• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

(LMDH WANA BUMI TIRTA MAKMUR, DESA

BANJARANYAR, BKPH MARGASARI, KPH BALAPULANG,

PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH)

SURATIYANINGRUM

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

(LMDH WANA BUMI TIRTA MAKMUR, DESA

BANJARANYAR, BKPH MARGASARI, KPH BALAPULANG,

PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH)

SURATIYANINGRUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

SURATIYANINGRUM. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah . Dibimbing oleh YULIUS HERO.

Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Adanya peningkatan permintaan p asar dan kebutuhan masyarakat sekitar hutan akan lahan yang terus meningkat untuk keberlanjutan hidup mereka, membuat Perum Perhutani mengadakan sistem pengelolaan sumber daya hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap program PHBM dan memperoleh informasi mengenai tingkat kesejahteraan peserta PHBM setelah mengikuti program PHBM.

Pemilihan responden dilakukan dengan cara sample acak sederhana (simple random sampling) yang berjumlah 30 responden. Analisis mengenai persepsi responden mengacu kepada skala Likert dan dihitung menggunakan rumus statistik dasar serta dibantu dengan aplikasi “Descriptive Statistic “Frequencies” pada software SPSS 17, sedangkan untuk analisis hubungan pendapatan responden sebelum dan sesudah mengikuti program PHBM diuji dengan menggunakan aplikasi “Compare Means “Paired-Samples T Test” atau Uji-t dalam software SPSS 17.

Program PHBM membantu meningkatkan pendapatan masyarakat desa hutan yang menjadi pesanggem dan telah bergabung dalam suatu LMDH yang bekerjasama dengan pihak Perum Perhutani untuk mengikuti program PHBM. Pendapatan tersebut meningkat >50% dari Rp. 9.200.450,-/tahun menjadi Rp. 14.495.950,-/tahun melalui cara penyediakan lahan oleh Perum Perhutani setempat yang boleh digarap oleh masyarakat sekitar hutan melalui sistem tumpangsari. Masyarakat desa sekitar hutan merasakan manfaat yang besar dengan dilakukannya program PHBM, oleh karena itu sebagian besar masyarakat desa mempunyai persepsi baik terhadap program PHBM dengan persentasi sebesar 43,3%, disusul dengan persepsi sedang dengan persentase 36,7% dan persepsi rendah dengan persentase 20%. Program PHBM turut membantu perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Pendapatan Menurut dua kriteria kesejahteraan, yaitu Garis Kemiskinan Sajogyo dan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tegal, sebagian besar pesanggem dikategorikan tidak miskin dengan presentase 100% menurut Garis Kemiskinan Sajogyo dan 56,67% menurut UMR Kab.Tegal.

(4)

SUMMARY

SURATIYANINGRUM. The Evaluation of Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Program Implementation Wana Bumi Tirta Makmur, Banjaranyar village, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Central Java. Supervised by YULIUS HERO.

Perum Perhutani as a state-owned companywho mandated to manage state forests are required to give great attention to the socio-economic problems of society, especially the rural people who mostly live arround the forest. An increase in market demand and the needs of the people who lives arround the forest for land that continue to increase for the sustainability of their lifes, making Perum Perhutanito conduct the forest resource management systems that involve the community who lives arround the forest with a system of Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).The purpose of this study is to analyze the public perception of PHBM program and obtain the information about the welfare level of the PHBM participants after join the PHBM program.

The selection of respondents was done by a simple random sampling, which amounted to 30 respondents. An analysis of the respondents perception referred to the Likert scale and calculated using the basic statistic formula and assisted with the "Descriptive Statistics" Frequencies" application in SPSS 17, while for the analysis forthe relationship of respondents' income before and after participating in PBHM program was tested by using the "Compare Means "Paired -Samples T Test" applicationor the t-test in SPSS 17 software.

PHBM program help to increase the income of rural forest communities whobecomes a pesanggemand have join in LMDH whichhold a partnership with the party of PerumPerhutani to participate in PHBM program. That income increase> 50% from Rp. 9,200,450, -/year to Rp. 14,495,950, -/year through the land provision by the local Perum Perhutani which can be tilled by the communities around the forest through the intercropping system. Villagers around the forest feel a huge benefit with the PHBM program, therefore the majority of the villagers have a good perception of the PHBM program with a percentage of 43.3%, followed the percentage of medium perception is36.7% and the percentageof low perception is 20 %. PHBM program also help the economy and improve the rural forest community welfare. The income according to the two criteria of welfare, the Sajogyo Poverty Line and the Tegal regency local minimum wage, most pesanggem not considered poor with percentage of 100% according to the Sajogyo Poverty Line and 56.67% by Tegal regency local minimum wage.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah” adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Nama Mahasiswa : Suratiyaningrum

NIM : E14080106

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr. Ir. Yulius Hero, Msc NIP 19650707 199003 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal Jawa Tengah, pada tanggal 15 November 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Suharno,SH dan Ina Mardiyati. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Islam Kemerdekaan Jakarta Pusat (1994-1996), SD Negeri Cibuluh I Bogor (1996-2002), SMP Negeri 2 Bogor (2002-2005), dan SMA PGRI 4 Bogor (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai Mahasiswa Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melelui jalur Seleksi Nasional Masuk Penerimaan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di dalam Agria Swara IPB tahun 2008, Himpunan profesi Manajemen Hutan atau Forest Management Student Club (FMSC) sebagai anggota divisi PSDM tahun 2009, PC. SYLVA Indonesia Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2009, LK (Lembaga Kemahasiswaan) Masyarakat Roempoet Fakultas Kehutanan IPB 2009. Pada tahun 2010, mengikuti Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Sancang-Papandayan. Tahun 2011 megikuti Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan tahun 2012 Praktek Kerja Lapang di KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di IPB, seperti Temu Manajer, Forester Cup, Lomba Menggambar dan Mewarnai Piala Rektor IPB, IPB Art Contest, Seminar Kehutanan dan Seminar Publikasi Hasil Kegiatan FMSC.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur hanya dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Berbagai bantuan dan dukungan telah penulis dapatkan dari berbagai pihak selama proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dengan rasa hormat kepada:

1. Keluarga tercinta, Bapak (Suharno,SH), Ibu (Ina Mardiyati), dan Adik-adikku tersayang (Riska Dwi Anggraeni dan Harindra Rifqy Tri Utama) yang telah memberikan kasih, doa, senyuman dan semangatnya.

2. Bapak Dr. Ir. Yulius Hero, MSc selaku dosen pembimbing skripsi atas semua bimbingan, saran dan arahan yang telah diberikan.

3. Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS selaku Ketua Sidang dan Bapak Dr. Ir. Nyoto Santoso, MS dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata selaku Dosen Penguji.

4. Keluarga Besar KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang telah memberi bantuan selama Praktek Kerja Lapang dan penelitian.

5. Sahabat Praktek Kerja Lapang, Hesti Septianingrum dan Hapriza Aprilia. 6. Sahabat seperjuangan Fauziah Dwi Hayati, Anggi Hapsari, Siti Hanafia H dan

Ade Anggraini untuk setiap dukungan, bantuan, dan doa yang diberikan serta Destika Restyani, Tia Lia Agustina, Amelia Restaning, Andita Ramadhanty, Mayang Bogawa yang membantu dalam pengolahan data skripsi.

