• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN LOGAM BERAT Hg, Pb, Cd PADA AIR DI

WADUK SAGULING KABUPATEN BANDUNG JAWA

BARAT

EKA HARDIA YULININGSIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Eka Hardia Yuliningsih

(4)

ABSTRAK

EKA HARDIA YULININGSIH. Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat. Dibimbing oleh DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Waduk Saguling merupakan salah satu waduk paling besar yang menerima beban pencemaran yang berasal dari DAS Citarum. Banyaknya kegiatan-kegiatan baik industri, rumah tangga, maupun pertanian yang dalam prosesnya menggunakan bahan yang mengandung logam berat Hg, Pb dan Cd dibuang ke perairan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, sehingga menimbulkan adanya penurunan kualitas perairan waduk Saguling. Analisis kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd pada air waduk Saguling dilakukan dengan metode serapan atom dan sebaran logam di perairan menggunakan software Ocean Data View. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsentrasi atau kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd pada perairan waduk Saguling sudah melebihi ambang batas yang ditentukan dengan kadar logam berat Pb> Hg> Cd. Sebaran ke tiga logam berat tersebut lebih tinggi pada bagian inlet dan rendah pada bagian tengah waduk.

Kata kunci: logam berat, pencemaran, waduk Saguling.

ABSTRACT

EKA HARDIA YULININGSIH. Distribution of Heavy Metals Hg, Pb and Cd in Water of Saguling Reservoir, Bandung, West Java. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU and AGUSTINUS M. SAMOSIR.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

SEBARAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cd PADA AIR DI

WADUK SAGULING KABUPATEN BANDUNG JAWA

BARAT

EKA HARDIA YULININGSIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat

Nama : Eka Hardia Yuliningsih NIM : C24090080

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Djamar T.F. Lumban Batu, M Agr Pembimbing I

Ir Agustinus M. Samosir, M Phil Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, M Sc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah pencemaran logam berat, dengan judul Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Air di Waduk Saguling Kabupaten Bandung Jawa Barat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyususnan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Djamar T.F. Lumban Batu, M Agr dan Bapak Ir Agustinus M. Samosir, M Phil selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran dan arahan kepada penulis

2. Ibu Dr Majariana Krisanti, S Pi M Si selaku penguji tamu dan Ibu Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku komisi pendidikan S1 Departemen MSP, FPIK, IPB.

3. Bapak Wawan Laboran Laboratorium FMIPA IPB Bersama yang telah banyak membantu.

4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu dan ke tiga adik saya yang selalu mendukung dan mendoakan.

5. Tim penelitian Saguling, MSP 46 (Novita, Rio, Anggi, Ika, Ara, Dewi, Nanda, Janty, Icha, Miftah dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu), MSP 45 yang banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, teman-teman Prauniversitas (BUD 2008) dan kepada teman-teman non-MSP. 6. Teman-teman Puri Prasetya (Kak Ida, Lilik Nur, Tiwul, Kak

Resti, Nova) yang selalu memberi semangat.

7. Keluarga besar staff Tata Usaha Departemen MSP, FPIK, IPB. 8. Semua pihak yang sudah memberi dukungan dan membantu,

baik dari penelitian di lapang yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan umtuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODOLOGI PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat Penelitian... 3

Bahan ... 3

Alat ... 3

Prosedur Analisis Data ... 3

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil ... 5

Pembahasan ... 14

Saran pengelolaan ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

Kesimpulan ... 17

Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 18

LAMPIRAN ... 21

(11)

DAFTAR TABEL

1. Parameter, metoda atau alat yang digunakan untuk analisa

kualitas air perairan waduk Saguling ... 4

2. Klasifikasi dan penggolongan baku mutu air ... 5

3. Data hidrologi dan morfologi waduk Saguling ... 5

4. Kandungan logam Hg, Pb dan Cd di waduk Saguling ... 6

5. Suhu air di waduk Saguling selama pengamatan ... 11

6. Kandungan oksigen terlarut pada air waduk Saguling ... 12

7. Derajat keasaman (pH) selama pengamatan ... 12

DAFTAR GAMBAR

1. Alur perumusan masalah penelitian ... 2

2. Denah lokasi pengamatan di waduk Saguling ... 3

3. Grafik kandungan logam Hg dalam air ... 7

4. Pola sebaran logam Hg pada air berdasarkan Ocean Data View ... 7

5. Grafik kandungan logam Pb dalam air ... 8

6. Sebaran kandungan logam Pb pada air berdasarkan Ocean Data View ... 8

7. Grafik kandungan logam Cd dalam air ... 9

8. Sebaran kandungan logam Cd pada air berdasarkan Ocean Data View ... 9

9. Grafik kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada air waduk Saguling pada tahun 2008 hingga 2012 ... 10

10. Nilai kecerahan pada air waduk Saguling ... 14

11. Nilai kekeruhan pada air waduk Saguling ... 14

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lokasi pengambilan contoh air ... 21

2. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 21

3. Data logam berat Hg, Pb dan Cd hasil pembacaan AAS ... 22

4. Jenis dan jumlah industri yang beroperasi pada DAS Citarum ... 22

5. Bagan dan sistem kerja mesin Atomic Absorption Spectrophotometer ... 23

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Waduk Saguling terletak di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat merupakan bagian dari sistem waduk cascade yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Waduk Saguling mulai beroperasi pada tahun 1985 sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), juga berfungsi sebagai pengendali banjir dan sebagai penampungan air sementara dari sungai Citarum. Namun dalam perkembangannya, waduk Saguling memiliki fungsi majemuk antara lain untuk pembangkit energi listrik, budidaya ikan jaring terapung, sebagai reservoir atau penyediaan air dan pengembangan pariwisata. Fungsi dari kegiatan tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemerintah maupun masyarakat.

