosfolipid dan apoprotein membentuk kilomikron (Lehninger et al. 2005).

Jalur metabolisme endogen erat kaitannya dengan kemampuan hati untuk mensintesis kolesterol dan trigliserida. Kedua produk ini disekresikan ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk lipoprotein VLDL. Selama sirkulasi trigliserida di VLDL akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi IDL atau VLDL sisa. Partikel IDL sebagian kembali ke hati dan sebagian lainnya akan dihidrolisis kembali oleh LPL menjadi LDL. Partikel LDL adalah lipoprotein yang banyak mengandung kolesterol. Sedangkan pada jalur balik kolesterol, HDL dilepaskan sebagai partikel kecil yang miskin kolesterol dan mengambil kelebihan kolesterol dalam jaringan untuk diangkut kembali ke hati (Kwiterovich 2000; Lehninger et al. 2005).

(12)

3

Gambar 2 Metabolisme kolesterol (Lehninger 2005).

Hewan Coba Hiperkolesterolemia

Penelitian medis, untuk aplikasi obat atau pengaruh senyawa toksik terhadap manusia memerlukan uji pada hewan coba sebelum diaplikasikan pada manusia. Jenis hewan coba dapat beragam tergantung kebutuhan. Jenis hewan coba antara lain tikus, mencit, ayam, kelinci, sapi, monyet, kambing, kucing, anjing, babi, marmot, kuda, ataupun beberapa jenis hewan lainnya. Hal penting yang harus dipenuhi adalah hewan tersebut memilki karakteristik genetik yang jelas dan memenuhi semua asumsi percobaan. Syarat tambahan lainnya hewan tersebut juga sedapat mungkin mudah diperoleh, mudah pemeliharananya, serta murah perawatannya. Selain itu, hewan coba harus bebas penyakit selama riwayat hidupnya (Altman & Dittmer 1971, diacu dalam Andrianto 2009).

Hewan yang sering digunakan dalam penelitian metabolisme lipid diantaranya adalah monyet, kelinci, dan tikus. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan hewan yang baik digunakan dalam penelitian lipid karena metabolismenya mirip manusia. Namun penggunaan hewan ini dibatasi dengan ketat karena termasuk spesies yang dilindungi dan termasuk hewan langka (Masuda & Ross 1990).

Devery et al. (1987) menyatakan tikus (Rattus novergicus) dan kelinci (Orytolagus cuniculus) merupakan hewan model yang paling sering digunakan untuk mempelajari kelainan metabolisme kolesterol pada manusia. Menurut Mahfouz & Kummerow (2000), tikus merupakan hewan yang resisten terhadap induksi hiperkolesterolemia secara eksogen dengan pemberian pakan kolesterol

dibandingkan kelinci. West & Fernandez (2004) menyatakan hal tersebut dikarenakan kolesterol pada tikus sebagian besar ditemukan dalam bentuk HDL. Selain itu, Devery et al. (1987) melaporkan aktivitas enzim kolesterol 7 -hidroksilase lebih tinggi pada tikus dibandingkan kelinci. Murray et al.

(2000) menyatakan enzim ini dapat mempercepat proses katabolisme kolesterol hati menjadi asam empedu, sehingga mempercepat pengeluaran kolesterol dari tubuh.

West & Fernandez (2004) menyatakan penggunaan kelinci sebagai hewan coba hiperkolesterolemia relatif mahal dan data yang diperoleh sulit diterjemahkan karena perubahan kenaikan dan penurunan konsentrasi kolesterol yang ekstrim ketika diberi perlakuan obat. Oleh karena itu tikus digunakan sebagai hewan coba metabolisme kolesterol dalam penelitian ini.

Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley (Gambar 3). Pemilihan tikus jantan dalam penelitian dikarenakan untuk mengurangi galat penelitian akibat siklus hormonal.

(13)

4

Beberapa karakteristik tikus Sprague-Dawley adalah aktif pada malam hari, relatif jinak, tidak mempunyai kantung empedu, tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah), dan tidak berhenti tumbuh, meskipun kecepatannya menurun setelah berumur 100 hari. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin (Muchtadi & Palupi 1993). Malole & Pramono (1989) melaporkan bahwa konsentrasi kolesterol darah normal pada tikus berkisar antara 40-130 mg/dL.

Parameter lipid yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi kolesterol total darah. Konsentrasi kolesterol darah yang tinggi diatas normal disebut hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia dapat dibuat pada tikus secara endogen maupun eksogen (Santillo et al. 1999; Murray

et al. 2000, Getz & Reardon 2007). Kondisi hiperkolesterolemia secara eksogen dibuat dengan menambahkan lemak dan kolesterol dalam makanannya. Tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley umur 2.5 bulan dengan rataan bobot badan 285.83 gram mengalami peningkatan konsentrasi kolesterol darah sebesar 181.40% setelah diberi diet kolesterol 12.5% selama 7 hari (Nofendri 2004). Santillo

et al. (1999) melaporkan pemberian pakan 1,5% kolesterol selama 2 bulan pada tikus galur Wistar menaikkan konsentrasi kolesterol sebesar 341% dibandingkan kelompok normal.

Tikus merupakan hewan yang relatif rentan terhadap induksi hiperkolesterolemia. Oleh karena itu, kondisi hiperkolesterolemia pada tikus juga dibuat secara endogen melalui pemberian preparat tiourasil (Murray et al.

2000). Preparat tiourasil yang digunakan dalam penelitian ini adalah propil tiourasil (PTU) (Gambar 4), yaitu zat yang dapat merusak kelenjar tiroid sehingga meyebabkan kondisi hipotiroid. Grundy (1991) menyatakan reseptor LDL dipengaruhi oleh hormon tiroid dan estrogen. Salter et al.

(1996) melaporkan pada kondisi hipotiroid terjadi penurunan sintesis dan ekspresi reseptor LDL di hati, sehingga LDL banyak beredar di plasma dan menjadi penyebab hiperkolesterolemia. Menurut Santillo (1999), kondisi hipotiroid dapat menyebabkan hiperkolesterolemia.

Dosis maksimum pemberian PTU untuk orang dewasa dengan bobot badan 70 kg dalam sehari adalah 600 mg, dengan dosis maksimum untuk sekali makan sebesar 250

mg (Dhawan 1997). Efek samping obat ini pada manusia diantaranya ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecenderungan pendarahan, mual, muntah, dan hepatitis (Lacy et al. 2006). Dosis PTU yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0.5 mg/kgBB (Giri 2008; Rahayu 2007).

Induksi hiperkolesterolemia pada penelitian ini menggunakan pakan kolesterol 1.5% dan dosis PTU sebesar 0.5 mg/Kg BB. Giri (2008) melaporkan pemberian pakan kolesterol 1.5% dan PTU 0,5 mg/KgBB pada tikus jantan berumur 8 bulan selama 13 minggu menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 44.48%.

Gambar 4 Propiltiourasil (PTU).

Lovastatin

Sampai saat ini diketahui ada 14 obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi hipekolesterolemia. Obat-obatan tersebut adalah klofibrat, bezafibrat, gemfibrozil, fenofibrat, siprofibrat, simfibrat, asam nikotinat (niasin), kolestiramin, kolestipol, lovastatin, simvastatin, fluvastatin, artovastatin dan pravastatin (Dalimartha 2005).