7. Keluarga Besar Fahutan IPB khususnya MNH 45 atas segala dukungan dan untuk kenangan indah selama masa kuliah dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan rangkaian kegiatan perkuliahan sampai terselesaikannya karya ilmiah dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah”. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Yulius Hero, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan nasihat dan arahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini, sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(10)

DAFTAR ISI

2.1 Pengelolaah Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ... 5

2.1.1 Pengertian Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) .... 5

2.1.2 Jiwa dan Prinsip Dasar ... 5

2.6 Kesejahteraan Masyarakat ... 10

III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 15

3.3 Sasaran Penelitian ... 15

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 15

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 16

3.5.1 Uji-T (Compare Means ”Paired-Sample T Test”) untuk Mengetahui Hubungan antara Penghasilan Anggota LMDH Sebelum dan Sesudah Mengikuti PHBM ... 18

3.5.2 Tingkat Kesejahteraan ... 18

IV KEADAAN UMUM LOKASI ... 20

4.1 Kondisi Umum KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ... 20

4.1.1 Letak, Luas, dan Batas Wilah Areal Kerja ... 20

4.1.2 Pembagian Wilayah ... 20

(11)

4.1.4 Jenis Tanah dan Geologi ... 21

4.1.5 Daerah Aliran Sungai ... 21

4.1.6 Keadaan Hutan ... 21

4.1.7 Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 22

4.2 Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani KPH Balapulang ... 22

4.3 Kondisi Umum Desa Banjaranyar ... 24

4.3.1 Kondisi Topografi ... 24

4.3.2 Kondisi Demografi ... 24

4.3.3 Kondisi Ekonomi dan Potensi Desa ... 25

4.4 Gambaran Umum Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Bumi Tirta Makmur KPH Balapulang ... 27

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Karakteristik Responden ... 29

5.1.1 Umur Responden ... 29

5.1.2 Pendidikan Responden ... 30

5.1.3 Ukuran Keluarga Responden ... 31

5.1.4 Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Responden ... 32

5.1.5 Luasan yang Dikelola dan Jenis Tanaman ... 34

5.1.6 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 35

5.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program PHBM ... 36

5.2.1 Tingkat Persepsi ... 36

5.3 Penghasilan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden... 39

5.3.1 Penghasilan Rumah Tangga Responden ... 39

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 40

5.5 Tingkat Kesejahteraan Petani Hutan ... 41

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria tingkat kemisikinan menurut Sajogyo ... 11

2. Skor pertanyaan mengenai persepsi program PHBM ... 17

3. Kategori tingkat persepsi... 17

4. Kriteria garis kemiskinan Sajogyo dan UMR Kab.Tegal ... 18

5. Bagian Hutan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ... 20

6. Luas BKPH di KPH Balapulang di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ... 20

7. Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur responden ... 29

8. Tingkat pendidikan responden ... 31

9. Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti ... 32

10. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan ... 34

11. Hasil persentase persepsi anggota LMDH terhadap Program PHBM ... 38

12. Penghasilan rumah tangga sebelum dan sesudah mengikuti Program PHBM ... 39

13. Hubungan penghasilan responden sebelum dan sesudah mengikuti program PHBM menggunakan Paired Samples Correlations (T-Test) ... 40

14. Jenis pengeluaran rumah tangga responden ... 40

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Kondisi rumah pesanggem dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu 25 2. KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (a) dan LMDH

Wana Bumi Tirta Makmur (b) ... 26 3. Padi gogo yang ditanam pada lahan Perhutani yang belum ditanami

kembali (a) dan tanaman jagung (yang mongering karena kemarau)

ditanam dilahan yang bertegakan jati muda (b) ... 27 4. Bagan struktur kepengurusan LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (a),

Dokumentasi kegiatan LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (b), Kegiatan aktif produktif LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (c), dan Motto LMDH Wana Bumi Tirta Makmur. “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera (d) .... 29 5. Tanaman Pagi Gogo Pada Lahan Perum Perhutani (a) dan Tanaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Identitas responden... 49 2. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden Sebelum dan

Setelah Mengikuti Program PHBM ... 51 3. Hasil Hubungan Pengaruh Pendapatan Anggota LMDH Sebelum dan

Sesudah mengikuti Program PHBM Menggunakan Compare Means

“Paired-Samples T Test” Program SPSS Statistic 17 ... 54 4. Hasil Persentase Persepsi Anggota PHBM Terhadap PHBM

Menggunakan Descriptive Statistic “Frequencies” Program SPSS

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan merupakan sebuah kawasan yang perlu dijaga dan dikelola kelestariannya karena di dalamnya terdapat fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial yang membawa pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Selain itu, hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui sehingga keberadaannya akan tetap terjaga apabila dikelola secara lestari. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan.

Jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pulau Jawa merupakan pulau yang paling padat penduduknya yang memiliki luasan hanya 6% dari luas wilayah Indonesia, tetapi 60% dari jumlah penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Interaksi antara masyarakat dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan peduli dengan masyarakat di sekitar hutan.

(16)

Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2001). Adanya program PHBM sejalan pula dengan Visi Perum Perhutani yakni menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan Misi Perum Perhutani antara lain membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, professional dan handal serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan perekonomian masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan (Kusumo 2009).

Pengelolaan hutan di Pulau Jawa dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami tantangan yang cukup berat, baik internal maupun eksternal. Kondisi internal perusahaan perlu disikapi secara arif dan bijaksana serta profesional guna memenuhi tuntutan perkembangan pengelolaan hutan melalui perencanaan akomodatif/terpadu guna keberlanjutan pengelolaan sumber daya hutan. Sedangkan faktor eksternal adalah dinamika sosial ekonomi masyarakat, dimana telah terjadi reformasi di segala bidang serta timbulnya tatanan baru dalam pemerintahan (otonomi daerah) yang mempunyai dampak yang cukup besar pengaruhnya dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya hutan (DPPL KPH Balapulang 2011).

Fenomena tersebut telah disikapi oleh Perum Perhutani KPH Balapulang dengan merubah paradigma pengelolaan sumber daya hutan dari paradigma lama yang cenderung sentralistik dan eksploitatif ke paradigma baru yang menekankan keberpihakan kepada masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang didalamnya mengandung prinsip berbagi (sharing) sebesar 25% dari hasil hutan yang didapat Perhutani/KPH Balapulang sesuai daerah/kawasan pengelolaannya.

(17)

implementasi, monitoring dan evaluasi berkelanjutan dapat terus dilakukan dan dioptimalkan.

Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dilakukan dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagi dalam pemanfaatan waktu, berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam mewujudkan visi dan misi Perum Perhutani sebagai pihak pengelola sumberdaya hutan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengelolaan hutan pihak Perhutani membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan (pesanggem/ penggarap) melalui program PHBM. Selain untuk mewujudkan visi dan misi Perum Perhutani, program PHBM bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan yang bergantung terhadap lahan perum perhutani dengan mengelola lahan yang telah disediakan perum perhutani untuk dikelola dan ditanami tanaman palawija dengan sistem tumpangsari di bawah tegakan jati yang masih berumur muda.