Pencemaran lingkungan merupakan topik yang mendapat banyak sorotan, bukan hanya oleh para pemerhati lingkungan, namun telah meluas ke masyarakat umum. Menurut Napitupulu (1989), hingga saat ini masih ada industri yang langsung membuang limbahnya ke ekosistem perairan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Salah satu bahan pencemar yang merupakan zat kimia berbahaya dan memberikan dampak negatif pada kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya adalah logam berat. Keberadaan zat pencemar ini dalam perairan akan mempengaruhi makhluk hidup didalamnya. Melalui proses rantai makanan, memungkinkan perpindahan zat pencemar dari suatu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya.

Logam berat yang terdapat pada bahan makanan, berbahaya bagi kesehatan dan umumnya berasal dari perairan. Adapun jenis-jenis logam berat yang mencemari perairan waduk Saguling diantaranya Merkuri (Hg), Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Alasan penting mengapa analisis kandungan Hg, Pb dan Cd perlu dilakukan, karena ke tiga logam tersebut sering dimanfaatkan dalam industri dan sangat membahayakan kesehatan manusia, terutama industri-industri yang beroperasi pada DAS Citarum (Lampiran 5). Peristiwa yang menonjol dan dipublikasikan secara meluas adalah peristiwa pencemaran Merkuri (Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata disease (Jepang) dan Kadmium (Cd) yang menyebabkan Itai-itai disease pada manusia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka pengelolaan logam berat di perairan pada masa yang akan datang, khususnya di waduk Saguling.

Perumusan Masalah

(13)

2

batas yang telah ditetapkan, karena logam-logam tersebut sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan dan mempunyai sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup. Kejadian ini jika dibiarkan begitu saja maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap perubahan ekosistem perairan bahkan biota-biota tertentu yang tidak dapat mentolerir pencemaran tersebut dan dapat mengancam keberadaannya.

Pencemaran tersebut juga akan berdampak secara langsung terhadap kesehatan manusia, yang memanfaatkan waduk tersebut sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk lebih jelasnya kerangka pendekatan masalah dapat dilihat pada diagram alir berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Alur perumusan masalah penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd di perairan waduk Saguling, khususnya pada air dan mengetahui sebaran logam berat di perairan waduk Saguling.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan air di waduk Saguling yang mengandung logam berat dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan yang berkelanjutan.

Aktiivitas manusia

Rumah Tangga Industri Pertanian

Limbah

Logam Berat Hg, Pb dan Cd

Kualitas perairan

(14)

3

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di waduk Saguling Jawa Barat. Penelitian berlangsung pada bulan November 2012 hingga Januari 2013. Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada kegiatan masyarakat sekitar waduk Saguling dan sumber dari DAS Citarum. Analisis contoh air di lakukan di Laboratorium FMIPA Bersama, IPB-Bogor dan Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan FPIK-IPB.

Gambar 2. Denah lokasi pengamatan di waduk Saguling Bahan

Bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung yaitu bahan untuk titrasi DO (MnSO4, H2SO4, NaOH-KI, Na-Thiosulfat, Amylum), air contoh yang

diambil dari lokasi penelitian untuk analisis kandungan logam berat dan kekeruhan, serta HNO3 sebagai bahan pengawet contoh air untuk analisa

kandungan logam berat.

Alat

Alat yang digunakan untuk pengambilan air contoh, pengukuran, penanganan, dan analisis sampel. Alat yang digunakan terdiri dari kotak pendingin (cool box) sebagai tempat sampel, botol Polietilen 500 ml sebagai tempat contoh air, alat mengambil air contoh menggunakan Van dorn water Sampler, termometer air raksa, pH universal, alat untuk titrasi dalam pengukuran DO (pipet, erlenmeyer, gelas ukur dan siring), alat analisis logam berat yaitu

Atomic Absorption Spectrophotometer, GPS untuk mengetahui letak/posisi, dan

Turbidity meter untuk mengukur nilai kekeruhan (Lampiran 2). Prosedur Analisis Data

(15)

4

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung (insitu) dan analisis laboratorium (exsitu). Analisis logam berat contoh air yang sebelumnya telah diawetkan dengan HNO3 dan disaring

menggunakan kertas saring Whatman 42, diambil sebanyak 250 ml, kemudian ke 9 sampel tersebut dibaca menggunakan alat AAS dengan panjang gelombang masing-masing untuk Pb (217,0 nm), Cd (228,8 nm) dan Hg (253,7 nm) (Darmono 1995). Analisis logam berat dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) model AA-7000 dilakukan di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Mengetahui pola sebaran melintang logam berat di perairan waduk Saguling menggunakan software Ocean Data View

mp_3.2005.

