• Tidak ada hasil yang ditemukan

Entomology study and dengue virus detection on aedes spp. and community behaviour in Bantarjati Village Bogor City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Entomology study and dengue virus detection on aedes spp. and community behaviour in Bantarjati Village Bogor City"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ENTOMOLOGI DAN DETEKSI VIRUS

DENGUE PADA

Aedes

spp. SERTA PERILAKU

MASYARAKAT DI KELURAHAN BANTARJATI BOGOR

ZAHARA FADILLA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ZAHARA FADILLA. Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SURACHMI SETIYANINGSIH

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus DEN memiliki 4 tipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang terkait dengan antigen yang berbeda. Arbovirus ini banyak ditransmisikan pada daerah urban terutama yang beriklim tropis dan subtropis oleh nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus. Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor karena penderita penyakit tersebut dapat ditemukan sepanjang tahun dengan jumlah kasus yang paling tinggi di kota Bogor. Tingginya kasus kejadian DBD di Kelurahan Bantarjati terkait dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes spp. dan virus DEN yang terpelihara pada nyamuk vektor di daerah tersebut. Sampai saat ini serotipe virus yang terdapat pada nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor belum diketahui, karena belum ada data dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai indentifikasi serotipe virus Dengue dari nyamuk vektor tersebut.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji bioekologi nyamuk Aedes spp., mendeteksi keberadaan virus DEN pada tubuh nyamuk Aedes spp. dan mempelajari pengetahuan, sikap serta praktik masyarakat di daerah endemik DBD Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 sampai Juli 2012 di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Penelitian dilakukan dalam bentuk survei lapangan selama 4 bulan dengan cara melakukan survei di rumah penduduk dari jam 06.00 sampai jam 18.00. Kegiatan

di lapangan yang telah dilakukan adalah berupa, 1) penangkapan nyamuk; 2) pengumpulan jentik nyamuk; 3) pemasangan perangkap ovitrap; 4) deteksi

virus DEN pada nyamuk Aedes spp. dan 5) studi pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat banyak menggunakan wadah sebagai tempat penampungan air baik berupa wadah tempat penampungan air (TPA) ataupun wadah bukan TPA. Jenis wadah yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah wadah TPA sebanyak 298 buah (75.25%), wadah bukan TPA sebanyak 98 buah (24.75%) sedangkan wadah alamiah tidak ditemukan dilokasi penelitian. Jenis wadah yang banyak ditemukan larva adalah pada wadah non TPA (60.01%) sedangkan pada wadah TPA lebih sedikit ditemukan larva (12.20%). Nilai indeks CI, HI dan BI di Kelurahan Bantarjati termasuk dalam kelompok kepadatan populasi nyamuk yang sedang dengan nilai density figure termasuk dalam skala 2-5. Nilai rata-rata ABJ secara umum di lokasi penelitian menunjukan masih berada dibawah indikator ABJ nasional (95%). Hal ini menunjukan bahwa Kelurahan Bantarjati masih memiliki risiko yang tinggi dalam penularan penyakit DBD. Masyarakat di lokasi ini harus meningkatkan program pemberantasan sarang nyamuk untuk mengurangi risiko penularan penyakit DBD.

(5)

sedangkan pada nyamuk Ae. albopictus lebih banyak mengisap darah di luar rumah pada jam penangkapan jam 10.00-11.00 (0.42 nyamuk/orang/jam) dan jam 14.00-15.00 (0.17 nyamuk/orang/jam). Perilaku istirahat nyamuk Ae. aegypti cenderung lebih menyukai di dalam rumah dan Ae. albopictus lebih menyukai istirahat di luar rumah. Virus DEN serotipe DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 tidak ditemukan dalam tubuh nyamuk betina Aedes spp. dari Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Masyarakat Kelurahan Bantarjati Kota Bogor memiliki tingkat perilaku yang cukup baik (sedang).

(6)

SUMMARY

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a desease which caused by dengue virus (DEN). DEN virus has four types, DEN-1, DEN-2, DEN-3 and DEN-4. They are associated with antigen. This arbovirus is transmitted by Ae.aegypti dan Ae. albopictus mosquitoes in many urban areas, especially in tropical and subtropical area. DHF still becomes healthy problem at Bantarjati village in Bogor city, because the sufferer of the desease can be found all year with the highest number of cases in Bogor city. The high of DHF cases at Bantarjati village is associated with the presence of DEN virus which is maintained in the vector Aedes spp. mosquito. Until now, serotype virus which contain in Aedes spp. mosquito at Bantarjati village Bogor city was not known, there were not data or research about identification serotype dengue virus of Aedes spp. mosquito.

The aims of this research are to examine bioecology of Aedes spp. mosquito, to detect the presence of DEN virus in Aedes spp. mosquito and to study about behaviour of the community in DHF endemic area at Bantarjati village in Bogor city. This research was done on April 2012 until july 2012. This research used method survey on field for 4 months by conducting a survey in the home at 06.00 am to 06.00 pm. Survey activities on field by 1) collecting mosquito; 2) collecting larvae of mosquito; 3) trapping ovitrap; 4) detect of DEN virus and 4) studying behavior of the community.

The result showed that the community used water container and non water container. Type water container more used than non water container, water average value of ABJ in research location shows under national ABJ indicator (95 %). The matter shows that Bantarjati village still has high risc of DHF desease transmission. The community in this location has to increase eradication of mosquito breeding program to decrease risc of DHF desease transmission.

The highest blood sucking activity of Ae. aegypti happened inside the house on 10.00-11.00 am (0,42 mosquito/person/hour ) and 04.00-05.00 pm (0,21

mosquito/person/hour), whereas the highest blood sucking activity of Ae. albopictus happened outside the house on 10.00-11.00 (0,42

(7)
(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

KAJIAN ENTOMOLOGI DAN DETEKSI VIRUS

DENGUE PADA

Aedes

spp. SERTA PERILAKU

MASYARAKAT DI KELURAHAN BANTARJATI BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)

Judul Tesis : Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor. Nama : Zahara Fadilla

NIM : B252110061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua

drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Prof. Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc, Agr

Tanggal Ujian: 26 September 2013

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak April 2012 ini ialah Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. dan Ibu drh. Surachmi Setiyaningsih Ph.D selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis, serta Ibu Dr.drh. Susi Soviana, MSi yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi dalam ujian tesis. Terima Kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada para staf pengajar dan pegawai laboratorium Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan selama masa penyelesaian studi. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan PEK 2011 (ka Dewi, Titi, mas Supri, Nisa, Riski dan mas Resa) serta teman-teman yang telah membantu penelitian ini (Karen, Rindang, Aji, mas Rizal dan mba Pupi) semoga tetap semangat dalam menyelesaikan studi dan sukses untuk semuanya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, do’a dan kasih sayangnya selama ini

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(15)

DAFTAR ISI

Replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes spp. 4

Bioekologi Aedes spp. 5

Polymerase chain reaction (PCR) 6

Reverse Trancription-Polymerase chain reaction (RT-PCR) 6

Teknik deteksi virus Dengue 7

Perilaku kesehatan masyarakat 7

Deteksi virus Dengue pada nyamuk 11

RT-PCR 11

Metode single-tube multiplex RT-PCR 11

Metode nested RT-PCR 12

Elektroforesis 12

Visualisasi 13

Survei pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat 13

Analisis Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Hasil identifikasi larva 15

Pengamatan larva 15

Persentase wadah positif larva berdasarkan jenis wadah 15 Persentase wadah positif larva berdasarkan letak wadah 18 Persentase wadah positif larva berdasarkan bahan dasar wadah 18 Persentase wadah positif larva berdasarkan warna wadah 19

Indeks larva 20

(16)

Jenis nyamuk yang tertangkap 23

Kepadatan nyamuk Aedes spp. 24

Perilaku nyamuk 27

Perilaku mengisap darah 27

Perilaku istirahat 29

Perilaku bertelur 31

Deteksi virus Dengue 32

Pengetahuan, sikap dan praktik Masyarakat 36

Karakteristik responden 36

Pengetahuan responden 37

Sikap responden 37

Praktik responden 38

Pembahasan umum 38

5 SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 46

(17)

DAFTAR TABEL

1 Kepadatan larva nyamuk (density figure) 14

2 Persentase wadah positif larva berdasarkan jenis wadah 17 3 Persentase wadah positif larva berdasarkan letak wadah 18 4 Persentase wadah positif larva berdasarkan bahan dasar wadah 19 5 Persentase wadah positif larva berdasarkan warna wadah 20 6 Jenis dan jumlah nyamuk dewasa yang tertangkap 23 7 Kepadatan nyamuk landing rate (LR) dan resting rate (RR)