Obat golongan fibrat efektif menurunkan trigliserida, namun kurang efektif untuk menurunkan LDL (lipoprotein dengan kandungan kolesterol tertinggi) sehingga obat ini kurang efektif. Asam nikotinat dosis tinggi menyebabkan efek samping kulit kemerahan dan rasa gatal, sehingga obat ini tidak dikembangkan lebih lanjut. Kolesteramin dan kolestipol bekerja dengan cara mengikat asam empedu di usus sehingga menurunkan penyerapan kolesterol, namun tidak menurunkan sintesis kolesterol endogen (Hitner & Nagle 1999; Dalimartha 2005).

(14)

10

Menurut Saimee (2003), mekanisme yang diajukan untuk bekerjanya lovastatin adalah lovastain akan aktif dalam bentuk asam dihidroksinya. Bentuk ini identik dengan struktur gugus hidroksi metilglutaril dari HMG KoA yang merupakan substrat enzim HMG KoA reduktase, sehingga lovastatin akan bertindak sebagai inhibitor kompetitif enzim HMG KoA reduktase yang menyebabkan terjadinya penghambatan biosintesis kolesterol.

Mekanisme lain menurut West & Fernandez (2004) dan Katzung (2002), lovastatin dapat menginduksi peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Hsu et al.

(2007) melaporkan lovastatin menghambat faktor transkripsi sterol regulatory element-binding protein (SREBP) yang dapat menurunkan biosintesis kolesterol endogen, serta lovastatin mampu menginduksi ekspresi gen sitokrom P450 4F2 (CYP4F2) pada manusia. Menurut Murray et al. (2000), sitokrom P450 merupakan faktor penting yang mengaktifkan enzim 7 -hidroksilase. Enzim tersebut berperan sebagai enzim kunci dalam katabolisme kolesterol dihati menjadi asam empedu, sehingga lovastatin akan mempercepat pengeluaran kolesterol dari tubuh dan menurunkan konsentrasi kolesterol darah.

Lovastatin pertama kali diisolasi dari

Penicilium citrinum ML-236B berupa senyawa 6-dimetillovastatin. Lovastatin juga dapat diisolasi dari berbagai cendawan genus

Pleurotus seperti P. sapidus, P. erynggi, P. cornucopial dan P. ostreatus (Saimee 2003). Merck (2005) menyebutkan Lovastatin dapat diisolasi dari Aspergillus terreus.

Lovastatin tersedia sebagai tablet 10 mg, 20 mg, dan 40 mg untuk dikonsumsi secara oral. Dosis aman lovastatin untuk orang dewasa dengan bobot 70 Kg adalah 10-80 mg/hari namun tidak melebihi dosis 20 mg/hari, bagi orang yang sedang menerima terapi imunosupresif (Hitner & Nagle 1999). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan dosis 20 mg/hari/70 KgBB yang sebanding dengan 0.2857 mg/KgBB.

Gambar 5 Lovastatin.

Pemanfaatan Mahoni (Swietenia macrophylla King)

Mahoni terbagi menjadi tiga spesies, yaitu Swietenia macrophylla King., Swietenia mahagony Jacq., dan Swietenia humilis Zucc. Ketiga spesies tersebut memilki ciri-ciri yang mirip satu sama lain, tetapi berbeda ukuran serta warna daun dan bijinya (Mayhew & Newton 1998). Penelitian ini memanfaatkan limbah kulit kayu mahoni spesies S. macrophylla King.

Mahoni berdaun lebar (Gambar 6), merupakan istilah yang dikenal sebagai S. macrophylla King. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan kayu tropis yang dapat tumbuh dengan ketinggian mencapai 40-60 m dan merupakan tumbuhan asli dari wilayah tropis Amerika, termasuk Meksiko bagian selatan, Amerika Tengah, dan Bolivia (Tan et al.

2009).

Tumbuhan ini tumbuh pada zona lembah, menyebar luas secara alami dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar antara 100-1200 m di atas permukaan laut. Selain itu, mahoni juga memiliki kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, selanjutnya berubah menjadi warna coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar antara 35-50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan 4-6 daun, lebarnya berkisar 9-18 cm. Bunganya kecil berwarna putih, panjangnya 10-20 cm, serta malainya bercabang (Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan 2000).

Gambar 6 Pohon mahoni (S. Macrophylla King.).

(15)

11

Penelitian mengenai kandungan senyawa fitokimia yang terdapat pada mahoni dilakukan terkait potensinya sebagai tanaman obat. Biji mahoni dilaporkan mengandung senyawa antiinflamasi, antimutagen, dan antitumor seperti swietenin swietenolida, swietemahonin, kayasin, dan andirobin (Maiti

et al. 2007). Falah et al. (2008), melaporkan kulit kayu mahoni mengandung senyawa katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian lain melaporkan kulit kayu mahoni mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan saponin yang bersifat toksik terhadap A. salina Leach. dengan nilai LC50 466.659

µg/ml (Suhesti et al. 2007). Komponen fitokimia pada kulit kayu mahoni yang utama adalah tanin. Menurut Heldt (2005), tanin merupakan senyawa fenol yang banyak terdapat pada kulit kayu tumbuhan berkayu.

Senyawa flavonoid yaitu asam tanat dan rutin efektif mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah masing-masing 20.63% dan 35.24% terhadap tikus putih yang diinduksi hiperkolesterolemia selama 6 minggu (Park et al. 2002). Dalimartha (2005) menyatakan bahwa kandungan tanin dalam tumbuhan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Epikatekin menurunkan penyerapan kolesterol dengan mekanisme meningkatnya sterol yang dikeluarkan dari feses. Menurut Park et al. (2002) dan Dalimartha (2005) adanya saponin dari turunan glikosida dapat menurunkan kolesterol dengan mekanisme penghambatan penyerapan kolesterol di dalam saluran pencernaan. Chang et al. (2001) melaporkan dua senyawa turunan tanin yaitu proantrosianidin A-2 dan 1, 2, 3, 6-tetra- O-galolil- -D-glukosa efektif sebagai penghambat enzim HMG-KoA reduktase.

Kemampuan ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah terjadinya hiperkolesterolemia mengacu pada pembuktian empiris biji mahoni yang biasa digunakan masyarakat. Secara tradisional, serbuk biji mahoni dikonsumsi seperti teh sebanyak 2 gram (setengah sendok teh) untuk satu kali seduhan dan dosis yang digunakan masyarakat adalah 5 gram (2-3 kali seduhan per hari) (Wijayakusuma & Dalimartha 2005) Dosis ekstrak yang akan diuji dalam penelitian mengacu pada dosis yang ekuivalen dengan dosis pemakaian tradisional oleh masyarakat yaitu 5 gram per hari. Bila diasumsikan rataan bobot badan sebesar 70 kg dan perolehan kembali senyawa hasil

ekstraksi rebusan air sebesar 6%, maka dosis tersebut setara dengan 4.2 mg/KgBB per hari. Darusman et al. (2008) dalam laporan penelitiannya melakukan penentuan dosis pencekokan oral ekstrak jati belanda terstandar pada tikus sebesar 1/10 kali, 1 kali, dan 5 kali dari dosis yang yang dianjurkan sebagai desain penelitian pengujian toksisitas subkronik. Mengacu pada desain penelitian tersebut, dalam penelitian ini digunakan dosis 5 kali dari dosis empiris yang dianjurkan yaitu sebesar 21 mg/KgBB per hari.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diperoleh dari Badan POM yang berumur 2 bulan dengan bobot badan 100-150 gram. Bahan yang dipakai adalah ekstrak kulit kayu mahoni, pakan tikus standar dengan komposisi protein 18%, lemak 4-6%, dan abu 7-9%. Pakan kolesterol dengan komposisi pakan standar, kuning telur, minyak curah, dan lemak kambing dengan kandungan total kolesterol 1.5%. Bahan lain yang digunakan adalah standar kolesterol, akuades, kloroform, H2SO4 pekat, asam asetat anhidrida, PTU,

lovastatin, kit enzim kolesterol (Randox), serta alkohol 70%.