Masyarakat desa hutan yang dimasudkan adalah para Kelompok Tani Hutan (KTH) atau penggarap atau pesanggem yang menjadi anggota aktif Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dalam suatu wilayah kerja Perum Perhutani. Petani ini sangat bergantung terhadap lahan Perum Perhutani karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri untuk dikelola dan ditanami tanaman pertanian dan kegiatan ini sebagian besar merupakan pekerjaan utama mereka. Selain karena faktor pekerjaan, para petani pun memiliki interaksi yang kuat terhadap hutan yaitu mereka secara sengaja turut menjaga tanaman Perum Perhutani baik dari gangguan hewan ternak maupun dari para pencuri kayu hutan pada lahan yang mereka kelola. Dengan demikian Perum Perhutani turut membantu mensejahterakan masyarakat desa hutan dengan memperbolehkan masyarakat sekitar hutan mengelola lahan milik Perum Perhutani.

(18)

menjaga hutan. Pesanggem pada LMDH Wana Bumi Tirta Makmur KPH Balapulang, telah melakukan kewajibannya untuk tetap menjaga tegakan muda yang ada pada lahan garapan mereka.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di LMDH Wana Bumi Tirta Makmur BKPH Margasari KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses pelaksanaan program PHBM dan peran serta masyarakat dalam program PHBM di Kawasan Hutan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

2. Memperoleh informasi karakteristik pesanggem yang menjadi Peserta PHBM. 3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap program PHBM.

4. Memperoleh informasi mengenai pendapatan Peserta PHBM.

5. Memperoleh informasi tentang tingkat kesejahteraan Peserta PHBM.

1.3Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai penerapan sistem PHBM di LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

2.1.1 Pengertian Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai kelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional (Perum Perhutani 2001). Pengelolaan sumberdaya hutan adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan, dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam (Perhutani 2009).

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan atau ruang, pemanfaatan waktu pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Dalam setiap pengelolaan hutan, disusun program yang dapat dikerjasamakan dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) antara lain bidang perencanaan, pembinaan sumberdaya hutan, produksi, pemasaran dan industri, keamanan hutan, keuangan dan sumberdaya manusia.

2.1.2 Jiwa dan Prinsip Dasar

Jiwa PHBM adalah kesediaan perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan (stakeholder) utuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat sesuai kaidah-kaidah berikut :

1. Keseimbangan : ekologi, sosial, dan ekonomi 2. Kesesuaian : kultur dan budaya setempat 3. Keselarasan : pembangunan wilayah atau daerah 4. Keberlanjutan : fungsi dan manfaat SDH

(20)

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat merupakan kebijakan Perum Perhutani yang menjiwai strategi, struktur, dan budaya perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan (Perhutani 2009). PHBM dilaksanakan dengan prinsip dasar Perum Perhutani, Masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan. PHBM dilakukan dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, waktu, dan berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung berdasarkan kepada Keadilan dan demokratis, Keterbukaan dan kebersamaan, Pembelajaran bersama dan saling memahami, Kejelasan hak dan kewajiban, Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, kerjasama kelembagaan, perencanaan partisipatif, Kesederhanaan system prosedur, Kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah dan keanekaragaman sosial budaya, dimana Pemerintah bertindak sebagai fasilitator.

Adapun prinsip dasar dalam PHBM (Perhutani 2009) adalah sebagai berikut :

1. Prinsip keadilan dan demokratis 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan

3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami 4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban

5. Prinsip pemberdayaan ekonomi keralyatan 6. Prinsip kerjasam kelembagaan

7. Prinsip perencanaan partisipatif

8. Prinsip kesderhanaan sistem dan prosedur 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator

10. Prinsip pengelolaan dan karakteristik wilayah

2.1.3 Maksud dan Tujuan

(21)

ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional guna mencapai visi dan misi perusahaan.

PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan.

Tujuan PHBM menurut Awang (2004) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan tanggung jawab Perhutani, masyarakat Desa Hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan

2. Meningkatan peran Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelola sumberdaya hutan

3. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembanguna wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan

4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah 5. Meningkatkan pendapatan Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang

berkepentingan secara simultan.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat merupakan sebuah sistem yang melibatkan beberapa pihak. Menurut Kuncoro (2007), apapun tujuannya, keberhasilan sebuah sistem sangat tergantung pada peran kita sebagai komponen aktif yang menggerakan sistem. Peran itu sebenarnya sangat sederhana yaitu bersedia bekerjasama dengan komponen lain di dalam sistem. Sistem apapun akan gagal kalau kita hanya mementingkan diri sendiri, hanya ingin menang sendiri, dan mengabaikan kepentingan bersama.

2.1.4 Hak dan Kewajiban

Masyarakat desa hutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat mempunyai hak, sebagai berikut :

(22)

2. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikannya.

Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat mempunyai kewajiban, sebagai berikut :

1. Bersama dengan Perum Perhutani dan pihak yang berkepentingan melindungi, menjaga, dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya.

2. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya.

2.2 Masyarakat Desa Hutan

Desa Hutan didefinisikan sebagai wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan, atau disekitar kawasan hutan (Perum Perhutani 2001). Masyarakat desa hutan adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan pihak yang berkepentingan adalah pihak-pihak yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM selain Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan, yaitu Pemerintah, LSM, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Donor.

Menurut Soejarwo (1998), masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang pada umumnya merupakan suatu masyarakat zona sosial ekonomi yang berada di dalam dan sekitar hutan.

(23)

2.3 Kelompok Tani Hutan 2.3.1. Pengertian

Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha di bidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota dan ikut serta melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari-pleh-untuk anggota (Swadaya 1998).

Menurut Perhutani (1992) Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah wadah pembinaan anggota Kelompok Pelestarian Hutan Sosial (yang telah diseleksi oleh KPPS berdasarkan kriteria tertentu) yang terlibat dalam kegiatan pembangunan hutan (reboisasi/wanatani).

2.3.2 Tujuan

Menurut Swadaya (1988) sebagai perkumpulan orang disekitar hutan mempunyai tujuan, sebagai berikut :

1. Membina dan mengembangkan usaha anggota di bidang : proses produksi, pengelolaan, dan pemasaran hasil usaha,

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota,

3. Ikut serta membangun dan melestarikan hutan melalui kerjasama dengan Perum Perhutani,

4. Memberikan pelayanan/menyalurkan kepada anggota yang menyangkut kebutuhan,

5. Usaha produktif, misalnya dalam hal usaha tani : pupuk, insektisida, dan alat-alat pertanian,

6. Meningkatkan kesejahteraan anggota, merupakan tujuan akhir terbentuknya Kelompok Tani Hutan.

2.4 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

(24)

kemitraan. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Dalam pedoman PHBM Perhutani (2009), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan.

2.5 Persepsi

Menurut Muchtar (1998) dalam Cindera (2012), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungannya dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Persepsi manusia akan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari diri pribadi yang dapat mempengaruhi pola pikirnya terhadap suatu obyek atau permasalahan tertentu.

Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motifasi untuk memberikan respon atau melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan panafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh (Sudrajat 2003).