Ae. aegypti dan Ae. albopictus 24

8 Kepadatan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus saat istirahat 30 9 Hasil Deteksi Virus Dengue pada nyamuk dengan metode RT-PCR 33 10 Karakteristik responden di Kelurahan Bantarjati 36

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur virus Dengue 3

2 Comb scales larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus 15 3 Persentase jenis wadah yang diperiksa dan positif terdapat larva 16

4 Persentase angka bebas jentik 21

5 Indeks larva perbulan 21

6 Bretau indeks dan indeks curah hujan perbulan 22

7 Polas sisik Ae. aegypti dan Ae. albopictus 23 8 Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan indeks curah hujan 25 9 Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan kelembaban 26

10 Persentase kepadatan nyamuk umpan orang 28

11 Aktivitas mengisap darah Ae. aegypti 28

12 Aktivitas mengisap darah Ae. albopictus 29

13 Nilai ovitrap index di Kelurahan Bantarjati 31 14 Telur Aedes spp. yang menempel pada kertas saring (ovitrap) 32 15 Hasil elektroforesis metode single-tube multiplex pada sampel nyamuk 34 16 Hasil elektroforesis metode nested pada sampel nyamuk 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor 46

2 Data kondisi lingkungan 49

3 Kegiatan Penelitian Pengumpulan larva dan nyamuk Aedes spp. 50

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dengue merupakan salah satu penyakit viral penting yang ditransmisikan oleh vektor arthropoda. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan 4 serotipe virus DEN, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang terkait dengan antigenik. Infeksi akibat salah satu serotipe virus tersebut akan memberikan kekebalan seumur hidup, namun tidak dengan serotipe yang berbeda. Virus Dengue (DEN) banyak ditransmisikan pada daerah urban terutama yang beriklim

tropis dan subtropis oleh nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus dan Ae. Polynesiensis (Perez et al. 1998; WHO 2001). Namun di Indonesia, Kamerun,

Madagaskar, Vietnam dilaporkan bahwa vektor yang berperan dalam penyebaran DBD adalah Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Abednego 1997; Fontenille & Toto 2001; Raharimalala et al. 2012).

Penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 ketika terjadi wabah di Surabaya dan Jakarta, sejak saat itu terjadi penyebaran penyakit DBD dengan sangat cepat dan meluas hingga ke 33 provinsi Indonesia (Kemenkes RI 2011; Prasittisuk 1998). Penyakit ini seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah endemis tinggi DBD. Peningkatan kasus DBD terus meningkat bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam. Walaupun demikian kenaikan kasus ini berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR) akibat DBD, yang pada awal ditemukannya CFR berkisar 40% kemudian terus menurun hingga pada tahun 2010 hingga 0,87% (Kemenkes RI 2011).

Penderita yang terserang virus DEN ditandai dengan terjadinya demam dengue atau bahkan pada penderita DBD biasanya disertai dengan pendarahan dan juga syok yang dapat menyebabkan muntah ataupun feses berdarah. Gejala awal penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak, suhu tubuh meningkat hingga 38-39oC, tampak bintik-bintik pendarahan di kulit, terkadang disertai mimisian atau perdarahan pada gusi (Abednego 1997). Manifestasi klinis infeksi virus DEN bermacam-macam yaitu 1)demam berdarah (DB), 2)demam berdarah dengue (DBD) dan 3) dengue syok sindrom (DSS). Gejala klinis DB adalah terjadinya demam, sakit kepala, myalgia, arhtralgia dan ruam. Pada kasus DBD gejala klinis ditandai dengan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga terjadi kebocoran plasma, trombositopenia dan manifestasi pendarahan. Pada gejala DSS biasanya disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi dan syok. Pasien DSS yang tidak segera mendapatkan perawatan akan menyebabkan kematian (Clyde et al. 2006). Vaksin untuk pencegahan dan obat untuk penyakit DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya (Gupta et al. 2012; Sukowati 2010).

(20)

2

orang tahun 2009, 1769 orang tahun 2010, 608 orang tahun 2011, dan 828 orang pada tahun 2012. Kasus DBD di Kelurahan Bantarjati pada tahun 2011 diketahui berjumlah 21 orang dan tahun 2012 berjumlah 44 orang penderita DBD (Dinkes Kota Bogor 2012). Tingginya kasus kejadian DBD di Kelurahan Bantarjati tentunya terkait dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes spp. dan virus DEN yang terpelihara pada nyamuk vektor di daerah tersebut. Sampai saat ini ekologi nyamuk Aedes spp. serta serotipe virus DEN yang terdapat dalam tubuh nyamuk di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor belum diketahui.

Untuk itu diperlukan penelitian bioekologi nyamuk Aedes spp. serta deteksi keberadaan virus DEN pada nyamuk vektor di daerah endemik DBD. Survei virus DEN ini dapat dilakukan dengan cara mengisolasi virus dari spesimen nyamuk. Teknik yang digunakan untuk deteksi dan identifikasi serotipe virus antara lain adalah teknik Reverse Trancriptation-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang telah dikembangkan sejak tahun 1990-an (Lanciotti et al. 1992; WHO 2009).

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perumusan masalah adalah belum diketahuinya serotipe virus Dengue pada populasi vektor yang ditransmisikan oleh nyamuk Aedes spp. dan diperlukan penelitian untuk mengetahui bioekologi nyamuk Aedes spp. serta hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dengan kejadian DBD di kelurahan Bantarjati Kota Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah melakukan kajian terhadap vektor, virus, serta perilaku masyarakat terkait penyakit DBD di kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1) Mengetahui Kepadatan larva dan nyamuk Aedes spp. 2) Mendeteksi virus Dengue pada nyamuk Aedes spp.

3) Mempelajari.pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat terhadap penyakit DBD.

Manfaat Penelitian

(21)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Dengue

Virus dengue merupakan virus yang termasuk dalam kelompok arthropod-borne viruses (arbovirus) dari famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Jenis Flavivirus lainnya yang termasuk dalam genus ini adalah yellow fever virus, west nile virus, japanese enchephalitis virus dan tick borne encephalitis virus (Clyde et al. 2006). Dengue termasuk group IV(+)SS RNA. Virus DEN adalah virus RNA yang beramplop dengan diamater 30 nm (Cook & Zumla 2009). Virus DEN secara genetik terdiri dari 4 grup dengan serotipe antigen yang berbeda, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Cook & Zumla 2009; Lee et al. 2010).

Gambar 1. Struktur Virus Dengue Sumber: http://www.viprbrc.org

Virionnya mempunyai nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein (Gambar 1). Genom virus dengue berukuran panjang sekitar 11 kb (kilobase), dan terdiri dari tiga gen protein struktural yang menkodekan nukleokapsid atau protein inti (core, C), satu protein terikat membran (membrane, M), satu protein penyelubung (envelope, E). dan tujuh gen protein nonstruktural (nonstructural, NS). Pada genom terdapat Open Reading Frame (ORF) yang diapit oleh nontranslated region(NTR) dari 5’ ke 3’. Urutan genomnya adalah 5’UTR-C-pr(M)-E-NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-NS5-3’UTR (Clyde et al. 2006; WHO 2004).

(22)

4

Mekanisme Transmisi Virus Dengue

Virus DEN dapat terus terpelihara di alam dengan 2 mekanisme transmisi, yaitu transmisi horizontal dan transmisi vertikal. Transmisi virus DEN secara horizontal terjadi ketika nyamuk Aedes spp. mengisap darah vertebrata yang mengalami viremia. Virus mulai melakukan replikasi di dalam sel epitel midgut, kemudian menyebar ke homocoel dan menginfeksi kelenjar ludah. Setelah berhasil menginfeksi kelenjar ludah virus DEN siap ditransmisikan saat nyamuk mengisap darah inang (Resh & Carde 2009).