Peralatan yang digunakan adalah oven, mikropipet, neraca analitik, microfuge

Beckman, sentrifus klinis, vorteks, spektrofotometer, sonde oral, alat suntik plastik, kandang tikus, alat-alat gelas, hot plate dan peralatan ekstraksi.

Metode Penelitian

Ekstraksi

Serbuk kulit kayu mahoni (40-80 mesh) ditimbang sebanyak 450 gram dan ditambahkan akuades sebanyak 2600 mL. Campuran diaduk kemudian dipanaskan pada suhu 1000C selama 4 jam. Setelah itu, campuran disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap vakum putar pada suhu 600C hingga diperoleh ekstrak kasar kering. Rendemen atau hasil perolehan kembali senyawa hasil ekstraksi rebusan air sebesar 6.64%. Ekstrak kulit kayu mahoni yang digunakan dalam penelitian ini dibuat oleh Mardisadora (2010).

Hasil ekstrak kulit kayu mahoni kemudian dilarutkan dalam akuades dan dibuat larutan stok dengan konsentrasi 8.4 % g/ml (% b/v) yang selanjutnya digunakan sebagai dosis cekok.

(16)

12

Pemeliharaan Hewan dan Rancangan Percobaan

Sebanyak 35 ekor tikus diperlakukan pada kandang terpisah dengan satu kandang untuk tiap ekor tikus. Kandang terbuat dari plastik berisi sekam kayu, yang dilengkapi dengan wadah pakan dan minum. Kandang berada dalam ruang tertutup dengan ventilasi dan penerangan yang cukup. Lampu dinyalakan pada siang hari dan dimatikan pada malam hari agar tidak merubah siklus hidup hewan coba.

Tikus diadaptasikan selama 10 minggu untuk menyeragamkan cara hidup dan makannya. Selama masa adaptasi, tikus diberi makan dan minum secara ad-libitum dan bobot badan ditimbang satu kali dalam satu minggu.

Memasuki masa percobaan tikus kemudian dibagi menjadi lima kelompok secara acak (rancangan acak lengkap, RAL) Jumlah tikus tiap kelompok adalah tujuh ekor. Kelompok I adalah kelompok normal (N), kelompok II adalah kelompok kontrol hiperkolesterolemia (HK). kelompok III adalah kelompok lovastatin (Lovas), kelompok IV adalah kelompok Ekstrak I (E1) dan kelompok V adalah kelompok ekstrak 2 (E2).

Selama percobaan, kelompok N diberi pakan standar sebanyak 20 gram/ekor/hari dan dicekok akuades. Selain itu, kelompok HK, Lovas, E1 dan E2 selama percobaan diberi pakan kolesterol 1.5% sebanyak 20 gram/ekor/hari dan dicekok PTU 0.5 mg/KgBB. Tikus pada kelompok Lovas selain diberi pakan kolesterol dan PTU juga dicekok lovastatin (0.2857 mg/KgBB), sedangkan tikus pada kelompok E1 dan E2 selain diberi pakan kolesterol dan PTU juga dicekok ekstrak air kulit mahoni dengan dosis 4.2 mg/KgBB untuk kelompok E1 dan dosis 21 mg/KgBB untuk kelompok E2.

Masa percobaan berlangsung selama 8 minggu. Induksi hiperkolesterolemia (pemberian pakan kolesterol dan PTU) pada kelompok HK, Lovas, E1, dan E2 dilakukan setiap hari selama masa percobaan. Ekstrak dicekokkan pada kelompok E1 dan E2 setiap hari selama masa percobaan untuk menguji khasiat ekstrak kulit kayu mahoni dalam mencegah terjadinya hiperkolesterolemia. Selain itu, sebagai pembanding, lovastatin juga dicekokkan pada kelompok Lovas setiap hari selama masa percobaan sebagai kontrol positif obat pencegah hiperkolesterolemia.

Selama masa percobaan, jumlah pakan yang dikonsumsi oleh tikus ditimbang setiap

hari, sedangkan minum diberikan secara ad-libitum dan bobot badan ditimbang satu kali satu minggu. Pengambilan darah dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8 masa percobaan.

Penyiapan Pakan Kolesterol (Momuat et al. 2001)

Pakan kolesterol dibuat dengan komposisi kolesterol 1.5% dari kuning telur, lemak kambing 5%, minyak goreng curah 6%, dan pakan standar sampai 100%. Kolesterol pada pakan kolesterol diperoleh dari tepung kuning telur ayam negeri. Tepung kolesterol dibuat dari kuning telur yang dikeringkan dengan menggunakan metode Momuat et al.

(2001) yang dimodifikasi. Telur ayam direbus selama 30 menit atau sampai matang, kemudian kuning telur dipisahkan dari putih telurnya. Kuning telur yang sudah matang dihaluskan dalam loyang dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 65oC. Kuning telur yang sudah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender.

Tepung kuning telur kemudian diukur konsentrasi kolesterolnya dengan metode Liebermann-Buchard. Selanjutnya tepung kuning telur diaduk sampai tercampur rata dengan bahan yang lain (lemak kambing dan minyak curah). Setelah itu dijadikan bentuk pelet seperti bentuk pakan standar menggunakan mesin pencetak pelet. Total telur yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 90 Kg yang menghasilkan 10.975 Kg tepung kuning telur (Lampiran 3).

Analisis Konsentrasi Kolesterol Kuning Telur Metode Liebermann-Buchard (Cook 1958)

Kolesterol tepung kuning telur yang digunakan diukur konsentrasinya dengan menggunakan metode Liebermann-Buchard. Tabung sentrifus 15 mL diisi dengan 12 mL campuran alkohol : eter (3:1). Kemudian dimasukkan ± 0.02 g tepung kuning telur, diaduk sampai semuanya bercampur dengan alkohol dan eter. Tabung kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama lima belas menit. Selanjutnya tabung disentrifugasi pada 5000 rpm dengan jari-jari rotor 18 cm selama 3 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan kedalam gelas piala ukuran 50 mL lalu diuapkan pada hot plate sampai supernatan kering.

(17)

13

dengan 2-2.5 mL kloroform, kemudian ukuran ekstrak ditepatkan menjadi 5 mL dengan kloroform. Standar kolesterol dibuat dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250 µg/ml sebanyak masing-masing 5 mL. Blanko dibuat dengan memasukkan 5 mL kloroform ke dalam tabung sentrifus. Masing-masing tabung kemudian ditambahkan 2 mL asam asetat anhidrida dan 0.1 mL asam sulfat pekat, lalu dikocok. Setelah itu tabung disimpan diruang gelap selama 15 menit sampai terbentuk warna hijau kebiruan dan larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Konsentrasi kolesterol kuning telur dengan metode Lieberman-Buchard yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 41.62 mg/g tepung kuning telur (Lampiran 3).