2.6 Kesejahteraan Masyarakat

(25)

luar, baik pemerintah maupun swasta. Empat aspek kesejahteraan pedesaan yakni:

1. Tingkat kehidupan fisik keluarga pedesaan, yang sangat bergantung pada penghasilan keluarga dan berarti bergantung pada perkembangan pertanian. 2. Kesejahteraan dan kegiatan-kegiatan bersama di desa, yaitu ketentraman dan

kegiatan kelompok yang meliputi hukum dan ketertiban, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kelompok informal.

3. Kesempatan untuk ikut serta mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa kekeluargaan dan kemasyarakatan.

4. Peraturan-peraturan dan Undang-undang yang mengurus tentang hak-hak manusia atas penggunaan tanah

Kesejahteraan merupakan hal yang mempunyai keterkaitan dengan kemiskinan. Garis Kemiskinan yang paling dikenal ialah garis kemisikinan Sajogyo. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, mengacu kepada garis kemiskinan Sajogyo (1971) dalam BPS (2008). Dengan menghitung tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun (kg) pada pedesaan, dengan kriteria sebagai berikut yang tersaji pada Tabel 1 :

Tabel 1 Kriteria tingkat kemisikinan menurut Sajogyo

Nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras Kriteria per orang per tahun (kg)

>320 Tidak Miskin (TM)

241-320 Miskin (M)

181-240 Miskin Sekali (MS)

0-180 Paling Miskin (PS)

Tetapi dalam menentukan tingkat kemiskinan, hanya dibutuhkan satu garis kemiskinan yaitu garis yang memisahkan kriteria miskin dan tidak miskin, garis kemiskinan tersebut yaitu 320, dimana jika nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun (kg) ≤ 320 maka dikategorikan miskin, namun apabila nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun (kg) > 320 maka dikategorikan tidak miskin.

(26)

Tegal, dimana diketahui batas dalam mengukur tingkat kemiskinan masyasrakat Kabupaten Tegal dilihat dari pendapatan yang didapatkan perbulannya yaitu sebesar Rp 780.000,00 maka jika pendapatan seseorang perbulannya dibawah batas yang telah ditentukan dapat dikatakan miskin, namun sebaliknya apabila pendapatan seseorang perbulannya diatas nilai yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan tidak miskin.

Menurut BPS (2008), indikator kesejahteraan adalah sebagai berikut: 1. Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.

2. Kesehatan dan gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan atau status gizi.

3. Pendidikan

Indikator ini merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang meyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dikatakan masyarakat tersebut semakin sejahtera.

(27)

Indikator ini merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk mencapai kepuasaan tetapi juga untuk memenuhi perekonomiaan rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

5. Taraf dan pola konsumsi.

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemetaan yang telah tercapai. Data pengeluaran pun mengungkapkan tentang pola konsusmsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.

6. Perumahan dan lingkungan.

Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban).

7. Sosial dan budaya

Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat kabar.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang. Desa Banjaranyar merupakan salah satu desa yang mengikuti program Pengelolahan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di bawah KPH Balapulang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Tipe Tipologi Desa ini merupakan desa sekitar hutan, tetapi sebagian besar masyarakatnya bermata-pencaharian sebagai petani.

Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti karena merupakan lokasi Praktek Kerja Lapang (PKL) Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB periode I, selain itu sebagian besar masyarakat pada desa ini mempunyai mata pencaharian sebagai petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan yang akan mereka olah. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat tersebut tidak memiliki lahan sendiri untuk mereka tanami. Bersamaan dengan keadaan tersebut, Perum Perhutani memiliki program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yaitu Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang salah satu kegiatannya dilakukan dengan sistem Tumpangsari, dimana masyarakat sekitar hutan diperbolehkan menggunakan lahan perhutani untuk ditanami tanaman palawija.

Berdasarkan hal tersebut, maka lokasi ini dirasakan relevan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai bulan Maret 2012.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

(29)

Bumi Tirta Makmur Desa Banjaranyar KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

3.3Sasaran Penelitian

Sasaran peneliti adalah anggota Kelompok Tani Hutan (KTH)/pesanggem yang aktif menggarap lahan Perum Perhutani dan merupakan anggota aktif dari suatu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang terikat dengan Perum Perhutani KPH Balapulang dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Banjaranyar, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara terhadap responden dan didukung dengan pendekatan kuantitatif dimana terdapat point atau angka yang dapat diolah dan diketahui nilainya untuk menentukan sebuah pernyataan. Hal ini dilakukan sebagai upaya memperkaya data dan untuk lebih memahami fenomena sosial terhadap hal yang diteliti. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan metode triangulasi dan metode survey dengan kuisioner untuk kuantitatif. Metode triangulasi terdiri dari beberapa bagian yaitu observasi lapang, wawancara mendalam, dan studi dokumen berupa data-data yang diperoleh dari Perum Perhutani dan LMDH Wana Bumi Tirta Makmur. Populasi sampling penelitian ini adalah petani hutan/pesanggem, yang merupakan anggota aktif Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Bumi Tirta Makmur dan aktif menggarap lahan Perum Perhutani.

(30)

dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dari kegiatan masyarakat dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan yang diselenggarakan di desa.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden, yaitu peserta PHBM dan masyarakat sekitar, dengan cara mengikuti kegiatan yang sedang dilaksanakan seperti pertemuan dan diskusi. Data tersebut meliputi :

a. Keterangan Rumah Tangga : Nama, Umur, Agama, Pendidikan, Status dalam PHBM, jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian.

b. Pendapatan Rumah Tangga : jumlah pendapatan dari kepala rumah tangga selama 1 bulan yang berpartisipasi dalam PHBM.

c. Kuisioner mengenai persepsi pesanggem terhadap program PHBM.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data mengenai keadaan desa yang diperoleh dari kantor desa, kecamatan dan instansi yang terkait. Data tersebut meliputi :

a. Keadaan umum lokasi : letak, keadaan fisik lingkungan (keadaan tanah dan topografi) dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Data ini diperoleh dari Perum Perum Perhutani dan Kantor Kepala Desa Banjaranyar Kabupaten Tegal.

b. Monografi Desa Banjaranyar : umur, jenis kelamin, mata pencaharian, jumlah penduduk. Data ini diperoleh dari Kantor Kepala Desa Banjaranyar Kabupaten Tegal.

3.5 Teknik Pengolahan dan Metode Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data tentang persepsi dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

(31)

dengan menggunakan skala Likert yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda, kemudian hasil diolah pada Microsoft Excel dan makin dipertegas dengan menggunakan program SPSS 17, dengan menggunakan aplikasi Descriptive Statistic “Frequencies”. Untuk mengukur persepsi, masing-masing pertanyaan memiliki skor seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Skor pertanyaan mengenai persepsi program PHBM

No Kategori Skor

1 Ya 2

2 Cukup 1

3 Tidak 0

Tabel 3 Kategori tingkat persepsi

No Kategori Skor

1 Baik 20-22

2 Sedang 18-19

3 Buruk 14-17

Analisa data kuantitatif diolah menggunakan microsoft excel untuk mempermudah peneliti dalam menginput dan mengolah data, data dikelompokan menjadi dua bagian yaitu data untuk memperlihatkan dan mendeskripsikan fenomena yang akan dijelaskan dan data untuk dikelompokan kedalam variable-variabel yang akan akan dilihat hubungannya merujuk pada hipotesa yang sudah ada. Apabila data-data kuantitatif yang telah disusun sudah mencapai target peneliti, selanjutnya data diolah menggunakan program SPSS 17, dengan menggunakan aplikasi Descriptive Statistic “Frequencies” dan aplikasi Compare Means “Paired-Samples T Test”. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif sebagai pendukung dengan mengutuip hasil wawancara mendalam dengan responden atau informan dan disampaikan secara deskriptif dalam memperjelas hasil penelitian.