Mekanisme transmisi virus DEN secara vertikal terjadi dalam tubuh nyamuk betina dimana virus DEN akan diturunkan ke generasi berikutnya melalui telur (transovarial). Penelitian Seran & Prasetyowati (2012) menggunakan 50 ekor nyamuk Ae. aegypti (F1) berasal dari 5 induk yang diinfeksi virus DEN-2 secara oral. Nilai transovarial infection rate (TIR) pada telur generasi F1 adalah 100%, sedangkan pada generasi F2 menurun menjadi 52%. Keberadaan virus pada telur (F2) dilakukan pada sediaan egg squash yang diuji dengan metode immunocytochemistry streptavidin biotin peroxidase complex (ISBPC). Joshi & Sharma (2001) menyatakan bahwa mekanisme transmisi virus DEN secara transovarial berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan telur yang menetas hingga generasi nyamuk (F7). Generasi nyamuk F1 (diperiksa 50 sampel telur/positif 26 telur) dengan nilai Transovarial transmission sampai F4 mengalami kegagalan menetas hingga 52.0% sampai dengan 67.5% dan pada generasi F5 tingkat kegagalan telur menetas semakin menurun.

Replikasi Virus Dengue dalam Tubuh Nyamuk Vektor Aedes spp.

Replikasi virus DEN di dalam tubuh vektor nyamuk Aedes spp. dimulai ketika virus masuk ke dalam tubuh nyamuk setelah nyamuk mengisap darah inang yang mengalami viremia. Virus DEN melakukan penetrasi ke dalam sel epitel midgut, kemudian virus mulai melakukan replikasi dan virus akan menyebar ke homocoel. Selanjutnya menyebar ke organ-organ lain dalam tubuh nyamuk terutama kelenjar ludah yang merupakan organ penting dalam transmisi virus DEN (Salazar et al. 2007). Penelitian replikasi virus DEN telah dilakukan oleh Salazar et al. (2007) dengan menggunakan vektor nyamuk DBD, yaitu Ae.aegypti yang diinfeksikan virus virus DEN secara oral. Organ nyamuk yang terinfeksi adalah sel epitel midgut, kelenjar ludah, jaringan saraf. Antigen juga mulai ditemukan di trakhea dan jaringan kelenjar ludah, jumlah antigen virus dalam kelenjar ludah akan meningkat selama infeksi. Menurut Dubrulle et al. (2009) faktor penting yang menyebabkan nyamuk Aedes spp. dapat mentransmisikan virus adalah dosis infeksi virus yang masuk ke dalam tubuh nyamuk. Virus juga harus lebih besar dari batas maksimum saat memasuki lumen midgut nyamuk.

(23)

5 ekstrinsik di dalam tubuh nyamuk adalah 8-10 hari. Setelah terinfeksi virus DEN, nyamuk vektor dapat tetap infektif selama hidupnya dalam waktu 39-45 hari (Cook & Zumla 2009; WHO 2004)

Bioekologi Aedes spp.

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas dalam waktu 1 sampai 3 hari pada suhu 30oC, telur Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu yang lama tanpa air. Setelah telur menetas akan menjadi larva dan mengalami 4 kali pergantian kulit (instar) dan berubah menjadi pupa. Pada stadium pupa dibutuhkan waktu 2-3 hari, tetapi dapat lebih panjang pada suhu rendah. Nyamuk jantan dewasa umumnya bertahan hidup hanya 6 sampai 7 hari sedangkan nyamuk betina dapat bertahan selama 2 minggu di alam (Hadi & Soviana 2010).

Nyamuk yang berperan dalam wabah penyakit DBD adalah nyamuk Aedes spp. betina, karena nyamuk ini memerlukan darah untuk mematangkan telurnya. Vektor nyamuk betina ini biasanya mengisap darah disiang hari. Perilaku berbeda ditunjukan oleh nyamuk jantan, nyamuk jantan hidup hanya dari nektar bunga (Abednego 1997). Habitat Ae. aegypti biasanya pada ban bekas, vas bunga yang terbuat dari logam, plastik dan keramik. Populasi Ae. aegypti dipengaruhi faktor kompetisi intraspesifik dan tergantung pada keberadaan dan jenis kontainer yang tersedia. Larva Ae. albopictus banyak ditemukan pada guci, sampah, kaleng, ember, botol dan pipa. Apabila dibandingkan dengan Ae.aegypti, kelimpahan Ae. albopictus jauh lebih rendah namun larva kedua spesies nyamuk vektor DBD ini sering di temukan berada dalam wadah yang sama (Vezzani & Carbajo 2008).

Habitat nyamuk Ae. albopictus yang berada pada siklus silvatik umumnya pada lubang pohon. Sedangkan di daerah suburban atau pinggiran nyamuk ini banyak ditemukan di daerah irigasi dan di daerah urban seperti perumahan Ae. albopictus paling banyak ditemukan di tanaman bromeliad, air yang tergenang di tanah, wadah artifisial dan vegetasi yang merupakan habitat ideal untuk nyamuk Ae. albopictus (Obenauer et al. 2010). Nyamuk Ae. albopictus lebih menyukai habitat yang dikelilingi vegetasi dan terdapat sisa-sisa tumbuhan di lubang pohon dan aksil daun. Faktor lingkungan juga mempengaruhi kehadiran 2 spesies nyamuk tersebut di alam, namun terkadang di alam terjadi persaingan antara Ae. aegypti dan Ae. albopictus karena kedua spesies tersebut memiliki sumber inang yang sama (Kamgang et al. 2010). Oviposisi telur nyamuk Aedes spp. dipengaruhi oleh warna, wadah, ukuran wadah, dan musim. Waktu puncak oviposisi terjadi pada saat sore hari (Harrington et al. 2008).

(24)

6

bersifat antropofilik, walaupun mungkin juga mengisap darah hewan lainnya. Aedes spp. memiliki 2 waktu aktivitas mengisap darah yaitu beberapa jam di pagi hari dan beberapa jam sebelum gelap. Nyamuk ini memiliki perilaku yang dapat mengisap darah lebih dari satu orang, sehingga perilaku ini dapat meningkatkan efektivitas dalam penyebaran kasus DBD (WHO 2004).

Polimerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode ampifikasi DNA yang dilakukan secara in vitro dan dapat memperoleh 106-109 kali jumlah DNA target awal. Teknik PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mulis pada tahun 1959 (Handoyo & Rudiretna 2000; Sudjadi 2008). Enzim polimerase yang termostabil seperti Taq DNA Polimerase yang diberasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus digunakan untuk mengkatalis reaksi buffer yang akan memperpanjang suatu pasangan primer oligonukleotida dan 4 deoxynucleoside triphosphates (dNTPs) menjadi jutaan salinan dari urutan DNA target ( Chen & Janes 2002; Sudjadi 2008).

Hal yang dibutuhkan dalam proses PCR adalah 1) template DNA yang berfungsi sebagai cetakan pertama; 2) primer oligonukleotida sintetik yang mengapit daerah DNA target; 3) enzim polimerase DNA (Taq polimerase); 4) dNTPs (Deoxynucleotide triphosphate); 5) buffer PCR yang mengandung MgCl2

(Handoyo & Rudiretna 2000; Sudjadi 2008). Proses ampifikasi dalam PCR melibatkan beberapa tahapan yaitu, 1) tahapan denaturasi yang merupakan tahapan pemisahan untaiganda DNA menjadi untai tunggal. Suhu yang rantai, primer yang telah menempel akan mengalami pemanjangan dengan dNTP yang komplemen pada sisi 3' nya dan akan terjadi perbanyakan secara eksponensial. Pada tahap ini suhu dinaikkan menjadi 72oC yang merupakan suhu optimum kerja Taq polimerase (Mc.Pherson & Moller 2006; Sudjadi 2008). Reverse Transcriptation-Polimerase Chain Reaction (RT-PCR)

Metode RT-PCR ini diperlukan jika yang diamplifikasi adalah RNA. Pertama-tama RNA akan diubah terlebih dahulu menjadi DNA dengan menggunakan reverse transcriptase yang akan mensintesis DNA menggunakan cetakan RNA dan menghasilkan DNA yang dikenal dengan nama cDNA. Hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA, setelah terbentuk DNA, maka DNA itu dapat diamplifikasi seperti umunya PCR (Sudjadi 2008).

Teknik Deteksi Virus Dengue dengan Metode RT-PCR

(25)

7 dapat digunakan pada sampel darah manusia dan jaringan (Gubler 1998; Lanciotti et al. 1992). Metode RT-PCR yang banyak digunakan dalam diagnosis kasus DBD adalah metode multiplex RT-PCR dan metode nested RT-PCR.