Pengambilan Darah dan Pengukuran Konsentrasi Kolesterol Darah Total (Richmond 1973)

Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dengan menyayat ujung ekor tikus. Sebelumnya, ekor tikus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% Darah kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 1 mL per tikus. Darah diinkubasi dalam suhu ruangan selama 30 menit diikuti dengan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm dengan jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit. Serum digunakan untuk penentuan konsentrasi kolesterol total.

Konsentrasi kolesterol total darah diukur dengan metode enzimatik cholesterol oxidase phenol amino phenazone (CHOD-PAP) menggunakan kit diagnostik komersial (Randox). Prinsip pengukuran kolesterol dengan metode ini melibatkan enzim yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi kolesterol dan reaksi berikutnya menghasilkan perubahan warna yang dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Indikator warna kolorimetri quinoneimin terbentuk dari reaksi antara hidrogen peroksida dan fenol yang dikatalisis oleh enzim peroksidase.

Sebanyak 10 µL serum darah dicampur dengan 1 mL kit pereaksi. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang sampai terbentuk warna merah muda. Standar dibuat dengan cara yang sama, dengan konsentrasi standar kolesterol 25, 50, 100, 200, dan 250 mg/dL. Blanko dibuat dari 1 mL kit pereaksi tanpa penambahan apapun. Absorban diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang

500 nm. Persamaan kurva standar rata-rata yang diperoleh dalam penelitian ini pada adalah y=0.0836x – 0.06 dengan R2 sebesar 0.98 (Lampiran 10).

Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)

Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf = 0.05 Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000) adalah: Yij = µ+ i + ij

Keterangan :

Yij = Pengamatanperlakuan ke-i dan ulangan

ke-j

µ = Pengaruh rataan umum

i = Pengaruh rataan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5

ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5, 6,7 Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan 90%, taraf =0.1. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Konsumsi Pakan

Kondisi hewan coba yang sehat merupakan faktor penting dalam penelitian dan merupakan syarat untuk memenuhi asumsi percobaan. Bobot badan dan konsumsi pakan merupakan parameter yang mudah diukur dan diamati untuk memantau kondisi kesehatan hewan coba selama percobaan berlangsung. Lu (1991) menyatakan kenaikan bobot badan dan kecenderungan kenaikan konsumsi pakan hewan coba menunjukkan hewan coba dalam kondisi sehat.

Masa Adaptasi

Selama masa adaptasi semua tikus mengalami kenaikan bobot badan. Bobot badan rata-rata tikus pada awal adaptasi sebesar 106.74 ± 7.05 gram, sedangkan pada akhir adaptasi diperoleh bobot badan rata-rata tikus sebesar 348.54 ± 28.61 gram (Gambar 7). Persentase kenaikan bobot badan sebesar 228.30 % ini berbeda secara statistik (p<0.05).

(18)

14

kecenderungan peningkatan konsumsi pakan yang terjadi pada setiap individu tikus, menurut Lu (1991) menunjukkan tikus dalam keadaan sehat, kalorinya tercukupi, tidak ada gangguan pertumbuhan serta tidak adanya zat toksikan dalam pakan. Kondisi tikus yang sehat ini menjadi penting karena dapat memperkecil galat percobaan ketika memasuki masa percobaan.

Gambar 7 Bobot badan tikus pada masa adaptasi.

Masa Percobaan

Bobot badan hewan pada awal percobaan (minggu ke-0) rata-rata 348.54±28.61 gram. Analisis terhadap bobot tubuh hewan tiap kelompok, menghasilkan rerata bobot tubuh tiap kelompok berkisar antara 338.71-358.37 gram. Rerata bobot badan tikus diakhir masa percobaan (minggu ke-8) sebesar 413.19 ± 26.05 gram (Gambar 8). Kenaikan bobot badan tikus selama masa percobaan pada masing-masing kelompok masih terus meningkat secara signifikan (p<0.05). Walaupun demikian perbedaan bobot badan antarkelompok tidak berbeda (p= 0.079), sehingga pengaruh bobot badan terhadap konsentrasi kolesterol darah dapat diabaikan.

Pengaruh bobot badan terhadap konsentrasi kolesterol darah disebabkan oleh tiga mekanisme. Pertama, menurut Kesaniemi (1983) peningkatan bobot badan akan menyebabkan hati meningkatkan produksi lipoprotein yang mengandung apo-B (apoprotein-B) yang kemudian meningkatkan konsentrasi VLDL yang berakhir sebagai LDL. Kedua menurut Grundy (1991) dan Murray et al. (2000), peningkatan jumlah sel berarti akan meningkatkan sintesis kolesterol endogen secara keseluruhan, karena setiap sel memiliki kemampuan dalam mensintesis kolestrol yang pada akhirnya akan menekan sintesis reseptor LDL. Ketiga, menurut Getz & Reardon (2007), peningkatan bobot badan berkaitan erat dengan banyaknya pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa yang selanjutnya meningkatkan produksi VLDL.

Selama masa percobaan, konsumsi pakan empat kelompok hiperkolesterolemia yang diberi pakan kolesterol (HK, Lovas, E1, dan E2) lebih rendah (11.39 gram) dibandingkan kelompok N (17.86 gram). Secara statistik perbedaan konsumsi pakan antara kelompok N dan empat kelompok hiperkolesterolemia signifikan (p<0.05), sedangkan jumlah konsumsi pakan empat kelompok hiperkolesterolemia tidak signifikan (p>0.05). Jumlah pakan kolesterol yang dikonsumsi tikus pada keempat kelompok hiperkolesterolemia lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Rahayu (2007) yang melaporkan konsumsi pakan rata-rata kelompok yang diberi pakan kolesterol sebesar 14 gram selama 14 minggu masa percobaan. Walaupun demikian rata-rata pakan yang dikonsumsi oleh semua tikus pada masing-masing kelompok konsisten dengan yang dilaporkan oleh Malole & Pramono (1989) yaitu berkisar antara 10-20 gram/ekor/hari.

Terdapat hal menarik yang terjadi pada empat kelompok hiperkolesterolemia pada penelitian ini. Tikus pada keempat kelompok Hiperkolesterolemia mengkonsumsi pakan yang lebih rendah daripada kelompok N (Gambar 9), Namun bobot badan tikus pada semua kelompok hiperkolesterolemia lebih tinggi dibandingkan kelompok N walaupun tidak signifikan (Gambar 8). Hal ini menunjukkan adanya kecukupan kalori pada semua kelompok hiperkolesterolemia walaupun konsumsinya pakannya rendah. Kecukupan kalori yang dimaksud terlihat dari bobot badannya yang senantiasa naik pada setiap minggu masa percobaan.

Tepung kuning telur, lemak kambing, dan minyak goreng curah yang digunakan dalam penelitian sebagai komposisi pakan kolesterol banyak mengandung asam lemak jenuh. Menurut Murray et al. (2000) asam lemak jenuh merupakan prekursor trigliserida yang akan disimpan dalam jaringan adiposa sehingga bobot badan tikus menjadi besar. Selain itu, menurut Getz & Reardon (2007) pakan yang mengandung banyak lemak berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan.