(32)

tertentu yang bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang dilakukan dengan kuisioner maupun pengamatan.

3.5.1 Uji-T (Compare Means “Paired-Samples T Test”) untuk Mengetahui Hubungan antara Penghasilan Anggota LMDH Sebelum dan Sesudah Mengikuti PHBM

Analisis hubungan antara penghasilan anggota LMDH sebelum dan sesudah mengikuti PHBM dilakukan untuk mengetahui apakah penghasilan responden meningkat setelah mengikuti program PHBM. Analisis ini diuji menggunakan Uji-t pada program SPSS 17. Adapun hipotesis statistik adalah sebagai berikut :

H0 : Terdapat peningkatan penghasilan responden setelah mengikuti program

PHBM.

H1 : Tidak ada peningkatan penghasilan responden setelah mengikuti program

PHBM.

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan Uji-T dengan pengujian menggunakan program SPSS 17. Jika didapat nilai Sig.<α (0,05) maka terima H0

yang berarti terdapat peningkatan penghasilan responden setelah mengikuti program PHBM. Apabila nilai Sig.>α, maka H0 ditolak yang berarti tidak ada

peningkatan penghasilan responden setelah mengikuti program PHBM.

3.5.2 Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan pesanggem diukur melalui dua pendekatan yaitu menurut Sajogyo dan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tegal, berikut data yang tersaji dalam Tabel 4 :

Tabel 4 Kriteria garis kemiskinan Sajogyo dan UMR Kabupaten Tegal

(33)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Umum KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 4.1.1 Letak, Luas, dan Batas Wilayah Areal Kerja

KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah terletak pada 6o 48 LS sampai dengan 7o12 LS dan 108 o13 BT sampai dengan 109o 8 BT. KPH Balapulang memiliki luas kawasan 29.790,13 Ha yang terbagi kedalam dua wilayah Kabupaten yaitu Hutan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes memilikki luas kawasan 22.920,68 Ha (75%) yang meliputi Kecamatan Banjarharjo, Losari, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Tonjong, Bumiaya, Bantarkawung. Kabupaten Tegal dengan luas kawasan 6.869,45 Ha (25%), yang terdiri dari Kecamatan Pagerbarang, Balapulang, Margasari, dan Bumijawa.

Adapun batas wilayah areal kerja KPH Balapulang adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Pemalang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

c. Sebelah Selatan : KPH Pekolangan Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kabupaten Tegal

d. Sebelah Barat : KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Kabupaten Kuningan.

4.1.2 Pembagian Wilayah

(34)

Tabel 5 Bagian Hutan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Sedangkan dalam pembagian wilayah kerjanya, pengelolaan hutan KPH Balapulang terbagi ke dalam 6 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Jumlah BKPH dan luas masing-masing tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Luas BKPH di KPH Balapulang di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah BKPH Luas (ha) Keterangan

Margasari 4.770,80 Masuk wilayah Kabupaten Tegal meliputi

Kecamatan Pagerbarang, Balapulang, Margasari

Lingapada 4.682,05 Masuk wilayah Kabupaten Brebes meliputi

kecamatan Tonjong dan Kabupaten Tegal Kecamatan Margasari, Bumiayu

Larangan 6.208,40 Masuk Wilayah Kab. Brebes meliputi Kec.

Larangan, Songgom, Bantarkawung (41 Ha ) Masuk Wilayah Kab. Brebes meliputi Kec. Tonjong, Bumiayu, Bantarkawung

Banjaharjo Timur 4.989,00 Masuk Wilayah Kab. Brebes meliputi Kec.

Ketanggungan, Banjarharjo

Banjarharjo Barat 4.899,97 Masuk Wilayah Kab. Brebes meliputi

Kec.Banjarharjo, Losari

Alur 318,50 Kab. Brebes dan Tegal, Masing-masing BKPH

tersebut mempunyai 3 - 5 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Di KPH Balapulang terdapat 25 RPH.

4.1.3 Topografi dan Kelerengan

(35)

4.1.4 Jenis Tanah dan Geologi

Keadaan tanah kawasan hutan di KPH Balapulang menurut T.W.G Domes et al. (1955) terdapat 4 macam yaitu : Regosol, Gromosol, Latosol dan Mediteran. Kawasan hutan KPH Balapulang mempunyai tipe – tipe tanah yang mengandung kapur.

4.1.5 Daerah Aliran Sungai

Kawasan KPH Balapulang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Pemali dan Sub DAS Pemali Hilir, Kumisik, Rambatan dan Glagah meliputi BKPH Banjarharjo Timur, BKPH Margasari, BKPH Larangan, BKPH Linggapada dan BKPH Pengarasan dan DAS Cisanggarung, DAS Tanjung, DAS Babakan dan DAS Kabayutan dengan Sub DAS Kabayutan Hulu dan Kabayutan Hilir meliputi BKPH Banjarharjo Timur dan Banjarharjo Barat.

4.1.6 Keadaan Hutan

Vegetasi yang ada dalam wilayah kawasan hutan Perum Perhutani KPH Balapulang adalah jenis Jati (Tectona grandis) sebagai mayoritas tanaman komersial yang diusahakan. Penyebaran tanaman jati dari yang berusia di bawah sepuluh tahun hingga lebih kurang lima puluh tahun atau lebih membentuk formasi hutan tanaman dengan struktur tegakan yang homegen. Selain jati, pada kawasan untuk tujuan produksi, juga dikenal jenis tanaman bukan jati antara lain :

a. Diusahakan dengan tujuan komersial seperti mahoni (Swietenia macrophlla) dan Mindi (Melia azedarach)

b. Diusahakan dengan tujuan Pengkayaan jenis seperti johar (Cassia siamea), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Pilang, Kepoh dan Kesambi (Schleichera oleosa), Randu (Ceiba petandra)

c. Pengkayaan jenis dalam sistem silvikultur jati dan bukan jati seperti secang, lamtoro (Leucaena leucocephala).

(36)

4.1.7 Sosial, Ekonomi dan Budaya

KPH Balapulang dengan luas wilayah 29.790,13 hektar dikelilingi oleh 61 desa yang terdiri dari 37 desa di wilayah Kabupaten Brebes, 24 desa di Kabupaten Tegal. Interaksi yang besar dari masyarakat terhadap keberadaan hutan menjadikan tekanan terhadap hutan semakin tinggi. Penerapan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat mendorong pihak manajemen untuk membentuk desa model sejak tahun 2002. Setiap desa memiliki petak pangkuan dimana masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengelola hutan.

Dari data laporan penjajagan kebutuhan pengembangan layanan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat di 22 kecamatan yang terdapat di areal kerja KPH Balapulang, jumlah KK di wilayah sekitar KPH Balapulang adalah 100.618 KK. Sebagian besar penduduk sekitar hutan KPH Balapulang menggantungkan mata pencaharian di sektor pertanian.