Multiplex RT-PCR merupakan suatu metode yang digunakan dengan cara menkombinasikan primer spesifik dari keempat serotipe virus DEN dalam satu reaksi tunggal untuk mengidentifikasi serotipe virus DEN dalam suatu sampel, produk amplifikasi dari metode ini divisualisasikan dalam pita DNA dengan berat molekul yang berbeda-beda sesuai ukuran pita DNA masing-masing serotipe virus DEN (WHO 2011). Metode ini telah dimodifikasi menjadi metode single tube multiplex RT-PCR atau metode dalam satu langkah yang bertujuan untuk mengurangi risiko terkontaminasinya sampel (Harris et al. 1998). Metode nested RT-PCR berbeda dengan Multiplex RT-PCR, karena dalam metode ini dilakukan dua kali amplifikasi, amplifikasi pertama menggunakan primer Dengue universal dengan core (C) dan premembran (PRM) sebagai target wilayah genom virus yang akan diamplifikasi dan setelah itu diikuti proses amplifikasi kedua dengan menggunakan primer spesifik masing-masing serotipe virus DEN (WHO 2011).

Teknik RT-PCR one step atau multiplex (fourplex) dapat mendeteksi sampel dengan baik. Kombinasi antara RT-PCR dengan nested multiplex PCR terbukti dapat mendeteksi sampel yang mengandung Flavivirus dan konfirmasi serotipe virus DEN (Wijayanti et al. 2006). Untuk menghindari hasil positif palsu karena terjadinya amplifikasi non-spesifik diperlukan untuk menargetkan daerah genom spesifik virus DEN dan antara Flavivirus lainnya. Hasil positif palsu juga dapat terjadi karena terjadinya kontaminasi oleh amplikon dari hasil amplifikasi sebelumnya (WHO 2009).

Perilaku Kesehatan Masyarakat

Perilaku merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo 2007). Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1) determinan atau faktor internal berupa karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2) determinan atau faktor eksternal berupa lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dalam perkembangannya teori ini dimodifikasi untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan dalam hal:

1) Pengetahuan (knowledge)

(26)

8

dibandingkan dengan dengan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan terdapat larva di rumahnya lebih sedikit (8.6%). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa jika responden memiliki pengetahuan yang baik tentang penyebab penyakit DBD dan bagaimana cara melakukan program pemberantasan sarang nyamuk maka di rumah responden akan ditemukan sedikit atau tidak ditemukan larva Aedes spp.

2 Sikap (attitude)

Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Sikap juga terdiri dari beberapa

tingkatan yaitu: 1) menerima(receiving); 2) merespon (responding); 3) menghargai (valuing); 4) bertanggung jawab (responsible). Menurut Yudhastuti

& Vidiyani (2005) sikap responden merupakan respon yang masih tertutup dan tidak tampak dalam upaya yang nyata, sehingga walaupun mereka setuju terhadap program PSN dan bahaya yang di timbulkan oleh keberadaan nyamuk vektor DBD di lingkungan rumah belum tentu praktik mereka sesuai dengan sikapnya. 3 Praktik (practice)

(27)

9

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Bantarjati Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Wilayah ini merupakan permukiman penduduk yang merupakan daerah endemik DBD berdasarkan kejadian kasus. Pelaksaan penelitian di lapangan dilakukan selama 4 bulan. Selanjutnya penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan untuk indentifikasi larva dan nyamuk Aedes spp. dan Laboratorium Virologi FKH IPB untuk identifikasi serotipoe virus DEN.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam bentuk survei lapangan selama empat bulan dengan melakukan survei di rumah penduduk. Jumlah rumah yang akan diperiksa dihitung berdasarkan rumus binomial proportions (Lemeshow 1997):

n = Z21- α/2 p (1-p) N

d2(N-1) + Z21-α /2 p (1-p)

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal diperlukan α = derajat kepercayaan

p = proporsi penduduk yang pernah terserang DBD q = proporsi penduduk yang belum terserang DBD d = limit dari eror

N = jumlah populasi

Dari hasil perhitungan diperoleh 99 minimal sampel rumah penduduk yang akan diperiksa sebagai sampel penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan adalah berupa, 1) penangkapan nyamuk; 2) pengumpulan larva nyamuk; 3) pemasangan perangkap telur (ovitrap); 4) deteksi virus DEN dan 5) studi pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat.

Pengumpulan Telur Nyamuk

(28)

10

kemudian dibawa ke laboratorium untuk dihitung jumlah telurnya dan dihitung nilai ovitrap index.

Penangkapan Larva Nyamuk

Penangkapan larva Aedes spp. dilakukan 1 kali seminggu selama 4 bulan dengan mengamati tempat penampungan air yang menjadi tempat perindukan nyamuk baik di dalam ataupun di luar rumah, seperti bak mandi, ember, akuarium, drum, tempayan, dispenser, kaleng bekas, ketiak daun, pot tanaman, dan sebagainya. Pengamatan keberadaan larva dilakukan secara visual dengan menggunakan senter pada setiap kontainer yang berisi air. Jika ditemukan larva maka diambil dengan menggunakan cidukan dan pipet. Larva ditempatkan pada plastik yang sudah diberi label sesuai dengan lokasi dan wadah positif tempat ditemukannya larva. Berdasarkan wadah tempat perindukannya, wadah dibedakan menjadi 2 macam yaitu wadah TPA (tempat penampungan air) dan wadah non-TPA (bukan wadah tempat penampungan air). Data larva kemudian dianalisis untuk mengetahui kepadatan larva, yaitu nilai angka bebas jentik (ABJ), container index (CI), house index (HI) dan bretau indeks (BI). menit perumah dan selanjutnya resting collection (RC) untuk menangkap nyamuk yang istirahat, dilakukan selama 5 menit.

Penangkapan nyamuk disetiap rumah dilakukan oleh 2 orang kolektor, 1 orang menangkap nyamuk di dalam rumah dan 1 orang lagi menangkap nyamuk di luar rumah. Setiap kolektor nyamuk duduk dengan ujung celana digulung sampai lutut dan menunggu nyamuk yang akan hinggap selama 20 menit. Jika ada nyamuk yang hinggap langsung ditangkap dengan menggunakan aspirator dan dimasukkan kedalam wadah berupa gelas paper cup. Kemudian penangkapan nyamuk istirahat dilakukan selama 5 menit dengan menggunakan aspirator, terutama pada tempat yang biasa dihinggapi oleh nyamuk di dalam rumah seperti gantungan pakaian, dinding, dan lainnya, sedangkan dil uar rumah pada tanaman, dinding, pagar, kandang dan lainnya. Nyamuk yang telah terkumpul dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Data nyamuk yang tertangkap akan dihitung nilai landing Rate (LR), man biting rate (MBR) dan resting rate (RT).

Identifikasi larva dan Nyamuk

(29)

11 Deteksi Virus Dengue Pada Nyamuk

Deteksi serotipe virus Dengue, DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 pada nyamuk yang diperoleh dari lapangan dilakukan dengan menggunankan metode RT-PCR yang meliputi ekstraksi RNA virus dan Pengujian RT-PCR. Sampel nyamuk dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan digerus menggunakan pestle kemudian dimasukkan medium BA1. Sebanyak 10-25 nyamuk bisa ditambahkan 1 µl BA1; 5-10 nyamuk ditambahkan 500 µl BA1. Hasil gerusan di sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit, kemudian 140 µl supernatan diambil untuk ekstraksi RNA virus (Riwu 2011).

Langkah pertama sebanyak 560 µl lysis mix yang terdiri atas 560 µl AVL dan 5,6 µl RNA-carrier dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml lalu sampel dimasukkan sebanyak 140 µl dan divortex selama 10 detik, campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang. Tahap selanjutnya adalah ditambahkan etanol sebanyak 560 µl pada campuran tersebut dan divortex selama 15 detik dan disentrifus selama 5 detik. Tahap ketiga, sebanyak 630 µl larutan campuran tersebut dimasukkan ke dalam spin column yang telah terpasang pada collection tube dan disentrifuse selama 30 detik. Setelah itu spin column dikeluarkan dari sentrifuse, collection tube yang mengandung filtrat dibuang dan spin column kembali dimasukkan ke dalam collection tube yang baru.

Langkah selanjutnya adalah ditambahkan 600 µl AW1, lalu disentrifuse selama 30 detik, collection tube dibuang serta diganti, kemudian ditambahkan lagi 600 µl AW2, dan disentrifuse dengan kecepatan maksimum lalu disentrifuse selama 30 detik, collcetion tube dibuang serta diganti maksimum untuk mengeringkan (dry spin). Collection tube kembali dibuang dan spin column dimasukkan kedalam tabung eppendorf dan ditambahkan buffer AVE 60 µl tepat ditengah tanpa menyentuh dinding, diinkubasi selama 3 menit dan sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Setelah itu spin column dibuang dan tabung microsentrifuge yang mengandung RNA yang telah diekstraksi dapat langsung digunakan sebagai template RT-PCR atau hasil ekstraksi tersebut dapat disimpan pada suhu -80oC.