Darusman et al. (2008) melaporkan tingginya lemak dalam pakan merupakan faktor penghambat terhadap rangsangan nafsu makan dengan cara menghambat intermeal

interval. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diduga tingginya lemak dalam komposisi pakan kolesterol menyebabkan rendahnya konsumsi pakan keempat kelompok hiperkolesterolemia selama masa percobaan. 0

100 200 300 400

-10 -8 -6 -4 -2 0

(19)

15

Gambar 8 Bobot badan masa percobaan.

Rataan konsumsi pakan keempat kelompok hiperkolesterolemia sebesar 11.39 gram dari rancangan 20 gram per ekor/hari (hampir setengahnya dari rancangan). Konsumsi pakan kolesterol yang rendah otomatis menyebabkan asupan kolesterol 1.5% yang direncanakan juga hanya setengahnya atau sebanding dengan 0.86% asupan kolesterol. Rendahnya konsumsi pakan kolesterol (asupan kolesterol) ini kemudian menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya terjadi kenaikan kolesterol total darah selama percobaan. Menurut Santillo et al.

(1999) dan Getz & Reardon (2007), tingginya konsumsi pakan terutama pakan tinggi kolesterol akan menaikkan konsentrasi kolesterol total darah.

Gambar 9 Konsumsi pakan tikus pada masa percobaan.

Konsentrasi Kolesterol Total Darah

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan secara in vivo adanya khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah hiperkolesterolemia pada tikus putih. Khasiat ekstrak kulit kayu mahoni terhadap hiperkolesterolemia ini dapat dilihat dari profil kolesterol darah selama percobaan. Konsentrasi rata-rata kolesterol total darah tikus pada minggu ke-0 untuk semua tikus berkisar antara 42.6 mg/dL hingga 89.7 mg/dL dengan rataan populasi 35 ekor tikus

sebesar 65.06±9.49 mg/dL. Kondisi konsentrasi kolesterol darah pada tiap kelompok di awal percobaan ini tidak berbeda (p=0.711). Konsentrasi rata-rata konsentrasi kolesterol sebelum percobaan pada penelitian tidak jauh berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Herpandi (2005) sebesar 62.65 mg/dL pada populasi 30 ekor tikus dengan galur yang sama. Namun lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan Nurwahyunani (2006) pada tikus Wistar

sebesar 69.26 mg/dL. Walaupun demikian semuanya sesuai dengan yang dilaporkan Malole & Pramono (1989) bahwa konsentrasi kolesterol darah tikus normal berkisar antara 40-130 mg/dL.

Konsentrasi Kolesterol Darah Total Kelompok Normal

Rataan konsentrasi kolesterol darah kelompok normal pada awal percobaan sebesar 63.77±6.76 mg/dL (Gambar 10), sedangkan pada minggu ke-6 dan ke-8 (akhir percobaan) sebesar 74.64±12.27 mg/dL dan 76.49±8.23 mg/dL (cenderung stabil dan homogen). Setelah diuji, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dan dapat dikatakan konsentrasi kolesterol darah selama percobaan cenderung stabil.

Konsentrasi kolesterol darah kelompok N diakhir percobaan lebih besar jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Rahayu (2007) dan Santillo et al. (1999). Rahayu (2007) melaporkan tikus kelompok N dengan galur yang sama (Sprague-Dawley) selama 14 minggu masa percobaan rataan konsentrasi kolesterol darahnya sebesar 71.7±13.10 mg/dL. Selain itu, konsentrasi kolesterol darah yang dilaporkan Santillo et al. (1999) tikus galur berbeda (Wistar) dengan waktu percobaan yang sama (2 bulan) sebesar 63±8 mg/dL. Namun tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil penelitian Tebib et al. (1994) dengan galur tikus dan waktu percobaan yang sama sebesar 77.52 mg/dL. Walaupun demikian, rataan semua konsentrasi kolesterol sesuai dengan Malole & Pramono (1989).

Konsentrasi Kolesterol Total Darah Kelompok Kontrol Hiperkolesterolemia (HK)

Rataan konsentrasi kolesterol darah kelompok HK pada awal percobaan sebesar 63.26 ±7.33 mg/dL (Gambar 10), sedangkan pada akhir percobaan sebesar 95.34±15.24 mg/dL. Persentase kenaikan konsentrasi kolesterol tersebut sebesar 52.57% dan 0

5 10 15 20

1 2 3 4 5 6 7 8

Ko ns um si P a k a n (g ra m ) Minggu Ke-N HK lovas E1 E2 0 100 200 300 400 500

0 1 2 3 4 5 6 7 8

(20)

16

signifikan secara statistik (p=0.003) (Gambar 11). Jika dibandingkan dengan kelompok N kenaikan konsentrasi kolesterol pada kelompok HK juga signifikan (p<0.05). Artinya ada pengaruh pakan kolesterol dan PTU yang diberikan pada kelompok HK selama percobaan.

Persentase kenaikan kolesterol tersebut lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan Rahayu (2007) sebesar 65.68% selama 14 minggu pada tikus jantan galur yang sama, komposisi pakan kolesterol 1.05%, dan dosis PTU yang sama. Diduga lamanya waktu induksi hiperkolesterolemia dan tingginya komposisi kolesterol pada pakan kolesterol mempengaruhi besarnya kenaikan konsentrasi kolesterol darah. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Giri (2007) yang hanya menaikkan kolesterol darah sebesar 44.48% selama 13 minggu pada tikus jantan galur yang sama, komposisi pakan 1.5% kolesterol, dan dosis PTU yang sama. Diduga tikus dengan usia 8 bulan yang digunakan oleh Giri (2007) relatif terlalu tua sehingga sudah terjadi gangguan metabolisme kolesterol.

Santillo et al. (1999) menyatakan bahwa kondisi hiperkolesterolemia dapat disebabkan oleh pemberian pakan kolesterol atau PTU. Tikus galur Wistar selama 2 bulan diberi pakan kolesterol 1.5 % mampu menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 225% sedangkan induksi hiperkolesterolemia dengan PTU 0.1% (b/v) menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 34.92%. Berdasarkan penelitian tersebut, pemberian pakan kolesterol berperan lebih besar dalam mencapai kondisi hiperkolesterolemia. Hal ini sesuai dengan laporan Nofendri (2004) dengan capaian kenaikan kolesterol 181.40 % dengan komposisi pakan kolesterol 12.5 %, galur tikus yang sama, selama 7 hari tanpa pemberian PTU.

Gambar 10 Konsentrasi kolesterol masa percobaan.

Konsentrasi Kolesterol Total Darah Kelompok Lovastatin (Lovas)

Lovastatin merupakan obat komersial yang umum digunakan untuk menurunkan atau mencegah kenaikan kolesterol darah. Lovastatin dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif obat pencegah hiperkolesterolemia yang dibandingkan dengan ekstrak air kulit kayu mahoni.

Tikus kelompok Lovas pada awal percobaan memilki rata-rata konsentrasi kolesterol darah sebesar 69.83±15.21 mg/dL dan di akhir percobaan sebesar 90.67±9.56 mg/dL. Kenaikan konsentrasi kolesterol darah sebesar 34.81% ini signifikan (p<0.005). Kenaikan konsentrasi kolesterol darah kelompok Lovas lebih rendah dibandingkan kelompok HK namun tidak signifikan. Walaupun tidak signifikan, terlihat adanya kecenderungan lovastatin untuk mencegah kenaikan kolesterol darah.