Pengelolaan hutan membawa pengaruh pada budaya Masyarakat Desa Hutan (MDH) yang bersifat positif. Pengaruh budaya itu diantaranya pola pikir MDH semakin maju, baik dan modern. MDH telah mengadopsi tehnik-tehnik pengelolaan hutan dengan baik. Bahkan pola pikir MDH lebih rasional dalam menghadapi permasalahan, lebih terbuka dan mau menerima pendapat orang lain. Telah terjalin komunikasi yang baik antar warga dan pengelola hutan.

Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, Perhutani juga senantiasa berusaha melestarikan situs budaya masyarakat di wilayah KPH Balapulang. Perhutani tidak hanya merawat situs budaya tersebut, namun juga menjaga dan melindungi kelestariannya. Hal tersebut dilakukan oleh perhutani dengan berbagai cara, termasuk diantaranya adalah:

1. Tidak melakukan penebangan pohon disekitar situs budaya masyarakat

2. Penetapan kawasan situs budaya masyarakat menjadi LDTI (Lapangan Dengan Tujuan Istimewa) atau KPS (Kawasan Perlindungan Setempat).

4.2 Sistem Pengolahan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani KPH Balapulang

(37)

Tengah. PHBM merupakan program kerjasama antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan. Sistem ini mulai dilaksanakan pada tahun 2001. Pada KPH Balapulang program ini dilaksanakan pada tahun 2004. Program PHBM ini bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. Maka dengan program ini Perhutani dan masyarakat sekitar hutan mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengelola hutan. Sistem dalam PHBM ini yaitu mengikutsertakan dan memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan turut menjaga hutan.

Dalam menjalankan program ini, terdapat beberapa tahapan kegiatan didalamnya yaitu sosialisasi sistem PHBM kepada pihak internal dan eksternal, pemetaan wilayah hutan menjadi wilayah-wilayah Hutan Pangkuan Desa (HPD) serta inventarisasi potensi desa dan potensi hutan, pembentukan kelembagaan desa (LMDH), penyusunan rencana dan strategi pengelolaan hutan antara Perum Perhutani dan LMDH, penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) PHBM antara Perum Perhutani dan LMDH, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBM.

Program PHBM pada KPH Balapulang turut berperan dalam aspek sosial ekonomi masyarakat sekita hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran PHBM secara langsung dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat sekitar hutan dengan bantuan dana sharing yang bermanfaat bagi pengembangan desa tersebut atau bagi hasil baik berupa kayu maupun non-kayu yang turun langsung dari Perum Perhutani serta penyerapan tenaga kerja, contohnya anggota LMDH dapat menjadi bagian dalam penjagaan kawasan hutan yang tergabung dalam Pamswakarsa. Sedangkan peran PHBM secara tak langsung yaitu dengan diadakannya sisitem tumpangsari, dimana para anggota LMDH yang aktif dapat berperan menjadi pesanggem atau petani hutan untuk diperbolehkan menggarap lahan Perum Perhutani dengan aturan yang telah disepakati pada perjanjian kerja sama antara Perum Perhutani dengan LMDH.

(38)

bentuk kegiatan yang akan dilakukan. Perjanjian kerjasama yang telah disetujui oleh kedua belah pihak merupakan pedoman dalam mengatur bentuk kerjasama, kegiatan yang akan dilankukan serta dalam menentukan pembagian hasil dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.

4.3 Kondisi Umun Desa Banjaranyar 4.3.1 Kondisi Topografi

Desa Banjaranyar terletak di Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal didalam kawasan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Margasari KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Desa ini beriklim tropis dan bertopografi datar terletak pada 7°5'13" LS dan 109°4'59" BT. Sebagian besar tanah pada desa ini merupakan tanah kapur, tetapi tanah ini merupakan tanah yang subur untuk ditanami tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Luas Desa Banjaranyar yaitu 542.590 ha, yang terdiri dari :

a. Tanah sawah : 473.395 ha b. Pemukiman : 43.395 ha c. Tanah Fasilitas Umum : 25.800 ha

Desa ini berada pada ketinggian 90 mdpl. Tipologi desa ini merupakan desa sekitar hutan, dimana desa ini dikelilingi oleh hutan milik KPH Balapulang.

4.3.2 Kondisi Demografi

(39)

Gambar 1. Kondisi rumah pesanggem dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu.

4.3.3 Kondisi Ekonomi dan Potensi Desa

Mata pencaharian pokok desa ini mayoritas buruh tani yaitu sebanyak 2.184 orang dan mayoritas kedua yaitu sebagai petani sebanyak 1.168 orang. Dengan begitu hubungan masyarakat desa banjaranyar dengan sektor lingkungan sangatlah dekat. Berdasarkan penuturan dari masyarakat setempat, kondisi perekonomian rata-rata di desa mereka sangat memprihatinkan, apalagi bagi buruh tani yang tidak mempunyai lahan sendiri untuk mereka tanami, dari mana lagi mereka mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan untuk keluarga mereka kalau bukan menjadi buruh tani, sedangkan peluang sebagai buruh tani tidaklah banyak, apalagi kebanyakan orang juga menginginkan pekerjaan tersebut karena tidak ada pekerjaan lain yang mudah didapat di daerah sekitar mereka.

(40)

atau bahkan lahan yang belum ditanami kembali setelah kegiatan penebangan di petak/lokasi tersebut.

Dengan adanya program PHBM tersebut penduduk yang tidak memiliki lahan sendiri untuk mereka olah akhirnya bisa melakukan kegiatan bercocok tanam dengan mengikuti program PHBM. Para petani yang mengikuti program tersebut harus turut menjaga tegakan jati muda dari pencurian atau hewan ternak dan bantu melaporkan ke pihak Perhutani apabila ada pohon/tegakan yang tumbang akibat bencana alam atau lainnya. Lahan tersebut disediakan oleh pihak Perhutani dengan letak dan luas yang telah ditentukan. Luas yang digarap oleh pesanggem yaitu 0,25 ha/pesanggem. Pembagian lahan garapan ini ditentukan oleh Ketua LMDH.

Untuk dapat mengelola lahan perhutani tersebut, para petani harus menjadi anggota aktif Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Banjaranyar. LMDH adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan (Perhutani 2009). LMDH ini berada didalam kawasan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (tersaji pada gambar 2 (a) dan (b)). LMDH Wana Bumi Tirta Makmur mempunyai anggota sebanyak 180 orang, tetapi yang masih aktif dalam menggarap lahan perhutani sebanyak 42 orang yang sebagian besar didominasi oleh laki-laki.

(a) (b)

Gambar 2. KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (a), LMDH Wana Bumi Tirta Makmur Desa Banjaranyar (b)

(41)

dapat ditanam pada tanah yang tidak terlalu banyak mengandung air karena lebih mengandalkan air hujan, mengingat pada lahan perhutani sulit didapat sumber mata air, sedangkan untuk jagung bisa ditanam meskipun lokasi tidak banyak mendapat sinar matahari. Menurut Hantoro 2007, tanaman padi gogo dapat tumbuh pada berbagai agroekologi dan jenis tanah, kebutuhan air untuk padi gogo hanya mengandalkan curah hujan dan padi gogo dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, sehingga jenis tanah tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Oleh sebab itu para pesanggem memilih padi gogo untuk mereka tanam lahan perhutani.