Reverse Trancriptation-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Teknik yang digunakan untuk mendeteksi virus DEN menggunakan pasangan basa primer. Deteksi virus DEN menggunakan generik primer virus D1 sebagai primer forward(5′TCAATATGCTGAAACGCGCGAGAAACCG3′) dan

primer virus D2 sebagai primer reverse(5′

TTGCACCAACAGTCAATGTCTTCAGGTTC3′) serta menggunakan

type-specific primers

TS1(5′CGTCTCAGTGATCCGGGGG3′),TS2(5′CGCCACAAGGGCCATGAAC AG3′), dan TS3(5′TAACATCATCATGAGACAGAGC3′) masing-masing akan mengamplifikasi region pada 482, 119, dan 290 bp dari DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 (Lanciotti et al. 1992).

Metode Single-Tube Multiplex RT-PCR

(30)

12

kemudian dilanjutkan dengan 40 siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, lalu proses anneling pada suhu 55oC selama 1 menit dan proses ekstensi pada suhu 68oC selama 2 menit dan terakhir final ekstensi pada suhu 68oC dalam waktu 5 menit. Pada proses amplifikasi disiapkan target RNA yang akan diamplifikasi pada volume 25µl dengan komposisi campuran bahan yang telah ditambahkan Master Mix PCR. Terlebih dahulu dipersiapkan campuran Master mix PCR yang ditempatkan pada cold block yang berisi campuran dengan komposisi dalam dH2O 2.76µl, 2x buffer 12.5 µl, Primer D1 (25 pmole), Primer

TS1 (25 pmole), Primer TS2 (12.5 pmole), dan Primer TS3 (12.5 pmole), Enzyme 1 µl,. Master Mix dimasukan ke dalam masing-masing tabung PCR sebanyak 20 µl dan terakhir ditambahkan 5 µl template pada tabung PCR.Tabung yang berisi campuran Master Mix PCR disentrifugasi dan dimasukkan ke dalam mesin PCR (Harris et al. 1998; Wijayanti et al. 2006).

Metode Nested RT-PCR

Amplifikasi pertama dilakukan dengan menggunakan SuperScript One-Step III RT-PCR kit (Invitrogen). Tahap PCR diawali dengan tahap reverse transcription yang dilakukan dalam waktu 60 menit pada suhu 50oC untuk menghasilkan cDNA kemudian dilanjutkan dengan 35 siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, lalu proses anneling pada suhu 55oC selama 1 menit dan proses ekstensi pada suhu 68oC selama 2 menit dan diakhiri dengan final ekstensi pada suhu 68oC. Pada amplifikasi pertama disiapkan target RNA yang akan diamplifikasi pada volume 25µl dengan komposisi campuran bahan yang telah ditambahkan Master Mix PCR. Terlebih dahulu dipersiapkan campuran Master mix PCR yang ditempatkan pada cold block yang berisi campuran dengan komposisi dalam 4 µl dH2O, 2x buffer 12.5 µl, Primer D1 (25 pmole), Primer D2

(25 pmole) dan Enzyme 1 µl. Master Mix yang sudah disiapkan dimasukan sebanyak 20 µl ke dalam tabung PCR dan terakhir ditambahkan 5 µl template untuk setiap sampel. Tabung yang berisi campuran Master Mix PCR disentrifugasi dan dimasukkan ke dalam mesin PCR.

Proses amplifikasi yang kedua untuk menentukan serotipe virus DEN menggunakan bahan hasil amplifikasi. Proses amplifikasi yang kedua menggunakan DyNAzeme EXT DNA Polymerase kit dengan total volume 25 µl. Seperti langkah pertama, pada proses amplifikasi kedua ini terlebih dahulu dipersiapkan Master Mix dengan campuran 19.3 µl dH2O, 10x buffer 2.5 µl,

dNTP 0.5 µl Primer D1 (12 pmole), Primer TS3 (12 pmole), DyNAzeme 0.5 µl dan amplicon hasil amplifikasi pertama. Dalam penelitian ini menggunakan 2 macam jumlah amplicon, yaitu amplicon 1 µl (tanpa dilusi) dan amplicon 5 µl (dilusi hasil amplifikasi pertama 1:10) adengan 20 siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, lalu proses anneling pada suhu 62oC selama 1 menit dan proses ekstensi pada suhu 72oC selama 2 menit (Aziz et al. 2002; Lanciotti et al. 1992; Wijayanti et al. 2006).

Elektroforesis

(31)

13 microwave sampai homogen dan didinginkan dalam air mengalir. Selanjutnya ditambahkan 5 µl etidium bromida dan diaduk hingga rata.

Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan ke dalam tangki (chamber) elektroforesis yang sudah diisi TAE buffer. Kemudian 5µl produk PCR dicampur dengan loading dye 6x di atas kertas parafilm dan dimasukkan ke dalam sumur pada gel agarose, lalu dimasukkan pula 5 µl Ladder DNA 1 kb; 5 µl kontrol positif dan 5 µl kontrol positif. Kontrol positif adalah hasil amplifikasi PCR yang berisi DNA yang sesuai dengan serotipe virus DEN yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan kontrol negatif merupakan hasil amplifikasi PCR yang berisi master mix yang dicampur RNA free water. Elektroforesis dilakukan dengan power supply pada posisi 120 V selama 45 menit, selama proses elektroforesis ini DNA akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif.

Visualisasi

Setelah dielektroforesis gel agarose dimasukkan ke dalam alat transluminator ultra violet untuk melihat hasil amplifikasi. Pita molekul yang yang tampak pada gel agarose menandapakan adanya segmen DNA, kemudian pita DNA dibandingkan dengan pita pada kontrol positif dan marker.

Survei Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat

Survei ini dilakukan dengan cara mewawancarai responden yang tinggal di rumah dan telah cukup dewasa untuk diwawancara berusia minimal 17 tahun. Responden diwawancarai untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan praktik terkait tentang penyakit DBD.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari data lapangan (surveilens) dan identifikasi serotipe virus DEN akan dianalisis secara deskriptif dan analisis serta disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan statistik. Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes spp. dapat dinyatakan dalam indeks LR (landing rate) dan RR (resting rate) dengan rumus sebagai berikut:

(32)

14

yang ditemukan larva Aedes spp.; HI (house index) adalah persentase rumah yang ditemukan larva; dan BI (bretau index) yang merupakan nilai persentase rumah yang ditemukan larva dalam 100 rumah yang diamati, dan indeks ABJ (angka bebas jentik), indeks ini untuk menilai persentase rumah penduduk yang tidak ditemukan larva nyamuk. Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk vektor secara lebih tepat dilakukan pengukuran OI (ovitrap index), telur-telur yang ada pada ovitrap tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Data pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dinilai berdasarkan jawaban yang benar dari hasil wawancara dengan kriteria 1) baik:>70; 2) cukup baik : 30-70 dan 3) kurang baik:<40. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat komputer melalui program SPSS.

Rumus

Tabel 1 Kepadatan Larva Nyamuk (Density Figure)

Keterangan: Indeks HI, CI dan BI dinyatakan dalam skala 1-9 Dengan kategori DF=1 (Kepadatan rendah); DF=2-5 (kepadatan sedang) dan DF=6-9 (kepadatan tinggi)

Tingkat Kepadatan

House Index (HI)

Container Index (CI)

Breeteau index (BI)

1 1-3 1-2 1-4

2 4-7 3-5 5-9

3 8-17 6-9 10-19

4 18-28 10-14 20-34 5 29-37 15-20 35-49 6 38-49 21-27 50-74 7 50-59 28-31 75-99 8 60-76 32-40 100-199

(33)

15

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Larva Aedes spp.

Hasil identifikasi jenis larva Aedes spp. yang ditemukan di lokasi penelitian, menunjukan terdapat 2 spesies larva nyamuk Aedes spp. yaitu larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Larva kedua spesies ini dibedakan berdasarkan comb scales (Gambar 2). Larva Ae. aegypti memiliki comb scales yang bergerigi dengan 3 lateral dentikel (trisula), sedangkan larva Ae. albopictus tidak terdapat perkembangan lateral dentikel (fringe).