Tabel 1 Parameter, metoda atau alat yang digunakan untuk analisis kualitas air perairan waduk Saguling (APHA 2005)

Parameter Satuan Metoda/Alat Pengukuran

Fisika

Suhu oC Termometer air raksa In situ

Warna - Secara visual In situ

Kecerahan meter Secchi disk In situ

Kekeruhan NTU Turbidity meter Laboratorium

Kimia

pH - pH indikator In situ

DO mg/L Titrasi Winkler In situ

Logam Berat

Merkuri (Hg) ppm AAS Laboratorium

Kadmium (Cd) ppm AAS Laboratorium

Timbal (Pb) ppm AAS Laboratorium

Analisis Data Analisis logam berat

(16)

5 Tabel 2 Klasifikasi dan penggolongan baku mutu air

Kelas*

III

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;

IV

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Golongan**

C Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan

D Air yang dapat digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air

Keterangan :

*) Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001.

**) Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No. 39 Tahun 2000.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum Waduk Saguling

Waduk Saguling merupakan waduk yang memiliki fungsi majemuk, salah satunya sebagai pembangkit listrik tenaga air. Menurut fungsinya, waduk Saguling termasuk waduk yang dimanfaatkan sebagai PLTA, pertanian dan perikanan, serta penyedia air baku air minum. Air dapat digunakan sesuai peruntukannya apabila kualitasnya memenuhi persyaratan. Jika suatu badan air mengalami penurunan kualitas air, maka perairannya tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya. Menurunnya kualitas air tersebut disebabkan oleh masuknya zat pencemar yang berasal dari limbah, ditunjang oleh letaknya yang merupakan bagian dari DAS Citarum. Komposisi senyawa di dalam limbah tergantung dari sumber kegiatan yang terdapat di sepanjang DAS Citarum. Jenis kegiatan di DAS Citarum hulu yang potensial menimbulkan pencemaran air waduk Saguling di antaranya adalah kegiatan perindustrian, pemukiman dan pertanian. Berikut ini merupakan data hidrologi dan morfologi waduk Saguling yang didapatkan dari PT. Indonesia Power (Tabel 3).

Tabel 3 Data hidrologi dan morfologi waduk Saguling

(17)

6

Logam Berat Dalam Air

Logam dalam jumlah yang berlebihan di alam dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan (dalam air, tanah dan udara), karena logam tersebut memiliki sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup. Pencemaran lingkungan logam logam berbahaya seperti (Hg, Pb dan Cd) dapat terjadi jika orang atau pabrik yang menggunakan logam tersebut untuk proses produksinya dan tidak memperhatikan kesehatan lingkungan (Darmono 1995). Data hasil pengukuran logam berat pada air selama pengamatan di Waduk Saguling serta baku mutu menurut peruntukannya, terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan logam Hg, Pb dan Cd di waduk Saguling

Stasiun Unit

*) Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No. 39 Tahun 2000. **) Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001.

DL (mg/l) = Detection Limit (Hg = < 0,002); (Pb = <0,005); (Cd = <0,005). Merkuri/Air Raksa/Hg dalam air waduk Saguling

(18)

7

Gambar 3. Grafik kandungan logam Hg dalam air

Distance from inlet [km]

Gambar 4. Pola sebaran logam Hg pada air berdasarkan Ocean Data View

Gambar 3 menerangkan nilai rata-rata kandungan logam berat Hg pada masing-masing stasiun dan setiap kedalaman berbeda. Rata-rata nilai kandungan logam Hg pada stasiun 1 sebesar 0,1182 mg/l, stasiun 2 sebesar 0,0553 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 0,0579 mg/l. Letak stasiun 1 berada dekat dengan sumber masukan DAS Citarum, sehingga kandungan logam berat Hg pada stasiun 1 (inlet) lebih tinggi dibandingkan dua stasiun lainnya. Pada setiap stasiun terdapat kedalaman berbeda yaitu permukaan, kedalaman 15 m dan ≥ 25 m. Pada stasiun 1 dan 3 di kedalaman dekat dasar, nilai kandungan logam Hg lebih tinggi dibandingkan dua kedalaman lainnya. Sedangkan pada stasiun 2 nilai kandungan logam Hg di permukaan lebih tinggi dibandingkan dua kedalaman lainnya. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 dan 3 dipengaruhi arus yang masuk dan keluar sehingga terjadi pengenceran secara vertikal ketika air limbah sampai di permukaan air (Romimharto 1991). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam Hg dalam badan air sudah melebihi dari ambang batas yang ditentukan dan tidak layak bagi kegiatan perikanan, peternakan, pertanian dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut. Menurut Effendi (2003) toksisitas logam Hg lebih tinggi dibandingkan logam lainnya.

Gambar 4 menunjukan sebaran kandungan logam berat Hg pada air waduk Saguling dilihat berdasarkan gradasi warna. Secara horizontal semakin ke arah inlet kandungan logam semakin tinggi, yang ditunjukkan dengan warna merah

(19)

8

pekat. Sedangkan secara vertikal semakin bertambahnya kedalaman maka kandungan logam semakin tinggi.

Timbal/Pb dalam air

Secara alamiah, Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Korosifikasi dari batuan mineral akibat angin juga merupakan salah satu jalur Pb masuk ke dalam badan air. Rata-rata kandungan logam Pb dalam air di waduk Saguling sudah melewati ambang batas yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Grafik kandungan logam Pb dalam air

Distance from inlet [km]

Gambar 6. Sebaran kandungan logam Pb pada air berdasarkan Ocean Data View

(20)

9

Gambar 6 menunjukan sebaran kandungan logam berat Pb pada air waduk Saguling dilihat berdasarkan gradasi warna. Secara horizontal pada bagian tengah waduk Saguling memiliki kandungan logam Pb yang tinggi ditunjukkan oleh warna orange, sedangkan kandungan logam Pb pada 2 stasiun lainnya menyebar secara merata. Secara vertikal setiap kedalaman berbeda tidak memiliki sebaran warna yang signifikan baik di inlet dan outlet, berbeda pada bagian tengah waduk dimana pada permukaan perairan kandungan logam Pb cenderung lebih tinggi. Namun secara umum kandungan Pb pada setiap stasiun tidak memiliki perbedaan kandungan logam yang nyata.