(a) (b)

Gambar 3. Padi gogo yang ditanamin pada lahan Perhutani yang belum ditanam kembali (a), Tanaman jagung (yang mengering karena kemarau) ditanam dilahan

yang bertegakan jati muda

4.4 Gambaran Umum Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Bumi Tirta Makmur KPH Balapulang

LMDH Wana Bumi Tirta Makmur berdiri pada tanggal 21 Januari 2004 yang beranggotakan 186 orang, dengan 42 orang yang aktif sebagai pesanggem. Struktur kepengurusan LMDH disajikan pada Gambar 6.

Ketua

Sekertaris

Wakil Ketua

Bendahara

Seksi Pengembangan Seksi Keamanan

Seksi Tanaman Seksi Pemeliharaan

(42)

LMDH Wana Bumi Tirta Makmur mempunyai kegiatan aktif Produktif diantaranya adalah pemeliharaan kambing, penanaman tanaman jahe, dan rumah produksi tempe. Kegiatan-kegiatan tersebut dimodali dengan dana sharing yang turun dari Perum Perhutani.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5. Dokumentasi kegiatan LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (a), Kegiatan aktif produktif LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (b), Motto LMDH Wana Bumi Tirta Makmur (c), Kantor Kepala Desa Banjaranyar Kabupaten Tegal

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Karateristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, pekerjaan utama dan sampingan, luasan yang dikelola dan jenis tanaman, serta pendapatan dan pengeluaran rumah tangga responden. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah para pesanggem yang merupakan anggota aktif LMDH Wana Bumi Tirta Makmur yang menggarap lahan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

5.1.1 Umur Responden

Berdasarkan data yang dikumpulkan, umur responden yang paling muda adalah 33 tahun dan yang paling tua adalah 74 tahun. Data mengenai responden disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur responden

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

33 – 39 3 10,00

40 – 46 6 20,00

47 – 53 7 23,33

54 – 60 7 23,33

61 – 67 3 10,00

68 – 74 4 13,33

Jumlah 30 100,00

(44)

Menurut Muttaqien (2006) penduduk usia produktif berkisar antara 15-65 tahun. Menurut hasil yang dipaparkan pada Tabel 7 maka jumlah yang ada di kisaran usia produtif sebesar 86,67 %.

5.1.2 Pendidikan Responden

Pendidikan formal merupakan tolak ukur dari kualitas sumber daya manusia dan memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat kesejahteraannya. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pola pikir pesanggem baik dalam mengelola lahan maupun dalam pemilihan tanaman pertanian untuk ditanamkan pada lahan tersebut. Sebagian besar dari pesanggem atau dalam hal ini diwakili oleh responden, sudah mampu mengaplikasikan pengelolaan lahannya secara lestari. Pengelolaan secara lestari yang dimaksud antara lain adalah usaha yang dilakukan pesanggem untuk bisa menanggulangi masalah yang akan dihadapi bila tanaman mereka memasuki masa tidak produktif lagi dan para pesanggem sudah dapat mengaplikasi tanaman pertanian yang cocok ditanam pada lahan tersebut. Mengingat adanya keterbatasan lingkungan pada lahan tersebut, antara lain kurangnya sumber air, dan hanya mengandalkan air hujan bahkan rendahnya sinar matahari yang masuk ke dalam lokasi bercocok tanam mereka, para pesanggem memilih tanaman padi gogo dan jagung yang akan mereka tanam di lahan tersebut.

Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan selama penelitian, para pesanggem seolah berada dalam kondisi kurang puas pada saat ini karena pesanggem merasa keberatan dalam pembelian pupuk untuk tanaman mereka, mereka ingin dibantu dalam penyediaan bibit maupun pupuk dalam mengelola lahan dan tanaman mereka, karena dirasa harga pupuk yang saat ini makin tinggi, sehingga keuntungan yang didapat tidak seberapa besar, tetapi dapat mencukupi untuk membeli kebutuhan pokok mereka.

(45)

Tabel 8 Tingkat pendidikan responden

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

Tidak Bersekolah 12 40,00

SD 14 46,67

SMP 1 3,33

SMA 3 10,00

Jumlah 30 100,00 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebanyak 14 orang (46.67%) responden dengan tingkat pendidikan hanya sampai tingkat SD dan sebanyak 40 orang (40%) tidak bersekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dipicu oleh besarnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dari tabel diatas jenjang pendidikan responden yang rata-rata hanya sampai sekolah dasar (SD) maka dapat digolongkan bahwa responden atau dalam hal ini pesanggem yang menggarap lahan Perum Perhutani memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah.

Tingkat pendidikan yang masih rendah menyebabkan keterbatasan kemampuan apalagi disertai dengan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehingga kebanyakan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya adalah hanya dengan menggarap lahan yang telah disediakan oleh Perum Perhutani, meneruskan kelola lahan yang telah diwariskan atau pergi keluar desa untuk mendapatkan pekerjaan lain.

Tingkat pendidikan itu sendiri berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatan responden dan terhadap cara responden dalam merespon pasar atau pun kebutuhan kemudian mengaplikasikannya pada lahan garapan mereka serta diharapkan dapat meningkatkan partisipasi responden dalam program PHBM.

5.1.3 Ukuran Keluarga Responden

Menurut BKKBN (1994) ukuran keluarga dibagi menjadi tiga kategori,

yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar

(46)

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti

Dari data yang diperoleh pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa sebagian besar ukuran keluarga responden adalah keluarga kecil dengan persentase sebesar 66,67%, disusul dengan keluarga sedang dengan persentase sebesar 30%.

5.1.4 Pekerjaan Utama Dan Sampingan Responden

Menggarap lahan perhutani merupakan pekerjaan utama saat ini bagi sebagian besar pesanggem di Desa Banjaranyar karena sebagian besar waktu mereka, mereka curahkan pada pekerjaan tersebut, sejak matahari terbit hingga sore hari, mereka habiskan untuk berladang pada lahan tersebut, tahap demi tahap mereka lakukan sepenuh hati agar tanaman mereka tumbuh subur dan dapat dipanen dengan kualitas yang baik dan jumlah yang banyak. Merekapun selalu bergantung dengan hasil yang mereka dapatkan saat panen tiba untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, meskipun bagi mereka hasil dari menggarap tersebut tidak seberapa besar, tetapi mereka tetap bangga akan pekerjaan tersebut, bagi mereka hanya pekerjaan itulah yang dapat mereka lakukan seutuhnya dalam menyangga kehidupan yang mereka jalani. Menggarap lahan perhutani pun merupakan pekerjaan tetap bagi para pesanggem, setiap hari mereka selalu merawat dan menjaga tanaman mereka agar tetap tumbuh subur.

(47)

yang berbeda dengan pekerjaan utama mereka sebagai pesanggem. Pekerjaan sebagai hansip dan pamswakarsa mereka lakukan di malam hari dengan berkeliling di lokasi yang mereka jaga untuk memastikan keamanan pada lokasi tersebut. Pamswakarsa adalah suatu pekerjaan dibawah program PHBM dalam bidang keamanan hutan, dimana para anggota pamswakarsa berkewajiban menjaga keamanan suatu wilayah hutan dalam suatu pangkuan LMDH dan anggota pamswakrsa merupakan anggota aktif suatu LMDH, teknis kerja pamswakrsa pun berkelompok dalam melakukan patroli malam.