Mekanisme kerja lovastatin yang dipahami dengan baik sampai saat ini adalah bahwa lovastatin berfungsi sebagai inhibitor kompetitif enzim kunci dalam sintesis kolesterol endogen, yaitu enzim HMG-KoA reduktase yang mengkatalisis HMG KoA menjadi mevalonat (Gianturco et. al 1993). Namun Lehninger et al. (2005) menyatakan kolesterol eksogen tidak akan terpengaruh oleh mekanisme tersebut. Artinya konsentrasi kolesterol plasma darah tetap akan naik karena disebabkan asupan pakan kolesterol yang pada penelitian tetap diberikan dari awal sampai akhir percobaan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2007) dan Darusman et al. (2008). Berdasarkan laporan penelitian Gianturco et al. (1993) dan Darusman et al. (2008) serta Rahayu (2007) dapat diduga bahwa lovastatin tidak bekerja secara efektif ketika pakan tinggi kolesterol tetap diberikan seperti yang terjadi dalam penelitian ini.

Namun, Hsu et al. (2007) menyatakan mekanisme lain dari lovastatin dalam mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah, yang memungkinkan adanya kecenderungan penurunan kolesterol darah walaupun tetap mengkonsumsi pakan tinggi kolesterol. Mekanisme regulasi kerja lovastatin yang lain dalam jangka panjang mampu mempengaruhi ekspresi gen sitokrom P450 sebagai salah satu faktor yang mengaktifkan enzim kolesterol 7 -hidroksilase, yaitu enzim kunci dalam lintas katabolisme kolesterol menjadi asam empedu. Katabolisme kolesterol menjadi asam empedu akan menurunkan konsentrasi kolesterol 0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8

(21)

17

darah. Katzung (2002) menyatakan lovastatin dapat menginduksi sintesis reseptor LDL yang menurunkan jumlah LDL yang beredar di darah. Pernyataan ini diperkuat oleh Hsu et al.

(2007) yang juga menyatakan adanya hambatan terhadap faktor trasnkripsi SREBP yang mengakibatkan penghambatan biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi gen yang membentuk reseptor LDL.

Konsentrasi Kolesterol Total Darah Kelompok Esktrak (E1 dan E2)

Profil konsentrasi kolesterol darah kelompok ekstrak menjadi parameter penting yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dalam menguji khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah terjadinya hiperkolesterolemia pada tikus. Ekstrak kulit kayu mahoni yang digunakan dalam penelitian ini dibuat oleh Mardisadora (2010).

Tikus kelompok E1 di awal percobaan memiliki rataan konsentrasi kolesterol darah sebesar 64.03±11.61 mg/dL dan di akhir percobaan sebesar 102.59±13.54 mg/dL, hasil analisis perubahan konsentrasi kolesterol tersebut sebesar 65.24% dan signifikan (p=0.002). Hasil analisis menunjukkan kelompok E1 mengalami hiperkolesterolemia. Selain itu, dibandingkan kelompok HK, tidak ditemukan adanya kecenderungan dosis E1 (4.2 mg/KgBB) dalam mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah.

Belum terbuktinya khasiat ekstrak kulit kayu mahoni pada kelompok E1 terhadap penghambatan kenaikan konsentrasi kolesterol darah diduga salah satunya disebabkan oleh dosis ekstrak yang terlalu kecil (4.2 mg/KgBB). Lestari & Muchtadi 1997, diacu dalam Rahayu (2007) melaporkan bahwa pemberian ekstrak daun jati belanda dengan dosis 1 g/KgBB/hari dapat menghambat peningkatan kolesterol darah tikus hiperkolesterolemia. Bagchi et al.

(1999), diacu dalam Fki et al. (2005) melaporkan ekstrak kaya flavonoid dari biji anggur dengan dosis 50 dan 100 mg/KgBB dapat menurunkan konsentrasi kolesterol pada hamster hiperkolesterolemia masing-masing 25 dan 23%. Selain itu, pada penelitian Park

et al. (2002) dosis asam tanat dan rutin yang digunakan dalam mencegah hiperkolesterolemia masing-masing 1 gram/kgBB.

Rataan konsentrasi kolesterol total kelompok E2 yaitu kelompok yang dicekok oleh ekstrak mahoni dengan lima kali dosis tradisional pada awal dan akhir percobaan masing-masing sebesar 64.41±3 dan 86.23 ±

11.43 mg/dL. Hasil analisis peningkatan konsentrasi kolesterol sebesar 33.75 % ini signifikan.

Berbeda dengan kelompok E1, tikus pada kelompok E2 memiliki konsentrasi kolesterol darah lebih rendah dibandingkan kelompok HK (p>0.5). Walaupun tidak signifikan, pada kelompok E2 terlihat adanya kecenderungan ekstrak kulit kayu mahoni dalam mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah (35.8%).

Kemampuan ekstrak kulit kayu mahoni dalam mencegah kenaikkan konsentrasi kolesterol darah diduga karena adanya senyawa-senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak kulit kayu mahoni. Kulit kayu mahoni mengandung senyawa-senyawa fitokimia golongan fenol (flavonoid, tanin, katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin), terpenoid, alkaloid, dan saponin yang terkandung dalam ekstrak mahoni.

Flavonoid dilaporkan mempunyai kontribusi untuk menurunkan resiko penyakit jantung koroner terkait dengan kemampuannya untuk menurunkan kolesterol dan trigliserida pada serum darah tikus (Monforte et al. 1995). Selain itu beberapa senyawa flavonoid (asam tanat dan rutin) mampu menghambat kenaikan kolesterol total darah masing-masing 35.23 % dan 20.63% terhadap tikus putih hiperkolestrolemia selama 6 minggu (Park et al. 2002). Tanin di dalam tubuh berkhasiat mengendapkan mukosa protein yang ada pada permukaan usus halus, sehingga dapat mengurangi efektifitas penyerapan kolesterol dan lemak (Dalimartha 2005; Suharmiyati & Maryani 2003).

Tanin juga terbukti dapat menghambat sintesis kolesterol endogen. Chang et al.

(22)

18

hidrolisis trigliserida dalam tubuh menjadi asam lemak bebas untuk proses oksidasi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya asam lemak bebas dalam karkas hamster yang ditelitinya. Menurut Kesaniemi (1983), bobot badan memiliki korelasi positif dengan konsentrasi kolesterol darah

Selain itu adanya saponin dari turunan glikosida yang terkandung dalam ekstrak mahoni dapat menurunkan kolesterol. Penurunan ini disebabkan adanya mekanisme penghambatan penyerapan kolesterol di dalam saluran pencernaan dan menghambat penyakit kanker (Park et al. 2002); Dalimartha 2005).

Keragaman profil konsentrasi kolesterol yang tinggi antarkelompok juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak signifikannya (p=0.116) profil konsentrasi kolesterol darah antarkelompok tikus (Lampiran 10). Oleh karena itu, penambahan jumlah ulangan (jumlah tikus) antarkelompok pada penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengatasi masalah ini, sehingga khasiat ekstrak air kulit kayu mahoni sebagai pencegah hiperkolesterolemia pada tikus putih dapat terbukti secara statistik.

Gambar 11 Perubahan konsentrasi kolesterol darah.