Kadmium/Cd dalam air

Menurut Palar (2004), Cd merupakan logam berat yang termasuk dalam unsur transisi (golongan II B) dan memiliki titik lebur 321 oC. Logam Cd belum diketahui perannya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal serta merusak lingkungan perairan (Effendi 2003). Grafik hasil analisis kandungan logam berat Cd di waduk Saguling selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 7. Grafik kandungan logam Cd dalam air

Distance from inlet [km]

Gambar 8. Sebaran kandungan logam Cd pada air berdasarkan Ocean Data View

(21)

10

Gambar 7 menerangkan nilai rata-rata kandungan logam berat Cd pada masing-masing stasiun dan setiap kedalaman berbeda. Rata-rata nilai kandungan logam Cd pada stasiun 1 sebesar 0,0223 mg/l, stasiun 2 sebesar 0,0218 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 0,0181 mg/l. Jika dilihat berdasarkan kedalaman berbeda, pada stasiun 1 dan 3 nilai kandungan logam Cd di dekat dasar lebih tinggi dibandingkan dua kedalaman lainnya. Sedangkan pada stasiun 2 nilai kandungan logam Cd di kedalaman 15 meter lebih tinggi dibandingkan dua kedalaman lainnya. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam Cd dalam badan air sudah melebihi dari ambang batas yang ditentukan dan tidak layak bagi kegiatan perikanan, peternakan, pertanian dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Gambar 8 menunjukan sebaran kandungan logam berat Cd pada air waduk Saguling dilihat berdasarkan gradasi warna. Secara horizontal pada bagian outlet hingga ke arah inlet kandungan logam Cd semakin tinggi. Sedangkan secara vertikal, pada permukaan hingga kedalaman ≥ 25 meter kandungan logam Cd di perairan semakin tinggi.

Pada Gambar 9 tercantum grafik logam berat yang didapatkan dari hasil pengamatan badan pengelola waduk saguling selama 4 tahun terakhir yaitu pada tahun 2008 – 2011 dan dibandingkan dengan data yang penulis ambil selama 3 bulan pengamatan pada tahun 2012.

Gambar 9. Grafik kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada air di waduk Saguling pada tahun 2008 hingga 2012 (sumber PT. Indonesian Power 2013)

(22)

11 Parameter fisika - kimia perairan waduk Saguling

Parameter-parameter fisika yang diamati selama penelitian meliputi suhu, kekeruhan, kecerahan dan warna. Sedangkan parameter kimia yang diamati selama penelitian berlangsung meliputi pH dan DO. Lebih jelasnya berikut ditampilkan hasil pengkuran parameter fisika kimia pada air waduk Saguling yang tertera dalam tabel dan grafik.

Suhu Air (oC)

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan perairan. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu disertai dengan penurunan oksigen terlarut menyebabkan keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Hasil pengukuran suhu air waduk Saguling selama tiga bulan pengamatan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Suhu Air di Waduk Saguling Selama Pengamatan

*) Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No. 39 Tahun 2000 **) Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001

(-) = tidak ada kriteria

Hasil pengukuran suhu pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa suhu di perairan waduk Saguling berkisar antara 25 – 30 oC. Menurut Nybaken (1988) kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah 18 – 30

o

C, hal tersebut menunjukkan bahwa suhu perairan waduk Saguling masih dalam batas nilai toleransi bagi kehidupan perairan pada umumnya.

Oksigen Terlarut (DO)

(23)

12

Tabel 6 Kandungan oksigen terlarut pada air waduk Saguling

Stasiun

*) Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No. 39 Tahun 2000 **) Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001

(-) = tidak ada kriteria

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut berbeda antara stasiun 1, 2 dan 3. Jika dilihat berdasarkan letaknya nilai kandungan DO pada stasiun 1 lebih rendah dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kedalaman, semakin bertambahnya kedalaman perairan maka kadar O2 di periran semakin rendah. Secara umum hasil pengukuran kandungan DO di

perairan waduk Saguling tergolong pada kategori layak, baik bagi organisme di dalamnya maupun untuk kegiatan sektor lainnya.

Derajat Keasaman pada Air (pH)

Menurut Alaerts danSantika (1984), pH menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion hidrogen H+. Nilai pH ideal bagi suatu perairan adalah 6,5 – 8,5. Derajat keasaman (pH) meru[akan salah satu parameter penting dalam suatu perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air (Parawita et al. 2009). Pada Tabel 7 merupakan kisaran nilai pH selama 3 bulan pengamatan.

Tabel 7. Derajat Keasaman (pH) selama pengamatan.

Stasiun

(24)

13 Nilai pH sangat penting bagi parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Nilai pH perairan waduk Saguling berkisar antara 6 – 5,7. Hal ini menunjukkan bahwa perairan waduk Saguling bersifat asam. Secara umum berdasarkan pengukuran pada setiap pengamatan dan berdasarkan perhitungan nilai derajat keasamannya maka perairan tersebut tergolong pada kategori layak, baik bagi organisme perairan di dalamnya maupun untuk kegiatan sektor pertanian lainnya, dan masih dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya (Erlangga 2007).