Sebelum adanya program PHBM para pesanggem merasa terluntang-lantung, karena tidak mempunyai pekerjaan tetap dan hal yang mahir mereka lakukan adalah bercocok tanam sedangkan lahan untuk mereka garap tidak ada, karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri untuk mereka tanami. Saat itu mereka hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh tani, tetapi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut tidaklah mudah, karena tidak sedikit yang menginginkan pekerjaan tersebut sedangkan tersedianya pekerjaan tersebut sangatlah terbatas. Antara banyaknya lahan yang akan digarap dengan banyaknya orang yang menginginkan menjadi buruh tani tidaklah seimbang, maka lahan pekerjaan tersebut tidaklah memadai. Ada beberapa alternatif pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh para pesanggem, yaitu sebagai buruh kerja, tukang batu dan sebagainya, tetapi pekerjaaan tidak memiliki intensitas yang rutin dan penghasilan dari pekerjaan tersebut pun tidak tetap, sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai pekerjaan utama bagi para pesanggem.

(48)

sistem tumpangsari. Berikut data yang menyajikan sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaannya yang tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan

Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Jumlah Persentasi (%)

(responden)

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengganggap menjadi pesanggem merupakan pekerjaan utama mereka yaitu sebanyak 56,67%, sedangkan yang mengganggap menjadi pesanggem merupakan pekerjaan sampingan yaitu sebanyak 43,33%.

5.1.5 Luasan yang Dikelola dan Jenis Tanaman

Dalam program PHBM, pihak perhutani telah menentukan wilayah lahan yang akan dimanfaatkan para pesanggem untuk diperbolehkan ditanami tanaman pertanian. Lokasi dan luasan pun telah ditentukan, untuk lokasi dipilihkan secara langsung oleh pihak perhutani sesuai letak pangkuan LMDH tersebut. Lokasi diselaraskan dengan umur tegakan jati yang ada, yaitu dicari wilayah dengan tegakan jati yang masih berumur muda atau lahan pasca panen yang belum ditanami tegakan jati milik perhutani, sedangkan untuk pembagian luasan yang akan dikelola para pesanggem, dibagikan langsung oleh ketua LMDH dengan luasan yang sama rata untuk para pesanggem, setiap pesanggem diberikan lahan seluas 0,25 ha dipetak yang telah ditentukan.

(49)

terlalu banyak mengandung air karena padi gogo lebih mengandalkan air hujan, mengingat pada lahan yang disediakan perhutani sulit didapat sumber mata air, sedangkan untuk jagung bisa ditanam meskipun lokasi tidak banyak mendapat sinar matahari, karena tanaman jati lama-kelamaan semakin tumbuh besar dan akan membuat tajuk yang semakin besar pula sehingga tanaman yang ada dibawahnya akan ternaungi, tetapi bagi tanaman jagung hal tersebut tidak menjadi masalah. Penanaman padi gogo memerlukan tindakan konservasi tanah dan air serta penambahan bahan organik agar kemampuan tanah menyimpan air meningkat (Noorginayuwat, at all. 2002 dalam Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2010), oleh sebab itu para pesanggem memilih padi gogo dan jagung untuk mereka tanam lahan perhutani.

(a) (b)

Gambar 5. Tanaman Padi Gogo pada lahan Perum Perhutani (a), Tanaman Jagung pada lahan Perum Perhutani (b)

5.1.6 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pendapatan responden merupakan penerimaan ataupun pemasukan berupa uang yang diterima karena telah melakukan kegiatan (bekerja) dalam kurun waktu tertentu dengan perhitungan tertentu pula. Total pengeluaran rumah tangga adalah sejumlah pengeluaran berbentuk uang yang dilakukan oleh suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dalam kurun waktu tertentu (BPS 2000 dalam Sulistiana 2008).

(50)

dengan pekerjaan yang tidak pasti, antara lain yaitu sebagai tukang kayu, buruh kerja, buruh tani, hansip maupun pamswakarsa yang terkadang penghasilan yang didapatkan sedikit dan tidak tetap, mereka merasa sangat kurang puas atas apa yang telah didapatkannya tersebut dan merasa kurang berhasil menjadi kepala rumah tangga yang baik bagi keluarganya karena merasa masih serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Tetapi kini keadaan telah berubah dan mulai membaik setelah diadakannya program PHBM yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani dengan melakukan kerjasama antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam suatu lembaga yaitu LMDH dimana anggotanya diperbolehkan menggunakan lahan yang telah disediakan pihak Perhutani untuk bercocok tanam, masyarakat dalam hal ini Petani Hutan atau pesanggem merasa terbantu karena mendapat lapangan pekerjaan baru yang nantinya akan menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Kini para pesanggem merasa telah mampu menjadi kepala keluarga yang baik bagi anak-anak dan isterinya, karena mereka dapat membeli kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan menggabungkan pendapatannya dari hasil panen diatas lahan Perum Perhutani dengan pendapatan dari pekerjaan yang kini menjadi pekerjaan sampingan mereka antara lain sebagai tukang kayu, buruh kerja, buruh tani, hansip maupun pamswakarsa.

5.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program PHBM

Masyarakat Desa Banjaranyar yang mengikuti Program PHBM di Desa Banjaranyar mempunyai persepsi tersendiri atas berlangsungnya program tersebut. Persepsi para pesanggem terhadap program PHBM dapat diketahui melalui hasil wawancara menggunakan kuisioner sebagai alat ukur dalam penelitian ini.

5.2.1 Tingkat Persepsi

Gambar

Tabel 4 Kriteria garis kemiskinan Sajogyo dan UMR Kabupaten Tegal
Tabel 5 Bagian Hutan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Gambar 1. Kondisi rumah pesanggem dengan keadaan
Gambar 3. Padi gogo yang ditanamin pada lahan Perhutani yang belum ditanam
+4

Referensi

Dokumen terkait

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan penelitian sejenis yang berhubungan dengan alternatif penggunaan agen hayati

Untuk mangatasi masalah diatas, pihak museum merasa perlu untuk membuat media baru yang dapat menyampaikan informasi tentang sejarah tanpa mengharuskan pengunjung untuk

Gabungan Kelompok Tani Lestari Sejahtera Desa Lembahsari terdiri dari beberapa jenis usaha .Usaha usaha yang dijalankan oleh kelompok kelompok tani sebagian besar

Variabel tunggal yang dimaksud adalah Ergӓnzungsfrage (menggunakan kata tanya) dan Entscheidungsfrage (tanpa kata tanya). Adapun pada kalimat tanya Ergӓnzungsfrage

Giriş bölümünde, “Tarih İçinde Yunanlılar” konusu işle­ necektir. Yunanca’nm gelişimi ve tarihi, çağdaş Yunanlılık’ın bir öğesini oluşturan Ortodoksluk ve

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya sendiri dan untuk mempengaruhi individu dalam

ketersediaan sayur dan buah dalam keluarga tidak nampak perbedaan yang begitu besar, semua ibu dari informan sudah memberikan atau menyediakan sayur dan buah

1. Dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini mendorong upaya-upaya pembaruan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses pembelajaran