Gambar 2 Comb scale, Keterangan gambar: A.Ae. aegypti, B. Ae. albopictus

Pengamatan Habitat Larva Nyamuk Aedes spp.

Survei penelitian larva Aedes spp. dilakukan pada 200 rumah. Pada lokasi penelitian jumlah wadah yang diperiksa sebanyak 396 wadah. Pada umumnya wadah buatan manusia menjadi tempat perindukan larva Aedes spp. Ada beberapa karakteristik wadah yang mempengaruhi peletakan telur nyamuk oleh, yaitu jenis wadah, bahan wadah, letak wadah, warna wadah, ukuran wadah, keadaan wadah tertutup atau terbuka dan karakteristik fisik lingkungan seperti indeks curah hujan (ICH), kelembaban udara, dan suhu.

Persentasi Jumlah Larva Berdasarkan Jenis Wadah

Tempat yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk spesies Aedes spp. adalah wadah buatan manusia yang terdapat genangan air. Ada 3 Jenis wadah yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk yaitu jenis wadah tempat penampungan air (TPA), non TPA dan TPA Alamiah. Wadah TPA biasa digunakan sebagai tempat penampungan air sehari-hari seperti bak mandi, tempayan, ember dan drum. Wadah lain adalah wadah non TPA yang dapat berupa wadah kecil yang dapat menampung air dalam jumlah sedikit dan tidak digunakan sebagai tempat penampungan air seperti barang bekas, vas bunga, pot, kolam, akuarium, ban bekas, dispenser dan lainnya. Berbeda dengan wadah TPA dan non TPA, wadah TPA alamiah merupakan wadah alami yang menjadi tempat

(34)

16

perindukan nyamuk Aedes spp. seperti pada ketiak daun Bromeliad, pelepah pohon pisang dan pada batang pohon bambu.

Jenis wadah yang banyak digunakan oleh penduduk (Gambar 3) adalah wadah TPA sebanyak 298 buah (75.25%), wadah non TPA sebanyak 98 buah (24.75%) sedangkan wadah alamiah tidak ditemukan dilokasi penelitian. Jenis wadah yang paling banyak ditemukan larva adalah wadah non TPA (60.01%) sedangkan pada wadah TPA lebih sedikit ditemukan larva (12.20%).

Pada lokasi penelitian jenis wadah TPA (Tabel 2) yang ditemukan antara lain adalah bak mandi, tempayan, ember dan drum. Hasil pengamatan jenis wadah TPA yang paling banyak ditemukan adalah bak mandi (144 wadah), ember (141 wadah), drum (8 buah) dan tempayan (5 wadah). Wadah TPA yang paling banyak ditemukan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus adalah drum (12.5%), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zulkarnaini et al. (2009) di Kota Dumai dengan persentase larva yang ditemukan pada drum cukup tinggi (61.76%). Persentase larva Ae.aegypti tertinggi ditemukan pada bak mandi (13.89%), kemudian diikuti drum (12.50%), ember (3.55%) sedangkan pada tempayan tidak ditemukan larva nyamuk Aedes spp. Larva Ae. albopictus paling banyak ditemukan pada drum (12.50%), kemudian ember (4.26%) dan bak mandi (1.39%). Wadah yang berukuran besar seperti drum dan bak mandi merupakan wadah yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk vektor Aedes spp. karena ukurannya yang besar dan sulit untuk menguras airnya secara rutin.

Dari keseluruhan jenis wadah, jenis wadah non TPA yang paling banyak diperiksa adalah dispenser (10.86%), kolam-akuarium (5.56%) dan vas-pot (5.05%). Persentasi wadah positif ditemukanlarva nyamuk Ae. aegypti tertinggi ditemukan pada wadah bukan TPA adalah pada ban bekas (100%), diikuti kaleng bekas dan vas-pot dengan persentasi masing-masing sebesar (40%) sedangkan kepadatan larva Ae. albopictus tertinggi ditemukan pada ban bekas dan potongan bambu (100%), saluran air (100%) dan kolam-akuarium (27.27%). Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat di lokasi penelitian masih kurang memperhatikan

(35)

17 cara pengelolaan barang bekas. Pada musim hujan wadah non TPA tersebut akan tergenang air hujan dan menjadi tempat yang potensial untuk perindukan nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus dan juga nyamuk spesies lain. Wadah dispenser (18.60%) juga menjadi wadah yang sangat potensial bagi perkembangan larva Aedes spp. khususnya larva Ae. Aegypti karena umumnya dispenser diletakkan di dalam rumah. Hal ini sangat terkait dengan kebersihan wadah penampung air pada dispenser yang jarang dibersihkan sehingga tanpa disadari menjadi tempat perindukan nyamuk. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Budiyanto (2012) yang menemukan larva pada sebagian besar dispenser yang diperiksa. Kolam-akuarium juga menjadi habitat larva nyamuk, dari 22 buah kolam-akuarium yang diperiksa ditemukan larva Ae. aegypti, Ae. albopictus, dan Cx. quinquefasciatus. Keberadaan larva tertinggi pada kolam adalah dari spesies Ae. albopictus, hal ini sesuai dengan letak kolam yang biasanya berada di luar rumah. Kolam dapat menjadi wadah yang potensial karena umumnya bahan dasar yang digunakan untuk membuat kolam adalah semen dan bentuk disain kolam yang memungkinkan larva tetap hidup walaupun di dalamnya terdapat ikan.

(36)

18

Persentase Wadah Positif Larva Berdasarkan Letak Wadah

Wadah yang diletakan di dalam rumah lebih banyak ditemukan (Tabel 3) dengan jumlah wadah 329 buah (83.08%) daripada di luar rumah sebanyak 67 wadah (16.92%). Persentase wadah di luar lebih sedikit karena sebagian lokasi penelitian merupakan daerah yang padat penduduk dengan jarak antar rumah yang saling berdekatan sehingga kemungkinan untuk meletakan wadah di luar rumah lebih kecil dan hal ini berkaitan dengan aktivitas kegiatan penduduk yang memerlukan wadah penampungan air untuk mandi, mencuci, dan memasak.

Jumlah wadah positif ditemukan larva Ae.aegypti di dalam rumah (8.81%)

dan di luar rumah (10.45%), hal ini dapat terjadi karena tempat bertelur Ae. aegypti sebagian besar adalah pada wadah buatan manusia yang ada di

lingkungan rumah baik di dalam ataupun sekitar rumah. Karakteristik permukiman juga menjadi alasan mengapa larva Ae. aegypti lebih banyak ditemukan di luar rumah, karena pada beberapa titik lokasi penelitian jarak antar rumah saling berdekatan sehingga nyamuk Ae. aegypti dapat dengan mudah mencari tempat perindukan baik di dalam ataupun di luar rumah. Persentase kepadatan larva Ae. albopictus di dalam rumah (0.91%) dan di luar rumah (34.33%), kepadatan larva nyamuk Ae. albopictus lebih tinggi di luar rumah hal ini terkait dengan karakteristik habitat nyamuk yang lebih menyukai habitat yang terdapat vegetasi tanaman. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Idowu et al. (2010) di Nigeria larva Ae. aegypti lebih banyak ditemukan di luar rumah. Kamgang et al. (2012) menyatakan pada dasarnya nyamuk Ae. albopictus adalah nyamuk spesies hutan yang beradaptasi dengan lingkungan manusia dan lebih menyukai habitat yang dikelilingi vegetasi dan terdapat sisa-sisa tumbuhan. Wonkoon et. al (2007) di Thailand melaporkan bahwa Ae. albopictus di temukan di luar rumah namun nyamuk Ae. aegypti ditemukan baik di dalam ataupun luar rumah. Keberadaan wadah TPA baik yang berada di dalam dan di luar rumah berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk vektor Aedes spp. dan menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penularan penyakit DBD (Fathi et al. 2005).

Persentase Wadah Positif Larva Berdasarkan Bahan Dasar Wadah

Sebagian besar bahan wadah yang ditemukan pada lokasi penelitian (Tabel 4) adalah plastik sebanyak 277 buah (69%), namun tampak bahwa kepadatan larva Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada wadah yang terbuat dari

Tabel 3 Persentase wadah positif larva berdasarkan letak wadah di Kelurahan Bantarjati Periode April sampai Juli 2012

Letak ∑ % Container index (%)

Wadah Wadah Ae. aegypti Ae. albopictus

(37)

19 karet (100%), logam (40%) dan kaca (15.38%). Persentase wadah yang paling sedikit ditemukan larva nyamuk wadah Ae. aegypti adalah pada wadah plastik (6.14%), hal ini terjadi karena permukaan wadah yang terbuat dari plastik lebih licin sehingga menyulitkan nyamuk betina untuk hinggap ketika melakukan oviposisi saat meletakkan telur.