Warna Perairan

Menurut Effendi (2003), warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna yang diamati secara visual yaitu dengan membandingkan warna air sampel dengan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna tampak dan warna sesungguhnya yang sama dengan standar (Davis et al.

1991 in Effendi 2003). Intensitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Sawyer and McCarty 1978). Berdasarkan pengamatan, warna yang dilihat secara visual di tiga stasiun berbeda. Warna pada stasiun 3 yang berlokasi di DAM yaitu hijau kehitaman, pada stasiun 2 atau area Cicadas yang merupakan perwakilan dari KJA memiliki warna hijau dan pada stasiun 1 yaitu daerah Inlet (Maroko) memiliki warna hijau kecoklatan.

Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan Secchi disk (Jeffries et al. 1996 in Effendi 2003).

(25)

14

Gambar 11. Nilai kecerahan pada air waduk Saguling

Gambar 12. Nilai kekeruhan pada air waduk Saguling

Hasil pengukuran kecerahan pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa stasiun dengan nilai kecerahan tertinggi terdapat pada bagian inlet dan terendah pada bagian tengah perairan waduk Saguling. Rata-rata nilai kecerahan pada stasiun 1 sebesar 0,98 m, stasiun 2 sebesar 0,56 m dan pada stasiun 3 sebesar 0,58 m. Menurut Asmawi (1983), nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih dari 45 cm. Secara umum, nilai kecerahan perairan waduk Saguling tergolong baik bagi organisme akuatik.

Nilai kekeruhan pada stasiun 1 berkisar antara 4,21 – 9,87 NTU, stasiun 2 berkisar antara 4,16 – 12,85 NTU dan stasiun 3 berkisar antara 8,09 – 18,25 NTU. Tingkat kekeruhan dalam ekosistem perairan akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Tingginya turbiditas dan lemahnya arus akan memberikan kesempatan materi terlarut lebih cepat mengendap dan memebentuk substrat dasar. Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun 3 kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas transportasi dan juga pengambilan/penggalian pasir di sekitar waduk Saguling. Selain itu penyebab tingginya kekeruhan di tiga stasiun kemungkinan disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan sampel sedang turun hujan.

Pembahasan Logam Berat

(26)

15 menunjukkan bahwa kadar Pb (Timbal) lebih tinggi dibandingkan dengan logam Hg (Merkuri) dan Cd (Kadmium). Hal ini berkaitan erat dengan tingkat kelarutan dan sumber pencemar logam tersebut, dimana sifat logam Hg tidak larut dalam air sedangkan logam Pb dan Cd memiliki sifat larut dalam air namun, tingkat kelarutannya rendah dengan beberapa anion (Darmono 1995).

Tingginya limbah Pb diduga, selain berasal dari DAS Citarum juga berasal dari sisa-sisa pembakaran bensin yang dihasilkan oleh perahu motor yang digunakan masyarakat waduk Saguling. Sesuai dengan pernyataan Saeni (1989) dan Rochyatun et al. (2006), Timbal masuk ke dalam perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin tetra etil, erosi dan limbah pabrik. Cuaca saat pengambilan sampel juga berpengaruh terhadap input logam Pb ke perairan dengan bantuan hujan, air hujan biasanya bersifat asam dengan nilai pH sekitar 4,2 yang dapat melarutkan gas-gas di udara. Nilai pH yang rendah di perairan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kandungan logam di perairan (Novotny and Olem 1994). Menurut Parawita et al. (2009), peningkatan konsentrasi Timbal yang melebihi batas tertentu akan mempengaruhi parameter kualitas air yang lain seperti pH, suhu dan DO. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam Pb dalam badan air sudah melebihi dari ambang batas yang ditentukan berdasarkan baku mutu untuk Golongan C dan Kelas III. Hal tersebut menandakan, air waduk Saguling sudah tidak layak lagi bagi sektor perikanan dan peternakan, disebabkan sifat toksisitasnya yang tinggi dapat berbahaya jika terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia). Limbah logam Pb di perairan menurut Juhaeti et al. (2004) dapat terakumulasi oleh adanya tumbuhan Azolla, pada penelitiannya tumbuhan tersebut mampu menyerap Pb dalam jumlah yang cukup tinggi, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi jumlah Pb diperairan waduk Saguling yang sudah tercemar oleh logam ini.

Kandungan Merkuri yang terdeteksi oleh AAS yaitu sebesar 0,0264 mg/l. Nilai ini jika dibandingkan dengan baku mutu sudah melebihi ambang batas yang ditentukan, dan dapat membahayakan untuk kegiatan perikanan dan juga peternakan. Adanya Merkuri di perairan waduk Saguling disebabkan adanya beberapa kegiatan industri seperti industri minyak dan cat, kertas, kosmetik, batu baterai, neon dan juga pertambangan emas yang ada di DAS Citarum, karena adanya distribusi dari sungai tersebut sehingga mempengaruhi keberadaan limbah Hg di perairan (KLH 2003).