Hubungan Lama Waktu Induksi Hiperkolesterolemia dengan Kenaikan

Konsentrasi Kolesterol Darah

Profil konsentrasi kolesterol darah tikus selama delapan minggu masa percobaan ditunjukkan oleh Gambar 10. Kenaikan kolesterol darah secara signifikan (p<0.05) untuk setiap kelompok (kecuali kelompok N) diperoleh pada minggu ke-4, 6, dan 8. Konsentrasi kolesterol tertinggi selama masa percobaan dicapai oleh kelompok E1 pada minggu ke-6 sebesar 108.71± 10.43 mg/dL sedangkan kelompok HK sebagai kelompok

kontrol hiperkolesterolemia selama masa percobaan mencapai konsentrasi kolesterol tertinggi pada minggu ke-8 sebesar 95.34 ±15.24 mg/dL.

Terdapat hal menarik dalam penelitian ini pada minggu ke-2 masa percobaan, yaitu profil kolesterol darah pada empat kelompok hiperkolesterolmia belum mengalami kenaikan, walaupun selama waktu 2 minggu keempat kelompok tersebut sudah diberi pakan kolesterol dan dicekok PTU. Namun hal ini diterangkan oleh Murray et al. (2000), yaitu kolesterol makanan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengimbangi kolesterol di dalam plasma dan beberapa minggu untuk mengimbangi kolesterol di dalam jaringan. Oleh karena itu, diduga dalam waktu dua minggu pakan kolesterol belum mampu untuk meningkatkan kolesterol darah (plasma). Walaupun demikian, hal ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilaporkan Nofendri (2004) yaitu pemberian pakan kolesterol 12,5% selama 7 hari dapat menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 181,40%. Diduga tingginya pakan kolesterol yang diberikan dapat menyebabkan cepat terjadinya kondisi hiperkolesterolemia dalam waktu yang relatif singkat.

Faktor lain yang menyebabkan belum terjadi kenaikan konsentrasi kolesterol darah pada minggu ke-2 adalah dugaan belum berfungsinya PTU sebagai pemicu hiperkolesterolemia secara endogen. Menurut Murray et al. (2000), tikus, anjing, dan kucing merupakan hewan yang resisten terhadap induksi makanan yang mengandung kolesterol, oleh karena itu tiroidektomi atau penambahan preparat tiourasil (dalam penelitian ini digunakan PTU) akan memicu meningkatnya konsentrasi kolesterol darah. Propil tiourasil (PTU) yang dicekokkan pada kelompok hiperkolesterolemia berfungsi sebagai zat antitiroid yang berfungsi merusak kelenjar tiroid. Kerusakan kelenjar tiroid ini menimbulkan kondisi hipotiroid berupa penurunan sintesis dan ekspresi reseptor LDL dihati, sehingga LDL banyak beredar di plasma dan menjadi penyebab hiperkolesterolemia (Santillo et al. 1999; Salter et al. 1996). Belum berfungsinya PTU pada dua minggu pertama ini diduga dosis PTU 0.5 mg/KgBB belum mampu untuk merusak kelenjar tiroid.

Profil konsentrasi kolesterol darah keempat kelompok hiperkolesterolemia pada minggu ke-4, 6, dan 8 mengalami kenaikan secara signifikan (p<0.05). Hal ini diduga pada minggu ke-4 sudah mulai terjadi 52,57a 34,81a 65,24a 33,75a 0 20 40 60 80

HK Lovas E1 E2

(23)

19

keseimbangan kolesterol plasma dan jaringan serta mulai menumpuknya kolesterol dihati. Menurut Grundy (1991), menumpuknya kolesterol dan lemak dihati akan mempercepat atau memicu produksi VLDL yang selanjutnya dimetabolisme menjadi IDL lalu LDL yang kaya kolesterol. Namun disisi lain terjadi hambatan balik yang menurunkan sintesis reseptor LDL di hati maupun di sel-sel (jaringan) tertentu yang mensintesis reseptor LDL. Selain itu, PTU yang diberikan pada keempat kelompok hiperkolesterolemia diduga sudah berfungsi atau sudah mampu merusak kelenjar tiroid. Faktor-faktor tersebut menyebabkan banyaknya kolesterol yang beredar di darah, sehingga konsentrasi kolesterol darah berada di atas normal yang menyebabkan terjadinya kondisi hiperkolesterolemia.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Ekstrak air kulit kayu mahoni dengan dosis 21 mg/KgBB cenderung mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah tikus sebesar 35,8% yang sebanding dengan lovastatin (33,78%) dengan dosis 0,2857 mg/KgBB. Namun, khasiat pencegahan hiperkolesterolemia ekstrak air kulit kayu mahoni tersebut belum terbukti secara statistik.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai pencegah hiperkolesterolemia. Saran yang diajukan antara lain menurunkan jumlah lemak dalam komposisi pakan kolesterol, agar jumlah kolesterol yang dikonsumsi oleh hewan coba sesuai dengan rancangan. Selain itu, besarnya keragaman konsentrasi kolesterol darah dalam penelitian ini dapat diatasi dengan memperbesar jumlah ulangan (hewan coba) dalam setiap kelompoknya. Saran lain yang diajukan adalah meningkatkan dosis ekstrak kulit mahoni yang dicekokkan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto D. 2009. Induksi kolesterol pada kelinci untuk model penelitian hiperlipidemia dan aterosklerosis [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Awika JM, Rooney LW. 2004. Sorghum phytochemicals and their potential impact on human health. Phytochem 65: 1199-1221.

Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Bogor: B2TP.

Chan PT et al. 1999. Jasmine green tea epicatechins are hypolipidemic in hamster (Mesocricetur auratus) fed a high fat diet. J Nutr 129: 1094-1101.

Chang JJ et al. 2001. The in vitro inhibitory effect of tannin derivatives on 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme a reductase on vero cells. Pharmacol 62: 224-228.

Cook RP. 1958. Cholesterol: Chemistry, Biochemistry, and Phatology. New York: Academic-Pr.

Dalimartha S. 2005. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan kolesterol. Surabaya: Penebar Swadaya.

Darusman LK, Iswantini D, Rahminiwati M, Sulistiyani, Gandasasmita Y. 2008. Fitofarmaka sebagai pencegah penyakit jantung koroner: khasiat penurun kolesterol darah dan antiaterosklerosis dari formula berbasis ekstrak daun jati belanda [laporan akhir penelitian RAPID]. Bogor: LPPM-IPB.

Devery RAM et al. 1987. A comparative study of rate limiting enzyme of cholesterol synthesis, esterification, and catabolism in the rat and rabbit. Biochem Mol Biol 87: 547-550.

Dhawan BN, Srimal LC. 1997. Laboratory Manual for Pharmalogical Evaluation of Natural Products. UNIDO.

Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008. Chemical constituents from swietenia macrophylla bark and their antioxidant activity. J Biol Sci 11: 2007-2012.

Fki I, Bouaziz M, Sahnoun Z, Sayad S. 2005. Hypocholesterolemic effect of phenolic- rich extract of chemlali olive cultivar in rats fed a cholesterol-rich diet. J Bioorg Med Chem 13: 5362-5370.

(24)

20

Getz GS, Reardon CA. 2007. Nutrition and cardiovascular disease. Atheros Thromb

27: 2499-2509.