Hasyimi et al. (2009) menemukan bahwa persentase kepadatan larva Aedes spp. yang ditemukan pada ban bekas cukup tinggi disebabkan permukaan ban yang berbahan karet ini kasar dan warnanya yang gelap. Pada penelitian ini larva Ae. albopictus lebih banyak ditemukan pada wadah yang terbuat dari kayu dan karet (100%). Persentase kepadatan larva Aedes spp. pada wadah kaca cukup tinggi baik larva Ae. aegypti (15.38%) dan Ae. albopictus (23.08) karena pada lokasi penelitian ditemukan bahwa wadah kaca banyak digunakan sebagai aquarium yang sudah tidak terdapat ikan, terdapat lumut dan jarang dibersihkan secara rutin sehingga memungkinkan wadah tersebut menjadi tempat perindukan nyamuk. Serupa dengan wadah dengan bahan kaca, wadah dengan bahan dasar logam juga memiliki kepadatan cukup tinggi kemungkinan karena wadah yang jarang dibersihkan. Adanya endapan berupa kotoran ataupun lumut pada wadah kaca dan logam dapat digunakan oleh larva sebagai sumber makanan larva nyamuk Aedes spp. untuk berkembang menjadi nyamuk.

Persentase Wadah Positif Larva Berdasarkan Warna Wadah

Warna wadah (Tabel 5) yang paling banyak diamati adalah warna biru (25.51%) dan putih (25.25%). Persentase larva Ae. aegypti tertinggi terdapat pada wadah tidak berwarna (transparan) (31.25%), coklat dan oranye (25%). Hal ini terjadi karena wadah tidak berwarna di lokasi penelitian sering digunakan sebagai akuarium dan vas bunga sehingga kemungkinan wadah tersebut jarang atau lama tidak dibersihkan sehingga kepadatan larva cukup tinggi.

Pada nyamuk Ae.albopictus warna wadah yang paling sering ditemukan larva adalah warna coklat (58.33%) dan hitam (15.28%), karena di lokasi

Tabel 4 Persentase wadah positif larva berdasarkan bahan dasar wadah di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

(38)

20

penelitian warna tersebut banyak digunakan sebagai pot yang dapat menampung air dan terletak di luar rumah, walaupun air yang tertampung dalam jumlah yang sedikit tetapi larva Aedes spp. dapat berkembangbiak. Suasana warna yang gelap pada TPA juga memberikan rasa aman dan tenang bagi nyamuk atau terkadang warna gelap menyebabkan larva menjadi tidak terlihat sehingga kemungkinan untuk dibersihkan menjadi lebih kecil (Salim & Febriyanto 2005). Selain itu warna wadah yang gelap juga dapat menyebabkan cahaya matahari tidak menembus dinding wadah, hal ini dapat membuat suhu air akan menjadi lebih rendah dan sesuai untuk tempat perindukan nyamuk. Warna wadah yang terang menyebabkan larva akan jelas terlihat dan cahaya matahari masih dapat menembus dinding wadah. Menurut Wongkoon et al. (2007) penggunaan warna wadah yang terang akan meminimalkan jumlah larva Aedes spp. dalam wadah.

Indeks Larva

Nilai ABJ di lokasi penelitian mengalami fluktuasi setiap bulannya (Gambar 4), nilai ABJ tertinggi terjadi pada bulan Juli (90.91%) dan nilai ABJ terendah pada bulan April (62.82%). Nilai rata-rata ABJ secara umum di lokasi penelitian adalah sebesar 76%, artinya dari 100 rumah yang diperiksa hanya 76 rumah yang tidak ditemukan larva nyamuk. Nilai ABJ di lokasi penelitian menunjukan masih berada dibawah indikator ABJ nasional (95%). Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pasir Kuda Kota Bogor juga menunjukan rendahnya nilai ABJ 75.78% (Riwu 2011).

Rendahnya nilai ABJ pada lokasi penelitian pada bulan April terkait dengan indeks curah hujan (ICH) yang tinggi. ABJ yang masih rendah dapat menjadi indikator bahwa program PSN masih belum berjalan dengan baik di lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wonkoon et. al (2007), jumlah larva Aedes spp. lebih tinggi pada musim hujan karena dengan ICH yang tinggi akan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk menyediakan habitat untuk perkembangbiakan larva Aedes spp.

(39)

21

Gambar 4 Persentase ABJ di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

Nilai indeks larva (Gambar 5) di Kelurahan Bantarjati bervariasi setiap bulannya. Nilai indeks tertinggi HI (37.18%), CI (9.60%) dan BI (19%) terjadi pada bulan April dan terendah pada bulan Juli HI (9.09%), CI (0.76%) dan BI (1.50%). Dengan nilai rata-rata HI (20.21%) yang artinya dari 100 rumah yang diperiksa terdapat 20 rumah yang positif ditemukan larva nyamuk. Angka tersebut masih tergolong rendah karena masih berada di bawah angka indikator Kemenkes RI yaitu sebesar <5%.

Gambar 5 Indeks larva perbulan di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

(40)

22

Nilai rata-rata indeks CI sebesar (3.91%) artinya dari 100 wadah yang diperiksa terdapat 4 wadah yang ditemukan larva nyamuk. Nilai rata-rata indeks BI adalah (7.75%) artinya dari 100 rumah yang diperiksa rata-rata terdapat 8 wadah yang ditemukan larva nyamuk. Hubungan nilai indeks larva HI, CI dan BI dapat di lihat dari Nilai Density Figure (DF) berdasarkan skala 1-9. Nilai HI dan BI di Kelurahan Bantarjati termasuk dalam kelompok kepadatan populasi nyamuk yang sedang atau masih di atas 5% berarti Kelurahan Bantarjati memiliki risiko yang tinggi dalam penularan penyakit DBD. Masyarakat di lokasi ini harus meningkatkan program PSN untuk mengurangi risiko penularan penyakit DBD.

Untuk melihat pengaruh curah hujan digunakan analisis korelasi antara ICH dengan BI, didapat koefesien korelasi sebesar 0.968 dengan angka signifikansi sebesar 0.032 (p<0.05). Dari hasil korelasi tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara ICH dengan BI, kepadatan larva dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan terisinya wadah untuk perindukan larva terutama larva nyamuk Aedes spp. Pada lokasi penelitian angka ICH yang tinggi akan disertai peningkatan BI (Gambar 6). Penggunaan nilai BI mempunyai tujuan untuk memperkirakan kepadatan Aedes spp. di suatu wilayah dan BI merupakan index larva prioritas karena sudah menggabungkan antara rumah dengan kontainer yang diperiksa (Suwasono 2008). Menurut Hendri et al. (2010) suatu daerah mungkin memiliki sedikit wadah yang positif terdapat larva, tetapi menjadi penting secara epidemiologis karena ditemukan larva dalam jumlah yang banyak, sebaliknya daerah yang banyak ditemukan wadah positif tetapi hanya ditemukan sedikit larva maka secara epidemiologis kurang berisiko menjadi wabah penyakit DBD.

Gambar 6 Bretau indeks dan indeks curah hujan perbulan

(41)

23 Kepadatan dan Perilaku Nyamuk

Jenis Nyamuk yang tertangkap

Jumlah total nyamuk yang tertangkap di lokasi penelitian adalah 127 nyamuk. Total nyamuk yang ditangkap dengan metode landing collection berjumlah 60 ekor (47.20%) dan metode resting collection 67 ekor (52.76%). Hasil identifikasi (Tabel 6) menunjukan nyamuk yang diperoleh dari lokasi

penelitian ada 3 spesies nyamuk, yaitu Ae. aegypti, Ae. albopictus dan Cx. quinquefasciatus. Jumlah nyamuk yang paling banyak ditemukan adalah

spesies Ae.aegypti (59.06%), diikuti Ae. albopictus (22.83%) dan Cx. quinquefasciatus (18.11%). Persentase nyamuk Aedes spp. yang ditangkap

dengan metode landing collection (57.69%) dan resting collection (42.31%). Tabel 6 Jenis dan jumlah nyamuk dewasa yang tertangkap di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

Spesies nyamuk Aedes spp. yang ditemukan di lokasi penelitian ada 2 yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Morfologi nyamuk dewasa Ae. aegypti dan Ae. albopictus sangat mirip satu sama lain, untuk membedakan kedua spesies nyamuk ini dilihat dari pola sisik pada dorsal toraks (Gambar 7). Pola sisik pada dorsal toraks nyamuk Ae. aegypti berbentuk seperti dua garis putih lurus yang saling berhadapan sedangkan pada Ae. albopictus bentuk pola sisiknya berbentuk satu garis putih yang terletak di tengah dorsal toraks.