Menurut Irianto (2011), tingginya kandungan logam Hg di perairan waduk Saguling bisa saja dipengaruhi oleh kondisi waduk yang memiliki waktu tinggal air > 300 hari sehingga limbah Hg tersebut tertinggal lama di dalam waduk dan terendapkan serta terakumulasi dalam tubuh organisme. Merkuri di perairan melalui proses metilasi dapat berubah bentuk menjadi senyawa organik yang dikenal sebagai metil merkuri (CH3Hg) dan dimetil merkuri {(CH3)2Hg}. Merkuri

yang sudah berubah bentuk menjadi senyawa organik ini dapat terakumulasi dalam rantai makanan (Polii et al. 2002). Jika dilihat berdasarkan letaknya kandungan logam Hg lebih tinggi pada bagian inlet, sesuai dengan pernyataan Shindu (2005) hal ini disebabkan bagian inlet merupakan daerah pertama yang menerima beban pencemaran langsung dari DAS Citarum.

(27)

16

2003). Kandungan logam Kadmium air waduk Saguling pada tiga lokasi pengambilan sampel telah melebihi ambang batas yang diijinkan yaitu sebesar 0,01 ppm. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Murtini et al. (2007), kandungan logam Cd pada perairan waduk Saguling telah melewati ambang batas sesuai peruntukannya. Sumber utama cemaran Cd ini diduga selain berasal dari daerah aliran sungai Citarum juga berasal dari sisa-sisa pakan ikan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Endah (2005) in Rachmatiah (2005), bahwa pada tiga merk pakan ikan yang diteliti yaitu X, Y, Z didapat kandungan Cd sebesar 0,18: 0,11: 0,17 mg/kg. Logam Cd mempunyai waktu paruh hidup 33 tahun, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya akumulasi logam Cd di perairan. selain itu limbah buangan industri tekstil, plastik dan elektronik di sekitar waduk yang melibatkan Cd dalam proses produksinya merupakan penyebab tingginya Kadmium di perairan.

Hubungan Logam Berat dengan Kualitas Air

Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan 1976 in Connell

et al. 1995). Untuk menentukan kualitas air terhadap konsentrasi logam dalam air sangat sulit, karena erat hubungannya dengan partikel tersusupensi yang terlarut di dalamnya. Konsentrasi mineral dan parameter kualitas air di perairan, pada umumnya berada pada kisaran tertentu.

Adanya masukan baru akibat fenomena alam misalnya: erosi dan banjir, atau akibat perbuatan manusia seperti pembuangan limbah ke perairan, dapat mempengaruhi konsentrasi terlarut bahan-bahan tertentu. Suhu perairan mempengaruhi proses kelarutan logam berat yang masuk ke dalam perairan, semakin tinggi nilai suhu perairan kelarutan logam berat akan semakin tinggi (Erlangga 2007). Nilai suhu yang didapatkan menunjukkan nilai yang lebih rendah, sehingga kelarutan akan bahan pencemar di perairan semakin rendah. Nilai suhu yang rendah dapat mempengaruhi tingkat kelarutan logam berat khususnya logam Pb dan Cd, sehingga kandungan ke dua logam tersebut menjadi lebih tinggi di perairan waduk Saguling.

Nilai DO pada stasiun tiga lebih tinggi dibandingkan stasiun pertama dan kedua, hal ini disebabkan pada lokasi tersebut terjadi pengadukan akibat adanya kegiatan pengerukan pada dinding-dinding tanah waduk oleh masyarakat sekitar. Kandungan oksigen pada lokasi ini tergantung pada pencampuran dan pergerakan massa air serta limbah yang masuk ke dalam perairan. Daya larut logam rendah maka oksigen terlarut juga rendah, tergantung pada kondisi lingkungan. Menurut Parawita et al. (2009), logam berat seperti Pb, Cd dan Hg akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik. Secara umum, permukaan perairan waduk saguling memiliki nilai DO yang masih layak untuk kehidupan organisme di dalamnya, berbeda dengan bagian dasar perairan nilai DO yang didapatkan berada < 3 mg/l bahkan mencapai 0 mg/l. Menurut Tebbut (1992) dan didukung penelitian yang dilakukan Syaba (2003), keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah organisme akuatik akan menjadi lebih menderita.

(28)

17 kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air, salah satunya yaitu logam berat. Pengamatan nilai rata-rata pH di waduk Saguling berkisar antara 6 – 5,7. Hal ini menunjukkan bahwa perairan waduk Saguling bersifat asam. Sesuai dengan pernyataan Palar (2004), pH akan mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan, dalam hal ini kelarutan logam berat akan lebih tinggi pada pH rendah, sehingga menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Menurut dan Suprihatin et al. (2010), limbah yeng memiliki nilai pH 1,3-1,4 seperti limbah cair dari laboratorium berpotensi merusak lingkungan, oleh karena itu limbah tersebut harus dinetralkan sebelum dibuang ke perairan. Secara umum nilai pH yang di perairan waduk saguling tergolong pada kategori layak, baik bagi organisme perairan dan masih dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya.

Saran pengelolaan

DAS Citarum bagian hulu pada saat ini telah tercemar berat. Beban pencemaran dari industri di hulu Citarum yang telah melampaui daya tampung sungai menyebabkan kualitas perairan sungai Citarum hingga waduk Saguling menurun. Upaya memperbaiki lingkungan perairan waduk Saguling sebaiknya dimulai dari hulu kemudian ke hilir DAS Citarum, karena bagian hulu merupakan penghasil beban pencemar tertinggi akibat adanya industri-industri yang tidak menggunakan IPAL dalam proses produksinya dan dengan sengaja membuang limbahnya ke aliran sungai Citarum tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, dan seharusnya setiap industri yang dalam proses produksinya menghasilkan limbah berbahaya seperti B3 memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar penurunan kualitas lingkungan perairan dapat ditekan.