Gianturco SH, Bradley WA, Nozaki S, Vega GL, Grundy SM. 1993. Effect of lovastatin on the level, structure, and atherogenicity of VLDL in patients with moderate hypertriglyceridemia. Atheros Thromb 13: 472-481.

Giri LN. 2008. Potensi antioksidan daun salam: kajian in vivo pada tikus hiperkolesterolemia dan hiperglikemia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Grundy SM. 1991. Multifactorial ethiology of hypercholesterolemia: implication for prevention of coronary heart disease.

Atheros Thromb 11:1619-1635.

Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry Third Edition. California: Elsevier-Pr.

Herliana E, Sitanggang M. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Kolesterol Tinggi. Jakarta: Agro Media.

Herpandi. 2005. Aktivitas hipokolesterolemik pada tikus hiperkolesterolemia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hitner H, Nagle B. 1999. Basic Pharmacology 4th Edition. Columbus: Mc Graw-Hill-Pr.

Hsu MH, Savas O, Griffin KJ, Johnson EF. Regulation of human cytochrome P450 4F2 by sterol regulatory element-binding protein and lovastatin. J Biol Chem 282: 5225-5236.

Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed Ke-8. Jakarta: Salemba Medika.

Kesaniemi. 1983. Increased low density lipoprotein production associated with obesity. J Clin invest. 76: 586-595.

Kwiterovich PO Jr. 2000. The metabolic pathway of high-density lipoprotein, low-density lipoprotein, and triglycerides. Am J Cardiol 86: 5-10.

Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. 2006. Drug Information Handbook. New York: AphA Lexi-Comp’s.

Lehninger AL, Nelson DL, Cox MM. 2005.

Principles of Biochemistry. New York: Worth Publishers.

Lu F. 2006. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko. Nugroho, penerjemah. Jakarta: UI-Pr. Terjemahan dari: Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk Assesment.

Maiti A, Dewanjee S, Mandal SC. 2007. In vivo evaluation of antidiarrhoeal activity of the seed of Swietenia macrophylla King.

(Meliaceae). J Pharmacol Res 6: 711-716.

Mahfouz MM, Kummerow FA. 2000. Cholesterol-rich diet have different effect on lipid peroxidation, cholesterol oxide, and antioxidant enzyme in rat and rabbit. J Nutr Biochem 11: 293-302.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989.

Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: PAU IPB.

Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi antioksidan ekstrak kulit batang mahoni. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Masuda J, Ross R. 1990. Atherogenesis during low level hypercholesterolemia in the nonhuman primate. Arterios 10: 164-177.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002.

Perancangan Percobaan Jilid 1 Edisi ke-2 dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB-Pr.

Mayhew JE, Newton AC. 1998. The Silviculture of Mahogany. New York: CABI Publishing.

Merck. 2005. Tablets Mevacor (Lovastatin). USA: Merck.

Momuat LI, Sulistiyani, Khomsan A, Sajuthi D. 2001. Minyak sawit mempercepat regresi aterosklerosis aorta pada kelinci hiperkolesterolemia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(25)

21

Monforte MT et al. 1995. Biological effect of hesperidina citrus flavonoid (note II): Hypolipidemic activity on experimental hypercholesterolemia in rat. J Pharmachol

9: 595-599.

Muchtadi D, Palupi NS. 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber, Fungsi, dan Kebutuhan bagi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Murray KM, Daryl KG, Peter AM, Victor WR. 2000. Biokimia Harper. Andry Hartono, penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry.

Nofendri. 2004. Pengaruh pemberian beta glukan dari Saccharomyces cereviseae

terhadap kadar LDL dan HDL darah tikus putih [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nurwahyunani A. Efek ekstrak daun sambung nyawa terhadap kadar kolesterol LDL dan kolesterol HDL darah tikus diabetik akibat induksi streptozotocin [skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Park SY et al. 2002. Effect of rutin and tannic acid supplements on cholesterol metabolism in rats. J Nutr 22: 283-295.

Rahayu YS. 2007. Khasiat ekstrak ramuan daun jati belanda terhadap konsentrasi kolesterol hati tikus yang hiperlipidemia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, institut Pertanuan Bogor.

Richmond W. 1973. Preparation and properties of a cholesterol oxidase from

Nocardia sp. and its application to the enzymatic assay of total cholesterol in serum. Clin Chem. 19: 1950-1956.

Saimee SM. 2003. Screening of lovastatin production by filamentous fungi. J Biomed

7: 29-33.

Salahat MA, Farah HS, Al Degs Y. 2002. Importance of HDL cholesterol as predictor of coronary heart disease in jordan population: the role of HDL-subfraction in reverse cholesterol

transport. Pakistan J of Biol Sci 5: 1189-1191.

Salter AM, David AW. 1996. Effect of dietary fat on cholesterol metabolism: regulation of plasma LDL concentrations. J Nutr 9: 241-257.

Santillo M et al. 1999. Dietary and hypothyroid hypercholesterolemia induces hepatic apolipoprotein E expression in the rat: direct role cholesterol. Fed of Eur Biochem Soc 463: 83-86.

Suharmiati, Maryani H. 2003. Khasiat dan Manfaat jati Belanda si Pelangsing tubuh dan Peluruh Kolesterol. Depok :

Agromedia Pustaka.

Suhesti TS, Dhadhang WK, Nuryanti. 2007. Penjaringan senyawa antikanker pada kulit batang kayu mahoni (Swietenia mahogani Jacg) dan uji aktivitasnya terhadap larva udang Arthemia salina

Leach. J ilmiah Keperawatan 3: 155-162.

Tan SK, Osman H, Wong KC, Boey PM. 2009. New Phragmalin-type limonoids from Swietenia macrophylla King. Food Chem 115: 1279-1285.

Tebib K, Besancon P, Rouanet JM. 1994. Dietary grape seed tannins affect lipoproteins, lipoprotein lipases and tissue lipids in rats fed hypercholesterolemic diets. Food Chem 49: 403–405.

Tsujii S, Kuzuya H. 2004. The significance of lifestyle as a risk factor for the metabolic syndrome. Nippon Rinsho 62: 1042-1052.

Gambar

Gambar 2  Metabolisme kolesterol (Lehninger 2005).
Gambar 4  Propiltiourasil (PTU).
Gambar 6  Pohon mahoni (S. Macrophylla           King.).
Gambar 7  Bobot badan tikus pada masa adaptasi.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisa Kekuatan memanjang kapal Dari gambar rencana garis diatas dibuat model 3D dari lambung kapal untuk kemudian dilakukan analisa kekuatan memanjang kapal

[r]

[r]

Dari hasil pengujian ini menyatakan bahwa model regresi yang digunakan layak sebagai metode perhitungan dalam penelitian ini, karena semua variabel independen ( Debt To Equity

Realita menunjukkan bahwa pembelajaran kosakata bahasa Arab di TK MTA 1 Semanggi Pasar Kliwon Surakarta masih rendah, ini menunjukkan bahwa minat anak untuk mengikuti

Tabel 5.Tingkat Pengetahuan tentang Antibiotik pada Pengunjung Apotek di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Berdasar Pendidikan Terakhir. Kategori Persentase responden

bahwa dalam rangka peningkatan pengembangan kota Martapura, diperlukan suatu penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan peranan

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan mengenai pertimbangan hakim dalam menentukan putusan perceraian serta untuk mendeskripsikan mengenai