Jenis Nyamuk Jumlah nyamuk tertangkap Total % April Mei Juni Juli

Ae .aegypti 20 15 22 18 75 59.0

Ae .albopictus 13 5 1 10 29 22.83

Cx. quinquefasciatus 0 1 1 21 23 18.11

Jumlah 33 21 24 49 127 100

A B

(42)

24

Kepadatan Nyamuk Aedes spp.

Kepadatan nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati dilihat berdasarkan nilai landing rate (LR) dan restingrRate (RR). Nilai LR digunakan untuk melihat kepadatan jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap saat mengisap darah manusia (umpan orang) dan RR digunakan untuk melihat kepadatan jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap saat istirahat.

Kepadatan nyamuk Aedes spp. yang diperoleh berfluktuasi setiap bulannya selama penelitian. Kepadatan tertinggi nyamuk yang tertangkap saat mengisap darah baik pada nyamuk Ae. aegypti ataupun Ae. albopictus terjadi pada bulan April (Tabel 7), namun rata-rata kepadatan nyamuk spesies Ae. aegypti (1.58 nyamuk/rumah) lebih tinggi di bandingkan terhadap spesies Ae. albopictus (0.92 nyamuk/rumah) yang tertangkap saat mengisap darah. Kepadatan kedua spesies nyamuk yang mengisap darah tertinggi terjadi pada bulan April diduga karena bulan April memiliki nilai indeks curah hujan (ICH) cukup tinggi (359.7 mm) dan kelembaban yang tinggi (86%) dibanding bulan lainnya. Kepadatan nyamuk Ae.aegypti tertinggi yang tertangkap saat istirahat terjadi pada bulan Juni, sedangkan Ae. Albopictus memiliki kepadatan tertinggi pada bulan Mei. Kepadatan nyamuk diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ICH, kelembaban dan suhu. Curah hujan sangat mempengaruhi ketersediaan habitat bagi nyamuk Aedes spp. Indeks curah hujan tertinggi selama penelitian terjadi pada bulan April (359.7mm) dan terendah pada bulan Juli (31.8mm)

Kepadatan nyamuk Ae. aegypti menurun sering menurunnya ICH namun kepadatan cenderung tidak mengalami perubahan pada bulan Juni (Gambar 8). Kepadatan nyamuk Ae. albopictus turun pada bulan Mei hingga tidak ada nyamuk tertangkap umpan orang hingga bulan Juni dan kepadatan kembali naik di bulan Juli, hal ini terjadi karena pada bulan Mei penelitian dilakukan pada permukiman dengan karakteristik wilayah permukiman yang padat penduduk dengan jarak rumah yang berdekatan satu sama lainnya dan umumnya tidak memiliki pekarangan rumah serta jarang terdapat vegetasi tanaman di sekitar wilayah tersebut sehingga tidak memungkinkan untuk menyediakan habitat bagi nyamuk Ae. albopictus. Hal serupa juga terjadi pada bulan Juni, nyamuk Ae. albopictus juga tidak tertangkap umpan orang karena karakteristik permukiman yang merupakan komplek permukiman yang jarang terdapat vegetasi tanaman sebagai habitat nyamuk Ae. albopictus.

(43)

25 Hasil korelasi antara ICH dengan kepadatan nyamuk Ae. aegypti, menunjukan angka koefisien korelasi sebesar 0,939 dengan angka signifikansi sebesar 0.061 (p>0.05). Angka signifikansi yang lebih besar dari 0.05 menunjukan

tidak ada hubungan yang signifikan antara ICH dengan kepadatan nyamuk Ae. aegypti pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis korelasi

tersebut diketahui bahwa kepadatan nyamuk secara statistik tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Karakteristik habitat yang sesuai dan tersedianya habitat untuk tempat perindukan nyamuk dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kepadatan nyamuk. Hasil analisis korelasi pada Ae. albopictus didapatkan nilai koefesien korelasi sebesar 0,487 dengan angka signifikansi sebesar 0,513 (p>0,05). Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kepadatan Ae. albopictus dengan ICH secara statistik memiliki hubungan yang tidak signifikan.

Gambar 8 Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan indeks curah hujan di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

(44)

26

Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 - 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Jika manusia diisap darahnya oleh nyamuk terinfeksi virus DEN maka dalam 4 - 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD. Bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang dibutuhkan dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah sekitar 3 minggu (Kemenkes RI 2010).

Kelembaban merupakan salah satu kondisi fisik lingkungan yang dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara kelembaban dengan kepadatan nyamuk Ae. aegypti didapatkan angka koefisien korelasi sebesar 0.815 dengan angka signifikansi 0.185 (p>0.05). Hasil korelasi ini menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan kepadatan nyamuk Ae.aegypti secara statistik. Hasil serupa juga terjadi dengan nyamuk Ae. albopictus, berdasarkan hasil analisis korelasi Ae. albopictus dengan kelembaban diketahui angka koefisien korelasi sebesar 0.036 dan angka signifikansi 0.964 (p>0.05).

Gambar 9 Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan Kelembaban di Kelurahan Bantarjati periode April sampai Juli 2012

(45)

27 Ae .albopictus di bulan Juli kemungkinan disebabkan karakteristik habitat nyamuk, karena di lokasi penelitian pada bulan Juli masih banyak ditemukan vegetasi tanaman sebagai habitat bagi nyamuk Ae. albopictus. Menurut Novelani (2007) keberadaan tanaman dapat mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam atau di luar rumah sehingga akan memperpanjang umur nyamuk.

Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk menurut Roose (2008) adalah pada kisaran suhu 25oC-27oC. Pada suhu yang optimum nyamuk akan mempercepat proses metabolismenya sehingga meningkatkan frekuensi mengisap darah, maka produksi telur semakin tinggi dan melimpahnya kepadatan nyamuk vektor Aedes spp. Suhu yang sesuai juga memungkinkan nyamuk untuk dapat terbang lebih jauh. Jika suhu terlalu dingin, perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk vektor akan lambat dan nyamuk akan sulit bertahan hidup dalam waktu yang lama sehingga penyebaran virus DBD akan terhambat (Hales et al. 2002)

Perilaku Nyamuk

Perilaku Mengisap Darah

Pengamatan aktivitas nyamuk mengisap darah penting untuk diketahui karena berkaitan dengan risiko terjadinya penularan pada manusia. Sebagian besar nyamuk tertangkap umpan orang di luar rumah (53.33%) dan di dalam rumah (46.67%%). Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak tertangkap di dalam rumah (60.53%) jika dibandingkan di luar rumah (39.47%). Jumlah sebaliknya (Gambar 10) ditunjukkan oleh nyamuk Ae. albopictus yang lebih banyak ditemukan di luar rumah (77.27%) sedangkan di dalam rumah (22.73%). Walaupun nyamuk Aedes ini bersifat diurnal tetapi lebih senang mengisap dan beristirahat di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung, lembab dan sedikit angin.

Gambar

Tabel 1  Kepadatan Larva Nyamuk (Density Figure)
Gambar  2  Comb scale, Keterangan gambar: A. Ae. aegypti, B. Ae. albopictus
Gambar  4  Persentase ABJ di Kelurahan Bantarjati periode
Gambar 7 Pola sisik dorsal toraks, Keterangan gambar:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

Dengan ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dengan judul: Konstruksi Pendidikan Karakter Moral Pada Film Catatan Akhir Sekolah dalam Perspektif

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan yang kurangnya persaingan bekerja dalam sektor wisata yang mana disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menganggarkan belanja

A Statement From the Ad Hoc Committee on Guidelines for the Management of Transient Ischemic Attacks, Stroke Council, American Heart Association.. National

Pendekatan yuridis digunakan dalam usaha menganalisis data dengan mengacu pada norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan aspek

Apabila surat peringatan ini tidak diindahkan dalam 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing selama 7 (tujuh) hari kerja, maka akan dikenakan sanksi penertiban berupa