Upaya memperbaiki lingkungan perairan waduk Saguling yang telah mengalami degradasi perlu dilakukan oleh pihak-pihak terkait, salah satunya yaitu merelokasi sebagian industri di bagian hulu ke hilir dengan tetap memperhatikan kesehatan lingkungan. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam memberikan sanksi tegas terhadap industri yang tidak memiliki IPAL. Selain itu, monitoring oleh pihak pengelola waduk Saguling harus terus dilakukan khususnya cemaran logam yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, mencemari ekosistem perairan, juga dapat mempengaruhi infrastruktur bangunan PLTA seperti turunnya daya kerja turbin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(29)

18

Kelas III dan IV, secara umum ke 3 logam tersebut sudah melewati batas aman yang ditentukan, sehingga dapat berpengaruh terhadap ekosistem perairan dan juga organisme yang secara tidak langsung memanfaatkan perairan waduk tersebut.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mendeteksi pencemaran logam berat, terutama untuk jenis-jenis logam yang umumnya digunakan dalam kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian pada perairan waduk Saguling sebagai alternatif deteksi terhadap perubahan lingkungan akibat pencemaran logam berat berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts S.S. Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Arifin B, Deswati, Loekman U. 2012. Analisis Kandungan Logam Cd, Cu, Cr dan

Pb dalam Air Laut di Sekitar Perairan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. [Jurnal] Teknik Lingkungan UNAND 9 (2): 139-145.

Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. Jakarta: Gramedia. Connell, D.W.Gregory, J. Miller. Koestoer, Yanti (Editor). 1995. Kimia dan

Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta; Universitas Indonesia Press. 139 Hlm.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau Terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Garno Y S. 2001. Status dan karakteristik Pencemaran Air Waduk Kaskade Citarum. [Jurnal] Teknologi Lingkungan Vol.2 No.2.

Irianto E W. 2011. Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan, Pemodelan dan Upaya Pengendalian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. Hal 2-3.

Juhaeti T, Syarif F, Hidayati N. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas. [Jurnal] Biodiversitas Vol.6 No.1 Halaman: 31-33.

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Waduk Saguling dan Waduk Cirata Tercemar Logam Berat. Jakarta (ID): KLH.

Koswara B. 2011. Restorasi Waduk Saguling Melalui Aplikasi Metode Ekoteknologi. [Jurnal] Akuatik Vol.2 No.2.

(30)

19 Napitupulu A. 1989. Pengembangan Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Pada PT (Persero) Kawasan Berikat Nusantara [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Novotny V, Olem H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and management of Diffuse Pollution. New York: Van Nostrand Reinhold. Nybakken J W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia,

Jakarta.

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Parawita D, Insafitri, Nugraha W.A. 2009. Analisis Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) di Muara Sungai Porong. [Jurnal] Kelautan, Vol 2 No.1. Perda No. 39 Tahun 2000. Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada

Sungai Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa Barat.

Polii B J dan Sonya D N. 2002. Pendugaan Kandungan Merkuri dan Sianida di Daerah Aliran Sungai (DAS) Buyat Minahasa. [Jurnal] Ekoton Vol.2 No.1, No 1:31-37.

PPRI. 2001. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.

PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Saguling. 2013. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Waduk Saguling, Kwartal I.

Rachmatiah I. 2005. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Akumulasi Logam Berat Pada Ikan Budidaya. Workshop Culture, Capture Conflicts: Sustaining Fish Production and Livelihoods in Indonesia Reservoirs; 1-20 Okt 2005. Bandung.

Rochyatun E, Kaisupy MT, Rozak A. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. [Jurnal] Makara, Sains, Vol. 10, No. 1, April 2006: 35-40.

Romimharto K. 1991. Pengantar Pemantau Pencemaran Laut. Status Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LIPI Jakarta. 1-14 Hal. Saeni S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sawyer C N and McCarty P L. 1978. Chemistry for Environmental Enginering, Edisi ke-3. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.

Shindu SF. 2005. Kandungan Logam Berat Cu, Zn dan Pb Dalam Air, Ikan Nila (Oroechromis niloticus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Dalam Karamba Jaring Apung, Waduk Saguling [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suprihatin dan Indrasti N S. 2010. Penyisihan Logam Berat dari Limbah Cair Laboratorium dengan Metode Presipitasi dan Adsorpsi. [Jurnal] Makara, Sains Vol.4 No.1 Halaman: 44-50.

Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). [Jurnal] Seminar Nasional III.

(31)

20

(32)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh air

Stasiun 1. Maroko (Inlet) Stasiun 2. Cicadas (Tengah) Stasiun 3. DAM (Outlet) Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Insitu

Botol polietilen 500ml botol BOD GPS Secchi disk

Van Dorn Bottle Sampler pH indikator Gelas ukur Cool Box

Termometer Air Raksa Siring Erlenmeyer 250 ml Bahan untuk titrasi DO

(33)

22

Eksitu

Corong Erlenmeyer SnCl2 25% AAS model AA-7000

Aquades Tubidimeter

Lampiran 3 Data logam berat Hg, Pb dan Cd hasil pembacaan AAS Stasiun

pengamatan Kedalaman (m) Unit

Logam

Hg Pb Cd

Inlet

0 ppm

0,108 0,226 0,022

Tengah 0,062 0,269 0,021

Outlet 0,046 0,204 0,016

Inlet

15 ppm

0,112 0,209 0,021

Tengah 0,058 0,236 0,023

Outlet 0,054 0,228 0,018

Inlet

≥ 25 ppm

0,135 0,231 0,024

Tengah 0,046 0,252 0,021

Outlet 0,073 0,293 0,021

Lampiran 4 Tabel jenis dan jumlah industri yang beroperasi pada DAS Citarum

No Jenis Industri Jumlah

1 Tekstil 228

2 Aneka Industri 38

3 Logam 17

4 Makanan dan minuman 14

5 Farmasi 10

6 Kimia 8

7 Plastik 7

8 Kulit 6

9 Minyak dan Cat 4

10 Kertas 2

(34)

23 Lampiran 5 Bagan dan sistem kerja mesin Atomic Absorption Spectrophotometer

Gambar 22 Bagan dan sistem kerja mesin AAS untuk menganalisis logam/mineral (kecuali P), 1] Lampu katoda; 2] Chopper; 3] Nyala; 4] Atomizer; 5] Lampu kondensor; 6] Celah/slit; 7] Lensa kolimating; 8] Kisi defraksi; 9] Sinar defraksi; 10] Celah keluar sinar; 11] Foto tube; 12] Slang penghisap cairan; 13] Cairan sampel/standar; 14] Asetilen

(C2H2)/N2O/H2; 15] Udara; 16] Flow meter; 17] Amplifier; 18] Recorder digital; 19]

Pembuangan Cairan.

Gambar 23 Sistem digesti sampel untuk analisis logam Hg yang dilengkapi kondensor untuk mencegahpenguapan logam tersebut, 1] Kran air; 2] Blok pemanas; 3] pengatur panas; 4] Tabung isi sampel dan cairan digesti; 5] Kondensor; 6] Buangan air pendingin.

Gambar 24 alat tambahan generasi uap vapour generation acessories (VGA) untuk

melengkapi mesin AAS dalam analisis Hg, As dan Se, 1] Sinar lampu katoda; 2] Tabung kaca; 3] Gelas kaca tempat reduksi; 4] Pembuangan cairan; 5] Uap hasil reduksi; 6] Pipa gas pendorong uap; 7] Pompa peristaltik; 8] Pipa penghisap sampel; 9] Pipa penghisap

(35)

24

Lampiran 6 Baku mutu yang digunakan

Parameter Satuan/Unit Baku Mutu

*Kelas III *Kelas IV **Golongan C **Golongan D

FISIKA

Suhu oC Deviasi 3 Deviasi 5 suhu normal ± 3oC suhu air normal

Kekeruhan NTU - - - -

Kecerahan Meter - - - -

KIMIA

pH - 6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 – 9

DO mg/L 3 - Disyaratkan > 3 0

Cd (Kadmium) ppm 0,01 0,01 0,01 0,01

Pb (Timbal) ppm 0,03 1,0 0,03 1,0

Hg (Merkuri) ppm 0,002 0,005 0,002 0,005

Keterangan :

*) Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001.

(36)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 08 Juli 1991 dari ayahanda Halek Badaruddin dan ibunda Darsyh Halek. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 2 Tidore dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD), dan diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasisiwi di IPB penulis aktif dalam beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut diantaranya menjadi anggota Bugong Puteh IPB (2009-2010), Anggota Biro Coorporation Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK (2010-2011) (BEM-C), BINDES (2010-2012), OMBAK (2010-2011) dan berbagai kegiatan lainnya yang berada dalam lingkup organisasi BEM-C. Pada kegiatan akademik penulis pernah menjadi Asisten Sumber Daya Perikanan periode (2012-2013). Penulis menyelesaikan studi dengan melakukan penelitian dan skripsi yang berjudul “Sebaran Logam Berat Hg, Pb dan Cd Pada Air Di Waduk Saguling

Gambar

Gambar 1. Alur perumusan masalah penelitian
Gambar 2. Denah lokasi pengamatan di waduk Saguling
Gambar 4. Pola sebaran logam Hg pada air berdasarkan Ocean Data View
Gambar 5 menerangkan nilai rata-rata kandungan logam berat Pb pada  masing-masing stasiun dan setiap kedalaman berbeda
+6

Referensi

Dokumen terkait

mengambil judul “Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia Yang Terdaftar

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau kesetaraan persepsi antara mahasiswa akuntansi jenis kelamin laki- laki dan perempuan terhadap faktor pelatihan profesional

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak signifikan pada analisis bivariat uji chi-square variabel tingkat adiksi media sosial dengan interaksi sosial dengan nilai

Dua setengah suku di bagian timur sungai Yordan telah melaksanakan kewajibannya dengan baik walaupun sudah mendapat milik pusaka dan bagiannya, dan mendirikan

Dari hasil experimental di laboratorium dapat diperoleh kesimpulan bahwa limbah serbuk gergajian kayu yang dicampur dengan semen dapat diolah menjadi agregat

Gerakan tersebut ditujukan untuk kawan atau dapat juga dikembalikan kepada lawan yang fungsinya sebagai smes yaitu dengan cara melakukan gulingan badan (seperti salto) dan

Penerapan metode penskalaan dalam perancangan termodinamik motor baru mensyaratkan penentuan parameter-parameter yang mempengaruhi unjuk kerja motor yang sedang dirancang,

Masih menurut Olivas (2013) Perasaan marah karena kehilangan jika tidak dikendalikan dapat menjauhkan seseorang dari keluarga dan teman-temannya karena perasaan ini